hipoglikemia neonatus

Upload: anonymous-5eppbfy

Post on 10-Mar-2016

72 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

neonatologi

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangHipoglikemia ialah suatu penurunan abnormal kadar glukosa darah1. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) atau sebaliknya peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia)2. Glukosa merupakan sumber utama energi untuk menjalankan fungsi organ sebagaimana mestinya. Walaupun semua organ tubuh menggunakan glukosa, otak manusia menggunakannya hampir secara eksklusif sebagai substrat untuk metabolisme energi. Oleh karena penyimpanan glikogen otak terbatas, pengiriman glukosa yang adekuat ke otak merupakan fungsi fisiologis tubuh yang esensial. Sekitar 90 % dari glukosa darah total dikonsumsi oleh otak. Meskipun bahan bakar lain seperti asam laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi energi, akan tetapi respon yang masih imatur dari neonatus membuat penggunaan dari molekul-molekul tersebut tidak memungkinkan. Dengan demikian, neonatus sangat rentan terhadap kondisi-kondisi yang mengganggu pemeliharaan homeostasis glukosa selama masa transisi dari intrauterin ke kehidupan mandiri di luar rahim3. Hipoglikemia erat kaitannya dengan kelompok usia tertentu dan tahap perkembangannya. Berbagai sindrom hipoglikemik mempunyai kecenderungann untuk terjadi pada usia-usia tertentu1. Hipoglikemia merupakan salah satu gangguan metabolik yang sering terjadi pada bayi dan anak1,4,5. Dalam perbandingannya, hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus daripada anak yang lebih besar2. Meskipun hipoglikemia merupakan gangguan yang paling sering terjadi, namun belum ada definisi yang diterima secara universal untuk gangguan ini1,4,5. Kerancuan timbul berdasarkan fakta bahwa rentang normal glukosa darah pada setiap neonatus berbeda dan bergantung pada beberapa faktor yaitu berat badan lahir, usia gestasi, body stores, riwayat makan, dan juga ada tidaknya penyakit lain5.Hipoglikemia telah dihubungkan dengan outcome perkembangan neurologis yang buruk5. Terdapat bukti bahwa hipoksemia dan iskemia yang diakibatkan oleh hipoglikemia, menyebabkan kerusakan otak yang mungkin mengganggu perkembangan neurologis secara permanen2. Ketika kadar glukosa darah rendah, sel-sel dalam tubuh terutama otak, tidak menerima cukup glukosa dan akibatnya tidak dapat menghasilkan cukup energi untuk metabolisme. Sel-sel otak dan saraf dapat rusak dan menyebabkan cerebral palsy, retardasi mental, dan lain-lain6. Hipoglikemia pada manifestasi klinisnya yang ekstrim selain dapat mengarah pada terjadinya sekuele yang permanen juga dapat menyebabkan kematian7. Penyebab hipoglikemia seringkali sangat kompleks4. Hipoglikemia terjadi pada beberapa macam kondisi neonatus antara lain prematuritas, retardasi pertumbuhan, dan diabetes gestasional5. Hipoglikemia dapat berdiri sendiri atau disertai oleh kelainan endokrin misalnya diabetes melitus1. Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi akut yang paling sering terjadi pada diabetes tipe I7. Penyebab hipoglikemia pada neonatus sedikit berbeda daripada bayi dan anak-anak. Hiperinsulinisme atau persistent hyperinsulinemic hypoglycemia of infancy (PHHI), adalah penyebab tersering dari hipoglikemia pada 3 bulan pertama kehidupan (ini biasa terjadi pada bayi dengan ibu yang menderita diabetes). Penyebab lainnya mencakup sepsis, syok, inborn error of metabolism, defisiensi hormon, puasa, kelaparan,dan lain-lain8.Oleh karena hipoglikemia mungkin saja asimptomatik, pemeriksaan yang rutin terhadap kondisi ini pada situasi yang berisiko tinggi direkomendasikan5. Penilaian yang teliti terhadap catatan glukosa darah akan membantu prognosis untuk kejadian hipoglikemia setidaknya sekitar 50 persen7.Pemberian ASI menjadi salah satu pilihan terapi pada hipoglikemia yang asimptomatik. Akan tetapi, hipoglikemia simptomatik harus selalu diterapi dengan preparat dextrose parenteral5. Pada neonatus, prognosis tergantung dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat6.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi dan KlasifikasiII.1.1. DefinisiHipoglikemia adalah suatu sindrom klinik dengan penyebab yang sangat luas, sebagai akibat rendahnya kadar glukosa plasma yang akhirnya menyebabkan neuroglikopenia. Definisi hipoglikemia pada neonatus masih tidak ada kesesuaian, baik dalam buku teks maupun dalam jurnal, sehingga definisinya dibuat dari berbagai sudut pandang4. Pendekatan berdasarkan manifestasi klinis sering menimbulkan interpretasi yang salah karena banyak manifestasi klinis yang sama dengan masalah neonatus yang lain. Pendekatan berdasarkan epidemiologi dapat juga menyebabkan kesalahan interpretasi karena hipoglikemia menggambarkan kelainan biologis yang dapat terjadi dalam rentang ringan sampai berat serta data yang diambil hanya dalam kelompok kecil. Sedangkan pendekatan berdasarkan keluaran neurologik sangat terbatas karena kurangnya kasus kontrol, pemeriksaan patologi, dan kasus hipoglikemia asimptomatik yang diamati4.Hipoglikemia adalah gangguan metabolisme yang dapat terjadi pada bayi normal maupun bayi beresiko tinggi dimana kadar gula darah sewaktu kurang dari 40-45 mg/dl.Pada neonatus, tidak selalu terdapat korelasi yang jelas antara konsentrasi glukosa darah dan manifestasi klinis klasik dari hipoglikemia. Tidak adanya gejala bukan mengindikasikan bahwa konsentrasi glukosa normal dan bukan berarti pula nilainya kurang dari nilai optimal yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme energi di otak. Terdapat bukti bahwa hipoksemia dan iskemia dapat meningkatkan potensi hipoglikemia dalam kerusakan otak yang permanen.

