hubungan antara kohesivitas kelompok dengan...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA KOHESIVITAS KELOMPOK DENGAN PERILAKU
AGRESI PADA KELOMPOK SUPORTER PANSER BIRU SEMARANG
Oleh
GEO GAMMA HUTAMA
Nim: 802009075
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
HUBUNGAN ANTARA KOHESIVITAS KELOMPOK DENGAN PERILAKU
AGRESI PADA KELOMPOK SUPORTER PANSER BIRU SEMARANG
Geo Gamma Hutama
Berta Prasetya
Jusuf Tjahjo Purnomo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
��
�
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi suporter Panser Biru Semarang.Populasi pada penelitian ini adalah supporter Panser Biru.Sampel diambil sebanyak 50 orang, yang terdiri dari 7 perempuan dan 43 laki-laki.Sampel diambil dengan teknik purposive sampling.Data kohesivitas kelompok dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur Grup Environment Questionnaire (GEQ) oleh Carron., dkk (1997) dan data agresi dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur Aggression Questionnaireoleh Buss & Perry(1992), kedua alat ukur tersebut telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Dari hasil analisa data diperoleh hubungan (r) sebesar 0,304 dengan sig. = (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang positif signifikan antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi suporter Panser Biru Semarang.
Kata Kunci: Kohesivitas Kelompok, Perilaku Agresi, Panser Biru
���
�
Abstract
This study aimed to determine the correlation between group cohesiveness and aggressive behavior of Panser Biru Semarang supporters. The population in this study was a supporter Panser Biru. Samples taken as many as 50 people(7 women and 43 men) and were taken by purposive sampling technique. The group cohesiveness data was collected using Group Environment Questionnaire (GEQ) by Carron., et al (1997) and the agression data was collected using Aggression Questionnaire by Buss & Perry (1992), both the instruments have been translated into Bahasa Indonesia. This is a correlational research study. From the analysis of the data, it is revealed that the relationship (r) is of 0.304 with sig. = (P <0.05), which means there is a significant positive relationship between group cohesiveness and aggressive behavior of Panser Biru Semarang supporters.
Keywords: Group Cohesiveness, Behavior Aggression, Panser Biru Semarang
��
�
PENDAHULUAN
Industri sepakbola di Indonesia saat ini sedang menjadi sorotan dunia
internasional karena telah mengalami peningkatan dalam penyelenggaraan liga
Indonesia. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) saat ini sedang menjalin
kerjasama dengan Union of European Football Associations (UEFA) khususnya dalam
hal pembinaan klub sepakbola di Indonesia dan pengelolaan komunitas suporter
(Republika, 2014). Kedua hal tersebut sedang menjadi fokus utama dalam program
kerjasama, mengingat dunia internasional menilai PSSI masih lemah dalam memenuhi
hak-hak pemain sepakbola dan dalam membina kelompok suporter di Indonesia. Hal ini
ditunjukkan dengan tingginya kerusuhan antar suporter klub sepakbola di Indonesia.
Suryanto (dalam Nugroho, Hardjajani, & Wulansari, 2010) mengungkapkan bahwa
dalam evaluasi 136 pertandingan sepakbola terjadi kerusuhan sebanyak 2,6% atau
sekitar tiga hingga empat kali kerusuhan. Hal tersebut menunjukkan belum tercapainya
tujuan kelompok suporter secara umum, yaitu mendukung tim disertai sportifitas tinggi
sesuai dengan program fair-play yang dikeluarkan FIFA (Adi, 2011). Salah satu
kelompok suporter yang kerap kali terlibat dalam kerusuhan adalah kelompok suporter
klub Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang (PSIS) yang disebut dengan Pasukan
Semarang Biru (Panser Biru). Kelompok suporter ini dikenal sangat fanatik dalam
mendukung PSIS Semarang, yang terkadang karena kefanatikan tersebut sering
menimbulkan perilaku-perilaku agresif yang sangat merugikan dan memicu kerusuhan
dengan kelompok suporter lainnya (Silwan, 2012).
PSSI sebagai lembaga tertinggi yang menaungi Liga Indonesia pernah
memberikan peringatan kepada klub PSIS dikarenakan tingginya tingkat kerusuhan
yang dilakukan oleh Panser Biru (Tribunnews, 2013). Sepanjang tahun 2001 hingga
��
�
2011 Panser Biru tercatat telah menunjukkan perilaku agresi baik verbal maupun non
verbal dalam berbagai bentuk, seperti perkelahian, pelemparan, pengrusakan, maupun
ejekan dalam bentuk lagu provokatif, yang ditujukan kepada kelompok suporter lawan
(Nugroho dkk., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Silwan (2012) menghasilkan
temuan bahwa antara tahun 2001-2005 suporter PSIS Semarang yang disebut dengan
Panser Biru mengalami bentrok sebanyak 9 kali dalam pertandingan tandang. Bahkan,
pada tahun 2012, kelompok suporter Panser Biru terlibat perkelahian dengan sesama
pendukung PSIS yang berujung pada tewasnya seorang suporter dan empat suporter
lainnya luka parah (Poskotanews.com, 2012). Perilaku para suporter Panser Biru seperti
kontak fisik, memaki, merusak fasilitas merupakan ciri-ciri dari perilaku agresi.
Perilaku agresi merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan
individu yang ditampakkan dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda
dengan unsur kesengajaan yang dieskpresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku
non verbal (Scheneiders, 1955). Dampak dari perilaku agresi dimungkinkan dapat
merugikan atau meresahkan berbagai pihak termasuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Agresi yang dilakukan berturut-turut dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
individu mempunyai harga diri yang rendah, menjadi depresif, stress pasca trauma, dan
kecendurungan untuk represi (Fox & Gilbert, 1994). Lebih lanjut Myers (1996)
menjelaskan ada empat faktor yang mempengaruhi agresi, antara lain yaitu, faktor
biologis, belajar sosial, lingkungan, dan frustasi. Sedangkan, Taylor (dalam Gifford,
1987) mengemukakan bahwa lingkungan sekitar tempat tinggal dapat menjadi sumber
yang penting dalam mempengaruhi sikap, perilaku dan keadaan internal individu.
