hubungan antara empati dengan forgiveness...

33
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS “X” DI KOTA MAKASSAR YANG PERNAH TERLIBAT TAWURAN OLEH JESSICA AMELIA ANNA 802011115 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: trandien

Post on 21-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADA

MAHASISWA UNIVERSITAS “X” DI KOTA MAKASSAR YANG PERNAH

TERLIBAT TAWURAN

OLEH

JESSICA AMELIA ANNA

802011115

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku
Page 3: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku
Page 4: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku
Page 5: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku
Page 6: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku
Page 7: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

Abstrak

Penelitian ini bertujan untuk mengetahui hubungan antara empati dan forgiveness

pada mahasiswa Universitas “X” yang pernah terlibat tawuran di Kota Makassar.

Teknik pengambilan sampel dala penelitian ini menggunakan teknik snowball

sampling dengan subjek berjumlah 80 mahasiswa. Dimana subjek terdiri dari

mahasiswa fakulas “A” sebanyak 40 orang dan fakultas “B” sebanyak 40 orang.

Pengumpulan data empati diukur menggunakan Interpersonal Reactive Index (IRI)

yang disusun oleh Davis (1983), berdasarkan aspek yang diungkap oleh Davis

(1983), sementara pengumpulan data forgiveness menggunakan skala Transgression-

Related Interpersonal Motivation Inventory (TRIM-18) yang disusun oleh

McCullough, Root, & Cohen (2006), berdasarkan aspek yang diungkapkan oleh

McCullough, Root, & Cohen (2006). Teknik analisa data menggunakan Pearson

Product Moment. Hasil yang diperoleh dari perhitungan tersebut adalah nilai

koefisien korelasi (r) = -0,008 dengan sig. = 0,471 (p > 0,05), yang berarti tidak

ada hubungan yang signifikan antara empati dan forgiveness.

Kata kunci :Forgiveness, empati, mahasiswa yang ernah terlibat tawuran

Page 8: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

Abstract

This study aims to find the relationship between empathy and forgiveness on

students at the University "X" students which have been involved brawl in Makassar.

The researcher use snowball sampling method with participants of this study are 80

students, that consist of 40 students are students of the faculty of "A" and 40

students are students of the faculty of "B". Interpersonal Reactive Index (IRI) scale

was used to measure the empathy which prepared by Davis (1983), based on

aspects revealed by Davis (1983). Transgression Related Interpersonal Motivation

Inventory (TRIM-18) scale was used to measure the forgiveness were prepared by

McCullough , Root, and Cohen (2006), based on aspects revealed by McCullough,

Root, and Cohen (2006). Data analysis technique uses Pearson Product Moment.

The results shows that calculationsof the value of the correlation coefficient (r)

= -0.008 with sig. = 0.471 (p> 0.05), which means there is no significant

relationship between empathy and forgiveness.

Keywords :Forgiveness, empathy, students which have been involved brawl

Page 9: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

1

PENDAHULUAN

Montagomery dan Côté (2003, dalam Papalia, dkk, 2013), perguruan tinggi

merupakan jalur penting menuju kedewasaan, walaupun hanya merupakan salah satu

jalur dan baru belakangan ini menjadi pilihan yang paling umum. Lebih lanjut

Montagomery dan Côté menjelaskan bahwa lewat perkuliahan, mahasiswa dapat

mengalami periode penemuan intelektual dan pertumbuhan pribadi, terutama dalam

keterampilan verbal dan kuantitatif, berpikir kritis, serta penalaran moral. Oleh karena

itu, kedudukan mahasiswa dalam masyarakat sering disamakan sebagai orang yang

memiliki intelektual yang tinggi, mampu berpikir kritis, dan mampu menyelesaikan

konflik dengan strategi yang baik.

Belakangan ini, media sering menampilkan kasus tawuran yang dilakukan oleh

mahasiswa. Kota Makassar merupakan salah satu kota yang paling sering diliput

mengenai kasus di atas.Maraknya kasus tawuran yang terjadi, ternyata juga

mengakibatkan munculnya banyak korban. Tawuran yang terjadi biasanya dilakukan

antar fakultas, antar etnis, bahkan hingga antar universitas. Tak jarang, tawuran yang

terjadi sering memunculkan korban sesama mahasiswa, baik yang terlibat dalam

tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku tawuran. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korban dapat diartikan sebagai orang,

binatang, dsb yang menjadi menderita (mati dsb) akibat suatu kejadian, perbuatan jahat,

dsb, sehingga korban dalam sebuah peristiwa tawuran, bukan hanya mereka yang tak

sengaja terkena sasaran dari pelaku tawuran, namun termasuk juga mereka yang terlibat

dalam tawuran dan menjadi menderita (mati, dsb).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa mahasiswa

Universitas “X” yang pernah terlibat dan yang belum pernah terlibat dalam

Page 10: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

2

tawuran,pada tanggal 28 dan 29Apri 2015, peneliti menemukan bahwa tawuran yang

terjadi di Universitas “X”biasanya dilakukan oleh dua fakultas yang sama. Hampir tiap

minggunya (hari Senin dan Kamis atau Jumat), sering terjadi tawuran diantara dua

fakultas tersebut. Tawuran yang terjadi memang sering dikarenakanhal-hal yang sepele,

tetapi di balik alasan tersebut ada alasan besar yang melatarbelakangi terjadinya

tawuran di antara kedua fakultas tersebut. Adanya sakit hati dan kekecewaanpara

mahasiswa dari kedua fakultas tersebut akibat munculnya korbandan serangan dari

lawan dalam sebuah peristiwa tawuran, yang terus berlangsung hingga menimbukan

dendam, akibat sebuah peristiwa tawuran, yang kembali terulang pada peristiwa

tawuran setelahnya, dan begitu seterusnya, hingga sekarang ini. Korban yang

munculpun biasanya berasal dari sejumlah mahasiswa yang juga terlibat dalam kasus

tawuran tersebut. Berbagai mediasi telah dilakukan oleh pihak kampus, namun

membawa hasil yang sia-sia.Hal ini membuataksi balas dendam yang terjadi lewat

peristiwa tawuran dari tahun ke tahun terus terjadi.

