hubungan agama dan budaya dalam kristen protestan

12
HUBUNGAN AGAMA DAN BUDAYA DALAM KRISTEN PROTESTAN http://kandiolimei.blogspot.com/2012/05/hubungan-agama-dan- budaya-dalam-kristen.html By Pdt. Dr. A. Ginting Suka Pertemuan Injil dan kebudayan Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh kebudayaan yang bentuknya dapat diumpamakan seperti kue lapis. Lapisan-lapisan kebudayaan itu misalnya di Indonesia terdiri darilapisan yang diwarnai oleh agama pribumi, Hinduisme, Buddhisme, Islam, Kristen dan terakhir modernisme. Intensitas pengaruh itu berbeda satu dengan lain bergantung pada etnografis,geografis dan sejarah masing-masing wilayah. Tetapi bagaimanapun Injil yang diberitakan itu tetapberhadapan dengan kebudayaan bangsa-bangsa dan suku-suku. Dalam pertemuan injil dan kebudayaan tersebut, secara khusus adalah dengan unsur- unsurkebudayaan yang pasti terdapat dalam semua kebudayaan yang dinamai unsur kebudayaanuniversal, terdiri dari : Sistem relegi dan upacara keagamaan, Sistem dan organisasi masyarakat, Sistem pengetahuan, Sistem bahasa, Sistem Kesenian, Sistem Mata pencaharian, dan Sistem teknologi. Lapisan-lapisan kebudayaan itu tidak statis, masing-masing saling berpenetarasi, maka unsur kebudayaan yang universal itu selalu berada dalam perubahan. Demikianlah Injil selalu berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut dengan membawa nilai Injil secara khusus dengan sistem religi,sistem pengetahuan, kesenian dan mata

Upload: ayrin

Post on 19-Feb-2016

36 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hubungan agama dan budaya

TRANSCRIPT

Page 1: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

HUBUNGAN AGAMA DAN BUDAYA DALAM KRISTEN PROTESTAN

http://kandiolimei.blogspot.com/2012/05/hubungan-agama-dan-budaya-dalam-kristen.html

By Pdt. Dr. A. Ginting Suka

Pertemuan Injil dan kebudayan

Injil diberitakan ditengah-tengah dunia yang penuh kebudayaan yang bentuknya dapat

diumpamakan seperti kue lapis. Lapisan-lapisan kebudayaan itu misalnya di Indonesia terdiri

darilapisan yang diwarnai oleh agama pribumi, Hinduisme, Buddhisme, Islam, Kristen dan terakhir

modernisme. Intensitas pengaruh itu berbeda satu dengan lain bergantung pada

etnografis,geografis dan sejarah masing-masing wilayah. Tetapi bagaimanapun Injil yang

diberitakan itu tetapberhadapan dengan kebudayaan bangsa-bangsa dan suku-suku. Dalam

pertemuan injil dan kebudayaan tersebut, secara khusus adalah dengan unsur-unsurkebudayaan

yang pasti terdapat dalam semua kebudayaan yang dinamai unsur kebudayaanuniversal, terdiri dari

: Sistem relegi dan upacara keagamaan, Sistem dan organisasi masyarakat, Sistem pengetahuan,

Sistem bahasa, Sistem Kesenian, Sistem Mata pencaharian, dan Sistem teknologi. Lapisan-lapisan

kebudayaan itu tidak statis, masing-masing saling berpenetarasi, maka unsur kebudayaan yang

universal itu selalu berada dalam perubahan.

Demikianlah Injil selalu berhadapan dengan unsur-unsur kebudayaan tersebut dengan

membawa nilai Injil secara khusus dengan sistem religi,sistem pengetahuan, kesenian dan mata

pencaharian. Sewaktu Yesus memberitakan Injil, Ia ditentang oleh Yudaisme dalam soal-soal

doktrin dan kesucian,perkawinan,sistem ekonomi yang berlandaskan usaha kerja, sedang Injil

menekankan anugerahAllah sebagai jaminan kehidupan (Mattius 5 : 25-34); tentangkasih dan

keadilan yang menentanghukum balas-membalas (Mattius 5 : 38-48).

