sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq...

39
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA LAPORAN KASUS Cedera Kepala Berat dengan Secondary Brain Injury Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc Disusun Oleh: Amri Ashshiddieq 1810221009 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA TAHUN 2018/2019

Upload: others

Post on 14-Jan-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

LAPORAN KASUS

Cedera Kepala Berat dengan Secondary Brain Injury

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf Rumah Sakit Umum Daerah

Ambarawa

Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

Disusun Oleh: Amri Ashshiddieq

1810221009

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UPN

“VETERAN” JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

TAHUN 2018/2019

Page 2: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

1

LEMBAR

PENGESAHAN

LAPORAN KASUS CEDERA KEPALA BERAT

DENGAN

SECONDARY BRAIN INJURY

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian

Kepaniteraan Klinik di Departemen Saraf

Rumah Sakit Umum

Daerah Ambarawa

Disusun Oleh:

Amri Ashshiddieq

1810221009

Telah Disetujui Oleh

Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc

Tanggal:

Oktober 2019

Page 3: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

1

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 59 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Tangkil 1/4 Pringapus, Pringapus, Kabupaten Semarang

Pekerjaan : Wirausaha

Pendidikan : SD

Status : Sudah menikah

No RM : 15 *****

Masuk RS : 10 Oktober 2019

2. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan Alloanamnesis serta

catatan medik pada tanggal 15 Oktober 2019 pukul 08.00 di bangsal Mawar.

Keluhan utama :

Penurunan kesadaran (Kecelakaan tunggal sepeda motor)

Riwayat Penyakit Sekarang :

Anamnesis pada tanggal 10 Oktober 2019

9 jam sebelum masuk rumah sakit pasien sedang mengendarai sepeda

motor, pasien terjatuh dan tidak mengingat kejadian. Tidak ada saksi mata

yang melihat kejadian tersebut, saat ditemukan pasien dalam kondisi tidak

sadar. Pasien tidak mengenai benda tajam. Beberapa saat setelah kejadian,

pasien dibawa ke RSKS dan mendapat terapi sebagai Cedera Kepala Ringan

di IGD, selanjutnya dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala. Karena dinilai

sudah stabil, pasien dipulangkan.

Sesampainya di rumah pasien muntah bercampur darah dua kali tanpa

didahului mual. Pasien kembali tidak sadarkan diri. Kemudian pasien

dibawa ke RSUD Ambarawa dan mendapatkan terapi segera di IGD dan

dan didiagnosa sebagai Cedera Kepala Ringan.

Di ruangan pasien baru sadar keesokan harinya dan mengeluhkan nyeri

kepala seperti dicengkeram, nyeri bertambah hebat jika pasien pindah

posisi.

Page 4: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

2

Kelemahan anggota gerak maupun kejang disangkal. Kesemutan dan baal

juga disangkal. Seluruh anggota gerak dapat digerakkan dengan baik,

namun terasa sangat nyeri karena terdapat luka lecet. Tidak terdapat darah

segar yang keluar dari telinga, pasien sempat keluar darah dari hidung . Gigi

pasien tidak ada yang patah atau tanggal namun terasa lebih kendur, dan bibir pasien

mengalami luka. Terdapat beberapa luka lecet di bagian wajah . Pasien

mengeluhkan penglihatan ganda.

Sesak napas dan nyeri dada disangkal. BAK dan BAB secara normal tanpa

ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat epilepsi : disangkal

- Riwayat kejang : disangkal

- Riwayat stroke : disangkal

- Riwayat alergi : disangkal

- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat kejang : disangkal

- Riwayat stroke : disangkal

- Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat pribadi sosial ekonomi

Pasien adalah seorang pedagang kaki lima, sehari-harinya bekerja keliling

berjualan cilok dari jam lima pagi hingga jam sembilan malam. Dalam

kesehariannya pasien beraktivitas tinggi, sering berjalan kaki. Selama ini

pasien tidak mengeluh apapun mengenai kondisi kesehatannya dan pasien

dalam kondisi sehat menurut keluarga. Pasien datang dengan status pasien

BPJS non PBI, kesan ekonomi rendah. Pasien tinggal berdua dengan anak

paling bungsu yang berusia sekitar 15 tahun. Pasien dan keluarga cukup

dekat satu sama lain.

Page 5: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

3

Anamnesis sistem

1. Sistem cerebrospinal

Nyeri kepala (+), muntah menyemprot tiba-tiba (+), pingsan (+),

kelemahan anggota gerak (-), perubahan tingkah laku (-), wajah merot

(-), bicara pelo (-), kesemutan/baal (-), kejang (-), penurunan kesadaran

(+)

2. Sistem kardiovaskuler

Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri dada (-)

3. Sistem respirasi

Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)

4. Sistem gastrointestinal

Mual (-), muntah (+), BAB (+)

5. Sistem muskuloskeleteal

Kelemahan anggota gerak (-)

6. Sistem integumen

Terdapat luka robek di dahi kiri yang sudah terjahit. Terdapat memar

dan luka lecet pada dahi kiri, pipi kanan dan kiri, bagian atas bibir,

pundak kiri depan belakang, lengan atas kanan, tangakn kanan-kiri,

kaki kiri.

7. Sistem urogenital

BAK (+)

Page 6: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

4

RESUME

ANAMNESIS

Pasien laki-laki berusia 59 tahun , 9 jam sebelum masuk rumah sakit

terjatuh dari sepeda motor. Pasien tidak mengingat kejadian. Pasien

datang ke IGD RSUD Ambarawa dalam kondisi tidak sadar.

Sebelumnya pasien sudah dibawa ke RSKS dalam kondisi tidak sadar.

Setelah mendapatkan penangan awal dan dilakukan CT Scan, kondisi

pasien membaik dan diputuskan untuk dilakukan rawat jalan oleh

dokter di RSKS. Sesampainya dirumah, pasien tiba-tiba muntah

bercampur darah dan seketika itu juga pasien kembali tidak sadar.

Pasien mendapat terapi sebagai cedera Kepala ringan dengan laseratum

dan multiple vulnus ekskoriatum. Sampai saat pasien akan dibawa ke

bangsal, pasien masih belum sadar.

Pasien baru sadar kembali keesokan harinya, mengeluhkan nyeri

kepala, mual tanpa muntah, dan pandangan ganda. Tidak ada kejang,

kesemutan atau mati rasa, tidak ada gangguan ingatan selain tentang

kejadian kecelakaan. Pasien masih bisa BAB dan BAK.

DIAGNOSIS SEMENTARA (SAAT DI IGD)

Diagnosis klinis : cephalgia dan muntah proyektil post kecelakaan

lalu lintas

Diagnosis Topis : intracranial

Diagnosis etiologi : Cedera Kepala Rimgan

Page 7: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

5

DISKUSI I

Dari anamnesa didapatkan seorang pasien laki-laki berusia 59 tahun, 9 jam

sebelum masuk rumah sakit terjatuh sepeda motor dan tidak mengenakan

helm. Pasien datang ke IGD RSUD Ambarawa dalam keadaan tidak sadar.