Kartono (2003, dalam Saad), juga mengemukakan bahwa alasan yang muncul

dari para siswa yang terlibat tawuranbiasanya bernada klise seperti : membela teman,

didahului, solider, membela diri, atau merasa dendam. Penyebab tersembunyi banyak

kasus tawuran menurut Kartono (2003), adalah rasa bermusuhan yang diwariskan

secara turun-temurun dari angkatan ke angkatan selanjutnya.Perasaan menjadi bagian

dari sebuah kelompok, membuat mereka, yang terlibat dalam tawuran, merasa memiliki

dendam yang samasehingga membuat mereka meyakini perlunya membantukelompok

dalam membalaskan dendamnya melalui tawuran. Hal ini senada dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Sulaeman (2010), yang menemukan bahwa tawuran

berkepanjangan yang sering terjadi pada masyarakat Desa Pantura-Jabar lebih didorong

Page 11: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

3

oleh perasaan emosional yang selalu ingin membalas dendam. Dendam yang muncul

dikarenakan adanya korban pada tawuran sebelumnnya, membuat korban menuntut

untuk membalas dendam, dan didukung oleh teman sekampung atau sedesanya.

Pasca tawuran, tampaknya mereka yang terlibat dalam tawuran membutuhkan

proses untuk bisa memaafkan perlakuan kasar yang membuat dirinya atau teman dalam

kelompoknya terluka.Memaafkan (forgiveness) dianggap dapat menjadi pusat

pembangunan manusia yang sehat dan dapat menjadi salah satu proses yang paling

penting dalam pemulihan hubungan interpersonal setelah konflik (Hill, 2001 dalam

Toussaint &Webb, 2005).Ketika seseorang memaafkan, maka motivasi untuk

membalas dendam dan menghindari hubungan dengan pelaku berkurang, sementara

motivasi untuk berbelas kasih atau niat baik terhadap pelaku (transgressor)akan

bertambah atau muncul kembali (McCullough, Worthington, &Rachal ,1997).

Dengan memaafkan, mahasiswa yang pernah terlibat dalam tawuranakan

mendapatkan keuntungan dalam membangun relasi yang positif dengan pelaku tawuran

yang menyerang dirinya dan juga kelompoknya. Hubungan yang dekat dengan orang

lain seringkali merupakan suatu sumber penting bagi kebahagiaan dan kepuasan serta

mendukung kesejahteraan (Karemans & Van Lange, 2008).Selain itu terdapat pula

penelitian yang menyebutkan bahwa forgiveness memiliki hubungan yang kuat dengan

perilaku berdamai dan motivasi untuk pengelakan dan balas dendam terhadap orang

yang telah menyakiti atau bersalah (Watkins, dkk, 2011).Kaballu (2013), dalam

penelitiannya mengenai makna pemaafan pada korban konflik Poso, menemukan

bahwapara korban yang cenderung memilih untuk memaafkan pelaku dengan tujuan

mengantisipasi timbulnya dendam dan menciptakan perdamaian di masa depan untuk

Page 12: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

4

warga Poso. Hal ini menggambarkan betapa pentingnya kemampuan korban tawuran

untuk bisa memaafkan perilaku pelaku tawuran saat menyerang dirinya.

Sementara itu, banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk dapat

memaafkan orang lain (Wade dan Worthington, 2003), faktor-faktor tersebut antara

lain: religiusitas (religiosity), empati, keramahan, kemarahan, perasaan malu (shame-

pronenes), kedekatan, kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi, reaksi

transgressor (luka yang ditimbulkan oleh transgressor), dan permintaan maaf. Salah

satu faktor penting yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah empati. Empati

merupakan faktor yang lebih universal dalam melakukan forgiveness (Exline, dkk.,

2008). Empati diartikan sebagaifaktor utama di dalam proses pemaafan yang berasal

dari dalam diri individu untuk memposisikan dirinya berada dalam situasi dan kondisi

yang dialami oleh individu lain, serta turut merasakan gejolak jiwa yang terjadi di

dalam diri transgressor(Wade dan Worthington, 2003).

Empati merupakan kemampuan untuk merasakan keadaan emosional orang lain,

merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan, dan mengambil perspektif orang lain

(Baron & Byrne, 2005). Dengan memiliki empati, maka individu bisa membina relasi

yang baik dengan orang lain. Empati meliputi komponen afektif maupun kognitif

(Baron & Byrne, 2005 ; Wade dan Worthington, 2003). Secara afektif, orang yang

berempati merasakan apa yang orang lain rasakan. Secara kognitif, orang yang

berempati memahami apa yang orang lain rasakan dan alasannya. Goleman (1999),

menjelaskan bahwa empati dalam hubungannya dengan kecerdasan emosional juga

mampu memberikan kontribusi terhadap kehidupan sosial seseorang.Walaupun empati

dianggap sebagai keadaan emosional, sering kali empati memiliki komponen kognitif

atau kemampuan melihat keadaan psikologis dalam diri orang lain, atau apa yang

Page 13: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

5

disebut dengan mengambil perspektif orang lain. Ketika individu akan memberikan

maaf, individu tersebut pasti mengingat kembali rasa sakit yang diterima dari orang

yang menyakiti dan membutuhkan empati yang baik (McCullough, 2000).

