hubungan antara flat foot dengan gait parameter … · 1 hubungan antara flat foot dengan gait...
TRANSCRIPT
1
HUBUNGAN ANTARA FLAT FOOT DENGAN GAIT PARAMETER PADA
ANAK USIA 7-9 TAHUN DI SD PABELAN KARTASURA
Disusun salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
Rifqi Sabita
J120130 043
PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
2
i
3
ii
4
iii
1
HUBUNGAN ANTARA FLAT FOOT DENGAN GAIT PARAMETER PADA
ANAK USIA 7-9 TAHUN DI SD PABELAN KARTASURA
Abstrak
Usia 7-9 tahun termasuk pada masa kanak-kanak akhir yang ditandai dengan percepatan
berbagai aspek perkembangan dimulai dari perkembangan fisiknya baik motorik kasar
maupun halus, kognitif, sosial, dan emosional. Perkembangan tersebut juga ditandai
dengan sudah terbentuknya arkus kaki. Normalnya arkus kaki terbentuk dari 5 tahun
pertama dengan rentang usia 2-6 tahun. Kelainan akibat tidak berkembangnya arkus
kaki salah satunya adalah flat foot. Kondisi kaki datar (flat foot) akan berdampak pada
kemampuan fungsional khususnya kemampuan mobilitas seperti penurunan
keseimbangan, peningkatan resiko jatuh dan penurunan kecepatan jalan. Hal ini akan
mempengaruhi gait parameter pada anak.
Kata Kunci: Flat Foot, Gait Parameter, Wet Footprint Test, Usia 7-9 Tahun.
Abstract
Ages 7-9 years, including during late childhood marked by the acceleration of the
development of various aspects of physical development begins either coarse or fine
motor, cognitive, social, and emotional. The development is also characterized by the
formation of the arch of the foot already. Normally the arch of the foot is formed from
the first 5 years with an age range 2-6 years. Disorders due to a lack of a foot arch, one
of which is a flat foot. Flat foot condition will have an impact on functional ability,
especially the ability of mobility as a decrease in the balance, increased risk of falls and
reduction in road speed. This will affect the gait parameters in children.
Keywords: Flat Foot, Gait Parameter, Wet Footprint Test, Usia 7-9 years old.
1. PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk paling sempurna dari
makhluk lainnya.Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS At-Tin ayat 4 yang
artinya “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya”.
Kesempurnaan itu Allah ciptakan dengan bermacam-macam bentuk, kemudian
Dia ciptakan rangka pada manusia agar manusia mempunyai bentuk. Jika manusia tidak
memiliki rangka bagaikan satu tumpukan daging yang tidak mempunyai bentuk.
Berkaitan dengan ini Allah berfirman dalam QS Al-Qiyamah ayat 3-4 yang artinya
“Apakah manusia mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang
2
belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya kami mampu menyusun (kembali) jari-
jemari dengan sempurna”.
Diantara ciptaan-Nya pasti ada keajaiban dan kelainan pada tubuhnya. Tidak
semua anak beruntung dilahirkan dengan tubuh yang sempurna. Sebagian bayi lahir
dengan tubuh yang kurang sempurna. Hampir semua kelainan tulang bersifat congenital
yaitu kelainan didapatkan sejak bayi masih dalam kandungan (Lendra, 2007). Sebut saja
kaki, kaki adalah penopang utama tubuh. Jika penopang itu tidak kokoh, bukan tidak
mungkin tubuh sering jatuh dan akhirnya merusak bagian tubuh secara keseluruhan
(Ariani et al., 2014). Pada kaki terdapat komponen penting yang disebut arkus kaki
(Idris, 2010).
Arkus kaki normalnya terbentuk dari 5 tahun pertama dengan rentang usia 2-6
tahun (Karandagh, 2015). Masa kritis untuk pembentukan arkus tersebut adalah usia 6
tahun. Arkus pedis yang tidak tumbuh normal menyebabkan gangguan keseimbangan,
tidak stabil, deformitas berlanjut, keluhan lelah bila berjalan lama, sepatu bagian tumit
cepat aus, cidera pada permukaan berlebih, dan rasa nyeri (Idris, 2010).
Kelainan akibat tidak berkembangnya arkus kaki salah satunya adalah flat foot.
