hubungan antara pusat dan daerah dalam negara kesatuan

14
VOL.23 NO.2 / DESEMBER 2016 DATA NASKAH Masuk: 7 September 2015 Diterima: 19 Oktober 2016 Terbit: 8 Desember 2016 KORESPONDEN PENULIS: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan Tamantiro Kasihan Bantul Yogyakarta Email: [email protected] Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Septi Nur Wijayanti DOI: 10.18196/jmh.2016.0079.186-199 ABSTRACT Act Number 23 of 2014 about Local Government arranged on 2 th October 2014 altered the relationship face between Central Government and Local Gov- ernment. Regional autonomy that has been run solely understood as the shifting obligation from central government to local government for society. While the importance substance from regional autonomy is delegation of authority from the central to the local economically and politically, righteous development and eco- nomic progress. So that the concept of regional autonomy within the framework of Unitary State of Indonesia is more emphasized in Act Number 23 of 2014. Another fundamental change not mentioned in Act Number 22 of 2014 is the enactment of Mandatory Reginal Affairs and Concurrent Affairs Pattern Rela- tionship between Central Government, Province, and Dictrict/City that in a direct way included in Annex Act Number 23 of 2014. In Article 9 of Act Number 23 of 2014 classified that government affair consists ofabsolute govern- ment affair, concurrent government affair, and public government affair. t can be concluded that the provision of Act Number 23 of 2014 on Regional Govern- ment still leads to decentralization, seen from the existence of matter distribution although classified into 3 government affairs. If referring to a theoretical model of the relationship between the Central Government and Local Government accord- ing to Clarke and Stewart, decelntralization as this included into the Agency Model. This is a kind of model in which government does not have sufficient power which simply means that its presence is seen more as central government agent in charge to run its government to run its central government’s policies. Keywords: Decentralization, Regional Autonomy, Unitary State, Central and Regional Relationship, Governmental Affairs ABSTRAK Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 merubah wajah

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL.23 NO.2 / DESEMBER 2016

DATA NASKAHMasuk: 7 September 2015Diterima: 19 Oktober 2016Terbit: 8 Desember 2016

KORESPONDEN PENULIS:Fakultas Hukum UniversitasMuhammadiyah YogyakartaJalan Lingkar Selatan TamantiroKasihan Bantul YogyakartaEmail: [email protected]

Hubungan Antara Pusat dan Daerah DalamNegara Kesatuan Republik Indonesia

Berdasarkan Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014

Septi Nur Wijayanti

DOI: 10.18196/jmh.2016.0079.186-199

ABSTRACTAct Number 23 of 2014 about Local Government arranged on 2th October

2014 altered the relationship face between Central Government and Local Gov-ernment. Regional autonomy that has been run solely understood as the shiftingobligation from central government to local government for society. While theimportance substance from regional autonomy is delegation of authority from thecentral to the local economically and politically, righteous development and eco-nomic progress. So that the concept of regional autonomy within the frameworkof Unitary State of Indonesia is more emphasized in Act Number 23 of 2014.Another fundamental change not mentioned in Act Number 22 of 2014 is theenactment of Mandatory Reginal Affairs and Concurrent Affairs Pattern Rela-tionship between Central Government, Province, and Dictrict/City that in adirect way included in Annex Act Number 23 of 2014. In Article 9 of ActNumber 23 of 2014 classified that government affair consists ofabsolute govern-ment affair, concurrent government affair, and public government affair. t can beconcluded that the provision of Act Number 23 of 2014 on Regional Govern-ment still leads to decentralization, seen from the existence of matter distributionalthough classified into 3 government affairs. If referring to a theoretical model ofthe relationship between the Central Government and Local Government accord-ing to Clarke and Stewart, decelntralization as this included into the AgencyModel. This is a kind of model in which government does not have sufficientpower which simply means that its presence is seen more as central governmentagent in charge to run its government to run its central government’s policies.Keywords: Decentralization, Regional Autonomy, Unitary State, Central andRegional Relationship, Governmental Affairs

ABSTRAKUndang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

yang diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 merubah wajah

Page 2: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

187

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.Otonomi daerah yang dijalankan selama ini semata-matahanya dipahami sebagai perpindahan kewajibanpemerintah pusat kepada pemerintah daerah untukmasyarakat. Padahal substansi penting dari otonomidaerah adalah pelimpahan kewenangan dari pusat kedaerah secara politik dan ekonomi agar pembangunandan pertumbuhan ekonomi berlangsung secara adil danmerata di daerah. Sehingga konsep otonomi daerahdalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesiaini yang ditekankan lebih tajam dalam Undang-UndangNomor 23 tahun 2014. Perubahan yang mendasar lainyang tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 ialah ditetapkannya Urusan Wajib Daerah, danpola hubungan Urusan Konkuren antara PemerintahPusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang langsungdimasukkan dalam Lampiran Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014 diklasifikasi urusan Pemerintahan terdiriatas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahankonkuren, dan urusan pemerintahan umum. Dapatdisimpulkan bahwa ketentuan UU Nomor 23 Tahun2014 tentang Pemerintahan Daerah masih mengarahpada desentralisasi, dilihat dari adanya pembagianurusan meskipun diklasifikasikan secara rinci ke dalam3 urusan pemerintahan. Jika merujuk pada teori modelhubungan antara Pemerintah Pusat dan PemerintahDaerah secara teoritis menurut Clarke dan Steward,desentralisasi seperti ini termasuk The Agency Model.Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyaikekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannyaterlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yangbertugas untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintahpusatnya.Kata kunci: Desentralisasi, Otonomi Daerah, NegaraKesatuan, Hubungan Pusat Dan Daerah, UrusanPemerintahan

I. PENDAHULUANReformasi di bidang politik dan administrasi

pemerintahan kembali digelar dengan disahkannya Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah untuk mengganti Undang-Undang 32 Tahun 2004yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,

ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan peme-rintahan daerah. Muatan Undang-Undang PemerintahanDaerah tersebut membawa banyak perubahan dalam penye-lenggaraan pemerintahan. Salah satunya adalah pembagian

urusan pemerintahan antara Pemerintah pusat danPemerintah Daerah.