Pernyataan tersebut didukung oleh Sarwono (1999) yang mengatakan bahwa faktor
yang menyebabkan seseorang melakukan perilaku agresi adalah adanya pengaruh
��
�
kelompok. Seseorang dapat ikut terpengaruh oleh kelompok dalam berperilaku agresi
pada saat mendapatkan provokasi atau desakan secara langsung dari kelompoknya
(Putri, 2013). Pada kelompok suporter Panser Biru, kuatnya pengaruh kelompok
ditunjukkan dengan menyanyikan lagu-lagu yang bersifat provokatif secara bersama-
sama ketika wasit melakukan kesalahan dalam mengambil keputusan pada saat
pertandingan berlangsung. Selain itu, Panser Biru menunjukkan perilaku agresi terhadap
kelompok suporter lawan dan aparat kepolisian. Seperti yang dipaparkan oleh Silwan
(2012), bahwa pada tahun 2006 Panser Biru terbukti melakukan pengrusakkan sejumlah
fasilitas stadion dan terlibat perkelahian dengan kelompok suporter Persita saat
menjalani laga tandang. Kemudian pada tahun 2011, Panser Biru juga melakukan
pelemparan terhadap kelompok suporter Mitra Kukar pada saat menjalani laga kandang
di stadion Jatidiri.
Pengaruh dari kelompok akan semakin kuat bagi individu apabila dalam
kelompok terdapat daya tarik individu terhadap kelompoknya dan memotivasi mereka
untuk tetap bersama kelompok. Perasaan daya tarik antar anggota kelompok disebut
dengan kohesivitas kelompok (George & Jones, 2002). Gibson (2003) mengungkapkan
bahwa kohesivitas kelompok adalah kekuatan ketertarikan anggota yang tetap pada
kelompoknya daripada kelompok lain. Mengikuti kelompoknya akan memberikan rasa
kebersamaan dan rasa senang. Kelompok yang kohesif memiliki kemampuan
berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya dan memungkinkan
mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Janis (1972 dalam Treadwell, 2001)
menjelaskan bahwa ketika kelompok menjadi kohesif, mereka akan mengisolasi
kelompok mereka, mengurangi pengaruh dari luar, dan memungkinkan munculnya
groupthink. Wicaksono&Prabowo (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
��
�
terdapat kohesivitas di dalam kelompok suporter pendukung Persija Jakarta.Dalam
penelitian tersebut, kohesivitas yang muncul disebabkan oleh antara lain, yaitu latar
belakang kelompok (jumlah anggota, latar belakang tempat tinggal, teman sebaya
tujuan yang sama), aktivitas dan kegiatan kelompok (menyanyikan yel-yel saat
pertandingan, menonton pertandingan kandang maupun tandang, atau sekedar
berkumpul setelah menonton pertandingan, bakti sosial), kebersamaan dalam kelompok
(proses menumbuhkan keterikatan, saling membantu pada saat pertandingan maupun
dalam keseharian).
Terdapat beberapa tokoh yang mempelajari mengenai kohesivitas kelompok.
Salah satunya adalah Forsyth (1999) yang mengembangkan teori kohesivitas
kelompok melalui empat dimensi, antara lain yaitu, kekuatan sosial, kesatuan dalam
kelompok, daya tarik, dan kerjasama kelompok. Kekuatan sosial dipahami sebagai
dorongan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok untuk tetap berada dalam
kelompoknya, kesatuan dalam kelompok dipahami sebagai perasaan saling memiliki
terhadap kelompoknya dan memiliki perasaan moral yang berhubungan dengan
keanggotaannya dalam kelompok, kemudian dimensi yang ketiga daya tarik dipahami
sebagai properti kelompok yang berasal dari jumlah dan kekuatan sikap positif antara
anggota kelompok, dan terakhir adalah kerjasama kelompok yang dipahami sebagai
proses yang dinamis yang direfleksikan dengan kecenderungan suatu kelompok untuk
tetap terikat bersama dan mempertahankan kesatuan dalam usaha untuk mencapai
tujuan. Forsyth (1999) juga menyatakan bahwa kelompok yang kohesif memiliki ciri-
ciri antara lain, masing-masing anggota timbul keterdekatan, sehingga bisa
mempengaruhi satu sama lain, rasa toleran, saling membagi, saling mendukung
terutama dalam menghadapi masalah, kelekatan hubungan, saling tergantung untuk
��
�
tetap tinggal dalam kelompoknya, rasa saling percaya, timbul suasana yang nyaman
(merasa aman dalam bekerja, untuk mengungkapkan pendapat & berinteraksi, saling
pengertian) dan adanya kesadaran sebagai bagian dari kelompok.
Walgito (2007) menjelaskan mengenai adanya peran kohesivitas dalam
mempengaruhi perilaku-perilaku anggota-anggota kelompok. Anggota kelompok yang
kohesif akan memberikan respon positif terhadap para anggota dalam kelompok.
Kelompok yang kohesif akan terdorong untuk menyesuaikan diri dengan norma
kelompok dan merespon positif terhadap perilaku anggota kelompok yang lain. Hal ini
di dukung dengan penemuan Festinger, Schacter, dan Black (dalam Shaw 1979) yang
mendapati bahwa anggota kelompok yang kohesif mempunyai opini yang seragam dan
umumnya dalam tindakan menyesuaikan diri dengan standar atau keinginan kelompok.
Jadi tekanan terhadap keseragaman naik searah atau sejajar dengan naiknya kohesi
kelompok. Dalam hal ini kohesivitas dalam suatu kelompok menjadikan anggotanya
bersedia melakukan norma-norma atau perilaku yang diinginkan kelompok, termasuk
perilaku agresi terhadap kelompok lain. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sunita dan Eliana (2011), menghasilkan temuan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara kohesivitas dengan perilaku agresi. Sama halnya dengan penelitian
yang dilakukan Safitri dan Andrianto (2012) yang menjelaskan bahwa terdapat
hubungan yang positif signifikan antara kohesivitas dengan intensi perilaku agresi pada
kelompok suporter PSS Sleman. Kedua penelitian tersebut didukung oleh hasil
penelitian dari Ravn (2007) yang menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara
kohesivitas tim dan kecenderungan perilaku agresi.
