hipoglikemia neonatus

33
BAB I PENDAHULUAN Glukosa merupakan sumber energi untuk fungsi organ tubuh. Walaupun semua organ dapat menggunakan glukosa, otak adalah bagian tubuh yang paling eksklusif memerlukan glukosa sebagai substrat yang berfungsi sebagai metabolisme energi. Karena penyimpanan glikogen serebral terbatas, menjaga kecukupan asupan glukosa ke otak merupakan fungsi fisiologis utama. Tingginya brain- to-body-weight ratio pada neonatus mengakibatkan kebutuhan glukosa neonatus yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas produksi glukosa daripada yang kebutuhan pad aorang dewasa, dengan penggunaan glukosa serebral yang mencakup 90% dari total konsumsi glukosa tuuh. Walaupun bahan alternatif seperti laktat dan badan keton dapat digunakan sebagai substrat untu produksi energi, respon kontraregulatorik neonatus yang imatur membatasi kketersediaan molekul glukosa. Jadi, neonatus sangat rawan terhadap berbagai kondisi yang mengganggu keseimbangan homeostasis glukosa normal 1

Upload: ds-putri-nastiti

Post on 21-Oct-2015

526 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Referat hipoglikemia neonatus

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Glukosa merupakan sumber energi untuk fungsi organ tubuh. Walaupun

semua organ dapat menggunakan glukosa, otak adalah bagian tubuh yang paling

eksklusif memerlukan glukosa sebagai substrat yang berfungsi sebagai

metabolisme energi. Karena penyimpanan glikogen serebral terbatas, menjaga

kecukupan asupan glukosa ke otak merupakan fungsi fisiologis utama. Tingginya

brain-to-body-weight ratio pada neonatus mengakibatkan kebutuhan glukosa

neonatus yang secara proporsional lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas

produksi glukosa daripada yang kebutuhan pad aorang dewasa, dengan

penggunaan glukosa serebral yang mencakup 90% dari total konsumsi glukosa

tuuh. Walaupun bahan alternatif seperti laktat dan badan keton dapat digunakan

sebagai substrat untu produksi energi, respon kontraregulatorik neonatus yang

imatur membatasi kketersediaan molekul glukosa. Jadi, neonatus sangat rawan

terhadap berbagai kondisi yang mengganggu keseimbangan homeostasis glukosa

normal selama transisi dari intrauterine ke kehidupan extrauterin yang independen

(McGowen, 2003).

Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada

definisi kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi

diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat

lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus

BMK umumnya berasal dari ibu diabetik (IDM) dan 15% bayi preterm dan bayi

1

IUGR dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh populasi risiko

tinggi diperkirakan sebesar 30%. (McGowen, 2003).

Beberapa kondisi neonatus tertentu dapat diserai dengan adanya

hipoglikemia, seperti : nutrisi maternal yang tidak adekuat selama kehamilan,

kelebihan produksi insulin pada bayi dengan ibu diabetik, penyakit hemolitik

berat pada neonatus, defek kongenital dan penyakit metabolik kogenital, asfiksia,

serta penyakit liver (Lucile Packard Children Hospital, 2013).

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa serum secara signifikan lebih

rendah daripada rentang pada bayi normal dengan usia postnatal yang sesuai.

Walaupun hipoglikemia dapat terjadi dengan gejala neurologis, seperti letargi,

koma, apnea, seizure atau simpatomimetik, seperti pucat, palpitasi, diaforesis,

yang merupakan manifestasi dari respon terhadap glukosa, banyak neonatus

dengan serum glukosa rendah menunjukkan tanda hipoglikemia nonspesifik

(Kliegman et al, 2011).

Serum glukosa pada neonatus menurun segera setelah lahir sampai 1-3

hari pertama kehidupan. Pada bayi aterm yang sehat, serum glukosa jarang

beradadi bawah nilai 35 mg/dL dalam 1 - 3 jam pertama kehidupan, di bawah 40

mg/dL dalam 3-24 jam, dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelah 24 jam

(Kliegman et al, 2011).

Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kondisi dimana

glukosa plasma di bawah 30 mg/dL (1.65 mmol/L) dalam 24 jam pertama

kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL (2.5 mmol/L) setelahnya (Cranmer,2013).