Latar belakang perlunya ditetapkan Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014, antara lain: (a) Menjamin efektifitaspenyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangkameningkatkan kesejahteraan rakyat; (b) Menata manajemen

pemerintahan daerah yang lebih responsive, akuntabel,transparan, dan efesien; (c) Menata keseimbangan tanggungjawab antar tingkatan/susunan pemerintahan dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan; (d) Menatapembentukan daerah agar lebih selektif sesuai dengan kondisidan kemampuan daerah; dan (e) Menata hubungan pusat

dan daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indo-nesia.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah yang diundangkan pada tanggal 2Oktober 2014 merubah wajah hubungan Pemerintah Pusatdan Pemerintah Daerah. Secara hukum maka Undang-

undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan sudah tidakberlaku lagi, dan dalam masa 2 (dua) tahun kedepan seluruhperubahan dan peraturan pelaksanaan yang diatur dalamUndang-Undang Nomor 23 tahun 2014 harus ditetapkan.Otonomi daerah yang dijalankan selama ini semata-matahanya dipahami sebagai perpindahan kewajiban pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah untuk masyarakat. Padahalsubstansi penting dari otonomi daerah adalah pelimpahankewenangan dari pusat ke daerah secara politik dan ekonomiagar pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berlangsungsecara adil dan merata di daerah. Sehingga konsep otonomidaerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indone-

sia ini yang ditekankan lebih tajam dalam Undang-UndangNomor 23 tahun 2014. Perubahan yang mendasar lain yangtidak ada dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004ialah ditetapkannya Urusan Wajib Daerah, dan polahubungan Urusan Konkuren antara Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/ Kota yang langsung dimasukkan

dalam Lampiran Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014,tidak dibuat menjadi Peraturan Pemerintah seperti pada

Page 3: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

188

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (PeraturanPemerintah Nomor 38 Tahun 2007) yang mengaturhubungan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Daerah) (http://birokrasi.kompasiana.com/2014/12/24/enam-perda-urusan-

wajib-pemerintah-daerah-698638.html, diakses pada tanggal6 Mei 2015).

Klasifikasi urusan pemerintahan terdiri dari 3 urusanyakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahankonkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusanpemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusanpemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yangdibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi danDaerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalahUrusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presidensebagai kepala pemerintahan.

Adanya pembagian 3 urusan ini menimbulkan hubunganyang baru antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,apalagi dalam pelaksanannya ada skala prioritas urusanpemerintahan yang harus dilaksanakan. Pembagian urusankewenangan tersebut dikontrol oleh pemerintah pusatdengan menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria

(NPSK) dalam rangka penyelenggaraan UrusanPemerintahan; dan pemerintah pusat melaksanakanpembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraanUrusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

Oleh karena itu sangat perlu dilakukan kajian terhadappembagian urusan pemerintahan pusat dan daerah dalam

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tersebut yang akanberimplikasi dengan hubungan pusat dan daerah dalamkerangka negara kesatuan republik Indonesia.

II. PEMBAHASAN

1. Asas Otonomi Dan Desentralisasi Dalam

Negara KesatuanSalah satu aspek konstitusional penyelenggaraan negara

dan pemerintahan sejak Indonesia merdeka adalah persoalanyang berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi sebagaisubsistem negara kesatuan (Manan, 2001:21). BerdasarkanPasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Indo-

nesia ialah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Prinsip

pada negara kesatuan ialah bahwa yang memegang tampukkekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara ialahPemerintah Pusat tanpa adanya delegasi atau pelimpahankekuasaan kepada Pemerintah Daerah (Local Government)

(Lubis, 1983:8). Dalam negara kesatuan terdapat asas bahwasegenap urusan-urusan negara tidak dibagi antara pemerintahpusat (central government) dengan Pemerintah lokal (LocalGovernment) sedemikian rupa, sehingga urusan-urusannegara dalam negara kesatuan tetap merupakan suatukebulatan (eenheid) dan bahwa pemegang kekuasaan

tertinggi di negara itu ialah Pemerintah Pusat (Huda,2014:241).

Di dalam negara kesatuan, pemerintah pusatmenjalankan kedaulatan tertinggi negara. Agar tidaksewenang-wenang, aktivitas pemerintah pusat diawasi dandibatasi oleh undang-undang. Konsekuensi logis dari

posisinya sebagai penyelenggara kedaulatan negara, makaunit-unit pemerintahan yang dibentuk dan berada di bawahpemerintah pusat, harus tunduk kepada pemerintah pusat.Tanpa disertai ketundukan dan kepatuhan secaraorganisasional berdasarkan peraturan perundang-undanganyang berlaku, akan menjadi tumpang tindih dan tabrakan

dalam pelaksanaan kewenangan (prinsip unity command)(Wasistiono, 2004:9).

Di dalam negara kesatuan tanggung jawab pelaksanaantugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada ditangan Pemerintah Pusat. Akan tetapi, karena sistempemerintahan Indonesia salah satunya menganut asas negara

kesatuan yang didesentralisasikan, maka ada tugas-tugastertentu yang diurus sendiri, sehingga menimbulkanhubungan timbal balik yang melahirkan adanya hubungankewenangan, keuangan, pengawasan, dan antar satuanorganisasi pemerintahan (Huda, 2014:241).

Substansi pembagian daerah dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia diatur dalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Negara KesatuanRepublik Indonesia dibagi atas kabupaten dan kota, yangtiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyaipemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.Perubahan ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas

pembagian daerah dalam negara Kesatuan Republik Indo-nesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah

Page 4: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

189

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Provinsi terdapat Kabupaten dan Kota. Hal ini juga termaktubdi dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun2014.

Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam

ketentuan Pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakansecara kebetulan. Istilah itu langsung menjelaskan bahwanegara kita adalah negara kesatuan di mana kedaulatannegara berada di tangan pusat. Hal ini konsistensi dengankesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negarakesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih

menunjukkan substansi federalisme karena istilah itumenunjukkan letak kedaulatan berada di tangan negara-negara bagian (MPR RI, 2003:102-103).

Otonomi daerah diadakan bukan sekedar menjaminefisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Bukan sekedar pulamenampung kenyataan yang luas, penduduk banyak, dan

berpulau-pulau. Lebih dari itu, otonomi daerah merupakandasar memperluas pelaksanaan demokrasi dan instrumenmewujudkan kesejahteraan umum. Tidak kalah penting,otonomi daerah merupakan cara memelihara negarakesatuan. Daerah-daerah otonomi yang bebas dan mandirimengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahan

sendiri, merasa diberi tempat yang layak dalam kehidupanberbangsa dan bernegara, sehingga tidak ada alasan untukkeluar dari RI (Manan, 2001:3).

Lebih lanjut disampaikan Bagir Manan (Manan, 2001:26)otonomilah sebagai ujung tombak usaha mewujudkankesejahteraan. Mengingat fungsi kesejahteraan akan

menghadapkan pemerintahan pada kenyataan konkret yangberbeda-beda antara daerah satu dengan daerah lain sertaberkembang mengikuti dinamika kebutuhan masyarakatsetempat, maka dalam otonomi harus tersedia ruang gerakyang cukup untuk melakukan kebebasan menjalankanpemerintahan. Untuk memungkinkan penyelenggaraan

kebebasan tersebut dan sekaligus mencerminkan otonomisebagai satuan demokratis, maka otonomi senantiasamemerlukan kemandirian atau keleluasaan. Bahkan tidakberlebihan apabila dikatakan hakekat otonomi adalahkemandirian, walaupun bukan suatu bentuk kebebasansebuah satuan yang merdeka. Untuk mewujudkan

kemandirian atau keleluasaan, otonomi berkait erat denganpola hubungan antara pusat dan daerah yang meliputi

berbagai segi yaitu hubungan kewenangan, hubunganpengawasan, hubungan keuangan dan lain sebagainya.