Hal yang sama terjadi setelah Injil dibawa keluar Israel ke masyarakat Hellenisme dan

Romawi.Injil menentang absolutisme kekaisaran romawi dimana kaisar dianggap dan dipuja

sebagai Tuhandan agama rakyat yang politheistis dan hubungan seksual termasuk dalam sistem

religi yangmembuat tata susila yang permissif, sini tari yang membangkitkan birahi dan bentuk-

bentuk olahraga yang tidak manusiawi. Oleh sebab itu gereja tidak dapat tidak harus menentukan

sikapterhadap kebudayaan yang dihadapinya.

Page 2: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

Sikap Gereja terhadap kebudayaan

H. Richard Niebuhr dari Yale University di Amerika serikat telah membuat bagan tentang

sikapGereja terhadap kebudayaan dalam bukunya Christ and Culture atau Kristus dan kebudayaan.

Iatelah menjelajahi sikap-sikap Gereja terhadap kebudayaan sepanjang zamandalam 5 sikap,

yaitu : 

1. Gereja anti kebudayan

2. Gereja dari kebudayaan

3. Gereja diatas kebudayaan

4. Gereja dan kebudayaan dalam hubungan paradoks

5. Gereja pengubah kebudayaan

Ini adalah gambaran –gambaran umum, sedang dapat kita benarkan pendapat yang

mengatakanbahwa tidak ada gereja yang secara murni mengambil salah satu sikap tersebut. Namun

adabaiknya kita membicarakan posisi-posisi itu satu persatu :

1. Gereja memandang dunia di bawah kekuasaan si jahat sebagai kerajaan kegelapan.

Warga Gerejadisebut oleh Injil adalah anak-anak terang, karena itun tidak hidup dalam

kegelapan. Duniakegelapan ini dikuasai oleh nafsu kedagangan, nafsu mata, kesombongan. Semua itu

akan berlalusebab mereka akan dikalahkan oleh iman kepada Kristus (Niebuhr, 56). Sikap

menentang kebudayaan initelah dilancarkan oleh Tertullianus tokoh Gereja abad ke 2.

Iamengatakan bahwa konflik-konflik orang percaya bukan dengan alam tetapi dengan

kebudayaan.Dosa asal itu menurut Tertullianus disebarkan oleh kebudayaan melalui pendidikan

anak. Olehnkarena itu kata tertullianus tugas Gereja adalah menerangi semua orang yang sudah

berada dibawah ilusi kebudayan, supaya mereka dibawa kepada pengetahuan akan kebenaran.

Yang palingburuk darikebudayaan adalah agama sosial, kafir atau politheisme, hawa nafsu dan

kemaksiatan (Niebuhr, 60). Tetapi pada pihak lain, tertullianus menganjurkan agar Gereja

memupukkebersamaan, tidak meninggalkan pertemuan umum, tempat pemandian, kede,

penginapan, pasarmingguan tempat perdgangan sebab Gereja dengan semua itu numpang bersama

dalam dunia.Selanjutnya kata Tertullianus, kami berlayar bersama berjuang denganmu, mengolah

tanahdenganmu bahkan dalam bidang seni untuk umum. Pada pihak lain Tertullianus mengajak

orangmenjauhi keterlibatan dalam soal-soal kenegaraan, antara lain menolak dinas militer

sebabmelanggar perintah Injil yang melarang menggunakan pedang dan tidak ikut dalam sumpah

setiakepada kaisar dan keturut sertaan dalam upacara kafir.Ia menolak bentuk kekristenan yang

Page 3: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

berfusidengan Stoa dan Plato. Menurut pendapatnya, tidak ada hubungan Kristus dengan filsafat.

WalauTertullianus tidak menolak seluruh kebudayaan, tapi Niebuhr menyebutnya termasuk dalam

posisiGereja lawan kebudayaan.

2. Gereja dari kebudayaan

Kelompok yang menganut paham ini merasa tidak ada ketegangan besar antara gereja dan

dunia,antara Injil dan hukum-hukum sosial, antara karya rahmat Illahi dengan karya manusia.