Estimasi rata-rata kadar glukosa darah pada fetus adalah 15 mg/dL lebih rendah

daripada konsentrasi glukosa maternal. Konsentrasi glukosa akan kemudian

berangsur-angsur menurun pada periode postnatal. Konsentrasi di bawah 45

mg/dL didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dalam 3 jam, konsentrasi glukosa

3

pada bayi aterm normal akan stabil, berada di antara 50-80 mg/dL. Terdapat dua

kelompok neonatus dengan risiko tinggi mengalami hipoglikemia, yaitu bayi lahir

dari ibu diabetik (IDM) dan bayi IUGR (Hay et al, 2007).

Dalam jurnal American Acssociation of Pediatrics, McGowen (2003)

menyatakan pada survei terakhir yang dilakukan oleh para ahli pediatric di

Inggris menunjukkan bahwa tidak ada konsensus untuk nilai kadar glukosa darah

yang didefinisikan sebagai hipoglikemia. Dengan catatan, konsentrasi yang berada

pada nilai 1 mmol/L (20 mg/dL) sampai 4 mmol/L (70 mg/dL) merupakan batas

bawah normal. Definisi hipoglikemia yang selama ini digunakan dibuat

berdasarkan populasi penelitian pada konsentrasi glukosa darah selama 48-72 jam

pertama kehidupan, dengan hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa

darah kurang dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata normal. Secara fisiologis,

hipoglikemia terjadi ketika ambilan glukosa tidak adekuat untuk memenuhi

kebutuhan glukosa dan dapat terjadi melebihi rentang kadar glukosa normal.

Sebagai contoh, bayi aterm sehat berusia 2 jam dengan kadar glukosa darah 30

mg/dL dapat tidak mengalami gangguan fungsi organ, tetapi pada stressed infant

dapat menunjukkan gejala fisiologis hipoglikemia pada kadar glukosa darah 50

mg/dL jika laju hantaran glukosa pada organ spesifik, seprti otwak, kurang dari

kecepatan metabolisme glukosa. Belum ada penelitian yang menyatakan

kosentrasi glukosa absolut yang mengakibatkan adanya disfungsi organ baik

jangka pendek maupun panjang. Pada eksperimen dengan hewan percobaan,

konsentrasi glukosa kurang dari 1 mmol/L (<20 mg/dL), jika terjadi lebih dari 1

jam dapat mengakibatkan lesi otak permanen. Tetapi tanpa adanya bukti yang

4

menunjukkan nilai batas kadar glukosa absolut, tidak ada standar nilai glukosa

darah yang dapat digunakan untuk mendefinisikan hipoglikemia fisiologis.

Hipoglikemia merupakan masalah metabolik yang paling sering

ditemukan pada neonatus. Pada anak, hipoglikemia terjadi pada nilai glukosa

darah kurang dari 40 mg/dL. Sementara pada neonatus, hipoglikemia adalah

kondisi dimana glukosa plasma kurang dari 30 mg/dL pada 24 jam pertama

kehidupan dan kurang dari 45 mg/dL setelahnya (Cranmer, 2013).

2.2 Insidensi

Estimasi insidensi hipoglikemia pada neonatus tergantung baik pada

definisi kondisi dan metode pengukuran glukosa darah. Keseluruhan insidensi

diestimasikan sebanya 5 kejadian dari tiap 1000 kelahiran hidup. Jumlah ini dapat

lebih tinggi pada populasi dengan risiko tinggi. Sebagai contoh, 8% neonatus

BMK umumnya berasal dari ibu diabetik (IDM) dan 15% bayi preterm dan bayi

IUGR dilaporkan mengalami hipoglikemia; insidensi pada seluruh populasi risiko

tinggi diperkirakan sebesar 30%. (McGowen, 2003).

