high vs low context

10
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai seorang perawat, komunikasi sangatlah diperlukan kepada pasien. Komunikasi juga sangat diperlukan di rumah sakit pada pasien, dokter, antar perawat, dan tenaga medis lainnya. Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Teori yang dikemukakan oleh Edward T. Hall ini didasari oleh teori individual dan collectivism. Low context culture terdapat pada masyarakat yang menganut budaya individual. Sedangkan High context culture tidak. Edwar T. Hall (1973) menjelaskan perbedaan konteks budaya tinggi dan konteks budaya rendah. Budaya kenteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi, yaitu kebanyakan pesan bersifat implisit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik. Pernyataan 1

Upload: tirta-dewi

Post on 25-Sep-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSebagai seorang perawat, komunikasi sangatlah diperlukan kepada pasien. Komunikasi juga sangat diperlukan di rumah sakit pada pasien, dokter, antar perawat, dan tenaga medis lainnya. Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat. Teori yang dikemukakan oleh Edward T. Hall ini didasari oleh teori individual dan collectivism. Low context culture terdapat pada masyarakat yang menganut budaya individual. Sedangkan High context culture tidak. Edwar T. Hall (1973) menjelaskan perbedaan konteks budaya tinggi dan konteks budaya rendah. Budaya kenteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi, yaitu kebanyakan pesan bersifat implisit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik. Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau bertentangan dengan pesan nonverbal.Konteks budaya rendah ditandai dengan pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan terus terang. Pada budaya konteks rendah mereka mengatakan maksud dan memaksudkan apa yang mereka katakan. Teori ini mengkategorikan masyarakat melalui banyaknya simbol-simbol ataupun makna yang tersembunyi dalam setiap interaksi. Semakin banyak simbol atau makna yang tersembunyi semakin ia bersifat High Context Culture. Namun dalam kenyataannya, sebuah budaya tidak secara utuh dikategorikan High Context Culture karena sebagiannya memiliki kecenderungan termasuk dalam Low Context Culture. Demikian pula sebaliknya dalam sebuah budaya yang didominasi Low Context Culture, didalamnya terdapat bagian High Context Culture.

B. Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan high context culture?2. Apa yang dimaksud dengan low context culture?

C. Tujuan1. Agar mahasiswa mengetahui tentang high context culture.2. Agar mahasiswa mengetahui tentang low context culture.

BAB IIPEMBAHASAN

A. High Context CultureHigh Context adalah perkataan atau pernyataan yang sekedar basa basi atau kata yang sekedar candaan yang tidak memberi arti yang serius, maksudnya adalah type high contect ini merupakan type yang suka berputar-putar dalam memberikan pernyataan sebelum menjelaskan maksud atau arti yang sebenarnya. High context culture merupakan masyarakat yang cenderung menganut budaya kolektif, yang menyampaikan pesan secara berbelit-belit dengan banyakmenggunakan symbol, kiasan, dan kata-kata halus yang dirumuskan sebagai high context. Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi, kebanyakan pesan bersifat implicit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya mungkin tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara, intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan sebagainya). Biasanya orang-orang yang termasuk dalam high context culture menggunakan cara komunikasi yang lebih kearah basa-basi sebagai kata pembuka dalam rangka menjaga dan tidak menyinggung perasaan lawan bicara. Pemilihan katakata (diksi) pada saat berbicara pun dilakukan secara hati-hati. Tidak asal-asalan, sehingga kalimat yang dihasilkan enak didengar dan tidak menyinggung perasaan lawanbicara. Namun kehati-hatian ini tidaklah lantas membuat masyarakat konteks budaya tinggiberbicara terlalu banyak. Biasanya mereka akan berbicara seperlunya. Sifat komunikasi konteks tinggi adalah tahan lama, lamban berubah, dan mengikat kelompok yang menggunakannya. Berdasarkan sifatnya ini orang-orang berbudaya konteks-tinggi lebih menyadari proses penyaringan budaya daripada orang-orang berbudaya konteks rendah.Masyarakat ini juga sangat menjunjung tinggi aturan yang telah ada. Dalam konteks ini aturan tersebut pastinya ada hubungan dengan budaya. Seperti apabila makan bersama dalam satu ruang makan, maka tidak boleh berbicara sendiri. Lalu aturan mengenai kewajiban untuk menghormati orang yang lebih tua. Aturan-aturan seperti inilah yang menjadi ciri khas masyarakat konteksbudaya tinggi. Dalam hal membaca lingkungan, mereka juga termasuk ahlinya. Membaca lingkungan disini berarti kemampuan mengetahui keadaan dengan cara membaca bahasa non-verbal lawan bicara. Jika mimik muka lawan bicara telah berubah yang jika pada awalnya mereka tersenyum namun lama-kelamaan senyuman tersebut menghilang dan digantikan oleh raut muka yang cemberut, maka itulah saatnya untuk menghentikan pembicaraan atau merubah topik pembicaraan. Kita juga akan sering menjumpai makna ambiguitas dalampembahasan masyarakat konteks budaya tinggi.