Pada umur pertama pada bayi hal ini masih dianggap normal, tetapi jika hal ini
ditemukan pada anak usia 7-9 tahun maka akan menimbulkan masalah karena
seharusnya arkus sudah terbentuk pada 5 tahun pertama. Dari observasi pendahuluan
yang telah dilakukan pada 54 siswa di SD N Pabelan 1 Kartasura usia 7-9 tahun,
ditemukan bahwa 27 anak memiliki flat foot. Penelitian yang dilakukan oleh Wardani
(2013) di surakarta, juga menunjukan bahwa prevalensi kelainan bentuk kaki dari 1089
anak usia 6-12 tahun di dua sekolah dasar (SD), 299 anak atau 27,5 % mengalami flat
foot.
Usia 7-9 tahun termasuk pada masa kanak-kanak akhir yang mempunyai potensi
yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangan, termasuk
perkembangan kemampuan motoriknya. Pada usia 7-12 tahun kemampuan motorik
anak mencapai tahapan specialized skill, dimana anak lebih menguasai keterampilan
motoriknya dan mencapai perkembangan motorik yang optimal (Pudjiastuti, 2012).
Menurut Permana (2013), menyatakan bahwa kemampuan motorik sangat
berpengaruh pada perkembangan anak. Bila mengalami keterlambatan kemampuan
motorik maka akan mengalami keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan anak,
3
yang akan berdampak pada kemampuan fungsional khususnya kemampuan mobilitas
seperti penurunan keseimbangan, peningkatan resiko jatuh dan penurunan kecepatan
jalan (Indardi, 2015). Hal ini akan mempengaruhi gait parameter pada anak. Menurut
Abbass dan Abdulrahman (2014), gait parameter meliputi cadence, cycle time, stride
length, step length dan kecepatan jalan (speed).
Penelitian yang dilakukan oleh Shin (2012), menyatakan bahwa ada perbedaan
dari lingkup gerak sendi (range of motion) pada tungkai bawah antara anak fleksibel flat
foot dan anak dengan arkus kaki normal. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Cahyaningrum (2016), menyatakan bahwa ada perbedaan gait parameter pada kondisi
flexible flat foot dan arkus normal anak usia 11-13 tahun.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan antara flat foot dengan gait parameter pada anak usia 7-9
tahun di SD Pabelan Kartasura.
2. METODE
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional yang
bersifat deskriptif analitik. Teknik pengambilan sampel secara Purposive Sampling.
Jumlah sampel 75 orang. Penentuan diagnosis flat foot dengan menggunakan
pemeriksaan wet footprint test. Mencari hubungan antara flat foot dengan gait
parameter dengan mencari cadance, cycle time, stride length, step length, dan speed
pada anak flat foot. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-
Sminov karena jumlah sampel > 50 orang untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Kemudian data dianalisis menggunakan analisis univariat dan
analisis bivariat.
1. Analisa Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi dan frekuensi
dari variabel dependen dan independen. Data kemudian disajikan dalam bentuk
tabel kemudian dijelaskan secara deskriptif (Riyanto, 2011).
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen, apakah variabel tersebut mempunyai hubungan yang
signifikan atau hanya hubungan secara kebetulan. Uji hipotesis yang digunakan
4
adalah uji Pearson Corelations untuk data bedistribusi normal dan uji korelasi
Kendall’s Tau untuk data berdistribusi tidak normal. Selanjutnya data dimasukkan
dalam tabel kontingensi dan setelah itu mencari nilai koefisien korelasi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diuji dengan menggunakan uji korelasi
kendall’s tau, maka diperoleh hasil yaitu ada hubungan yang signifikan antara flat foot
dengan cadance, cycle time, stride length, step length dan speed (p < 0,05), artinya flat
foot mempengaruhi gait parameter.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pirani et al (2011),
mengenai pengaruh kaki datar terhadap kemampuan fisik yang mengungkapkan bahwa
kaki adalah bagian terakhir dari rantai kinematik yang perannya sangat penting dalam
posisi statis dan dinamis. Jadi, saat bagian dari rantai melemah atau mengalami
kerusakan maka akan mempengaruhi bagian lain dari rantai kinematik tersebut. Orang
yang memiliki kaki datar atau flat foot memiliki masalah dalam transfer berat badan,
penyerapan kejutan, dan distribusi tekanan sehingga dapat meningkatkan konsumsi
energi yang dapat mempengaruhi kemampuan fisik seseorang.