Otonomi daerah merupakan wujud kehidupan demokrasidalam konteks penyelenggaraan negara kesatuan

(eenheidstaat). Otonomi daerah merupakan wadah kehidu-pan demokrasi. Rakyat melalui wakil mereka (Dewan Perwa-kilan Rakyat Daerah), turut serta dalam penyelenggara peme-rintahan, berdasarkan otonomi daerah yang dibangun dalamsistem pemerintahan desentralisasi. Rakyat mengatur rumahtangga mereka sendiri dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah (Huda, 2014:411).Suatu negara kesatuan baru merupakan wujud

pemerintahan demokrasi tatkala otonomi daerah dijalankansecara efektif guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat,mencakupi kewenangan zelfwetgeving (peraturan daerah-peraturan daerah) yang mengakomodir kepentingan rakyat

banyak dan penyelenggaraan pemerintahan (zefbestuur)yang diemban secara demokratis. Porsi otonomi daerah tidakcukup dalam wujud otonomi daerah yang luas danbertanggungjawab, tetapi harus diwujudkan dalam formatotonomi daerah yang seluas-luasnya (Marzuki, 2006:161).

Dengan demikian otonomi bukan sekedar mekanisme

pemerintahan untuk mewujudkan administrasi negara yangefektif dan efisien. Otonomi adalah salah satu garda depanpenjaga negara kesatuan. Sebagai penjaga negara kesatuan,otonomi memikul beban dan pertanggungjawabanpelaksanaan tata pemerintahan yang demokratis berdasarkanatas hukum untuk mewujudkan pemerataan kemakmuran,

kesejahteraan, keadilan baik di bidang ekonomi, politik,maupun sosial dengan cara menghormati dan menjunjungperbedaan-perbedaan antar daerah baik atas dasar sosial,budaya, ekonomi, geografi dan lain sebagainya. Pengakuanatas berbagai perbedaan tersebut sangat penting untukmenunjukkan bahwa kehadiran daerah tetap penting di

tengah tengah tuntutan kesatuan (Manan, 2001:vii).Kalangan ilmuwan pemerintahan dan politik pada

umumnya mengidentifikasi sejumlah alasan mengapadesentralisasi perlu dilaksanakan pada sebuah negara, yaituantara lain (1) dalam rangka peningkatan efisiensi danefetifitas penyelenggaraan pemerintahan, (2) sebagai wahana

pendidikan politik masyarakat di daerah, (3) dalam rangkamemelihara keutuhan negara kesatuan atau integrasi

Page 5: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

190

nasional, (4) untuk mewujudkan demokrasi dalampenyelenggaraan pemerintahan yang dimulai dari daerah,(5) guna memberikan peluang bagi masyarakat untukmembentuk karir dalam bidang politik dan pemerintahan,

(6) sebagai wahana yang diperlukan untuk memberikanpeluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam prosesperencanaan dan pelaksanaan pemerintahan, (7) sebagaisarana yang diperlukan untuk mempercepat pembangunandi daerah, dan yang terakhir adalah (8) guna mewujudkanpemerintahan yang bersih dan berwibawa (Syaukani, dkk,

2009:vii).Pada hakikatnya, desentralisasi itu sendiri dapat dibedakan

dari karakterikstisnya, yaitu; (Darumurti dan Rauta, 2003:47)1. Desentralisasi teritorial (territorial decentralization), yaitu

penyerahan urusan pemerintahan atau pelimpahanwewenang untuk menyelenggarakan suatu urusan

pemerintahan dari pemerintah yang lebih tinggi kepadaunit organisasi pemerintah yang lebih rendah berdasarkanaspek kewilayahan.

2. Desentralisasi fungsional (functional decentralization),yaitu penyerahan urusan-urusan pemerintahan ataupelimpahan wewenang untuk menyelenggarakan suatu

urusan pemerintahan dari pemerintah yang lebih tinggikepada unit-unit pemerintah yang lebih rendah berda-sarkan aspek tujuannya (seperti Subak di Bali).

3. Desentralisasi politik (political decentralization), yaitupelimpahan wewenang yang menimbulkan hak untukmengurus diri kepentingan rumah tangga sendiri bagi

badan-badan politik di daerah-daerah yang dipilih olehrakyat. Ini terkait juga dengan desentralisasi teritorial

4. Desentralisasi budaya (cultural decentralization), yaitupemberian hak kepada golongan-golongan tertentu untukmenyelenggarakan kegiatan kebudayaannya sendiri.Misalnya, kegiatan pendidikan oleh kedutaan besar

negara asing, otonomi nagari dalam menyelenggarakankegiatan kebudayaannya sendiri, dan sebagainya. Dalamhal ini sebenarnya tidak termasuk urusan pemerintahandaerah.

5. Desentralisasi ekonomi (economic decentralization),yaitu pelimpahan kewenangan dalam penyelenggaraan

kegiatan ekonomi6. Desentralisasi administratif (administratif decentraliza-

tion), yaitu pelimpahan sebagian kewenangan kepadaalat-alat atau unit pemerintahan sendiri di daerah.Pengertiannya identik dengan dekonsentrasi.Keenam karakteristik desentralisasi tersebut dapat

dikaitkan dengan tujuan dan mafaat yang dapat diperolehdengan ditetapkannya kebijakan desentralisasi dandekonsentrasi yang pada pokoknya merupakan kebijakanyang diperlukan untuk mengatasi kecenderungan terjadinyapenumpukan kekuasaan di satu pusat kekuasaan. Di sampingitu, dengan kebijakan desentralisasi dan dekonsentrasi juga

diharapkan dapat terwujud fungsi-fungsi kekuasaan negarayang efektif dan efisien, serta terjaminnya manfaat-manfaatlain yang tidak dapat diharapkan dari sistem pemerintahanyang terlalu terkonsentrasi dan bersifat sentralistik (Wijayantidan Satriawan, 2009:161).

Oleh karena itu ada beberapa tujuan dan manfaat yang

biasa dinisbatkan dengan kebijakan desentralisasi yaitu:(Darumurti dan Rauta, 2003:30)1. Dari segi hakikatnya, desentralsiasi dapat mencegah

terjadinya penumpukan (concetration of power) danpemusatan kekuasaan (centralised power) yang dapatmenimbulkan tirani.

2. Dari sudut politik, desentralisasi merupakan wahanauntuk pendemokratisasian kegiatan pemerintahan.

3. Dari segi teknis organisatoris, desentralisasi dapatmenciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien

4. Dari segi sosial, desentralisasi dapat membuka peluangpartisipasi dari bawah yang lebih aktif dan berkem-

bangnya kaderisasi kepemimpinan yang bertanggungjawab karena proses pengambilan keputusan tersebar dipusat-pusat kekuasaan di seluruh daerah

5. Dari sudut budaya, desentralisasi diselenggarakan agarperhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepadakekhususan-kekhususan yang terdapat di daerah,

sehingga keanekaragaman budaya dapat terpelihara dansekaligus didayagunakan sebagai modal yang mendo-rong kemajuan pembangunan dalam bidang-bidanglainnya.

6. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, karenapemerintah daerah dianggap lebih banyak tahu, dan

secara langsung berhubungan dengan kepentingan didaerah, maka dengan kebijakan desentralisasi,

Page 6: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

191

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

pembangunan ekonomi dapat terlaksana dengan lebihtepat dan dengan biaya yang lebih murahHal ini diperkuat oleh oleh Shabbir Cheema and

Rondinelli (Syaukani, dkk, 2009: 32-34) menyampaikan

paling tidak ada empat belas (14) alasan yang merupakanrasionalitas dari desentralisasi, yaitu:1. Desentralisasi dapat merupakan cara yang ditempuh

untuk mengatasi keterbatasan karena perencanaan yangbersifat sentralistik, dengan mendelegasikan sejumlahkewenangan, terutama dalam perencanaan

pembangunan, kepada pejabat di daerah yang bekerjadi lapangan dan tahu betul masalah yang dihadapimasyarakat. Dengan desentralisasi maka perencanaandapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyarakatdi daerah yang bersifat heterogen.

2. Desentralisasi dapat memotong jalur birokrasi yang rumit

serta prosedur yang sangat terstruktur dari pemerintahpusat.

3. Dengan desentralisasi fungsi dan penugasan kepadapejabat di daerah, maka tingkat pemahaman sertasensitivitas terhadap kebutuhan masyarakat daerah akanmeningkat. Kontak hubungan yang akan meningkat

antara pejabat dengan masyarakat setempat akanmemungkinkan kedua belah pihak untuk memilikiinformasi yang lebih baik, sehingga dengan demikianakan mengakibatkan perumusan kebijasanaan yang lebihrealistik dari pemerintah.

4. Desentralisasi akan mengakibatkan terjadinya “penetrasi”

yang lebih baik dari pemerintah pusat bagi daerah-daerahterpencil atau sangat jauh dari pusat, dimana seringkalirencana pemerintah tidak difahami oleh masyarakatsetempat atau dihambat oleh elite lokal, dan dimanadukungan terhadap program pemerintah sangat terbatas.

5. Desentralisasi memungkinkan representasi yang lebih

luas dari berbagai kelompok politik, etnis, keagamaandi dalam perencanaan pembangunan yang kemudiandapat memperluas kesamaan dalam mengalokasikansumber daya dan investasi pemerintah.

6. Desentralisasi dapat meningkatkan kapasitas peme-rintahan serta lembaga private di daerah, yang kemudian

dapat meningkatkan kemampuan mereka untukmengambil alih fungsi yang selama ini dijalankan oleh

departemen yang ada di pusat. Dengan desentralisasimaka peluang bagi masyarakat didaerah untukmeningkatkan kapasitas teknis dan managerial.

7. Desentralisasi dapat meningkatkan efisiensi pemerintahan

di pusat dengan tidak lagi pejabat puncak di pusatmenjalankan tugas rutin karena hal itu dapat diserahkankepada pejabat daerah. Dengan demikian pejabat pusatdidaerah dapat menggunakan waktu dan energi merekauntuk melakukan supervisi dan pengawasan terhadapimplementasi kebijaksanaan.

8. Desentralisasi juga dapat menyediakan struktur di manaberbagai departemen di pusat dapat dikoordinasi secaraefektif bersama dengan pejabat daerah dan sejumahNGOs di berbagai daerah. Propinsi, kabupaten dan kotadapat menyediakan basis wilayah koordinasi bagi pro-gram pemerintah, khususnya di dunia ke III di mana

banyak sekali program pedesaan yang dijalankan.9. Struktur pemerintahan yang didesentralisasikan

diperlukan guna melembagakan partisipasi masyarakatdalam perencanaan dan implementasi program. Strukturseperti itu dapat merupakan wahana bagi pertukaraninformasi yang mmenyangkut kebutuhan masing-masing

daerah kemudian secara bersama-samamenyampaikannya kepada pemerintah.

10.Dengan menyediakan modal alternatif cara pembuatankebijaksanaan, desentralisasi dapat meningkatkanpengaruh atau pengawasan atas berbagai aktifitas yangdilakukan oleh elit lokal, yang seringkali tidak simpatik

dengan program pembangunan nasional dan tidak sen-sitive terhadap kebutuhan kalangan miskin di pedesaan.

11.Desentralisasi dapat menghantarkan kepada administrasipemerintahan yang mudah disesuaikan, inovatif, dankreatif. Pemerintah daerah dapat memiliki peluang untukmenguji inovasi, serta bereksperimen dengan

kebijaksanaan yang baru di daerah-daerah tertentu tanpaharus menjustifikasinya kepada seluruh wilayah negara.Kalau mereka berhasil maka dapat dicontoh oleh daerahyang lainnya.

12.Desentralisasi perencanaan dan fungsi manajemen dapatmemungkinkan pemimpin di daerah menetapkan

pelayanan dan fasilitas secara efektif di tengah-tengahmasyarakat, mengintegrasikan daerah-daerah yang

Page 7: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

192

terisolasi, memonitor dan melakukan evaluasiimplementasi proyek pembangunan dengan lebih baikdari pada yang dilakukan oleh pejabat di daerah.

13.Desentralisasi dapat memantapkan stabilitas politik dan

kesatuan nasional dengan memberikan peluang kepadaberbagai kelompok masyarakat di daerah untukberpartisipasi secara langsung dalam pembuatankebijaksanaan, sehingga dengan demikian akanmeningkatkan kepentingan mereka di dalam memeliharasistem politik.

14.Desentralisasi dapat meningkatkan penyedia barang danjasa di tingkat lokal dengan biaya yang lebih rendah,karena hal itu tidak lagi menjadi beban pemerintah pusatkarena sudah diserahkan kepada daerah.Penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah

penyelenggaraan pemerintahan di pusat, sehingga apapun

yang terjadi di daerah akan mempengaruhi jalannyapemerintahan di pusat begitu pula sebaliknya apapun yangterjadi di pusat akan berdampak di daerah. Oleh karena ituhubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerahtidak akan terputus. Hubungan antara pemerintah pusat dandaerah bagaikan orang tua dan anaknya yang selalu akan

terjalin meskipun kadang-kadang terjadi konflik dalamhubungan tersebut. Selama bentuk negara Indonesia masihberbentuk kesatuan, maka hubungan tersebut akan terusada (Wijayanti dan Satriawan, 2009:158).

