hubungan antara individual arena dan work...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA INDIVIDUAL ARENA DAN WORK ARENA DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA PEMBUATAN OFFSHORE PIPELINE AND
MOORING TOWER (EPC3) PROYEK BANYU URIP DI PT. REKAYASA INDUSTRI, SERANG-BANTEN TAHUN 2013
SKRIPSI Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
DANIAWATI
NIM : 109101000003
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H /2013 M
SkripSi ini ku perSembahkan untuk kedua orang tuaku
Serta rekan-rekan yang mencintai ilmu dan mengamalkannya
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, Agustus 2013 Daniawati, NIM. 109101000003 Hubungan Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 xvi + 137 halaman, 23 tabel, 2 bagan, 4 Lampiran
ABSTRAK
Pekerja kontraktor merupakan pekerjaan yang selalu dihadapi oleh berbagai
tekanan baik itu dari perusahaan, atasan maupun rekan kerja. lingkungan kerja seperti bising, panas, debu yang merupakan kondisi yang selalu ditemui. Kondisi tersebut merupakan penyebab terjadinya stres ditempat kerja. Proyek Banyu Urip merupakan proyek untuk mengembangkan dan menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam yang ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun. Dari studi pendahuluan yang telah dilakukan sebanyak 70% pekerja mengalami stres kerja.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner dan pengukuran untuk kebisingan dan tekanan panas. Sampel penelitian berjumlah 82 pekerja proyek banyu urip.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebesar 52,4% pekerja mengalami stres kerja ringan dan 23,2% pekerja tidak mengalami stres. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 3 variabel yang berhubungan dengan stres kerja yaitu umur, masa kerja dan kebisingan. Dan kebisingan merupakan variabel yang paling dominan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Perusahaan diharapkan dapat mempertimbangkan jenis pekerjaan yang akan diberikan kepada pekerja dan juga memberdayakan pekerja melalui program-program kerja yang mampu membuat pekerja tidak merasa jenuh dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan maksimal. Kata Kunci : stres kerja, pekerja proyek, cross sectional Daftar Bacaan : 83 (1976 – 2013)
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated Thesis, August 2013 Daniawati, NIM : 109101000003 The Relationship Between Individual Arena and Work Arena with Job Stress Of Making Workers On Offshore Pipeline and Mooring Tower (EPC3) Banyu Urip Project in PT Rekayasa Industri, Serang-Banten in 2013 Xvi + 137 pages, 23 tables, 2 charts, 4 attachment
ABSTRACT
Project worker is a job that is always faced by a variety of pressures both from
the company, superiors and coworkers. The Working environment such as noise, heat, dust is a condition that is always met. That condition a cause a stress in the workplace. Banyu Urip project is a project to develop and produce crude oil and natural gas that expected to be completed within a year. From preliminary studies that have been done, 70% of workers is experiencing job stress.
This study is an analytic research that used quantitative approach and cross sectional study design. The data was collected by using questionnaire tool and noise and heat stress measurements. The Samples are 82 banyu urip project workers.
Based on the research, it is known that 52.4% of workers experiencing mild job stress, 24.4% of workers experiencing severe stress and 23,2% of workers not experiencing job stress. The results show there are three variables related to job stress those are age, years of service and noise. And noise is the most dominant variable toward job stress in workers offshore pipeline and mooring tower (EPC3) Banyu Urip project in PT Rekayasa Industri in 2013.
The company is expected to consider the type of work that will be given to the workers and also empower employees through workplace programs that can make workers not feel bored and can carry out the work to the maximum. Key word : job stress, the project worker, cross sectional study Reference : 83 (1976 – 2013)
vi
RIWAYAT HIDUP
Identitas Pribadi Nama : Daniawati Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 23 Januari 1992 Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Alamat : Pondok maharta blok B28 No 19 rt. 011/010 Pondok kacang timur, ciledug, Tangerang 15526 No. Telp : 085692538704/ 081291274035 Email : [email protected] Riwayat Pendidikan 1. 1997 - 2003 : SD Negeri Sudimara I Ciledug 2. 2003 - 2006 : SMP Negeri 142 Jakarta Barat 3. 2006 - 2009 : SMA Negeri 85 Jakarta Barat 4. 2009 – Juli 2013 : S1-Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Program
Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Individual Arena Dan
Work Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And
Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip Di PT Rekayasa Industri, Serang-
Banten Tahun 2013” dapat diselesaikan tepat waktu.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir mahasiswa semester VIII
(delapan) Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orangtuaku, mama dan papa yang selalu mendo’akan dan mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga untuk mami, papi dan Casillas
terima kasih untuk semangat, perhatian serta kasih sayang yang diberikan setiap
saat.
2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ir. Febrianti, M.Si selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Catur Rosidati, MKM dan Riastuti Kusuma Wardani, MKM selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan dalam pelaksanaan
penelitian skripsi ini.
5. Ibu Iting Shofwati, SKM, MKKK selaku penanggung jawab peminatan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang banyak memberikan masukan baik
mengenai tugas kuliah, atau mengenai pelajaran hidup.
6. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta termasuk para dosen tamu,
terima kasih atas keilmuan yang telah diberikan selama perkuliahan.
viii
7. Bapak M. Yuzar Virza yang telah banyak memberikan arahan, masukan dan
bantuan dalam pelaksanaan penelitian skripsi.
8. Bapak Tommy selaku HRD PT. Rekayasa Industri yang telah memberikan izin
dan kesempatan untuk melakukan penelitian di PT. Rekayasa Industri.
9. Seluruh karyawan dan staf di site office EPC3-Banyu Urip, Serang-Banten
khususnya Bapak Alfian, bapak Anton, bapak Ridwan, bapak Tikno dan bapak
Ganjar yang telah membantu pelaksanaan penelitian skripsi ini.
10. Bapak Ahmad Gozali yang telah membantu administrasi mahasiswa dari awal
hingga akhir perkuliahan.
11. Seluruh teman-teman seperjuangan angkatan 2009, khususnya K3 (Amel, Denisa,
Ubay, Vijeh, Mufil, Dio, Ipeh, Diana, Heni, Pikih, Sca, Fadil, Lina, Desi, Reza,
Rifky, Novan, Sandy, Defri) yang selalu memberikan saran dan masukan serta
semangat dalam penelitian.
12. Sahabat-sahabatku (Denisa, Vijeh, Heni, Ana, Ubay, Mufil) terima kasih untuk
support dan kerjasamanya selama ini. You’r rock guys!!!
13. Kak Ami 2007 yang sedikit banyak direpotkan untuk penelitian ini, serta seluruh
pihak yang telah banyak membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
masukan dari semua pihak untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Jakarta, Agustus 2013
Daniawati
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
ABSTRAK ii
LEMBAR PERSETUJUAN iv
LEMBAR PENGESAHAN v
RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR BAGAN xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Pertanyaan Penelitian 7
1.4 Tujuan Penelitian 8
1.4.1 Tujuan Umum 8
1.4.2 Tujuan Khusus 8
1.5 Manfaat Penelitian 9
1.5.1 Bagi Institusi 9
1.5.2 Bagi Pekerja 9
1.5.3 Bagi Perusahaan 9
1.6 Ruang Lingkup Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSAKA 11
2.1 Definisi stres 11
2.1.1 Definisi Stres Kerja 12
2.1.2 Pendekatan-pendekatan dalam mempelajari stres 14
2.1.3 Tahapan Stres 16
x
2.1.4 Indikator Stres Kerja 19
2.1.5 Dampak Stres Kerja 20
2.2 Faktor Penyebab Stres 22
2.2.1 Individual Arena 22
2.2.2 Work Arena 27
2.3 Pengukuran Stres 49
2.4 Pencegahan dan Pengendalian Stres 54
2.5 Kontraktor 57
2.6 Kerangka Teori 59
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
3.1 Kerangka Konsep 61
3.2 Definisi Operasional 64
3.3 Hipotesis Penelitian 67
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 68
4.1 Desain Penelitian 68
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 68
4.3 Populasi dan Sampel 68
4.4 Sumber dan Jenis Data 71
4.4.1 Data Primer 71
4.4.2 Data Sekunder 71
4.5 Instrumen Penelitian 71
4.6 Teknik Pengumpulan Data 77
4.7 Manajemen Data 78
4.8 Analisis Data 80
4.8.1 Analisis Univariat 80
4.8.2 Analisis Bivariat 80
4.8.3 Analisis Multivariat 81
BAB V HASIL PENELITIAN 83
5.1 Gambaran Umum Perusahaan 83
xi
5.1.1 Visi dan Misi Perusahaan 83
5.1.2 Gambaran umum proyek offshore pipeline and mooring
tower Proyek Banyu Urip, Serang-Banten 84
5.2 Analisis Univariat 89
5.3 Analisis Bivariat 94
5.4 Analisis Multivariat 103
5.4.1 Pemilihan Variabel Kandidat Analisis Multivariat 103
5.4.2 Pembuatan Model Faktor Penentu Variabel yang Paling
Berpengaruh 104
BAB VI PEMBAHASAN 107
6.1 Keterbatasan Penelitian 107
6.2 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja pembuatan offshore
pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip 107
6.3 Usia 111
6.4 Masa Kerja 113
6.5 Pendidikan 115
6.6 Status Perkawinan 117
6.7 Rutinitas 118
6.8 Hubungan Interpersonal 120
6.9 Kebisingan 123
6.10 Tekanan Panas 125
BAB VII PENUTUP 128
7.1 Kesimpulan 128
7.2 Saran 129
7.2.1 Bagi Perusahaan 129
7.2.2 Bagi Pekerja 130
7.2.3 Bagi Peneliti Lain 130
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
2.1 Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung
31
2.2 NAB Kebisingan 36
2.3 NAB Tekanan Panas
41
2.4 NAB Intensitas Cahaya 45
2.5 Indikator Stres Kerja 52
3.1 Definisi Operasional 64
4.1 Hasil Perhitungan Sampel Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu 69
4.2 Hasil Uji Validitas 73
5.1 Distribusi frekuensi stres kerja pada pekerja Pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
89
5.2 Distribusi frekuensi usia dan masa kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
90
5.3 Distribusi frekuensi pendidikan dan status perkawinan pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
91
5.4 Distribusi frekuensi rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
92
xiii
5.5 Hubungan antara usia dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
95
5.6 Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
96
5.7 Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
97
5.8 Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
98
5.9 Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
99
5.10 Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
100
5.11 Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
101
5.12 Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
102
5.13 Hasil Analisis Bivariat Antara Individual Arena dan Work Arena dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT.
104
xiv
Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
5.14 Hasil analisis multivariat regresi logistik berganda antara usia, masa kerja, rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
105
5.15 Hasil analisis multivariat antara usia dan kebisingan dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri Tahun 2013.
105
xv
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori 60
3.1 Kerangka Konsep 63
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin
Lampiran 2 kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Denah Site Bakrie
Lampiran 4 Output SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era globalisasi saat ini, persaingan antara perusahaan baik di dalam
maupun luar negeri semakin ketat dan keras.Disamping itu juga terjadi perubahan-
perubahan yang sangat cepat dari berbagai masalah yang sangat kompleks
(Tarwaka, 2013).Saat ini,setiap perusahaan dituntut untuk tetap mempertahankan
efektivitasnya, hal ini ditujukan agar perusahaan dapat terus bertahan dan bersaing
dengan perusahaan lainnya.Salah satu indikator dari keefektivitasan suatu
perusahaan adalah produktivitas para pekerjanya.Oleh Karena itu, produktivitas
pekerja sangat perlu untuk mendapatkan perhatian khusus dari pihak
perusahaan.Namun berdasarkan hasil statistik di Amerika Serikat menunjukkan
bahwa 40% pekerja merasa pekerjaannya sangat menekan.Bahkan di tengah lautan
stres seperti saat ini, 25% pekerja di Amerika Serikat menganggap pekerjaan adalah
hal yang paling menekan dalam kehidupan mereka (Rini, 2008).
Modernisasi membuat orang semakin rajin bekerja.Namun, ternyata tidak
semuanya merasa senang.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi
Health and Safety Executive pada tahun 2004-2005 didapatkan bahwa dari 5 juta
penduduk United Kingdom (UK) merasakan stres akibat pekerjaannya dan total
12,8 juta pekerja setiap harinya mengalami stres dan depresi yang disebabkan oleh
pekerjaannya (National Safety Council, 2004).
2
Menurut Hans Selye (1976)dalam (Munandar, 2008) stres didefinisikan
sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan
padanya. Dengan kata lain, stres dapat digunakan untuk menunjukkan suatu
perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikologis atau faktor
fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut. Stres merupakan pengalaman bersifat
internal yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis dalam diri
seseorang akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain.
Menurut Anoraga (2001) Stres kerja merupakan suatu bentuk tanggapan
seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan pada lingkungannya
yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.Dalam suatu
organisasi masalah stres kerja menjadi gejala yang penting untuk diamati sejak
mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan karena stres kerja dapat
menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja.
Menurut Hawari (2001) stres kerja ditandai dengan adanya Keluhan.Keluhan
yang dialami, dibedakan menjadi tiga yaitu fisiologis, psikologis dan
perilaku.keluhanfisiologis seperti sakit kepala/ pusing, sakit punggung, gangguan
seksual, asma /sesak nafas, gugup, nafsu makan hilang, badan terasa lemah,
letih/lesu. Sedangkan keluhan psikologis seperti mudah marah, mudah tersinggung,
perasaan tertekan, merasa cemas/gelisah, mudah putus asa.Dan keluhan perilaku
seperti kurang konsentrasi,cepat merasa lupa, menunda-nunda pekerjaan, serta dapat
melampiaskannya dengan kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol secara
berlebih.kondisi ini biasa disebut dengan stres (Munandar, 2008).
3
Dampak dari stres di tempat kerja memiliki konsekuensi serius tidak hanya
bagi individu tetapi juga untuk produktivitas perusahaan.Kinerja karyawan, tingkat
penyakit, absensi yang tinggi, kecelakaan dan turnover karyawan semuanya
dipengaruhi oleh status kesehatan mental karyawan (ILO, 2000 dalam Munandar,
2008).Kini diyakini bahwa 80% penyakit dan kesakitan dipicu dan diperburuk oleh
stres (National Safety Council, 2004).
Telah banyak penelitian di Indonesia yang membahas mengenai stres kerja.
Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Adas (2006) yang mengatakan
bahwa dari 108 pekerja yang diteliti 22 % mengalami stres kerja ringan dan 77,1 %
mengalami stres kerja berat. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh Airmayanti (2010) yaitu dari 108 orang yang diteliti didapatkan
bahwa sebesar 44,4 % pekerja mengalami stres berat dan sebesar 55,6 % pekerja
mengalami stres kerja ringan.
Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
berhubungan dengan stres kerja pada pekerja.Airmayanti (2010) menyatakan bahwa
rutinitas merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya stres pada pekerja bagian
produksi PT ISM Bogasari Flour Mills tahun 2009.Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan Vinallia (2011) yang mengatakan bahwa berdasarkan
hasil uji statistik yang dilakukan untuk melihat hubungan antara rutinitas dengan
stres kerja didapatkan hubungan yang signifikan antara rutinitas dengan stres kerja.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa stres dapat terjadi ditempat
kerja, tak kecuali PT. Rekayasa Industri yang merupakan salah satu sektor industri
yang bergerak dalam bidang teknik, konstruksi pengadaan, dan uji-coba operasi
4
(EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia. Saat ini PT. Rekayasa
Industri sedang menjalankan proyek yang diberi nama Banyu Urip. Banyu Urip
merupakan suatu proyek yang direncanakan untuk mengembangkan dan
menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam.Proyek ini berlokasi di Pulau
Jawa diantara Kota Cepu dan Kota Bojonegoro. Proyek ini dibagi menjadi lima
teknik yaitu : EPC1 Central Processing Facilities (CPF), EPC2 Onshore Export
Pipeline, EPC3 Offshore pipeline dan Mooring Tower, EPC4 FSO konversi tanker
dan EPC5 Infrastruktur. Penelitian ini lebih memfokuskan pada kegiatan proyek
EPC3, yaitu proyek pembuatan offshore pipeline and mooring tower untuk ekspor
minyak yang dihasilkan ke floating storage and offloading (FSO).
Di proyek EPC3 ditemukan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan stres
kerja pada pekerja, seperti lingkungan fisik yaitu kebisingan dan tekanan panas.Dari
hasil pengukuran area kerja proyek ini memiliki tingkat kebisingan berkisar antara
75 dB-95 dBdan suhu lingkungan yang tinggi berkisar antara 38-39°C.Menurut
Ivancevich dan Matteson (1980) dalam Munandar (2008) mengatakan bahwa bising
yang berlebih (85dB) yang berulangkali didengar, dalam jangka waktu yang lama
dapat menimbulkan stres yang berkaitan dengan emosi. Dan menurut Keputusan
Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 tentang kondisi lingkungan kerja
yang sesuai dengan persyaratan kesehatan, suhu kerja industri yang cocok berkisar
antara 21-30°C.
Proyek EPC3 pun ditargetkan rampung dalam waktu satu tahun, dimana pada
setiap kegiatan yang pekerja jalankan tentunya memiliki tanggung jawab dan beban
kerja yang berbeda-beda, karena tuntutan kerja dan kapasitas pekerja pun berbeda-
5
beda dan hampir seluruh pekerja merasakan bahwa rutinitas pekerjaannya monoton
ketidaknyaman dalam melakukan pekerjaan merupakan tanda-tanda penyebab stres
kerja (Tarwaka, 2013).
Menurut NIOSH (1999) stres kerja memiliki risiko untuk menyebabkan
terjadinya kecelakaan ditempat kerja, begitu pula menurut Anoraga (2001) bahwa
stres kerja dapat menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja. PT. Rekayasa Industri
memiliki datakecelakaan yang tinggi karena berdasarkan hasil statistik yang
diperoleh pada periode Februari - Maret 2013 telah terjadi unsafe act dan unsafe
condition sebanyak 460 kejadian, Nearmiss sebanyak 1 kejadian, first aid case
sebanyak 10 kejadian dan 2 damage Property. Dan berdasarkan studi pendahuluan
telah dilakukan dari 30 orang responden didapatkan 21 orang mengalami stres,
Oleh karena itu, besar kemungkinan stres kerja pada pekerja proyek
dipengaruhi oleh karakteriktik pekerja dan kondisi lingkungan pekerjaan (NIOSH,
1999). Sehingga penelitian ini ingin membuktikan bahwa karakteristik pekerja dan
kondisi lingkungan pekerjaan dapat mempengaruhi pekerja terhadap stres
kerja.Sehingga dapat dilakukan upaya dalam menanggapi danmengatasi stres kerja
tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Pekerjaan sebagai pekerja proyek memiliki peluang untuk mengalami stres
kerja baik secara fisiologis, psikologis maupun perilaku.Karena pekerjaan ini,
memiliki target waktu pelaksanaan, sehingga pekerja selalu dituntut untuk
menyelesaikan pekerjaan secara optimal dan tepat waktu. Dilain pihak, pekerja
tentunya memiliki atasan dan rekan kerja dimana bila hubungan yang terjalin tidak
6
baik, akan menggangu pikiran pekerja semakin lama semakin buruk dan dapat
menyebabkan pekerja tidak nyaman. Ditambah lagi dengan kondisi area workshop
yang bising dan memiliki temperatur suhu yang tinggi sehingga tidak menutup
kemungkinan pekerja tentunya akan merasa lelah yang mengakibatkan pekerjaan
tidak berjalan optimal dan konsentrasi pekerja menurun sehingga dapat
menyebabkan stres. Stres sendiri dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
PT. Rekayasa Industri merupakan salah satu sektor industri yang bergerak
dalam bidang teknik, konstruksi pengadaan, dan uji-coba operasi (EPCC) untuk
pabrik-pabrik industri besar di Indonesia.Saat ini, sedang menjalankan proyek banyu
urip.Banyu urip merupakan suatu proyek yang direncanakan untuk mengembangkan
dan menghasilkan cadangan minyak mentah dan gas alam.Proyek ini ditargetkan
rampung dalam waktu satu tahun.
Menurut hasil studi pendahuluan yang pernah dilakukan dengan
menggunakan kuesioner life even scale pada 30 pekerjaproyek banyu urip pada
bulan April 2013 didapatkan sebanyak 70% pekerja mengalami stres kerja.
Berdasarkan fakta dan keadaan tersebut, peneliti inginmelakukan penelitian tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerjapada pekerja pembuatan offshore
pipeline and mooring tower proyek banyu urip di PT Rekayasa industri tahun 2013.
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And
Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-
Banten tahun 2013?
2. Bagaimana gambaran faktor- faktor individual arena (usia, masa kerja,
pendidikan, status perkawinan) pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And
Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-
Banten tahun 2013?
3. Bagaimana gambaranfaktor-faktor work Arena (rutinitas, hubungan
interpersonal, kebisingan, tekanan panas) pada pekerja pembuatan Offshore
Pipeline And Mooring Tower (EPC3) Proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa
Industri, Serang-Banten tahun 2013?
4. Apakah ada hubungan antara faktor- faktor individual dengan kejadian stres
kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3)
proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
5. Apakah ada hubungan antara faktor-faktor work arenadengan kejadian stres
kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower (EPC3)
proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
6. Apakahfaktor yang paling mempengaruhi stres kerja pada pekerja pembuatan
Offshore Pipeline And Mooring Tower proyek Banyu Urip (EPC3) di
PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
8
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara individual arena dan work arena dengan
stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower
proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui gambaran stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore
Pipeline And Mooring Tower proyek Banyu Urip(EPC3)di PT.
Rekayasa Industri, Serang-Bantentahun 2013
2. Diketahui gambaran faktor- faktor Individual Arena (usia, masa kerja,
pendidikan, status Perkawinan) pada pekerja pembuatan Offshore
Pipeline And Mooring Tower (EPC3) proyek Banyu Urip di
PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
3. Diketahui gambaran faktor-faktor work arena (rutinitas, hubungan
interpersonal, kebisingan, tekanan panas) pada pekerja pembuatan
Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)proyek Banyu Urip di
PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
4. Diketahui hubungan antara faktor- faktor individual arena(usia, masa
kerja, pendidikan, status perkawinan)dengan kejadian stres kerja pada
pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)
proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun
2013?
9
5. Diketahui hubungan antara faktor-faktor work arena(rutinitas,
hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas) dengan kejadian
stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And Mooring
Tower(EPC3)proyek Banyu Urip di PT.Rekayasa Industri, Serang-
Banten tahun 2013?
6. Diketahui faktor yang paling mempengaruhi stres kerja pada pekerja
pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower(EPC3)proyek
Banyu Urip PT.Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013?
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan referensi terkait stres kerja
khususnya stres kerja pada pekerja untuk angkatan selanjutnya yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bacaan.
1.5.2 Bagi Pekerja
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan serta
pemahaman terhadap stres kerja yang disebabkan oleh berbagai macam
faktor terutama yang terdapat di dalam lingkungan pekerjaan. Sehingga
pekerja dapat mengatasi secara dini agar produktivitas para pekerja tidak
menurun.
1.5.3 Bagi Perusahaan
Sebagai masukan pada perusahaan tempat penelitian tentang faktor
lingkungan kerja yang berhubungan dengan stres kerjaagar dapat
dikendalikan secara dini.