B. Low Context Culture

Low Context adalah perkataan atau sebuah pernyataan yang tidak mengandung candaan dan langsung menjelaskan maksud atau arti sebenarnya. Low context memang kebalikan dari High Context. Kategori masyarakat dengan konteks budaya rendah lebih memiliki kebebasan dalam berhubungan antar anggotanya. Nilai-nilai yang berlaku pada konteks budaya rendah tidak serumit pada masyarakat konteks budaya tinggi. Masyarakat konteks budaya rendah, atau yang biasa disebut dengan low context culture diartikan sebagai masyarakat yang mengartikan dan menyampaikan pesan tanpa banyak basa-basi. Mereka menyampaikan lewat arti sesungguhnya tanpa kiasan atau cara yang berbelit-belit agar bisa dimengerti. Pola komunikasi seperti ini cenderung digunakan oleh masyarakat yang bersifat individualistis. Dalam sebuah pembicaraan, mereka biasanya cenderung blak-blakan, langsung pada inti apayang ingin diucapkan, tanpa menyaring kata-kata yang akan dikeluarkan. Sehingga kemungkinan lawan bicaranya tersinggung itu lebih besar.Low context culture ditandai dengan komunikasi konteks rendah yaitu pesan verbal dan eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang. Para budaya konteks rendah mereka mengatakan maksud (they say what they mean) dan memaksudkan apa yang mereka katakan (they mean what they say). Bila mereka mengatakan yes, itu berarti mereka benar-benar menerima atau setuju. Contoh kalimat konteks-rendah adalah komunikasi (program) computer. Setiap pesan harus dispesifikasikan dengan kode-kode tertentu, jika tidak programnya tidak akan jalan. Sifat dari komunikasi konteks rendah adalah cepat dan mudah berubah karena itu tidak menyatukan kelompok. Masyarakat budaya konteks rendah biasanya lebih fokus dan sesuai fakta dalam menyelesaikan masalah dan tidak bertele-tele mengambil keputusan. Biasanya lebih bersikap professional, tidak mencampuradukan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Low context culture bersifat individualis, akan selalu memikirkan matang-matang keputusan apa yang harus mereka putuskan. Pada komunikasi konteks rendah, pembicara akan memilih pesan dari sejumlah alternatif yang relatif banyak dan oleh karena itu kemungkinan meramalkan hasilpesan akan berkurang, tetapi menjamin pengertian yang lebih universal.Kebanyakan dari merekaberkomunikasi dengan sesamanya. Sehingga kemungkinan terrsinggung akan lebih kecil. Ha lini karena lawan bicaranya (sesama masyarakat budaya rendah) juga terbiasa mengatakan hal yang sama, lugas, langsung, dan to the point. Pilihan kata (diksi) yang tepat juga tidak begitu diperhatikan, dalam berkomunikasi, yang terpenting maksud pembicara dapat tersampaikan tanpa harus repot-repot memilih susunan kalimat yang baik. Berkebalikan dari masyarakat konteks budaya tinggi, masyarakat budaya rendah cenderung tidak suka mengindahkan aturan. Dalam sistem masyarakat ini, kita akan jarang menemukan aturan-aturan yang mengikat. Mungkin ada beberapa, namun tidaklah banyak. Biasanya mereka lebih mengacupada aspek rasionalitas dalam menghadapi sebuah persoalan. Kita pun akan jarangmenemukan makna ambiguitas di dalam masyarakat ini. Masyarakat konteks budaya rendahcenderung tidak begitu bisa untuk membaca lingkungan. Ini berarti, pada saat berbicaramereka tidak dapat membaca situasi/keadaan. Hal ini disebabkan mereka tidak begitu ahlidalam membaca bahasa non-verbal lawan bicaranya.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan High context culture merupakan masyarakat yang menyampaikan pesan secara berbelit-belit, menggunakan kata-kata halus yang dirumuskan sebagai high context. Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi dengan pesan bersifat implicit. Sedangkan, low context culture diartikan sebagai masyarakat yang mengartikan dan menyampaikan pesan tanpa banyak basa-basi. Mereka menyampaikan lewat arti sesungguhnya tanpa kiasan atau cara yang berbelit-belit agar bisa dimengerti.

B. Saran Dengan mengetahui adanya budaya high dan low context diharapkan tidak ada lagi hambatan dalam berkomunikasi antar pribadi dalam konteks budaya, sebab sudah disadari adanya adaptasi untuuk meminimalisir gangguan yang akan terjadi sehingga muncul sebuah komunikasi yang ideal didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, High Context Culture, http://en.wikipedia.org/wiki/High_context_culture(diakses 13 april 2015, 11:13)

Nursidik, Yahya. Model-Model Komunikasi, 2007,

Ummi, Shinta Ardhiyani. Pembentukan Karakter Masyarakat Bilingual Melalui Penumbuhan Linguistic Pride Banyumasan, 2008,

7