Otonomi daerah adalah subsistem dari sistempemerintahan sebuah negara yang juga menjadi bagian dari

sistem yang lebih luas. Kompleksitas sistem tersebut amatberpengaruh pada kesuksesan mengelolanya. Kompleksitasotonomi disumbang oleh segi-segi yang melingkupinya.Segi-segi tersebut, antara lain, pertama; segi hukum. Hukumotonomi adalah segi yang dipenuhi oleh warna kompleksitasyang besar. Kompleksitas hukum otonomi selain disumbang

oleh hukum nasional juga oleh hukum lokal. Bahkan, hukumotonomi di beberapa tempat di Indonesia mengandungunsur hukum lokal yang berada di luar hukum negara, yaknihukum adat setempat. Kedua; politik. Kompleksitas politikyang mempengaruhi jalannya otonomi daerah lebih banyakdidominasi oleh kompleksitas politik lokal. Namun, politik

nasional sering kali jadi variabel antara politik nasional bahkanseolah jadi prasyarat membaiknya politik lokal. Artinya,

politik lokal akan membaik jika politik nasional mampudiperbaiki. Oleh karena itu, wajar masyarakat Indonesiamendambakan Jokowi sebagai pemimpin nasional agarmampu mengatasi segala masalah lokal yang begitu

beragam di Indonesia. Ketiga; birokrasi. Kompleksitasbirokrasi justru sebaliknya: birokrasi nasional-lah yang lebihbanyak berperan dalam kesuksesan mengelola kompleksitasotonomi daerah. Birokrasi nasional harus sepenuhnyamendukung otonomi daerah. Meski akhirnya manajemenpemerintahan di daerah dilaksanakan oleh birokrasi lokal,

birokrasi nasional yang setengah hati dalam otonomi mampumembuat otonomi daerah gagal. Birokrasi nasional harusmampu memberikan teladan bagi cara kerja birokrasi lokal.Dalam hal ini sistem pembagian urusan jadi tumpuan.Dengan kata lain, kompleksitas birokrasi disumbang olehsistem pembagian urusan. Pembagian urusan yang tidak

clear-cut akan membawa kompleksitas birokrasi dalamkebijakan otonomi daerah, yang dapat bermasalah padakemudian hari. Keempat; sosial-budaya. Kompleksitas sosial-budaya menyangkut keadaan masyarakat setempat dansistem nilai yang berkembang. Soal ini pertama-tama akandihadapi oleh struktur formal dalam pemerintahan daerah.

Pertanyaannya, tidakkah Indonesia sangat beragam? Apakahhukum nasional mampu jadi tumpuan keberagaman itu?Keberagaman dan kreativitas lokal yang tidak mamputertampung dengan baik dalam sistem hukum nasional kelakmembawa keterbatasan jalannya otonomi daerah itu sendiri.Keempat, kompleksitas itu saling terkait. Kompleksitas itu

berada dalam sistem negara Republik Indonesia.Kompleksitas otonomi daerah di Indonesia adalah produkdari kompleksitas negara dan bangsa Indonesia yangberbentuk republik dengan sistem negara kesatuan. Bentukdan sistem pemerintahan negara Republik Indonesia adalahalat mencapai cita-cita bangsa Indonesia. Oleh karena itu,

kompleksitas yang melingkupinya adalah kompleksitas darialat pencapaian cita-cita bangsa, pemerintahan Jokowi-Kallatidak mungkin efektif jika tak mampu memahamikompleksitas yang ada (Irfan, Kompas 11 Maret 2015).

Desentralisasi dan otonomi daerah yang berlangsung sejak1 Januari 2001 adalah suatu peristiwa yang menimbulkan

perubahan mendasar pada hubungan antara pemerintahpusat dan daerah, sekaligus mengubah perilaku sebagian

Page 8: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

193

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

masyarakat Indonesia yang sebelumnya hanya terfokus padasatu pusat kekuasaan, pemerintah pusat di Jakarta.Pentingnya desentralisasi dan otonomi daerah mungkindapat disejajarkan dengan proses demokratisasi yang terjadi

begitu drastis pada tahun 1998. Desentralisasi memangmerupakan konsekuensi logis dari munculnya kehidupandemokrasi di Indonesia sejak berakhirnya rezim orde baru.Kedua proses tersebut bahkan mempunyai beberapakesamaan yang tidak terbantahkan lagi. Kedua-duanyaberlangsung pada saat perekonomian nasional sedang berada

dalam kondisi sangat parah setelah krisis perekonomian1998. Keduanya juga berlangsung dalam skala yang besardan terjadi dalam masa yang sangat singkat, bahkan hampirtanpa masa transisi yang memadai (Huda, 2014:416).

Otonomi daerah di Indonesia memasuki babak barudengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah. Perubahanpemerintahan daerah di Indonesia kalau mengacu dimensiwaktu, sebenarnya relatif tidak panjang, apalagi kalau melihatperubahan pemerintahan daerah pasca reformasi, hanyakurang satu dasawarsa perubahan pengelolaan pemerintahandaerah mengalami berbagai perubahan. Perubahan kebijakan

dalam hubungan pusat dan daerah tidak bisa dilepaskandari konteks, format dan ideologi politik penguasa. Ketikapenguasa baru saja tampil dan menyusun kekuatan, makadikembangkan kebijakan yang agak terbuka. Namun ketikakekuasaan sudah berhasil mengkonsolidasi diri, makakebijakan bisa dirubah dengan tertutup, otoritarisme atau

malah totaliterisme. Munculah pergeseran dari ultra viresdoctrine (merinci satu persatu urusan) menjadi open andarrangement atau residual power (konsep kekuasaan sisa).

Konsep Desentralisasi dalam Undang-Undang Nomor 23tahun 2014 ini adalah penyerahan Urusan Pemerintahan olehPemerintah Pusat kepada daerah otonomi. Sedangkan

pengertian Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dankewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurussendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatsetempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indone-sia. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat (5) Undangt-UndangDasar 1945 bahwa pemerintahan daerah menjalankan

otonomi daerah seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahanyang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat.Penyerahan urusan tersebut dimaksudkan membawa

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahandaerah yang perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan

aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengandaerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragamandaerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalamkesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.Selain itu penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkanuntuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peranserta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerahdengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem NegaraKesatuan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

mengklasifikasi urusan Pemerintahan terdiri atas urusanpemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, danurusan pemerintahan umum. Selanjutnya secara rincidisebutkan dalam pasal 10 ayat (1) mengenai urusanpemerintahan absolut yang merupakan sepenuhnya menjadiurusan pemerintah pusat meliputi: a. politik luar negeri; b.

pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskalnasional; dan f. agama. Sedangkan yang disebut sebagaiurusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahanyang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsidan Daerah kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkurenyang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan

Otonomi Daerah. Urusan pemerintahan konkuren di dalamPasal 9 ayat (3) dijelaskan bahwa yang menjadi kewenanganDaerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan UrusanPemerintahan Pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib terdiri atasUrusan Pemerintahan yang berkaitan dengan PelayananDasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan

Pelayanan Dasar. Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitandengan Pelayanan Dasar tersebut adalah UrusanPemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakanPelayanan Dasar.