10
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini membahas mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
stres kerja pada pekerja proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-
Banten, dilaksanakan pada tahun 2013 oleh mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta peminatan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) tahun 2009.Penelitian ini
menggunakan desain studi cross sectional dan pengambilan sampel menggunakan
simple random sampling. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan
pengukuran menggunakan sound level meter untuk kebisingan, heat stres Monitor
untuk tekanan panas danlux meter untuk pencahayaan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka berikut akan dijelaskan terkait teori-teori yang
berhubungan dengan stres kerja, seperti definisi stres, definisi stres kerja, Tahapan
Stres, Indikator Stres Kerja, Dampak Stres Kerja, Faktor-Faktor Penyebab Stres
Kerja, yaitu Individual Arena (Usia, Masa Kerja, Pendidikan, Status Perkawinan ),
Work Arena (Rutinitas, Jam Kerja, Beban Kerja, Shift Kerja, Konsumsi Alkohol,
Kebisingan, Tekanan Panas, Pencahayaan, Getaran ), Home Arena (masalah
keuangan dan konflik pekerjaan-keuangan) dan Social Arena (Peranan Dalam
Organisasi, Pengembangan Karir, Hubungan Interpersonal Dalam Pekerjaan, Struktur
Dan Iklim Organisasi). Cara Pengukuran Stres, Pencegahan Dan Pengendalian Stres,
dan Definisi Kontraktor.
2.1 Stres
Stres dapat terjadi pada setiap individu/manusia dan pada setiap waktu,
karena stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat
dihindarkan (Munandar, 2008). Manusia akan cenderung mengalami stres
apabila ia kurang mampu menyesuaikan antara keinginan dengan kenyataan yang
ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun diluar dirinya. Segala macam
bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian manusia akan
keterbatasan dirinya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasannya
12
inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang
merupakan tipe-tipe dasar stres (Anoraga, 2005).
Munandar (2008) mengungkapkan bahwa konsep stres pertama kali
dikenalkan oleh Dr. Hans Selye pada tahun 1936 yang memformulasikan stres
sebagai reaksi tubuh non-spesifik pada setiap tuntutannya. Tuntutan tersebut
adalah keharusan untuk menyesuaikan diri dan karenanya keseimbangan tubuh
terganggu.
Menurut Hans Selye jenis stres dibagi menjadi dua, yaitu eustres dan
distress. Eustres merupakan stres yang bersifat positif, stres ini memacu dan
mendorong individu untuk memenuhi ambisi-ambisinya, karena sebagian orang
akan tergerak dengan adanya dorongan atau rangsangan. Distres merupakan stres
yang bersifat negative, awalnya stres ini merupakan sebuah tantangan namun
bergerak berlawanan arah menjadi ancaman, sehingga menghilangkan
kemampuan individu dalam memelihara dan mempertahankan diri terhadap
stimulus atau rangsangan yang datang dan bahkan hal tersebut dapat
menyebabkan kematian (Munandar, 2008)
2.1.1 Definisi Stres Kerja
Menurut Han Selye (1976) dalam Munandar (2008) menyatakan
bahwa stres adalah respons tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan beban. Misalnya seseorang mengalami beban pekerjaan
13
yang berlebihan. Bila ia mampu untuk mengatasinya maka tidak ada
gangguan pada fungsi organ tubuhnya artinya ia tidak mengalami stres.
Sebaliknya, bila tenyata terdapat gangguan pada satu atau lebih organ
tubuh sehingga yang bersangkutan tidak dapat menjalankan pekerjaannya
dengan baik artinya ia mengalami stres. (Hawari, 2001).
Menurut Anoraga (2001) stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan
seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di
lingkungannya yang menekan dan dirasakan mengganggu serta
mengakibatkan dirinya terancam dalam menghadapi pekerjaannya.
Pernyataan ini sesuai dengan NIOSH (1999) mendefiniskan stres kerja
adalah respon emosional dan fisik yang bersifat menggangu atau
merugikan yang terjadi pada saat tuntutan tugas tidak sesuai dengan
kapabilitas, sumber daya atau keinginan pekerja.
Begitu pula dengan Robbins (2003), menyatakan bahwa stres kerja
adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan-
perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau
peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik
berlebihan kepada seseorang.
14
2.1.2 Pendekatan-pendekatan dalam mempelajari Stres
Pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam mempelajari stress
(cox dan Ferguson, 1991 dalam Urianti 2000), yaitu:
1. Pendekatan Kerekayasaan
Dasar dari pendekatan ini adalah stimulus. Stress digambarkan
sebagai cirri-ciri stimulus lingkungan yang dikenal, diketahui dan
dapat merusak. Dilingkungan terdapat kondisi-kondisi, peristiwa-
peristiwa yang menyebabkan ketegangan. Stress eksternal
menimbulkan reaksi stress pada seseorang. Contohnya kepada
penerbang, yang menjadi stress adalah tugas terbang (kondisi
eksternal). Jadi titik berat dari pendekatan ini adalah tugas eksternal
dan bukan apa yang terjadi pada diri seseorang.
2. Pendekatan Medik-Fisiologik
Pendekatan medic-fisioligik merumuskan stress sebagai suatu
respon umum dan non-spesifik terdapat tuntutan fisikk ataupun
emosional, baik dari lingkungan (eksternal) maupun dari dalam diri
seseorang (internal). Respon otomatis ini berupa serangkaian respon
fisiologik yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum (Selyem
1976). Bila terdapat tuntutan atau ancaman, maka pertama-tama
adalah reaksi alarm. Reaksi ini ditandai dengan adanya perubaha-
perubahan dalam tubuh, antara lain meningkatnya hormone coticol,
15
ketegangan, meningkatnya emosi. Pada tahap kedua, reaksi alarm
diikuti dengan perlawanan melalui mekanisme pertahanan diri.
Pada tahat ini, strategi pertahanan stress meninggi dan usha
fisiologik untuk mengatasi stress akan mencapai kapasitas penuh.
Jika stress berkepanjanga maka ia akan ke tahap ketiga yaitu
keletihan. Pada tahap ini, individu menguras seluruh tenaganya ,
sehingga bisa mengganggu aktivitas dan jatuh sakit. Terlihat bahwa
titik berat pada pendekatan ini adalah adanya respons-respons dan
aktivitas fisiologik pada individu.
3. Pendekatan Psikologik
Penjelasan dari kedua pendekatan di atas adalah penjelasan yang
bersifat umum dan kurang dapat menerangkan perbedaan individual
sewaktu mengalami stres. Suatu kejadian dapat meyebabkan stres
pada seseorang tetapi kejadian yang sama tidak menimbulkan stres
pada orang lain. Pendekatan ini mencoba mengatasi kekurangan
dari kedua pendekatan di atas. Bagaimana seseorang
mempersepsikan suatu peristiwa atau suatu kondisi berperan dalam
menentukan stres. Pendekatan ini dikenal sebagai “Appraisal
Model”. Pada pendekatan cara ini, merumuskan stress sebagai suatu
keadaan psikologik yang merupakan representasi dari transaksi khas
dan problematik antara seseorang dan lingkungannya. Jadi stres
merupakan suatu keadaan yang timbul bila seseorang berinteraksi
16
dan bertransaksi dengan situasi yang dihadapinya dengan cara
tertentu. Bila seseorang menilai ada perbedaan antara tuntutan
dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutannya itu, atau
dengan kata lain bila ia mempertanyakan apakah ia akan mampu
mengatasi atau beradaptasi, maka akan timbul stres yang kemudian
diikuti reaksi stres.
2.1.3 Tahapan Stres
Gejala stres awalnya seringkali tidak disadari karena stres timbul
secara lambat. Dan baru dirasakan jika tahapan gejala sudah lanjut dan
menggangu fungsi kehidupan sehari-hari. Dr. Robert J. Van Amberg
(Hawari, 2001 ) membagi tingkatan-tingkatan stress sebagai berikut :
a. Stres Tingkat 1
Pada tingkat ini, merupakan tingkat stress yang paling
ringan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan yang
memiliki semangat yang besar, memiliki penglihatan yang tajam
tidak seperti biasanya, gugup secara berlebihan, merasa mampu
menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, merasa senang
dengan pekerjaan tersebut namun tanpa disadari bahwa
sebenarnya cadangan energinya sudah menipis.
17
b. Stres Tingkat 2
Pada tingkat ini, dampak stres yang menyenangkan pada
tingkat pertama mulai menghilang dan mulai timbul keluhan-
keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi
cukup untuk sepanjang hari. Keluhan-keluhan tersebut seperti
merasa letih saat bangun pagi, terasa lelah sesudah makan siang,
merasa lelah sepanjang hari, lambung atau perut merasa tidak
nyaman, jantung berdebar-debar, dan tersa tegang yang tak biasa
pada otot punggung dan tengkuk.
c. Stres Tingkat 3
Pada tingkat ini, keluhan-keluhan terasa mengganggu dan
terlihat lebih nyata. Seperti, gangguan pada pencernaan ,
ketegangan otot semakin terasa, perasaan cenderung tidak tenang
dan emosi semakin meningkat, badan terasa lesu seperti ingin
pingsan dan gangguan pola tidur (sulit tidur, terbangun tengah
malam dan sulit untuk tidur kembali). Pada tingkatan ini
penderita sudah dapat berkonsultasi kepada dokter untuk
menjalani terapi agar beban stress dapat berkurang.
d. Stres Tingkat 4
Pada tingkat ini, gejala stress sudah semakin buruk
ditandai dengan kehilangan kemampuan dalam menanggapi
situasi, sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari, sulit untuk
18
bertahan sepanjang hari, gangguan tidur semakin parah serta
sering mengalami mimpi buruk dan terbangun dimalam hari,
kemampuan konsentrasi menurun dan selalu perpikiran negative
serta takut yang tidak dapat dijelaskan.
e. Stres Tingkat 5
Pada tingkat ini, stress sudah lebih buruk lagi ditandai
dengan keletihan yang mendalam (phsycal and psychological
exhaustion), terasa kurang mampu untuk melakukan pekerjaan
yang sederhana, gangguan sistem pencernaan (maag dan
gangguan pada usus) lebih sering, sulit buang air besar dan
sebaliknya feses encer dan sering mengalami perasaan takut
(panik).
f. Stres Tingkat 6
Pada tingkat ini disebut sebagai keadaan gawat darurat.
Tidak jarang penderita dirawat diruang Intensive Care Unit
(ICU). Gejala-gejala yang terlihat semakin nyata dan mengerikan
seperti debaran jantung terasa sangat kuat/keras (zat adrenalin
meningkat), badan gemetar, keringat bercucuran, tubuh dingin,
tidak memiliki tenaga untuk melakukan hal-hal kecil dan sering
pingsan atau collaps.
19
2.1.4 Indikator Stres Kerja
Menurut Weiss DH Terdapat empat kelompok gejala stres yaitu
gejala fisik, gejala emosional, gejala intelektual dan gejala interpersonal
(Nawawinetu dan Adriyani, 2007).
1. Gejala Fisik antara lain meliputi sakit kepala, sakit
punggung, terutama di bagian bawah, gangguan pencenaan, gatal di
kulit, urat tegang terutama di leher dan bahu, bisulan, tekanan darah
tinggi, serangan jantung, keringat berlebihan, berubah selera makan,
lelah atau kehilangan energi, sering melakukan kesalahan dalam
kerja atau hidup.
2. Gejala emosional antara lain berupa rasa gelisah atau cemas,
mudah panas dan marah, gugup, rasa harga diri menurun atau
merasa tidak aman, terlalu peka dan mudah tersinggung, mudah
menyerang orang, dan bermusuhan.
3. Gejala intelektual meliputi sulit berkonsentrasi atau
memusatkan pikiran, sulit membuat keputusan, mudah lupa, pikiran
kacau, daya ingat menurun, melamun berlebihan, pikiran dipenuhi
satu hal saja, kehilangan rasa humor yang sehat, prestasi dan
produktivitas kerja menurun, mutu kerja rendah, banyak melakukan
kesalahan dalam bekerja.
4. Gejala interpersonal berupa kehilangan kepercayaan pada
orang lain, mudah mempersalahkan orang lain, mudah
20
membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari
kesalahan orang lain atau menyerang orang dengan kata-kata,
mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri,
“mendiamkan” orang lain.
2.1.5 Dampak Stres Kerja
Umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri pekerja dan
organisasi. Konsekuensi tersebut dapat berupa kecemasan yang berlebih,
frustasi hingga menurunnya gairah untuk bekerja. Konsekuensi pada
pekerja tidak hanya berhubungan dengan aktifitas kerja saja namun dapat
meluas pada aktivitas diluar pekerjaan. Seperti sulit tidur, konsentrasi
menurun, selera makan berkurang (Wantoro, 1999).
Konsekuensi bagi organisasi secara tidak langsung yaitu
meningkatnya absensi, menurunnya tingkat produktifitas dan secara
psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi hingga turnover. (Robbins, 1998).
Handoyo (2001) menyebutkan terdapat empat jenis konsekuensi
yang ditimbulkan stres, yaitu :
1. Dampak perilaku : peningkatan konsumsi alcohol dan merokok,
penyalahgunaan obat-obatan, tidak nafsu makan atau nafsu
makan berlebihan.
21
2. Dampak Psikologis : sikap lebih agresif, sering merasa gelisah,
bosan, depresi, lelah, kecewa, mudah marah, harga diri yang
rendah.
3. Dampak Fisiologis : gangguan pada kesehatan fisik berupa
penyakit yang sudah diderita sebelumnya maupun sebagai
pemicu timbulnya penyakit baru.
4. Dampak Kognitif : ketidakmampuan mengambil keputusan,
menurunkan daya konsentrasi dan peka terhadap ancaman.
Sedangkan menurut Lubis (2006) stres kerja dapat mengakibatkan
hal sebagai berikut :
1. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres seperti penayakit jantung
koroner, hipertensi, asma, gangguan menstruasi, tukak lambung, dan
lain-lain.
2. Kecelakaan kerja terutama pekerjaan dengan risiko yang tinggi,
3. Lesu kerja, pegawai tidak termotivasi,
4. Absensi kerja,
5. Gangguan jiwa, mulai dari gangguan ringan seperti mudah gugup,
tegang, marah-marah, apatis, dan kurang konsentrasi sampai
gangguan berat seperti depresi dan cemas yang berlebihan.
22
2.2 Faktor Penyebab Stres
Banyak faktor yang dapat menimbulkan terjadinya stres kerja pada pekerja.
Menurut Cooper dan Davidson (1987) secara garis besar faktor-faktor pemicu
stress dibagi menjadi beberapa arena, antara lain :
1. Individual arena, yaitu karakteristik yang melekat pada individu.
2. Work arena, yaitu stressor yang bersumber dari situasi dan kondisi yang
berhubungan dengan pekerjaan.
3. Home arena, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan rumah.
4. Social arena, yaitu stressor yang bersumber dari kehidupan bermasyarakat
atau diluar rumah dan pekerjaan.
Faktor-faktor tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi sehingga
menghasilkan suatu gejala-gejala dalam ruang lingkup manifestasi stres.
2.2.1 Individual Arena
Individual arena adalah karakteristik yang melekat pada individu
itu sendiri, antara lain:
a. Usia
Istilah usia diartikan dengan lamanya keberadaan seseorang
diukur dalam satuan waktu di pandang dari segi kronologik, individu
normal yang memperlihatkan derajat perkembangan anatomis dan
23
fisiologik sama (Nuswantari, 1998). Sedangkan, menurut Hoetomo
(2005) Usia adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan.
Menurut Cooper usia merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi stres kerja (Munandar, 2008). Ada beberapa jenis
pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan usia, terutama yang
berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Ada keyakinan
yang menyatakan bahwa produktivitas dapat menurun dengan semakin
tuanya seseorang. Namun, terdapat bukti yang berlawanan dengan
keyakinan dan asumsi tersebut. Suatu tinjauan ulang menyeluruh
menemukan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan kinerjanya
(Robbins, 1998).
Menurut Hidayat (2013) dalam penelitiannya menyatakan bahwa,
dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,008. Nilai P value
ini lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat dikatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja. Adanya
hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja termasuk
faktor yang mempengaruhi stres kerja dapat disebabkan oleh faktor
usia yang lebih muda biasanya disebabkan karena mereka biasanya
belum memiliki pengalaman dan pemahaman yang banyak dalam
bekerja, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu usia menjadi pemicu
terjadinya stres (Suprapto, 2008).
24
b. Masa kerja
Masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja berkaitan
dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja ≥ 5 tahun
biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada
pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan
tersebut dapat menyebabkan stres dalam bekerja (Munandar, 2008).
Menurut Munandar (2008), masa kerja baik sebentar maupun lama
dapat menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya
beban kerja yang besar. Sedangkan, menurut Wantoro (1999)
mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja yang lama, lebih
memiliki pengalaman yang luas, kematangan dalam berfikir dan
bertindak, sehingga dapat bersikap lebih bijaksana karena telah
memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Dengan demikian mereka
memiliki kemampuan untuk lebih mengatasi segala situasi dalam
pekerjaannya, lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-
perubahan disekitarnya dan adanya kesempatan untuk pengembangan
kemampuan dan keterampilan. Sehingga dapat terhindar dari stres.
Akan tetapi menurut Herawati (2006), masa kerja yang lama akan
membuat jenuh dan akhirnya dapat menimbulkan stres.
25
Menurut penelitian Gautama (2008) berdasarkan uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan
stres kerja dengan Pvalue= 0,000. Namun, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Diah (2006) berdasarkan uji statistik menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres
kerja dengan Pvalue= 0,795.
b. Pendidikan
Menurut Shostak dalam La Dou (1994) yang dikutip dari
Yunus (2011) menyatakan seseorang dengan keahlian yang kurang
dalam suatu bidang pekerjaan menyebabkan rendah diri pada pekerja.
Sedangkan menurut Anderson (dalam Yunus, 2004) menyatakan
bahwa karyawan baru yang memiliki harapan tinggi dengan latar
belakang pendidikan yang tidak menunjang pekerjaan akan sering
mengalami stres kerja.
Maslach (1982) dalam Murtiningrum (2005) menyatakan
bahwa seseorang yang berlatar belakang pendidikan rendah cenderung
rentan terhadap stress jika dibandingkan dengan mereka yang
berpendidikan tinggi. Seseorang yang berpendidikan rendah memiliki
harapan atau aspirasi yang tinggi sehingga ketika dihadapkan pada
realitas, bahwa terdapat kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan,
maka muncullah kegelisahan dan kekecewaan yang dapat
26
menimbulkan stres. Sebaliknya, bagi seseorang yang berpendidikan
tinggi, mereka cenderung mempunyai pandangan yang lebih realistis
ketika menjumpai banyak kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Menurut penelitian Lelyana (2003) berdasarkan uji statistik
diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan dengan stres kerja dengan Pvalue= 0,002. Namun, menurut
penelitian yang dilakukan oleh Gitalia (2009) berdasarkan hasil uji
statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan kejadian stress kerja dengan Pvalue=
0,585.
d. Status perkawinan
Belum banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa status
perkawinan berpengaruh terdapat produktivitas kerja. Menurut
Robbins (1998) menyatakan bahwa karyawan yang telah menikah
lebih kecil absensinya dan lebih puas dengan pekerjaannya daripada
pekerja yang belum menikah. Dan memiliki hubungan perkawinan
yang baik dapat membantu untuk mencegah atau mengurangi stres
kerja.
Sedangkan menurut Evayanti (2003) menyatakan bahwa
pekerja yang berstatus menikah, bila mempunyai masalah di rumah
kecenderungan untuk mendapatkan stres di tempat kerja akan lebih
27
besar. Sebaliknya bila rumah tangga dirasakan aman, nyaman, dan
menyenangkan maka masalah-masalah ditempat kerja dapat dihadapi
dengan lebih baik karena keadaan keluarga bisa menjadi penghambat,
mempercepat atau menjadi penangkal proses terjadinya stres.
Menurut European Commision for Employment and Social
Affair (1999), pekerja yang telah berpisah dengan pasangannya atau
yang menjadi single parent merupakan kelompok yang lebih rentan
mengalami stres karena dihadapkan pada masalah sosial dan
emosional dari lingkungan dan anggota keluarga. Menurut Munandar
(2004) bahwa isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan
keuangan, dan konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan di dalam
pekerjaan, semuanya dapat merupakan tekanan bagi pekerja sehingga
akan menyebabkan seseorang menjadi stres dalam pekerjaannya.
Menurut penelitian Gitalia (2009) berdasarkan uji statistik
didapatkan Pvalue = 0,031 hal ini menunjukan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja.
2.2.2 Work Arena
Work Arena adalah penyebab stres (stressor) yang bersumber dari
situasi dan kondisi yang berhubungan langsung dengan pekerja di
lingkungan kerja, antara lain :
28
a. Rutinitas
Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang
sehingga menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton
(Munandar, 2008). Pada pekerjaan yang sederhana dimana banyak
terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton.
Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau
sedikitnya tugas atau terlampau banyakanya tugas yang harus
dikerjakan. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja
gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugrahani (2008)
berdasarkan uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna
antara rutinitas pekerjaan dengan kejadian stres kerja dengan
Pvalue=0,001.
b. Jam Kerja
Jam kerja menentukan efisiensi dan produktivitas seseorang.
Umumnya seseorang dapat bekerja baik 6-8 jam sehari atau 40-50 jam
seminggu (Suma’mur, 1996). Berdasarkan standar yang dikeluarkan
Hiperkes bahwa rata-rata jam kerja sehari selama 8 jam. Sehingga
segala bentuk penambahan jam kerja diluar standar dapat
meningkatkan usaha adaptasi pekerja jumlah jam kerja yang banyak
merupakan sumber dari stres. Menurut, Hurrell dkk bahwa jam kerja
29
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja
(Munandar, 2008).
Penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan
usaha adaptasi pekerja, yang kemudian dapat meningkatkan ekskresi
katokholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin. Menurut
beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi kalau
tanpa kontrol jumlah jam kerja yang berlebihan ternyata tidak hanya
mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja, juga seringkali
meningkatkan kuantitas absen dengan alasan sakit atau kecelakaan
kerja (munandar, 2008).
Menurut hasil penelitian Noer (2004) diketahui bahwa 87,5%
responden yang bekerja >12 jam menunjukan gejala stres. Hal ini
diperkuat dengan hasil uji statistik dengan p value = 0,002 yang
artinya ada hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan stres
kerja.
c. Beban kerja
Menurut Every dan Giordano (1980) dalam Suprapto (2008)
beban kerja adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan jumlah
pekerjaan yang diterima oleh individu. Beban kerja yang
berhubungan dengan stres berkaitan erat dengan tenggat waktu dalam
menyelesaikan sebuah pekerjaan (deadline). Kategori beban kerja
30
yaitu kerja berlebihan kuantitatif dan kualitatif disemua taraf industri
dan wiraswasta.
Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit bekerja
berlebih atau terlalu sedikit “kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat
dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada
tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban
kerja berlebih atau terlalu sedikit “kualitatif”, yaitu jika orang merasa
tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak
menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja. Unsur
yang menimbulkan beban berlebih kuantitaif ialah desakan waktu,
yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin
secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu, dalam hal tertentu waktu
akhir (dead line) (Munandar, 2008).
Menurut penelitian Suprapto (2008) dari hasil uji statistik
didapatkan p value = 0,000 lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat
dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja
dengan stres kerja.
Dalam Permenakertrans No. PER.13/MEN/X/2011, diketahui
bahwa pengelompokan beban kerja dibagi menjadi tiga yaitu beban
kerja ringan, sedang dan berat. Penetapan beban kerja tersebut
dikaitkan dengan konsumsi energi atau jumlah kalori yang
dikeluarkan pekerja. Padahal derajat ketegangan fisik atau beban
31
kerja seseorang tidak seluruhnya bergantung pada pengeluaran kalori,
tapi dapat dilakukan dengan pengukuran denyut jantung,
metabolisme, respirasi dan suhu tubuh (Sastrowinoto, 1985).
