hpo axis

4
HPO AXIS Prinsip dasar perkembangan folikel adalah teori dua sel, dua gonadotropin. Teori ini menjelaskan bahawa ada subdivis dan kompartemenasi dari aktivitas sintesis hormon steroid dealam perkembangan folikel. Umumnya, aktivitas aromatase (untuk produksi estrogen) berada di sel granulosa. Aktivitas aromatase meningkat karena adanya stimulasi dari FSH oleh respetor spesifik pada sel tersebut. Bagiamanpun, sel granulosa kurang akan enzim yang terjadi sebelumnya pada pathway steroidogenic dan membutuhkan androgen sebagai substrat untuk pembenukkan aromatase. Androgen selanjutnya disintesis dari respon stimuli oleh LH. Hubungan sinergis harus terjadi : LH menstimulasi sel techa untuk memproduksi androgen (khususnya adrosenodione) yang selunjutnya akan ditranfers ke sel granulosa untuk FSH menstimulus aromatase menjadi estrogen. FSH dan estrogen menstimulus reseptor sintesis FSH dan sel granulosa dan diferensiasi. Androgen memiliki dua regulasi berbeda pada saat perkembangan folikular. Pada saat konsentrasi rendah, Androgen akan menstimulasi aktivitas aromatase melalui sel granulosa. Pada kondungan yang tinggi, mereka akan mengbah aktivitas reductase dan mengubah androgen menjadi bentuk yang tidak bisa berubah menjadi aromatase. Androgenic ini menghambat ekspresi reseptor FSH pada sel granulosa, sehingga menghambat aktivitas aromatase dan membuat folikel menjadi atresia. Saat kadar estrogen parifer meningkat, akan terjadi feedback negatif ke hipofisis dan hipotalamus untuk menurunkan kadar FSH. Peningkatan kadar inhibin-B yang dihasilkan ovarium juga menurunkan produksi FSH.

Upload: ayu-insafi

Post on 08-Dec-2015

11 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: hpo axis

HPO AXIS

Prinsip dasar perkembangan folikel adalah teori dua sel, dua gonadotropin. Teori ini menjelaskan bahawa ada subdivis dan kompartemenasi dari aktivitas sintesis hormon steroid dealam perkembangan folikel. Umumnya, aktivitas aromatase (untuk produksi estrogen) berada di sel granulosa. Aktivitas aromatase meningkat karena adanya stimulasi dari FSH oleh respetor spesifik pada sel tersebut. Bagiamanpun, sel granulosa kurang akan enzim yang terjadi sebelumnya pada pathway steroidogenic dan membutuhkan androgen sebagai substrat untuk pembenukkan aromatase.

Androgen selanjutnya disintesis dari respon stimuli oleh LH. Hubungan sinergis harus terjadi : LH menstimulasi sel techa untuk memproduksi androgen (khususnya adrosenodione) yang selunjutnya akan ditranfers ke sel granulosa untuk FSH menstimulus aromatase menjadi estrogen. FSH dan estrogen menstimulus reseptor sintesis FSH dan sel granulosa dan diferensiasi.

Androgen memiliki dua regulasi berbeda pada saat perkembangan folikular. Pada saat konsentrasi rendah, Androgen akan menstimulasi aktivitas aromatase melalui sel granulosa. Pada kondungan yang tinggi, mereka akan mengbah aktivitas reductase dan mengubah androgen menjadi bentuk yang tidak bisa berubah menjadi aromatase. Androgenic ini menghambat ekspresi reseptor FSH pada sel granulosa, sehingga menghambat aktivitas aromatase dan membuat folikel menjadi atresia.

Saat kadar estrogen parifer meningkat, akan terjadi feedback negatif ke hipofisis dan hipotalamus untuk menurunkan kadar FSH. Peningkatan kadar inhibin-B yang dihasilkan ovarium juga menurunkan produksi FSH.

Page 2: hpo axis

Preovulatory folicle

Folikel preovulatory mempunyai antrum yang terisi penuh oleh plasma dengan sekresi sel granulosa. Sel granuloasa ini berdiferensiasi menjadi bentuk yang beragam. Oosit tetap melekat pada folikel melalui grauloasa spesifik yang dinamakan oophorus.

