hubungan antara konsep diri dengan perilaku...

30
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA OLEH ALVIA HAMULATSARI 80 2014 164 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2018

Upload: vokhanh

Post on 05-May-2019

255 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU

MEMBOLOS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA

OLEH

ALVIA HAMULATSARI

80 2014 164

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari

Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PERILAKU

MEMBOLOS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH

PERTAMA

Alvia Hamulatsari

Margaretta Erna Setianingrum

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2018

i

ABSTRAK

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

konsep diri dengan perilaku membolos pada siswa sekolah menengah pertama.

Populasi penelitian adalah siswa kelas IX SMP N 4 Pracimantoro. Sampel

penelitian berjumlah 45 anak yang memiliki umur 12-15 tahun. Data konsep diri

diukur dengan menggunakan skala Tennessee Self Concept yang terdiri dari 48

item. Begitu juga dengan data perilaku membolos, diukur dengan menggunakan

skala Inventori Perilaku Membolos yang terdiri dari 30 item. Hasil analisa data

menunjukkan bahwa r = -0,495 dengan p signifikan 0,000 (p < 0,05). Artinya, ada

hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku membolos.

Sehingga hipotesis dari peneliti diterima.

Kata kunci: Konsep diri, kenakalan remaja, perilaku membolos.

ii

ABSTRACT

The mean objectives of the present research was to understand the correlation

between self-concept and truant behavior students in Junior High School. The

population of this research is students in Junior High School 4 Pracimantoro.

Subjects of the study were 45 students of grade IX with age 12-15 years. The data

of self-concept were collected using Tennessee Self Concept, consists of 48 items.

Likewise with the data trueching behavior, collected using Truant Behavior

Inventory, consists of 30 items. The result of data analysis showed that r = -0,495

with significant p 0,000 (p < 0,05). Means, there was a significant negative

correlation between self-concept dan truant behavior. So the hypothesis of the

researcher accepted.

Keywords: Self-concept, juvenile delinquency, truant behavior.

1

PENDAHULUAN

Siswa merupakan seorang pelajar yang tengah menempuh pendidikan agar

bisa mendapatkan ilmu pengetahuan sehingga bisa mencapai pemahaman ilmu

yang sudah didapatkan di dunia pendidikan. Siswa ataupun peserta didik

merupakan mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orangtua mereka

untuk mengikuti pembelajaran yang diselenggarakan di sekolah dengan tujuan

agar bisa menjadi manusia yang berilmu pengetahuan, mempunyai ketrampilan,

mempunyai pengalaman, memiliki kepribadian serta berakhlak mulia serta

mandiri (Kompas, 1985). Pendidikan inilah yang nantinya akan masuk ke dalam

pemahaman siswa, lalu selanjutnya akan diaplikasikan di masyarakat. Setelah

mengetahui bahwa siswa merupakan sekumpulan orang yang memang akan

melakukan tanggung jawab dan kewajiban sebagai pelajar, maka tidak dapat

terlepas dari sebuah tata tertib yang berlaku di instansi pendidikan mereka

masing-masing.

Pelajar sekolah menengah pertama berusia antara 12-15 tahun. Rentang

usia tersebut masuk ke dalam kategori masa remaja awal menurut Monks, Knoers,

dan Haditono (Desmita, 2009). Masa remaja merupakan masa dimana seseorang

akan sangat rentan sekali mengalami masalah-masalah psikososial, yaitu masalah

psikis yang timbul akibat perubahan sosial. Masa ini merupakan masa peralihan,

rawan akan pengaruh-pengaruh negatif seperti narkoba, kriminal, dan sebagainya.

Fenomena yang khas dalam perkembangan sosial remaja adalah kenakalan

remaja. Kenakalan remaja ini sangat bervariasi, mulai dari kenakalan ringan

(misalnya membolos) hingga kenakalan berat (misalnya tindak kriminal,

2

penyelewengan seksual). Kenakalan remaja sangat dipengaruhi oleh konsep diri

seseorang. Pada masa remaja ini terjadi perubahan konsep diri secara drastis.