Dari kajian dan penelitian yang dipaparkan diatas, diketahui bahwa terdapat
hubungan antara kohesivitas dengan perilaku agresi. Masalah dalam penelitian ini
��
�
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara kohesivitas kelompok
dengan perilaku agresi pada kelompok suporter Panser Biru?”.Oleh karena itu, penulis
bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan antara kohesivitas
dengan perilaku agresi pada kelompok suporter PSIS Semarang Panser Biru. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi suporter klub sepakbola di
Indonesia khususnya organisasi suporter Panser Biru dalam pengembangan pengelolaan
kelompok suporter.
Kohesivitas Kelompok
Forsyth (2010) mengatakan kelompok adalah dua atau lebih individu yang
dihubungkan dengan dan dalam hubungan sosial. Selain itu, jika dilihat secara
menyeluruh, kelompok seperti satu kesatuan yang dibentuk dimana dorongan
interpersonal yang mengikat anggota bersama-sama dalam satu unit dengan batas-batas
yang menandai yang berada dalam kelompok dan diluar kelompok. Kualitas dalam
hubungan dalam kelompok tersebut dinamakan kohesivitas kelompok. Kohesivitas
kelompok dapat diklaim untuk menjadi teori yang paling penting dalam group dynamic
(dinamika kelompok). Tanpa adanya kohesivitas kelompok, individu akan menarik diri
dari kelompoknya. Selain itu kohesivitas kelompok menjadi indikasi dari keberhasilan
dalam kelompok (Forsyth, 2010).
Definisi kohesivitas kelompok awalnya merupakan definisi yang
unidimensional. Hal ini terlihat seperti penjelasan Forsyth (dalam Treadwell, 2001)
yang menyatakan kohesivitas kelompok merupakan penguat yang mengadakan
kebersamaan kelompok atau kekuatan dari ikatan yang menghubungkan anggota
kelompok kepada kelompok. Frank (dalam Treadwell, 2011) mendefinisikan perasaan
anggota tentang rasa kepemilikan kepada kelompok atau daya tarik dari kelompok
�
�
untuk anggotanya. Kemudian unidimensional mengenai kohesivitas kelompok menjadi
bergeser menjadi pendekatan multi dimensional.
Hal ini seperti dinyatakan Forsyth (2010) bahwa kohesivitas bukan konsep yang
sederhana, namun merupakan multi component procces dimana terdapat berbagai
macam pendekatan yang terdiri dari social cohesion, task cohesion, perceived cohesion
dan emotional cohesion. Forsyth (2010) menjelaskan satu persatu pendekatan tersebut,
social cohesion adalah pendekatan yang dilakukan oleh Lewin dan Festinger,
mengambil pendekatan psikologi sosial untuk menjelaskan kohesivitas kelompok,
menekankan pengaruh dari interaksi (baik individu maupun kelompok) dalam
kelompok. Pendekatan task cohesion, menjelaskan kekuatan dari kelompok fokus dari
tugas, dan tingkat dari kerja sama ditampilkan dari anggota kelompok dimana mereka
berkoordinasi dalam usaha yang dijalankan dan adanya collective efficacy dalam
kelompok. Pendekatan perceived cohesion menyatakan sejauh mana anggota kelompok
merasakan mereka berada dalam kelompok (tingkat individu) dan keseluruhan proses
dalam kelompok (tingkat kelompok). Sedangkan pendekatan emotion cohesion
menyatakan tentang kedekatan afektif dalam kelompok, semangat dalam kelompok atau
tingkat positif afektif. Di tingkat kelompok, emosi kelompok berbeda dari emosi tingkat
individu.
Menurut Forrest dan Kearns (2001) disamping pengukuran objektif, pengukuran
terhadap persepsi individual anggota kelompok mengenai tingkat kohesinya dengan
kelompok juga tidak boleh diabaikan karena persepsi ini berpengaruh pada tingkah laku
individu tersebut maupun tingkah laku kelompok secara keseluruhan. Salah satu
pendekatan yang menjelaskan bahwa kohesivitas kelompok adalah gambaran rasa
kepemilikan individu pada kelompoknya dan perasaan moral yang terkait dengan
�
�
keanggotaannya dalam kelompok, serta atribut kelompok yang di refleksikan melalui
hubungan antara individu dengan kelompoknya adalah perceived cohesion (Bollen &
Hoyle, dalam Nisa & Juneman, 2010).
Komponen Kohesivitas
Salah satu definisi yang mengacu pada beberapa pendekatan yang disampaikan
oleh Forsyth (2010) adalah model hierarki Carron tentang kohesivitas kelompok.
Menurut Carron, Brawley, dan Widmeyer (dalam Prapavessis & Carron, 1997)
menjelaskan kohesivitas kelompok adalah proses dinamis yang tercermin dalam
kecenderungan kelompok untuk tetap bersama dan menjaga kebersamaan dalam
mengejar tujuan dasar kelompok dan atau untuk pemenuhan kebutuhan afektif anggota
kelompok.
Model hierarki Carron (dalam Castonguay, 2008) tentang kohesivitas kelompok
mengusulkan sebuah model hierarki kohesi yang dibedakan menjadi komponen
individu (daya tarik individu ke grup) dan komponen kelompok (kelompok integrasi)
kemudian kedua komponen tersebut terdiri ke subkomponen tugas dan sosial.
Penjelasan dari Carron (dalam Dion, 2000) mengenai model hierarki kohesivitas
kelompok menghasilkan empat komponen, yaitu:
1. Integrasi Kelompok-Sosial (lK-S)
Integrasi Kelompok-Sosial adalah persepsi individu tentang kedekatan,
ketertutupan dan ikatan dalam kelompok sebagai keseluruhan sebagai unit
sosial. Penjelasan mengenai komponen IK-S adalah ketika dalam kelompok,
anggota kelompok melihat kelompok sebagai sarana interaksi yang
menumbuhkan kenyamanan dan lebih dari tempat mencapai tujuan kelompok
tersebut.
��
�
2. Integrasi Kelompok-Tugas (IK-T)
Integrasi Kelompok-Tugas adalah persepsi individu tentang kedekatan,
ketertutupan dan ikatan dalam kelompok sebagai keseluruhan dari tujuan
kelompok. Penjelasan mengenai komponen IK-T adalah anggota kelompok
memiliki penilaian yang sama bahwa kegiatan-kegiatan yang diadakan dalam
rangka mencapai tujuan kelompok.
3. Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial (KIK-S)
Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial adalah perasaan tiap anggota
kelompok tentang penerimaan personal seseorang dan interaksi sosial dengan
kelompok. Penjelasan mengenai komponen KIK-S adalah ketika dalam
kelompok mengadakan agenda rutin untuk berkumpul bersama, maka peserta
tersebut memiliki rasa nyaman untuk hadir dalam agenda tersebut.
4. Ketertarikan Individu dalam Kelompok -Tugas (KIK-T)
Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Tugas adalah daya tarik dari tujuan
kelompok, produktivitas dan tujuan bagi individu secara pribadi. Penjelasan
mengenai komponen KIK-T adalah ketika dalam kelompok, anggota kelompok
tersebut memiliki kenyamanan untuk mencapai tujuan dari keberhasilan
kelompok bersama.
Dampak Kohesivitas Kelompok
Kohesivitas kelompok memiliki efek positif dalam tingkah laku kelompok dan
fungsinya. Kohesivitas kelompok mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan
kemalasan sosial (Karau & Hart, 1998; Karau & Wiliiams, 1997 dalam Treadwell,
2001), angka putus sekolah (Robinson & Carron, 1982 dalam Treadwell, 2001),
absenteeism (Carron, Widmeyer, & Brawley, 1988 dalam Treadwell, 2001),
���
�
meningkatkan komunikasi di antara anggota kelompok (Wech, Mossholder, Steel, &
Bennett, 1997 dalam Treadwell, 2001), meningkatkan problem solving (Rempel &
Fisher, 1997 dalam Treadwell, 2001), dan meningkatkan hasil pekerjaan (Langfred,
1998; Prapavessis & Carron, 1997) dalam Treadwell, 2001).
Forsyth (2010) menjelaskan, kelompok yang kohesif memiliki kemampuan
berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga anggotanya dan memungkinkan
mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Kelompok yang tidak kohesif beresiko
karena banyak anggotanya keluar dari tujuan sehingga kelompok tidak mampu
bertahan. Kohesivitas kelompok diasosiasikan mampu meningkatkan kenyamanan
anggota dalam kelompok dan menurunkan stress dananggota yang keluar. Selain itu
kohesivitas kelompok dan kinerja saling memiliki hubungan yang positif. Kelompok
yang kohesif cenderung mengungguli kelompok yang kurang kohesif.
Dari dampak negatif, Janis (1972 dalam Treadwell, 2001) menjelaskan ketika
kelompok menjadi kohesif, mereka mengisolasi kelompok mereka, mengurangi
pengaruh dari luar dan memungkinkan munculnya “groupthink”. Mondy, Sharplin dan
Premeaux (dalam Treadwell, 2001) berpendapat tingginya kohesivitas kelompok yang
memiliki tujuan berbeda dengan tujuan organisasi kemungkinan akan menyabotase
upaya manajemen terhadap peningkatan produktivitas.
AgresiTerhadap Suporter Lawan
Myers (1996) menyatakan bahwa perilaku agresi merupakan perilaku fisik atau
lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain.
Sedangkan menurut Buss (dalam Morgan, 1989) yang terkenal dalam penelitiannya
mengenai agresi, menyatakan secara lebih spesifik mengenai perilaku agresi. Buss
(1989) mendefenisikan perilaku agresi sebagai suatu perilaku yang dilakukan untuk
���
�
menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang
menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisik atau verbal dan langsung atau tidak
langsung.
Jika menelaah beberapa defenisi yang ditampilkan maka penelitian dalam hal ini
akan menggunakan konsep perilaku agresi menurut Buss dengan asumsi defenisi ini
cukup lengkap dan detail dalam menjelaskan perilaku agresi. Pada kelompok suporter,
perilaku agresi muncul dalam berbagai bentuk dan biasanya agresi ini ditujukan kepada
kelompok suporter lawan. Seperti pada pertandingan PSIS Semarang saat bertandang ke
Jepara pada bulan Januari 2006, dimana puluhan orang menjadi korban atas tindak
agresi yang dilakukan kedua belah pihak suporter (Antaranews, 2006).
Dimensi Perilaku Agresi
Berikut 4 dimensi agresi menurut Buss dan Perry (1992) :
1. Physical Aggression (PA)
Merupakan agresi overt (terlihat). Tendensi individu melakukan serangan secara fisik
untuk mengekspresikan kemarahan atau agresi. Bentuk serangan fisik tersebut seperti
mendorong, memukul, mencubit, menendang, dan lainnya.
2. Verbal Aggression (VA)
Tendensi menyerang orang lain atau memberikan stimulus yang merugikan dan
menyakitkan secara verbal, melalui kata-kata atau penolakan. Bentuk serangan verbal
tersebut meliputi cacian, makian, mengumpat, penolakan.
3. Anger (A)
Perasaan marah, kesal, sebal, dan bagaimana cara mengontrol hal tersebut. Termasuk
didalamnya adalah irritability, yaitu mengenai temperamental, kecenderungan untuk
cepat marah, dan kesulitan mengendalikan amarah.
���
�
4. Hostility (H)
Tergolong perilaku covert (tidak terlihat). Hostility terdiri dari dua bagian, yaitu
resenment yaitu perasaan iri dan cemburu terhadap orang lain, dan suspicion seperti
adanya ketidakpercayaan, kekhawatiran, dan proyeksi dari rasa permusuhan terhadap
orang lain.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresi
Sarwono (1999) membagi faktor-faktor yang mencetuskan agresi yang berupa
rangsangan atau pengaruh terhadap agresivitas itu dapat datang dari luar diri sendiri
(yaitu kondisi lingkungan atau pengaruh kelompok) atau dapat juga berasal dari dalam
diri (pengaruh kondisi fisik dan kepribadian).
a. Kondisi lingkungan
Pada manusia, bukan hanya sakit fisik yang dapat memicu agresi, melainkan
juga sakit hati (psikis). Selain itu, udara yang sangat panas juga lebih cepat memicu
kemarahan dan agresi. Demikian pula pada saat adanya serangan cenderung memicu
agresi karena pihak yang diserang cenderung membalas. Rasa sesak (crowding) juga
dapat memicu agresi. Peningkatan agresivitas di daerah yang sesak berhubungan dengan
penurunan perasaan akan kemampuan diri untuk mengendalikan lingkungan sehingga
terjadi frustrasi.