Kesuluruhan insidensi hipoglikemia simtomatis pada neonatus bervariasi,

antara 1.3-3 kejadian dari 1000 kelahiran hidup. Insidensi tersebut bervariasi

tergantung dengan definisi yang digunakan, populasi, metode, dan waktu

pemberian asuan, dan tipe penilaian glukosa. Insidensi hipoglikemia meningkat

pada kelompok neonatus risiko tinggi. Pemberian asupan nutrisi lebih awal dapat

menurunkan insidensi hipoglikemia. Kelainan metabolisme yang dapat

mengakibatkan hipoglikemia pada neonatus jarang ditemui, tetapi dapat dideteksi

sejak masa neonatus. Insidensi dari kondisi-kondisi ini adalah :

5

Carbohydrate metabolism disorders (>1:10,000)

Fatty acid oxidation disorders (1:10,000)

Hereditary fructose intolerance (1:20,000 to 1:50,000)

Glycogen storage diseases (1:25,000)

Galactosemia (1:40,000)

Organic acidemias (1:50,000)

Phosphoenolpyruvate carboxykinase deficiency (rare)

Primary lactic acidosis (rare)

Penelitian di Jepang, menunjukkan bahwa lebih dari 80% neonatus yang masuk ke

NICU, penyebabnya adalah apnea atau hipoglikemia pada neonatus yang lahir

pada usia kehamilan 35-36 minggu (Cranmer, 2013).

2.3 Manifestasi Klinis

Walaupun hipoglikemia sering diklasifikasikan dalam simtomasis dan

asimtomatis, penggolongan tersebut sebenarnya merefleksikan ada atau tidaknya

tanda-tanda fisik yang menyertai kadar glukosa darah yang rendah. Berbagai

tanda dapat terlihat pada kasus hipoglikemia berat atau berkepanjangan dan pada

bayi yang mengalami hipoglikemia ringan sampai sedang yang berkepanjangan

serta pada bayi yang mengalami stres fisiologis. Tanda-tanda klinis yang

ditemukan merupakan tanda nonspesifik dan merupakan akibat dari gangguan

pada lebih dari satu aspek fungsi sistem saraf pusat. Meliputi pola pernapasan

abnormal, seperti takipnea, apnea, atau distress napas; tanda-tanda kardiovaskuler,

seperti takikardia atau bradikardia, dan manifestasi neurologis seperti jitteriness,

letargis, kemampuan mengisap yang lemah, instabilitas suhu tubuh, dan kejang.

6

Banyak dari tanda-tanda tersebut merupakan akibat dari gangguan neonatus yang

lain, seperti sepsis, hypokalemia, dan pendarahan intracranial. Hipoglikemia harus

dipertimbangkan pada bayi yang menunjukkan satu atau lebih dari gejala-gejala

tersebut, karena hipoglikemia yang tak segera diatasi dapat mengakibatkan

konsekuensi serius, dan penatalaksanaan hipoglikemia pun cepat, relatif mudah,

dan memiliki efek samping minimal. Tetapi, pada standar penatalaksanaan

neonatus yang ada saat ini, sebagian besar kasus hipiglikemia terdiagnosis selama

pemeriksaan rutin pada bayi yang dipertimbangkan berisiko namun dalam

evaluasi tampak normal secara fisiologis (McGowen, 2003).

Lucile Packard Children’s Hospital, 2013, memaparkan bahwa tanda-

tanda hipoglikemia pada neonatus meliputi :

jitteriness

cyanosis (blue coloring)

apnea (stopping breathing)

hypothermia (low body temperature)

poor body tone

poor feeding

lethargy

seizures

2.4 Etiologi

Penyebab hipoglikemia pada neonatus, meliputi :

1. Persistent Hyperinsulinemic Hypoglicemia of Infancy.

7

2. Penyimpanan glikogen yang terbatas ( misalnya pada prematur dan IUGR)

3. Peningkatan penggunaan glukosa ( seperti pada kasus hipotermia,

polisitemia, sepsis, defisiensi hormon pertumbuhan ).

4. Penurunan glikogenolisis, gluokoneogenesis, atau penggunaan substrat

alternatif ( misalnya pada gangguan metabolisme dan insufisiensi adrenal).

5. Penurunan penyimpanan glikogen ( seperti pada stress akibat asfiksia

perinatal, dan starvation).

Pada hipoglikemia ketotik, penyimpanan glikogen mudah berkurang, dan

dikombinasi dengan produksi glukosa melalui gluconeogenesis yang tidak

adekuat, berakibat pada terjadinya hipoglikemia. Jadi, oksigenasi asam lemak

diperlukan dalam menyediakan substrat untuk gluconeogenesis dan ketogenesis.