Merekamenafsirkan kebudayaan melalui Kristus danberpendapat bahwa pekerjaan dan pribadi

Kristusadalah sangan sesuai dengan kebudayaan. Dipihak lain, kelompok ini berpendapat jika

Kristusditafsirkan melalui kebudayaan, maka hal-hal yang terbaik dalam kebudayaanadalah cocok

denganajaran dan kehidupan Kristus. Namun penyesuaian ini bukan sembarangan, sebab telah

dilakukanjuga penjungkiran bagian-bagian kebudayaan yang tidak sesuai dengan Injil dan bagian-

bagian Injilyang tidak sesuai dengan adat istiadat sosial (Niebuhr : 94).

Tetapi kaum Gnostik Kristen menafsirkan Kristus sepenuhnya sesuai dengan konsep

kebudayaan,tidak ada pertentangan antara keduanya. Dengan demikian ada perdamaian Injil

dengankebudayaan dan karena itu kekristenan telah menjadi sistem agama dan filsafat dan Gereja

hanyasebagai perhimpunan religius bukan sebagai gereja atau masyarakat baru. Tokoh-tokoh

penyesuaianini dalam sejarah Gereja adalah Clemens (200) dan Origines (185-254)- (Fuklaan-

Berkhof, 1981 : 41).Pada abad pertengahan posisi Gereja dari kebudayaan dilanjutkan oleh Petrus

Abelardus (1079-1142) yang mengakui karya Filsuf Socrates dan Plato sebagai guru mendidik

walaupun lebih rendahtingkatnya tyetapi bersesuaian dengan ajaran Yesus (Niebuhr, 100).

Tokoh yang lain adalah Ritschl yang menggagasi untuk merekonsiliasi kekristenan

dengankebudayaan. Kelompok ini secara keseluruhan disebut Protestantisme kebudayaan melalui

gagasantentang kerajaan Allah yang telah disamakan dengan suatu kerajaan umat manusia yang

terhimpundalam suatu keluarga, di bawah ikatan kebajikan, perdamaian, keperluan bersama.

Perhimpunan initerbentuk melalui aksi moral secara timbal balik dari anggota-anggotanya yaitu

suatu aksi melaluipertimbangan alamiah (Niebuhz, 109). Dalam gagasan ini, kesetiaan orang

kepada Kristusmenentukan orang untuk berpartisipasi secara aktif dalam karya kebudayaan

(Niebuhr, 110).

3. Gereja diatas kebudayaan.

Pandangan ini berawal dari pandangan tingkatan hirarkis dari alam (natural) dan spiritual

(rohani).Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan aturan suatu kehidupan

Page 4: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

sosialyang ditemukan oleh akan budi manusia yang dapat dikenal oleh semua yang berakal sehat

sebabbersifat hukum alam. Tapi disamping hukum alam ada hukum Ilahi yang dinyatakan Allah

melaluipara Nabi yang melampaui hukum alam. Sebagian hukum Ilahi adalah harmonis dengan

hukumalam dan sebagaian lagi melampauinya dan itulah menjadi hukum dari hidup supernatural

manusia(ordo supernaturalis). Hukum Ilahi terdapat dalam perintah: jualah semua apa yang kamu

miliki,berikan kepada orang miskin sedang hukum alam terdapat dalam perintah kamu tidak

bolehmencuri, yaitu hukum yang sama dapat ditemui oleh akal manusia dan didalam wahyu. Dari

contohitu Thomas Aquinas menyimpilkan bahwa hukum alam yang ditemuiyang terdapat dalam

kodrathidup manusia berada dubawah ordo supernaturalis.

Manusia dalam hidupnya sudah kehilangan ordo supernaturalis dan untuk dapat

memulihkannya kembali hanyalah melalui sakraman. Gereja berada dalam ordo supernatulis. Oleh

karena itu kebudayaan berada di bawah hirarkisgwereja. Dengan itu pada abad pertengahan gereja

menguasai seluruh kebudayaan dalam tatananCorpus Christianum.