b. Pengaruh kelompok
Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif, antara lain adalah menurunkan
hambatan dari kendali moral. Seseorang dapat ikut terpengaruh oleh kelompok dalam
melakukan agresi. Selain itu, perilaku agresif dapat di pengaruhi pula oleh adanya
perancuan tanggung jawab (tidak merasa ikut bertanggung jawab karena dikerjakan
beramai-ramai), adanya desakan kelompok dan identitas kelompok (kalau tidak ikut di
���
�
anggap bukan anggota kelompok), adanya deindividuasi (identitas sebagai individu
tidak di kenal).
c. Pengaruh kepribadian dan kondisi fisik
Kondisi diri atau fisik juga mempengaruhi agresivitas. Banyaknya kadar
adrenalin dalam tubuh, misalnya meningkatkan rangsangan dalam tubuh sehingga orang
yang bersangkutan lebih siap dan lebih cepat bereaksi. Berbagai keadaan arousal
terlepas dari sumber dan jenisnya memang dapat saling memperkuat perilaku agresif.
METODE
Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh supporter Panser Biru yang tergabung
dalam keanggotaan Panser Biru. Sedangkan sampel dalam penelitian ini berjumlah 50
orang anggota suporter Panser Biru. Adapun yang menjadi karakteristik sampel dalam
penelitian ini adalah responden merupakan anggota tetap kelompok suporter Panser
Biru yang terdaftar dalam kesekertariatan dan dibuktikan dengan kartu tanda anggota
Panser Biru serta berusia 18 tahun sampai 30 tahun, responden berdomisili di Kota
Semarang dan sekitarnya, dan responden terlibat secara langsung dalam setiap
pertandingan PSIS di stadion, baik pertandingan kandang maupun tandang.
Prosedur Sampling
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling. Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 50 anggota
suporter Panser Biru.
Pengukuran
Terdapat dua instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini, yaitu:
���
�
1. Skala Kohesivitas yang dimodifikasi dari skala Grup Environment Questionnaire
(GEQ) untuk mengukur kohesivitas kelompok, yang terdiri dari 18 item dalam
bentuk skala likert. GEQ merupakan instrumen yang dikembangkan oleh
Carron.,dkk (1997) melalui empat dimensi kohesivitas kelompok, keempat dimensi
tersebut adalah Integrasi Kelompok-Tugas (IK-T), Integrasi Kelompok-Sosial (IK-
S), Ketertarikan Individu dalam Kelompok-Sosial (KIK-S), Ketertarikan Individu
dalam Kelompok-Tugas (KIK-T). Dalam penelitian Darwita (2012) penggunaan
skala ini diketahui reliabilitas sebesar 0,81 yang berarti alat ukur ini layak dipakai
sebagai alat ukur dalam penelitian. Berikut ini adalah contoh item dari masing-
masing aspek kohesivitas kelompok:
a) Aspek Integrasi Kelompok Tugas (IK-T)
Kelompok suporter kami bersatu dengan tujuan untuk mendukung tim PSIS.
b) Aspek Integrasi Kelompok Sosial (IK-S)
Kelompok suporter kami ingin menghabiskan waktu bersama meskipun
sedang tidak ada pertandingan sepakbola.
c) Aspek Ketertarikan Individu dalam Kelompok Sosial (KIK-S)
Bagi saya kelompok suporter ini adalah salah satu kelompok sosial
terpenting dimana saya berada.
d) Aspek Ketertarikan Individu dalam Kelompok Tugas (KIK-T)
Saya tidak senang dengan usaha kelompok suporter ini dalam mendukung
PSIS
Berdasarkan hasil analisa awal dengan menggunakan SPSS 16.0 didapati besar nilai
reliabilitas 0,847 untuk skala kohesivitas 18 item. Setelah tiga item yang gugur
���
�
dihilangkan, nilai reliabilitas untuk skala kohesivitas menjadi 0,881. Maka dapat
dikatakan bahwa skala kohesivitas reliabel.
2. Skala Agresivitas yang dimodifikasi dari skala Buss & Perry Aggression
Questionnaire untuk mengukur agresivitas, yang terdiri dari 28 item dalam bentuk
skala likert. Buss & Perry Aggression Questionnaire merupakan instrumen yang
dikembangkan oleh Buss & Perry (1992) melalui empat dimensi agresivitas.
Keempat dimensi tersebut antara lain yaitu, Physical Aggression (PA), Verbal
Aggression (VA), Anger (A), Hostility (H). Dalam penelitian Kaplan & Sacuzzo
(dalam, Reyna, dkk; 2011) diketahui nilai reliabilitas berkisar diantara 0,70 sampai
0,80 yang berarti alat ukur ini layak dipakai sebagai alat ukur dalam penelitian.
Berikut ini adalah contoh item dari masing-masing aspek agresi:
1. Physical Aggression
Sesekali saya tidak bisa menahan diri untuk menyerang kelompok suporter
lawan.
2. Verbal Aggression
Saya tidak segan untuk beradu mulut dengan kelompok suporter lawan.
3. Anger
Saya memiliki masalah dalam mengendalikan emosi jika berhadapan
dengan kelompok suporter lawan.
4. Hostility
Saya curiga terhadap kelompok suporter lawan yang bersikap terlalu ramah.
Berdasarkan hasil analisa awal dengan menggunakan SPSS 16.0 didapati besar
nilai reliabilitas 0,918 untuk skala agresi sebanyak 29 item. Setelah lima item yang
���
�
gugur dihilangkan, nilai reliabilitas untuk skala agresi menjadi 0,945. Maka dapat
dikatakan bahwa skala agresi reliabel.
Sebelum menggunakan kedua skala tersebut, penulis melakukan modifikasi alat
ukur terlebih dahulu dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Responden
akan diminta untuk mengerjakan kedua skala tersebut sesuai dengan keadaan dirinya
yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, responden juga diminta untuk identitas diri,
usia, dan tempat tinggal untuk mengetahui bahwa responden memenuhi kriteria dalam
penelitian ini.
Prosedur Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
korelasional. Penelitian ini akan di lakukan di kantor-kantor sekertariat Panser Biru.
Penulis akan membagikan kuisioner yang terdiri dari dua skala, yaitu skala kohesivitas
yang dimodifikasi dari skala GEQ dan skala agresivitas yang dimodifikasi dari skala
Buss & Perry Aggression Questionnaire, yang nantinya akan diisi oleh anggota
kelompok suporter Panser Biru yang telah memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian.