Menurut Konz (1998) jika berada dalam keadaan yang stabil atau
tidak emosi, denyut jantung merupakan salah satu estimasi laju
metabolisme yang baik. Berikut disajikan kategori beban kerja
berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut jantung
(Christensen 1996 dalam Tarwaka dkk, 2004).
Tabel 2.1 Kategori beban kerja berdasarkan metabolisme, respirasi, suhu tubuh,
dan denyut jantung
H
(Cristensen, 1996) Encyclopedia of Occupational Health and Safety. ILO Ganeva)
d. Shift kerja
Shift kerja adalah semua pengaturan jam kerja, sebagai
pengganti atau sebagai tambahan kerja siang hari sebagaimana yang
biasa dilakukan. Definisi yang lebih operasional dari shift kerja
disebutkan sebagai pekerjaan yang secara permanen, atau pekerjaan
Kategori Beban
Kerja
Konsumsi Oksigen (l/min)
Ventilasi Paru
(l/min)
Suhu
Rektal
Denyut Jantung
(denyut/min) Ringan 0.5 - 1.0 11 – 20 37.5 75 – 100 Sedang 1.0 – 1.5 21 – 30 37.5 – 38.0 101 – 125 Berat 1.5 – 2.0 31 – 43 38.0 – 38.5 125 – 150 Sangat Berat 2.0 – 2.5 44 – 56 38.5 – 39.0 151 – 175 Sangat Berat Sekali
2.5 – 4.0 57 - 100 > 39 > 175
32
yang jam kerjanya tidak biasa atau pekerjaan yang jamnya berubah-
ubah dan juga tidak teratur (Kuswadji , 1997) .
Berdasarkan hasil dari penelitian terdahulu menunjukkan
bahwa shift kerja malam merupakan sumber utama dari stres bagi
para pekerja pabrik yang berpengaruh secara emosional dan
biologikal. Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang
kelelahan dan gangguan perut dari pada pekerja pagi dan siang dan
dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin
menyebabkan gangguan-gangguan pada perut (Munandar, 2008).
Dan menurut Kroemer & Grandjean (1997) pekerja wanita lebih
berisiko mengalami stres kerja daripada pekerja pria.
Dalam penelitian yang dilakukan Adas (2006) dari hasil uji
statistik didapatkan nilai p value = 0,000 yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara shift kerja dengan stres kerja. Sedangkan
menurut penelitian Vierdelina (2008) dari hasil uji statistik
didapatkan p value = 1,000 ≥ α (0,05) sehingga didapatkan tidak ada
hubungan yang bermakna antara shift kerja dengan stres kerja.
e. Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada otot
jantung dan sirosis serta hepatitis alkoholik dan meningkatkan
tekanan darah (Swarth, 2006). Dengan mengkonsumsi alkohol, detak
jantung akan meningkat, pelebaran pada pembuluh darah di lengan
33
dan kulit, serta menurunkan tekanan darah. Sedangkan jika
mengkonsumi alkohol secara rutin, maka akan menyebabkan
kesulitan bergerak, berbicara dan berkonsentrasi, kemudian akan
berlanjut pada kejadian kelelahan yang berkombinasi dengan keadaan
muak atau cepat bosan, sakit perut, pusing, meningkatnya sensitivitas
pada suara dan menjadi marah (Hanson dan Venturelli, 1995).
Konsumsi alkohol juga dapat mengganggu kualitas tidur seseorang,
yang kemudian jika kualitas tidur buruk akan menyebabkan
kelelahan yang dapat menimbulkan stres (NSW, 2008).
f. Kebisingan
Kondisi kerja mempunyai pengaruh terhadap faal dan
psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan
pembangkit stress (stresor). Suara bising selain dapat menimbulkan
gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran, dapat juga
menimbulkan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dan
kesiagaan serta ketidakseimbangan psikologis kita. Kondisi
demikian memudahkan timbulnya kecelakaan, misalnya tidak
mendengar suara-suara peringatan sehingga timbul kecelakaan
(Munandar, 2008).
Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki
manusia. Dikatakan tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang,
34
bunyi-bunyian tersebut akan dapat mengganggu ketenangan kerja,
merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi
bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan stres bahkan
kematian (Santa, 2011). Menurut Ivancevich dan Matteson (1980)
menyatakan bahwa bising yang berlebih (sekitar 85 dB) yang
berulang kali didengar, untuk jangka waktu yang lama dapat
menimbulkan stres. Namun, menurut Shofwati dan Satar (2009)
dalam bukunya Hygiene Industri mengatakan bahwa tingkat
kebisingan yang rendah bekisar antara 40-75 dB dapat pula
menyebabkan stres. Stres dapat berbentuk seperti kelelahan,
kegelisahan, depresi dan dampak psikologis dari bising yang berlebih
ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stres
yang lain, dan menurunkan motivasi kerja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Airmayanti (2010)
didapatkan p value = 0,005 lebih kecil dari α (0,05) sehingga dapat
dikatakan bahwa ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja.
Kebisingan dapat disebabkan oleh berbagai sumber. Sumber
bising dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
35
a. Bising interior,
Bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah
tangga atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan
oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga bising yang
ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung tersebut
seperti kipas angin, motor kompresor pendingin, pencuci
piring dan lain-lain.
b. Bising eksterior,
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi
darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi. Dalam
dunia industri jenis-jenis bising yang sering dijumpai antara
lain meliputi:
1. Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang
luas. Misalkan suara yang ditimbulkan oleh mesin
bubut, mesin frais, kipas angin, dan lain-lain.
2. Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang
sempit. Misalkan bising yang dihasilkan oleh suara
mesin gergaji, katup gas, dan lain-lain.
36
3. Bising terputus-putus (intermittent). Misal suara
lalu lintas, suara kapal terbang.
4. Bising impulsive seperti pukulan palu, tembakan
pistol, dan lain-lain.
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan menurut
Permenakertrans No 13 Tahun 2011 Waktu pemaparan
perhari Intensitas kebisingan
dalam dBA 8 Jam 85 4 Jam 88 2 Jam 91 1 Jam 94
30 Menit 97 15 Menit 100 7,5 Menit 103
3,75 Menit 106 1,88 Menit 109 0,94 Menit 112
Catatan : tidak boleh terpajan lebih dari 140 dB, walaupun sesaat.
a. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan di tempat kerja dapat dilakukan
dengan Sound Level Meter. Alat ini dapat mengukur kebisingan
diantara 30 – 130 dB dan dari frekuensi 20 – 20000 Hz (Suma’mur
2009). Selain itu, ntuk mengukur nilai ambang pendengaran dapat
menggunakan Audiometer. Sedangkan, untuk menilai tingkat
pajanan pekerja lebih tepat digunakan Noise Dose Meter karena
37
pekerja umumnya tidak menetap pada suatu tempat kerja selama ia
melakukan pekerjaan.
Cara melakukan pengukuran kebisingan dapat dilihat
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2009 tentang
metode pengukuran intensitas kebisingan di tempat kerja.
Pengukuran kebisingan pada dasarnya meliputi pengukuran
intensitas kebisingan, frekuensi dan dosis kebisingan.
Adapun cara pengukuran kebisingan dengan Sound Level
Meter sesuai SNI 7231 Tahun 2009 adalah sebagai berikut:
1) Hidupkan alat ukur intensitas kebisingan.
2) Periksa kondisi baterei, pastikan bahwa keadaan power
dalam kondisi baik.
3) Pastikan skala pembobotan.
4) Sesuaikan pembobotan waktu respon alat ukur dengan
karakteristik sumber bunyi yang diukur (S untuk sumber
bunyi relatif konstan atau F untuk sumber bunyi kejut).
5) Posisikan mikropon alat ukur setinggi posisi telinga manusia
yang ada di tempat kerja.
6) Hindari terjadinya refleksi bunyi dari tubuh atau penghalang
sumber bunyi.
38
7) Arahkan mikropon alat ukur dengan sumber bunyi sesuai
dengan karakteristik mikropon (mikropon tegak lurus
dengan sumber bunyi, 70o – 80o dari sumber bunyi).
8) Pilih tingkat tekanan bunyi (SPL) atau tingkat tekanan bunyi
sinambung setara (Leq) Sesuaikan dengan tujuan
pengukuran.
9) Catatlah hasil pengukuran intensitas kebisingan pada lembar
pengukuran.
g. Tekanan Panas
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1405 Tahun
2002 tentang kondisi lingkungan kerja yang sesuai dengan
persyaratan kesehatan, suhu ruangan yang cocok berkisar 21-30°C.
Suhu panas dan dingin, dapat menyebabkan pekerja mudah merasa
lelah disamping pengaruh kesehatan lainnya. Efek suhu di tempat
kerja baik di dalam maupun di luar ruangan harus memperhatikan
status kesehatan pekerja, kelembaban, kecepatan aliran udara, jenis
pakaian yang digunakan dan lama pemaparan. Karena jika keadaan
ini terjadi berlarut-larut dapat menyebabkan pekerja tidak mampu
bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja atau bila
terpaksa bekerja maka dapat mengakibatkan stres (Munandar,2004).
Menurut Achmadi (1990) tekanan panas yang berlebihan
merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan
39
dipertimbangkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan dapat
menyebabkan beban fisiologis seperti kerja jantung menjadi
bertambah.
Menurut penelitian Siswanti (2004) didapatkan hasil uji
statistik Pvalue sebesar 0,039 yang berarti ada hubungan yang
bermakna antara tekanan panas dengan stres kerja. Selain itu hasil
OR sebesar 3,82 hal ini berarti pekerja yang merasakan panas
memiliki kecenderungan untuk terkena stres 3 kali lebih besar
daripada pekerja yang tidak terkena panas.
a. Pengukuran Tekanan Panas
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. 13 tahun 2011 tentang nilai ambang batas
faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, pengukuran
panas dilingkungan kerja juga dapat diketahui dengan
menggunakan parameter ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola)
yang dimana ketentuan-ketentuannya memperhatikan hal-hal
berikut ini:
1) Suhu udara kering (dry bulb temperature): suhu yang
ditunjukkan oleh termometer suhu kering.
2) Suhu Basah Alami (natural wet bulb temperature): suhu
yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami.
Merupakan suhu penguapan air yang pada suhu yang
40
sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di
udara, suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.
3) Suhu Bola (globe temperature) : suhu yang ditunjukkan
oleh termometer bola. Suhu ini sebagai indikator tingkat
radiasi.
Pengukuran beberapa faktor lingkungan yang telah
disebutkan diatas dapat dilakukan secara bersamaan dengan
menggunakan alat ukur Thermal Environmental Monitor atau
yang biasa disebut dengan WBGT (Wet Bulb Globe
Temperature). WBGT memiliki 3 termometer yang masing-
masing berfungsi untuk mengkur suhu kering, suhu bola basah,
suhu radian atau suhu global.
Perhitungan hasil pengukuran panas lingkungan kerja
dapat dibedakan menjadi dua kelompok uaitu:
1) Indoor area, yaitu lingkungan yang tidak terpajan oleh
cahaya matahari secara langsung. ISBB untuk
pekerjaan tanpa panas radiasi adalah :
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,3 Suhu Bola
2) Outdoor area, yaitu lingkungan kerja yang terpajan
oleh cahaya matahari secara langsung. ISBB untuk
pekerjaan diluar ruangan dengan panas radiasi adalah :
41
ISBB = 0,7 Suhu Basah Alami + 0,2 Suhu Bola +
0,1 Suhu Kering
Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran tekanan
panas dengan WBGT dilaksanakan bersamaan dengan
perhitungan jumlah panas metabolik yang diterima pekerja
(beban kerja) sesuai dengan klasifikasi beban kerja menurut
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2011 dan
mengukur waktu kerja tenaga kerja setiap jam.
Tabel 2.3 Nilai Ambang Batas (NAB) Tekanan panas
Pengaturan waktu kerja setiap jam
ISBB (oC) Beban Kerja
Ringan Sedang Berat
75% - 100 % 31.0 28.0 - 50% - 75 % 31.0 29.0 27.5 25% - 50% 32.0 20.0 29.0 0 % - 25% 32.2 31.1 30.5
Adapun cara pengukuran takanan panas dengan WBGT
sesuai SNI 16-7061 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:
1) Prinsip
Alat diletakkan pada titik pengukuran sesuai dengan waktu
yang ditentukan, suhu basah alami, suhu kering dan suhu
bola dibaca pada alat ukur, dan indeks suhu basah dan bola
diperhitungkan dengan rumus.
42
2) Peralatan
Alat-alat yang dipakai harus telah dikalibrasi oleh
laboratorium yang terakreditasi untuk melakukan kalibrasi,
minimal 1 tahun sekali.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari:
a) Termometer suhu basah alami yang mempunyai
kisaran –50 C sampai dengan 500 C dan bergraduasi
maksimal 0,50 C
b) Termometer suhu kering yang mempunyai kisaran –
5oC sampai dengan 500 C dan bergraduasi maksimal
0,50 C
c) Termometer suhu bola yang mempunyai kisaran –
5oC sampai dengan 1000 C dan bergraduasi
maksimal 0,50 C
3) Prosedur kerja
Langkah-langkah prosedur kerja adalah sebagai berikut:
a) Rendam kain kasa putih pada termometer suhu basah
alami dengan air suling, jarak antara dasar lambung
termometer dan permukaan tempat air 1 inci.
Rangkaikan alat pada statif dan paparkan selama 30
menit - 60 menit.
43
b) Rangkaikan termometer suhu kering pada statif dan
paparkan selama 30 menit – 60 menit.
c) Pasangkan termometer suhu bola pada bola tembaga
warna hitam (diameter 15 cm, kecuali alat yang
sudah dirakit dalam satu unit), lambung termometer
tepat pada titik pusat bola tembaga. Rangkaikan alat
pada statif dan paparkan selama 20 menit – 30 menit.
d) Letakkan alat-alat tersebut di atas pada titik
pengukuran dengan lambung termometer setinggi 1
meter – 1,25 meter dari lantai.
e) Waktu pengukuran dilakukan 3 kali dalam 8 jam
kerja yaitu pada awal shift kerja, pertengahan shift
kerja dan akhir shift kerja.
4) Penentuan titik pengukuran
Letak titik pengukuran ditentukan pada lokasi tempat
tenaga kerja melakukan pekerjaan.
h. Pencahayaan
Menurut Suma’mur (2009) permasalahan dalam penerangan
meliputi kemampuan untuk melihat sesuatu, sifat-sifat indera
penglihatan, usaha-usaha yang diperlukan untuk melihat objek lebih
baik serta pengaruh penerangan terhadap lingkungan. penerangan
44
yang baik memungkinkan pekerja untuk melihat pekerjaannya lebih
teliti, cepat dan tidak perlu menggunakan tenaga yang tidak perlu
serta membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan
menyenangkan.
Sifat-sifat penerangan yang baik meliputi :
1. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan
2. Pencegahan kesilauan
3. Arah cahaya
4. Warna
5. Panas ruangan terhadap keadaan lingkungan
Jika pencahayaan tidak sesuai dengan standar maka
akan menimbulkan kerugian-kerugian diawali dengan keluhan
didaerah mata selanjutnya ditandai oleh timbulnya kelelahan
dan pusing sekitar kepala kemudian menyebabkan kerusakan
pada penglihatan yang tak jarang akan menyebabkan
kecelakaan kerja Suma’mur (2009).
Pencahayaan yang kurang maupun berlebih ditempat
kerja dapat menyulitkan pekerja untuk bekerja secara optimal,
sehingga jika hal ini terjadi untuk waktu yang lama dapat
45
menyebabkan pekerja mengalami stress dan ketidaknyamanan
dalam bekerja (Suprapto, 2008).
Tabel 2.4 Nilai ambang batas intensitas cahaya ditempat kerja menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SKII/1998:
Jenis kegiatan Tingkat
pencahayaan minimal (LUX)
Keterangan
Pekerjaan kasar & tidak terus menerus
100 Ruang penyimpanan &ruang peralata/ instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinyu
Pekerjaan kasar & terus menerus
200 Pekerjaan dengan mesin& perakitan/ penyusun
Pekerjaan rutin
300
Pekerjaan kantor/ administrasi, ruang control, pekerjaan mesin & perakitan/ penyusun.
Pekerjaan agak haluS
500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor, pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan/ warna, pemprosesan, tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus.
Pekerjaan amat halus
1500 tidak menimbulkan
bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan mesin dan perakitan yang sangat halus
Pekerjaan detail 3000 tidak menimbulkan
bayangan
Pemeriksaan pekerjaan, perakitan sangat halus
46
i. Getaran
Menurut Permenaker No 13 Tahun 2011 Getaran merupakan
gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik
dari kedudukan keseimbangannya. Nilai Ambang Batas getaran
untuk pemaparan tangan-lengan dengan parameter percepatan pada
sumbu yang dominan: 4 m/det2 atau 0,40 Grav.
Getaran merupakan sumber stres yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan taraf catecholamine dan perubahan dari
berfungsinya seseorang secara psikologikal dan neurogikal.
(Munandar, 2001).
j. Peranan dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam
organisasi, artinya setiap tenaga kerja memiliki tugas yang harus
dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, tidak semua
pekerjaan dapat berjalan dengan baik. Hasil yang kurang baik inilah
yang dapat menimbulkan stres karena tidak sesuai dengan tuntutan
yang diinginkan oleh atasan (Munandar, 2008).
Peranan dalam organisasi merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya stres ditempat kerja. Masalah yang timbul dalam stressor ini
berupa ambigu atau ketidakjelasan peran dalam organisasi dan konflik
47
antar peran. Ketidakjelasan peran dapat terjadi jika terdapat dua jenis
jabatan yang bersinggungan peran dan fungsinya maupun akibat dari
tidak adanya deskripsi yang jelas terkait pekerjaan oleh manajemen.
Sedangkan, konflik antarperan dalam organisasi terjadi disebabkan
karena adanya ketidakpuasan kerja satu sama lain. (cooper dan
Davidson, 1987).
Cox, Griffiths dan Gonzales (2000) dalam Prativi (2013)
menambahkan aspek berbahaya lainnya pada peran dalam organisasi
meliputi kelebihan peran, ketidakcukupan peran dan tanggung jawab
yang berlebih.
k. Pengembangan Karir
Sistem peningkatan jenjang karir menjadi sumber utama stres
terutama bagi beberapa pekerjaan yang menekankan adanya hubungan
pengembangan karir dengan kompetensi. Mayoritas pekerja khususnya
pekerja formal, memiliki sistem peningkatan karir berjenjang dan
pekerja dapat terkena stres jika kompetensi tinggi yang dimilikinya
tidak membuat karirnya naik.
Menurut Marshal (1977) dalam Prativi (2013) menyatakan bahwa
terdapat dua sumber potensial stres kerja yang termasuk dalam
pengembangan karir yaitu ketidakpastian pekerjaan dan
48
ketidaksesuaian status yang diperoleh pekerja. Aspek pengembangan
karir yang menyebabkan stres pada pekerja meliputi promosi jabatan,
degradasi jabatan, gaji, ketidaksesuaian status dengan kompetensi,
ketidaksesuaian akan jaminan kerja dimasa depan dan ambisi dalam
meraih kenaikan jabatan yang terhalangi (cooper dan Davidson, 1987).
l. Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal yang baik idealnya terjalin diantara
semua level pekerja, baik dengan atasan, staf maupun pekerja dengan
level yang sama. Hubungan interpersonal didalam pekerjaan dan
dukungan sosial dari rekan kerja, atasan maupun anggota memiliki
keterkaitan dengan stres kerja (cooper dan Davidson, 1987). Hubungan
yang buruk ditempat kerja dapat menimbulkan ketidakjelasan peran
sehingga dapat menimbulkan ketegangan psikologis serta
menimbulkan ketidakpuasan ditempat kerja. Hubungan interpersonal
ditempat kerja berhubungan erat dengan kesehatan pada pekerja dan
lingkungan kerja itu sendiri. Hubungan interpersonal yang baik tidak
hanya berguna untuk menunjang profesionalisme dalam pekerjaan
tetapi juga mencegah terjadinya stres kerja (Munandar, 2008).
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejalagejala
adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
49
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif
berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke
komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan
ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang
rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh
atasan dan rekan-rekan kerjanya (Kahn dkk, 1964).
m. Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada
sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada
dukungan sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam
pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku
negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan
peningkatan produktivitas, dan kesehatan mental dan fisik (Munandar,
2008).
2.3 Pengukuran Stres
Menurut Karoley (1985) dalam buku Measurement Strategic in Health
Psychology teknik pengukuran stres yang biasa digunakan dalam studi Amerika
Serikat dapat digolongkan dalam 4 cara, yaitu :
50
1. Self Report Measure
Cara ini dikenal sebagai “Life Event Scale” yang berisi
beberapa pertanyaan sebagai indikator dalam menentukan stres kerja.
Kuesioner digunakan untuk mengukur stres yaitu dengan menyatakan
intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang
dialami seseorang. Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau
mengobservasi perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan
seseorang. Berikut ini beberapa pertanyaan yang digunakan sebagai
indikator dalam menentukan stres kerja berdasarkan metode “Life
Event Scale” (Terlampir).
2. Performance Measure
Cara ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi
perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang.
Contohnya, penurunan prestasi kerja terlihat dari gejala seperti
cenderung berbuat salah, kurang konsentrasi, dan menjadi lamban
dalam bereaksi.
3. Psysiological Measure
Pada pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan fisik
akibat stres, seperti perubahan tekanan darah, ketegangan pada otot
bahu, leher dan pundak. Cara ini sering dianggap paling tinggi
reabilitasnya, namun sangat tergantung si pengukur dan pada alat yang
digunakan.
51
4. Biochemical Measure
Teknik ini melihat stres melalui respon biokimia individu
berupa perubahan kadar hormon katekolamin dan kortikosteroid
setelah pemberian stimulus. Reabilitas dari cara ini tergolong tinggi
namun hasil pengukurannya dapat berubah bila subjek penelitiannya
adalah perokok, peminum alkohol dan kopi. Hal ini karena rokok, kopi
dan alkohol dapat meningkatkan kadar kedua hormon tersebut dalam
tubuh.
Dari keempat cara tersebut, yang paling sering digunakan dalam
penelitian stres adalah life event scale, karena paling mudah diatur dan
hanya membutuhkan biaya yang relatif murah walaupun sering
terdapat keterbatasan tertentu.
52
Tabel 2.6 Indikator stres kerja
Tidak pernah
jarang Kadang-kadang
sering Setiap hari
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terus-menerus Sembelit Perut kosong Percaya diri yang turun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah Kehilangan minat dalam hal-hal Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin)
Bersikap curiga Rambut rontok
53
Gangguan konsenterasi Perut mulas/rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Jangan mengambil inisiatif seperti dulu Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton)
Diare Gugup Merasa tidak mampu Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein(kopi,teh ) Resah Pengambilan keputusan yang jelek Merokok Merasa diluar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak Pekerjaan
Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panic Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja
54
Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain
Sumber: http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf. melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college.