Sebelumnya pasien sempat dibawa ke RSKS dalam kondisi tidak sadar, setelah

mendapatkan terapi di IGD, kondisi pasien stabil, kemudian dipulangkan.

Saat di rumah pasien muntah bercampur darah dua kali berwarna merah terang

dan beberapa gumpalan darah tanpa didahului mual, kita sebut sebagai muntah

proyektil. Kemudian pasien tidak sadar kembali. Dalam hal ini terdapat kondisi

sadar di antara kondisi tidak sadar pada pasien setelah mengalami cedera kepala.

Fenomena ini disebut sebagai lucid interval.

Muntah proyektil yang dialami pasien merupakan tanda adanya peningkatan

tekanan intra kranial akibat terkumpulnya volume perdarahan pada rongga intra

kranial. Rongga intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai

dengan kapasitasnya dengan unsur sebagai berikut: cairan serebrospinal (± 75

ml), dan darah (± 75 ml), otak (1400 g). Peningkatan volume dari salah satu di

antara ketiga unsur utama ini mengakibatkan tekanan yang meningkat pada

rongga intra kranial, jika tidak ada penekanan pada unsur lainnya. Doktrin

Monro–Kellie menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan

volume yang tetap. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon

kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan tekanan intra

kranial.

Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan

serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi

menurunkan aliran darah otak.

Perdarahan yang terjadi di dalam rongga intra kranial pada pasien ini

diakibatkan oleh cedera kepala yang dialami pasien pada saat kecelakaan

.Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap kepala secara langsung ataupun

tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan

fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen (Perdossi,

2006). Cedera kepala dapat menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang

tengkorak, dan jaringan otak, oleh karenanya dinamakan juga cedera

Page 8: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

6

kranioserebral yang masuk dalam lingkup neurotraumatologi yang

menitikberatkan cedera terhadap jaringan otak, selaput otak, dan pembuluh darah

otak.

Sampai saat ini belum ada definisi yang dapat mencakup seluruh rumusan cedera

kepala, tetapi menurut strubb, ada 2 pandangan pokok yang penting, yaitu:

1. Adanya cedera yang disebabkan karena benturan pada kepala atau

akselerasi-deselerasi yang tiba-tiba dari otak di dalam rongga tengkorak

2. Adanya gangguan fungsi saraf yang terjadi. Gangguan fungsi saraf ini

secara klinis dapat berwujud berbagai macam bentuk, namun biasanya

penurunan kesadaran merupakan gambaran utama.

Terdapat darah segar yang keluar dari hidung pasien. Perdarahan yang terjadi

kemungkinan akibat fraktur os nasal atau dinding sinus paranasal sehingga

merusak pembuluh darah pada cavum nasi, atau jika ternyata ditemukan hallo

sign positif, menandakan adanya fraktur basis kraniis fossa anterior. Dari hasil

CT Scan pasien mengalami fraktur komplit dengan dispacement dinding

posterolateral et medial sinus maxilla kanan dan posterolateral sinus maxilla kiri,

fraktur linier os zygomaticum kiri.

Keluhan pandangan ganda pada pasien disebabkan oleh adanya ketidakserasian

gerakan bola mata, pada pasien ini terjadi parese pada musculus rectus lateralis

kanan.

Terdapat memar kebiruan dan beberapa luka lecet pada daerah wajah, terdapat

luka robek pada dahi kiri yang sudah terjahit.

Page 9: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

7

Landasan Teori

Langkah-langkah sistematis manajemen pasien cedera

kepala, antara lain:

1. Mengetahui mekanisme cedera kepala

2. Memastikan beratnya cedera

Memastikan beratnya cedera kepala dapat menggunakan pemeriksaan

kesadaran Glascow Coma Scale (GCS) untuk menilai secara kuantitatif

kelainan neorologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya

penderita cedara kepala. Cedera kepala adalah trauma mekanik terhadap

kepala secara langsung. Berikut merupakan klasifikasi cedera kepala

berdasarkan GCS:

Cedera kepala ringan: GCS: 14-15

Cedera kepala sedang: GCS: 9-13

Cedera kepala berat: GCS: ≤ 8

3. Mencari morfologi cedera

Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:

1) Fraktur kranium:

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat

terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur

tengkorak biasanya terlihat pada pemeriksaan CT Scan. Adanya tanda-

tanda klinis fraktur tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk

melakukan pemeriksaan lebih rinci.

2) Perdarahan epidural:

Hematoma epidural terletak di antara dura dan calvaria. Umumnya terjadi

pada regio temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri

meningea media. Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar

dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul

oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral

yang diikuti oleh timbulnya gejala neurologi yang secara progresif berupa

pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi

transcentorial.

Page 10: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

8

3) Perdarahan subdural:

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus duramater

atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan

SDH ada yang akut dan kronik. Gejala klinis berupa nyeri kepala yang

makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan

jaringan otak, mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan kesadaran.

Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan sabit.

Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma) subdural.

4) Perdarahan subarachnoid:

Terjadi pada ruang subarachnoid (pia meter dan araknoid). Biasanya

kondisi ini disebabkan oleh trauma yang merusak pembuluh darah.

Perdarahan subarachnoid juga sering terjadi pada kondisi nontrauma

seperti aneurisma dan malformasi arteri-vena. Gejala yang ditimbulkan

antara lain nyeri kepala didaerah suboksipital secara tiba-tiba, pusing,

mual, muntah, demam, reflek patologi (+), ganguan kesadaran dan kaku

kuduk. Pemeriksaan CT scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang

rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk

mengecek perdarahan subarachnoid.

5) Perdarahan intraserebral dan kontusio:

Perdarahan intraserebral disebabkan oleh jejas terhadap arteri atau vena

yang ada di bagian parenkim otak. Region frontal dan temporal

merupakan daerah yang paling sering terkena namun selain itu dapat pula

terjadi di lobus parietalis maupun pada serebellum. Kontusio

intraserebral yang dapat terjadi karena trauma melalui jejas coup

atau Jika kepala bergerak saat terjadi jejas, kemungkinan kontusio

terjadi disisi yang jauh dari tempat terjadinya jejas (countercoup).

Apabila dua pertiga lesi adalah darah, jejas terseebut disebut perdarahan.

Gejala klinis pada perdarahan Intraserebral yaitu: adanya penurunan

kesadaran, defisit neurologis, tanda-tanda peningkatan TIK, hemiplegi

(gangguan fungsi motoric/sensorik pada satu sisi tubuh), papilledema

(pembengkakan mata).

Page 11: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

9

Cedera Kepala

Definisi

Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu

kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif,

tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat

mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan

kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya

diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10%

meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80%

dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera

kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).

Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara

15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48 %-53% dari

insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya

dise babkan tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi. Data

epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah

sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap,

terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan

CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10%

CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal.

Klasifikasi

a) Berdasarkan mekanisme

Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus.

- Cedera kepala tumpul, dapat disebabkan oleh kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

- Cedera kepala tembus (penetrasi), disebabkan luka tembak atau pukulan

benda tumpul.