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Dari hasil penghitungan melalui Kolmogorov-Smirnov SPSS 16.00, di dapatkan
bahwa koefisien K-S-Z agresivitas 0,585 (p>0,05) sedangkan koefisien K-S-Z
kohesivitas kelompok 0,066 (p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel
dapat dikatakan berdistribusi normal.
��
�
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Agresivitas Kohesivitas
N 50 50
Normal Parametersa Mean 71.2200 60.1400
Std. Deviation 17.62221 7.64522
Most Extreme Differences Absolute .110 .185
Positive .106 .123
Negative -.110 -.185
Kolmogorov-Smirnov Z .775 1.307
Asymp. Sig. (2-tailed) .585 .066
a. Test distribution is Normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah antar variabel memiliki
hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang
dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda
1,748 dan nilai signifikansi sebesar 0,141 (p > 0,05). Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa hubungan kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi menunjukkan garis yang
sejajar atau linear
� �
��
�
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Kohesivitas *
Agresivitas
Between
Groups
(Combined) 2408.353 36 66.899 1.909 .106
Linearity 264.308 1 264.308 7.541 .017
Deviation from
Linearity 2144.045 35 61.258 1.748 .141
Within Groups 455.667 13 35.051
Total 2864.020 49
3. Analisis Deskriptif
Perilaku Agresi
Hasil analisis deskriptif
Skor Perilaku Agresi
No Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar Deviasi
1. 100,8 � x �120 Sangat Tinggi
1 2%
� ���
� ���
2. 81,6 � x <100,8 Tinggi 18 36% 3. 62,4 � x < 81,6 Sedang 16 32% 4. 43,2 � x <62,4 Rendah 13 26% 5. 24 � x <43,2 Sangat
Rendah 2 4%
�
Data di atas menunjukkan tingkat perilaku agresi dari 50 subjek yang berbeda-
beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat rendah
didapati prosentase sebesar 4% dengan frekuensi 2 orang, kategori rendah 26% dengan
frekuensi 13 orang, kategori sedang 32% dengan frekuensi 16 orang, kategori tinggi
sebesar 36 % dengan frekuensi 18 orang, dan kategori sangat tinggi sebesar 2% dengan
���
�
frekuensi 1 orang. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 71,22 dengan standar
deviasi sebesar 17,62. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku agresi pada
kelompok suporter Panser Biru berdasarkan penelitian ini yang dilakukan di Semarang
ini berada pada tingkat yang sedang.
Kohesivitas Kelompok
Hasil Analisis Deskriptif
Skor Kohesivitas Kelompok
No Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar Deviasi
1. 63 � x �75 Sangat Tinggi
24 48%
�� ���
���
2. 51 � x <63 Tinggi 18 36% 3. 39 � x <51 Sedang 8 16% 4. 27 � x <39 Rendah 0 0% 5. 15 � x <27 Sangat
Rendah 0 0%
Data di atas menunjukkan tingkat kohesivitas kelompok dari 50 subjek yang
berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori sangat
rendah dan rendah didapati prosentase sebesar 0% dengan frekuensi 0, kategori sedang
16% dengan frekuensi 8 orang, kategori tinggi sebesar 36% dengan frekuensi 18 orang,
dan kategori sangat tinggi sebesar 48% dengan frekuensi 24 orang. Mean atau rata-rata
yang diperoleh adalah 60,14 dengan standar deviasi sebesar 7,64. Maka secara umum
dapat dikatakan bahwa kohesivitas kelompok pada kelompok suporter Panser Biru
berdasarkan penelitian yang dilakukan di Semarang ini berada pada tingkat yang tinggi
4. Uji korelasi
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product moment-Pearson dengan
bantuan SPSS 16.0 didapatkan hubungan sebesar 0,304 dengan sig. = 0,032 (p < 0,05).
���
�
Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan korelasi positif yang signifikan antara
Kohesivitas Kelompok dengan perilaku agresi pada kelompok suporter Panser Biru
Semarang. Nilai koefisiensi determinasi (r2) pada penelitian ini adalah 9,24%, dimana
hasil tersebut menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok memiliki sumbangan sebesar
9,24% terhadap munculnya perilaku agresi.
Correlations
Agresivitas Kohesivitas
Agresivitas Pearson Correlation 1 .304*
Sig. (2-tailed) .032
N 50 50
Kohesivitas Pearson Correlation .304* 1
Sig. (2-tailed) .032
N 50 50
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan Uji Korelasi Product Moment Pearson untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kohesivitas kelompok
dengan perilaku agresi. Dari analisis uji korelasi didapatkan hasil signifikasi (p) sebesar
0,032 (p < 0,05) dan nilai (r²) sebesar 9,24?% yang berarti terdapat hubungan korelasi
positif antara kohesivitas kelompok dengan perilaku agresi pada kelompok suporter
Panser Biru Semarang. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Forsyth (1999);
Festinger, Schacter, dan Black (dalam Shaw 1981); dan Walgito (2007) yang
mengungkapkan bahwa peran kohesivitas antar anggota kelompok dapat mendorong
���
�
dan mempengaruhi perilaku-perilaku individu termasuk di dalamnya yaitu perilaku
agresi. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil dari penelitian Sunita dan Eliana
(2011); Safitri dan Adrianto (2012); dan Ravn (2007) yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara kohesivitas dengan perilaku agresi.
Gibson (2003) mengungkapkan bahwa kohesivitas kelompok adalah kekuatan
ketertarikan anggota yang tetap pada kelompoknya daripada kelompok lain. Mengikuti
kelompoknya akan memberikan rasa kebersamaan dan rasa senang. Kelompok yang
kohesif memiliki kemampuan berkembang dari waktu ke waktu karena menjaga
anggotanya dan memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan yang dimiliki. Ketika
kelompok menjadi kohesi, mereka akan mengisolasi kelompok mereka, mengurangi
pengaruh dari luar, dan memungkinkan munculnya groupthink. Anggota kelompok
yang kohesif mempunyai opini yang seragam dan umumnya dalam tindakan
menyesuaikan diri dengan standar atau keinginan kelompok. Jadi pressure atau tekanan
terhadap keseragaman naik searah atau sejajar dengan naiknya kohesi kelompok. Dalam
hal ini kohesivitas dalam suatu kelompok menjadikan anggotanya bersedia melakukan
norma-norma atau perilaku yang diinginkan kelompok, termasuk perilaku agresi
terhadap kelompok lain.