Lebih lanjut, penelitian telah menemukan hubungan yang positif antara empati

dan forgiveness(Wade dan Worthington, 2003; Toussaint & Webb, 2005). Penelitian

lainnya yang dilakukan oleh Macaskill, Maltby, dan Day (2002), menemukan hal yang

senada, bahwa empati berkorelasi positif dengan memaafkan orang lain, namun

berkorelasi negatif dengan memaafkan diri sendiri.Hal ini menjadi mungkin, mengingat

empati berhubungan dengan memahami perilaku dan perasaan orang lain, bukan diri

sendiri. Sehingga, bisa dikatakan bahwa empati memiliki peranan penting dalam

terwujudnya forgiveness pada seseorang.

Empati dianggap mampu untuk menurunkan motivasi balas dendam dan

menghindari transgressor dan mendorong munculnya motivasi untuk berbelas kasih

terhadap trangeressor (McCullough, dkk, 2000). Lebih lanjut, perubahan motivasi ini

dapat terjadi karena empatimembuat korban untuk peduli terhadap trangressor atas

dasar (a) membayangkan rasa bersalah atau berdosadistress yang dialami trangressor,

(b) membayangkan keinginan transgressor untuk kembali membangun hubungan yang

baik dengan dirinya, atau (c) keinginan dari dalam diri korban untuk memperbaiki

hubungan dengan transgressor.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh

McCullough, Fincham, &Tsang (2003) menemukan bahwa empati tidak memliki

korelasi yang signifikan terhadap forgiveness. McCullough, dkk menyatakan bahwa

empati hanyalah berperan dalam forgiveness yang bersifat sementara, tidak untuk

jangka waktu yang lama. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin meneliti, apakah

Page 14: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

6

adahubungan antara empati dan forgiveness pada mahasiswa Universitas “X” yang

pernah terlibat dalamtawuran.

Hipotesis

Berdasarkan pemahaman tersebut, hipotesis yang dihasilkan dalam penelitian ini

adalah terdapat hubungan positif signifikan antara empati dengan forgiveness pada

mahasiswa Universitas “X” yang pernah terlibat dalam tawuran.

Forgiveness

Definisi Forgiveness

Forgiveness, merupakan sebuah proses dimana korban mampu untuk

melakukan sesuatu terhadap transgresor dengan didasari niat baik terhadapnya, bukan

karena perasaan marah dan sakit hati yang dirasakan akibat serangan dari transgresor

(Bono & McCullough, 2006).Lebih lanjut, forgiveness diartikan sebagai suatu bentuk

perubahan motivasional, berkurangnya atau menurunnya motivasi untuk membalas

dendam dan motivasi untuk menghindari orang yang telah menyakiti, yang cenderung

mencegah seseorang berespon yang destruktif dalam interaksi sosial dan mendorong

orang untuk menunjukkan perilaku yang konstruktif terhadap orang yang telah

menyakitinya (McCullough, Worthington dan Rachal, 1997). Teori McCullough

(McCullought, Root, & Cohen, 2006), menyatakan bahwa forgiveness adalah motivasi

berbuat baik (benevolence motivations) yaitu bertambahnya dorongan untuk berbuat

baik dari kesalahan yang telah dilakukan dengan tidak menghindar dan tidak ingin

membalas dendam. Dengan forgiveness, seseorang dimotivasi untuk tidak

menghindari transgresor dan membalas dendam.

Berdasarkan uraian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa forgiveness

merupakan sebuah proses perubahan sikap individu terhadap orang yang

Page 15: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

7

menyakitinya, dengan didasarkan oleh motivasi untuk berbuat baik terhadapnya dan

mengurangi motivasi untuk menghindar dan balas dendam terhadap orang yang telah

menyakitinya.

Aspek Forgiveness

Menurut McCullough (2000), aspek forgiveness terdiri dari:

a. Avoidance Motivation (Motivasi untuk Menghindar)

Semakin menurunnya motivasi untuk menghindari pelaku, membuang keinginan

untuk menjaga kerenggangan (jarak) dengan orang yang telah menyakitinya

b. Revenge Motivation (Motivasi untuk Balas Dendam)

Semakin menurunnya motivasi untuk membalas dendam terhadap suatu hubungan

mitra, membuang keinginan untuk membalas dendam terhadap orang yang telah

menyakiti.

c. Benevolence Motivation(Motivasi untuk Berbuat Baik)

Semakin individu termotivasi oleh niat baik dan keinginan untuk berdamai dengan

pelaku meskipun pelanggarannya termasuk tindakan berbahaya, keinginan untuk

berdamai atau melihat well-being orang yang menyakitinya.

Faktor yang Mempengaruhi Forgiveness

Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya pemaafan. Menurut Wade

dan Worthington (2003), faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Religiusitas (religiosity), dimana individu yang mendasarkan tingkah laku hidup

sehari-hari atau segala aspek hidupnya dalam agama yang diyakininya dapat

melakukan pemaafan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas tinggi dapat

melakukan pemaafan.

Page 16: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

8

b. Empati, dimana hal ini merupakan faktor utama di dalam proses pemaafan yang

berasal dari dalam diri individu untuk memposisikan dirinya berada dalam situasi

dan kondisi yang dialami oleh individu lain, serta turut merasakan gejolak jiwa

yang terjadi di dalam diri transgressor.

c. Keramahan, dimana individu dapat mengerti keadaan individu lain dan

memakluminya. Keramahan memungkinkan untuk terjadinya pemaafan.

d. Kemarahan, dimana merupakan emosi negatif yang sering menstimulasi usaha

untuk mengurangi tindakan untuk memaafkan.

e. Perasaan malu (shame-pronenes), yakni dimana individu sebagai pelaku kejahatan

merasa malu atas perbuatan yang dilakukannya yang kemudian menyakiti orang

lain. Adanya perasaan malu tersebut kemudian akan mempersulit terjadinya

pemaafan.

f. Kedekatan hubungan dengan transgressor. Hal ini dikarenakan pemaafan

melibatkan perubahan dorongan dari negatif menjadi positif terhadap transgressor,

maka kedekatan hubungan kemudian akan mempengaruhi proses tersebut.

g. Kualitas hubungan interpersonal sebelum transgresi. McCullough, Rachal, Sandage,

Worthington, Brown & Hight (1998) menyatakan bahwa hubungan yang romantik

mungkin lebih bersedia untuk memaafkan karena mempunyai sumber daya yang

cukup besar dalam hubungan.

h. Reaksi transgressor (luka yang ditimbulkan oleh transgressor), dimana semakin

besar luka yang dihasilkan, maka semakin sulit pula individu untuk memaafkan

transgressor.