Page 12: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

10

Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera

termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

b) Berdasarkan beratnya

Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara

kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi

beratnya penderita cedera kepala.

- Ringan (GCS 13-15)

- Sedang (GCS 9-12)

- Berat (GCS 3-8)

c) Lesi intrakranial

1. Fokal

a. Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria.Umumnya

terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya

arteri meningea media.Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran

sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa

jam.Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai

kelainan neurologist unilateral yang diikuti oleh timbulnya gejala

neurologiyang secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese,

papil edema dan gejala herniasi transcentorial. Perdarahan epidural

difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika

terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri

kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Ciri

perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa

cembung.

b. Subdural

Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan sinus venosus dura mater

atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara duramater dan

araknoidea. SDH ada yang akutdan kronik Gejala klinis berupa nyeri

Page 13: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

11

kepalayang makin berat dan muntah proyektil. Jika SDH makin besar, bisa

menekan jaringan otak mengganggu ARAS, dan terjadi penurunan

kesadaran. Gambaran CT scan kepala berupalesi hiperdens berbentuk

bulan sabit. Biladarah lisis menjadi cairan, disebut higroma(hidroma)

subdural.

Perdarahan subdural terbagi atas 3

bagian yaitu:

o Perdarahan subdural akut

Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk, dan

kebingungan, respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis

terlihat dengan adanya perlambatan reaksi ipsilateral pupil.

Perdarahan subdural akut sering dihubungkan dengan cedera otak

besar dan cedera batang otak.

o Perdarahan subdural subakut

Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari

setelah cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang

agak berat. Tekanan serebral yang terus-menerus menyebabkan

penurunan tingkat kesadaran.

o Perdarahan subdural kronis

Terjadi karena luka ringan. Mulanya perdarahan kecil memasuki

ruang subdural. Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar

membran vaskuler dan secara pelan-pelan ia meluas. Gejala

mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.

Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan

motorik.

c. Perdarahan Subarachnoid

Terjadi pada ruang subarachnoid (piameter dan arachnoid). Etiologi yang

paling sering menyebabkan perdarahan subarakhnoid adalah ruptur

aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya malformasi

arteriovenosa (MAV). Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh trauma

yang merusak pembuluh darah. Perdarahan subarachnoid juga sering

Page 14: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

12

terjadi pada kondisi nontrauma seperti aneurisma dan malformasi arteri-

vena. Gejala yang ditimbulkan antara lain nyeri kepala yang hebat dan

mendadak, hilangnya kesadaran, fotofobia, meningismus, mual, dan

muntah. Pemeriksaan CT scan untuk kondisi ini memiliki spesifitas yang

rendah. Oleh karena itu seringkali dilakukan CT angiografi untuk

mengecek perdarahan subarachnoid.

Komplikasi yang paling sering pada perdarahan subarachnoid adalah

vasospasme dan perdarahan ulang. Tanda dan gejala vasospasme dapat

berupa status mental, deficit neurologis fokal. Vasospasme akan

menyebabkan iskemia serebral tertunda dengan dua pola utama, yaitu

infark kortikal tunggal dan lesi multiple luas.

Perdarahan ulang mempunyai mortalitas 70%. Untuk mengurangi risiko

perdarahan ulang sebelum dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah

harus dikelola hati-hati dengan diberikan obat fenilefrin, norepinefrin,

dan dopamine (hipotensi), labetalol, esmolol, dan nikardipi (hipertensi).

Tekanan darah sistolik harus dipertahankan >100 mmHg untuk semua

pasien selama ±21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik

harus dipertahankan dibawah 160 mmHg dan selama ada gejala

vasospasme, tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 1200-220

mmHg.

Selain vasopasme dan perdarahan ulang, komplikasi lain yang dapat

terjadi adalah hidrosefalus, hiponatremia, hiperglikemia dan epilepsi.

d. Difussa axonal injury

Cedara otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat cedera

akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang sering terjadi

pada cedera kepala. Komosio cerebri ringan adalah keadaan cedera

dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi

neurologis yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini

sering terjadi, namun karena ringan kerap kali tidak diperhatikan. Bentuk

yang paling ringan dari komosio ini adalah keadaan bingung dan

disorientasi tanpa amnesia.

Page 15: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

13

Sindroma ini pulih kembali tanpa gejala sisa sama sekali cedera komosio

yang lebih berat menyebabkan keadaan binggung disertai amnesia

retrograde dan amnesia antegrad.

e. Komosio serebri

Komosio serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan

oleh trauma kapitis tanpa menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan

otak. Benturan pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam

rongga tengkorak yang kemudian disalurkan ke arah lobang foramen

magnum ke arah bawah canalis spinalis dengan demikian batang otak

teregang dan menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap

sistem ARAS. Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih

menderita daripada fungsi hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh

karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk sehingga energi linier

pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga juga meregangkan

batang otak. Akibat daripada proses patologi di atas maka terjadi

gangguan kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa diikuti sedikit

penurunan tekanan darah, pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga terjadi

bila pusat muntah dan keseimbangan di medula oblongata terangsang.

Gejala: pening/nyeri kepala, tidak sadar/pingsan kurang dari 20 menit,

amnesia retrograde: hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama

sebelum kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini

menunjukkan keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus

temporalis. Post traumatic amnesia (anterograde amnesia): lupa peristiwa

beberapa saat sesudah trauma. Derajat keparahan trauma yang dialaminya

mempunyai korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde amnesia,

post traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan

disebabkan oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan

menetap maka lesi bisa meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah

diensefalon dan kemudian ke korteks singulate untuk bergabung dengan

lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah garis tengah talamus dan dari

Page 16: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

14

situ ke korteks orbitofrontal. Amnesia retrograde dan anterograde terjadi

secara bersamaan pada sebagian besar pasien (pada kontusio serebri

76 % dan komosio serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi

daripada amnesia anterograde. Amnesia retrograde lebih cepat pulih

dibandingkan dengan amnesia anterograde. Gejala tambahan: bradikardi

dan tekanan darah naik sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo (vertigo

dirasakan berat bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan

komosio medullae akan terasa ada transient parestesia ke empat

ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post trauma kapitis)

adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara,

iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan gangguan memori. Sesudah

beberapa hari atau beberapa minggu; bisa di dapat gangguan fungsi

kognitif (konsentrasi, memori), lamban, sering capek-capek, depresi,

iritability. Jika benturan mengenai daerah temporal nampak gangguan

kognitif dan tingkah laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik: 1). X foto

tengkorak 2). LP, jernih, tidak ada kelainan 3). EEG normal Terapi untuk

komosio serebri yaitu: istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi

bertahap. Setiap penderita komosio serebri harus dirawat dan diobservasi

selama minimal 72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan gejala neurologik

fokal, untuk mengantisipasi adanya lusid interval hematoma.

f. Komosio klasik

Komosio cerebri klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunnya

atau hilanggnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia

pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cidera.

