hub.kebud. polamakan kesehatan
DESCRIPTION
newTRANSCRIPT
POLA MAKAN MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU
DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KESEHATAN
Pendahuluan
Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia karena makan merupakan proses
fisiologis yang terjadi pada semua makluk hidup untuk dapat bertahan hidup (survive)
(Foster & Anderson). Dengan makan, makluk hidup dapat mengolah makanan (digest)
didalam tubuhnya dan kemudian menyerap (absorb) sari-sari makanan (nutrients) yang
terdapat dalam makanan tersebut dan menggunakannya sebagai bahan bakar
(fuel/energy source) untuk menjalankan fungsi-fungsi tubuh dengan normal.
Makanan yang dimakan individu sehari-hari akan menggambarkan pola
makannya. Pola makan seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama
kebudayaan, selain faktor-faktor lain seperti selera pribadi (personal preferences) yang
terbentuk akibat pengaruh makna dan asosiasi sosial dan kultural yang terkait pada
setiap jenis makanan, pengalaman masa kecil dan banyak faktor lainnya (Foster &
Anderson, 1978, Weichart, 2004).
Makanan Sebagai Konsep Budaya
Makanan merupakan suatu konsep budaya (Foster & Anderson,1978). Hal ini
menjelaskan mengapa pola makan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat
pada suatu daerah. Karena makanan diartikan sebagai sesuatu yang dapat dimakan,
dan dibatasi oleh pagar-pagar elemen budaya, seperti agama dan kepercayaan, taboo,
dan sejarah yang ada pada suatu kelompok masyarakat tertentu pada suatu daerah
(Foster & Anderson, 1978, Weichart, 2004). Misalnya seperti daging babi dianggap
haram untuk dimakan oleh kaum Muslim. Atau sapi yang dianggap hewan suci,
dilarang untuk dikonsumsi oleh kaum Hindu di India. Seorang peneliti, Robertson
Smith dalam laporan penelitiannya pada masyarakat Semitic kuno menyatakan bahwa
makanan dan makan merupakan satu dari beberapa komponen yang membentuk dan
memperkuat kebersamaan suatu kelompok masyarakat (Meigs, 1988).
1
Makanan seperti juga beberapa kegiatan lain sering disukukan (ethnicized),
diasosiasikan dengan identitas tertentu. Beberapa antropolog bahkan menyatakan bahwa
makanan lebih dari sekedar fenomena, yaitu sebagai penanda ideal untuk kebudayaan
atau tradisi (Foster & Anderson). Seperti misalnya, rendang yang identik dengan suku
Minangkabau, sehingga sering disebut sebagai rendang Padang, kerak telor yang
identik dengan masyarakat Betawi dan ayam rica-rica yang identik dengan masyarakat
Minahasa.
Pola Makan Masyarakat Etnik Minangkabau
Masyarakat etnik Minangkabau yang berasal dari daerah Sumatra Barat dengan
ibukota Padang identik dengan makanan serba lezat yang mengandung minyak dan
lemak yang tinggi disertai sambal cabe yang pedas. Sebut saja misalnya rendang
Padang, dan gulai nangka yang selalu terbayangkan dan mengeluarkan air liur pada
hampir semua orang setiap kali mendengar kata ‘restoran Padang’. Belum lagi dendeng
balado yang merah menyala yang mengundang siapa saja yang melihat untuk
mencicipinya. Mereka memang terkenal dengan kepiawaiannya memasak menu
tersebut.
Masyarakat Minangkabau di Sumatra Barat sebagai bagian dari bangsa
Indonesia yang merupakan bangsa agraris, pada awalnya lebih banyak bertani, dan
beternak. Pola makan sehari-hari masyarakat etnik Minangkabau terdiri dari nasi putih
dilengkapi lauk-pauk berupa daging, ayam atau ikan yang diolah dengan minyak dan
santan kelapa kental dengan campuran cabe dan rempah lainnya yang disebut gulai.
Seperti gulai otak yang kental yang disebut sebagai gulai banak. Adonan gulai yang
lebih kental dikenal dengan sebutan kalio yang sering sekali digunakan untuk mengolah
daging atau jengkol. Masyarakat ini juga terkenal dengan sambal balado yaitu cabe
yang digiling atau ditumbuk dan digoreng sehingga berminyak yang tentu saja gurih.
Misalnya saja dendeng balado. Pada masyarakat Minangkabau, lauk utama yang
disajikan pada setiap jam makan biasanya bermacam-macam olahan dengan santan
kelapa dan sambal. Karena ada istilah “tidak enak makan bila tidak berkuah” dan
“bukan makan namanya bila tidak pakai sambal”.