Hasil analisis data juga menunjukkan nilai koefisiensi pada penelitian ini adalah
9,24%, dimana hasil tersebut menunjukkan bahwa kohesivitas kelompok memiliki
sumbangan sebesar 9,24% terhadap munculnya perilaku agresi, dengan nilai mean
kohesivitas yang tergolong tinggi yaitu 60,14 dan nilai mean agresivitas yang tergolong
sedang yaitu sebesar 71,22. Angka tersebut menunjukkan bahwa kohesivitas yang
terdapat pada kelompok suporter Panser Biru bukanlah satu-satunya faktor yang
menyebabkan munculnya agresivitas. Hal ini dikarenakan pihak manajemen suporter
���
�
Panser Biru dan masing-masing koordinator wilayah mampu menciptakan kondisi yang
membangun anggota kelompoknya dengan kegiatan-kegiatan yang memicu kreativitas
dan menghasilkan kontribusi bagi masyarakat. Seperti menyelenggarakan musyawarah
bersama (mubes) secara rutin yang diisi dengan diskusi, penyampaian aspirasi, dan
pergantian kepengurusan (www.bolanews.com, 2015). Selain itu setiap isra miraj,
Panser Biru mengadakan pengajian yang dihadiri anggota Panser Biru, dan juga
khitanan massal (www.hooligans1932.com, 2012). Tingginya nilai kohesivitas yang
diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang positif dapat menurunkan munculnya perilaku
agresi di kelompok suporter Panser Biru.
Kohesivitas yang tinggi berarti masing-masing individu dalam kelompok
memiliki kenyamanan untuk mencapai tujuan dari keberhasilan kelompok bersama
(Carron, dalam Dion, 2000). Anggota kelompok yang kohesif akan lebih menyadari
identitasnya sebagai bagian dari kelompok. Seperti yang disampaikan oleh Forsyth
(1999) bahwa kelompok yang kohesif memiliki ciri-ciri antara lain, masing-masing
anggota timbul keterdekatan, sehingga bisa mempengaruhi satu sama lain, rasa toleran,
saling membagi, saling mendukung terutama dalam menghadapi masalah, keeratan
hubungan, saling tergantung untuk tetap tinggal dalam kelompoknya. Rasa saling
percaya, timbul suasana yang nyaman (merasa aman dalam bekerja, untuk
mengungkapkan pendapat & berinteraksi, saling pengertian) dan adanya kesadaran
sebagai bagian dari kelompok. Pada kelompok suporter Panser Biru rasa kenyamanan
saat berada di dalam kelompok dan dorongan untuk berjuang bersama tercermin dari
aktivitas kelompok Panser Biru pada saat mendukung tim PSIS berlaga di stadion jati
diri Semarang. Pada setiap laganya, panitia pelaksana menyiapkan tidak kurang dari
15.000 tiket (m.sepakbola.com, 2015). Belum lagi kelompok suporter Panser Biru
���
�
sering melakukan aktivitas sosial bersama-sama seperti membangun posko mudik untuk
memberikan pelayanan bagi pemudik yang singgah (bolanasional.com, 2014),
membersihkan shelter Bus Rapid Transitdengan tujuan menjadikan kota Semarang
lebih bersih dan indah (semarangkota.go.id, 2015). Hal tersebut menunjukkan
komitmen dan kenyamanan dari setiap anggota panser biru untuk mencapai tujuan
bersama. Namun dorongan untuk berjuang bersama dan kenyamanan yang ada di dalam
kelompok tidak selalu memberikan dampak positif bagi kelompok tersebut. Seperti
ketika Panser Biru sedang mendukung PSIS di stadion, seringkali Panser Biru bersama-
sama menyanyikan lagu provokatif yang mengandung unsur cacian dan makian yang
bisa menekan kondisi tim lawan. Tidak hanya itu, kebersamaan yang kuat di dalam
suporter Panser Biru digunakan untuk menyerang suporter lawan yang berujung pada
pelemparan, perkelahian, hingga bentrok dengan aparat kepolisian (Silwan, 2012).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan positif antara kohesivitas dengan perilaku agresi pada
suporter Panser Biru Semarang.
2. Kohesivitas kelompok yang dimiliki kelompok suporter Panser Biru masuk
dalam kategori tinggi.
3. Perilaku agresi yang dimiliki kelompok suporter Panser Biru masuk dalam
kategori sedang.
���
�
SARAN
1. Saran bagi Persatuan Sepakbola Indonesia Semarang (PSIS)
Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan efektif terutama kepada PSIS
untuk dapat menyelenggarakan pembinaan terhadap suporter (Panser Biru) klub
untuk lebih meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat kontributif bagi
kelompok suporter Panser Biru sendiri dan bagi masyarakat secara umum.
2. Saran bagi Panser Biru
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan disimpulkan, peneliti
menghimbau kepada kelompok suporter Panser Biru untuk tetap menjadikan
kelompok sebagai sarana interaksi, namun tidak dengan mengisolasi anggotanya
dan mulai untuk membuka pengaruh dari luar seperti menjalin kerjasama dengan
anggota kelompok suporter lain.
3. Saran bagi peneliti selanjutnya
a) Penelitian ini masih terbatas, karena hanya meneliti hubungan kohesivitas
kelompok terhadap perilaku agresi. Dengan demikian masih ada variabel
lain yang turut memberi pengaruh pada perilaku agresi pada kelompok
suporter yang belum dijelaskan dan diteliti. Disarankan bagi peneliti
selanjutnya untuk mengkaji perilaku agresi dari sudut pandang atau
variabel-variabel yang lain, seperti frustasi, social modeling, stimulus
situasional, kondisi lingkungan, pengaruh kepribadian dan kondisi fisik.
b) Pada saat pengambilan data, penulis kurang memperhatikan situasi di
lapangan ketika partisipan sedang mengisi alat ukur sehingga banyak
ditemukan partisipan yang tidak konsisten dalam menjawab. Oleh sebab itu
���
�
disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk lebih mengontrol partisipan saat
proses pengambilan data.