Dalam beberapa penderita dapat timbul defisist neurologis untuk beberapa

waktu defisit neurologis itu misalnya kesulitan mengingat, pusing, mual,

anosmia, dan depresi serta gejala lain. Gejala-gajala ini dikenal sebagai

sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.

Page 17: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

15

g. Cedera aksonal difusa

Cedera aksonal difus (Diffuse Axonal Injury) adalah keadaan dimana

pendeerita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama ddan

tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemik. Biasanya

penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama

beberapa waktu. Penderita sering menuunjukan gejala dekortikasi atau

deserebrasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun

bila bertahan hidup. Penderita seringg menunjukan gejala disfungsi

otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga

akibat cedera aksonal difus dan cedeera otak kerena hipoksiia secara klinis

tidak mudah, dan memang dua keadaan tersebut sering terjadi bersamaan.

Cedera Otak Sekunder

Setelah terjadinya cedera otak primer, satu atau lebih kejadian terjadi

berturut-turut dan memicu terjadinya perburukan fungsi serebral.8

Klasifikasi etiologi cedera otak sekunder dibedakan menjadi penyebab

ekstrakranial dan intrakranial. Penyebab ekstrakranial meliputi hipoksia,

hipotensi, hiponatremi, hipertermia, hipoglikemia atau hiperglikemia.

Penyebab intrakranial meliputi perdarahan ekstradural, subdural,

intraserebral, intraventrikular, dan subarachnoid. Selain itu cedera

sekunder juga dapat disebabkan karena pembengkakan dan infeksi.

Pembengkakan intrakranial meliputi kongesti vena/hiperemi, edema

vasogenik, edema sitotoksik, dan edema interstisial. Infeksi yang

mengakibatkan cedera otak sekunder antara lain meningitis dan abses otak.

Cedera kepala berat memicu terjadinya respon simpatik dan hormonal

dengan level katekolamin yang berbanding terbalik dengan tingkat

keparahan cedera. Hiperglikemia umum terjadi setelah cedera primer dan

berhubungan dengan keparahan cedera dan buruknya prognosis mortalitas

dan perbaikan fungsional pada orang dewasa dan anak-anak. Sekitar 50%

pasien menunjukkan kadar glukosa darah > 11,1 mmol-1 (200mg dl-1),

dan level puncak yang lebih tinggi dari angka tersebut pada 24 jam pertama

Page 18: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

16

setelah masuk rumah sakit berhubungan dengan peningkatan resiko

mortalitas dan status fungsional hingga 1 tahun pasca trauma.

Manifestasi cedera otak sekunder berhubungan dengan

terganggunya fungsi serebral dan terganggunya persediaan energi serebral.

Manifestasinya antara lain peningkatan tekanan intrakranial, kerusakan

otak iskemik, hipoksia serebral dan hiperkarbi, serta terganggunya

autoregulasi serebral.

Prinsip umum penanganan awal cedera kepala adalah perfusi

serebral yang stabil dan adekuat, oksigenasi yang adekuat, mencegah

hiperkapni dan hipokapni, mencegah hipoglikemi dan hiperglikemia, serta

mencegah cedera iatrogenik.

Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi (2006) adalah sebagai

berikut:

Minimal (Simple head injury) Tidak ada penurunan kesadaran

Tidak ada amnesia post trauma

Tidak ada defisit neurologi

GCS = 15

Ringan (Mild head injury) Kehilangan kesadaran <10 menit

Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau

hematom

Amnesia post trauma < 1 jam.

GCS = 13-15

Sedang (Moderate head

injury)

Kehilangan kesadaran antara >10 menit

sampai 6 jam

Terdapat lesi operatif intrakranial atau

abnormal CT Scan

Dapat disertai fraktur tengkorak

Amnesia post trauma 1 – 24 jam

GCS = 9-12

Page 19: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

17

Berat (Severe head injury) Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam

Terdapat kontusio, laserasi, hematom, edema

serebral

abnormal CT Scan

Amnesia post trauma > 7 hari

GCS = 3-8

Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai

defisit neurologis dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan

intrakranial, penderita dimasukkan klasifikasi cedera kepala berat

(Perdossi, 2006). Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase

di gawat darurat.

Page 20: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

Patofisiologi

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera

primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala

sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan

langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselarasi-

deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat

terjadi peristiwa coup dan contercoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh

adanya benturan pada tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup.

Pada daerah yang berlawanan dengan tempat benturan akan terjadi lesi yang

disebut contrecoup. 1) Akselarasi-deselarasi terjadi karena kepala bergerak dan

berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas

antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid)

menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya.

Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam

tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (contrecoup). Lebih lanjut

keadaan Trauma kepala menimbulkan edema serebri dan peningkatan tekanan

intrakranial yang ditandai adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla

edema, dan nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala

adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial.

1. Perdarahan serebral

Cedera kepala dapat menimbulkan pecahnya pembuluh darah otak yang

menimbulkan perdarahan serebral. Perdarahan yang terjadi menimbulkan

hematoma seperti pada epidural hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara

lapisan periosteum tengkorak dengan duramater akibat pecahnya pembuluh darah

yang paling sering adalah arteri media meningial. Subdural hematoma adalah

berkumpulnya darah di ruang antara duramater dengan subarahnoid. Sementara

intracereberal hematoma adalah berkumpulnya darah pada jaringan serebral.

Perdarahan serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat diabsorpsi, akan

tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit diabsorpsi dan menyebabkan

gangguan perfusi jaringan otak.

Page 21: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

2. Edema Serebri

Edema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan cairan dalam

ruang intraseluler, ekstraseluler atau keduanya. Edema dapat terjadi pada 2 sampai

4 hari setelah trauma kepala. Edema serebral merupakan keadaan yang serius karena

dapat menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral

yang kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Ada 4 tipe

edema serebral, yaitu: edema vasogenik, sitogenik dan interstisial, dan gabungan.

Perdebatan tentang jenis edema yang dominan dalam TBI telah berlangsung selama

beberapa dekade. Dari penelitian dihasilkan edema vasogenik sebagai akibat

terbukanya BBB merupakan dampak utama berikutya dari cedera otak traumatik.

Diakui bahwa TBI kompleks dengan cedera heterogen dan baru-baru ini lebih

banyak lagi dilakukan penelitian untuk fitur klinis TBI termasuk kondisi sekunder

terkait seperti hipotensi arteri, hipoksia atau iskemia. Pada MRI, edema vasogenik

menunjukkan terjadinya peningkatan difusi air dalam beberapa jam pertama setelah

TBI, diikuti oleh edema sitotoksik yang berkembang lebih lambat selama beberapa

hari ke depan dan bertahan hingga 2 minggu.

Pengamatan difusi air dikonfirmasi melalui pengukuran permeabilitas,

dimana sawar terbuka untuk protein plasma besar hanya beberapa jam setelah TBI.