Keton, yang merupakan hasil samping dari metabolisme asam lemak,

diekskresikan melalui urin dan menunjukkan kondisi kelaparan (starved state)

(Cranmer, 2013).

2.5 Patogenesis

2.5.1 Prematuritas dan IUGR

Penyebab hipoglikemia pada neonatus dapat dikategorikan berdasarkan

gangguan yang menyertai pada satu atau lebih proses yang diperlukan untuk

produksi glukosa hepatic normal. Penyimpanan glikogen hepatik jumlahnya

terbatas baik pada bayi preterm yang belum mengalami periode akumulasi

glikogen cepat selama masa akhir gestasi, dan bayi kecil masa kehamilan

(KMK/SGA) yang belum memiliki suplai persediaan substrat yang adekuat untuk

8

sintesis glikogen, yang akan berakibat pada timbulnya risiko hipoglikemia. IUGR

yang disebabkan oleh insufisiensi plasenta dengan ukuran lingkar kepala bayi

yang normal menyebabkan peningkatan kebutuhan glukosa pada bayi yang sudah

dalam kondisi penyimpanan glikogen rendah karena tingginya brain-to-

bidyweight ratio. Bayi postterm dan gestasi ganda juga berisiko hipoglikemia

karena adanya insufisiensi plasenta relatif. Penelitian yang dilakukan pada

kelompok bayi preterm dan IUGR menemukan adanya perubahan pola sekresi

insulin, metabolisme substrat, dan respons hormonal terhadap perubahan

konsentrasi glukosa darah dibandingkan dengan bayi yang sesuai masa kehamilan

(SMK/AGA) (McGowen, 2003).

Bayi yang mengalami stress perinatal karena asfiksia atau hipotermia

atau mengalami peningkatan kerja otot pernapasan disebabkan oleh distress napas

mungkin memiliki penyimpanan glikogen normal, tetapi jumpah glikogen yang

tersedia tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan tinggi dengan adanya tingkat

penggunaan glukosa yang lebih tinggi dari normal. Hipoglikemia dapat terjadi

pada bayi dalam kondisi ini ketika glikogen yang tersedia telah digunakan untuk

memenuhi kebutuhan metabolik postnatal inisial, terutama jika telah ada periode

hipoksemia dengan disertai konsumsi glukosa cepat melalui metabolisme

anaerob(McGowen, 2003).

Konsentrasi precursor gluconeogenesis yang tidak adekuat umumnya

tidak menjadi faktor yang membatasi produksi glukosa hepatik pada neonatus

karena bayi preterm memiliki persediaan asam lemak, gliserol, asam amino,

laktat, dan piruvat cukup. Selain itu, produksi badan keton secara relatif berkurang

pada respon tehadap hipoglikemia. Bayi aterm dapat mengalami penurunan rilis

9

badan keton ketika glukosa dalam darh menurun. akibatnya, kontribusi

gluconeogenesis pada produksi gula hepatik terbatas pada beberapa neonatus

(McGowen, 2003).

2.5.2 Bayi dari Ibu Diabetik (Infants of Diabetic Mother)

Beberapa kelompok bayi memiliki risiko tinggi untuk mengalami

hipoglikemia karena adanya perubahan pada fungsi enzim hepatik sehingga

mengganggu glikogenolisis, gluconeogenesis, atau keduanya. Fungsi hepatik

dapat dipengaruhi oleh sejumlah gangguan endokrin dan metabolik, yang paling

umum terjadi adalah hiperinsulinisme. IDM memiliki sekresi insulin pancreas

yang tinggi karena paparan glukosa maternal dalam konsentrasi tinggi selama di

dalam uterus. Transportasi glukosa plasenta meningkat, berakibat pada

hiperglikemia janin, yang pada akhirnya akan menstimulasi sekresi insulin oleh

pancreas janin. Sekeresi insulin pancreas pada IDM jaug lebih tinggi

dibandingkan dengan nonIDM. Perubahan-perubahan yang diinduksi oleh

diabetes pada metabolisme maternal, seperti perubahan pada asam amino serum,

berperan pada perubahan metabolik yang terjadi pada IDM .