Page 17: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

9

i. Permintaan maaf, dimana hal ini menstimulasi emosi dalam diri korban dan

menumbuhkan empati terhadapnya, sehingga dapat meningkatkan pemaafan

individu terhadap transgressor.

Empati

Pengertian Empati

Eisenberg (2002), menyatakan bahwa empati merupakan sebuah respon afektif

yang berasal dari penangkapan atau pemahaman keadaan emosi atau kondisi lain dan

yang mirip dengan perasaan orang lain. Empati juga diartikan sebagai kemampuan

untuk memosisikan diri sendiri dalam posisiorang lain dan mampu untuk menghayati

pengalaman orang lain. Selain itu, empati juga dimaksudkan untuk kemampuan

seseorang dalam melakukan pemahaman terhadap emosi orang lain.Lebih lanjut Baron

& Byrne (2005), menjelaskan bahwa empati merupakan kemampuan untuk merasakan

keadaan emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan, dan

mengambil perspektif orang lain. Dengan memiliki empati, maka individu bisa

membina relasi yang baik dengan orang lain. Kemampuan berempati juga

didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengetahui bagaimana perasaan orang lain,

ikut berperan dalam pergulatan dalam arena kehidupan, mulai dari penjualan dan

manajemen hingga ke asmara, dari belas kasih hingga tindakan politik (Goleman,

1999).

Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa empati

adalah suatu keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang untuk memahami

kondisi, perasaan atau keadaan pikiran orang lain, sehingga dapat merasakan

sebagaimana yang dirasakan dan dipikirkan orang lain.

Page 18: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

10

Aspek Empati

Aspek empati menurut Davis (1983) dapat dibedakan menjadi dua yaitu aspek

kognitif dan aspek afektif.

1) Aspek Kognitif

a. Pengambilan pespektif (perspective taking) merupakan kecenderungan

sesorang untuk mengambil sudut pandang psikologis orang lain secara spontan.

Terdapat dua penekanan aspek kognitif yaitu, penekanan terhadap kemampuan

yang tidak berorientasi pada kepentingan sendiri, tetapi kepentingan orang lain

(Mead, 1934 dalam Davis, 1983). Penekanan yang kedua berhubungan dengan

pengambilan perspektif yang berhubungan dengan reaksi emosional dan

perilaku menolong pada orang dewasa yaitu memahami apa yang dipikirkan

orang lain (Coke, 1978 dalam Davis, 1983).

b. Imajinasi (Fantasy) merupakankemampuan seseorang untuk mengubah dirinya

secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tindakan dari karakter khayal

(membayangkan) dalam buku, film atau cerita yang dibaca serta apa yang

diceritakan individu lain dan yang ditontonnya (Simorangkir, 2014). Stotland

(dalam Davis 1983), menyatakan bahwa imajinasi merupakan aspek kognitif

yang berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan

perilaku menolong.

2) Aspek Emosi

a. Perhatian empatik (emphatic concern) merupakan perasaan empatik seseorang

yang berorientasi pada orang lain dan perhatian kepada kemalangan orang lain.

Aspek ini jaga merupakan cermin dari perasaan kehangatan yang erat

kaitannya dengan kepekaan dan kepedulian terhadap orang lain

Page 19: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

11

b. Distress pribadi (personal distress), menekankan pada kecemasan pribadi yang

berorientasi pada diri sendiri serta kegelisahan dalam menghadapi setting

interpersonal yang tidak menyenangkan.

METODOLOGI PENELITIAN

Partisipan

Penelitian ini dilakukan di Universitas “X” di Kota Makassar. Subjek penelitian

adalah mahasiswa Universitas “X”, Fakultas “A” dan Fakultas “B”, yang pernah

terlibat dalam tawuran (Januari 2015 –April 2015). Dari kriteria tersebut, penulis

memutuskan untuk mengambil subjek sebanyak 80 orang mahasiswa, yang terdiri dari

40 mahasiswa Fakultas “A” dan 40 mahasiswa Fakultas “B”.

Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Sebelum peneliti melakukan

pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu meminta ijin penelitian dari pihak

Universitas “X”, khususnya Fakultas “A” dan Fakultas “B”. Selanjutnya, pihak

Universitas “X” memberikan ijin dengan persyaratan bahwa nama universitas dan

fakultas tidak dituliskan dalam penelitian ini. Setelah mendapatkan ijin, peneliti

melakukan pengumpulan data pada tanggal 29 April 2015 s/d 4 Mei 2015 dengan cara

peneliti langsung mencari mahasiswa yang pernah terlibat tawuran, bertanya dan

meminta tolong dengan teman yang sekiranya mempunyai kenalan mahasiswa yang

pernah terlibat tawuran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik snowball

sampling. Snowball sampling merupakan teknik penentuan sampel yang mulanya

jumlanya kecil, kemudian membesar ibarat bola salju yang menggelinding lama

menjadi besar (Sugiyono,2012). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan try

Page 20: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

12

outterpakai, dimana subjek yang digunakan untuk try out digunakan sekaligus untuk

penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian diolah menggunakan

bantuan program computer SPSS 17.0 for windows.