Konsep diri pada masa remaja sering masih kabur sehingga remaja mengalami

kebingungan dalam banyak hal terutama apabila ia harus membuat suatu

keputusan-keputusan yang berarti bagi dirinya (Susilo, 1992). Konsep diri

terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari

lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan perilaku diri. Pengembangan konsep

diri berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan, sehingga bagaimana orang

lain memperlakukan dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan

dijadikan acuan untuk menilai diri sendiri (Shavelson & Roger, 1982). Remaja

dengan konsep diri positif akan mampu mengatasi dirinya, memperhatikan dunia

luar, dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial. Remaja dengan

konsep diri negatif akan sulit menganggap suatu keberhasilan diperoleh dari diri

sendiri, tetapi karena bantuan orang lain, kebetulan, dan nasib semata dan

biasanya mengalami kecemasan yang tinggi (Beane & Lipka dalam Maria, 2007).

Dalam sebuah lembaga pendidikan, seorang siswa diharapkan mampu

memahami serta mengevaluasi masalah yang dihadapinya agar lebih bisa

mengembangkan nilai moral dan niai-nilai konsep dirinya. Melalui pengembangan

konsep diri, individu dapat lebih meningkatkan penghargaan terhadap dirinya

sendiri. Sesuai dengan topik yang dibahas, yaitu apabila seseorang memiliki

konsep diri yang tinggi, maka akan menghindarkan individu dari perilaku yang

tidak sesuai dengan konsep dirinya, dalam hal ini adalah perilaku membolos

(Dianagari, 2012). Imron (2012) mengungkapkan, “bolos adalah ketidakhadiran

peserta didik tanpa memberi izin”. Supriyo (2008) juga menyatakan, “perilaku

3

membolos dapat diartikan sebagai siswa yang tidak masuk sekolah dan siswa

yang meninggalkan sekolah sebelum usainya jam pembelajaran tanpa izin dari

pihak sekolah”. Perilaku nakal remaja dapat diatasi dengan mempertinggi konsep

diri. Perspektif teori peningkatan diri (self-enhancement) menyatakan individu

memiliki kecenderungan untuk menambah positif konsep dirinya. Individu

berusaha mencapai kepuasan pribadi dan perasaan efektif dengan cara mencari

aktivitas dan umpan balik yang dapat meningkatkan konsep dirinya (Sedikides &

Gregg, 2008).

Poole (1993) menyatakan bahwa seorang pribadi yang memiliki konsep

diri tinggi atau positif akan mampu menempatkan batas-batas tertentu pada

tindakan-tindakannya, artinya ia mengerti bagaimana seharusnya bertindak sesuai

dengan cara-cara tertentu yang dituntut secara moral. Begitupun sebaliknya, jika

konsep diri yang dimiliki seseorang rendah atau negatif maka mudah dipengaruhi

dan sikapnya akan mendukung terhadap perilaku membolos. Individu tersebut

dalam menanggapi kejadian ataupun bertindak tidak mempertimbangkan baik atau

buruk yang berakibat pada orang lain, misalnya ketika temannya membolos, justru

akan cenderung ikut membolos (Poole, 1993).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria (2007), menyatakan ada

hubungan negatif antara konsep diri dengan kenakalan remaja, makin tinggi

konsep diri maka akan makin rendah kenakalan. Begitu pula sebaliknya, makin

rendah konsep diri maka akan makin tinggi kenakalan. Pengaruh konsep diri

terhadap kenakalan sebesar 30,5%, dengan demikian kondisi konsep diri remaja

berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Sedangkan dalam sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Irena (2011) yang meneliti tentang hubungan antara konsep diri

4

dengan frekuensi membolos pada siswa SMA Negeri 1 Parakan, hasil

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi

membolos siswa dengan konsep diri. Penelitian lain yang dilakukan oleh Lis,

Suroso, dan Herlan (2012) yang berjudul Kematangan Emosi, Konsep Diri dan

Kenakalan Remaja, menunjukkan hubungan konsep diri dengan kenakalan remaja

adalah berlawanan arah dan linier. Artinya, makin tinggi konsep diri remaja maka

akan makin rendah tingkat kenakalannya.