Berdasarkan daftar pertanyaan diatas, Jika responden menjawab “tidak pernah”
diberi bobot skor 0, jika responden menjawab “jarang” diberi bobot skor 1, jika
responden menjawab “kadang-kadang” diberi bobot skor 2, jika responden
menjawab “sering” diberi bobot skor 3 dan jika responden menjawab “setiap hari”
diberi bobot skor 4. Dengan demikian, jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang
75 sampai dengan 300. Untuk penilaian indicator stres kerja, dapat dilakukan
penilaian sendiri (self assesment). Sistem penilaian/ scoring yang digunakan sebagai
indicator untuk masing-masing kelompok sebagai berikut.
a. Nilai 0-20 : Tidak mengalami stres
b. Nilai 21-45 : Mengalami stres ringan
c. Nilai 46-70 : Mengalami stres sedang
d. Nilai 71-90 : Mengalami stres berat
e. Nilai >90 : Mengalami stres sangat berat
2.4 Pencegahan dan Pengendalian Stres
Menurut Lanny Novianti (2011) ada beberapa cara yang dapat dilakukan
untuk mengendalikan stres di tempat kerja, yaitu :
55
1. Menyediakan Waktu Rileks
Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerjaan
selalu dimulai sejak pagi hari. Oleh karena itu, sebelum berangkat kerja
gunakan waktu anda untuk melakukan relaksasi secara singkat seperti
meditasi atau yoga. Teknik relaksasi seperti ini adalah yang paling
mudah untuk dilakukan. Caranya dengan menarik napas dalam-dalam
lalu hembuskan secara perlahan.
2. Bersikap lebih asertif
Kebanyakan masalah pekerjaan berpangkal dari kurangnya
kesempatan untuk membuat perubahan atau keputusan. Oleh karena itu,
bicarakan dengan atasan mengenai tugas dan tanggungjawab yang ingin
anda pegang. Dengan demikian, Anda bisa menentukan pekerjaan yang
bisa Anda lakukan dengan cara kerja seperti yang diinginkan
perusahaan.
3. Bekerja Efisien
Bekerjalah lebih efisien, targetkan waktu yang tepat dalam
menyelesaikan tugas sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.
Dengan bekerja lebih efisien tidak ada lagi tugas yang kekurangan
waktu sehingga tidak perlu cemas saat tugas sudah deadline. Dan saat
bekerja diwajibkan untuk membuat prioritas agar dapat membantu
mengatur strategi.
56
4. Tingkatkan Energi Dengan Tidur
Menurut Camile Anthony dalam bukunya “ The Art Of Napping At
Work” (1999). Saat lelah, tubuh akan lebih mudah mengalami stress
meskipun disebabkan oleh masalah yang kecil. Stres juga akan membuat
konsentrasi menurun sehingga mudah untuk melakukan kesalahan. Oleh
karena itu, jika tubuh sudah merasa lelah maka dianjurkan pada pekerja
untuk tidur karena tidur hanya dengan 15 menit diwaktu kerja sama
manfaatnya dengan tidur malam selama 3 jam. Menurut Anthony
kegiatan ini akan meningkatkan mood dan rasa humor sehingga dapat
memperbaiki hubungan dengan rekan kerja.
5. Atur Lingkungan Kerja
Keadaan lingkungan kerja sangat mempengaruhi mood saat
bekerja. Lingkungan kerja dapat menjadi faktor risiko terjadinya stres
kerja. Oleh karena itu, sebisa mungkin tata ruang kerja serapi mungkin
untuk terciptanya suasana yang rapi dan tenang.
6. Menerapkan Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat merupakan kunci untuk terhindar dari gejala
stres. Konsumsi makanan dan minuman yang sehat seperti makanan
yang mengandung vitamin B kompleks seperti kacang-kacangan dan
padi-padian. Kurangi makanan berlemak dan perbanyak makan buah
dan sayur. Lakukan olahraga secara teratur karena dengan berolahraga
akan memeperbesar kapasitas paru-paru untuk menampung oksigen
57
didalam darah yang akan diedarkan keseluruh tubuh sehingga dapat
membuat pikiran lebih rileks.
7. Pekerjaan Bukan Segalanya
Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mempertahankan
hidupnya, yang diharapkan selalu bahwa pekerjaan tersebut dapat
membuat bahagia pekerjanya. Namun, tidak semua pekerja sependapat.
Karena tak sedikit dari pekerja merasa tertekan dengan pekerjaanya.
Menurut Dr. Ciaramicolli mengatakan bahwa pekerjaan bukan
merupakan segalanya karena diluar pekerjaan masih banyak kegiatan
lain yang dapat minimbulkan perasaan bahagia. Dengan mengikuti
kegiatan diluar pekerjaan, stres ditempat kerja akan berkurang. Dengan
meyakinkan diri bahwa walaupun tidak bisa memperbaiki keadaan
ditempat kerja, kita dapat mengendalikan hal-hal penting lainnya
didalam kehidupan. Karena, perasaan mampu mengendalikan kehidupan
merupakan harta tak ternilai dan tingkatkan selalu rasa syukur kepada
sang pencipta.
2.5 Kontraktor
Kontraktor adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi.
Jasa konstruksi dapat didefinisikan sebagai layanan jasa konsultasi perencanaan
pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan
jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaan
konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
58
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural,
sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik (Holt,
2006). Menurut kamus bahasa Indonesia, Kontraktor dapat diartikan sebagai
pelaksana proyek atau pekerjaan dengan sistem paket yang diikat dalam suatu
kontrak kerja yang jelas antara pihak pemilik proyek dengan pihak pelaksana
proyek.
Menurut A Guide to the Project Management Body of Knowledge (2004),
proyek merupakan suatu usaha sementara yang dikerjakan untuk membuat produk
dan layanan yang unik.
Proyek memiliki karakteristik, sebagai berikut :
1. Sementara/ temporary,
2. Pengembangan yang progresif,
3. Hasil dari produk, layanan yang unik.
Kegiatan jasa konstruksi telah terbukti memberikan kontribusi penting
dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi disemua negara di dunia,
termasuk Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta
(Kadin, 2002).
Dalam Manajemen Proyek Konstruksi, salah satu sasaran utama yang
dicapai, adalah menciptakan iklim kerja yang mendukung baik dari segi sarana,
59
kondisi kerja, keselamatan kerja, dan komunikasi timbal balik yang terbuka antara
atasan dan bawahan (Paulus, 1985 dalam cristina dkk, 2012).
Suatu kondisi kerja (work condition) dan keselamatan kerja (safety work)
yang baik merupakan syarat untuk mencapai suatu iklim kerja yang mendukung
bagi para pekerjanya terutama di dalam proyek konstruksi. Hal ini perlu mendapat
perhatian dikarenakan lokasi pekerjaan proyek merupakan salah satu lingkungan
kerja yang mengandung resiko cukup besar (Ervianto, 2005), sehingga dapat
dikatakan bahwa industry konstruksi terbilang paling rentan terhadap kecelakaan
kerja.
2.6 Kerangka teori
Kerangka teori ini berdasarkan Cooper dan Davidson (1987), menyatakan
bahwa faktor penyebab stres kerja yaitu berdasarkan pada Individual Arena (usia,
masa kerja, pendidikan, status perkawinan), Work Arena (rutinitas, jam kerja,
beban kerja, shift kerja, konsumsi alkohol, kebisingan, pencahayaan, tekanan
panas dan getaran). Namun, Hurrel (1988) dalam Munandar menambahkan bahwa
ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres kerja pada pekerja seperti
Hubungan Interpersonal, Pengembangan Karir, Peranan dalam Organisasi,
Sruktur dalam Organisasi.
Home arena dan social arena tidak diteliti karena peneliti tidak meneliti
pemicu stres kerja yang bukan berasal dari tempat kerja dan juga peneliti tidak
meneliti sampai kerumah responden sehingga tidak bisa untuk diteliti dan di
intervensi. Hal ini diperkuat dengan pernyataan NIOSH (1999) yaitu penyebab
60
utama stres kerja berasal dari karakteristik pekerja dan kondisi lingkungan
ditempat kerja.
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Cooper dan Davidson (1987) dan Hurrel dalam Munandar (2008
Individual Arena 1. Usia, 2. Masa kerja, 3. Pendidikan. 4. Status perkawinan.
Work Arena
1. Rutinitas, 2. Jam kerja, 3. Beban kerja, 4. Shift kerja, 5. Konsumsi alkohol, 6. Kebisingan, 7. Pencahayaan, 8. Tekanan panas 9. Getaran. 10. Hubungan interpersonal, 11. Pengembangan karir, 12. Peranan dalam organisasi, 13. Sruktur dalam organisasi
Stres kerja
61
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah variabel independent
yang terdiri dari usia, masa kerja, pendidikan, status perkawinan, rutinitas,
kebisingan, tekanan panas, hubungan interpersonal. Sedangkan variabel
dependentnya yaitu stres kerja pada pekerja pembuatan Offshore Pipeline And
Mooring Tower proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri tahun 2013.
Adapun variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini, yaitu :
1. Jam Kerja, variabel berikut tidak diteliti karena seluruh pekerja
melakukan pekerjaan selama 8 jam atau homogen.
2. Shift kerja, variabel tidak diteliti karena perusahaan tidak menerapkan
shift kerja.
3. Konsumsi alkohol, variabel ini tidak diteliti karena Indonesia
merupakan negara yang menganggap alkohol sebagai barang tabu
sehingga jika dimasukan dalam penelitian diharapkan hasilnya bias.
4. Pencahayaan, variabel ini tidak diteliti karena setelah melakukan studi
pendahuluan pada bulan April 2013 pencahayaan dalam setiap
62
kegiatan saat bekerja sudah baik dan sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan No. 261/MENKES/SKII/1998.
5. Getaran, variabel ini tidak diteliti karena dalam pekerjaannya pekerja
tidak terpapar oleh getaran dan perusahaan telah menyiapkan APD
terkait HAV maupun WBV.
6. Peranan dalam organisasi, variabel ini tidak diteliti karena pekerja
telah memiliki SOP dari perusahaan yang akan dilakukan selama
bekerja.
7. Struktur dalam organisasi, variabel ini tidak diteliti karena segala
bentuk keputusan ditentukan oleh perusahaan sehingga pekerja tidak
ikut serta dalam menentukan keputusan yang akan dilakukan pekerja.
8. Pengembangan karir, variabel ini tidak diteliti karena pekerja yang
dijadikan responden merupakan pekerja biasa sehingga tidak ada
promosi kenaikan jabatan.
63
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Individual Arena
Work Arena
5. Rutinitas
7. Kebisingan
8. Tekanan Panas
6. Hubungan Interpersonal
1. Usia
2. Masa Kerja
3. Pendidikan
4. Status Perkawinan
StreS kerja
64
3.2 Definisi Operasional
No Variable Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
ukur
1. Stres
kerja
Kondisi dimana pekerja mengalami gejala-
gejala stres dalam pekerjaan yang berinteraksi
dengan pekerja sehingga pekerja mengalami
perubahan secara fisologis, psikologis maupun
perilaku ditandai dengan sakit kepala, mudah
marah, merokok berlebih dan indikator
lainnya, yang diisi dengan menggunakan
kuesioner life event scale.
wawancara Kuesioner
dengan uji
life event
scale
0. Tidak mengalami
stres (<38)
1. Stres ringan (38-80)
2. stres berat (>80)
Ordinal
INDIVIDUAL ARENA
2. Usia,
Lamanya responden hidup yang dihitung
dalam tahun sejak lahir sampai pada saat
penelitian dilakukan.
Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
3. Masa
kerja,
akumulasi berdasarkan waktu (tahun).
Terhitung sejak awal pekerja menjalankan
pekerjaan konstruksi sampai penelitian
berlangsung.
Wawancara Kuesioner Tahun Rasio
65
4. Pendidika
n
Keterangan responden mengenai jenjang/
tingkat responden belajar dalam lingkup
formal.
Wawancara Kuesioner 0. Pendidikan tinggi
1. Pendidikan dasar
Ordinal
5. Status
perkawina
n,
Keterangan yang menunjukan
riwayat pernikahan responden yang
terdapat pada kartu identitas pekerja,
dan dikategorikan atas menikah dan
tidak menikah.
wawancara Kuesioner 0. Tidak menikah
1. Menikah
Ordinal
WORK ARENA
6. Rutinitas
Keterangan responden mengenai kegiatan
pekerjaan (intensitas, jenis) yang dilakukan
sehari-hari ditempat kerja proyek Banyu Urip.
Wawancara Kuesioner 0. tidak monoton (total
skor < 2)
1. monoton (total skor
≥ 2 nilai median)
Ordinal
7. Hubungan
interperso
nal
Keterangan responden mengenai hubungan
yang dialami responden terhadap atasan dan
rekan kerja sebagai pekerja kontraktor
ditempat kerja.
Wawancara Kuesioner 0. Baik (total skor ≤ 1)
1. Buruk (total skor >
1)
Ordinal
8. Kebisinga Hasil ukur yang diperoleh dari pengukuran Pengukuran Sound 0. Tidak terpapar Ordinal
66
n,
langsung menggunakan sound level meter
diarea responden bekerja sehingga
dikategorikan atas terpapar dan tidak terpapar.
kebisingan
(dilakukan
oleh
peneliti)
level meter kebisingan ( jika
kebisingan< 85dB)
1. Terpapar
kebisingan (jika
kebisingan > 85dB)
9. Paparan
tekanan
panas
Kesimpulan dari perbandingan pengukuran
tekanan panas menggunakan heat stress
monitor diarea workshop indoor maupun
outdoor dengan standar Permenaker No 13
tahun 2011.
Pengukuran
Suhu dan
observasi
(beban
kerja)
Heat
Stress
Monitor
dan
Perhitunga
n Beban
Kerja
menurut
Christense
n..
0. Tidak Terpapar
Tekanan Panas
1. Terpapar Tekanan
Panas
Ordinal
67
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu
Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja Proyek
Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
3. Ada hubungan antara pendidikan dengan stres pekerja Proyek Banyu Urip PT
Rekayasa Industri tahun 2013.
4. Ada hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada pekerja
Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
5. Ada hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja Proyek Banyu
Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
6. Ada hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada pekerja
Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
7. Ada hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Proyek
Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
8. Ada hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada pekerja Proyek
Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun 2013.
9. Ada hubungan yang lebih dominan antara faktor-faktor yang mempengaruhi
stres kerja pada pekerja Proyek Banyu Urip PT Rekayasa Industri tahun
2013.
68
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis studi deskriptif analitik yang bertujuan
untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independent dan
variabel dependent. Dengan desain potong Lintang (cross sectional), yaitu untuk
melihat dan menganalisis hubungan antara faktor-faktor risiko dengan efek,
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data pada satu waktu atau
dalam waktu bersamaan (Notoadmodjo, 2010).
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di proyek Banyu Urip, PT. Rekayasa Industri yang
terletak di Bakrie Yard, Serang-Banten pada bulan april - Juli tahun 2013.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuatan offshore
pipeline and mooring tower di PT Rekayasa Industri,Serang-Banten pada Tahun
2013. Dalam penelitian ini jumlah populasi sebanyak 200 orang. Sedangkan,
sampel akan dipilih dengan cara mengundi (Lottery Technique) dengan
menggunakan teknik simple random sampling yaitu setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dan untuk
69
menghitung besar sampel menggunakan metode uji hipotesis beda 2 proporsi
dengan rumus:
𝑛 =Z1 − α/2�2𝑃(1 − 𝑃) + 𝑍1− 𝛽�𝑃1(1− 𝑃1) + 𝑃2(1− 𝑃2)²
(𝑃1 − 𝑃2)²
Keterangan:
n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
P : Rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2
P1 : Proporsi pada populasi yang memiliki stres kerja akibat masa
kerja yang < 5 tahun (80%)
P2 : Proporsi pada populasi yang memiliki stres kerja akibat masa
kerja yang > 5 tahun (43%)
Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan 95 % = 1.96
Z1-β : Nilai Z pada kekuatan uji 90%
Tabel 4.1 Hasil perhitungan sampel terhadap hasil penelitian terdahulu
Variabel P1 P2 α (%) β (%) N Rutinitas P1 : buruk P2 : baik (Adas, 2006)
0,79 0,333 5 80 18 10 14 1 27 5 90 23
10 19 1 33
Hubungan Interpersonal P1 : buruk P2 : baik (Adas, 2006)
0,82 0,25 5 80 11 10 9 1 17 5 90 14
10 12
70
1 21 Kebisingan P1: bising P2: tidak terpapar bising (Airmayanti, 2010)
0,535 0,429 5 80 348 10 274 1 518 5 90 465
10 379 1 659
Status perkawinan P1: menikah P2: tidak menikah (Gitalia, 2006)
0,55 0,16 5 80 23 10 18 1 34 5 90 30
10 24 1 43
Masa kerja P1: < 5 tahun P2: ≥ 5 tahun (Gautama, 2008)
0,80 0,43 5 80 26 10 21 1 39 5 90 35
10 28 1 49
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi
diatas, diperoleh besar sampel sebesar 35 orang. Dari hasil tersebut di hitung kembali
berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Hidayat (2012) didapatkan
responden yang tidak mengalami stres sebesar 43,1%. Maka perhitungan sampelnya
sebagai berikut:
N = 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑠100
x n
35= 43,1100
x n
82 = n
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus uji
hipotesis dua proporsi di atas, diperoleh besar sampel sebesar
82 sampel pekerja.
71
4.4 Sumber dan Jenis Data
Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
4.4.1 Data Primer
Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung yaitu stres
kerja, usia, masa kerja, pendidikan, rutinitas, status perkawinan hubungan
interpersonal diukur menggunakan kuesioner dengan metode wawancara,
kebisingan menggunakan Sound Level Meter, tekanan panas menggunakan
Heat Stres Monitor, serta melakukan observasi kepada pekerja.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan seperti
profil perusahaan, data kecelakaan dan data ketenagakerjaan.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan
data penelitian, berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, dan
formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya
(Notoatmodjo, 2010). Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner
dengan metode wawancara yang terdiri dari beberapa pertanyaan berkaitan
dengan faktor individual arena dan work arena yang berhubungan dengan stres
kerja pada pekerja proyek Banyu Urip . Sedangkan untuk variabel work Arena
72
yaitu kebisingan dan Tekanan panas dilakukan pengukuran langsung oleh
peneliti.
Lembar kuesioner dalam penelitian ini disusun sedemikian rupa sesuai
dengan kebutuhan variabel yang akan diteliti guna memperoleh informasi
yang relevan dengan tujuan penelitian. Sebelum digunakan sebagai alat
pengumpul data, dilakukan uji kuesioner kepada 30 pekerja konstruksi. Uji
kuesioner dilakukan di Bakrie Contruction dengan pertimbangan bahwa
pekerja Bakrie Contruction memiliki karakteristik pekerjaan yang sama
dengan pekerja proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri.
Adapun hasil uji kuesioner penelitian ini meliputi uji validitas dan uji
reliabilitas instrumen penelitian adalah sebagai berikut:
1. Uni valiliditas
Uji validitas merupakan suatu pengukuran untuk melihat
tingkat keakuratan suatu alat ukur yang digunakan untuk
mengukur variabel-variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas
digunakan pada variabel-variabel yang memiliki pertanyaan yang
memungkinkan bersifat homogen dan menggunakan skala likert.
Pada penelitian ini, uji validitas dilakukan pada variabel rutinitas
dan hubungan interpersonal.
Uji validitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung
dengan nilai r tabel. Nilai r hitung diperoleh dari hasil uji validitas,
73
dimana hasilnya dapat dilihat pada kolom corrected item total
correlation. Sedangkan nilai r tabel diperoleh dengan
menggunakan rumus df = n-2. Pada penelitian ini, uji kuesioner
dilakukan kepada 30 responden, sehingga nilai df = 30-2 = 28.
Pada tingkat kemaknaan 5%, maka didapatkan nilai r tabel adalah
sebesar 0,361 (two tail). Hasil perhitungan uji validitas dapat
dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas
No. Variabel Item
Pertanyaan r hitung r tabel Keterangan
1. Rutinitas B1 B2 B3
0,845 0,845 0,598
0,361 0,361 0,361
Valid
2. Hubungan Interpersonal
B4 B5 B6 B7 B8 B9
0,490 0,628 0,802 0,802 0,628 0,628
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, terlihat bahwa masing-
masing pertanyaan yang digunakan untuk menilai variabel
rutinitas dan hubungan interpersonal menunjukkan nilai r
hitung (corrected item-total correlation) > r tabel (0,361).
Artinya, semua pertanyaan yang digunakan untuk masing-
masing variabel adalah valid dan dapat digunakan dalam
penelitian.
74
2. Uji Realibilitas
Uji reliabilitas adalah suatu pengukuran yang dilakukan untuk
menilai apakah kuesioner yang digunakan bersifat reliabel (handal)
dan layak untuk digunakan dalam penelitian. Uji reliabilitas
dilakukan dengan membandingkan nilai Cronbach Alpha pada uji
statistik, dimana jika nilai Cronbach Alpha > r tabel maka bersifat
reliabel.
Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, diperoleh nilai
Cronbach Alpha untuk masing-masing variabel adalah rutinitas
(0,852), dan hubungan interpersonal (0,866). Kedua variabel
terebut memiliki nilai Cronbach Alpha > (0,361), artinya
pertanyaan yang digunakan untuk menggambarkan variabel
rutinitas dan hubungan interpersonal dapat digunakan untuk
penelitian karena bersifat reliable.
a. Kuesioner
1. Stres Kerja : Diukur menggunakan daftar pertanyaan pada metode life event
scale. Variable ini diberi kode C1 dengan jumlah pertanyaan sebanyak 75
butir. Jika responden menjawab “tidak pernah” diberi bobot skor 0, jika
responden menjawab “jarang” diberi bobot skor 1, jika responden menjawab
“kadang-kadang” diberi bobot skor 2, jika responden menjawab “sering”
diberi bobot skor 3 dan jika responden menjawab “setiap hari” diberi bobot
skor 4. Dengan demikian, jumlah nilai kumulatif berada dalam rentang 75
75
sampai dengan 300. Hasil ukur untuk variabel stres kerja dibagi menjadi tiga
kategori yaitu tidak stres, stres ringan dan stres berat. Oleh karena itu, diberi
skor 0 jika tidak mengalami stres (skor < 38), diberi skor 1 jika mengalami
stres ringan (skor 38-80) dan diberi skor 2 jika mengalami stres berat (skor ≥
81).
2. Individual Arena
a. Usia : variabel usia diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode A1.
b. Masa kerja : variabel masa kerja diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode
A2.
c. Pendidikan : variabel pendidikan diukur dengan 1 pertanyaan dengan kode
A3. Bobot skor yang diberikan 0 jika perguruan tinggi, skor 1 jika
SMA/Sederajat dan skor 2 jika SD/SMP. Kemudian hasilnya akan
diberikan kode 0 jika responden berpendidikan tinggi, kode 1 jika
responden berpendidikan dasar.
d. Status perkawinan : variabel status perkawinan diukur dengan 1
pertanyaan dengan kode A4. Bobot skor yang diberikan 0 jika responden
tidak menikah dan skor 1 jika responden menikah.
3. Work Arena
a. Rutinitas: variabel Rutinitas diukur dengan 3 pertanyaan dengan kode B1.
Pada aspek rutinitas memakai dua opsi alternatif jawaban. Bobot skor
yang diberikan 0 jika responden menjawab tidak dan bobot skor 1 jika
76
responden menjawab ya. Kemudian diberikan kode 0 jika total skor < 2
dan diberikan kode 1 jika total skor ≥ 2.
b. Hubungan Interpersonal : variabel hubungan interpersonal diukur dengan
5 pertanyaan dengan kode B2. Pada aspek hubungan interpersonal
memakai dua opsi alternatif jawaban. Bobot skor yang diberikan 0 jika
responden menjawab tidak dan bobot skor 1 jika responden menjawab ya.