II.1.2. KlasifikasiHipoglikemia pada neonatus dibagi menjadi 2 kelompok : 1. Bersifat sementara. Biasanya terjadi pada bayi baru lahir, misalnya karena masukan glukosa yang kurang (starvasi, kelaparan), hipotermia, syok, dan pada bayi dari ibu diabetes.2. Bersifat menentap atau berulang.Terjadi akibat defisiensi hormon, hiperinsulinisme, serta kelainan metabolisme karbohidrat dan asam amino, gangguan metabolisme yang bersifat herditer (misalnya, glycogen storage diseases, disorders of gluconeogenesis, fatty acid oxidation disorders).

II.2.EpidemiologiFrekuensi hipoglikemia pada neonatus belum diketahui pasti. Di Amerika dilaporkan sekitar 14000 bayi menderita Hipoglikemia. Hipoglikemia terjadi 4,4 per 1000 kelahiran hidup dan 15,5 per 1000 BBLR. Hanya 200 240 penderita hipoglikemia persisten maupun intermitten setiap tahunnya yang masuk rumah sakit. Angka ini berdasarkan observasi bahwa penderita hipoglikemia berjumlah 2 3 per 1000 anak yang masuk rumah sakit, sedangkan anak yang dirawat berjumlah 80.000 pertahun1. Sedangkan di Indonesia masih belum ada data yang pasti4. Insidens secara umum diperkirakan antara 1-5 per 1000 kelahiran hidup, namun angka tersebut meningkat pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, sebesar 8% dari bayi besar masa kehamilan (umumnya bayi dari ibu dengan diabetes) dan 15% dari bayi prematur serta bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterin dilaporkan mengalami hipoglikemia. Angka kejadian baru dari total seluruh populasi bayi dengan risiko tinggi sebesar 30%.3Hipoglikemia lebih sering terjadi pada neonatus yang lahir pada kurang dari 37 minggu dan lebih dari 40 minggu usia kehamilan, dengan tingkat kejadian 2,4% pada neonatus lahir pada 37 minggu usia kehamilan, 0,7% pada neonatus lahir pada 38-40 minggu dari usia kehamilan. Selain itu, 1,6% dan 1,8% pada neonatus yang lahir pada usia kehamilan 41 dan 42 minggu10. Insiden dari hipoglikemia simptomatik pada neonatus bervariasi dari 1.3-3/1000 kelahiran. Prematur, hipotermia, hipoksia, ibu yang menderita diabetes/gestasional diabetes (1:1000 wanita hamil menderita diabetes insulin-dependen dan gestasional diabetes muncul pada 2% wanita hamil), dan pertumbuhan janin terhambat meningkatkan insidens hipoglikemia.