Instrumen Penelitian

Skala Forgiveness

Skala dari forgiveness yang digunakan sebagai alat pengumpul data

menggunakan skala Transgression-Related Interpersonal Motivation Inventory (TRIM-

18).Skala ini disusun oleh McCullough, Root, & Cohen (2006), berdasarkan aspek yang

diungkapkan oleh McCullough, Root, & Cohen (2006) yaitu, avoidance motivation

(motivasi untuk menghindar), revenge motivation (motivasi untuk balas dendam), dan

benevolence motivation (motivasi untuk berbuat baik). Pada penelitian sebelumnya

(McCullough, Root, & Cohen, 2006) telah menemukan bahwa TRIM-18 memiliki

tingkat reliabilitas yang baik (α = 0,85) dan validitas konstruk yang baik.

Penilaian skala ini adalah makin tinggi skor yang diperoleh,

makaforgivenessnya semakin tinggi.Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh maka forgivenessnya semakin rendah. Skala ini menggunakan format Likert

yang terdiri dari 5 alternatif jawaban, dengan nilai skoring berkisar dari 1-5.Total aitem

yang digunakan adalah 18aitem.Setelah dilakukan pengujian daya diskriminasi aitem,

maka ditemukan tidak ada aitem yang gugur. Dari uji reliabilitas dengan Alpha

Cronbach diperoleh hasil α= 0,902( > 0,90), yang berarti reliabilitas alat ukur TRIM-18

tergolong tinggi (Guilford, 1956).

Page 21: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

13

Skala Empati

Skala empati yang digunakan sebagai alat pengumpul data menggunakan skala

Interpersonal Reactive Index (IRI). Skala ini disusun oleh Davis (1983), berdasarkan

aspek yang diungkap oleh Davis (1983) yaitu, pengambilan perspektif (perspective

taking) (IRIpt), imajinasi (fantasy scale) (IRIfs), perhatian empati (empathic concern)

(IRIec), and distres pribadi (personal distress) (IRIpd).Hawk, dkk (2013), menyebutkan

bahwa IRI memiliki validitas dan reliabiltas alat ukur yang baik, dimana koefisien alfa

bergerak dari 0,67-0,87 dan validitas konstruk yang baik.

Penilaian skala ini adalah makin tinggi skor yang diperoleh, maka empatinya

semakin tinggi.Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh maka

empatinya semakin rendah. Skala ini menggunakan format Likert yang terdiri dari 5

alternatif jawaban, dengan nilai skoring berkisar dari 0-4. Total aitem yang digunakan

adalah 28aitem. Setelah dilakukan pengujian daya diskriminasi aitem, maka ditemukan

terdapat 5 aitem yang gugur (aitem 3, 11, 16, 18, dan 28). Dari uji reliabilitas

denganAlpha Cronbach diperoleh hasil α = 0,902( > 0,90), yang berarti reliabilitas alat

ukur IRI tergolong tinggi (Guilford, 1956).

Page 22: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Normalitas

Tabel 1.1 : Hasil Uji Normalitas Empati dengan Forgiveness

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

forgiveness empati

N 80 80

Normal Parametersa,,b

Mean 53.1875 66.3625

Std. Deviation 11.01563 10.68329

Most Extreme Differences Absolute .079 .082

Positive .079 .082

Negative -.052 -.054

Kolmogorov-Smirnov Z .704 .734

Asymp. Sig. (2-tailed) .705 .653

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas pada table 1.1 di atas, kedua variabel

memiliki signifikansi p>0,05. Variabel forgiveness memiliki nilai K-S-Z sebesar0,704

dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,705 (p > 0,05). Oleh karena nilai

signifikansi p > 0,05, maka distribusi data forgiveness berdistribusi normal. Hal ini juga

terjadi pada variabel empati yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,734 dengan

probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,653 (p > 0,05). Dengan demikian data

empati juga berdistribusi normal

Uji Linearitas

Table 1.2 : Hasil Uji Linearitas antara Empati dengan Forgiveness

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

forgiveness * empati

Between Groups

(Combined) 5159.238 36 143.312 1.392 .149

Linearity .432 1 .432 .004 .949

Deviation from Linearity

5158.805 35 147.394 1.432 .131

Within Groups 4426.950 43 102.952

Page 23: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

15

ANOVA Table

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

forgiveness * empati

Between Groups

(Combined) 5159.238 36 143.312 1.392 .149

Linearity .432 1 .432 .004 .949

Deviation from Linearity

5158.805 35 147.394 1.432 .131

Within Groups 4426.950 43 102.952

Total 9586.188 79

Dari uji linearitas, maka diperoleh nilai Fbeda sebesar1,432 (p > 0,05) dengan sig.=

0,131 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antar empati dengan forgivenessadalah

linier.

Analisis Korelasi

Table 1.3 : Hasil Uji Korelasi antara Empati dengan Forgiveness

Correlations

forgiveness empati

forgiveness Pearson Correlation 1 -.007

Sig. (1-tailed) .476

N 80 80

Empati Pearson Correlation -.007 1

Sig. (1-tailed) .476

N 80 80

Berdasarkan hasil pengujian iji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara empati

dengan forgiveness sebesar -0,007 dengan sig. = 0,476 (p > 0,05) yang berarti tidak

ada hubungan yang signifikan antara empati dan forgiveness.