4. Hubungan Gereja dan kebudayaan dalam paradoks.

Dalam pandangan ini, iman dan kebudayaan dipisahkan. Orang beriman (Kristen) berada

dalam dua suasana yaitu berada dalam kebudayaan dan sekaligus berada dalam anugerah Allah

dalamKristus. Oleh sebab itu orang beriman dihimpit oleh dua suasana yaitu hidup dalam iman dan

hidupdalam kebudayaan. Dalam sejarah Gereja, Marcian seorang tokoh gereja abad ke 2 yang

berpendirian bahwa dalamkebudayaan manusia di bawah Allah yang rendah derajadnya yang

dinamainya domiurgos sedangdalam pembaharuan ciptaan, manusia hidup di bawah Allah

Rahmani. Dengan itu ia telahmempelopori hidup secara dualisme. Ajaran ini ditolak gereja pada

masa itu dan dikategorikansebagai ajaran sesat.

Pandangan dualisme kelihatan juga secara samar dalam ajaran Marthin Luther yang

mencetuskanreformasi pada tahun 1517 Menurut dia orang beriman hidup dalam dua kerajaan,

yaitu kerajaanAllah yang rohani dan kerajaan duniawi. Kerajaan Allah adalah suatu kerajaan

anugerah dankemuliaan, tetapi kerajaan duniawi adalah suatu kerajaan kemurkaan dan kekerasan.

Keduakerajaan itu tidak dapat dicampur adukkan. Masing-masing lingkungan menurutaturannya.

Jadimanusia hidup dalam dua tatanan yaitu tatanan kebudayaan berdasarkan hukum alam dan

tatananrohani yaitu tatanan surgawi. Ada kesan bahwa Marthin Luther tidak menghubungkan

tatananduniawi dengan yang surgawi sehingga kehidupan dalam kebudayaan dan surgawi

Page 5: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

tidakberhubungnan. Dengan itu ada kemungkinan orang tidak lagi membawa imannya dalam

kehidupandalam kebudayaan (Niebuhr, 194).

Pada abad ini pandangan itu dipertahankan oleh seorang Teolog bernama William Roger.

Manusiamenurut Roger, harus berbakti kepada Allah maupun raja, kendati ada ketegangan antara

keduanya.Orang beriman seyogianya hanya berbakti kepada Allah tetapi tidak dapat tidak harus

berbaktikepada kebudayaan. Kita tidak dapat tidak hidup seperti ampibi, yaitu hidup dalam rahmat

Allah dansekaligus dalam kebudayaan. Kedua lingkungan ini terpisah dan tidak saling

berhubungan. Hal inimungkin bahwa seorang dapat hidup berdasarkan imannya pada lingkungan

rohani atau hidupmenurut imannya pada lingkungan rahmat dan pada pihak lain ia hidup menurut

aturan duniawidalam lingkungan dunia (Niebuhr:207).

5. Gereja pengubah kebudayaan

Banya orang Kristen sepanjang abad tidak menyetujui keempat pendirian tersebut baik dalam

teorimaupun dalam politik. Mereka juga tidak bersedia menyerah kepadakebudayaan karena

merekamemahami kebudayaan mempunyai kelemahan-kelemahan. Mereka juga menolak takluk

kepadakebudayaan yang dipaksakan gereja sebab kebudayaan yang dipaksakan gereja selalu

berbentuksintesa antara kerajaan Allah dan kerajaan dunia dan ada kecenderungan memandang

kebudayaanyang masih berdosa ini dianggap suci sebab berada di bawah gereja. Tapi adalah tidak

benar, jikadikatakan bahwa kerajaan Allah telah diwujudkan dalam kebudayaan yang diciptakan

gereja(Verkugl, 1982 : 49).

Sikap gereja yang tepat menurut H. R. Niebuhr adalah sikap gereja pengubah kebudayaan.