Hal tersebut sesuai dengan teori bimekanika dari kaki, terutama mengenai
bagaimana komponen musculoskeletal disepanjang ankle joint, subtalar joint, dan
midtarsal joint saling bekerjasama untuk menyediakan support untuk meredam benturan
dan menyiapkan lever rigid saat foot strike dan push off (Snell dalam Ridjal, 2016). Gait
parameter sangat dipengaruhi oleh kemampuan pergerakan kaki. Pergerakan kaki ini
dipengaruhi oleh bentuk dan sendi tulang-tulang kaki (arcus pedis) yang berfungsi
menambah elastisitas dan fleksibilitas, membantu kaki dalam menyerap kejutan (absorb
shock), mengatur keseimbangan saat berdiri, berjalan, berlari, dan melompat. Flat foot
dapat mempengaruhi gait parameter karena bentuk tapak kaki yang ceper tanpa
lengkung kurang mampu berfungsi sebagai sistem pengungkit yang kaku untuk
mengungkit tubuh pada saat kaki akan meninggalkan pijakan pada proses berjalan (fase
push off) (Idris, 2010), sehingga menyebabkan keluhan mudah lelah dan membatasi
aktivitas jalan (Lutfie, 2007).
Kaki normal adalah yang memiliki lengkungan kaki yang cukup. Jika dilihat dari
arah belakang maka tendon Achiles-nya membentuk garis lurus dengan sudut 90
5
dengan landasan pijakan. Saat berjalan, kaki akan melakukan heel strike dan jatuh
menginjak landasan pada tumit bagian luar, dilanjutkan dengan putaran ke dalam agar
dapat meredam banturan saat berjalan. Pada kaki datar tidak terjadi seperti pada kaki
orang normal sehingga mudah menjadi lelah (Lendra dan Santoso, 2009).
Pada kondisi kaki dengan arkus rata (flat foot) terjadi hiperpronasi pada area
medial longitudinal, keadaan ini menyebabkan kaki membutuhkan force yang besar
untuk mendorong beban tubuh kedepan pada saat fase take off sehingga kondisi kaki
hiperpronasi membutuhkan waktu untuk melakukan gerakan resupinasi dan
menghasilkan spring (gaya pegas) yang lebih besar. Jika dibandingkan dengan bentuk
kaki yang normal, waktu yang dibutuhkan oleh seseorang dengan bentuk arkus kaki rata
(flat) akan lebih lama karena harus melewati fase take off yang lebih lama dan gaya
pegas yang dihasilkan lebih kecil sehingga dorongan (force) saat berjalan lebih kecil.
Ditambahkan oleh Kim (2013), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan signifikan
tumpuan antara anak normal dan anak flat foot yaitu dimana pada anak flat foot terjadi
perubahan tumpuan area jari ke-2 dan ke-3. Hal ini mengakibatkan gait cyle pada anak
flat foot menjadi lebih lama.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kim (2013), menggunakan alat surface
eletromyogram didapati perbedaan muscle activation pada kondisi arkus normal dan flat
foot saat berjalan. Elektroda ditempelkan di abductor hallucis, tibialis anterior,
peroneus longus, medial gastrocnemius, lateral gastrocnemius, vastus medialis, vastus
lateralis, dan biceps femoris muscles. Hasilnya didapatkan adanya perbedaan signifikan
aktifitas otot antara kedua kelompok. Terdapat hyperactivation pada hampir seluruh
otot-otot tersebut, tetapi yang paling besar terdapat pada vastus medial muscle dan
abductor hallucis muscle. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa muscle activity
pada anak flat foot lebih tinggi. Karena otot-otot tersebut bekerja untuk menyelesaikan
100% gait cycle (cycle time), hal ini mengakibatkan cycle time pada anak flat foot
menjadi lebih tinggi. Karena hasil dari cycle time dan cadance berbanding terbalik,
maka keadaan ini akan berdampak terhadap cadance dan speed, dimana jumlah langaka
yang dibutuhkan dalam satu menit (cadance) pada kondisi kaki datar menjadi lebih
rendah. Kecepatan jalan (speed) juga akan lebih rendah. Penelitian Cahyaningrum
(2016), menyatakan bahwa terdapat perbedaan gait parameter pada kondisi flexible flat
foot dan arkus normal anak usia 11-13 tahun.