Setelah lahir, konsentrasi glukosa darah yang tinggi sudah tidak ada,

tetapi kondisi hiperinsulinemia menetap, sehingga mengakibatkan rasio

insulin:glucagon tinggi pada postnatal. Akibatnya, glikogenolisis dan lipolysis

terhambat, enzim glukoneogenik tidak terinduksi, dan glukosa hepatik tetap pada

kadar yang rendah dalam kondisi glukosa darah yang rendah. Insulin juga

meningkatkan penggunaan glukosa perifer pada jaringa-jaringan sensitif insulin,

seperti otot rangka, yang berkontribusi pada penurunan glukosa secara cepat.

10

Kombinasi efek dari peningkatan penggunaan glukosa dan terbatasnya produksi

glukosa hepatik mengakibatkan hipoglikemia, yang dapat menetap selama 24-72

jam sebelum pola sekresi insulin ternormalisasi (McGowen, 2003).

2.5.3 Eritroblastosis Fetalis dan Agen Tokolitik Beta Agonis

Walaupun ibu diabetes merupakan penyebab utama hiperinsulin pada

neonatus, sekresi insulin postnatal dapat menjadi abnormal karena penyakit-

penyakit lainnya. Bayi yang menderita eritroblastosis fetalis memiliki kadar

insulin yang tinggi dan jumlah sel betapankreas yang banyak. Mekanisme

terjadinya hal ini masih belum jelas, tetapi salah satu hipotesis menjelaskan bahwa

glutation yang dirilis dari sel darah merah terhemolisis akan mengaktivasi insulin

dalam sirkulasi, dan kemudian memicu sekresi insulin serta up-regulation sel beta.

Transfusi tukar dapat mengeksaserbasi masalah karena darah yang ditransfusikan

biasanya diawetkan dengan kombinasi dekstrosa dan agen lain. Selama transfusi

tukar, bayi mendapatkan tambahan glukosa yang signifikan, dengan respon

insulin berlebih dari pancreas yang hyperplasia. Di akhir transfusi tukar, laju

pemberian glukosa dikembalikan pada keadaan normal, (baseline) tetapi kadar

insulin tetap tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya hipoglikemia (McGowen,

2003).

Penggunaan agen tokolitik beta agonis seperti terbutalin juga

menyebabkan hiperinsulinemia pada neonatus, terutama jika agen tersebut

digunakan selama lebih dari 2 minggu dan dihentikan pada waktu kurang dari 1

minggu sebelum persalinan. Neonatus yang berada dalam kondisi ini akan

memiliki penyimpanan glikogen rendah, yang akan menyebabkan terjadinya

11

hiperinsulinemia serta efek-efek yang timbul karena rendahnya kadar glukosa

(McGowen, 2003).

2.5.4 Hiperinsulinisme

Hipoglikemia yang menetap lebih dari 5-7 hari jarang terjadi dan paling

sering disebabkan oleh hiperinsulinisme. Beberpa neonatus yang IUGR atau

asfiksia akan mengalami hiperinsulinemia yang menetap selama 4 minggu, tetapi

kasus seprti ini relatif jarang terjadi. Beberapa tipe hiperinsulinisme kongenital

disebutkan merupakan penyebab utama hipoglikemia yang menetap sampai

melebihi 1 minggu pertama kehidupan.

Bentuk autosomal resesif dari hiperinsulinisme kongenital dihubungkan

pada adanya defek reseptor sulfonylurea atau kanal K+-ATP. Sebuah mutasi pada

lengan pendek kromosom 11 banyak terjadi populasi Yahudi Ashkenazi, tetapi

kasus yang sama pada kelompok etnis yang lain juga dilaporkan disertai oleh

adanya mutasi pada lokasi yang sama. Telah dilaporkan juga adanya bentuk

autosomal dominan dari hiperinsulinisme. Mutasi yang menyebabkan terjadinya

bentuk autosomal dominan dari hiperinsulinisme belum dapat diidentifikasi, tetapi

kelainan ini berbeda dengan bentuk autosomal resesif yang dicurigai merupakan

akibat dari abnormalitas fungsi reseptor sulfonylurea. Sindrom hiperinsulinemia

kongenital dan hiperammonemiadisertai dengan adanya mutasi gen glutamat

dehydrogenase. Sindrom Beckwith-Weidemann disertai dengan adanya

hyperplasia organ multipel., termasuk pancreas, dengan konsekuensi dari

peningkatan sekresi insulin. Jarang terjadi hiperinsulinemia yang merupakan

12

akibat suatu adenoma lokal sel pulau pancreas pada pancreas yang normal

(McGowen, 2003).