Seorang teolog bernama Augustinus (354-430) telah mempelopori sikap gereja

pengubahkebudayaan. Posisi ini berangkat dari pendirian bahwa tidak ada suatu kodrat yang

tidakmengandung kebaikan, karena itu kodrat setan sendiripun tidaklah jahat, sejauh itu adalah

kodrat,tapi ia menjadi jahat karena dirusak (Niebuhr, 239).

Tetapi Allah kata Augustinus, memerintah dan mengatasi manusia dalam pribadi dan sosial

merekayang rusak. Pandangan ini berasal dari pemahaman bahwa oleh sifat kreatifitas Allah maka

Allahtetap menggunakan dengan baik kehendak manusia yang jahat sekalipun, sehingga m,anusia

dapatmemenuhi kebutuhan hidupnya melalui kebudayaannya. Sikap Allah ini mendapat wujudnya

dalamYesus Kristus yang telah datang kepada manusia yang telah rusak untuk menyembuhkan

danmemperbaharui apa yang telah ditulari melalui hidup dan kematiannya, ia mengatakan

kebesarankasih Allah dan tentang begitu dalamnya dosa manusia (241). Denganjalan Injilnya ia

Page 6: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

memulihkanapayang telah rusak dan memberi arah baru terhadap kehidupan yang telah rusak

(242). Ataspemikiran teologis tersebut, Agustinus meletakkan gagasan Injil pengubah kebudayaan

atau Injiladalah Conversionis terhadap kebudayaan. Pemikiran Augustinis ini dilanjutkan oleh

Johanes Calvinpada awal abad ke 16. Titik tolak pikirannya berawal pada pandangannya bahwa

hukum-hukumkerajaan Allah telah ditulis dalam kodrat manusia dan dapat terbaca dalam

kebudayaannya. Denganitu hidup dan kebudayaan manusia dapat ditransformasikan sebab kodrat

dan kebudayaan manusiadapat dicerahkan, sebab mengandung kemungkinan itu pada dirinya

sebagai pemberian Ilahi. Olehsebab itu Injil harus diaktualisasikan dalam kebudayaan supaya

kebudayaan lebih dapatmensejahterakan manusia (245-246).

Gereja dan kebudayaan di Indonesia

Seperti telah disinggung sebelumnya, unsur-unsur kebudayaan yang dihadapi Injil di

Indonesia saratdengan pengaruh agama-agama, mulai dari agama pribumi, Hindu, Buddha dan

Islam dalamintensitasyang berbeda-beda. Pengaruh itu dalam bentuk lapisan-lapisan, namun saling

berpenetrasiantara satu dengan yang lain. Secara umum dapat dikatakan pengaruh Hindu dan

Islamberpengaruh dalam kebudayaan Jawa, sedang di Indonesia bagian timur terdapat pengaruh

agamapribumi dan Islam. Di Sumatwera Utara khususnya diantara orang Batak terdapat pengaruh

agamaHindu dan agama pribumi.

SewaktuInjil diberitakan kepada suku-suku bangsa di Indonesia maka Injil berhadapan

denganunsur-unsur kebudayaan setempat. Persoalan kita bagaimana sikap gereja terhadap

kebudayaansetempat. Gereja-gereja berlatar belakang reformasi yang membawa Injil ke Indonesia

menekankan sekalikemurnian Injil dan disiplin kehidupan umat sesuai nilai-nilai yang termuiat

dalam Injil. Oleh sebabitu geraja selalu mengawasi agar unsur-unsuryang bertentangan dengan

Injil tidak memasukikehidupan umat Kristen. Oleh karena itu gereja menolak kultus roh nenek

moyang dan semua ritus-ritus untuk menguatkan roh atau jiwa seseorang. Tujuan utama penolakan

ini, agar tidak terjadipenyembahan kepada ilah-ilah selain dari Allah Jahweh (Keluaran 20 : 2-5).

Tetapi gereja menyadari bahwa simbol-simbol yang digunakan masyarakat adalh bermuatan

agamasedang bagi masyarakat pribumi suatu simbol selalu identik dengan yang disimbolkan. Oleh

sebabitu gereja tidak saja menolak kultus kepada yang bukan Allah tetapi juga

mendesakralisasikan suatusimbol sehingga dapat menjadi sarana untuk mencapai kesejahteraan

manusia.