Perilaku membolos diartikan sebagai kegiatan meninggalkan sekolah tanpa

sepengetahuan pihak sekolah (Mulyono, 1995). Perilaku membolos merupakan

kegiatan yang paling banyak dilakukan oleh remaja di sekolah (Amalia dalam

Prihananto, 2009). Anak yang wajib untuk melanjutkan pendidikan, tidak masuk

sekolah tanpa alasan yang sah pada hari sekolah, maka dianggap membolos

(Bools et al, Rumberger, & Sommer dalam Jones & Lovrich, 2011). Kartono

(1991) mengartikan membolos sebagai ketidakhadiran peserta didik tanpa alasan

yang tepat, meninggalkan sekolah atau pelajaran tertentu sebelum waktunya.

Menurut Keiter (dalam Kartono 1991) terdapat dua aspek perilaku membolos

pada siswa yaitu: a). Perilaku membolos yang bersumber dari diri individu seperti,

motivasi belajar siswa rendah, tidak berangkat sekolah karena sakit, dan minat

terhadap sekolah rendah, b). Perilaku membolos yang bersumber dari luar

individu seperti, pergi meninggalkan sekolah pada saat jam pelajaran sedang

berlangsung, siswa kurang mendapat perhatian dari keluarga, dan siswa tidak

nyaman berada di sekolah.

Prayitno & Amti (2004) menyatakan bahwa terdapat beberapa bentuk

perilaku membolos seperti, berhari-hari tidak masuk sekolah, tidak masuk sekolah

5

tanpa izin, sering keluar pada jam pelajaran, tidak masuk kembali setelah meminta

izin, masuk sekolah berganti hari, mengajak teman-teman untuk keluar pada mata

pelajaran yang tidak disukai, minta izin keluar dengan berpura-pura sakit atau

alasan lainnya, mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat-

buat, tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat. Berdasarkan uraian di atas,

dapat disimpulkan bahwa perilaku membolos adalah suatu bentuk ketidakhadiran

peserta didik pada saat kegiatan belajar mengajar, tanpa sepengetahuan dan izin

dari pihak sekolah. Jenis-jenis perilaku membolos menurut Keiter (dalam Kartini

Kartono, 1985): a). Anak absen di sekolah tanpa sebab yang sah dan tanpa izin

orang tua atau pimpinan sekolah, b). Seorang anak meninggalkan sekolah tanpa

sepengetahuan dan izin orang tua.

Menurut Kearney (2001), faktor yang memengaruhi munculnya perilaku

membolos sekolah pada remaja dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a).

Faktor sekolah yang berisiko meningkatkan munculnya perilaku membolos pada

remaja antara lain kebijakan mengenai pembolosan yang tidak konsisten, interaksi

yang minim antara orang tua siswa dengan pihak sekolah, guru-guru yang tidak

suportif, atau tugas-tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa, b). Faktor

personal misalnya terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat

akademik siswa, kondisi konsep diri remaja, ketinggalan pelajaran, atau karena

kenakalan remaja seperti konsumsi alkohol dan minuman keras, c). Faktor

keluarga meliputi pola asuh orang tua atau kurangnya partisipasi orang tua dalam

pendidikan anak.