Namun, BBB tidak hanya menutup setelah pembukaan awal ini, dengan bukti

terbaru menunjukkan bahwa BBB menutup secara bertahap, dengan komponen

vaskular kecil menjadi permeabel sampai 7 hari setelah TBI. Apa yang mendasari

permeabilitas persisten tidak jelas, meskipun pasca trauma terjadi perubahan pada

sitoskeleton endotel menyebabkan terbukanya barrier endotel. Dengan demikian,

BBB permeabel maksimal pada 4-6 jam setelah TBI, sebelum mulai menutup dan

menjadi diferensial permeabel terhadap molekul yang lebih kecil selama 7 hari.

Mengingat peran penting vaskular yang memainkan perubahan kadar air

otak dan ICP, jelas bahwa pemahaman tentang perubahan BBB pada TBI dan

kontribusi mereka terhadap edema, adalah penting untuk mengembangkan potensi

intervensi. Sekarang ada banyak bukti yang mendukung bahwa kadar air otak

setelah TBI meningkat maksimal pada 2-3 hari setelah trauma, yang juga

merupakan puncak ICP. Kadar air otak dan pembengkakan menjadi maksimal pada

Page 22: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

waktu ini, kontribusi vaskular masih harus aktif meskipun BBB ditutup untuk

molekul plasma besar setelah 6 jam.

Meskipun kedua pembukaan BBB telah diperdebatkan, peristiwa semacam

itu tidak penting mengingat penutupan bertahap barrier untuk molekul vaskular

yang lebih kecil dari waktu ke waktu. Oleh karena itu disimpulkan bahwa

pembukaan transient awal BBB adalah terkait dengan periode singkat edema

vasogenik, keadaan yang akan memungkinkan untuk pengembangan setiap edema

sitotoksik berikutnya. Edema sitotoksik memang akan berkembang bertahap ke

arah cedera seluler dari waktu ke waktu, dan akan menjadi lebih menonjol karena

lebih banyak sel yang terpengaruh. Pergeseran ion dan air intraselular dari

kompartemen ekstraselular secara tidak langsung akan mendorong masuknya lebih

banyak ion dan air dari pembuluh darah. Hal tersebut difasilitasi oleh BBB yang

menjadi permeabel terhadap ion dan molekul kecil, meskipun tidak lebih besar dari

protein plasma yang biasa digunakan untuk mengukur permeabilitas BBB. Dengan

demikian, fase vasogenik murni akan digantikan oleh fase sitotoksik atau fase

vasogenik campuran yang akan didominasi oleh sitotoksik, atau selular, komponen

sel menjadi lebih disfungsional dan mati.

Meskipun demikian, kekuatan pendorong untuk meningkatkan kadar air

otak, pembengkakan otak dan peningkatan ICP, akan menjadi kontribusi dari

vaskular. Dengan demikian, intervensi yang menargetkan kontribusi vaskular pada

edema, walaupun edema yang dominan adalah seluler, mungkin sangat efektif

dalam pengelolaan pembengkakan otak

3. Peningkatan tekanan intrakranial

Tekanan intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau rongga

tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri atas darah dan

pembuluh darah, cairan cerebrospinalis, dan jaringan otak dengan komposisi

volume yang relatif konstan. Jika terjadi peningkatan salah satu atau lebih dari

komponen tersebut, maka secara fisiologis akan terjadi proses kompensasi agar

volume otak tetap konstan. Pasien dengan cedera kepala dapat mengalami edema

serebri atau perdarahan cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume

otak yang apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan desakan

Page 23: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan herniasi serebral

merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena dapat menekan organ-

organ vital otak, seperti batang otak yang mengatur kesadaran, pengaturan

pernapasan maupun kardiovaskuler. Penatalaksanaan cedera kepala sesuai dengan

tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat.

Tidak semua pasien cedera kepala perlu dirawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat

inap antara lain :

1. Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)

2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)

3. Penurunan tingkat kesadaran

4. Nyeri kepala sedang hingga berat

5. Intoksikasi alkohol atau obat

6. Fraktur tengkorak

7. Kebocoran CSS< otorrhea atau rhinorrhea

8. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan

9. CT Scan Abnormal

10. Anak-anak

11. Umur pasien di atas 50 tahun

12. Indikasi sosial

Kriteria Pulang Pasien Cedera Kepala

Kriteria pasien cedera kepala dapat dipulangkan dengan apabila :

- Sadar dan orientasi baik, tidak pernah pingsan

- Tidak ada gejala neurologis

- Keluhan berkurang, muntah atau nyeri kepala hilang

- Tak ada fraktur kepala atau basis kranii

- Ada yang mengawasi di rumah

- Tempat tinggal dalam kota

Page 24: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

Pemeriksaan Fisik, 15 Oktober 2019

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : Compos Mentis/ GCS E4V5M6

Tanda vital

Tekanan darah : 160/90 mmHg

Nadi : 70x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Kepala : normocephal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC +/+, refleks kornea (+/+),

racoon eye sign (-/-), subjoncungtival bleeding (-/+), fraktur

maxilofacial (-), bloody otorhe (-/-), hematoma (-), batttle

sign (-), epistaksis (-), vulnus ekskoriatum (+) multiple.

Leher : pembesaran KGB (-), vulnus ekskoriatum (-)

Thoraks : normochest, simetris, pulmo VBS +/+, ronkhi -/-,

wheezing -/-, cor S1-S2 normal, reguler, murmur (-), gallop

(-)

Abdomen : datar, BU (+) normal, supel, nyeri tekan 9 regio (-),

hepatomegali (-), splenomegali (-)

Urogenital : nyeri ketok CVA -/-

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

Status Neurologis

Sikap tubuh : lurus dan simetris

Gerakan abnornal : tidak ada

Kaku kuduk : negatif

Page 25: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

Nervus kranialis

Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri N. I Olfaktorius Daya penghidu N N N. II Optikus Daya penglihatan N N

Penglihatan warna N N Lapang pandang N N

N. III Okulomotorius Ptosis – – Gerakan mata ke medial N N Gerakan mata ke atas N N Gerakan mata ke bawah N N Ukuran pupil 3 mm 3 mm Refleks cahaya langsung N N

N. IV Trokhlearis Gerakan mata ke lateral

bawah

N N

Menggigit N Membuka mulut N

N. V Trigeminus Sensibilitas muka N N Refleks kornea N N Trismus – –

N. VI Abdusens Gerakan mata ke lateral _ N Strabismus konvergen – –

N. VII Fasialis Kedipan mata N N Sudut mulut N N Mengerutkan dahi N N Menutup mata N N Meringis Simetris Menggembungkan pipi N N Daya kecap lidah 2/3 depan N N

N. VIII Vestibulo-

kokhlearis

Mendengar suara berbisik N N Mendengar detik arloji N N Tes Rinne Tidak dilakukan