���
�
Daftar Pustaka
Adi, C. (2011, Juni). Artikel Pembaca, Mengenai Prinsip Fair Play. Available (Online): http://pasoepati.net/artikel-pembaca-mengenal-prinsip-fair-play/ Antaranews.(2006). Komisi Lakukan Evaluasi Terkait Kerusuhan Suporter di Jepara.
Retrieved from http://www.antaranews.com/print/29836/�
Bolanasional.co. (2014).Panser Biru buka posko mudik lebaran. Retrieved from http://bolanasional.co/2014/07/24/bolanasional-co-2/panser-biru-buka-posko-mudik-lebaran/
Bolanews.com. (2015).Panser Biru siap gelar pemilu. Retrieved from http://www.bolanews.com/brazil/read/nasional/liga.indonesia/101742-panser.biru.siap.gelar.pemilu
Bollen, K.A., & Hoyle, R.H. (1990). Perceived cohesion: A conceptual and empirical examination. Journal of Psychology Social, 69 (2), 479-504.
Brawley L. R., Carron A. V., &Widmeyer W. N., (1987).Assessing the Cohesion of
Teams:Validity of the Group Environment Questionnaire. Journal Of Sport Psychology �9, 275�294.
Buss, H. B. (1989).Social Behaviour and Personality. London: Lawrence
ErlbaumAssociation
Buss, A.H., & Perry, M. (1992). The Agression Questionaire.Journal of Personality and Social Psychology, 63, 452-459.
Carron, A.V., Brawley, L.R., & Widmeyer, W.N. (1997). “The measurement of cohesiveness in sport groups”.In J.L. Duda (Ed.).Advances in sport and exercise psychology measurement. Morgantown, WV: Fitness Information Technology. Page 1-4.
Castonguay, A. (2008). The Influence of group goal type on cohesion(Thesis).Available
from ProQuest Dissertations and Theses Database. Darwita, F. A. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Kelompok Pada Kelompok
Peserta Mentoring Agama Islam Dengan Tanggung Jawab Siswa SMA.Fakultas Psikologi.Universitas Indonesia.
Forrest, R. & A. Kearns (2001). Social cohesion, social capital and the
neighbourhood.Journal Urban Studies, 38(12), 2125-2143. Forsyth, D. R. (1999).Group Dynamics3rded . New York: Brooks/Cole. Forsyth, D. R. (2010). Group Dynamics5th ed . USA: Cengage Learning. Gifford, R. (1987). Enviromental Psychology: Principles and Practice. Boston: Allyn
and Bacon Inc.
��
�
Hooligan1932.com. (2012).Bakti sosial memperingati Isra Mi’raj. Retrieved from
http://www.hooligans1932.com/2012/06/bakti-sosial-memperingati-isra-miraj.html
Janis, I.L. (1972). Victims ofGroupthink. New York: Houghton Mifflin. �� ����������������������� �������������������� ��������� �����������������
�M. Sepakbola.com. (2015). Panpel cetak 15 ribu tiket untuk laga PSIS vs Persija.
Retrived from http://m.sepakbola.com/2015/02/panpel-cetak-15-ribu-tiket-untuk-laga-psis-vs-persija
�Poskotanews.com. (2012). Suporter PSIS tawuran 1 tewas, a luka parah. Retrieved from
http://poskotanews.com/2012/01/15/suporter-psis-tawuran-1-tewas-4-luka-parah/��
������������� ���� �� ����!�� �"�� �#��� $����%����� �������!�� �!&� ��!%������� ���!������!������������������� ���� ����� �� � ���� �����!" ��� ���! ���� �����!
#��'()'*+��&�����+�+(#,+-)'���(�'(�
� �Ravn, T.M. (2007). Relational Aggression and Team Cohesion Among Female Adolescent
Athletic Teams. The Graduate School University of Wisconsin-Stout Menomonie, WI.
Reyna, C., Lello, M.G., &Sanchez, A., Brussino, S., (2011).The Buss-Perry Aggression
Questionnaire: Construct validity and gender invariance among Argentineanadolescents. International Journal of Psychological Research, 4(2), 30-37.
Safitri, A & Adrianto, S. (2012). Hubungan Antara Kohesivitas Dengan Intensi Perilaku
Agresi Pada Suporter Sepak Bola.Jurnal Psikologi Sosial, 1, 4-12. Sarwono, S.W. (1999). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok dan Psikologi
Terapan. Jakarta: Balai Pustaka. Scheneiders, Alexander. A. 1955. Personal Adjusment and Mental Healty. New York :
Holt, Rinehart dan winston. Semarangkota.go.id. (2015). Libatkan supporter ngecat selter Brt. Retrieved from
http://semarangkota.go.id/berita/read/7/berita-kota/374/libatkan-suporter-ngecat-selter-brt
Shaw, M.E. (1981). Group dynamics the psychology of small group behavior. (3rded).
New York: McGraw-Hill. Silwan, A. (2012). Aggresive BehaviorPattern, Characteristics And Fanaticism Panser Biru
��
�
Group PSIS Semarang. ����� �$ ������� ����� ����% ���������������'#)(.���
$�!����� /��� �0���!��� 1�� �'+��& �'�� � ( �����)�� � ��� � ����� *� % ���� � �
% ��� � �� + ���� �� ( �� + �� ���$2������ ��&�2� &�������2�!��� 3!����������
$��������3������� �&�!���
$����!���� ����� % ���� �������� ��� *'�� �������4�� 5�������� � 1�������&� %����
�����,,������������6������&,�&,����!�,.��-(��Treadwell, T., Lavertue, N., Kumar, V. K.,& Veeraraghavan, V. (2001). The group
cohesion scale-revised: Reliability and validity. The International Journal of Action Methods: Psychodrama, Skill Training and Role Playing, 54, 3-12. doi : 10.1234/12345678
Tribunnews.com. (2013). Bus dilempari fans PSIS, Manajer Persip pertimbangkan lapor
ke PT. LI. Retrieved from http://www.tribunnews.com/superball/2013/06/01/bus-dilempari-fans-psis-manajer-persip-pertimbangkan-lapor-ke-pt-li
Walgito, B. (2007). Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wicaksono, B & Prabowo, H. (2008).Cohesivity Among Supporters Of Persija Soccer
Team. Faculty of Psychology.Gunadharma University.