Konsep diri merupakan terjemahan dari self-concept dan menurut

Fuhrmann (1990), konsep diri adalah konsep dasar tentang diri sendiri, pikiran

6

dan opini pribadi, kesadaran tentang apa dan siapa dirinya, dan bagaimana

perbandingan antara dirinya dengan orang lain serta bagaimana idealisme yang

telah dikembangkannya. Menurut Brooks (dalam Rachmat, 1999), konsep diri

merupakan persepsi terhadap diri individu, baik yang bersifat fisik, sosial, dan

psikologis yang diperoleh melalui pengalaman dari interaksi individu dengan

orang lain. Menurut Hardjana (2003) konsep diri adalah hasil dari bagaimana

seseorang melihat, merasa, dan menginginkan dirinya. Pendapat lain juga

disampaikan oleh Rakhmat (2005), konsep diri merupakan pandangan dan

perasaan seseorang tentang dirinya yang mencakup aspek psikologis, fisik, dan

sosial. Sedangkan menurut Deaux, Dane, & Wrightman (Sari, 2012) yang

berpendapat bahwa konsep diri merupakan sekumpulan keyakinan dan perasaan

seseorang mengenai dirinya yang bisa berkaitan dengan bakat, minat, kemampuan

ataupun penampilan fisik. Dari pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan

bahwa konsep diri merupakan penilaian dan harapan seseorang mengenai kualitas

dirinya yang berupa kemampuan dan keterbatasan atau kelemahan baik dari segi

fisik, psikologis, maupun sosial.

Fitts (dalam Robinson & Shaver, 1975) membagi aspek-aspek konsep diri

individu menjadi dua dimensi besar, yaitu: a). Dimensi Internal, yakni faktor yang

berasal dari dalam diri siswa tersebut, antara lain kebiasaan siswa yang memang

suka membolos, sekolah hanya dijadikan tempat mangkal dari pelampiasan

rutinitas yang membosankan di rumah. Terdiri atas tiga bagian: 1). Diri identitas,

yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan

dirinya dan membentuk identitasnya, 2). Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada

diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal

7

maupun eksternal, 3). Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat,

penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. b).

Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri positif dan negatif), yakni faktor

yang berasal dari luar diri siswa tersebut, antara lain kebijakan sekolah yang tidak

berdamai dengan kepentingan siswa, ajakan membolos dari teman, guru yang

tidak profesional, fasilitas penunjang sekolah misalnya laboratorium dan

perpustakaan yang tidak memadai, kurikulum yang kurang bersahabat sehingga

mempengaruhi proses belajar di sekolah. Terdiri dari enam bagian: 1). Konsep diri

fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik,

kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya, 2). Konsep diri pribadi,

yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan

menggambarkan identitas dirinya, 3). Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran,

perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada

dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia

di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya,

4). Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta

penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya

dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip

yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang, 5). Konsep diri keluarga,

berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian seseorang terhadap

keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari

sebuah keluarga, 6). Konsep diri akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran,

perasaan, dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Tujuan

8

dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara konsep

diri dengan perilaku membolos pada siswa sekolah menengah pertama.

Hipotesis

Ada hubungan negatif antara konsep diri dengan perilaku membolos pada

siswa sekolah menengah pertama. Makin tinggi konsep diri seseorang maka akan

makin rendah perilaku membolosnya. Begitu juga sebaliknya, makin rendah

konsep diri seseorang, akan makin tinggi perilaku membolosnya.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

desain penelitian korelasional.

Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (X) = Konsep Diri

Merupakan penilaian dan harapan seseorang mengenai kualitas

dirinya yang berupa kemampuan dan keterbatasan atau kelemahan

baik dari segi fisik, psikologis, maupun sosial.

2. Variabel Terikat (Y) = Perilaku Membolos

Merupakan ketidakhadiran peserta didik pada saat kegiatan belajar

mengajar tanpa sepengetahuan dan izin dari pihak sekolah.

9

Populasi dan Sampel Penelitian

Partisipan dari penelitian ini adalah remaja awal yang sedang menempuh

pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama sebanyak 45 siswa. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling, dimana partisipan diambil sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan

sebelumnya yaitu:

1. Kelas IX SMP N 4 Pracimantoro,

2. Berusia 12-15 tahun (remaja awal).

Metode Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data konsep diri adalah

dengan menggunakan skala Tennessee Self Concept oleh Fitts (1971) modifikasi

Lorenz (2002), yang diadaptasi oleh penulis dengan jumlah 48 pernyataan. Item

favorabel berjumlah 24, dan item unfavorable berjumlah 24. Pengukuran

instrument yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Skala Likert dengan empat

skala, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai

(STS). Skala Tennessee Self Concept terdiri dari 9 aspek yaitu identity self (diri

identitas), behavioral self (diri pelaku), judging self (diri penerimaan atau

penilaian), physical self (diri fisik), moral-ethical self (diri etik-moral), personal

self (diri pribadi), family self (diri keluarga), social self (diri sosial), academic self

(diri akademik).