Tes Schwabach Tes Weber

N. IX

Glossofaringeus

Arkus faring Simetris Daya kecap lidah 1/3

belakang

N N

Refleks muntah N Sengau – Tersedak –

N. X Vagus Denyut nadi 70 x/menit, reguler, kuat

angkat Arkus faring Simetris Bersuara N Menelan N

Page 26: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

N. XI Aksessorius Memalingkan kepala N N Sikap bahu N N Mengangkat bahu N N Trofi otot bahu – –

N. XII Hipoglossus Sikap lidah N Artikulasi N Tremor lidah – Menjulurkan lidah N Trofi otot lidah – – Fasikulasi lidah –

Foto 1. CT scan kepala non kontras 10/10/2019

Page 27: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

Kesan Head Ct scan Non kontras:

Subaracnoid hemorrhage kecil pada interpendicular sisterna

Tak tampak brain swelling maupun tanda peningkatan tekanan

intrakranial saat ini

Fraktur komplit dengan displacemet dinding posterolateral et medial

sinus maxilla kanan dan posterolateral sinus maxilla kiri

Fraktur linier os zygomaticum kiri (dinding lateral cavum orbita kiri)

Hematosinus maxilla dan ethmoid kanan kiri

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium 11 Oktober 2019

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hematologi

Hemoglobin

12.6 g/dl

11.7 – 15.5

Leukosit

16.4 ribu H

3.6 – 11.0

Eritrosit

4.64

3.8 – 5.2

Hematokrit

39.3 %

35 – 47

Trombosit

205

150 – 400

Kimia Klinik

Ureum

41 mg/dl

10 – 50

Kreatinin

1.11 mg/dl

0.45 – 0.75

Page 28: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

DISKUSI II

Berdasarkan dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien yang sudah

membaik, GCS pada pasien adalah E4V5M6 sehingga pasien dalam keadaan

compos mentis. Ini menandakan adekuatnya terapi pada pasien dalam mencegah

kerusakan sekunder akibat trauma kepala. Ditunjang dengan pemeriksaan CT

scan menunjukkan perdarahan yang terjadi pada subaracnoid pasien ini minimal,

sehingga volume perdarahan ini tidak sampai membuat pasien mengalami

penurunan kesadaran progresif, tidak juga didapatkan kaku kuduk.

Adanya diplopia pada pasien diakibatkan adanya pares pada nervus kranilais

VI sehingga.

Selain itu, pada pemeriksaan kita juga mendapatkan adanya perdarahan pada

hidung sudah berhenti. Hal tersebut mengindikasikan adanya kerusakan pada

pembuluh darah cavum nasal yang bisa diakibatkan adanya frakur pada os nasal

maupun dinding sinus paranasal, dan hal ini terkonfirmasi pada pemeriksaan CT

Scan.

Terdapat beberapa indikasi lain dilakukannya pemeriksaan CT-scan pada kasus

trauma kepala adalah seperti berikut:

- GCS ≤ 13 setelah resusitasi

- Deteorisasi neurologis : penurunan GCS ≥ 2poin, heimaparese, kejang

- Nyeri kepala, muntah yang menetap

- Terdapat tanda fokal neurologis

- Terdapat tanda fraktur atau kecurigaan fraktur

- Trauma tembus, atau kecurigaan trauma tembus

- Evaluasi pasca operasi

- Pasien multiple trauma

- Indikasi sosial

Page 29: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : Nyeri kepala, Muntah Proyektil, Dplopia

Diagnosis Topik : Intrakranial

Diagnosis Etiologik : Cedera kepala berat

PENATALAKSANAAN

Non medikamentosa

• Bed rest

Medikamentosa

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Citicolin 2 x 500 mg

• Inj. Omeprazole 1x1

• Inj. Mecobalamin 1x1

• Inj. Ketorolac 2 x 30 mg

• Inj. Metil prednisolone 4 x 125 mg (tap off)

• Inj. Ceftriaxone 2x1 gr

• Inj. Asam Tranexamat 3x1 gr

• PO. Flunarizine 2 x 5 mg

Prognosis

Death : dubia ad bonam

Disease : dubia ad bonam

Disability : dubia ad bonam

Discomfort : dubia ad malam

Dissatisfaction : dubia ad bonam

Distitution : dubia ad bonam

Page 30: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

DISKUSI III Pasien pertama kali bertemu dengan tenaga medis dalam keadaan tidak sadar yaitu

di IGD RSKS, setelah resusitasi, dilakukan pemeriksaan Head CT Scan. .Pasien

didiagnosis sebagai cedera kepala ringan, maka dari itu dokter jaga memutuskan

untuk rawat jalan. Sessampainya di rumah pasien tiba-tiba muntah bercampur

darah, kemudian pingsan. Penyebab pingsan pertama adalah pingsan akibat trauma

itu sendiri, yaitu adanya peregangnan pada Ascending Reticular Activation System,

sedangkan pingsan yang kedua, kemungkinan adalah akibat peningkatan tekanan

intrakranial akibat adanya suatu efek desak ruang adanya perdarahan intrakranial

yang meninmbulkan herniasi batang otak. Penurunan kesadaran kedua ini juga bisa

merupakan efek dari cedera otak sekunder,

Cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak primer yang dapat

terjadi karena adanya reaksi inflamasi, biokimia, pengaruh neurotransmitter,

gangguan autoregulasi, neuro-apoptosis dan inokulasi bakteri.Melalui mekanisme

Eksitotoksisitas, kadar Ca++ intrasellular meningkat, terjadi generasi radikal bebas

dan peroxidasi lipid. Faktor intrakranial (lokal) yang memengaruhi cedera otak

sekunder adalah adanya hematoma intrakranial, iskemia otak akibat penurunan

tekanan perfusi otak, herniasi, penurunan tekanan arterial otak, Tekanan Tinggi

Intrakranial (TTIK), demam, vasospasm, infeksi, dan kejang (Cohadon, 1995).

Sebaliknya faktor ekstrakranial (sistemik) yang dikenal dengan istilah nine deadly

H’s adalah hipoksemia (hipoksia, anemia), hipotensi (hipovolemia, gangguan

jantung, pneumotorak), hiperkapnia (depresi nafas), hipokapnea (hiperventilasi),

hipertermi (hipermetabolisme/respon stres), hiperglikemia, hipoglikemia,

hiponatremia, hipoproteinemia,dan hemostasis (Cohadon, 1995).Beratnya cedera

primer karena lokasinya memberi efek terhadap beratnya mekanisme cedera

sekunder (Li, 2004).

Sesampainya di IGD RSUD Ambarawa pasien masih belum sadar. Oleh dokter

jaga, pasien di diagnosis sebagai Cedera Kepala Ringan dengan Vulus Laceratum

dan multiple vulnus ekskoriatum,. Pasien diputuskan untuk rawat inap. Pasien baru

sadar keesokan harinya.

Saat visit hari pertama, pasien mengeluhkan nyeri kepala seperti dicengkeram, mual

namun sudah tidak muntah. Ketika ditanya tentang kejadiannya, pasien lupa. Ini

Page 31: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

menandakan adanya retrograde amnesia. Pasien didiagnosis dan diterapi sebagai

cedera kepala sedang oleh dokter saraf, sambil menunggu hasil Head CT Scan dari

RSKS untuk mementukan terapi lebh lanjut.