Page 24: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

16

Analisis Deskriptif

Forgiveness

Tabel 1.4 : Kategorisasi Pengukuran Skala Forgiveness

NO. Interval Kategori Mean N Presentase (%)

1. 18 ≤ x ≤ 32,4 Sangat Rendah 2 2,5%

2. 32,4 < x ≤ 46,8 Rendah 30 37,5%

3. 46,8 < x ≤ 61,2 Sedang 53,2 39 48,8%

4. 61,2 < x ≤ 75,6 Tinggi 7 8,75%

5. 75,6 <x ≤ 90 Sangat Tinggi 2 2,5%

Jumlah 80 100%

SD = 11 Min = 31 Max = 87

Berdasarkan table 1.4 di atas, dapat dilihat bahwa mahasiswa yang memiliki skor

forgiveness yang berada pada kategori sangat rendah dengan jumlah 2 mahasiswa dan

presentase 2,5%, mahasiswa memiliki forgiveness yang berada pada kategori rendah

dengan jumlah 30 mahasiswa dan presentase 37,5%, mahasiswa memiliki forgiveness

yang berada pada kategori sedang dengan jumlah 39 mahasiswa dan presentase 48,8%,

mahasiswa memiliki forgiveness yang berada pada kategori tinggi dengan jumlah 7

mahasiswa dan presentase 8,75%, mahasiswa memiliki forgiveness yang berada pada

kategori rendah dengan jumlah 2 mahasiswa dan presentase 2,5%. Berdasarkan

presentase di atas, ditemukan rata-rata mahasiswa memiliki kemampuan forgiveness

pada kategori sedang, dengan mean = 53,2.

Empati

Tabel 1.5 : Kategorisasi Pengukuran Skala Empati

NO. Interval Kategori Mean N Presentase (%)

1. 0 ≤ x ≤ 18,4 Sangat Rendah 0 0%

2. 18,4< x ≤ 36,8 Rendah 2 2,5%

3. 36,8< x ≤ 55,2 Sedang 7 8,75%

4. 55,2 < x ≤ 73,6 Tinggi 66,4 51 63,75%

5. 73,6< x ≤ 92 Sangat Tinggi 20 25%

Jumlah 80 100%

SD = 10,68 Min = 43 Max = 102

Page 25: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

17

Berdasarkan table 1.5 di atas, dapat dilihat bahwa mahasiswa yang memiliki skor

empatiyang berada pada kategori sangat tinggi dengan jumlah 20 mahasiswa dan

presentase 25%, mahasiswa memiliki empatiyang berada pada kategori tinggi dengan

jumlah 51 mahasiswa dan presentase 63,75%, mahasiswa memiliki empatiyang berada

pada kategori sedang dengan jumlah 7 mahasiswa dan presentase 8,75%, mahasiswa

memiliki empatiyang berada pada kategori rendah dengan jumlah 2 mahasiswa dan

presentase 2,5%, dan tidak ada mahasiswa yang memiliki skor empati berada pada

sangat rendah, sementara nilai rata-rata mahasiswa memiliki kemampuan empati

berada pada kategori tinggi, dengan mean = 66,4

Pembahasan

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperoleh hasil bahwa

hipotesis yang diajukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara empati

dengan forgiveness pada mahasiswa Universitas “X” di kota Makassar yang pernah

melakukan tawuran ditolak. Hasil uji hipotesis menunjukkan koefisien korelasi

(r)=-0,008 dengan sig. = 0,471 (p > 0,05), yang berarti tidak ada hubungan yang

signifikan antara empati dan forgiveness. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan

penelitian sebelumnya yang mendukung adanya hubungan yang positif antara empati

dan forgiveness (Wade dan Worthington, 2003 ;Macaskill, Maltby, dan Day, 2002),

dimana empati yang dianggap sebagai kemampuan dalam memahami perasaan dan

pikiran orang lain, ditemukan mampu membuat seseorang mengalami forgiveness.

Lebih lanjut, McCullough (2000) juga menyatakan bahwa dengan memiliki

kemampuan berempati seseorang akan mampu untuk menumbuhkan kepedulian,

termasuk kepedulian terhadap orang yang telah menyakitinya. Tetapi, penelitian ini

menemukan hasil yang berbeda.

Page 26: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

18

McCullough, Fincham, & Tsang (2003), dalam penelitiannya menemukan hasil

yang serupa dengan penelitian ini, yakni tidak terdapat hubungan yang signifikan antara

kemampuan berempati dan forgiveness pada seseorang. Dalam penelitian

longintudional yang dilakukan McCullough, dkk (2003), menemukan bahwa empati

sebenarnya memiliki hubungan yang positif pada forgiveness yang bersifat sementara,

tetapi tidak untukforgivenessdalam jangka waktu yang lama. McCullough, dkk (1998),

dalam penelitian eksperimennya juga menemukan hal yang serupa. Dimana ia

membandingkan sikap partisipan terhadap transgressor antara kelompok psikoedukasi

berbasis empati dan dua kelompok psikoedukasi lainnya.Setelah diberi treatment,

kelompok psikoedukasi berbasis empati memang menunjukkan perbedaan, namun

perbedaan tersebut menghilang setelah enam minggu kemudian.

Kedua penelitian tersebut, mendukung bahwa empati tidak memiliki hubungan

dengan kecenderungan forgiveness dari waktu ke waktu. Ada banyak penjelasan

mengenai hal tersebut. McCullough, dkk (1998), mengemukakan bahwa empati akan

mampu memiliki korelasi dengan forgiveness, hanya ketika korban mendapatkan

perlakuan kasar dari transgresor yang memiliki hubungan yang dekat, memiliki

komitmen bersama, dan memiliki hubungan yang memuaskan dengan transgresor,

demikian pula sebaliknya. Di sini kita dapat melihat bahwa kualitas dan kedekatan

hubungan interpersonal sebelum transgresi dapat berhubungan dengan dapat/tidaknya

forgiveness terjadi (Wade dan Worthington, 2003). Dalam kasus tawuran di Universitas

“X”, sepertinya hubungan interpersonal sebelum trangresi menjadi penghambat dalam

melakukan forgiveness. Adanya stigma yang diturunkan dari angkatan sebelumnya

kepada angkatan selanjutnya kepada fakultas lawan, membuat kedua fakultas yang

sering terlibat tawuran memiliki hubungan yang tidak sehat. Intensitas terjadinya

Page 27: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

19

tawuran yang terbilang cukup sering, juga membuat kemampuan mahasiswa dalam

berempati tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kecenderungan

mahasiswa dalam melakukan forgiveness terhadap pelaku tawuran yang telah

menyakitinya atau teman sekelompoknya.