Kemudian diberikan kode 0 jika total skor ≤ 1 dan diberikan kode 1 jika
total skor > 1.
c. Kebisingan : variable kebisingan diukur dengan menggunakan sound level
meter diarea kerja. Pengukuran dilakukan pada 5 titik area kerja tempat
pekerja melakukan aktivitas yaitu pada workshop 1, workshop 5, pre-cut,
chamber dan open area fabriacation.
d. Tekanan panas : variabel tekanan panas diukur menggunakan heat stress
monitor yang sebelumnya akan dilakukan observasi terkait pekerjaan yang
dilakukan pekerja berdasarkan beban kerja dan waktu kerja. Beban kerja
akan dihitung menggunakan denyut nadi kemudian hasil pengukuran akan
dibandingkan dengan pengelompokan berdasarkan Permenaker No 13
tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
di Tempat Kerja.. Pengukuran dilakukan pada 5 titik area kerja tempat
pekerja melakukan aktivitas yaitu pada workshop 1, workshop 5, pre-cut,
chamber dan open area fabriacation.
77
4.6 Teknik Pengumpulan Data
Variabel dependent (stres kerja) dan variabel independent (individual
arena dan work arena) dikumpulkan dengan cara sebagai berikut:
1. Stres kerja : Pengumpulan data stres kerja dilakukan dengan cara
menanyakan perubahan fisiologis, psikologis atau perilaku dan gejala-gejala
yang terdapat pada pekerja dengan menggunakan kuesioner.
2. Usia : Usia pekerja dihitung dengan menanyakan kepada responden kapan
tanggal, bulan dan tahun saat mereka dilahirkan. Penghitungan usia ini
dilakukan sendiri oleh peneliti dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun
apabila telah melebihi waktu 6 bulan.
3. Masa kerja : Pengumpulan data masa kerja dilakukan dengan cara
menanyakan jangka waktu pertama kali responden bekerja sebagai pekerja
kontraktor sampai waktu penelitian melalui kuesioner.
4. Pendidikan : Pengumpulan data pendidikan dilakukan dengan cara
menanyakan tingkatan pekerja mengemban ilmu dalam lingkup formal.
5. Status perkawinan : Pengumpulan data status perkawinan dilakukan dengan
cara menanyakan langsung kepada pekerja dengan cara melihat kartu tanda
penduduk (KTP).
78
6. Rutinitas : pengumpulan data rutinitas dilakukan dengan cara menanyakan
langsung mengenai situasi dan kondisi yang dialami pekerja selama bekerja
menggunakan kuesioner.
7. Hubungan interpersonal : Pengumpulan data hubungan interpersonal
dilakukan dengan cara menanyakan perasaan hubungan interpersonalnya
antara pekerja dengan atasan dan sesama rekan kerja menggunakan kuesioner.
8. Kebisingan : pengumpulan data kebisingan dilakukan dengan cara
pengukuran diarea tempat kerja indoor maupun outdoor menggunakan sound
level meter.
9. Tekanan Panas : pengumpulan data tekanan panas dilakukan dengan cara
prngukuran menggunakan heat stress monitor , sebelumnya akan dilakukan
observasi kepada pekerja dengan melihat beban kerja dan waktu kerja.
4.7 Manajemen Data
Seluruh data primer yang terkumpul akan dioleh melalui tahap-tahap
berikut ini:
1. Penyuntingan data (editing)
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan ketepatan
dalam pengisian lembar kuesioner. Pemeriksaan akan dilakukan
79
dilapangan jika masih ada pertanyaan yang kosong maka peneliti akan
menanyakan kembali kepada responden terkait.
2. Pemberian Kode (Coding)
Pada tahap ini dilakukan dengan memberi kode angka pada jawaban
responden dalam kuesioner tujuannya untuk memudahkan proses
pemasukan dan pengolahan data. Tahap coding dilakukan pada jawaban
kuesioner pada variable dependent maupun independent.
3. Pemasukan data (entry data)
Template kolom entry data dibuat dengan menggunakan program
komputer. Kemudian data dari kuesioner akan dimasukan dengan
menggunakan program komputer SPSS version 16.0 untuk menganalisis
univariat, bivariat dan multivariat.
4. Pembersihan data (Cleaning Data)
Pada tahap ini, dilakukan pemeriksaan kembali data yang telah
dimasukan kedalam template dan dilihat kelengkapan jawabannya serta
kesalahan dalam pemberian kode. Tahap ini dilakukan untuk
mengetahui data yang hilang, mengetahui variasi data dan konsistensi
data. Misalnya melihat data responden serta memeriksa ulang
dikuesioner seperti variable pendidikan yaitu 0= pendidikan Tinggi, 1=
pendidikan menengah dan 2= Pendidikan Rendah ketika dilakukan
pengecekan ternyata ada salah entry misalnya angka 3 sedangkan pada
pengkodean tidak ada. Untuk menghilangkannya yakni dengan
80
mengeluarkan distribusi frekuensinya setelah itu dilakukan tahap
analisis data.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari
variable-variabel yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja di PT.
Rekayasa Industri tahun 2013. Variabel independen terdiri dari individual
arena (masa kerja, usia, pendidikan, Status Perkawinan) dan Work Arena
(rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas,). Untuk
mengetahui kenormalan data dilakukan dengan test kolmogorov-smirnov
dengan ketentuan jika probabilitas atau asymp. Sig. (2- tailed) atau nilai
signifikansi > 0,05 distribusi adalah normal (Sujianto, 2007).
4.8.2 Analisis Bivariat
Dilakukan untuk memperoleh gambaran hubungan antara variabel-
variabel yang berhubungan dengan stres kerja dengan kejadian stres kerja
pada pekerja di PT. Rekayasa Industri tahun 2013. Untuk mencari hubungan
antara individual arena (pendidikan, Status Perkawinan) dan Work Arena
(rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan, tekanan panas) dengan stres
kerja dilakukan dengan menggunakan uji statistic chi square dengan
menggunakan CI 95%, derajat kemaknaan 5%, sehingga jika Pvalue ≤ 0.05
81
maka menunjukkan adanya hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen dan jika Pvalue > 0.05 maka menunjukkan tidak ada
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangkan
untuk melihat hubungan antara variabel usia dan masa kerja dengan stres kerja
terlebih dahulu dilakukan uji normalitas karena data tersebut merupakan data
numerik. Bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka akan
dilanjutkan dengan uji anova untuk menghubungkan antara variabel numerik
dan kategorik. Setelah didapatkan hasil uji anova, kemudian lihat Pvalue.
Dengan demikian, untuk mencari hubungan antara variabel usia dan masa
kerja dengan stres kerja dengan derajat kemaknaan P ≤ 0,05 berarti ada
hubungan bermakna secara statistik dan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan
yang bermakna secara statistik. Akan tetapi jika data tersebut tidak memenuhi
asumsi normalitas data, maka data selanjutnya akan dilakukan uji dengan
menggunakan kruskal wallis.
4.8.3 Analisis Multivariat
Analisis Multivariat merupakan salah satu jenis analisis statistik yang
digunakan untuk menganalisis data antara variabel dependen dan variabel
independet. Dalam analisis multivariat uji yang digunakan adalah uji regresi
logistik berganda karena variable dependennya berbentuk kategorik, dimana
variabel yang dapat dilakukan pengujian adalah variabel yang telah dilakukan
analisis bivariat dengan uji chi square, anova dan kruskal wallis yang
82
memiliki nilai p ≤ 0,25, sedangkan jika p > 0,25 maka variabel tersebut
dikeluarkan dari kandidat model.
Selanjutnya, variabel-variabel yang masuk kandidat model Multivariat
tersebut dianalisis secara bersamaan. Variabel yang dimasukkan ke dalam
model selanjutnya adalah variabel yang memiliki p < 0,05. Sedangkan
variabel yang memiliki p > 0,05 dikeluarkan dari model. Pengeluaran variable
dilakukan secara bertahap mulai dari variabel yang memiliki pvalue paling
besar. Hingga nilai dari variabel yang tersisa P < 0,05.
83
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umun Perusahaan
PT. Rekayasa Industri didirikan oleh pemerintah Republik Indonesia pada
tanggal 12 Agustus 1981, untuk mengembangkan kemampuan nasional ke tingkat
dunia didalam bidang rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji-coba operasi
(EPCC) untuk pabrik-pabrik industri besar di Indonesia. PT Rekayasa Industri
(REKIND) saat ini merupakan salah satu perusahaan terkemuka di bidangnya di
Indonesia. Bidang usaha rancang bangun, pengadaan, konstruksi dan uji coba operasi
ini (EPCC), meliputi pabrik-pabrik pada industri: gas, panas bumi, kilang,
petrokimia, mineral, pengelolaan lingkungan, dan infrastruktur. Selain itu, perusahaan
inipun menyediakan jasa untuk studi kelayakan proyek/pabrik dan perawatan pabrik.
5.1.1 Visi dan Misi Perusahaan
PT. Rekayasa Industri memiliki visi yaitu menjadi perusahaan kelas
dunia di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri yang terintegrasi
serta investasi yang kompetitif. Sedangkan misi dari PT. Rekayasa Industri
adalah:
84
• Memberikan jasa rancang bangun dan perekayasaan yang lengkap
dan kompetitif, baik di dalam maupun luar negeri, dengan
mengutamakan keunggulan mutu dan inovasi teknologi.
• Meningkatkan kompetensi dan mengembangkan organisasi yang
responsif dan tangkas.
• Melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik.
• Meningkatkan nilai perusahaan jangka panjang melalui investasi.
• Memberikan nilai tambah lebih bagi pelanggan, pemegang saham,
karyawan dan masyarakat dengan mempertimbangkan pertumbuhan
perusahaan.
5.1.2 Gambaran Umum Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower
Proyek Banyu Urip, Serang-Banten Tahun 2013
Proyek Banyu Urip merupakan proyek pengembangan dari area
kontrak Cepu, terletak di pulau Jawa, antara kota Cepu dan Bojonegoro.
Proyek ini diharapkan untuk menghasilkan minyak mentah dan gas asam
dari a empat bantalan sumur. minyak mentah akan diolah di pusat dan dikirim
melalui pipa darat dan lepas pantai untuk floating storage and offloading
vessel (FSO) yang terletak 23 km di lepas pantai utara Jawa dekat kota Tuban.
Proyek Banyu Urip dibagi menjadi lima Teknik individu, Pengadaan,
Konstruksi dan Commissioning (EPC) kontrak, yaitu:
85
1. EPC1 Central Processing Facilities (CPF).
2. EPC2 Onshore Export Pipeline.
3. EPC3 offshore pipeline and Mooring Tower.
4. EPC4 FSO konversi tanker.
5. EPC5 Infrastruktur.
Kegiatan EPC3 memiliki proses produksi, yaitu :
1. Pengadaan material dan bahan baku.
Proses pengadaan material dan bahan baku dilakukan sesuai dengan
work instruction quality management system perusahaan agar bahan dan
material yang disuplai ke yard Sumuranja sesuai dengan perencanaan
fabrikasi. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi berupa
lembaran baja (steel plate) dan batangan baja (steel beam). Penyimpanan
bahan baku ditempatkan di material storage yang terdapat dilokasi
kegiatan.
2. Bongkar muat material dan bahan baku
Kegiatan bongkar muat material dilakukan di bagian penyimpanan
material yard Sumuranja. Bahan baku akan diverifikasi dahulu oleh bagian
material control untuk menentukan metode pengangkatan yang paling
tepat. Pengangkatan material didahului oleh pemeriksaan bahwa alat yang
digunakan seperti crane, slings, chain, clamps, dan sebagainya dalam
keadaan layak. Sling dan chain harus dilengkapi dengan sertifikat
86
pemeriksaan dari pihak yang berwenang. Selama pengangkatan dan
penumpukan material, jig (kayu atau besi) dapat digunakan untuk
mendapatkan aktivitas pengangkatan yang paling praktis.
3. Pemotongan, pembentukan dan persiapan pengerjaan mesin.
Pemotongan bahan atau material ( besi, plat, pipa, stainless, dan lain-
lain ) umumnya dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan gas (
menggunakan LPG (Liquid Petroleum Gas) dan oksigen) dan secara
manual. Penggunaan LPG hasilnya rapi dan tidak menimbulkan serbuk
besi. Seluruh pergerakan material atau bahan dibantu oleh alat angkat yaitu
Over Head Crane (Untuk di dalam Work Shop).
4. Proses Penyetelan (Pre Assembly / Setting)
Proses penyetelan baja yang telah dipotong sesuai dengan bentuk dan
ukuran yang dikehendaki sebelum dilakukan pengelasan. Penyetelan
bagian–bagian dan potongan–potongan bahan baja dilakukan berdasarkan
gambar (assembly drawing) yang telah disediakan.
5. Proses Pengelasan
Kegiatan pengelasan perusahaan menggunakan acetylene yang sudah
jadi.Sebelum proses pengelasan dilakukan, welding prosedure dan
persyaratan khusus lainnya harus terpenuhi. Verifikasi pada semua mesin
las harus dilaksanakan. Sertifikasi juru las telah dilakukan sesuai dengan
bidang keahlian yakni juru las kelas B.
87
6. Proses assembly
Setelah proses cutting, drilling, punching dan rolling / pressing selesai
dikerjakan dan disetujui oleh Quality Control (QC) dan wakil pelanggan,
maka proses pemasangan / assembly akan dilaksanakan sesuai dengan
gambar dan persyaratan teknis lainnya. Sebelum kegiatan pemasangan dan
assembling, semua persyaratan welding preparation harus diperiksa dan
dinyatakan aman serta layak oleh welding foreman dan QC personel.
7. Proses penghalusan/penyetelan dengan mesin (manchining)
Proses ini dilakukan dengan mesin pada produk baja yang telah
dihasilkan. Pekerjaan ini biasanya dilakukan pada produk–produk
container crane dan peralatan angkat lainnya.
8. Proses kegiatan blasting
Kegiatan blasting bertujuan untuk membersihkan karat–karat dan
kotoran yang menempel pada permukaan struktur material. Semua struktur
yang akan dipasang dan dirakit harus melalui blasting dan coating terlebih
dahulu, sehingga penggunaan semua struktur tersebut dapat terlindungi dan
tahan terhadap air laut atau tidak mudah korosif.
Proses blasting terbagi menjadi 2 jenis yakni dry blasting dan wet
blasting. Proses dryblasting menggunakan media pasir kwarsa, silica dan
butiran logam yang mempunyai ukuran kehalusan tertentu. Sedangkan
untuk wet blasting menggunakan campuran air tawar yang bebas dari ion
klorida dan sulfat.
88
9. Proses kegiatan coating
Proses coating bertujuan untuk melapisi permukaan struktur dari
pengaruh sekitar sehingga akan memperlambat terjadinya proses korosi.
Coating dilakukan pada permukaan baja terutama yang berada pada zona
splash dan bersentuhan langsung dengan udara luar serta zona daerah yang
berada di air laut dan udara bebas.
10. Proses kegiatan painting
Sebelum melaksanakan kegiatan painting perlu dilakukan inspeksi
profil kekasaran permukaan dan memperhatikan kondisi cuaca berdasarkan
suhu dan kelembaban. Kegiatan painting selain bertujuan untuk pewarnaan
digunakan pula untuk mencegah korosi.
11. Proses erection
Proses pembentukan produk baja yang dihasilkan dengan cara
merakit satu persatu setiap bagian sehingga terbentuk hasil
produksi baja yang sesuai dengan ukuran. Perakitan yang
dilakukan dilokasi kegiatan workshop Sumuranja pada akhirnya
dikirim ke konsumen dengan menggunakan transportasi laut atau
darat.
12. Proses pengepakan (packaging)
Proses pengemasan produk baja yang dihasilkan sebelum diangkut
oleh alat angkut menuju alamat pemesan/konsumen. Sistem pengepakan
dilakukan dalam beberapa cara yakni pengikatan produk diatas alat angkut
89
darat seperti trailer dan juga pengikatan produk diatas alat angkut laut
seperti kapal atau tongkang.
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and
Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten
Tahun 2013.
Variabel stres kerja dikategorikan menjadi tiga, yaitu tidak mengalami
stres, stres ringan dan stres berat. Adapun hasil yang diperoleh mengenai stres
kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada pekerja Pembuatan Offshore
Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
No Tingkat Stres jumlah Persentase 1 Tidak mengalami stres 19 23,2 2 Stres ringan 43 52,4 3 Stres berat 20 24,4
TOTAL 82 100 Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan pada tabel 5.1 dari 82 responden diketahui gambaran
bahwa pekerja yang mengalami stres ringan memiliki jumlah yang paling
besar yaitu sebesar 52,4%.
90
2. Gambaran Individual Arena Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and
Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten
Tahun 2013.
Individual arena terdiri dari variabel umur, masa kerja, pendidikan
dan status perkawinan. Distribusi individual arena variabel usia dan masa
kerja pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat
pada tabel 5.2. Sedangkan, variabel pendidikan dan status perkawinan dapat
dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Usia dan masa kerja pada pekerja Pembuatan Offshore
Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Variabel 95% CI Mean SD Min-Max
Usia Tidak stres 27.91-33.86 6.17247 20-43 Stres ringan 34.43-39.47 8.19394 20-51 Stres berat 36.69-46.10 10.05459 21-55
Masa kerja Tidak stres 4.50-9.70 5,394 0-16 Stres ringan 9.07-13.85 7,771 0-27 Stres berat 10.80-18.89 8,634 1-27
Sumber :Data Primer, 2013
a. Usia
Berdasarkan pada tabel 5.2 dari 82 responden diketahui
gambaran distribusi rata-rata usia pekerja ditempat kerja adalah 36
91
tahun dengan standar deviasi 8,965. Umur termuda adalah 20
tahun dan tertua adalah 55 tahun.
b. Masa Kerja
Berdasarkan pada tabel 5.2 dari 82 responden diketahui
gambaran distribusi rata-rata masa kerja pekerja ditempat kerja
adalah 11 taun dengan standar deviasi 7,907. Mesa kerja
tersingkat adalah 0 tahun dan terlama adalah 27 tahun.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan dan status perkawinan pada pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Variabel kategori Jumlah Persentase
pendidikan Pendidikan Tinggi 4 4,9 Pendidikan Menengah 52 63,4 Pendidikan Dasar 26 31,7
TOTAL 82 100 Status Perkawinan Tidak menikah 17 20,7
Menikah 65 79,3 TOTAL 82 100
Sumber :Data Primer, 2013
c. Pendididkan
Berdasarkan pada tabel 5.3 dari 82 responden diketahui
gambaran distribusi pendidikan pekerja ditempat kerja yang
memiliki jumlah paling besar adalah pendidikan menengah yaitu
sebesar 63,4 %.
92
d. Status Perkawinan
Berdasarkan pada tabel 5.3 dari 82 responden diketahui
gambaran distribusi berdasarkan status perkawinan pekerja
ditempat kerja yang telah menikah memiliki jumlah yang paling
besar yaitu sebesar 79,3%.
3. Gambaran Work Arena Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and
Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten
Tahun 2013.
Work Arena terdiri dari variabel rutinitas, hubungan interpersonal,
kebisingan dan tekanan panas. Distribusi Work Arena variabel rutinitas,
hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip di PT.
Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas pada pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring
Tower Proyek Banyu Urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
S Sumber : Data Primer, 2013
Variabel kategori Jumlah Persentase Rutinitas Tidak monoton 25 30,5
monoton 57 69,5 Hubungan interpersonal Baik 68 82,9
Buruk 14 17,2 Kebisingan Tidak terpapar bising 47 57,3
Terpapar bising 35 42,7 Tekanan panas Tidak terpapar panas 49 59,8
Terpapar panas 33 40,2
93
a. Rutinitas
Berdasarkan pada tabel 5.4 dari 82 responden diketahui
gambaran distribusi berdasarkan rutinitas pekerja ditempat kerja
yang mengatakan monoton memiliki jumlah yang paling besar yaitu
sebesar 69,5%.
b. Hubungan Interpersonal
Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa pekerja yang memiliki hubungan
interpersonal baik memiliki jumlah yang paling besar, yaitu
sebesar 82,9 %.
c. Kebisingan
Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa pekerja yang tidak terpapar
kebisingan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar
57,3 %.
d. Tekanan Panas
Berdasarkan tabel 5.4 dari 82 responden yang diambil,
diketahui gambaran bahwa pekerja yang tidak terpapar panas
memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 59,8%.
94
5.3 Analisis Bivariat
1. Hubungan Antara Individual Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip di PT.
Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat
yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen.
a. Hubungan Antara Usia Dengan Stres Kerja
Hubungan antara usia dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 pada tahap awal
dilakukan uji normalitas dan didapatkan nilai (P= 0,504) sehingga
disimpulkan bahwa pada alpha 5% distribusi data usia adalah normal.
Kemudian, selanjutnya dilakukan uji anova. Untuk mengetahui
hubungan antara usia dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.5 di
bawah ini.
95
Tabel 5.5 Hubungan antara usia dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Usia Total Mean Sd 95% CI Pvalue
Tidak mengalami stres 19 30,89 6,172 27,91-33,86 0,001 stres ringan 43 36,95 8,193 34,43-39,47 stres berat 20 41,40 10,05 36,69-46,10
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.5 di dapatkan bahwa rata-rata usia di tempat
kerja yang tidak mengalami stres adalah 30 tahun dengan standar deviasi
6,172. Rata-rata usia di tempat kerja yang mengalami stres ringan adalah
36 tahun dengan standar deviasi 8,193 dan rata-rata usia di tempat kerja
yang mengalami stres berat adalah 41 tahun dengan standar deviasi
10,05.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001 pada
α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
usia dengan stres kerja.
b. Hubungan Antara Masa Kerja Dengan Stres Kerja
Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 pada tahap awal
dilakukan uji normalitas dan didapatkan nilai (P= 0,013) sehingga
disimpulkan bahwa pada alpha 5% distribusi data masa kerja adalah
96
tidak normal. Kemudian pada tahap selanjutnya dilakukan uji kruskal
wallis. Untuk mengetahui hubungan antara masa kerja dengan stres
kerja dapat dilihat pada tabel 5.6 di bawah ini.
Tabel 5.6 Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Masa kerja Total Mean Sd 95% CI Pvalue Tidak mengalami stres 19 7,105 5,394 4,505-9,705 0,013
stres ringan 43 11,465 7,771 9,073-13,856 stres berat 20 14,850 8,634 10,808-18,891
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.6 di dapatkan bahwa rata-rata masa kerja
di tempat kerja yang tidak mengalami stres adalah 7 tahun dengan
standar deviasi 5,394. Rata-rata masa kerja di tempat kerja yang
mengalami stres ringan adalah 11 tahun dengan standar deviasi 7,771
dan rata-rata masa kerja di tempat kerja yang mengalami stres berat
adalah 14 tahun dengan standar deviasi 8,634.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,013
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara masa kerja dengan stres kerja.
c. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Stres Kerja
Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
97
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi-
square. Untuk melihat hubungan antara pendidikan dengan stres kerja
dapat dilihat pada tabel 5.7 dibawah ini.
Tabel 5.7 Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
S
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 56
responden dengan pendidikan tinggi sebesar 51,8% yang mengalami
stres ringan. Sedangkan dari 26 responden dengan pendidikan rendah
sebesar 53,8 yang mengalami stres ringan. Namun, pekerja dengan
pendidikan dasar memiliki risiko lebih besar untuk stres berat.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,439
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan stres kerja.
pendidikan Stres kerja Pvalue Tidak stres
Stres ringan
Stres berat
Total 0,439
N % N % N % N % Pendidikan tinggi
15 26,8 29 51,8 12 21,4 56 100
Pendidikan dasar
4 15,4 14 53,8 8 30,8 26 100
98
d. Hubungan Antara Status Perkawinan Dengan Stres Kerja
Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada
Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara status
perkawinan dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel 5.8 dibawah ini.