II.3.EtiologiSecara garis besar, etiologi hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan1. Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes, hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child abuse). Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsang ambilan glukosa oleh otot. Pada bayi, hiperinsulinemia dapat terjadi karena defek genetik yang menyebabkan aktivasi reseptor sulfonylurea akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis. Bayi dari penderita diabetes juga mempunyai kadar insulin yang tinggi setelah lahir karena tingginya paparan glukosa in utero akibat jeleknya kontrol glukosa selama kehamilan, hal ini yang menyebabkan hiperinsulinemia pada bayi. Ditemukan sebanyak 50% dari semua kasus hipoglikemia terjadi pada bayi. Diagnosis hipoglikemia dicurigai bila serangan cenderung berulang. Diagnosis hiperinsulinisme ditegakkan bila didapatkan suatu keadaan hipoglikemia yang disertai kadar insulin yang tinggi. Pada keadaan normal, penurunan kadar gula darah disertai dengan penurunan kadar insulin yang sesuai. Kadar insulin >10 U/ml pada keadaan hipoglikemia adalah abnormal, bahkan pada beberapa kasus kadar yang lebih kecil mungkin tidak sesuai dengan keadaan hipoglikemia yang ada dan menunjukan adanya sekresi otonom. Banyak pasien yang pada saat bayi dikenal mengalami hipoglikemia idiopatik ternyata mengalami hiperinsulinisme. Hiperinsulinisme sebagai penyebab hipoglikemia berat, pada umumnya muncul pada bayi baru lahir sampai usia 3 bulan. Adanya hiperinsulinisme, hipoglikemia simptomatik timbul setelah puasa 36 jam dan disertai dengan rendahnya kadar beta-hidroksibutirat (benda-benda keton), FFA dan hiperinsulinemia relatif (> 12 mikro unit/ml). Respons hiperglikemia terhadap glukagon meningkat.

Hiperinsulinisme sendiri dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (3) :a. Hiperinsulinisme neonatal transienHiperinsulinisme sering didapatkan pada neonatus. Hal ini mungkin merupakan gambaran dari imaturitas regulasi sekresi insulin. Keadaan ini dapat terjadi pada bayi sakit, tetapi lebih jelas pada bayi yang asfiksia waktu lahir dan bayi-bayi kecil untuk masa kehamilan karena cadangan glikogennya lebih terbatas. Walaupun hiperinsulin ini hanya berlangsung sementara, namun penanganan yang cepat dan tepat harus segera diberikan agar tidak menimbulkan cacat otak yang menetap. Masalah ini sering terjadi sehingga pemantauan kadar glukosa darah pada jam-jam pertama harus selalu dilakukan untuk semua bayi dengan resiko. Pemberian minum harus segera dimulai, bila perlu dengan glukosa intravena. Pada saat pemulihan, pemberian glukosa intravena dikurangi secara bertahap. Walaupun jarang, perlu diketahui hiperinsulinisme persisten yang memerlukan penanganan yang intensif.b. Hiperinsulinisme persistenHiperinsulinisme persisten pada umumnya disebabkan oleh adanya defek dalam perkembangan sel beta yang menyebabkan timbulnya gangguan fungsi dan abnormalitas struktur insulin. Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek respiratory chain). Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi. Defek pada produksi energi alternative (defisiensi carnitine acyl transferase, defisiensi HMG CoA, defisiensi rantai panjang dan medium acyl-CoA dehydrogenase, defisiensi rantai pendek acyl-CoA dehyrogenase). Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit gastrointestinal. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk hipertiroidisme.

Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa : 1. Simpanan glukosa tidak akuat (prematur, bayi kecil masa kehamilan) 2. Kelainan pada produksi glukosa hepar antara lain defisiensi glucose-6-phosphatase (glycogen storage disease type I), defisiensi debrancher (glycogen storage disease type III), defisiensi phosphatase hepar (glycogen storage disease type VI, defisiensi glycogen synthase, defisiensi fructose 1,6 diphosphatase, defisiensi phospho-enol pyruvate, defisiensi pyruvate carboxylase, galactosemia, intoleransi fructose herediter, penyakit maple urine syrup). Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa atau hambatan pada glukoneogenesis. Anak yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi terhadap hipoglikemia karena penyakitnya bersifat kronik.Glycogen storage disease, Type IPenyakit ini merupakan penyebab tersering hipoglikemia. Penyebabnya adalah adanya defisiensi enzim hati (defisiensi glukose 6 fosfatase). Penyakit ini bisa menyebabkan penghambatan total, baik pada glukoneogenesis maupun glikogenolisis. Beberapa bayi memperlihatkan gejala hipoglikemia berat, asidosis, sedangkan yang lainnya dengan gejala gangguan pertumbuhan terutama pada bayi dan anak kecil. Adanya hepatomegali yang hebat menjadi penting untuk diagnostik, selain itu terjadi pembesaran ginjal. Bayi dan anak terlihat pendek yang disertai hipotoni. Meningkatnya jaringan lemak pada muka dan ekstremitas memberikan gambaran anak tersebut seolah-olah gizi baik.Pada bayi baru lahir, penyebab hipoglikemia persisten atau berulang bisa didapat melalui anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik dan temuan laboratorium. Hipoglikemia yang berhubungan dengan intake makanan bisa dicurigai adanya kelainan pada salah satu glukoneogenesis. Apabila gejala terjadi 6 jam setelah makan dan apabila gejala terjadi segera setelah makan, kemungkinan adalah adanya galaktosemia atau intoleransi fruktosa, terdapatnya substansi yang tereduksi pada urin berulang kali memperkuat diagnosis ini.3. Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan, defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder. Hal ini karena hormon pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.II.5.PatofisiologiSaat dalam kandungan homeostasis glukosa janin dipertahankan oleh ibu melalui plasenta untuk mempertahankan kebutuhan energi, dan janin menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen pada usia trimester terakhir (terutama bulan terakhir trimester ketiga). Sehingga saat lahir bayi normal akan memiliki simpanan lemak dan glikogen yang memadai untuk menghadapi kekurangan kalori dalam jangka pendek dan mampu memobilisasi substrat-substrat sebagai sumber energi. Sesaat setelah pemotongan plasenta, enzim mengaktifkan pemecahan glikogen kembali menjadi molekul glukosa. Selanjutnya glukosa dilepaskan ke aliran darah untuk mempertahankan kadar gula darah, namun simpanan glikogen pada bayi baru lahir terbatas dan dalam waktu singkat neonatus kemungkinan besar akan bergantung pada proses glukoneogenesis.