Selain itu, adanya konformitas yang dialami mahasiswa dalam sebuah fakultas,

membuat dendam kepada fakultas lawan yang berkepanjangan ini dianggap sebagai hal

yang wajar (Kartono, 2003 ; dalam Saad). Konformitas merupakan perubahan perilaku

sebagai akibat dari tekanan kelompok, konformitas mencerminkan perubahan perilaku

sebagai hasil tekanan kelompok secara nyata atau hanya imajinasi. Hal ini terlihat dari

kecenderungan seseorang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadaptekanan

kelompok sehingga dapat terhindar dari celaan, keterasingan maupuncemoohan (Myers,

2005). Peneliti melakukan wawancara terhadap salah satu mahasiswa Fakultas “A”,

pada tanggal 29 April 2015, ia berpendapat bahwa tawuran yang sering terjadi memang

berakar dari dendam yang terus diwariskan dari angkatan sebelumnya ke angkatan

baru. Rasa solidaritas yang memang telah ditanamkan sejak masa orientasi mahasiswa

baru, membuat mahasiswa sulit untuk melakukan forgiveness.

Hal lain yang menyebabkan hipotesis penelitian ini ditolak adalah karena masih

terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan forgiveness,selain empati.Seperti

faktor kemarahan(Wade dan Worthington, 2003),yang merupakan emosi negatif yang

sering menstimulasi usaha untuk menumbuhkan motivasi menjahui dan balas dendam,

sehingga kemampuan untuk memaafkan juga ikut berkurang.Kemarahan dapat

mempengaruhi keadaan suasana hati seseorang yang selanjutnya akan ikut menghambat

terjadinya proses forgiveness (McCullough, Fincham, & Tsang, 2003). Munculnya

kemarahan di kalangan mahasiswa diakibatkanadanya serangan saat tawuran,

Page 28: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

20

munculnya korban yang merupakan teman se-fakultasnya,serta rasa solidaritas yang

dikembangkan selama masa orientasi mahasiswa baru dan selama berkuliah (Kartono,

2003 ; dalam Saad), yang kemudian menimbulkan stimulus untuk mereduksi motivasi

berbuat baik terhadap transgressor dan meningkatkan motivasi untuk balas dendam dan

menjauhi transgressor.

Faktor reaksi transgresor (Wade dan Worthington, 2003) juga berhubungan

dengan kecenderung untuk tidak mampu melakukan forgiveness. Kaballu (2013),

menemukan bahwa ketidakmampuan dalam melakukan forgiveness pada korban

konflik Poso terjadi seiring besarnya intensitas pencederaan yang diterima. Sehingga

menimbulkan bekas yang mendalam dan kembali mereduksi motivasi berbuat baik

terhadap transgressor, serta meningkatkan motivasi untuk menghindar dan balas

dendam. Oleh sebab itu, terjadinya forgiveness pada mahasiswa, masih berhubungan

dengan banyak faktor lainnya dan membuat kemampuan empati mahasiswa Universias

“X” menjadi tidak memiliki hubungan yang berarti terhadap kemampuan memaafkan

pelaku tawuran yang telah menyakitinya.

Empati, yang sering dikaitkan dengan kemampuan memahami perasaan dan

pikiran orang lain, kemudian tidak memiliki hubungan yang berarti dengan kemampuan

forgiveness seseorang juga dikarenakan adanya persepsi dan nilai-nilai seseorang yang

berbeda dengan sikap yang ditunjukkan transgressor. Seseorang dapat saja memahami

pikiran, perasaan, dan kondisi trangresor, sehingga seketika itu pula ia dapat

memberikan pemakluman yang membuat ia melakukan forgiveness terhadap

trangresor. Tetapi hal ini tidak akan bertahan dalam waktu ke waktu, ketika seseorang

mulai membandingkan sikap yang akan ditunjukkan dirinya dan sikap yang telah

ditunjukkan transgresor berdasarkan persepsi dan nilai-nilai pribadi yang ia miliki,

Page 29: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

21

“jika saya menjadi dia, saya tidak akan menyakiti orang lain…”. Hal ini

membuatforgivenessyang telah terjadi ketika ia mampu berempati, menghilang,

Selain itu, tidak adanya korelasi yang signifikan antara empati dengan forgiveness

dalam penelitian ini bisa dikarenakan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,

untuk mengukur kemampuan empati mahasiswa, masih bersifat general, tidak spesifik

mengukur kemampuan empati mahasiswa terhadap pelaku tawuran yang telah

menyakiti dirinya, sementara alat ukur yang digunakan untuk mengukur forgiveness

sudah sangat memfokuskan pikiran, sikap, dan perasaan mahasiswa terhadap pelaku

tawuran yang telah menyakiti dirinya.Hal ini membuat tidak ada korelasi antar dua

variabel.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukantentang hubungan antara empati

dengan forgiveness pada mahasiswa Universitas “X” yang pernah terlibat dalam

tawuran, maka dapat disimpulkan :

1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara empati dan forgiveness pada mahasiswa

Universitas “X” yang pernah terlibat dalam tawuran.