Tabel 5.8 Hubungan antara status perkawinan dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 17
responden dengan status tidak menikah sebesar 52,9% yang
mengalami stres. Sedangkan dari 65 responden yang telah menikah
sebesar 53,8% yang mengalami stres.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 1,000
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja.
Status perkawinan
Stres kerja Pvalue Tidak stres Mengalami
stres Total 1,000
N % N % N % Tidak Menikah 8 47,1 9 52,9 17 100 Menikah 30 46,2 35 53,8 65 100
99
2. Hubungan Antara work Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan
Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa
Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
a. Hubungan Antara Rutinitas Dengan Stres Kerja
Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi-
square. Untuk melihat hubungan antara rutinitas dengan stres kerja
dapat dilihat pada tabel 5.9 dibawah ini.
Tabel 5.9 Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan
Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang
memiliki rutinitas tidak monoton dan monoton yang mengalami stres
ringan memiliki hasil yang berimbang. Namun, pada pekerja dengan
rutinitas monoton memiliki persentase lebih besar terhadap terjadinya
stres berat.
Rutinitas Stres kerja Pvalue Tidak stres
Stres ringan
Stres berat
Total 0,090
N % N % N % N % Tidak monoton 9 36,0 13 52 3 12,0 25 100 monoton 10 17,5 30 52,6 17 29,8 57 100
100
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,090
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
b. Hubungan Antara Hubungan Interpersonal Dengan Stres Kerja
Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja
pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower
Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun
2013 dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara
hubungan interpersonal dengan stres kerja dapat dilihat pada tabel
5.10 dibawah ini.
Tabel 5.10 Hubungan antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
S sumber : Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 64
responden yang memiliki hubungan interpersonal baik memiliki hasil
yang sama antara mengalami stres dengan tidak mengalami stres.
Hubungan Interpersonal
Stres kerja Pvalue Tidak stres Mengalami
stres Total
N % N % N % 0,242 Baik 34 50 34 50 64 100 Buruk 4 28,6 10 71,4 14 100
101
Sedangkan responden yang memiliki hubungan interpersonal buruk
cenderung lebih besar untuk mengalami stres.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,242
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja.
c. Hubungan Antara Kebisingan Dengan Stres Kerja
Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013 dilakukan uji chi-
square. Untuk melihat hubungan antara kebisingan dengan stres kerja
dapat dilihat pada tabel 5.11 dibawah ini.
Tabel 5.11 Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa dari 47
responden yang tidak terpapar kebisingan sebesar 55,3% mengalami
Kebisingan Stres kerja Pvalue Tidak stres
Stres ringan
Stres berat
Total 0,001
N % N % N % N % Tidak terpapar bising
16 34 26 55,3 5 10,6 47 100
Terpapar bising 3 8,6 17 48,6 15 42,9 35 100
102
stres ringan. Sedangkan dari 35 responden yang terpapar kebisingan
sebesar 48,6% mengalami stres ringan. Namun, pekerja yang terpapar
bising lebih berisiko untuk mengalami stres berat.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,001
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara kebisingan dengan stres kerja.
d. Hubungan Antara Tekanan Panas Dengan Kebisingan
Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada
Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013
dilakukan uji chi- square. Untuk melihat hubungan antara tekanan
panas dengan stress kerja dapat dilihat pada tabel 5.12 dibawah ini.
Tabel 5.12 Hubungan antara tekanan panas dengan stres kerja pada Pekerja
Pembuatan Offshore Pipeline and Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
Sumber :Data Primer, 2013
Tekanan Panas Stres kerja Pvalue Tidak stres
Stres ringan
Stres berat
Total 0,093
N % N % N % N % Tidak terpapar tekanan panas
11 22,4 22 44,9 16 32,7 49 100
Terpapar tekanan panas
8 24,2 21 63,6 4 12,1 33 100
103
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dai 49
responden yang tidak terpapar panas sebesar 44,9% mengalami stres
ringan. Sedangkan dari 33 responden yang terpapar panas sebesar
63,6% mengalami stres ringan. Namun, sebesar 32,7% responden yang
tidak terpapar panas bersiko lebih besar untuk mengalami stres berat.
Sehingga dari hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,093
pada α=5% dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara tekanan panas dengan stres kerja.
5.4 Analisis Multivariat
Analisis Multivariat merupakan analisis untuk mengetahui variabel yang
paling berpengaruh terhadap stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline
and mooring tower proyek banyu urip di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten
tahun 2013, penelitian ini menggunakan uji regresi logistik berganda untuk
melihat variabel yang paling dominan terhadap stres kerja pada penelitian ini.
Langkah-langkah dalam analisis multivariat yaitu pemilihan kandidat untuk
analisis multivariat dan pembuatan model.
5.4.1 Pemilihan variabel sebagai kandidat analisis multivariat
Pada penelitian ini terdapat enam variabel yang diduga berpengaruh
terhadap stres kerja pada pekerja yaitu: usia, masa kerja, rutinitas, hubungan
interpersonal, kebisingan dan tekanan panas. Untuk pemilihan variabel
kandidat, ke enam variabel terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat. Setelah
104
melalui analisis bivariat, variabel dengan nilai Pvalue < 0,25 dan mempunyai
kemaknaan secara substansi dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukkan
ke dalam model multivariat. Hasil analisis bivariat antara variabel independen
dengan variabel dependen dapat dilihat pada tabel 5.13.
Tabel 5.13 Hasil Analisis Bivariat Antara Individual Arena dan Work Arena
dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-
Banten Tahun 2013. No Variabel Pvalue 1 Usia 0,001 2 Masa Kerja 0,013 3 Rutinitas 0,090 4 Hubungan Interpersonal 0,120 5 Kebisingan 0,001 6 Tekanan panas 0,093
Sumber :Data Primer, 2013
5.4.2 Pembuatan model faktor penentu variabel yang paling berpengaruh secara
statistik dengan stres kerja.
Analisis multivariat mendapatkan model yang terbaik dalam
menentukan determinan stres kerja pada pekerja. Dalam pemodelan ini semua
variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama. Model terbaik akan
dipertimbangkan pada nilai Pvalue < 0,05. Pemilihan model dilakukan secara
hirarki dengan cara semua variabel independen yang menjadi kandidat yang
memenuhi syarat dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel Pvalue > 0,05
dikeluarkan dari model satu-persatu. Secara keseluruhan hasil pembuatan
model faktor penentu dapat dilihat pada tabel 5.14.
105
Tabel 5.14 Hasil Analisis Multivariat Regresi Logistik Berganda antara usia, masa kerja, rutinitas, hubungan interpersonal, kebisingan dan tekanan panas dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
No Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5 1 Usia 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 2 Masa Kerja 0,280 0,281 0,270 - - 3 Rutinitas 0,914 - - - - 4 Hubungan Interpersonal 0,122 0,121 0,125 0,153 - 5 Kebisingan 0,040 0,032 0,030 0,039 0,021 6 Tekanan panas 0,765 0,767 - - -
Sumber :Data Primer, 2013
Dari hasil analisis diatas diketahui bahwa hanya tersisa dua variabel.
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari kedua variabel tersebut mempunyai
Pvalue (Pwald) < 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut
merupakan variabel yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan
stres kerja pada pekerja. Hasil analisis multivariat variabel tersebut dapat
dilihat pada tabel 5.15.
Tabel 5.15 Hasil Analisis Multivariat antara Usia dan Kebisingan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower Proyek
Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013.
No Variabel B Pwald OR 95% CI Pvalue 1 Usia 0,155 17,036 1,168 (1,085-1,258) 0,000 2 Kebisingan 1,342 5,304 3,827 (1,221-
11,990) 0,021
Constant -5,998 18,453 0,002 - 0,000 Sumber :Data Primer, 2013
Berdasarkan tabel 5.15 dapat dilihat bahwa variabel usia dan
kebisingan Pvalue < 0.05, berarti kedua variabel tersebut berhubungan secara
106
signifikan dengan stres kerja. Pada variabel kebisingan memiliki nilai OR =
3,827, hal ini menunjukkan bahwa kebisingan akan berubah sebesar 3,827
kali untuk kejadian stres kerja apabila pekerja menganggap kebisingan
mengganggu setelah dikontrol variabel usia. Selanjutnya dilihat dari koefisien
B dan nilai OR dapat disimpulkan bahwa dari kedua variabel tersebut,
variabel kebisingan merupakan variabel yang paling dominan dalam
mempengaruhi kejadian stres kerja karena mempunyai nilai koefisien B
(1,342) dan OR (3,827) yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel usia.
107
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga dapat
mempengaruhi hasil dari penelitian. Keterbatasan-keterbatasan tersebut, yaitu :
1. Pengukuran indikator stres kerja yang sangat banyak membuat pekerja
merasa terbebani dan jenuh dalam menjawabnya. Sehingga dalam
penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengajak pekerja untuk
berbincang untuk mengurangi rasa jenuh yang terjadi dan juga
dikhawatirkan adanya pengaruh dari pekerja lain.
2. Pengukuran kebisingan dan tekanan panas hanya dilakukan satu kali
yang seharusnya dilakukan sebanyak 3 kali. Dikarenakan kekurangan
waktu, tenaga dan alat.
6.2 Gambaran Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline and
Mooring Tower Proyek Banyu Urip PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten
Tahun 2013
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang
menyebabkan perubahan secara fisiologis, psikologis, dan perilaku. Stressor
kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan sebagai suatu
108
tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja. Lingkungan pekerjaan sangat
berpotensi sebagai stressor kerja. (Widyasari, 2007). Setiap aspek dari
lingkungan kerja dapat dirasakan sebagai stres oleh pekerja, tergantung persepsi
pekerja terhadap lingkungannya, apakah ia merasakan stres atau tidak. Hal ini
dapat dikatakan bahwa seorang pekerja dapat mengalami stres, sedangkan
lainnya tidak meskipun dalam situasi kerja yang sama. (Munandar, 2008).
Stres dapat terjadi pada setiap individu/manusia pada setiap waktu, karena
stres merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindarkan.
Manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia tidak mampu menyesuaikan
antara keinginan dengan kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam
maupun diluar dirinya. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan
oleh kekurangmengertian manusia akan keterbatasan dirinya sendiri.
Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang dapat menimbulkan
rasa bersalah, gelisah, konflik dan frustasi yang merupakan tipe-tipe dasar stres
(Anoraga, 2005).
Pengukuran stres pada penelitian ini dilakukan dengan kuesioner yang
berisi 75 indikator dari gejala-gejala stres kerja yang diisi langsung oleh pekerja
dan didampingi oleh peneliti. Kemudian, hasil dapat dilihat dari skor yang
diperoleh, semakin tinggi skor yang diperoleh pekerja maka semakin parah dan
semakin banyak gejala-gejala yang dialami dan semakin berat tingkat stres yang
diderita oleh pekerja.
109
Pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 pekerja pembuatan
offshore pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip didapatkan hasil bahwa
sebagian besar pekerja mengalami stres kerja ringan . Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Urianti (2000) Pada Pekerja di pabrik tabung
elpiji pabrikasi-UPPDN III Pertamina Tanjung Priok yaitu pekerja lebih
cenderung mengalami stres kerja ringan sebesar 65,5 %, begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Febriyanthi (1995) Pada Pekerja divisi Fabrikasi
PT. IPTN Bandung yang mengatakan bahwa pekerja lebih banyak mengalami
stres kerja ringan yaitu sebesar 69,4%. Hal ini menunjukan bahwa pekerja
dengan segala tanggung jawab yang dibebankan memiliki potensi untuk
mengalami stres kerja, yang dapat dilihat dari adanya perubahan yang dirasakan
baik secara fisik, psikologis maupun perilaku.
Begitu pula dengan pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring
tower proyek banyu urip, dengan adanya kebisingan diarea kerja yang dapat
mempengaruhi emosi pekerja memiliki kemungkinan besar untuk terjadinya stres
kerja dan berdasarkan dokumen perusahaan yang ada dimana prosedur yang
tertulis telah menjelaskan masing-masing pekerjaan yang harus dilakukan
pekerja, mereka dituntut untuk kerja secara cepat dan tepat untuk mencapai
target produksi, sehingga dengan adanya tekanan dari perusahaan kemungkinan
besar dapat mempengaruhi gejala psikologis, fisik dan perilaku pekerja jika
pekerja tidak mampu mengatasinya secara dini. Meskipun pekerja di proyek
110
Banyu Urip sebagian besar mengalami stres ringan namun jika tidak
mendapatkan penanganan yang tepat oleh pihak perusahaan maka akan
berdampak lebih serius. Dampak dari stres di tempat kerja memiliki konsekuensi
serius tidak hanya bagi pekerja tetapi juga untuk produktivitas perusahaan.
Kinerja pekerja, tingkat penyakit, absensi yang tinggi, kecelakaan dan turnover
karyawan semuanya dipengaruhi oleh status kesehatan mental karyawan (ILO,
2000 dalam Munandar 2008).
Pencegahan dan pengendalian stres dapat dilakukan dengan cara mudah
sehingga dapat mengurangi tingkat stres pada pekerja proyek Banyu Urip.
Menurut penelitian, stres yang berhubungan dengan pekerja selalu dimulai sejak
pagi hari. Oleh karena itu, sebaiknya pekerja menyediakan waktu rileks sebelum
berangkat kerja seperti menarik napas dalam-dalam lalu hembuskan secara
perlahan. Teknik yang mudah dan tidak membutuhkan waktu lama sehingga
pekerja tidak khawatir akan terlambat dan juga pekerja harus menerapkan pola
hidup sehat, meskipun perusahaan tidak menyiapkan makan untuk pekerja
sebaiknya pekerja tetap memperhatikan asupan yang dikonsumsi karena makan
yang sehat merupakan kunci untuk terhindar dari gejala stres. Serta pekerja harus
menanamkan pemikiran bahwa “pekerjaan bukan segalanya” oleh karena itu,
menurut Dr. Ciaramicolli dalam Novianti (2011) setelah bekerja pekerja
sebaiknya melakukan kegiatan yang membuat bahagia seperti rekreasi bersama
keluarga atau kegiatan apapun yang dapat menenangkan pikiran dan fisik pekerja
111
sehingga gejala-gejala dari stres dapat berkurang dan pekerja terbebas dari stres
kerja.
6.3 Usia
Menurut Cooper usia merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi stres kerja (Munandar, 2008). Ada beberapa jenis pekerjaan yang
sangat berpengaruh dengan usia, terutama yang berhubungan dengan sistem
indera dan kekuatan fisik.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia dengan stres kerja
pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower Proyek Banyu Urip
di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun 2013 (tabel 5.10).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2008)
yang meneliti stres kerja di lembaga permasyarakaan kelas IIB Lubuk Pakam
tahun 2008 yang menyatakan bahwa pekerja yang berumur lebih tua lebih rentan
mengalami stres kerja karena akan mengalami penurunan kekuatan otot yang
berdampak terhadap kelelahan dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini karena
pada kelompok umur ini secara alamiah semakin lanjut usia semakin menurun
kondisi fisiknya atau fungsi organ tubuh sudah mulai menurun sehingga beban
kerja tidak sanggup dilaksanakan dengan baik. Hal ini disebabkan karena usia
dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang. Hal ini sejalan dengan Levi
112
(1984) dalam Hidayat (2012) menyatakan bahwa, pekerja yang berusia lanjut
akan mengalami penurunan kemampuan fisik sehingga tidak lagi dapat
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan dengan beban kerja yang lebih berat dan
mereka sering merasakan gejala-gejala stres seperti: badan letih, lemah, dan tidak
bertenaga serta akan mengalami kemunduran pada jaringan tubuh seperti
jaringan otak menyusut karena atropi, jaringan paru menjadi kurang elastik,
jantung mulai melemah, gerakan yang sering kurang kuat dan kurang
terkoordinasi (Rustika, 1997 dalam Hidayat 2012).
Sedangkan, dalam penelitian ini pekerja yang berusia muda sebagian
besar mengalami stres ringan. Hal ini disebabkan karena mereka masuk pada
kelompok usia produktif dimana sistem tubuh mereka masih stabil dan mantap
dalam mengambil keputusan serta merasa punya tanggung jawab sehingga
bekerja secara bersungguh-sungguh dan mereka masih sanggup melakukan
pekerjaan berat dan biasanya memiliki penglihatan dan pendengaran yang lebih
tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang kuat. Berdasarkan
hasil tersebut, pekerja yang berusia lanjut yang lebih rentan terhadap stres berat
disarankan untuk dapat mengelola jenis pekerjaannya. Jika memang sudah
merasa lelah dan jenuh diharapkan untuk dapat menghentikan pekerjaannya
dahulu untuk mencari kegiatan yang dapat membuat bahagia. Hal ini dikarenakan
agar pekerja dapat mengurangi rasa jenuh yang dialami sehingga dapat
menghindari dari ancaman stres.
113
6.4 Masa Kerja
Menurut Munandar (2008), masa kerja baik sebentar maupun lama dapat
menjadi pemicu terjadinya stres dan diperberat dengan adanya beban kerja yang
besar. Namun, masa kerja yang lama dengan rutinitas yang monoton sehingga
dapat menimbulkan kebosanan dan juga disertai dengan lingkungan kerja yang
terbatas hal tersebut dapat menyebabkan pekerja merasa jenuh.
Sedangkan menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan
masa kerja yang lama, lebih memiliki pengalaman yang luas, kematangan dalam
berfikir dan bertindak, sehingga dapat bersikap lebih bijaksana karena telah
memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Dengan kata lain mereka telah
memiliki kemampuan untuk mengatasi segala situasi dalam pekerjaannya, lebih
mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan disekitarnya dan
adanya kesempatan untuk pengembangan kemampuan dan keterampilan
sehingga terhindar dari stres.
Pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap 82 pekerja berdasarkan
analisis menggunakan uji kruskal wallis menunjukan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore
pipeline and mooring tower proyek Banyu Urip di PT. Rekayasan Industri,
Serang-Banten tahun 2013 (tabel 5.11).
114
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2008)
yang meneliti stres kerja di lembaga permasyarakaan kelas IIB Lubuk Pakam
tahun 2008 yang menyatakan bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka
semakin tinggi kemungkinan terjadimya stres dalam pekerjaannya. Hal ini dapat
terjadi karena pekerja yang sudah mempunyai masa kerja yang lama dapat
menimbulkan kejenuhan sehingga membuat bosan dan lama kelamaan
mengalami stres secara tidak disadari oleh pegawai tersebut. Dari analisis ini
dapat diketahui bahwa semakin lama masa kerja seseorang maka semakin stres di
dalam pekerjaannya. Menurut Schultz (1982), kebosanan merupakan komponen
psikologis lingkungan kerja yang timbul akibat menghadapi pekerjaan yang
berulang-ulang, monoton dan tidak menyenangkan.
Adanya hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip karena
proyek ini memiliki beban kerja yang berat, dimana memiliki tekanan dalam
setiap kegiatan kerjanya, karena jika perusahaan mengejar target penyelesaian
maka diwajibkan bagi pekerja untuk lembur dan menyelesaikan pekerjaannya.
Hal demikian, sangat berbahaya dan memiliki potensi terjadinya kecelakaan,
karena jika pekerja sudah merasa jenuh atau bosan dikhawatirkan mereka tidak
konsentrasi dalam melakukan pekerjaannya. Terlebih lagi untuk pekerja yang
baru mereka harus beradaptasi dengan lingkungan pekerjaan yang mengharuskan
mereka bekerja dengan target. Begitu pula dengan pekerja dengan masa kerja
115
yang lama, mereka harus berusaha untuk mengcegah terjadinya kejenuhan
selama bekerja yang berisiko untuk terjadinya stres meski tidak mereka sadari.
Menurut Tarwaka (2013) setiap orang memiliki kemampuan beban kerja
yang berbeda, sehingga jika pekerja dibebankan suatu pekerjaan yang tidak
sesuai dengan kamampuan dan kapasitasnya dan merasa tidak sanggup maka
tidak memerlukan masa kerja lama pekerja akan merasa stres dalam
pekerjaannya. Oleh karena itu, diharapkan untuk perusahaan agar mampu
memberdayakan sumber daya manusia melalu program-program yang
merangsang kreativitas, motivasi, sifat percaya diri serta kesetiaan pekerja
sehingga pekerja tidak merasa jenuh dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
dan terhindar dari ancaman stres kerja.
6.5 Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi seseorang dalam cara berpikir dan bertindak
dalam menghadapi pekerjaan. Indonesia sebagian besar adalah tenaga pelaksana
yang berada dalam keadaan sosial ekonomi lemah, yang disebabkan antara lain
rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki. Pekerja dengan
dasar pendidikan dan ketrampilan yang sangat terbatas serta kondisi kesehatan
yang buruk cenderung akan menurunkan produktivitas (Budiono dkk, 2003).
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa lebih banyak
116
pekerja dengan pendidikan menengah sebesar 63,4% (tabel 5.4). Dalam analisis
dengan uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan dengan stres kerja. Dan pengkategorian tingkat
pendidikan digabung kembali menjadi dua katergori yaitu pendidikan tinggi dan
pendidikan dasar dikarenakan jika tidak dilakukan penggabungan maka hasil uji
statistik yang diperoleh tidak baik. Sehingga diperoleh bahwa pekerja dengan
tingkat pendidikan tinggi dan pendidikan dasar sebagian besar mengalami stres
ringan. Namun, pekerja dengan pendidikan dasar memiliki risiko lebih besar
untuk mengalami stres berat. Hasil ini sesuai dengan Febriyanthi (1995) yang
melakukan penelitian pada pekerja divisi Fabrikasi PT IPTN Bandung yang
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan stres kerja.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan seluruh jenis pekerjaan yang
dilakukan lebih banyak menggunakan tenaga dan keahlian sehingga perusahaan
tidak memerlukan kriteria khusus dalam pengrekrutan pekerja. Sehingga tanpa
pendidikan tinggi jika pekerja sudah memiliki pengalaman dapat melakukan
pekerjaan proyek maka tidak akan menjadi masalah, terlebih lagi jika pekerja
sudah mendapatkan kesempatan pelatihan yang diberikan oleh perusahaan.
Sebagian besar pekerja adalah lulusan SMA disebabkan karena pekerjaan seperti
ini lebih mengandalkan kekuatan fisik, sehingga jika pekerja memiliki
kemampuan fisik yang baik maka pekerja dapat bekerja meskipun tidak memiliki
keahlian khusus dalam bidang tertentu namun mereka dapat mempelajarinya
117
seiring berjalannya waktu karena perusahaan akan mengadakan pelatihan-
pelatihan untuk menambah pengetahuan dan kemampuan pekerja.