2.5.5 Kelainan Metabolisme pada Neonatus

Kelainan metabolisme pada neonatus akan mempengaruhi ketersediaan

prekursor glukoneogenik atau fungsi enzim yang dibutuhkan untuk produksi

glukosa hepatik. Defek metabolik yang menyebabkan hipoglikemia meliputi

berbagai bentuk kelainan penyimpanan glikogen, galaktosemia, defek oksidasi

asam lemak, defisiensi karnitin, beberapa bentuk asidemia amino, intoleransi

fruktosa herediter (fructose-1,6-diphos-phatase deficiency), dan defek enzim

glukoneogenik lainnya. Gangguan endokrin lainnya seperti kegagalan

hipopituitari dan adrenal juga dapat berakibat pada terjadinya hipoglikemia karena

tidak adanya respon hormonal yang sesuai terhadap hipoglikemia dan selanjutnya

mengakibatkan kegagalan aktivasi produksi glukosa hepatik. Tetapi kondisi ini

sangat jarang dan harus dipertimbangkan adanya etiologi lainnya.

13

2.6 Penatalaksanaan

Beberapa agen lain telah digunakan untuk penatalaksanaan hipoglikemia

refraktori, dan paling sering digunakan untuk penatalaksanaan pada salah satu

kondisi hiperinsulinemia. Kortikosteroid, hidrokortison 5-15 mg/kgBB per hari

dalam dua atau tiga dosis terbagi, atau prednisone 2 mg/kgBB perhari. Pemberian

agen-agen tersebut diikuti dengan adanya penurunan penggunaan glukosa perifer

dan peningkatan konsentrasi glukosa darah, tetapi efek samping dari agen tersebut

terhadap sistem metabolisme lainnya harus dijadikan bahan pertimbangan.

Pemberian kortikosteroid sebagai tambahan dari pemberian glukosa intravena

bermanfaat dalam kondisi ketika kebutuhan glukosa lebih besar daripada 15

mg/kgBB.

14

BAB III

LAPORAN KASUS

15

Identitas Pasien

a. Nama : By. Alfisuni

b. TTL : Jombang, 22 November 2013 (Jam : 22.45)

c. Jenis Kelamin : Laki-laki

d. Alamat : Nglongko, Peterongan

Identitas Orang Tua Pasien

a. Ibu

1. Nama : Ny. Alfisuni

2. Umur : 29 Tahun

3. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

4. Pendidikan : Madrasah Aliyah

5. Agama : Islam

6. Suku : Jawa

7. Bangsa : Indonesia

8. Alamat : Nglongko, Peterongan

b. Ayah

1. Nama : Tn. Abdulloh

2. Umur : 31 Tahun

3. Pekerjaan : pedagang

4. Pendidikan : Madrasah ALiyah

5. Agama : Islam

16

6. Suku : Jawa

7. Bangsa : Indonesia

8. Alamat : Nglongko, Peterongan

Riwayat Kehamilan Ibu

G2 P0001

Gizi baik, selama kehamilan BB naik tapi tidak sampai melebihi 20 Kg

Tinggi badan 140 cm

Pada usia kehamilan 26 minggu, tekanan darah 100/70 mmHg

Pada usia kehamilan 34 minggu, tekanan darah 120/90 mmHg

Pada usia kehamilan 38 minggu, tekanan darah 110/80 mmHg

Pada usia kehamilan 39 minggu, tekanan darah 120/80 mmHg, TFU 35

cm, Tinggi Badan ibu 140 cm.

Pada usia kehamilan 41 minggu, tekanan darah 120/80 mmHg, TFU 36

cm, Tinggi Badan ibu 140 cm.