2
Sayur yang disediakan sebagai ‘teman’ lauk utama biasanya juga diolah dengan
santan kelapa. Seperti daun singkong muda yang dimasak dengan santan kelapa kental
yang kemudian disebut dengan gulai pucuk ubi. Sangat berbeda dengan yang lazim
dimakan oleh masyarakat etnik Sunda yang lebih suka merebus ataupun melahap
mentah sayurannya (lalapan). Demikian pula dengan buah nangka muda atau yang biasa
disebut oleh masyarakat etnik Minangkabau sebagai ‘cibadak’ yang lebih sering diolah
dengan santan kelapa kental dan sedikit cabe sehingga menghasilkan gulai cibadak
yang sangat menggugah selera.
Pada masyarakat etnik Minangkabau, setiap jam makan selalu dilengkapi
dengan kerupuk yang khas. Yaitu kerupuk ubi, yang terbuat dari ubi kayu atau
singkong (Manihot utilissima) yang telah dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan alu,
dibentuk lingkaran pipih dan kemudian dikeringkan. Kerupuk ini digoreng saat akan
disajikan. Selain dijadikan kerupuk pelengkap makanan utama, ubi juga merupakan
bahan utama dalam pembuatan snack (kudapan) pada masyarakat Minangkabau.
Misalnya keripik pedas atau yang disebut sebagai karupuak cabe oleh masyarakat
Minangkabau yang sering dijadikan sebagai oleh-oleh utama dari Ranah Minang
(sebutan masyarakat Minangkabau untuk daerah tempat tinggal asalnya, Sumatra
Barat). Keripik ini terbuat dari ubi kayu yang diris tipis-tipis dan digoreng dan dilumuri
cabe. Selain karupuak sanjai, ubi kayu setelah terlebih dahulu dijadikan tepung
(tapioka) juga merupakan bahan utama dalam pembuatan karupuak si kili-kili atau si
angka lapan, disebut demikian karena bentuknya memang seperti angka 8.
Membicarakan makanan pencuci mulut tentunya tidak kalah menarik. Tentu saja
melibatkan santan kelapa yang kental. Hanya saja untuk makanan pencuci mulut ini
santan dikombinasikan dengan gula. Contohnya adalah kolak. Seperti juga kolak yang
disajikan di daerah lainnya di Indonesia, kolak di Ranah Minang ini juga dicampur
dengan potongan buah. Buah yang digunakan dalam kolak biasanya berupa pisang, ubi
jalar, kolang-kaling, dicampur dengan ‘delima’ (bukanlah buah delima yang
sebenarnya, namun merupakan adonan dari tepung kanji yang dibentuk bola-bola kecil
ataupun dadu kecil, sehingga menyerupai buah delima).
Masyarakat Minangkabau sangat menyukai acara makan bersama-sama. Pada
masyarakat ini juga sudah merupakan adat turun-temurun untuk tinggal bersama
3
keluarga besar dibawah 1 atap yang disebut Rumah Gadang. Sehingga pada jam makan,
makanan yang disediakan tentunya dalam jumlah besar dan berbagai jenis. Lauk yang
bersumber dari hewani seperti daging, dan ayam merupakan perlambang status sosial.
Jadi semakin banyak jenis lauk hewani ini dihidangkan, dianggap semakin makmurlah
keluarga itu. Misalnya seperti gulai otak yang disebut sebagai gulai banak dan rendang.
Kebiasaan makan masyarakat etnik Minangkabau ini tidak hanya terasa kental di
Ranah Minang saja. Namun juga dimana pun mereka berada. Hal ini dapat dilihat
dengan banyaknya restoran atau rumah makan Padang yang tersebar hampir diseluruh
daerah di Indonesia bahkan sampai ke luar negeri. Makanan yang disediakan bukan saja
dengan style yang sama, yaitu semua lauk yang tersedia diantarkan langsung ke meja
pelanggan, tidak berdasarkan pesanan. Selain itu hampir semua masakan restoran
Padang mempunyai cita rasa yang tidak jauh berbeda.
Pola Makan Masyarakat Etnik Minangkabau dan Hubungannya dengan
Kesehatan
Kebiasaan makan masyarakat etnik Minangkabau yang terkenal dengan
makanan berlemak tinggi ini sudah berjalan sejak dulu. Dan hal ini ternyata berdampak
pada kesehatan mereka. Dari sebuah penelitian disebutkan bahwa prevalensi tertinggi
Penyakit Jantung Koroner di Indonesia dimiliki oleh etnis Minangkabau, yaitu 4%
(Sulastri, 2003). Hal ini diperkirakan berhubungan dengan pola makan etnis
Minangkabau yang tinggi lemak terutama lemak hewani namun rendah buah dan sayur.
Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa asupan lemak pada etnis ini lebih dari
(35,3% pada penelitian yang dilakukan oleh Purwantyastuti pada tahun 2000 dan 30,1%
pada penelitian yang dilakukan oleh Hatma tahun 2001) asupan lemak yang dianjurkan
yaitu 20 – 30% dari total kalori perhari (Sulastri, 2003).
Penyakit Jantung Koroner merupakan penyakit akibat kelainan pembuluh darah
koroner pada jantung, yaitu terjadi penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah
tersebut (aterosklerosis) yang akibatnya menyumbat dan kemudian menggangu aliran
darah ke jantung. Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972,
Penyakit Jantung Koroner yang merupakan salah satu dari penyakit pembuluh darah
yang merupakan peringkat ke-11 sebagai penyebab kematian di tingkat usia 35 – 44
4
tahun yang meningkat menjadi peringkat ke-3 pada tahun 1986, naik menjadi peringkat
ke-2 pada tahun 1992 dan menjadi peringkat teratas pada tahun 1995 (SKRT 1997,
Depkes.RI 1997). Penyebab penyakit ini bersifat multifaktorial, sebagian bersifat
genetik dan sebagian lainnya karena faktor lingkungan. WHO menyebutkan beberapa
hal yang dikaitkan erat (sebagai faktor risiko) meningkatkan kejadian penyakit ini.
Sebagian dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin, ras, genetik. Faktor-faktor yang
tidak dapat dimodifikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), Diabetes melitus,
dislipidemia (gangguan kadar lemak darah akibat diet), merokok, konsumsi alkohol,
tingkat aktifitas fisik yang rendah dan pola makan (diet tinggi lemak).
Dislipidemia merupakan faktor risiko aterosklerosis yang dapat dimodifikasi,
memberi arti bahwa faktor risiko ini dapat dirubah ataupun dicegah. Dalam beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Gocke dkk. pada tahun 1999 dan Motoyama dkk. tahun
1998 dibuktikan bahwa peningkatan asupan buah dan sayur yang banyak mengandung
serat dan antioksidan dapat menurunkan kadar lemak darah yang tinggi (dislipidemia)
dan mencegah penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah (aterosklerosis) yang
kemudian menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Jantung Koroner
(Sulastri, 2003).
Modifikasi Pola Makan
Tidaklah mudah merubah kebiasaan makan seseorang yang lidahnya sudah biasa
dimanjakan oleh santan kental, cabe merah dan rasa manis. Kedua jenis makanan
tersebut akan sangat mudah memicu nafsu makan dan menyebabkan makan jadi lebih
banyak. Namun dengan sedikit modifikasi, seseorang tetap dapat memanjakan lidahnya
dengan makanan favoritnya yang notabene makanan yang sudah biasa dimakan
(familiar food) sambil tetap menjaga kesehatannya.
Dengan mengikuti pola makan Gizi Seimbang yang lebih mudah diingat dengan
slogannya “Empat Sehat, Lima Sempurna” maka seseorang tetap dapat makan, dan
mendapat keuntungan dari makanan (zat gizi, rasa kenyang dan puas) dan juga terjaga
dari efek yang tidak diinginkan (lemak dan gula berlebih). Empat Sehat terdiri atas
nasi atau sumber karbohidrat lain penggantinya seperti roti, kentang, jagung, dan sagu,
ditambah makanan sumber protein baik hewani atau nabati, kemudian disertai sayuran
5
dan buah-buahan. Lima Sempurna terdiri atas keempat makanan yang telah disebutkan
sebelumnya ditambah dengan susu, atau telur sebagai makanan sumber protein bermutu
tinggi. Walaupun makanan ke-5 ini lebih ditujukan terutama untuk kelompok yang
berisiko mengalami defisiensi gizi seperti anak-anak yang sedang mengalami
pertumbuhan, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia.
Modifikasi pola makan pada Gizi Seimbang lebih ke arah jumlah dan jenis
makanan yang dimakan. Misalnya jika lauk utama sudah mengandung lemak tinggi
seperti rendang atau dendeng balado atau gulai banak maka sebaiknya dikombinasi
dengan sayuran yang di tumis atau dimasak dengan sedikit minyak. Bisa juga dengan
sayur bening. Kerupuk atau gorengan lainnya sebaiknya dihindari. Namun bila tetap
ingin mengkonsumsi gorengan, pilihlah lauk yang tidak digoreng, seperti pepes. Lauk
utama (yang biasanya berupa sumber protein hewani) sebaiknya dibatasi 1 porsi perkali
makanannya dengan dikombinasi bersama 1 porsi sumber protein nabati. Misalnya lauk
sambal goreng hati yang merupakan campuran telur, hati, tempe dan kentang dalam 1
lauk. Atau jika lauk protein hewani berupa ayam pop (yang merupakan salah satu menu
andalan setelah rendang di rumah makan Padang) maka dapat dikombinasi dengan
tempe atau tahu.