6
Besarnya stride length dan step length merupakan parameter yang tidak
dipengaruhi oleh parameter lain. Sinkronisasi dari aktivitas otot dan range of motion
(ROM) pada anggota gerak bawah menjadi hal yang mempengaruhi besarnya stride
length (Cahyaningrum, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Shin (2012), menyatakan
bahwa ada perbedaan dari lingkup gerak sendi (range of motion) pada tungkai bawah
antara anak fleksibel flat foot dan anak dengan arkus kaki normal.
Kondisi flat foot bersifat progresif artinya jika tidak ditangani dengan baik maka
kondisi kaki tersebut akan bertambah buruk dengan terjadinya deformitas valgus dan
akan mengarah pada kondisi kaki planus. Dari penelitian ini ditemukan bahwa semakin
tinggi grade flat foot maka gait parameter anak semakin rendah. Tidak adanya arcus
pedis yang berfungsi sebagai peredam kejut saat berjalan menyebabkan anak menjadi
rentan jatuh dan mengalami hambatan saat berjalan. Hambatan berjalan pada anak
dalam masa tumbuh kembang akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan anak, dimulai
dari gangguan bergerak aktif, bermain, dan aktivitas sehari-hari (ADL) sampai
berdampak menurunnya performa anak. Anak menjadi tidak aktif, tidak bergairah, lesu
dan malas (Siswiyanti, 2013). Maka dari itu diperlukan terapi yang bersifat supportif
yang dimungkinkan anak dapat mencapai arkus yang normal.
4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan mengenai Hubungan antara Flat Foot
dengan Gait Parameter pada Anak Usia 7-9 Tahun di SD Pabelan Kartasura, maka
penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada hubungan yang signifikan antara flat foot dengan gait parameter pada anak usia
7-9 tahun di SD Pabelan Kartasura.
2. Semakin tinggi grade flat foot semakin rendah gait parameter seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Abbass, S.J dan Abdulrahman G. 2014. Kinematik Analysis of Human Gait Cycle. Nahrain
University, Collage of Enginering Journal (NUCEJ). Vol 16 (2): 208-222
Ariani, L., Wibawa, A dan Muliarta, I.M. 2014. Aplikasi Heel Raises Exercise Dapat
Meningkatkan Lengkungan Kaki dan Keseimbangan Statis pada Anak-Anak Flat
Foot Usia 4-5 Tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 3 Denpasar. Denpasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hal: 3-4
7
Cahyaningrum, H. 2016. Perbedaan gait parameter pada kondisi flexible flat foot dan
arkus normal anak usia 11-13 tahun di SD N 3 Cepu. Skripsi. Surakarta: Jurusan
Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal:
35-38.
Danim, S. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Darwis, N. 2016. Pebandingan Agility Antara Normal Foot dan Flat Foot pada Atlet Unit
Kegiatan Mahasiswa Basket di Kota Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan
Fisioterapi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Hal: 33-34.
Erol, K. 2015. An Important Cause of Pes Planus : The Posterior Tibial Tendon
Dysfunction. Turki: Departement of Physical Medicine and Rehabilitation, State
Hospital, Nevsehir.
Giovanni, C.D dan Greishberg, J. 2007. Foot and Ankle: Core Knowledge in Orthopaedics.
Elsevier Mosby.
Halabachi, F., Mazaheri, M., dan Abbasian, L. 2013. Pediatric Flexible Flatfoot: Clinical
Aspect and Algorithmic Approach. Iranian Journal of Pediatrics. Vol 23 (3):
240-247.
Hurlock, E.B. 2010. Perkembangan Anak Jilid 1 dan 2 Edisi 6. Jakarta: Erlangga.
Idris, F.H. 2010. Filogeni dan Ontologi Lengkung Kaki Manusia. Jakarta: Departemen
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Vol 60 (2): 74-80.
Indardi, N. 2015. Latihan Fleksi Telapak Kaki Tanpa Kinesio Taping dan Menggunakan
Kinesio Taping terhadap Keseimbangan pada Fleksibel Flat Foot. Journal of
Physical Education, Health and Sport. Vol 2 (2): 89-93.