Perilaku membolos diukur menggunakan skala inventori perilaku

membolos menurut Keiter (dalam Kartono, 1985) modifikasi dari Froky Anus

(2011), yang diadaptasi oleh penulis dengan jumlah 30 pernyataan. Item favorabel

10

berjumlah 13, dan item unfavorable berjumlah 17. Pengukuran instrument yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu Skala Likert dengan empat skala, Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala

yang digunakan dalam penelitian ini terdiri item unfavourable dan item

favourable. Berikut merupakan aspek yang digunakan yaitu perilaku membolos

yang bersumber dari diri individu (internal) dan perilaku membolos yang

bersumber dari luar individu (eksternal).

Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan uji korelasi Pearson

Product Moment dengan bantuan program statistik SPSS versi 16.0 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Analisis Deskriptif

Berikut hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar

deviasi sebagai hasil pengukuran skala konsep diri dan skala perilaku membolos:

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

Konsep Diri 45 74.71 8.748 53 89

Perilaku Membolos 45 25.09 5.815 17 37

Berdasarkan tabel diatas, dari hasil perhitungan diperoleh data pada skala

konsep diri skor paling rendah adalah 53 dan skor paling tinggi adalah 89, dengan

rata-rata 74,71 dan standar deviasi 8,748. Begitu juga dengan skala perilaku

11

membolos skor paling rendah adalah 17 dan skor paling tinggi 37, dengan rata-

rata 25,09 dan standar deviasi 5,815.

Tabel 1. Interval Konsep Diri

Skala No Interval Kategori N Presentase Mean SD

Konsep

Diri

1 77 < x ≤ 89 Tinggi 19 42,2%

74,71

8,748 2 65 < x ≤ 77 Sedang 20 44,4%

3 53 ≤ x ≤ 65 Rendah 6 13,4%

Jumlah 45 100%

Berdasarkan tabel 1 diperoleh hasil rata-rata pada variabel konsep diri

sebesar 74,71 sehingga tergolong dalam kategori sedang, dengan skor terendah 53

dan skor tertinggi 89. Presentase yang terdapat dalam setiap kategori yaitu 42,2%

subjek berada dalam kategori tinggi, 44,4% kategori sedang, dan 13,4% kategori

rendah.

Tabel 2. Interval Perilaku Membolos

Skala No Interval Kategori N Presentase Mean SD

Perilaku

Membolos

1 30,4 < x ≤ 37 Tinggi 12 26,67%

25,09

5,815

2 23,7 < x ≤

30,4

Sedang 11 24,4%

3 17 ≤ x ≤ 23,7 Rendah 22 48,93%

Jumlah 100%

12

Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil rata-rata pada variabel perilaku

membolos sebesar 25,09 sehingga tergolong dalam kategori sedang, dengan skor

terendah 17 dan skor tertinggi 37. Presentase yang terdapat dalam setiap kategori

yaitu 26,67% subjek berada dalam kategori tinggi, 24,4% kategori sedang, dan

48,93% kategori rendah.

Uji Reliabilitas dan Validitas

Hasil uji reliabilitas pada skala konsep diri dengan menggunakan Alfa

Cronbach menunjukkan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0,846. Bedasarkan

hasil uji seleksi item gugur sebanyak 24 item dengan menyisakan 24 item

mempunyai daya diskriminasi yang baik, koefisien korelasi item totalnya bergerak

antara 0,302 sampai 0,666.