2. Sebagian besar mahasiswa memiliki forgiveness yang berada pada kategori sedang

dengan jumlah 39 mahasiswa dan presentase 48,8% dan mahasiswa memiliki

empatiyang berada pada kategori tinggi dengan jumlah 46 mahasiswa dan

presentase 57,5%,

Page 30: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

22

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dicapai, serta mengingat masih banyaknya

keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan bebebrapa saran sebagai

berikut :

a. Bagi mahasiswa

Bagi mahasiswa yang pernah terlibat dalam tawuran, agar mampu memahami

pentingnya kemampuan forgiveness terhadap pelaku tawuran yang pernah

menyakiti dirinya maupun kelompoknya. Untuk itu, diperlukan juga pemahaman

terhadap faktor-faktor yang dapat mendukung terjadinya forgiveness, selain empati,

seperti yang telah dijelaskan dalam pembahasan. Sehingga dapat mengurangi

intensitas tawuran yang terjadi di kalangan mahasiswa.

b. Bagi Universitas “X”

Bagi Universitas “X” diharapkan dapat lebih mengontrol dan mengawasi

kegiatan orientasi mahasiswa baru, sehingga doktrin-doktrin negatif mengenai

fakultas lain dapat diminimalisir dan menekan munculnya dendam yang

berkepanjangan dalam suatu fakultas terhadap fakultas lain.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya lebih memperhatikan penyususnan alat

ukur empati. Jika hendak mengadaptasi alat ukur asli, bisa lebih difokuskan pada

kondisi/situasi yang hendak diteliti, sehingga hasil penelitian menjadi lebih baik.

Selanjutnya bagi peneliti selanjutnya yang hendak meneliti tentang variabel

forgiveness dapat lebih mengkaji dalam jangkauan yang lebih luas, dengan

mengaitkan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan forgiveness,seperti

konformitas, religiusitas, budaya, dan reaksi transgressor.Selain itu, diharapkan

Page 31: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

23

peneliti selanjutnya dapat menggunakan sampel dalam jumlah yang lebih besar agar

lebih menggambarkan kemampuan forgiveness yang menyeluruh dalam suatu

populasi. Pemilihan metode penelitian kualitatif, juga dirasa mampu memberikan

gambaran yang lebih mendalam dalam penelitian dengan topik ini serta

menghilangkan bias yang bisa terjadi saat pengisian angket.

Page 32: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

24

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Ed. 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bono, G., & McCullough, M. E. (2006). Positive responses to benefit and harm:

Bringing forgiveness and gratitude into cognitive psychotherapy. Journal of

Cognitive Psychotherapy, 20, 147-158.

Exline, J. J., &Zell, A. L. (2009). Empathy, self-affirmation, and forgiveness : The

moderating roles of gendar and entitlement. Journal of Social and Clinical

Psychology, 28, 1071-1099.

Goleman, D. (1999). Emotional Intelligence. Mengapa EI Lebih Penting Daripada IQ.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Psychology and Education. New York:

McGraw Hill. 145.

Hawk, S. T., Keijers, L., Branje, S. J. T., Graaft, J. V. D., Wied, M. D., & Meeus, W.

(2013)/ Examining the Interpersonal Reactivity Index (IRI) among earl among

early and late adolencents and their mother. Journal of Personality Assesment,

95(1), 96-106.

Kaballu, R. B. U. (2013). Makna Pemaafan pada Korban Konflik Poso (Studi Kasus

dengan Menggunakan Teori Representasi Sosial). Tesis. Universitas Katolik

Soegijapranata.

Karremans, J. C., & Van Lange, P. A. M. (2008). The role of forgiveness in shifthing

from “me” to “we”. Self and Identity, 7, 75-88.

Macaskill, A., Maltby, J., & Day, L. (2002). Forgiveness of self and others and

emotional empathy. The Journal of Social Psychology, 142, 663-665.

McCullough, M. E. (2000). Forgiveness as human strength: Theory, measurement, and

links to well-being. Journal of Social and Clinical Psychology, 19, 43–55.

McCullough, M. E., Fincham, F. D., & Tsang, J. A. (2003). Forgiveness, forbearance,

and time: The temporal unfolding of transgression-related interpersonal

motivations. Journal of Personality and Social Psychology, 84, 540–557.

Page 33: HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN FORGIVENESS PADArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9224/2/T1_802011115_Full... · tawuran, maupun yang tidak sengaja terkena sasaran dari pelaku

25

McCullough, M. E., Rachal, K,C., Worthington, E. L. Jr. (1997). Interpersonal

forgiving in close relationships.Journal of Personality and Social Psychology,73,

321-336.

McCullough, M. E., Rachal, K,C., Sandage, S.J.,Worthington, E. L. Jr.,Brown, S.W.,

Hight, T. L. (1998).Interpersonal forgiving in close relationshipsII:Theoretical

elaboration and measurement. Journal of Personality and Social Psychology, 75,

1586-1603.

Myers, D. G. (2005). Social Psychology. New York : McGraw Hill, HigherEducation

Papalia, D. E., Olds, S, W., & Feldman, R, D. (2013). Perkembangan Manusia. Jakarta:

Salemba Humanika.

Saad, H. M. (2003). Perkelahian Pelajar: Potret siswa SMU di DKI Jakarta.

Yogyakarta: Galang Press.

Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung:

Alvabeta.

Sulaeman, M. M. (2010). Dasar-dasar konflik dan model resolusi konflik pada

masyarakat Desa Pantura Jabar. Sosiohumaniora : jurnal ilmu-ilmu sosial dan

humaniora, 12, 175-190.

Toussaint, L., & Webb, J. R. (2005). Gender differences in the relationship between

empathy and forgiveness. The Journal of Social Psychology, 145, 6.

Wade, N. G., & Worthington, E. L. Jr. (2003). Overcoming interpersonal offenses: Is

forgiveness the only way to deal with unforgiveness? Journal of Counseling &

Development – Summer, 81, 343-353.

Watkins, D. A., Hui, E. K. P., Luo, W., Regmi, M., Worthington, E. L., Hook, J. N., &

Davis, D. E. (2011). Forgiveness and interpersonal relationships: A nepalese

investigation. The Journal of Social Psychology, 151, 150–161.