Selanjutnya dalam Pasal 12 ayat (1) dijelaskan bahwaUrusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan

Pelayanan Dasar meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c.pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat

Page 9: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

194

dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertibanumum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. Dalampasal 12 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidakberkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud

meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan danpelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkunganhidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalianpenduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j.komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan

menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olahraga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q.perpustakaan; dan r. kearsipan. Sedangkan UrusanPemerintahan Pilihan diaturdalam Pasal 12 ayat (3) meliputi:a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d.kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f.

perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi.

2. Hubungan Antara Pusat dan Daerah

dalam otonomi Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014Desentralisasi adalah sebuah mekanisme penyelenggaraan

pemerintahan yang menyangkut pola hubungan antarapemerintahan nasional dan pemerintahan lokal. Di dalammekanisme ini pemerintahan nasional melimpahkankewenangan kepada pemerintahan dan masyarakat setempatatau lokal untuk diselenggarakan guna meningkatkankemaslahatan hidup masyarakat (Syaukani, dkk, 2009:xvii).

Hubungan antara Pemerintah Pusat (Pusat) dan Daerahmencakup isi yang sangat luas, bisa terkait dengan isunasionalisme dan nation building, bisa pula dengan isudemokrasi nasional dan demokrasi lokal, dan oleh karenaitu terkait pula dengan isu hubungan antara negara danmasyarakat. Hubungan antara Pusat dan Daerah merupakan

sesuatu yang banyak diperbincangkan, karena masalahtersebut dalam praktiknya sering menimbulkan upaya tarikmenarik kepentingan (spanning of interest) antara keduasatuan pemerintahan. Terlebih dalam negara kesatuan, upayapemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atasberbagai urusan pemerintahan sangat jelas (Huda, 2009:1).

Model Hubungan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah secara teoritis menurut Clarke dan Stew-ard dapat dibedakan menjadi tiga, yakni: (Huda, 2009:248)Pertama, The relative Autonomy Model, memberikankebebasan yang relatif besar kepada pemerintah daerah

dengan tetap menghormati eksistensi pemerintah pusat.Penekanannya adalah pada pemberian kebebasan bertindakbagi pemerintah daerah dalam kerangka kekuasaan/tugasdan tanggung jawab yang telah dirumuskan oleh peraturanperundang-undangan; kedua The Agency Model. Modeldimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaan

yang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebihsebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untukmenjalankan kebijaksanaan pemerintah pusatnya. Karenanyapada model ini berbagai petunjuk rinci dalam peraturanperundangan sebagai mekanisme kontrol sangat menonjol.Pada model ini pendapatan asli daerah bukanlah hal penting

dan sistem keuangan daerahnya didominasi oleh bantuandari pemerintah pusat; ketiga The Interaction Model.Merupakan suatu bentuk model dimana keberadaan danperan pemerintah daerah ditentukan oleh interaksi yangterjadi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Menurut Bagir Manan, paling tidak ada empat faktor

yang menentukan hubungan pusat dan derah dalam otonomiyaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan,hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul darisusunan organisasi pemerintahan di daerah (Manan,2001:37). Hubungan kewenangan antara lain bertaliandengan cara pembagian urusan rumah tangga daerah. Cara

penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomiterbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagaiotonomi terbatas apabila; pertama urusan-urusan rumahtangga daerah ditentukan secara kategoris danpengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula.Kedua; apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan

sedemikian rupa, sehingga daerah otonom kehilangankemandirian untuk menentukan secara bebas cara-caramengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Ketiga;sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yangmenimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuankeuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak

otonomi daerah. Otonomi luas biasa bertolak dari prinsipsemua urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan

Page 10: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

195

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

rumah tangga daerah, kecuali yang ditentukan sebagaiurusan pusat.

Upaya menemukan format hubungan antara pusat dandaerah yang ideal dalam kerangka negara kesatuan bukanlah

persoalan yang mudah ditemukan, karena hal itu merupakanproses yang berjalan seiring dengan perjalanan bangsa In-donesia. Salah satu aspek yang dapat mempengaruhi polahubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerahadalah susunan organisasi pemerintahan daerah, terlebihdalam negara kesatuan yang desentralistik. Kewenangan

yang dijalankan oleh pemerintah pusat dalam negarakesatuan sangatlah luas dan mencakup seluruh warga negarayang ada di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu,mutlak dilakukan delegasi kewenangan (delegation of au-thority) baik dalam rangka desentralisasi maupundekonsentrasi. Sebagai konsekuensi dibentuknya satuan

pemerintahan di tingkat daerah, sudah barang tentu disertaidengan tindakan lain yakni urusan-urusan pemerintahan apasaja yang dapat diserahkan dan dijalankan oleh satuanpemerintahan di daerah. Atau urusan-urusan pemerintahanyang akan diserahkan kepada pemerintah daerah sebagaikonsekuensi pelaksanaan desentralisasi, titik berat

pelaksanaan akan diletakkan pada daerah yang mana.Berdasarkan hal tersebut, maka susunan organisasipemerintahan di daerah akan berpengaruh terhadaphubungan antara pusat dan daerah. Hal ini dapat dilihatdari peran dan fungsi masing-masing susunan atau tingkatandalam penyelenggaaan otonomi. Artinya peran dan fungsi

tersebut dapat ditentukan oleh pelaksanaan titik beratotonomi yang dijalankan. Pengaturan dan pelaksanaan titikberat otonomi sangat ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:(a) sistem rumah tangga daerah; (b) ruang lingkup urusanpemerintahan; dan (c) sifat dan kualitas suatu urusan(Manan, 1995:194-195).

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun2014 dapat diterjemahkan pola hubungan antara pemerintahpusat dan daerah sebagai berikut:1. Desentralisasi adalah penyerahan sebagian kewenangan

eksekutif dari Pemerintah Pusat kepada Daerah, dimanadalam pasal 9 (sudah disebutkan di halaman sebelumnya)

bahwa Urusan pemerintahan Konkuren inilah yangmenjadi dasar Otonomi Daerah. Urusan Pemerintahan

Konkuren yang diserahkan meliputi Urusan Wajib danUrusan Pilihan. Pada Urusan Wajib ada Urusan WajibPelayanan dasar dan Urusan Wajib Non Pelayanan Dasar.Berdasarkan pembagian urusan kewenangan tersebut,

merujuk pada teori Model Hubungan antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah secara teoritis menurutClarke dan Steward termasuk The Agency Model. Modeldimana pemerintah daerah tidak mempunyai kekuasaanyang cukup berarti sehingga keberadaannya terlihat lebihsebagai agen pemerintah pusat yang bertugas untuk

menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusatnya.Karenanya pada model ini berbagai petunjuk rinci dalamperaturan perundangan sebagai mekanisme kontrolsangat menonjol.