Tabel 1. Skala Konsep Diri

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.846 .855 48

Hasil uji reliabilitas pada skala perilaku membolos dengan menggunakan

Alfa Cronbach menunjukkan hasil perhitungan reliabilitas sebesar 0,765.

Berdasarkan hasil uji seleksi item gugur sebanyak 15 item dengan menyisakan 15

item mempunyai daya diskriminasi yang baik yang koefisien korelasi item

totalnya bergerak antara 0,304 sampai 0,633.

13

Tabel 2. Skala Perilaku Membolos

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha

Based on

Standardized

Items N of Items

.765 .783 30

Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Konsep Diri

Perilaku

Membolos

N 45 45

Normal Parametersa Mean 74.71 25.09

Std. Deviation 8.748 5.815

Most Extreme

Differences

Absolute .119 .143

Positive .066 .143

Negative -.119 -.112

Kolmogorov-Smirnov Z .801 .957

Asymp. Sig. (2-tailed) .542 .319

a. Test distribution is Normal.

Penelitian ini menggunakan uji normalitas data dan varians menggunakan

uji normalitas yang dilakukan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov

Test. Berdasarkan hasil pengujian normalitas didapatkan bahwa kedua variabel

memiliki signifikansi (p > 0.05). Variabel konsep diri memiliki nilai K-S-Z

sebesar 0,801 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,542 (p > 0,05).

Sedangkan untuk variabel perilaku membolos memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,957

dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,319 (p > 0,05). Berdasarkan

hasil uji normalitas tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa data berdistribusi

normal.

14

Uji Linearitas

Uji linearitas diperlukan untuk mengetahui dua variabel yang sudah

ditetapkan, memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Hasil uji

linearitas menunjukkan adanya hubungan yang linear antara konsep diri dengan

perilaku membolos pada siswa di SMP N 4 Pracimantoro. Dengan F beda = 0,870

dan nilai signifikansi 0,627 (p > 0,05).

Uji Korelasi

Correlations

Konsep Diri

Perilaku

Membolos

Konsep Diri Pearson Correlation 1 -.495**

Sig. (1-tailed) .000

N 45 45

Perilaku Membolos Pearson Correlation -.495**

1

Sig. (1-tailed) .000

N 45 45

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

Perilaku

Membolos *

Konsep Diri

Between

Groups

(Combined) 899.549 23 39.111 1.397 .223

Linearity 363.830 1 363.830 12.992 .002

Deviation

from

Linearity

535.719 22 24.351 .870 .627

Within Groups 588.095 21 28.005

Total 1487.644 44

15

Pada pengujian korelasi antara hubungan dua variabel diperoleh nilai r -

0,495 dengan p signifikan 0,000 (p < 0,05) yang berarti adanya hubungan negatif

yang signifikan antara konsep diri dengan perilaku membolos pada siswa di SMP

N 4 Pracimantoro. Artinya, makin tinggi konsep diri maka makin rendah perilaku

membolos pada siswa sekolah menengah pertama. Sebaliknya, makin rendah

konsep diri maka makin tinggi perilaku membolos pada siswa sekolah menengah

pertama.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh koefisien korelasi antara konsep diri

dengan perilaku membolos adalah -0,495 dan nilai sig = 0,000 (p < 0,05) yang

berarti bahwa adanya korelasi negatif antara konsep diri dengan perilaku

membolos pada siswa di SMP N 4 Pracimantoro, makin tinggi konsep diri maka

makin rendah perilaku membolosnya. Sehingga hipotesa yang diajukan dalam

penelitian ini diterima, artinya jika seseorang memiliki konsep diri yang tinggi

maka perilaku membolosnya rendah. Begitu juga sebaliknya jika seseorang

memiliki konsep diri rendah maka akan makin tinggi perilaku membolosnya.

Diterimanya hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku membolos.