Gambar 1. Metabolisme Glukosa

Berdasarkan patofisiologi dapat dikelompokkan bayi yang mempunyai risiko hipoglikemia yaitu 6:1. Bayi dari ibu dengan diabetes. Ibu dengan diabetes yang tidak terkontrol memiliki kadar glukosa darah yang tinggi yang bisa melewati plasenta sehingga merangsang pembentukan insulin pada neonatus. Saat lahir, kadar glukosa darah tiba-tiba turun karena pasokan dari plasenta berhenti, padahal kadar insulin masih tinggi, sehingga terjadi hipoglikemia. Pencegahannya adalah dengan mengontrol kadar glukosa darah pada ibu hamil.2. Bayi besar untuk masa kehamilan (BMK). Bayi BMK biasanya lahir dari ibu dengan toleransi glukosa yang abnormal.3. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK). Selama dalam kandungan, bayi sudah mengalami kekurangan gizi, sehingga tidak sempat membuat cadangan glikogen, dan kadang persediaan yang ada sudah terpakai. Bayi KMK mempunyai kecepatan metabolisme lebih besar sehingga menggunakan glukosa lebih banyak daripada bayi yang berat lahirnya sesuai untuk masa kehamilan (SMK), dengan berat badan yang sama. Meskipun bayi KMK bugar, bayi mungkin tampak lapar dan memerlukan lebih banyak perhatian. Bayi KMK perlu diberi minum setiap 2 jam dan kadang masih hipoglikemia, sehingga memerlukan pemberian suplementasi dan kadang memerlukan cairan intravena sambil menunggu ASI ibunya cukup.4. Bayi kurang bulan. Deposit glukosa berupa glikogen biasanya baru terbentuk pada trimester ke-3 kehamilan, sehingga bila bayi lahir terlalu awal, persediaan glikogen ini terlalu sedikit dan akan lebih cepat habis terpakai.5. Bayi lebih bulan. Fungsi plasenta pada bayi lebih bulan sudah mulai berkurang. Asupan glukosa dari plasenta berkurang, sehingga janin menggunakan cadangan glikogennya. Setelah bayi lahir, glikogen tinggal sedikit, sehingga bayi mudah mengalami hipoglikemia.6. Pasca asfiksia. Pada asfiksia, akan terjadi metabolisme anaerob yang banyak sekali memakai persediaan glukosa. Pada metabolisme anaerob, 1 gram glukosa hanya menghasilkan 2 ATP, sedang pada keadaan normal 1 gram glukosa bisa menghasilkan 38 ATP.7. Polisitemia. Bayi dengan polisitemia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipoglikemia dan hipokalsemia, karena pada polisitemia terjadi perlambatan aliran darah.8. Bayi yang dipuasakan, termasuk juga pemberian minum pertama yang terlambat. Bayi dapat mengalami hipoglikemia karena kadar glukosa darah tidak mencukupi9. Bayi yang mengalami stres selama kehamilan atau persalinan, misalnya ibu hamil dengan hipertensi. Setelah kelahiran, bayi mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dan memerlukan energi yang lebih besar dibandingkan bayi lain.10. Bayi sakit. Bayi kembar identik yang terjadi twin to twin tranfusion, hipotermia, distress pernapasan, tersangka sepsis, eritroblastosis fetalis, sindrom Beckwith-Wiedermann, mikrosefalus atau defek pada garis tengah tubuh, abnormalitas endokrin atau inborn error of metabolism dan bayi stres lainnya, mempunyai risiko mengalami hipoglikemia.11. Bayi yang lahir dari ibu yang bermasalah. Ibu yang mendapatkan pengobatan (terbutalin, propanolol, hipoglikemia oral), ibu perokok, ibu yang mendapat glukosa intra vena saat persalinan, dapat meningkatkan risiko hipoglikemia pada bayinya.II.6.Manifestasi KlinisGejala yang berkaitan dengan penurunan konsentrasi glukosa plasma dengan cepat dapat memperlihatkan gejala pengingkatan adrenergik (takikardi, gemetar) kolinergik (berkeringat, rasa lemah, dan rasa lapar). Apabila hipoglikemia tidak diatasi dengan cepat akan timbul manifestasi progresif disfungsi otak (nyeri kepala, iritabilitas, kejang bahkan sampai koma). Saat timbulnya gejala bervariasi dari beberapa hari sampai satu minggu setelah lahir. Berikut ini merupakan gejala klinis yang disusun mulai dari frekuensi tersering, yaitu gemetar atau tremor, serangan sianosis, apatis, kejang, serangan apneu intermitten atau takipneu, tangis yang lemah atau melengking, kelumpuhan atau letargi, kesulitan minum, dan terdapatnya gerakan putar mata. Dapat pula timbul keringat dingin, pucat, hipotermia, gagal jantung, dan henti jantung. Sering berbagai gejala muncul bersama-sama. Karena gejala klinis tersebut dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab, maka bila gejala tidak menghilang setelah pemberian glukosa yang adekuat, perlu dipikirkan penyebab lain.

II.7.Penegakan DiagnosisUntuk menetapkan diagnosis hipoglikemia secara benar terdapat beberapa hal yang harus dinilai, yaitu:

1. Manifestasi klinis yang khas, 2. Kejadian ini harus bersamaan dengan rendahnya kadar glukosa plasma yang diukur secara akurat dengan metode yang peka dan tepat, 3. Gejala klinis menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah euglikemia.