Peningkatan estrogen mengakibatkan feedback negatif pada sekresi FSH. Pada kadar rendah, estrogen menghambat sekresi LH. Pada level yang sangat tinggi, estrogen memungkinkan pelepasan LH. Stimulasi ini membutuhkan kadar estrogen 200 pg/mL selama lebih dari 48 jam. Ketika estrogen yang dihasilakn tinggi, maka akan terjadi feedback positif pada sekresi LH. Karena itu, interaksi FSH dan LH pada folikel menginduksi reseptor LH pada sel granulosa. Hasil dari LH yang tinggi ini pada folikel adalah, luteinasi sel granuloasa, produksi progesteron, dan inisiasi untuk ovulasi.

Ovulasi akan terjadi pada satu buah folikel de graff 10-12 jam setelah kadar puncak LH. Bukan hanya hormon steroid yang dapat meregulasi perkembangan folikuler. Derivat peptida juga memainkan peran dalam feedback terhadap hipofisis. Yang pertama adalah inhibin, yang disekresi dalam dua bentuk, inhibin A dan inhibin B. Inhibin B disekresi saat fase folikular dan distimulasi oleh FSH, dan Inhibin A aktif saat fase luteal. Keduanya berperan untuk menghambat sintesis dan pelepasan FSH.

Page 3: hpo axis

Yang kedua adalah aktivin yang menstimulasi pelepasan FSH dari hipofisis dan mempotensialkan kerjanya pada ovarium. Juga terdapat regulator intra ovarian seperti follistatin, insuline growth factor (ILG)-1, EGF, TGF, FGF, IL-1 dan renin angiotensin.

Pada pertengahan siklus, peningkatan LH mengakibatkan peningkatan prostaglandin dan enzim proteolitik pada dinding folikuler. Subnstansi ini yang membuat dinding folikuler menjadi lemah dan memungkinkan terjadinya perforasi. Ovulasi digambarkan dengan keluarnya oosit secara perlahan melalui bagian yang robek pada struktur folikuler.

Fase luteal

Struktur korpus luteum terbentuk setelah ovulasi, yang merupakan sisa atau cangkang folikuler. Sel granulosa membranous yang tersisa mulai mengambil lemak dan pigmen lutein kuning. Sel ini kemudian secara aktif mensekresi progesteron, yang mempertahankan dinding rahim saat fase luteal. Inhibin dan estrogen juga dihasilkan dalam jumlah yang cukup. Tidak seperi kejadian saat perkembangan folikel, membran dasar pada corpus luteum berdegenerasi agar pembuluh darah dapat berproliferasi dan menyerbu sel granulosatuleteal dalam respon untuk sekresi faktor pembekuan darah. Faktor ini juga mengakibatkan keluarnya sejumlah hormon luteal ke dalam saluran sistemik.

Fungsi hormonal dan regulasi perubahan hormonal pada fase luteal merupakan karakteristik dari feedback negatif yang didesain untuk dimulainya regresi dari corpus luteum bila kehamilan tidak terjadi. Steroid dari corpus luteum (estradiol dan progesteron) dapat mengakibatkan feedback negatif sentral dan mengakibatkan penurunan skeresi FSH dan LH.

Sekresi inhibin juga berpotensi untuk memicu adanya withdrawl FSH. Pada ovarium, produksi progesteron menghambat perkembangan folikel yang lainnya.

Fungsi korpus luteum selanjutnya bergantung pada produksi LH. Bila stimulus LH tidak ada, korpus luteum akan mati setelah usia 12 hingga 16 hari dan menjadi corpus albican. Jika tidak terjadi pembuahan, corpus luteum akan mati dan kadar estrogen dan progesteron akan turun. Keadaan ini yang akan memicu sekresi FSH dan LH kembali meningkat untuk pematangan folikel.

Apabila terjadi kehamilan, hCG akan akan berperan seperti LH dan secaran kontinyu menstimulus corpus luteum untuk mensekresi progesteron dan mempertahankan endometrium. Corpus luteum akan bertahan sampai usia 6 bulan kemudain digantikan oleh plasenta.