Page 7: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

Upaya ini nampak jelas dalam penerimaan gereja terhadap tatanan masyarakat Batak yang

dinamaidilikan na tolu, yaitu tiga tungku (Batak toba, Angkola, Simalungun dan Dairi) atau

sangkep si telu(Batak Karo). Tatanan ini bersumber darikepercayaan orang Batak kepada tiga

Dewata, yangpertama berkediaman di dunia atas, yang kedua di dunia tengah dan ketiga di dunia

bawah.Berdasarkan pandangnan kosmologis tersebut, maka masyarakat Batak dibagi atas unsur

hula-hulaatau kalimbubu (Karo) yaitu kelompok si pemberi dara, dongan atau senina (Karo) yaitu

kelompoksatu klan dan boru atau anak beru (Karo) yaitu kelompok si pengambil dara.

Ketiga dewata itu diharapkan selalu harmonis agar kehidupan manusia di dunia tengah

tidakdiganggu oleh dunia bawah dan atas. Harapan ini terungkap dalam doa orang Karo

bunyinya :turunlah dewata diatas, naiklah dewata di bawah dan duduklah dewata ditengah.

Sebagaimanaharus ada keharmonisan antara dunia atas, tengah dan bawah, demikian juga ketiga

unsur kerabattersebut harus selalu bertindak dalam keserasian. (Ph. L. Tobing, the structure of

Batak Belief in theHigh God: 1963:28-29) Bahwa orang batak memahamiseluruh kosmos sebagai

keselueruhan duniabawah, tengah dan atas. Dalam totalitas ini, masing-masing dunia yang tiga itu

mempunyai fungsi,melalui mana keserasian dan keberadaan manusia itu mungkin. Penghapusan

salah satu daritotalitas itu berarti pemusnahan jagad raya dan juga keberadaan masing-masing.

Demikian jugakeberadaan kosmos yang menjadi bagian dari pada ruang adalah kesatuan totaliter.

Tanpamemandang luas kecil operasinya, ia adalah kesatuan dari kuasa-kuasa

yangbertentangan(terjemahan : penulis).

Gereja mengadopsi tatanan dalihan na tolu tau sangkep si telu tersebut dengan mencopot

unsurmythologisnya dan menanamkan nilai-nilai etis agama Kristen kedalamnya agar peran

masing-masing unsur lebih rasional dan fungsional. Hal yang sama dilakukan gerja-gereja dalam

kebudayaan setempat di Indonesia antara lain gereja diAmbon mengadopsi tatanan “pela gandong”

yaitu suatu ikatan sosial masyarakat berdasarkan ikrarnenek moyang pada waktu yang tidak

diketahui lagi, tetapi tetap diteruskan kepada generasi-generasi seterusnya tanpa membedakan

agama yang merekla anut. Kepatuhan orang terhadap tatanan dalihan na tolu maupun pela gandong

tersebut bukan semata-mata oleh ikatan hukum, tapi mengandung nilai-nilai moral dan oleh sebab

itu kepatuhan tersebutbersifat devasi atau ibadah dan orang yang melanggarnya dikategorikan

sebagai pelanggar moral.Dapatlah kita simpulkan bahwa sikap gereja terhadap kebudayaan adalah:

Page 8: Hubungan Agama Dan Budaya Dalam Kristen Protestan

1. Gereja menentang kebudayaan khususnya terhadap unsur-unsur yang secara totalbertentangan

dengan Injil,umpamanya terhadap kultus agama, suku dan tata kehidupanyang tidak membangun

seperti poligami, perjudian, perhambaan.

2. Menerima unsur-unsur kebudayaan yang bersesuaian dengan Injil dan bermanfaat bagi

kehidupan.

3. Menerima unsur-unsur kebudayaan tertentu dan mentransformasikannya dengan Injil

umpamanya tata perkawinan, seni tari dan lain-lain sehingga dapat menjadi sarana Injil untuk

membangun iman dan kehidupan.