Bila ketiganya dipenuhi, maka diagnosis klinis hipoglikemia dapat ditetapkan. Berdasarkan pada klinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lain untuk menetapkan etiologi. Ditanyakan ada tidaknya gejala hipoglikemia (gejala akibat rangsangan saraf simpatis dan susunan saraf pusat) dan faktor-faktor pemicu timbulnya hipoglikemia antara lain:- Ibu menderita diabetes- Makrosomia- Kolestasis, merupakan petanda mungkin adanya penyakit metabolik antara lain galaktosemia dan kelainan mitokondria yang dapat menyebabkan hipoglikemia- Mikropenis mendukung kearah hipopituitarisme- Hepatomegali yang didapatkan dari anamnesis atau pemeriksaan fisis seringkali akibat dari glycogen storage disease atau defek glukoneogenesis.- Miopati merupakan tanda defek fattyacid oxidation dan glycogen storage disease- Minum obat-obatan sebelumnya (misalnya etanol, salisilat, hipoglikemik oral)- Komponen dalam diet antara lain galaktose dan fruktose yang merupakan petunjuk adanya Inborn error of metabolism antara lain pada galaktosemia, penyakit maple syrup urine, dan intoleransi fruktosa.Pada hari pertama atau kedua setelah kelahiran, hipoglikemia mungkin asimptomatik. Gejala hipoglikemia pada bayi mungkin didapatkan gejala neuroglikopenik yang berat, namun tetapi kadang tidak spesifik meliputi: - Gelisah/rewel- Sianosis- Apnoe- Distres respirasi- Malas minum- Kejang mioklonik- Wilting spells atau myoclonic jerks- Jitteriness- Kejang- Somnolen, letargi, apatis- Temperatur subnormal- Berkeringat- HipotoniaHipoglikemia yang dipicu oleh komponen makanan tertentu dapat mengarahkan pada inborn error of metabolism seperti galaktosemia, penyakit maple syrup urine dan intoleransi fruktosa. Obesitas yang mencolok saat lahir menyokong kearah hiperinsulinisme. Kolestasis dan mikropenis pada hipopituitarisme. Hepatomegali seringkali terjadi pada glycogen storage disease.

II.7.1. Pemeriksaan LaboratoriumSkrining hipoglikemia direkomendasikan pada bayi berat lahir sangat rendah, bayi prematur, bayi kecil masa kehamilan dengan berat badan lahir kurang dari persentil 10, bayi dengan ibu diabetes (tipe I atau II), bayi besar masa kehamilan dengan berat badan lahir lebih dari persentil 90, bayi dengan penyakit inkompatibilitas rhesus-hemolitik, bayi yang lahir dari ibu yang mendapat terapi terbutaline/propoanolol/agen hipoglikemik oral, neonatus dengan asfiksia perinatal, polisitemia, sepsis, syok, distress pernapasan, hipotermia, bayi dengan retardasi pertumbuhan. Termasuk juga ke dalamnya bayi dengan berat lahir di antara persentil 10-90 dengan manifestasi klinis janin kurang asupan nutrisi dalam bentuk kulit yang terkelupas, tidak punya lipatan kulit, dan defisiensi lemak subkutan pada regio buccalis, dan pada bayi dengan pemberian nutrisi parenteral total dan cairan intravena3.Skrining hipoglikemia tidak direkomendasikan pada bayi aterm yang sesuai dengan masa kehamilan dan sedang menyusu ASI. Namun, bayi aterm dengan intake sulit, terdapat tanda-tanda laktasi yang inadekuat atau tanda-tanda hipotermia harus dilakukan pemeriksaan hipoglikemia3.Metode pengukuran glukosa dapat melalui 2 cara antara lain pengukuran glukosa oksidase (strip reagen) dan pemeriksaan laboratorium. Pengukuran glukosa dengan cara strip reagen walaupun digunakan secara umum, akan tetapi tidak akurat khususnya pada saat level glukosa darah kurang dari 40-50 mg/dL. Pengukuran dengan cara ini berguna untuk tujuan skrining, namun jika nilainya rendah harus selalu dikonfirmasi dengan pemeriksaan laboratorium sebelum diagnosis hipoglikemia ditegakkan3.Metode lainnya yaitu dengan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan ini merupakan metode yang paling akurat. Dalam pemeriksaan laboratorium, glukosa darah diukur dengan cara kalorimetrik atau dengan cara elektroda (glucose electrode method)3.Pemeriksaan laboratorium yang dikombinasi dengan riwayat klinis sangat penting untuk menegakkan diagnosis hipoglikemia. Pemeriksaan kadar gula darah pertama yang diambil pada saat ada gejala atau kecurigaan hipoglikemia. Apabila ada pemeriksaan awal tidak terdiagnosis atau pasien asimtomatik, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan.

II.7.2. PencitraanPada persisten hipoglikemi hiperinsulinisme, maka dilakukan pemeriksaan USG abdomen, CT Scan, dan MRI untuk membantu dalam membedakan bentuk fokal dan difus. Bila dicurigai hipopituitarisme, tumor pada hipofisis atau hipotalamus, atau mungkin ada kelainan bawaan, maka dilakukan MRI kepala. Bilamana pemeriksaan non-invasif tidak berhasil maka dapat dilakukan pemeriksaan invasif dengan endoskopi ultrasonik, namun hasilnya bergantung pada operatornya. Bila masih belum berhasil untuk menegakkan diagnosis, dapat dilakukan transhepatic venous sampling.