Ketika individu memiliki konsep diri yang tinggi maka perilaku membolos

individu akan rendah. Poole (1993) menyatakan bahwa seorang pribadi yang

memiliki konsep diri tinggi atau positif akan mampu menempatkan batas-batas

tertentu pada tindakan-tindakannya, artinya ia mengerti bagaimana seharusnya

bertindak sesuai dengan cara-cara tertentu yang dituntut secara moral. Begitupun

16

sebaliknya, jika konsep diri yang dimiliki seseorang rendah atau negatif maka

mudah dipengaruhi dan sikapnya akan mendukung terhadap perilaku membolos.

Individu tersebut dalam menanggapi kejadian ataupun bertindak tidak

mempertimbangkan baik atau buruk. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan

penelitian dari Maria (2007) yang menunjukkan hasil bahwa ada hubungan negatif

antara konsep diri dengan perilaku membolos.

Jadi, hubungan konsep diri dengan perilaku membolos yaitu ketika

seorang siswa memiliki konsep diri yang tinggi atau positif maka ia akan lebih

menghargai dirinya sendiri maupun orang lain, sehingga individu tersebut akan

berbuat baik dan tidak merugikan diri sendiri, dalam kasus ini adalah perilaku

membolos. Hal ini senada dengan pendapat Poole (1993) yang menyatakan bahwa

seorang pribadi yang memiliki konsep diri positif mampu menempatkan batas-

batas tertentu pada tindakan-tindakannya, dengan kata lain mengetahui seharusnya

bertindak menurut cara-cara tertentu yang dituntut secara moral. Demikian pula

sebaliknya, jika konsep diri yang dimiliki seseorang rendah atau negatif maka

mudah dipengaruhi dan sikapnya akan mendukung terhadap perilaku membolos.

Individu tersebut dalam bertindak tidak mempertimbangkan baik atau buruk yang

berakibat pada orang lain (Poole, 1993).

Menurut Stuart & Sundeen (dalam Keliat, Budi, Anna, 1992), konsep diri

adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu

tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang

lain. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan

dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh

bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya. Konsep

17

diri terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan inteprestasi dari

lingkungan, penilaian orang lain, atribut, dan perilaku diri. Pengembangan konsep

diri berpengaruh terhadap perilaku yang ditampilkan, sehingga bagaimana orang

lain memperlakukan dan apa yang dikatakan orang lain tentang individu akan

dijadikan acuan untuk menilai diri sendiri (Shavelson & Roger, 1982).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SMP N 4

Pracimantoro memiliki konsep diri 42,2% tinggi, 44,4% sedang, dan 13,4%

rendah dengan rata-rata 74,71 hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat

konsep diri pada siswa SMP N 4 Pracimantoro tergolong sedang. Kemudian untuk

perilaku membolos menunjukkan bahwa siswa SMP N 4 Pracimantoro memiliki

tingkat perilaku membolos 26,67% tinggi, 24,4% sedang, dan 48,93% rendah

dengan rata-rata 25,09 hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat perilaku

membolos pada siswa SMP N 4 Pracimantoro tergolong rendah.

Dalam penelitian ini, konsep diri memberikan sumbangan efektif sebesar

24,5% terhadap perilaku membolos dan sebanyak 75,5% disebabkan oleh faktor

lain diluar konsep diri. Banyak faktor lain yang menyebabkan tinggi rendahnya

perilaku membolos seperti faktor sekolah dan keluarga, konsep diri merupakan

salah satu dari semua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku

membolos (Kearney, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri

memberikan kontribusi terhadap perilaku membolos, sehingga tampak jelas

bahwa konsep diri mempunyai hubungan negatif dengan perilaku membolos pada

siswa sekolah menengah pertama.

18

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan dan uraian yang telah disampaikan, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Ada hubungan negatif dan signifikan antara konsep diri dengan

perilaku membolos pada siswa sekolah menengah pertama. Makin

tinggi konsep diri, maka makin rendah perilaku membolos pada siswa

sekolah menengah pertama. Begitu pula sebaliknya, makin rendah

konsep diri, maka akan makin tinggi perilaku membolos siswa sekolah

menengah pertama.