6.6 Status Perkawinan
Status perkawinan dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja
namun, belum banyak studi untuk mendapatkan kesimpulan mengenai dampak
status perkawinan terhadap produktivitas. Menurut Robbins (1998) pekerja yang
telah menikah lebih kecil absensinya dan lebih puas dengan pekerjaannya
daripada pekerja yang belum menikah. Dan memiliki hubungan perkawinan yang
baik akan membantu untuk mencegah atau mengurangi stres kerja.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang
memiliki status menikah lebih banyak kemungkinan disebabkan karena pekerja
beranggapan menikah merupakan kewajiban bagi setiap orang yang dirasa sudah
mampu menjalankannya, pekerja pun akan mendapatkan kenyamanan dan
ketenangan selama bekerja karena akan mendapatkan dukungan dari istri dan
keluarga. Dan berdasarkan hasil uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja pada
pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri,
Serang-Banten tahun 2013. Dalam analisis uji chi-square variabel dependent
yaitu stres kerja dibagi menjadi dua kategori menjadi tidak mengalami stres dan
118
mengalami stres dikarenakan jika tetap menggunakan tiga hasil ukur maka hasil
yang diperoleh menurut statistik tidak baik. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Soebekti (2004) yang meneliti stres kerja pada pekerja di
perusahaan BP Indonesia yang bergerak dibidang minyak dan gas.
Dalam hal ini perlu dipertimbangan bahwa kehidupan pribadi dengan
keluarga yang berjalan baik dan harmonis akan menghasilkan situasi dan kondisi
yang dapat mengurang dan mencegah terjadinya stres pada pekerja yang telah
seharian bekerja dengan tekanan-tekanan dari berbagai pihak ditempat kerja.
Sehingga dalam penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara
status perkawinan dengan stres kerja karena pekerja masih dapat bertemu dengan
istri dan keluarganya sehingga pekerja dapat melepaskan beban kejenuhan saat
dirumah dengan bermain bersama keluarga dan kemungkinan besar baik pekerja
yang sudah menikah maupun yang belum menikah selalu mendapatkan motivasi
dari istri maupun keluarganya sehingga status perkawinan atau hubungan
keluarga yang baik mampu mengatasi stres kerja pada pekerja.
6.7 Rutinitas
Rutinitas adalah pekerjaan rutin yang berulang-ulang sehingga
menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton (Munandar, 2008). Pekerjaan
monoton adalah suatu pekerjaan yang berhubungan dengan hal yang sama dalam
119
periode atau waktu tertentu dalam jangka waktu yang lama dan biasanya
dilakukan oleh suatu produksi yang besar (Budiono dkk, 2003).
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang
memiliki rutinitas monoton lebih banyak dibanding dengan pekerja yang tidak
memiliki rutinitas monoton. (tabel 5.6). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square
dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas
dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower
PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013.
Tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja
dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda,
yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi
peristiwa yang negatif, berbahaya dan mengancam (Selye, 1956 dalam
(Widyasari, 2005). Penilaian kognitif individu dalam hal ini sangat menentukan
apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif
tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul (Selye, 1956
dalam (Widyasari, 2005).
Menurut Hans Selye dalam Munandar (2008) jenis stres dibagi menjadi
dua, yaitu eustres dan distress. Eustres merupakan stres yang bersifat positif,
stres ini memacu dan mendorong individu untuk memenuhi ambisi-ambisinya,
120
karena sebagian orang akan tergerak dengan adanya dorongan atau rangsangan.
Oleh karena itu, meskipun rutinitas dirasakan monoton oleh sebagian besar
pekerja proyek Banyu Urip namun nyatanya tidak memiliki hubungan yang
bermakna dengan stres kerja hal ini dimungkinkan karena pekerja sudah terbiasa
dengan kondisi ditempat kerja dan meskipun bersifat monoton namun pekerja
selalu bisa mengatasinya dan pekerja selalu mendapatkan motivasi baik dari
perusahaan, rekan kerja maupun keluarga sehingga secara tidak sadar motivasi
tersebut dapat menghilangkan rasa jenuh pada pekerja saat bekerja.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2004)
pada pekerja di departemen operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur.
Meskipun sebagian pekerja mengatakan rutinitas yang mereka lakukan
membosankan atau monoton namun variabel rutinitas tidak mempengaruhi stres
kerja di perusahaan ini, sebab motivasi pekerjanya sudah baik, hal ini sudah
sesuai dengan yang dipaparkan oleh Anoraga (1998) bahwa seseorang yang
bermotivasi tinggi akan kurang rasa kebosanannya dibandingkan orang lain yang
bermotivasi rendah.
6.8 Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal yang baik idealnya terjalin diantara semua level
pekerja, baik dengan atasan, staf maupun pekerja dengan level yang sama.
Hubungan interpersonal didalam pekerjaan dan dukungan sosial dari rekan kerja,
121
atasan maupun anggota memiliki keterkaitan dengan stres kerja (cooper dan
Davidson, 1987). Hubungan yang buruk ditempat kerja dapat menimbulkan
ketidakjelasan peran sehingga dapat menimbulkan ketegangan psikologis serta
menimbulkan ketidakpuasan ditempat kerja. Hubungan interpersonal ditempat
kerja berhubungan erat dengan kesehatan pada pekerja dan lingkungan kerja itu
sendiri. Hubungan interpersonal yang baik tidak hanya berguna untuk menunjang
profesionalisme dalam pekerjaan tetapi juga mencegah terjadinya stres kerja.
Menurut Munandar (2001) menjalankan hidup dengan orang lain
merupakan salah satu aspek kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik
antara anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam
kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap
dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian dukungan
yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam
berorganisasi. Ketidakpercayaan yang tinggi mengarah ke komunikasi antar
pribadi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikologikal
dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan
dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang
memiliki hubungan interpersonal buruk lebih besar untuk mengalami stres berat.
Sedangkan untuk hubungan interpersonal baik memiliki nilai yang sama besar
122
antara yang mengalami stres dan tidak mengalami stres (tabel 5.7). dan
berdasarkan hasil analisis uji chi-square dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan stres kerja pada
pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower PT. rekayasa industri,
Serang-Banten tahun 2013. Dalam analisis uji tersebut stres dibagi menjadi dua
kategori menjadi tidak mengalami stres dan mengalami stres dikarenakan jika
tetap menggunakan tiga hasil ukur maka hasil yang diperoleh menurut statistik
tidak baik.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Situngkir (2004)
pada pekerja di departemen operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur.
sebagian besar pekerja memiliki hubungan interpersonal yang baik, oleh sebab
itu tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal dengan
stres kerja.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara hubungan interpersonal
pekerja proyek Banyu Urip dengan stres kerja kemungkinan besar disebabkan
karena pekerja sudah memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan atasan
maupun sesama rekan kerja, dan menurut hasil wawancara pekerja pun juga
memiliki hubungan yang baik dengan kelompok diluar pekerjaan sehingga
pekerja lebih bisa mengurangi stres kerja yang berasal dari hubungan
interpersonal.
123
6.9 Kebisingan
Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap
pada alat pendengaran juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan
peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis pekerja
(Munandar, 2008).
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang
terpapar bising dan tidak terpapar bising cenderung mengalami stres ringan (tabel
5.4). Namun, pekerja yang terpapar kebisisngan lebih berisiko untuk mengalami
stres berat. Dan berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi-square dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres
kerja. Selain itu, variabel kebisingan merupakan variabel yang signifikan atau
dominan terhadap stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and
mooring tower proyek banyu urip PT Rekayasa Industri, Serang-Banten tahun
2013.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khairat (2008)
pada karyawan produksi PT. Mataram Tunggal Garment Yogyakarta. Tingkat
kebisingan di bagian tenun ini mempunyai tingkat kebisingan pada shift pagi
yaitu 99.06 dB. Kebisingan yang cukup tinggi ini merupakan penyebab stres di
dalam lingkungan kerja. Tingkat kebisingan yang melebihi nilai ambang batas di
124
tempat kerja dapat menyebabkan gangguan pendengaran, gangguan konsentrasi
dalam bekerja, penyakit psikosomatik antara lain berupa gastritis, dan stres. Hal
ini sesuai dengan pendapat Arifiani (2004) yang menjelaskan bahwa bising
menyebabkan gangguan pada tenaga kerja seperti gangguan fisiologis, gangguan
psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian. Disisi lain kebisingan juga dapat
menyebabkan gangguan terhadap kemampuan kerja akibat rangsangan terus
menerus pada susunan saraf pusat. Suara yang asing, interupsi suara yang
berulang ulang dan suara melebihi nilai ambang batas adalah beberapa keadaan
kebisingan yang dapat memepengaruhi kemampuan bekerja.
Adanya hubungan yang bermakana antara kebisingan dengan stres kerja
di proyek Banyu Urip disebabkan karena dilingkungan kerja dekat dengan
pekerja terdapat mesin-mesin yang selalu beroperasi yang menghasilkan suara
bising seperti mesin gerindra, mesin las, mesin kompresor dan sebagainya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja proyek Banyu Urip suara bising
yang diterima menyebabkan pekerja cepat merasa lelah, pusing dan kurang
nyaman dalam bekerja serta mengalami peningkatan dalam emosi karena merasa
kesulitan dalam berkomunikasi dengan pekerja lainya . Faktor ini adalah tanda-
tanda pekerja mengalami stres kerja.
Meskipun perusahaan telah memberikan alat pelindung telinga (APT)
berupa earplug kepada para pekerja. Namun, langkah ini belum sepenuhnya
maksimal karena masih banyak dari pekerja yang tidak menghiraukan imbauan
125
untuk menggunakan earplug selama bekerja dan tidak sedikit pekerja yang
mengeluhkan bahwa earplug yang dimiliki sudah rusak karena tidak ada
pergantian APT dari perusahaan dalam kurun waktu yang lama, meskipun
pekerja sudah memintanya.
Oleh karena itu, diharapkan untuk perusahaan untuk memberikan pekerja
earplug dan menggantinya jika earplug sudah dalam kondisi rusak, serta
memberikan pelatihan kepada pekerja terkait bagaimana menggunakan earplug
yang sesuai dan memastikan pekerja sudah menggunakannya dengan benar dan
tepat. Serta tidak bosan untuk mengimbau pekerja untuk selalu menggunakan
APT jika bekerja di lingkungan yang bising. Dan diharapkan pekerja dapat
menaati dan mengikuti seluruh prosedur kerja yang telah ditetapkan oleh
perusahaan, agar terhindar dari bahaya keselamatan dan kesehatan kerja.
6.10 Tekanan Panas
Menurut Suma’mur (2009) tekanan panas dapat mempengaruhi daya
kerja, produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja. Selain itu tekanan panas juga
sangat berpengaruh pada kinerja sumber daya manusia, serta lingkungan yang
ekstrim (panas) memiliki efek yang signifikan pada kapasitas kerja (Bridger,
2003).Tekanan panas merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban,
kecepatan gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari
tubuh pekerja sebagai akibat pekerjaannya.
126
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan terhadap 82 pekerja
pembuatan offshore pipeline and mooring tower didapatkan bahwa pekerja yang
terpapar panas cenderung untuk mengalami stres ringan. Sedangkan pekerja yang
tidak terpapar panas cenderung mengalami stres berat (tabel 5.4). sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tekanan panas
dengan stres kerja pada pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower
PT. rekayasa industri, Serang-Banten tahun 2013. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Susilo (2012) pada pekerja di PT. Indo Bali
kecamatan Negara kabupaten Jimbaran, Bali yang mengatakan bahwa faktor
lingkungan fisik khususnya tekanan panas sangat mempengaruhi terjadinya stres
kerja.
Berdasarkan hasil observasi dilapangan, pekerja melakukan pekerjaan
diberbagai titik sehingga setiap perkerja menerima paparan tekanan panas yang
berbeda-beda. Tekanan panas dihitung menggunakan Heat Stress Monitor
Questemp 34. Selain itu, pengukuran tekanan panas juga melihat beban kerja dan
waktu kerja pekerja. Berdasarkan hasil perhitungan beban kerja sebagian besar
pekerja memiliki beban kerja ringan dengan waktu kerja selama 8 jam yang
sesuai dengan Hiperkes . Selain itu, pada open area fabrication terdapat tempat
istirahat sementara untuk pekerja yang memiliki penutup atapnya sehingga jika
pekerja telah selesai melakukan pekerjaannya dan menunggu untuk pekerjaan
selanjutnya banyak dari pekerja yang beristirahat ditempat tersebut karena selain
127
untuk berteduh dan istirahat mereka juga dapat terhindar dari paparan panas yang
berasal dari matahari langsung. Berbeda dengan pekerja yang bekerja diarea
workshop, area workshop merupakan area kerja yang besar yang memiliki atap
yang terbuat dari rangka baja ringan galvanis yaitu rangka baja yang dilapisi
oleh cairan anti karat/ korosif. Walaupun tersedianya atap namun tidak dapat
dipungkiri bahwa pekerja tetap menerima paparan panas dari matahari langsung
yang terserap melalui atap baja meskipun demikian, pihak perusahaan telah
menyediakan air minum untuk dikonsumsi pekerja agar terhindar dari dehidrasi
dan kelelahan.
Oleh karena itu, meskipun pekerja yang berada diarea workshop maupun
yang berada di open area fabrication tidak dapat terhindar dari paparan panas
matahari langsung. Namun, perusahaan sudah memberikan pencegahan dini agar
dampak paparan tekanan panas tidak memperburuk keadaan pekerja Karena jika
keadaan ini terjadi berlarut-larut dapat menyebabkan pekerja tidak mampu
bekerja dengan baik karena menurunnya gairah bekerja atau bila terpaksa bekerja
maka dapat mengakibatkan stres (Munandar,2004).
128
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari 82 responden yang bekerja di proyek Banyu Urip, sebagian besar
mengalami stres kerja ringan.
2. Hubungan antara individual arena dan Work Arena dengan stres kerja pada
pekerja pembuatan offshore pipeline and mooring tower proyek banyu urip di
PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013., yaitu:
a. Ada hubungan yang bermakna antara usia, masa kerja dan kebisingan
dengan stres kerja.
b. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan, status perkawinan,
rutinitas, hubungan interpersonal dan tekanan panas dengan stres kerja.
c. Faktor paling dominan berpengaruh terhadap stres kerja pada individual
arena adalah usia.
d. Faktor paling dominan berpengaruh terdadap stres kerja pada work arena
adalah kebisingan.
129
7.2 Saran
7.2.1 Bagi Perusahaan
a. Diharapkan perusahaan dapat mempertimbangkan jenis pekerjaan dan
tidak memberikan tugas yang berlebihan pada pekerja yang telah memiliki
usia diatas 40 tahun.
b. Pekerjaan yang berulang – ulang dan dilakukan dalam masa kerja yang
lama dapat mengakibatkan kondisi dan kualitas pekerja menurun.
Sebaiknya pihak perusahaan dapat memberdayakan sumber daya manusia
melalui program-program yang merangsang kreativitas, motivasi, sifat
percaya diri serta kesetiaan pekerja sehingga pekerja tidaak merasa jenuh
dan dapat melaksanakan pekerjaan dengan maksimal.
c. Kebisingan merupakan suatu keadaan yang berbahaya jika seseorang
terpapar terus menerus dalam jangka waktu yang lama, namun kenyatannya
banyak pekerja yang tidak menyadari paparan tersebut karena
menganggapnya sebagai suatu kondisi yang biasa. Oleh karena itu,
diharapkan bagi perusahaan untuk memberikan pekerja earplug dan
menggantinya secara rutin karena banyak dari pekerja yang mengeluhkan
earplug sudah rusak serta memberikan pelatihan kepada pekerja cara
bagaimana menggunakan earplug yang sesuai dan tepat dan memastikan
pekerja sudah menggunakannya dengan benar dan tepat.
130
7.2.2 Bagi Pekerja
a. Diharapkan para pekerja yang berumur lebih dari 40 tahun dan masa
kerja yang lebih dari 11 tahun agar mampu beradaptasi dengan lingkungan
kerja serta meningkatkan motivasi agar memiliki pandangan bahwa bekerja
merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bukan sebagai beban untuk
menghidupkan keluarga. Sehingga dengan adanya pemikiran tersebut
diharapkan pekerja akan memiliki semangat dan hubungan yang baik
ditempat kerja sehingga dapat terhindar dari stres kerja.
b. Pekerja diharapkan dapat menaati dan mengikuti seluruh prosedur kerja
yang telah ditetapkan oleh perusahaan dengan baik, agar terhindar dari
bahaya keselamatan dan kesehatan kerja khususnya stres kerja.
7.2.3 Bagi peneliti lain
a. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memasukan variabel-variabel
lainnya yang diduga memiliki hubungan dengan stres kerja yang tidak
diteliti dalam penelitian ini dan memasukan seluruh populasi sebagai
sampel, agar hasil yang diperoleh akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 1990. Usaha Kesehatan Kerja Sektor Informal Di Indonesia.
Cetakan Ke-2. Departemen Kesehatan RI Adas, Agus Muchammad. 2006. Kajian Hubungan Faktor Risiko Psikososial Kerja
Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Minyak Dan Gas Bumi Lepas Pantai Di Pulau Pabelokan PT. X Tahun 2006. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Airmayanti, Diah. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Produksi PT. ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta.
Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan analisis data statistic dibidang kesehatan.
Ciputat : FKIK UIN Jakarta. Anonim. 2013. “Bangun Rumah? Pakai Jasa Kontraktor Atau Pemborong”. Diakses
pada tanggal 14 mei 2013 dari www.bangunrumahelegan.com. Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan ke 3. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Arifiani, N., “Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja”, Cermin
Dunia Kedokteran No. 144, 2004, Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2004.
Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik Dalam Pekerjaan Dan Faktor Rumah
Tangga Dengan Stres Kerja Pada Karyawan Conoco Dan Kontraktor Di Block B Kepulauan Natuna. Tesis. Program Magister Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Budiono dkk, 2003. Kelelahan (fatique) pada tenaga kerja. Bunga Rampai Hiperkes
dan keselamatan kerja edisi ke-2. Semarang: Universitas Diponegoro Bridger, R.S. 2003. Introduction to ergonomic 2nd edition. New York : Taylor &
Francis Inc. Cooper, Cary dan Marlyn Davidson. 1987. Source Of Stress At Work And Their
Relation To Stressors In Non Working Environment. Dalam: World Health
Organization. Psycholsosial Factors At Work And Their Relation To Health. Geneva : world health organization (WHO).
Christina, Wieke Yuni, Ludfi Djakfar dan Armanu Thoyib. 2012. Pengaruh Budaya
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Terhadap Kinerja Proyek Konstruksi. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang . Jurnal Rekayasa Sipil / Volume 6, No. 1 – 2012 ISSN 1978 – 5658.
Dhamayanti, ratna. 2006. Pengaruh konflik keluarga-pekerjaan, Keterlibatan
pekerjaan, dan tekanan pekerjaan Terhadap kepuasan kerja karyawan wanita Studi pada nusantara tour & travel Kantor cabang dan kantor pusat semarang. Jurnal studi manajemen & organisasi Volume 3 : Universitas Diponegoro
Diahrianty, Marshella. 2006. Gambaran Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Stres Kerja pada Pengemudi Bus Reguler di Pool Cakung II PT Steady Safe Tbk. Jakarta. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
European Commission. 1999. Guidance on Work-Releted Stres “Spice of Life-or Kiss
of Death?. Employment & Sosial Affair. Jurnal. Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD,
Jakarta Tahun 2002. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Ervianto, W. I. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi. Andi, Yogyakarta. Febriyanthi, Krisanthi Yudewi. 1995. Gambaran dan identifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian stres kerja pada pekerja divisi FABRIKASI pt iptn Bandung tahun 1995. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Gautama, Dewandra. 2008. Studi stress kerja perawat di RS. X. Jakarta. Tesis.
Jakarta: UI Gitalia. Budhi Utami.2009. Faktor- Faktor yang berhubungan dengan Kejadian
stress kerja pada perawat instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. Skripsi. Jakarta: UIN
Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas Dan Depresi. Jakarta: FK UI
Handoyo, Seger, 2001. Stres pada Masyarakat Surabaya. Jurnal Insan Media
Psikologi.Surabaya : Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Hanson, Glen & venturelli, peter J. 1995. Drug and Society 4th edition. United state: Jonas&Bartlett Publisher. Inc.
Health & Safety Executive of U. K., 2005. Health and Safety Statistic 2004/2005.
Pada tanggal 15 April 2013 Dari http://www.hse.gov.uk/statistics/overall/hssh0607.pdf
Herawati, Neny. 2006. Study Stres Kerja Para Dokter di Poliklinik PT X tahun 2006.
Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Hidayat, Firman. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan
dan Lingkungan Kerja Dengan Stres Kerja Pada Pengemudi Mini Bus Di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2013. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta.
Hoetomo. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar. Holt, Allan, St John. 2006. Principle Of Construction Safety. Britain : Blackwell
Science Ltd. Ivancevich, J.M. & M.T. Matteson. 1980. Stress At Work. Glenview, illnois : scott
Foresman. Kenyon college. 2001. Indikator stres kerja diakses dari
http://bfec.Kenyon.edu/HealthKenyon/strespsymptoms.pdf. pada tanggal 29 April 2013.
Kadin. 2002. Industri Jasa Konstruksi di Indonesia. Kompartemen Jasa Konstruksi,
Konsultasi, Real Estate dan Teknologi Tinggi. Jakarta: Kadin Indonesia. Kahn, R.L., D.M. Wolfe, R.P. Quinn, J.D. Snoek &R.A. Roesenthal.1964.
Organizational Stress: Studied In Role Conflict and Ambiguity. Chichester : John Wiley.
Karoley, Paul. 1985. Measurment Strategis In Health Psycology. Psycology Press:
New Jersey. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1405 Tahun 2002 Tentang
Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Khairat, Fakhrida. 2008. Pengaruh Faktor Fisik dan Individual Terhadap Terjadinya
Stres Kerja Pada Karyawan Produksi PT Mataram Tunggal Garment Sleman Yogyakarta. Skripsi : UGM
Konz. 1998. Work/rest: part 1guidelines for the practitioner. International journal of
industrial ergonomic. Kroemer, KHA dan Granjean, E. 1997. Fitting The Task To The Human: A Textbook
Of Occupational Ergonomics 5th Edition. London: Taylor & Francis Kuswadji, S. 1997. Pengaturan tidur pekerja shift. Cermin Dunia Kedokteran No.
116. Lelyana, Margareta. 2003. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada
Perawat RS. X tahun 2003. Skripsi. Jakarta: UI Lubis, H. S. 2006. Stres Kerja. Modul Kuliah Program Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhusussan Kesehatan Kerja.
Muhammad, Adhi Noer. 2004. Gambaran Hubungan Faktor-Faktor Dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Terminal Kampung Melayu Jakarta 2004. Skripsi. Jakarta: FKM UI.
Munandar, Ashar Sunyoto. 2008. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI
Press. Murtiningrum, Afina. 2005. Analisis Pengaruh Konflik Pekerjaan-Keluarga
Terhadap Stres Kerja Dengan Dukungan Sosial Sebagai Variabel Moderasi. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
NIOSH. 1999. Stress at work. USA : center for disease and prevention. National safety council, 2004. Manajemen Stres . EGC. Nawawinetu, Erwin diah & Adriani, Retno. 2007. Stres Akibat Kerja Pada Tenaga
Kerja yang Terpapar Bising. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Airlangga.
Noer, Muhammad Adhi. 2004. Gambaran Hubungan Faktor-faktor dengan Stres
Kerja Pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Terminal Kampung Melayu. Skripsi. Depok: FKMUI.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta
Novianti, Lanny. 2011. Beberapa cara untuk menyiasati stres kerja diakses pada tanggal 29 januari 2013 pukul 21.12 dari http://www.1saran.com/artikel/detail/4.
Nugrahani, Sarafino. 2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan stress kerja
pada pekerja bagian operasional PT. Gunze Indonesia. Skripsi. UI. Peraturan Menteri Tenaga kerja No 13 tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas
(NAB). Prativi, lugina. 2013. Gambaran Stres Kerja Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Terjadinya Stres Pada Pekerja Di Operasi Dan Produksi PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang Tahun 2012. Skripsi Universitas Indonesia.