II.8.PenatalaksanaanTujuan utama pengobatan hipoglikemia adalah secepat mungkin mengembalikan kadar gula darah kembali normal, menghindari hipoglikemia berulang sampai homeostasis glukosa normal dan mengkoreksi penyakit yang mendasari terjadinya hipoglikemia. Sehingga harus diketahui status klinis dan penyebab hipoglikemia.MedikamentosaTata laksana bayi hipoglikemia 7:A. Asimtomatik (tanpa manifestasi klinis)1. Pemberian ASI sedini mungkin dan sering akan menstabilkan kadar glukosa darah. Teruskan menyusui bayi (kira-kira setiap 1-2 jam) atau beri 3-10 ml ASI perah tiap kg berat badan bayi, atau berikan suplementasi (ASI donor atau susu formula)2. Periksa ulang kadar glukosa darah sebelum pemberian minum berikutnya sampai kadarnya normal dan stabil3. Jika bayi tidak bisa menghisap atau tidak bisa mentoleransi asupannya, hindari pemaksaan pemberian minum, dan mulailah pemberian glukosa intra vena. Pada beberapa bayi yang tidak normal, diperlukan pemeriksaan yang seksama dan lakukan evaluasi untuk mendapatkan terapi yang intensif4. Jika kadar glukosa tetap rendah meskipun sudah diberi minum, mulailah terapi glukosa intra vena dan sesuaikan dengan kadar glukosa darah5. ASI diteruskan selama terapi glukosa intra vena. Turunkan jumlah dan konsentrasi glukosa intra vena sesuai dengan kadar glukosa darah6. Catat manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik bayi (misalnya respon dari terapi yang diberikan).

B. Simtomatik dengan manifestasi klinis atau kadar glukosa plasma < 20-25 mg/dL atau < 1,1 1,4 mmol/L.1. Berikan glukosa 200 mg tiap kilogram berat badan atau 2 mL tiap kilogram berat badan cairan dekstrosa 10%. Lanjutkan terus pemberian glukosa 10% intra vena dengan kecepatan (glucose infusion rate atau GIR) 6-8 mg tiap kilogram berat badan tiap menit2. Koreksi hipoglikemia yang ekstrim atau simtomatik, tidak boleh diberikan melalui oral atau pipa orogastrik.3. Pertahankan kadar glukosa bayi yang simtomatik pada >45 mg/dL atau >2.5 mmol/L4. Sesuaikan pemberian glukosa intravena dengan kadar glukosa darah yang didapat5. Dukung pemberian ASI sesering mungkin setelah manifestasi hipoglikemia menghilang6. Pantau kadar glukosa darah sebelum pemberian minum dan saat penurunan pemberian glukosa intra vena secara bertahap (weaning), sampai kadar glukosa darah stabil pada saat tidak mendapat cairan glukosa intra vena. Kadang diperlukan waktu 24-48 jam untuk mencegah hipoglikemia berulang.7. Lakukan pencatatan manifestasi klinis, pemeriksaan fisis, kadar skrining glukosa darah, konfirmasi laboratorium, terapi dan perubahan kondisi klinik (misal respon dari terapi yang diberikan). (5)Untuk mencapai kecepatan infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR (Glucose index rate) dengan cara :

GIR (mg/kg/menit) = kecepatan cairan (cc/jam) X konsentrasi Dextrose (%) 6 x Berat badan (kg)

Secara umum pemeriksaan kadar glukosa darah pada neonatus dilakukan pemantauan kadar GDS sesaat setelah lahir, 30 menit setelah lahir, dan selanjutnya setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai dalam pemeriksaan GDS tiga kali berturut-turut. Monitoring dilakukan pada bayi-bayi beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dipantau dalam 3 hari pertama kehidupan. II.9.PrognosisPrognosis tergantung penyebab yang mendasarinya. Untuk penyakit inborn errors of metabolism dan defisiensi hormonal membutuhkan pengobatan seumur hidup, sebaliknya pada hipoglikemia ketotik umumnya menghilang sekitar umur 5 tahun bila anak diberikan nutrisi yang adekuat untuk mencegah hipoglikemia. Untuk hiperinsulinemia tergantung pada derajat penyakit, respon terhadap pengobatan, dan lesinya fokal atau difus. Pada lesi fokal umumnya dapat diobati dengan pembedahan. Hiperinsulinisme ringan yang memberikan respon dengan diazoxide membutuhkan pengobatan jangka panjang tetapi anak dapat hidup normal. Pada lesi difus yang tidak memberikan respon dengan pengobatan, tidak sepenuhnya dapat diobati dengan pankreatektomi dan akan timbul problem hipoglikemia dan gangguan perkembangan yang berkelanjutan.