Riwayat Persalinan Ibu

- Proses persalinan di kamar operasi RSUD Jombang

- Usia Gestasi 41/42 mgg

- Bayi lahir SC atas indikasi CPD dan bayi besar pada tanggal 22

November 2013, 22.45 WIB

- Sisa ketuban keruh

Pemeriksaan Fisik

- Vital Signs

17

Suhu ( O C) axilla : 36,6 O C

HR ( Heart Rate ) : 148 x / menit

RR ( Respiratory Rate ) : 44 x / menit

Capillary Refill Time : < 2 detik

Apgar Score : 7-8

Pemeriksaan Antropometri

BB Lahir : 4750 gram

Panjang Badan : 54 cm

Lingkar Kepala : 34 cm

Lingkar Dada : 30 cm

Lingkar abdomen : 29 cm

Sistem Kardiovaskuler

Inspeksi : precordial pulsasi ( - ), Epigastrium pulsasi ( - )

Palpasi : Denyut perifer kuat, CRT<2 detik

Auskultasi : Bunyi jantung jelas S1S2 tunggal, ritme N /

regular, murmur(-), Gallop (-)

Sistem Respirasi

Warna Kulit : merah muda, tampak beberapa vena, tanpa lanugo

Pernapasan : spontan, grunting ( - ),retraksi ( - ), nch( - ), sianosis ( - )

Suara napas : normal, stridor ( - ) , Wh -/-, Rh -/-

Pergerakan dinding dada simetris, papilla mamae 5 mm.

Sistem Neurologis

Aktivitas : Tenang dan tertidur

18

Tingkat Kesadaran : waspada

Gerakan : Spontan

Tonus : kuat

Pupil : Pupil bulat, isokor, diameter 2 mm, reflek pupil

cepat

Membuka mata : Spontan

Tangisan : Spontan, kuat

Fontanella : Datar

Sutura : Terpisah

Kejang : ( - )

Reflek primitive : reflek moro ( + ) cukup, reflek plantar grasp (+)

cukup, reflek sucking (+) cukup, reflek telan (+)

cukup, tonic neck cukup

Sistem Gastrointestinal

Inspeksi : Dinding perut tipis dengan warna merah muda, tampak

beberapa vena di bawah permukaan kulit

Palpasi : Dinding perut teraba lunak, Hepar/ Lien tidak teraba

Perkusi : Meteorismus (-)

Auscultasi : Bising usus (+) N

Emesis : (-)

Sistem Genitourinaria

Testis sudah turun, rugae tampak jelas

Anus Imperforata (-)

BAK (+)

19

BAB segera setelah bayi lahir

Ekstremitas

Postur ekstremitas : posisi fetal (-)

Gerakan : spontan, serempak

Plantar : lipatan di seluruh plantar pedis

BALLARD SCORE :

20

21

Total New Ballard Score : 46 43 minggu

Pemeriksaan Penunjang

GDA : 39 mg/dL Gejala hipoglikemia : (-)

DL : Hb, Leukosit, Hematokrit, Eritrosit, Trombosit.

Diagnosis

Bayi cukup bulan, besar masa kehamilan ,hipoglikemia asimtomatis,

cesarean section, atas indikasi CPD, bayi besar dan post date.

22

PENATALAKSANAAN

Thermoregulasi

Injeksi vitamin K 1 mg secara i.m sekali pemberian

Gentamicyn 2% tetes mata 1 tetes mata kanan dan kiri

Pemberian Nutrisi ASI / PASI : 12 x 25 cc

MONITORING

Keadaan umum bayi

Vital sgns ( toC, HR, RR )

GDA :

23.00 : 39 mg/dL

24.00 : 72 mg/dL

01.00 : 91 mg/dL

02.00 : 102 mg/dL

03.00 : 98 mg/dL

Nutrisi

Peningkatan Berat Badan

Perawatan tali pusat

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Cranmer, H. Neonatal Hypoglycemia. 2013. Emedicine Medscape.

2. Hay, W. 2008. The Newborn Infant. Lange Current Diagnosis and

Treatment of Pediatrics. McGraw-Hill : Denver-Colorado.

3. Lucille Packard Children’s Hospital at Stanford. 2013. Hypoglycemia in

the Newborn.

4. McGowan,J. 2003. Neonatal Hypoglycemia. Pediatrics in Review.

American Associaton of Pediatrics Publication.

5. Sperling, Mark. A, 20011. Hypoglycemia. Nelson Pediatrics 19th edition.

Elsevier Saunders : Philadelphia.

24