Dalam menyusun menu perhari sebaiknya menu makan pagi, siang dan malam
dibedakan (bervariasi). Diversifikasi jenis makanan dimaksudkan agar kita mendapat
zat gizi yang lengkap dalam makanan yang dimakan setiap harinya, karena tidak ada
satupun bahan makanan yang sempurna, dalam arti mengandung semua zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Sayuran dan buah-buahan adalah yang terpenting dan harus
selalu ada pada menu makan sehari-hari. Karena buah dan sayur merupakan sumber
serat, vitamin dan mineral yang merupakan antioksidan. Serat dan antioksidan sangat
penting untuk mencegah terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung
koroner.
Makanan cemilan berkalori tinggi seperti makanan yang menggunakan bahan
dasar gula dan tepung sebaiknya dikurangi. Karena konsumsi yang berlebihan dapat
mengakibatkan peningkatan kadar gula darah yang lebih cepat dan lebih tinggi sehingga
dapat menimbulkan penyakit gula darah (Diabetes melitus). Akan lebih baik cemilan
berkalori tinggi tersebut diganti dengan buah-buahan segar. Jika sudah terbiasa dengan
6
makanan cemilan yang manis-manis (sugar craving), sebaiknya dibatasi jumlah
konsumsinya. Dengan cara mengurangi porsinya menjadi setengah dari porsi biasanya
dan dibatasi 1x saja per harinya. Dan sebaiknya diperbanyak mengkonsumsi air putih.
Dengan melakukan modifikasi jumlah dan jenis makanan pada pola makan
masyarakat etnis Minangkabau, diharapkan dapat mengurangi efek yang tidak
diinginkan dari pola konsumsi tinggi minyak dan lemak tersebut.
Kesimpulan
Pola makan sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Dimana makanan
merupakan merupakan suatu konsep budaya, yang berarti sesuatu yang dapat dimakan,
dibatasi oleh pagar-pagar elemen budaya, seperti agama dan kepercayaan, taboo, dan
sejarah seperti pengalaman yang akan membentuk selera. Pola makan masyarakat etnik
Minangkabau yang terbiasa dengan makanan berminyak dan berlemak tinggi ternyata
sangat berkaitan dengan kejadian penyakit jantung koroner. Hal ini dapat diatasi dengan
melakukan modifikasi terhadap pola makan yang sudah terbentuk sejak lama.
Modifikasi lebih diterapkan pada penentuan jumlah dan jenis makanan. Asupan ditekan
dari segi jumlah dan di diversifikasi dari segi jenis. Memperbanyak asupan sayuran dan
buah-buahan akan sangat menguntungkan, karena kandungan serat, dan antioksidannya
yang terbukti dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner.
DAFTAR PUSTAKA
7
Foster, G. M. & Anderson, B. G. 1978. Anthropology and Nutrition. Dalam Medical Anthropology. John Wiley & Sons. New York. pp 263 – 279.
Meigs, A. 1988. Food as a Cultural Construction. Dalam Food & Foodways- Explorations in the History and Culture of Human Nourishment. Volume 2, number. 4. Harwood Academic Publishers.
Sulastri, D. Kadar Malondialdehida Plasma dan Faktor-faktor yang Berhubungan pada Laki-laki Etnik Minangkabau (Pengunjung RSU Padang). Tesis. 2003.
Weichart, G. 2004. Identitas Minahasa: Sebuah Praktik Kuliner. Dalam Antropologi Indonesia 74.
.
Makalah Antropologi Gizi
8
POLA MAKAN MASYARAKAT ETNIK MINANGKABAU
DAN PENGARUHNYA
TERHADAP KESEHATAN
Oleh:
Imelda Tresia Pardede,dr
NPM : 6105020065
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
KEKHUSUSAN ILMU GIZI KLINIK
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA, 2005
9
DAFTAR ISI
Pendahuluan…………………………………………………………………………….1Makanan Sebagai Konsep Budaya……………………………………………………...1Pola Makan Masyarakat Etnik Minangkabau…………………………………………..2Pola Makan Masyarakat Etnik Minangkabau dan Hubungannya dengan Kesehatan…..4Modifikasi Pola Makan…………………………………………………………………5Kesimpulan……………………………………………………………………………..7Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..8
10