2. Pembagian urusan pemerintahan konkuren tersebutberdasarkan Pasal 13 didasarkan pada prinsip

akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, sertakepentingan strategis nasional. Prinsip akuntabilitasdimaksudkan bahwa Penanggungjawabnya berdasarkankedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauandampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatuUrusan Pemerintahan. Adapun yang dimaksud dengan

prinsip efisiensi adalah Perbandingan tingkat daya gunayang paling tinggi yang dapat diperoleh. SedangkanPrinsip eksternalitas merupakan Luas, besaran, danjangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraansuatu Urusan Pemerintahan. Dan Prinsip kepentinganstrategis nasional bahwa dalam rangka menjaga keutuhan

dan kesatuan bangsa, kedaulatan Negara, implementasihubungan luar negeri, pencapaian program strategisnasional dan pertimbangan lain.

3. Berdasarkan pasal 13 ayat (2) kriteria UrusanPemerintahan yang menjadi kewenangan PemerintahPusat adalah:

a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerahprovinsi atau lintas negara;

b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintasDaerah provinsi atau lintas negara;

c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampaknegatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumberdayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh

Page 11: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

196

Pemerintah Pusat; dan/ataue. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi

kepentingan nasional4. Sedangkan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

provinsi disebutkan dalam Pasal 13 ayat (3) meliputi;a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah

kabupaten/kota;b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas

Daerah kabupaten/kota;c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak

negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/ataud. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber

dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh DaerahProvinsi;

5. Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (4) kriteria UrusanPemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

kabupaten/kota adalah:a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah

kabupaten/kota;b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam

Daerah kabupaten/kota;c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak

negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau;

d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumberdayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerahkabupaten/kota.

6. Pembagian urusan kewenangan tersebut dikontrol oleh

pemerintah pusat dengan menerapkan norma, standar,prosedur, dan kriteria (NPSK) dalam rangkapenyelenggaraan Urusan Pemerintahan; danmelaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadappenyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadikewenangan Daerah. Hal ini tercantum dalam Pasal 16.

Norma, standar, prosedur, dan kriteria tersebut berupaketentuan peraturan perundang-undangan yangditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedomandalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkurenyang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yangmenjadi kewenangan Daerah. Penetapan norma, standar,

prosedur, dan kriteria dilakukan paling lama 2 (dua) tahunterhitung sejak peraturan pemerintah mengenai

pelaksanaan urusan pemerintahan konkruendiundangkan. Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahunPemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar,prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan

Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yangmenjadi kewenangan Daerah.

7. Pada pasal 18 ditentukan adanya skala prioritaspelaksanaan urusan, bahwa Pemerintahan Daerahmemprioritaskan pelaksanaan Urusan PemerintahanWajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Juga

ditekankan bahwa Pelaksanaan Pelayanan Dasar padaUrusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan denganPelayanan Dasar berpedoman pada standar pelayananminimal (SPM) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.Dengan kata lain, Pemerintah provinsi dan Pemerintahkabupaten/Kota wajib memprioritaskan 6 (enam) urusan

Pelayanan Dasar yang disebut pada Pasal 12, yaitu:pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataanruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman;ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindunganmasyarakat; dan sosial. Artinya keenam programpelayanan dasar ini mendapatkan prioritas pembiayaan,

sumber daya manusia, Sarana/prasarana, danmanajemennya sehingga bisa berjalan baik ditingkatProvinsi dan Kabupaten/ Kota. Berkaitan dengan urusanwajib pemerintahan berkaitan dengan pelayanan dasar(8 urusan) tidak perlu diatur lagi di Daerah karena sudahmemiliki SPM dan NSPKnya, sehingga Daerah sudah

langsung dapat melaksanakannya;8. Sedangkan berkaitan dengan urusan wajib non pelayanan

dasar (18 urusan) perlu dilakukan pemetaan urusanmasing-masing Daerah (Pasal 24), dimana bahwaintensitas masing-masing urusan tersebut pasti berbeda,hal ini dilakukan untuk menentukan tipologi SKPD.

Semakin tinggi tipologi urusannya, maka alokasi APBNakan semakin besar, tidak selama ini yang dibuat samarata di semua daerah. Pemetaan dilakukan dengan vari-able umum, terdiri dari jumlah penduduk, besaran APBD,dan luas wilayah, sedangkan untuk variable khususnyadapat disusun bersama-sama dengan kementerian/

lembaga terkait.9. Menurut DR. Kurniasih, SH, M.Si selaku Direktur Urusan

Page 12: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

197

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Pemerintah Daerah Wilayah I Ditjen Otonomi DaerahKementerian Dalam Negeri. Sesuai dengan UU Nomor23 Tahun 2014, terjadi peralihan kewenangan urusanpemerintahan, hal ini perlu segera dilakukan peralihan

kewenangan tersebut, bukan dengan MoU (kesepakatan/kerjasama) karena Pemerintah Daerah merupakan subordinat dari Pemerintahan diatasnya (http://wirapati.raddien.com/2015/03/sosialisasi-implementasi-uu-232014-bagi.html diakses pada 5 mei 2015). Perluadanya penegasan terhadap kekuasaan pemerintahan,

bahwa sesuai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor23 Tahun 2014, Presiden RI memegang kekuasaanpemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar1945 dimana kekuasaan pemerintahan tersebut diuraike dalam berbagai urusan pemerintahan, dimanaberbagai urusan pemerintahan tersebut dilaksanakan di

Daerah berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi,dan Tugas Pembantuan. Selanjutnya beliau menjelaskanbahwa untuk pemetaan urusan pilihan berdasarkanpotensi, proyeksi penyerapan tenaga kerja, danpemanfaatan lahan, dimana tujuan dari pemetaan iniadalah menentukan Daerah apakah mempunyai atau

melaksanakan urusan pemerintahan pilihan dimanaPemetaan urusan pemerintahan ini secara umumbertujuan untuk menyusun SOTK Pemerintah Daerahdimana nomenklatur perangkat daerah harusmemperhatikan pedoman dari kementerian/lembagapemerintah non kementerian terkait. Hal ini diatur dalam

Pasal 211.10.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini pun

berpedoman dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dimana tujuanumumnya antara lain: (a) Untuk menjaga profesionalismedan menjauhkan birokrasi dari intervensi politik maka

perlu diatur Standar Kompetensi Jabatan dalam birokrasipemerintah daerah dan (b) Selain memenuhi kompetensiteknis, kompetensi manajerial dan kompetensi socialcultural menjadi pertimbangannya.