2. Sebagian besar subjek termasuk dalam kategori sedang pada kedua

variabel, dengan presentase sebesar 44,4% untuk konsep diri dan

24,4% untuk perilaku membolos.

3. Sumbangan efektif yang diberikan konsep diri terhadap perilaku

membolos sebesar 24,5%, sedangkan 75,5% dipengaruhi oleh faktor-

faktor lain seperti faktor sekolah dan keluarga.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, penelitian ini

menyarankan:

1. Bagi siswa

Untuk dapat meningkatkan penilaian siswa terhadap dirinya sendiri

agar konsep dirinya menjadi lebih positif sehingga perilaku

membolosnya semakin berkurang. Dengan begitu siswa dapat

19

memahami seberapa penting konsep diri berpengaruh terhadap

perilaku yang akan ditampilkan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti variabel konsep diri, bisa

menggunakan variabel lain yang mempengaruhi yang belum saya

teliti. Sebaiknya kalimat disetiap item pada kedua variabel dibuat

sederhana sehingga mudah dipahami oleh siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung: PT. Remaja

Rosda Karya.

Fuhrmann, B. S. (1990). Adolescence, Adolescents. Illinois: Scott,

Foresman/Little Higher Education.

Gulo, W. (2005). Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Hay, I. (2000). Gender Self-Concept Profiles of Adolescents Suspended from

High School. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 41, 3, 345-352.

Hurlock, E. B. (1996). Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang

rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Jones, T. & Lovrich, N. (2011). Update Literature Review on Truancy: Key

Concepts, Historical Overview, and Research Relating To Promising

Practices-With Particular Utility To Washington State. Center Children &

Youth Justice.

20

Kartono, K. (1991). Bimbingan bagi anak dan remaja yang bermasalah. Jakarta:

Rajawali Pers.

Maria, U. 2007. Peran Persepsi Keharmonisan Keluarga dan Konsep Diri

terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Tesis. Yogyakarta: Sekolah

Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Megawati, S. P., Daharnis., Zikra. (2017). Hubungan Kontrol Diri dengan

Perilaku Membolos Siswa. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor,

Vol. 6, No. 1.

Monks, F. J., Haditono, S. R., Knoers, A. M. P. (2006). Psikologi Perkembangan.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muawanah, L. B., Suroso., & Pratikto, H. (2012). Kematangan Emosi, Konsep

Diri dan Kenakalan Remaja. Jurnal Persona, Vol. 1, No. 01.

Mulyono, Y. B. (1995). Pendekatan analisis kenakalan remaja dan

penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius.

Pravitasari, T. (2012). Pengaruh Persepsi Pola Asuh Permisif Orang Tua terhadap

Perilaku Membolos. Educational Psychology Journal, Vol. 1, No. 1.

Prayitno & Amti, E. (2004). Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta:

Rineka Cipta.

Prihananto, T. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Membolos

pada Mahasiswa. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata.

Sedikides, C & Gregg A. P. (2008). Self-Enhancement: Food for Thought,

Perspectives on Psychological Science, 3 (2): 102-116, doi:10.111/j.1745-

6916.2008.00068.x, ISSN 1745-6916, PMID 26158877.

21

Shevelson, R. J. and Bolus, R. (1982). Self Concept: The Interplay of Theory and

Methods. Journal of Education Psychology. Vol. 74, p. 3-17.

Shiffer, N., Layhch-Sanner, J., & Nadelman, L. (1997). Relationship Between

Self-Concept ad Classroom Behavior in Two Informal Elementary

Classroom. Journal of Educational Psychology, 72 (1), 349-359.

Supriyo. (2008). Studi kasus bimbingan dan konseling. Semarang: Nieuw

Setapak.

Susilo, B. (1992). Psikologi perkembangan perspektif sepanjang hayat. Salatiga:

Fakultas Psikologi UKSW.

Widodo, P. B. (2006). Reliabilitas dan Validitas Konstruk Skala Konsep Diri

untuk Mahasiswa Indonesia. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro,

Vol. 3, No. 1.