Poppy, Kumala, dkk. 1998. Kamus Kedokteran Dorland, Copy Editor Edisi
Bahasa : Dyah Nuswantari, (edisi 25), Jakarta : EGC
Project Management Institute. 2008. A Guide To The Project Management Body Of Knowledge Third Edition. Pennsylvania: Project Management Institute Inc.
Rini, J. F. 2008. Menyiasati Stres Kerja. Diakses pada tanggal 29 April 2013 dari
www.solusisehat.net/tips_kesehatan.php?id=8. Robbins S.P. 2003. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi. Jakarta: PT
Prenhalindo Sabri, Luknis dan Hastono, Sutanto Priyo. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada. Santa, Hadi. 2011. Pengaruh Kebisingan, Temperature, Dan Pencahayaan Terhadap
performa kerja. Diakses Pada Tanggal 22 April 2013 dari http://teknologi.kompasiana.com.
Sarah, Nadhia dewi. 2010. Analisis Faktor Stres Kerja PT. X. SkripSi Universitas
Indonesia. Sastrowinoto, Suyatno. 1985.meningkatkan produktivitas dengan ergonomic. Jakarta:
PT Pustaka Binaman Pressindo. Schultz Duane & S. Ellen Schultz. 1998. Psychology & Work Today. Prentice Hall.
New Jersey.
Schultz, Duane. P dan S. Ellen Schultz. 2006. Psychology and Work Today, An Introduction to Industrial and Organizational Psychology, Ninth Edition. Pearson Prentice Hall: New York.
Shofwati, Iting dan Satar, Yuli Prapanca. 2009. Higyene Industri. Jakarta : UIN Press.
Siboro, Tri Sumarni. 2009. Hubungan Kondisi Kerja dan Karakteristik Individu
Dengan Stres Kerja Pada Pegawai Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Lubuk Pakam Tahun 2008. Tesis. Medan : Universitas Sumatera Utara
Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan stres dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
terjadinya stres kerja pada karyawan bagian produksi PT. Pandu Dayatama Patria. Skrips. FKM UI. Depok.
Situngkir, Pinta Juliana. 2004. Gambaran Kejadian Stress Dan Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Stress Kerja Pada Pekerja Di Departemen Operasi PT. Badak NGL Bontang Kalimantan Timur tahun 2004. Thesis Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Soebekti, Rakhmat. 2004. Aspek bahaya psikososial kerja serta pengaruhnya
terhadap tingkat stres karyawan di perusahaan BP Indonesia. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Sujianto, Agus Eko. 2007. Aplikasi Statistik dengan SPSS untuk Pemula. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Suma’mur, P.K., M.Sc, 1996. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.
Suma’mur, P.K., M.Sc, 2009. Hygiene Perusahaan dan Kesehatan kerja. Jakarta: PT
Toko Gunung Agung. Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan
Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas Dikawasan Puncak-Cianjur Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta
Susilo, Tri. 2012. Analisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan non fisik terhadap
stress kerja pada PT. Indo Bali di Kecamatan Negara Kabu[aten Jimbaran Bali. Tesis: UPN Veteran Jatim.
Swarth, Judith. 2006. Stres dan Nutrisi. Jakarta : Bumi Aksara
Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan dan produktivitas kerja. Surakarta: UNIBA press
Tarwaka. 2013. Ergonomi industri “dasar-dasar pengetahuan ergonomic dan
aplikasi ditempat kerja” . Surakarta : Harapan Press Undang- Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Urianti, Sepriana. 2000. Tingkatan Stres dan Identifikasi Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Terjadinya Stres Kerja Pada Pekerja Di Pabrik Tabung Elpiji Pabrikasi-UPPDN III Pertamina Tanjung Priok. Skripsi Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Vierdelina, Nadya. 2008. Gambaran stres Kerja Dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Pada Pengemudi Bua Patas 98 Jurusan Bekasi Barat- Cililitan/Kampong Rambutan Tahun 2008. Skripsi Universitas Indonesia.
Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada
Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex tbk Tahun 2011. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Jakarta
Wantoro, Bing. 1999. Stres Kerja. Majalah Hyperkes Dan Keselamatan Kerja.
Volume XXXII No 3. Widyasari, Putri. 2007. Stres Kerja. Diakses pada tanggal 2 agustus 2013 dari
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/streskerja.html. Workcover New South Wales (NSW). 2008. Fatigue Prevention In The Workplace.
Melbourne : Worksafe Victoria. Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres
Kerja Pada Pegawai Unit Kerja Laundry Rsud Pasar Rebo Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan. UIN Jakarta
KUISIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Saya mahasiswa peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Jurusan Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan
penelitian untuk tugas akhir (skripsi) mengenai “Hubungan Antara Individual Arena da Work
Arena Dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pembuatan Offshore Pipeline And Mooring Tower
(EPC3) Proyek Banyu Urip Di PT. Rekayasa Industri, Serang-Banten Tahun 2013”.
Saya mengharapkan kesediaan bapak guna menjawab kuesioner ini dengan sejujur
mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban yang
telah bapak berikan. Segala bentuk jawaban akan dijamin kerahasiaannya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Jakarta, …………..2013
Hormat Saya
Daniawati
Bismillahirrohmanirrohim
No. Responden
Nama : ___________________
Unit kerja : ________________
A. INDIVIDUAL ARENA
1. Berapakah usia bapak saat ini? …..tahun
A1
2. Masa Kerja
Sudah berapa lama anda bekerja sebagai pekerja proyek ?
0. > 5 tahun
1. < 5 tahun
A2
3. Pendidikan
Apakah pendidikan terakhir bapak?
0. Perguruan Tinggi
1. SMA/sederajat
2. SD/ SMP
A3
4. Status Perkawinan
0. tidak menikah
1. menikah A4
B. WORK ARENA
RUTINITAS
5. Apakah anda merasa bosan terhadap pekerjaan anda yang berulang-ulang?
0. Tidak
1. Ya
6. Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang tidak ada perubahan?
0. Tidak
1. Ya
7. Apakah anda merasa bosan dengan sedikitnya pekerjaan anda?
0. Tidak
1. ya
Total : B1
HUBUNGAN INTERPERSONAL
8. Apakah anda pernah memiliki konflik dengan atasan anda ?
0. Tidak
1. Ya
9. Apakah anda pernah memiliki konflik dengan sesama rekan kerja?
0. Tidak
1. Ya
10. Apakah anda merasa puas terhadap hubungan anda dengan atasan anda?
0. Ya
1. Tidak
11. Apakah anda merasa puas terhadap hubungan anda dengan sesama rekan kerja?
0. Ya
1. Tidak
12. Apakah anda pernah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena hubungan yang tidak
baik dengan atasan?
0. Tidak
1. Ya
13. Apakah anda pernah tidak mampu menyelesaikan pekerjaan karena hubungan yang tidak
baik dengan atasan?
0. Ya
1. Tidak
Total : B2
C. INDIKATOR STRES KERJA
Petunjuk Pengisian : Anda diminta memberikan tanggapan atau pernyataan yang
terdapat pada kuesioner berikut, sesuai dengan keadaan, pendapat atau perasaaan anda pada
saat skala ini diisi bukan berdasarkan pendapat umum atau pendapat orang lain dengan
memberikan tanda (√) pada tempat yang telah disediakan.
C1
Tidak pernah
jarang Kadang-kadang
sering Setiap hari
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migraine) Merasa lelah terus-menerus Sembelit Perut kosong Percaya diri yang turun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung (bingung atau tidak seimbang)
Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi (murung & sedih yang mendalam dalam waktu yang lama)
Gelisah Kehilangan minat dalam hal-hal
(prestasi&produktivitas menurun) Nyeri otot Sensitif/peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan (semangat bekerja/ tidak percaya pada org lain)
Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin)
Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsentrasi Perut mulas/rasa panas dalam perut
Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Jangan mengambil inisiatif seperti dulu (tidak berani ambil risiko)
Mimpi buruk Mulut kering Mengkonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmaton)
Diare Gugup Merasa tidak mampu Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustasi Kurang keterlibatan dengan orang lain
Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan konsumsi kafein(kopi,teh )
Resah Pengambilan keputusan yang jelek (suka mencari kesalahan orang lain)
Merokok Merasa diluar kendali
Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak Pekerjaan (melakukan banyak kesalahan dalam pekerjaan)
Mengedipkan mata secara berlebihan
Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas (produktivitas menurun)
Membuang-buang waktu pekerjaan (menunda pekerjaan)
Sulit untuk mengidentifikasi penyebab non kinerja (pikiran dipenuhi oleh satu hal saja)
Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain
1. Stres Kerja
UNIVARIAT
Statistics
stresreal
N Valid 82
Missing 0
Mean 62.2683 Median 71.0000 Mode 71.00a Percentiles 25 38.0000
50 71.0000
75 80.2500
stresquartile
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid tidak stres 19 23.2 23.2 23.2
stres ringan 43 52.4 52.4 75.6
stres berat 20 24.4 24.4 100.0
Total 82 100.0 100.0
2. Pendidikan
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid pendidikan tinggi 4 4.9 4.9 4.9
pendidikan menengah 52 63.4 63.4 68.3
pendidikan dasar 26 31.7 31.7 100.0
Total 82 100.0 100.0
3. Status Perkawinan
status
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak menikah 17 20.7 20.7 20.7
menikah 65 79.3 79.3 100.0
Total 82 100.0 100.0
4. Rutinitas
rutinitas1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak monoton 25 30.5 30.5 30.5
monoton 57 69.5 69.5 100.0
Total 82 100.0 100.0
5. Hubungan Interpersonal
hub1
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid baik 68 82.9 82.9 82.9
buruk 14 17.1 17.1 100.0
Total 82 100.0 100.0
6. Kebisingan
kebisingan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak terpapar bising 47 57.3 57.3 57.3
terpapar bising 35 42.7 42.7 100.0
Total 82 100.0 100.0
7. Tekanan Panas
Panas
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak terpapar 49 59.8 59.8 59.8
terpapar 33 40.2 40.2 100.0
Total 82 100.0 100.0
8. Numerik (Usia & Masa Kerja)
Statistics
usia masa
N Valid 82 82
Missing 0 0
Mean 36.6341 11.2805 Median 36.0000 10.0000 Mode 43.00 5.00 Std. Deviation 8.96566 7.90729 Minimum 20.00 .00 Maximum 55.00 27.00
Uji Normalitas Data BIVARIAT
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
usia masa
N 82 82 Normal Parametersa Mean 36.6341 11.2805
Std. Deviation 8.96566 7.90729 Most Extreme Differences Absolute .091 .175
Positive .066 .175 Negative -.091 -.096
Kolmogorov-Smirnov Z .825 1.582 Asymp. Sig. (2-tailed) .504 .013
1. Usia*Stres Kerja
Descriptives usia
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
tidak stres 19 30.8947 6.17247 1.41606 27.9197 33.8698 20.00 43.00 stres ringan 43 36.9535 8.19394 1.24956 34.4318 39.4752 20.00 51.00 stres berat 20 41.4000 10.05459 2.24827 36.6943 46.1057 21.00 55.00 Total 82 36.6341 8.96566 .99009 34.6642 38.6041 20.00 55.00
ANOVA
usia
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1084.528 2 542.264 7.894 .001 Within Groups 5426.496 79 68.690 Total 6511.024 81
2. Masa Kerja*Stres Kerja
Descriptives
stresquartile Statistic Std. Error
masa tidak stres Mean 7.1053 1.23756
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 4.5053 Upper Bound 9.7053
5% Trimmed Mean 7.0058 Median 5.0000 Variance 29.099 Std. Deviation 5.39439 Minimum .00 Maximum 16.00 Range 16.00 Interquartile Range 10.00 Skewness .607 .524
Kurtosis -1.004 1.014
stres ringan Mean 11.4651 1.18516
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 9.0734 Upper Bound 13.8569
5% Trimmed Mean 11.2429 Median 10.0000 Variance 60.398 Std. Deviation 7.77159 Minimum .00 Maximum 27.00 Range 27.00 Interquartile Range 13.00 Skewness .319 .361
Kurtosis -1.084 .709
stres berat Mean 14.8500 1.93074
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 10.8089 Upper Bound 18.8911
5% Trimmed Mean 14.9444 Median 17.5000 Variance 74.555
Std. Deviation 8.63454 Minimum 1.00 Maximum 27.00 Range 26.00 Interquartile Range 15.50 Skewness -.530 .512
Kurtosis -1.125 .992
Kruskal-Wallis Test Ranks
stresquartile N Mean Rank
masa tidak stres 19 29.24
stres ringan 43 42.22
stres berat 20 51.60
Total 82
3. Pendidikan*Stres Kerja
pendidikan1 * stresquartile Crosstabulation
stresquartile
Total tidak stres stres ringan stres berat
pendidikan1 pendidikan tinggi Count 15 29 12 56
% within pendidikan1 26.8% 51.8% 21.4% 100.0%
pendidikan dasar Count 4 14 8 26
% within pendidikan1 15.4% 53.8% 30.8% 100.0% Total Count 19 43 20 82
% within pendidikan1 23.2% 52.4% 24.4% 100.0%
Test Statisticsa,b
masa
Chi-Square 8.725 df 2 Asymp. Sig. .013 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: stresquartile
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pendidikan1 * stresquartile 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.646a 2 .439 Likelihood Ratio 1.698 2 .428 Linear-by-Linear Association 1.587 1 .208 N of Valid Cases 82 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.02.
4. Status Perkawinan
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
status * stresmedian 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .004a 1 .947 Continuity Correctionb .000 1 1.000 Likelihood Ratio .004 1 .947 Fisher's Exact Test 1.000 .580
Linear-by-Linear Association .004 1 .947 N of Valid Casesb 82 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.88. b. Computed only for a 2x2 table
status * stresmedian Crosstabulation
stresmedian
Total tidak stres stres
status tidak menikah Count 8 9 17
% within status 47.1% 52.9% 100.0%
menikah Count 30 35 65
% within status 46.2% 53.8% 100.0% Total Count 38 44 82
% within status 46.3% 53.7% 100.0%
5. Rutinitas * Stres Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
rutinitas1 * stresquartile 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
rutinitas1 * stresquartile Crosstabulation
stresquartile
Total tidak stres stres ringan stres berat
rutinitas1 tidak monoton Count 9 13 3 25
% within rutinitas1 36.0% 52.0% 12.0% 100.0%
monoton Count 10 30 17 57
% within rutinitas1 17.5% 52.6% 29.8% 100.0% Total Count 19 43 20 82
% within rutinitas1 23.2% 52.4% 24.4% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4.820a 2 .090 Likelihood Ratio 4.952 2 .084 Linear-by-Linear Association 4.752 1 .029 N of Valid Cases 82
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.79.
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for status (tidak menikah / menikah) 1.037 .356 3.023
For cohort stresmedian = tidak stres 1.020 .577 1.800 For cohort stresmedian = stres .983 .595 1.623 N of Valid Cases 82
6. Hubungan Interpersonal*Stres Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
hub1 * stresmedian 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
hub1 * stresmedian Crosstabulation
stresmedian
Total tidak stres stres
hub1 baik Count 34 34 68
% within hub1 50.0% 50.0% 100.0%
buruk Count 4 10 14
% within hub1 28.6% 71.4% 100.0% Total Count 38 44 82
% within hub1 46.3% 53.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.144a 1 .143 Continuity Correctionb 1.369 1 .242 Likelihood Ratio 2.217 1 .136 Fisher's Exact Test .239 .120
Linear-by-Linear Association 2.118 1 .146 N of Valid Casesb 82 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.49. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for hub1 (baik / buruk) 2.500 .714 8.754
For cohort stresmedian = tidak stres 1.750 .739 4.142
For cohort stresmedian = stres .700 .466 1.052
N of Valid Cases 82
7. Kebisingan*Stres Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kebisingan * stresquartile 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
kebisingan * stresquartile Crosstabulation
stresquartile
Total tidak stres stres ringan stres berat
kebisingan tidak terpapar bising Count 16 26 5 47
% within kebisingan 34.0% 55.3% 10.6% 100.0%
terpapar bising Count 3 17 15 35
% within kebisingan 8.6% 48.6% 42.9% 100.0% Total Count 19 43 20 82
% within kebisingan 23.2% 52.4% 24.4% 100.0%
8. Tekanan Panas*Stres Kerja
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
panas * stresquartile 82 100.0% 0 .0% 82 100.0%
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 14.329a 2 .001 Likelihood Ratio 15.133 2 .001 Linear-by-Linear Association 13.871 1 .000
N of Valid Cases 82 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.11.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 4.756a 2 .093 Likelihood Ratio 5.067 2 .079 Linear-by-Linear Association 2.042 1 .153 N of Valid Cases 82 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.65.
Logistic Regression
MULTIVARIAT
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 82 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak stres 0 stres 1
Block 0: Beginning Block
panas * stresquartile Crosstabulation
stresquartile
Total tidak stres stres ringan stres berat
panas tidak terpapar panas Count 11 22 16 49
% within panas 22.4% 44.9% 32.7% 100.0%
terpapar panas Count 8 21 4 33
% within panas 24.2% 63.6% 12.1% 100.0% Total Count 19 43 20 82
% within panas 23.2% 52.4% 24.4% 100.0%
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 0 stresmedian tidak stres 0 38 .0
stres 0 44 100.0
Overall Percentage 53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .147 .221 .438 1 .508 1.158
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables usia 25.477 1 .000
masa 10.993 1 .001
rutinitas1 .079 1 .778
hub1 2.144 1 .143
kebisingan 10.449 1 .001
panas .017 1 .895
Overall Statistics 32.196 6 .000
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 38.114 6 .000
Block 38.114 6 .000
Model 38.114 6 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 75.122a .372 .497 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
classification table
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 1 stresmedian tidak stres 30 8 78.9
stres 11 33 75.0
Overall Percentage 76.8
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a usia .203 .058 12.288 1 .000 1.225 1.093 1.371
masa -.062 .058 1.167 1 .280 .940 .840 1.052
rutinitas1 .071 .663 .012 1 .914 1.074 .293 3.938
hub1 1.242 .803 2.394 1 .122 3.463 .718 16.701
kebisingan 1.345 .654 4.235 1 .040 3.837 1.066 13.814
panas .189 .634 .089 1 .765 1.209 .349 4.188
Constant -7.364 1.837 16.073 1 .000 .001 a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, rutinitas1, hub1, kebisingan, panas.
Logistic Regression Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 82 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the tot b. al number of cases. Dependent Variable
Encoding
Original Value Internal Value
tidak stres 0 stres 1
Block 0: Beginning Block Classification Tablea,b
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 0 stresmedian tidak stres 0 38 .0
stres 0 44 100.0
Overall Percentage 53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .147 .221 .438 1 .508 1.158
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables usia 25.477 1 .000
masa 10.993 1 .001
hub1 2.144 1 .143
kebisingan 10.449 1 .001
panas .017 1 .895
Overall Statistics 32.121 5 .000
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 38.103 5 .000
Block 38.103 5 .000
Model 38.103 5 .000
model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 75.134a .372 .496 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 1 stresmedian tidak stres 30 8 78.9
stres 11 33 75.0
Overall Percentage 76.8
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a usia .202 .058 12.300 1 .000 1.224 1.093 1.370
masa -.062 .058 1.160 1 .281 .940 .839 1.052
hub1 1.245 .802 2.407 1 .121 3.473 .720 16.740
kebisingan 1.361 .636 4.578 1 .032 3.901 1.121 13.574
panas .188 .634 .088 1 .767 1.207 .348 4.183
Constant -7.300 1.735 17.708 1 .000 .001 a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, hub1, kebisingan, panas.
Logistic Regression Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 82 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak stres 0 stres 1
block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 0 stresmedian tidak stres 0 38 .0
stres 0 44 100.0
Overall Percentage 53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .147 .221 .438 1 .508 1.158
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables usia 25.477 1 .000
masa 10.993 1 .001
hub1 2.144 1 .143
kebisingan 10.449 1 .001
Overall Statistics 31.987 4 .000
Block 1: Method = Enter Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 38.015 4 .000
Block 38.015 4 .000
Model 38.015 4 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 75.222a .371 .496 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
classification Tablea
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 1 stresmedian tidak stres 31 7 81.6
stres 11 33 75.0
Overall Percentage 78.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a usia .205 .057 13.013 1 .000 1.228 1.098 1.372
masa -.063 .057 1.219 1 .270 .939 .839 1.050
hub1 1.225 .799 2.352 1 .125 3.404 .711 16.291
kebisingan 1.302 .601 4.685 1 .030 3.676 1.131 11.947
Constant -7.288 1.733 17.691 1 .000 .001 a. Variable(s) entered on step 1: usia, masa, hub1, kebisingan.
Logistic Regression
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 82 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak stres 0 stres 1
block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 0 stresmedian tidak stres 0 38 .0
stres 0 44 100.0
Overall Percentage 53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .147 .221 .438 1 .508 1.158
Variabel not in the equation
Score df Sig.
Step 0 Variables usia 25.477 1 .000
hub1 2.144 1 .143
kebisingan 10.449 1 .001
Overall Statistics 31.065 3 .000
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 36.696 3 .000
Block 36.696 3 .000
Model 36.696 3 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 76.540a .361 .482 a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 1 stresmedian tidak stres 30 8 78.9
stres 12 32 72.7
Overall Percentage 75.6
a. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a usia .163 .039 16.992 1 .000 1.177 1.089 1.271
hub1 1.144 .801 2.040 1 .153 3.138 .653 15.070
kebisingan 1.222 .592 4.268 1 .039 3.395 1.065 10.828
Constant -6.405 1.482 18.683 1 .000 .002 a. Variable(s) entered on step 1: usia, hub1, kebisingan.
Logistic Regression Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 82 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 82 100.0 Unselected Cases 0 .0 Total 82 100.0 a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
tidak stres 0 stres 1
block 0: Beginning Block
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 0 stresmedian tidak stres 0 38 .0
stres 0 44 100.0
Overall Percentage 53.7
a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .147 .221 .438 1 .508 1.158
Variables not in the Equation
Score df Sig.
Step 0 Variables usia 25.477 1 .000
kebisingan 10.449 1 .001
Overall Statistics 29.595 2 .000
block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 34.529 2 .000
Block 34.529 2 .000
Model 34.529 2 .000 model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square Nagelkerke R
Square
1 78.708a .344 .459
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 34.529 2 .000
Block 34.529 2 .000 a. Estimation terminated at iteration number 5 because
parameter estimates changed by less than .001.
Classification Tablea
Observed
Predicted
stresmedian Percentage
Correct tidak stres stres
Step 1 stresmedian tidak stres 30 8 78.9
stres 10 34 77.3
Overall Percentage 78.0
a. The cut value is .500 Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step 1a usia .155 .038 17.036 1 .000 1.168 1.085 1.258
kebisingan 1.342 .583 5.304 1 .021 3.827 1.221 11.990
Constant -5.998 1.396 18.453 1 .000 .002 a. Variable(s) entered on step 1: usia, kebisingan.
UJI VALIDITAS DAN REALIBILITAS A. Rutinitas
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.852 3
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
satu 1.7667 .323 .845 .712 dua 1.7667 .323 .845 .712 tiga 1.8667 .257 .598 1.000
b. Hubungan Interpersonal
Reliability
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Total 30 100.0 a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.866 6
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
empat .3333 1.057 .490 .870 lima .3000 .907 .628 .849 enam .3000 .838 .802 .816 tujuh .3000 .838 .802 .816 delapan .3000 .907 .628 .849 sembilan .3000 .907 .628 .849