Jika tidak segera diatasi hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan susunan saraf pusat bhakan kematian dalam setiap golongan umur,. Pada neonatus bahkan hipoglikemia ringan dapat mengalami sekuele akibat mengalami hipoglikemia, tetapi lebih banyak akibat kelainan patologik yang menyertai.

BAB IIIKESIMPULAN

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang umum pada neonatus. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dibandingkan anak yang lebih besar. Kadar glukosa darah yang normal terjadi karena adanya keseimbangan antara penyediaan glukosa dalam darah dengan pemakaiannya oleh tubuh. Bila terjadi gangguan pada keseimbangan ini, maka dapat terjadi hipoglikemia atau sebaliknya hiperglikemia. Hipoglikemia pada neonatus dapat bersifat sementara dan menetap atau berulang. Hipoglikemia disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan atau produksi glukosa kurang.Hipoglikemia adalah kadar glukosa plasma yang kurang dari 45 mg/dl pada bayi atau anak-anak, dengan atau tanpa gejala dan terapi berhasil bila kadar glukosa lebih dari 60 mg/dL. Insiden dari hipoglikemia simptomatik pada neonatus bervariasi dari 1.3-3/1000 kelahiran. Prematur, hipotermia, hipoksia, ibu yang menderita diabetes/gestasional diabetes (1:1000 wanita hamil menderita diabetes insulin-dependen dan gestasional diabetes muncul pada 2% wanita hamil), dan pertumbuhan janin terhambat meningkatkan insidens hipoglikemia. Hipoglikemia yang berat dan berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan perkembangan khusunya neurofisiologis dan kematian pada setiap golongan umur. Pada neonatus prognosis tergantung dari berat, lama, adanya gejala-gejala klinik dan kelainan patologik yang menyertainya, demikian pula etiologi, diagnosis dini dan pengobatan yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdin Badollah, Satriono. Hipoglikemia Pada Anak. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Ujungpandang, Ujungpandang. Cermin Dunia Kedokteran No. 75. 1992;27-32.2. Batubara,Jose. Buku Ajar Endokrinologi Anak Jilid I. IDAI. Jakarta : 2010. Hal 195.3. McGowan, Jane E. Neonatal Hypoglycemia. Pediatrics in Review. American Academy of Pediatrics. 1999;20;e6. Diunduh dari http://pedsinreview.aappublications.org/ pada tanggal 10 Januari 2012.4. Susanto, Rudi. Hipoglikemia Pada Bayi dan Anak. Bagian IKA FK Universitas Dipenogoro/ RS. dr. Karyadi Semarang. Diajukan pada PKB Palembang 10-11 November 2007. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2012.5. Shankar Narayan, Rajiv Aggarwal, Ashok K Deorari, Vinod K Paul. Hypoglycemia in the Newborn. Division of Neonatology, Department of Pediatrics. All India Institute of Medical Sciences. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2012.6. Pudjadi, Antonius.Dkk. Pedoman Pelayanan Media Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid I. 2010 : IDAI. Jakarta. 7. Clarke W, Jones T, Rewers A, Dunger D, Klingensmith GJ. Assessment and management of hypoglycemia in children and adolescents with diabetes. Pediatric Diabetes 2009: 10 (Suppl. 12): 134145.8. De Lonlay, Pascale. Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia. Orphanet Encyclopedia. 2003. Diunduh dari http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-PHHI.pdf/ pada tanggal 10 Januari 2012.9. Madiyono, Bambang. Hipoglikemia dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2002; 349-50.10. Sperling, Mark A. Hypoglicemia dalam Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. 2002: 505-18.11. Syamhudi, Budi. Bayi dari Ibu dengan Diabetes Mellitus. Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Sriwijaya Palembang. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2012.12. Boedjang, Rahmat F. Bayi dari Ibu Diabetes Melitus dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta 2002; 365-67.

16