Hari ketiga perawatan di bangsal, hasil Head CT Scan sudah keluar, terdapat

subarachnoid hemorrhage kecil pada interpendicular sisterna, tidak ada tanda

peningkatan intrakranial, terdapat fraktur dinding sinus maxilla kanan kiri, dan

hematosinus maxilla dan ethmoid kanan kiri. Pasien didiagnosa sebagai cedera

kepala berat.

1. Citicolin

Citicolin yang berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui

peningkatan sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik

yang rusak melalui potensiasi dari produksi asetilkolin. Citicoline juga

menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline

diharapkan mampu membantu rehabilitasi memori pada pasien dengan luka pada

kepala dengan cara membantu dalam pemulihan darah ke otak. Studi klinis

menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik yang lebih baik

pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline. Citicoline

juga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

2. Omeprazole

Merupakan obat golongan Proton pumpm inhibitor (PPI) yang bekerja dengan

berikatan H+/K+ exchanging ATPase dalam sel parietal gaster, mengakibatkan

supresi sekresi asam lambung.

3. Mecobalamin

Memiliki kandungan yang merupakan metabolit dan vitamin B12 yang berperan

sebagai koenzim dalam proses pembentukan methionin dari homosistein. Reaksi ini

berguna dalam pembentukan DNA, serta pemeliharaan fungsi saraf. Mekobalamin

berperan pada neuron susunan saraf melalui aksinya terhadap reseptor

NMDA dengan perantaraan S- adenosilmehione (SAM) dalam mencegah

apoptosis akibat glutamateinduced neurotoxicity.

Page 32: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

4. Ketorolac

Ketorolak yang merupakan analgetik jangka pendek untuk nyeri akut sedang

sampai berat. Ketorolak adalah golongan obat nonsteroidal anti-inflammatory

drug (NSAID) yang bekerja dengan memblok produksi substansi alami tubuh

yang menyebabkan inflamasi. Efek ini membantu mengurangi bengkak, nyeri, atau

demam. Ketorolac memperlihatkan efektivitas sebanding morfin, masa kerjanya

lebih panjang dan efek sampingnya lebih ringan. Karena ketorolac sangat

selektif menghambat COX-1, maka obat ini hanya dianjurkan dipakai tidak

lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak lambung dan iritasi lambung besar

sekali.

5. Metilprednisolon

Metil prednisolone merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang

memiliki efek glukokortikoid. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon

jaringan terhadap poses inflamasi. Karena itu menurunkan gejala inflamasi

tanpa dipengaruhi penyebabnya. Glukokortikoid menghambat akumulasi sel

inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada lokasi inflamasi.

Metilprednisolon menghambat fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis

dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme

yang pastinya belum diketahui, kemungkinan efek tersebut ditimbulkan

melaluui blokade faktor penghambat makrofag, menurunkan dilatasi permeabilitas

kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler

serta hambatan terhadap sintesis asam arakhidonat-derivat mediator inflamasi

(prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien). Lameson mengandung 6α-

methylprednisolone, obat ini untuk indikasi seperti Kondisi alergi dan inflamasi,

penyakit reumatik yang memberi respon terhadap terapi kortikosteroid, penyakit

kulit dan saluran napas, penyakit endokrin, penyakit autoimun, gangguan

hematologik, sindroma nefrotik

6. Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh

bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone secara relatif

Page 33: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

mempunyai waktu paruh yang panjang dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk

garam sodium. Ceftriaxone secara cepat terdifusi kedalam cairan jaringan,

diekskresikan dalam bentuk aktif yang tidak berubah oleh ginjal (60%) dan hati

(40%). Setelah pemakaian 1 g, konsentrasi aktif secara cepat terdapat dalam urin

dan empedu dan hal ini berlangsung lama, kira-kira 12-24 jam. Rata-rata waktu

paruh eliminasi plasma adlah 8 jam. Waktu paruh pada bayi dan anak-anak adalah

6,5 dan 12,5 jam pada pasien dengan umur lebih dari 70 tahun. Jika fungsi ginjal

terganggu, eliminasi biliari terhadap Ceftriaxone meningkat.

Indikasi cefriaxone adalah sepsis, meningitis, infeksi abdominal, infeksi tulang,

persendian, jaringan lunak, kulit, dan luka-luka, pencegah infeksi prabedah, infeksi

dengan pasien gangguan mekanisme daya tahan tubuh, infeksi ginjal dan saluran

kemih, infeksi saluran pernafasan, infeksi kelamin.

7. Asam Tranexamat

cara kerja asam tranexamat adalah dengan menghambat fibrinolisis dengan cara

mencegah perubahan plaminogen menjadi plamsin.

8. Flunarizine

Flunarizine merupakan salah satu antagonis kalsium terbaru

dengan efek antimigrain. Flunarizine adalah penghambat selektif masuknya

kalsium dengan cara ikatan calmodulin dan aktivitas hambatan histamin H1.

Flunarizine dapat mencegah terjadinya kerusakan sel akibat overload kalsium

dengan menghalangi secara selektif masuknya kalsium ke dalam jaringan sel.

Flunarizine juga terbukti dapat menghambat kontraksi otot polos pembuluh

darah, melindungi kekakuan sel-sel darah merah serta mampu melindungi sel-sel

otak dari efek hipoksia (kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi

akibat pengaruh perbedaan ketinggian).

Prognosis

Cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien dengan

cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang

besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam

Page 34: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih

kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pasca konkusi

berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing,

ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang

berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali berturnpang-

tindih dengan gejala depresi.

Kelainan dan Komplikasi Trauma Kapitis

1. Tekanan Intrakranial (TIK) Meninggi

Pada Trauma kapitis yang dapat meningkatkan TIK adalah hematoma yang

besar (lebih dari 50cc), edema yang berat, kongesti yang berat dan

perdarahan subarakhnoidal yang mengganggu aliran cairan otak di dalam

ruangan subarakhnoidea. Bila TIK meninggi, mula-mula absorbsi cairan

otak meningkat kemudian bagianbagian sinus venosus di dalam dura meter

tertekan. Bila massa desak ruangan berkembang cepat dan melebihi daya

kompensasi maka TIK akan meningkat dengan tajam. Arteri-arteri pia-

arahnoidea melebar. Bila autoregulasi baik aliran darah akan

dipertahankan pada taraf normal, akibatnya volume darah otak bertambah.

Bila TIK meninggi terus dengan cepat, aliran darah akan menurun dan TIK

akan tetap rendah meskipun tekanan darah naik. Bila kenaikannya sangat

lambat seperti pada neoplasma jinak otak, kemungkinan TIK tidak meninggi

banyak karena selain penyerapan otak yang meningkat, otak akan

mengempes dan mengalami artrofi ditempat yang tertekan yang dapat

menetralisir volume massa desak ruang yang bertambah.