Karandagh, M.M., Balochi, R dan Soheily, S. 2015. Comparison of Kinematic Gait
Parameter in the 16-18 years Old Male Studients with the Flat and Normal Foot.
Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences ISSN. Vol 5: 5165-
5172.
Kharb, A., Saini, V., Jain, Y.K dan Dhiman, S. 2011. A Review of Gait Cycle and Its
Parameter. IJCEM International Journal of Computation Engineering
Management. Vol 13: 78-83.
Kim, M.K dan Lee, Y.S. 2013. Kinematic Analysis of the Lower Extremities of Subjects
with Flat Feet at Different Gait Speeds. Journal of Physical Therapy Science. Vol
25: 531-533.
Lendra, M.D. 2007. Pengaruh antara Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan Arkus Normal
terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Berusia 8-12 Tahun di Kelurahan
Karangasem Surakarta. Skripsi. Surakarta: Jurusan Fisioterapi, Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hal: 1-4.
8
Lendra, M.D dan Santoso, T.B. 2009. Beda Pengaruh Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan
Arkus Normal terhadap Keseimbangan Statis Pada Anak Usia 8-12 Tahun di
Kelurahan Karangasem, Surakarta. Jurnal Fisioterapi. Vol 9 (2): 59-58
Lutfie, S.H. 2007. Hubungan antara Derajat Lengkung Kaki dengan Tingkat Kemampuan
Endurans pada Calon Jamaah Haji. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, UIN (Universitas Negeri Islam) Syarif Hidayatullah.
Ma’mun, A dan Saputra, Y.M. 2000. Perkembangan Gerak dan Belajar Gerak.
Moore, K.L dan Dalley, A.F. 2013. Clinically Oriented Anatomy. Jakarta : Erlangga.
Permana, D.F.W. 2013. Perkembangan Keseimbangan pada Anak Usia 7 s/d 12 Tahun
Ditinjau dari Jenis Kelamin. Journal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia. Vol 3
(1): 2088-6802.
Pfeiffer, M., Kotz, R., Ledl, T., Hauser, G dan Sluga, M. 2006. Prevalece of Flat Foot in
Preschool-Aged Children. Jornal of The American Academy of Pediatrics:
Illionois.
Pudjiastuti, S.S., Zubaidi, A dan Dwi, S. 2012. Penggunaan Medial ARCH Support dan
Keseimbangan Dinamis pada Kondisi Flat Foot. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan.
Ridjal, A.I. 2016. Perbandingan Kekuatan Otot Tungkai antara Normal Foot dan Flat
Foot pada Atlet Basket. Skripsi. Makassar: Jurusan Fisioterapi, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Hal: 30-31.
Riyanto, A. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sahabuddin, H. 2016. Hubungan Flat Foot dengan Keseimbangan Dinamis pada Murid
TK Sulawesi Kota Makassar. Skripsi. Makassar: Jurusan Fisioterapi, Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. Hal: 17-28.
Santoso, D. 2010. Perawatan Tepat Bagi Anda yang Memiliki Telapak Kaki Datar (Flat
Feet), Sport Injuries Rehabilitation.
Shin, Y.F., Chen, C.Y., Chen, W.Y dan Lin, H.C. 2012. Lower Extremity Kinematics In
Children With And Without Flexible Flat Foot: A Comparative Study. BMC
Musculoskeletal Disorder. Hal: 2-9.
Siswiyanti., S dan Pudjiastuti, S.S. 2013. Pengaruh Pemberian Edukasi dan Medial ARCH
Support terhadap Keseimbangan Dinamis pada Kondisi Fleksibel Flat Foot Anak
Usia 8 s/d 10 Tahun. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. Vol 2 (2): 41-155.
Sukamti, E.R. 2009. Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia Dini Sebagai Dasar Menuju
Prestasi Olahraga. Yogyakarta: FIK UNY.
Wardani, S. 2013. Prevelensi Kelainan Bentuk Kaki (Flat Foot) pada Anak Usia 6-12
Tahun di Kota Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
9
Wilson, M dan Black, F.A. 2008. Synopsis of Causation Pes Planus. Ninewells Hospital
and Medical School, Dundee.