11.Berkaitan dengan Surat Edaran Menteri Dalam NegeriNomor 120/253/SJ tanggal 16 Januari 2015 perlu

ditekankan kembali bahwa: (a) Dengan berlakunyaUndang-Undang 23 Tahun 2014 otomatis urusan

pemerintahan harus beralih, sedangkan yang diberikantenggang waktu diselesaikan 2 tahun ke depan adalahyang berkaitan dengan Personel, pendanaan, Sarana danprasarana serta dokumen (P3D). Hal ini sesuai dengan

Pasal 404 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan(b) Perubahan SOTK dilakukan setelah adanya pemetaanurusan pemerintahan, Provinsi perlu melakukan pemetaanurusan Kabupaten/Kota didampingi oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Non kementerian. Yang perludiperhatikan adalah akibat adanya peralihan kewenangan,

seperti personil/pegawai, aset dan pendanaannya.Apabila dicermati, Pada Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014, masih menerapkan pola residualpower atau open arrangement, bahkan urusan pemerintahdibagi menjadi urusan pemerintah absolut, urusanpemerintah konkruen dan urusan pemerintahan umum (pasal

9) urusan pemerintah absolut adalah urusan pemerintah yangsepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat (politikluar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter danfiskal, dan agama) urusan pemerintah konkruen adalahUrusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusatdan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan

pemerintahan umum adalah Urusan Pemerintahan yangmenjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.Selain itu dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014,Dewan Perwakilan Rakyat Daerah masih sama kedudukannyadengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yaknisebagai bagian dari penyelenggara pemerintahan daerah

(http://harryuban.blogspot.com/2014/12/review UU No 23diakses pada15 Mei 2015).

Adanya pembagian urusan antara pemerintah pusat dandaerah tersebut mencerminkan bahwa Indonesia masihmenjalankan adanya bentuk negara kesatuan. Daerah diberikewenangan namun sudah diperinci dalam undang-

undangnya, hal ini memberikan penafsiran bahwa pemberiankewenangan tersebut masih di bawah kontrol dan kendalidari pemerintah pusat. Apabila dikaitkan dengan teori Clarkedan Steward, model hubungan antara pemerintah pusat dandaerah bisa dikategorikan menganut The Agency Model.Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyai

kekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannyaterlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugas

Page 13: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

198

untuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusatnya.Karenanya pada model ini berbagai petunjuk rinci dalamperaturan perundangan sebagai mekanisme kontrol sangatmenonjol.

Hal ini sangat wajar mengingat proses pemberiankewenangan dari pemerintah pusat ke daerahdilatarbelakangi oleh beberapa faktor dan sistem politik yangterjadi di Indonesia. Pemerintah pusat tidak menginginkanadanya kebebasan pemerintah daerah dalam menjalankankewenangan yang diberikan dalam undang-undang, namun

masih ada pengawasan dan kontrol yang harus dilakukanpemerintah pusat.

III. PENUTUPBerdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa

ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

pemerintahan daerah masih mengarah pada desentralisasi,dilihat dari adanya pembagian urusan meskipundiklasifikasikan secara rinci ke dalam 3 urusan pemerintahan.Jika merujuk pada teori model hubungan antara PemerintahPusat dan Pemerintah Daerah secara teoritis menurut Clarkedan Steward, desentralisasi seperti ini termasuk The Agency

Model. Model dimana pemerintah daerah tidak mempunyaikekuasaan yang cukup berarti sehingga keberadaannyaterlihat lebih sebagai agen pemerintah pusat yang bertugasuntuk menjalankan kebijaksanaan pemerintah pusat.Karenanya pada model ini berbagai petunjuk rinci dalamperaturan perundangan sebagai mekanisme kontrol sangat

menonjol. Ini merupakan konsekuensi bentuk negarakesatuan, dimana pemerintah pusat yang mengendalikanpenyelenggaraan pemerintahan. Bentuk kontrol pemerintahpusat diwujudkan dengan adanya penyerahan urusantersebut melalui penyusunan norma, standar, prosedur dankriteria (NPSK) yang disusun oleh pemerintah pusat sebagai

landasan bagi pemerintah daerah melaksanakan urusan yangtelah diberikan oleh pemerintah pusat. Selain itu pemerintahpusat juga dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadappenyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadikewenangan Daerah. uusan pemerintahan antarakementerian dengan pemerintahan daerah, Presiden

melimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeriuntuk bertindak selaku kordinat

DAFTAR PUSTAKA

Buku-bukuBagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah,

Yogyakarta, PSH FH UII, 2001————————, Hubungan Pusat dan Daerah Menurut

UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.Krishna d. Darumurti, Umbu Rauta, Otonomi Daerah;

Perkembangan pemikiran, pengaturan danpelaksanaan, Citra Aditya Bakti Bandung, 2003

MPR RI, Panduan dalam Memasyarakatkan UUDNegara Republik Indonesia tahun 1945, SekretariatJenderal MPR RI, Jakarta, 2003

M.Laica Marzuki, Berjalan-jalan di Ranah Hukum,Buku Kesatu, Edisi Revisi Cetakan kedua, SekretariatJenderal & Kepaniteraan Mahkkamah Konstitusi RI,Jakarta, 2006,

M.Solly Lubis, Pergeseran Garis Politik dan Perundang-undangan Mengenai Pemerintah Daerah,Bandung,Alumni, 1983,

Ni’matul Huda, Perkembangan Hukum Tata NegaraPerdebatan dan Gagasan Penyempurnaan,Yogyakarta, FH UII Press, 2014.

——————————, Hukum Pemerintahan Daerah,Bandung, Nusa Media, 2009.

Sadu Wasistiono, Kajian Hubungan antara PemerintahPusat dengan Pemerintah Daerah (Tinjauan darisudut pandang manajemen Pemerintahan), JurnalAdministrasi Pemerintahan Daerah, volume I, Edisikedua 2004

Septi Nur Wijayanti, Iwan Satriawan, Hukum TataNegara Teori dan Prakteknya di Indonesia, FakultasHukum UMY bekerja sama dengan Divisi Publikasidan Penerbitan LP3M UMY, Yogyakarta, 2009.

Syaukani, HR, Afan Gaffar, Ryaas, Rasyid, OtonomiDaerah Dalam Negara Kesatuan, Cetakan VII, PustakaPelajar Offset, Jakarta, 2009

Peraturan Perundang-undanganUUD 1945UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

DaerahUU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

DaerahSurat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/

Page 14: Hubungan Antara Pusat dan Daerah Dalam Negara Kesatuan

VOL. 23 NO. 2DESEMBER 2016

199

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Sj tentang Penyelenggaraan urusan PemerintahanSetelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014tentang Pemerintahan Daerah

Internet dan MediaIrfan Ridwan maksum, Kompleksitas Otonomi,

Kompas, 11 Maret 2015Suprijanto Rijadi, enam Perda Urusan Wajib

Pemerintah Daerah, http://birokrasi. kompasiana.com/2014/12/24/enam-perda-urusan-wajib-pemerintah-daerah-698638.html, diakses padatanggal 6 Mei 2015

http://wirapati.raddien.com/2015/03/sosialisasi-implementasi-uu-232014-bagi.html, diakses padatanggal 5 mei 2015

http://harryuban.blogspot.com/2014/12/review UUNo 23 Tahun 2014 tentang.html., diakses padatanggal 15 Mei 2015