2. Komplikasi Infeksi pada Trauma Kapitis

Kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada trauma kapitis meningkat bila

durameter robek terutama sekali bila terjadi di daerah basal yang letaknya

berdekatan dengan sinus- sinus tulang dan nasofaring. Keadaan ini juga bisa

terjadi bila ada fraktur basis kranii.

3. Lesi Akibat Trauma Kapitis pada Tingkat Sel

Lesi dapat mengenai semua jenis sel di dalam jaringan otak yaitu neuron

dengan dendrit dan aksonnya, astrosit, oligodendrosit, sel ependim maupun

Page 35: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

sel-sel yang membentuk dinding pembuluh darah. Bila badan sel neuron

rusak, maka seluruh dendrit dan aksonnya juga akan rusak. Kerusakan dapat

mengenai percabangan dendrit dan sinapsis-sinapsinya, dapat pula mengenai

aksonnya saja. Dengan kerusakan ini hubungan antar neuron pun akan

terputus. Lesi sekunder juga dapat mengakibatkan kerusakankerusakan

demikian.

4. Epilepsi Pasca Trauma Kapitis

Pada sebagian penderita trauma kapitis dapat terjadi serangan kejang.

Serangan ini dapat timbul dini pada minggu-minggu pertama sesudah trauma,

mungkin pula timbul kasip berbulan-bulan sesudahnya. Epilepsi kasip

cenderung terjadi pada pasien yang mengalami serangan kejang dini, fraktur

impresi dan hematoma akut. Epilepsi juga lebih sering terjadi pada trauma

yang menembus durameter. Lesi di daerah sekitar sulkus sentralis cenderung

menimbulkan epilepsi fokal.

Lembar Pesanan Saat Pulang

Pasien cedeta kepala yang puland diberi lembar peringatan Harap dibawa ke IGD

apabila :

- Muntah makin sering

- Nyeri kepala atau vertigo memberat

- Gelisah atau kesadaran menurun

- Kejang

- Kelumpuhana anggota gerak

- Bingung atau mengalami perubahan perilaku

- Adanya gannguan penglihatan , gangguan gerakan bola mata dan ukuran

pupil yang tidak sama kanan-kiri

- Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga

- Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat

- Pola nafas abnormal

- Observasi minimal 24 jam pertama, lalu kontrol rumah sakit dalam 5-7

hari

Page 36: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

FOLLOW UP

Tanggal S O A P

11/10/2019 Pusing dan nyeri

kepala (+), mual

(+), muntah darah

(+), lupa dengan

kronologi kejadian

(+), cairan keluar

dari telinga (-),

mimisan (-)

GCS E4M6V5

TD: 110/80

mmHg

FN: 83x/menit

RR: 24x/menit

T : 36,2 C

KM : 5/5 5/5

Bloody otore (+/-)

CKR +

Multiple

VE + VL

Hp1

• IVFD RL 20 tpm

• Inj. Piracetam

2×3 gram

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Ranitidine

2×1 ampul

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj. Ondansentrone

12/10/2019 Pusing dan nyeri

kepala (+), mual

(+), muntah darah

(-),cairan keluar

dari telinga (-),

mimisan (-)

GCS E4M6V5

TD: 130/80 mmHg

FN: 87x/menit

RR: 22x/menit

T : 36,5 C

KM : 5/5 5/5

CKS

Hp 2

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Omeprazole

1×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Kalnex 3x 1

• PO Flunarizin 2x5mg

Page 37: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

13/10/2019 Pusing dan nyeri

kepala (+), mual (+),

muntah darah (-

),cairan keluar dari

telinga (-), mimisan

(-)

GCS E4M6V5

TD: 150/80 mmHg

FN: 65x/menit

RR: 18x/menit

T : 37,4 C

KM : SDN

CKB

(SAH)

HP 3

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj Citicolin

2×500 mg

• Inj. Omeprazole

1×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Kalnex 3x 1

• PO Flunarizin 2x5mg

14/10/2019 Pusing dan nyeri

kepala (+)

berkurang, mual

(+), muntah darah (-

),cairan keluar dari

telinga (-), mimisan

(-)

GCS E4M6V5

TD: 160/90 mmHg

FN: 80 x/menit

RR: 20 x/menit

T : 36,5 C

KM : SDN

CKB

(SAH)

HP 4

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Omeprazole

1×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Kalnex 3x 1

• PO Flunarizin 2x5mg

Page 38: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

15/10/2019 Pusing dan nyeri kepala

(+) berkurang, mual (+),

muntah darah (-),cairan

keluar dari telinga (-),

mimisan (-)

GCS E4M4V4

TD: 160/90 mmHg

FN: 70 x/menit

RR: 20x/menit

T : 36,3 C

KM : SDN

CKB

(SAH)

Hp 5

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Omeprazole

1×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Kalnex 3x 1

• PO Flunarizin 2x5mg

16/10/2019 Pusing dan nyeri kepala

(+) berkurang, mual

(+), muntah darah (-

),cairan keluar dari

telinga (-), mimisan (-)

GCS E4M6V5

TD: 125/78 mmHg

FN: 56x/menit

RR: 20x/menit

T : 37,1 C

KM : 5/5 5/5

CKB

(SAH)

Hp 6

• IVFD Asering 20 tpm

• Inj. Ketorolac

2 x 30mg

• Inj. Citicolin

2×500 mg

• Inj. Omeprazole

1×1 ampul

• Inj. mecobalamin

1x1

• Inj. MP

4 x 125mg

• Inj. Kalnex 3x 1

• PO Flunarizin 2x5mg

Page 39: sarafambarawa.files.wordpress.com · .hohpdkdq dqjjrwd jhudn pdxsxq nhmdqj glvdqjndo .hvhpxwdq gdq eddo mxjd glvdqjndo 6hoxuxk dqjjrwd jhudn gdsdw gljhudnndq ghqjdq edln qdpxq whudvd

DAFTAR PUSTAKA

Adam, R.D, Victor, M. Principles of Neurology. 7th ed. Mc Graw Hill Inc.

Singapore. 2005. American College of Surgeon Committee on Trauma, Cedera

Kepala. Dalam: Advanced Trauma

Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisitrauma IKABI,

2004.

Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta

Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000.

Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 2000.

Faqih Ruhyanudin, Pemeriksaan Neurologis, Universitas Jendral Soedirman,

Purwokerto, 2011. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti

Press, Yogyakarta, 2011.

Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta,

2004.

Japardi Iskandar. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif, SumatraUtara,

USU Press, 2004.

Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2000.

PERDOSSI Cabang Pekanbaru, Simposium Trauma Kranioserebral, Pekanbaru, 3

November 2007.

Setyopranoto, I., Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid, Continuing Medical

Education,. 2012;39.

Turner DA, Neurological Evaluation of a Patient with Head Trauma, dalam

Neurosurgery 2ndedition, New York: McGraw Hill, 1996.

Utama, Herry SY, Diagnosis and Treatment of Head Injury.

(herryyudha.com/2012/07/cidera- kepala-diagnosa-dan.html)

Wahjoepramono, Eka., Cedera Kepala, Lippokarawaci, Universitas Pelita

Harapan, 2005.