hemodialisa dan transplantasi ginjal
DESCRIPTION
salah satu tugas KMB perkemihanTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Hemodialisis
2.1.1 Pengertian Hemodialisis
Hemodialisis berasal dari kata hemo yaitu darah, dan dialysis yaitu pemisahan
atau filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialysis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut (Arif Muttaqin,
2011). Hemodialisis adalah metode pencucian darah dengan membuang cairan
berlebih dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh melalui alat dialysis untuk
menggantikan fungsi ginjal yang rusak. Terapi hemodialisa adalah suatu teknologi
tinggi sebagai terapi pengganti untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun
tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeabel sebagai
pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi,
osmosis dan ultra filtrasi (Setyawan, 2001).
2.1.2 Tujuan Hemodialisis
Tujuan dari dilakukan Hemodialisis adalah untuk memindahkan produk-
produk limbah yang terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam
mesin dialysis. Pada klien GGK (Gagal Ginjal Kronis), tindakan Hemodialisis dapat
menurunkan resiko kerusakan organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik
dalam sirkulasi, tetapi tindakan Hemodialisis tidak menyembuhkan atau
mengembalikan fungsi ginjal secara permanen.
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
3
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
2.1.3 Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja Hemodialisis,
yaitu : difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi.
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar
di dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
Proses ultrafiltrasi adalah proses berpindahnyazat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
2.1.4 Indikasi Hemodialisis
Hemodialisis dilakukan bila ginjal sudah tidak mampu melaksanakan
fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua yaitu
gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu sehingga
Hemodialisis dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik dan gagal ginjal kronis
dimana fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya Hemodialisis harus dilakukan
seumur hidupnya. Dokter akan menentukan tingkatan fungsi ginjal seseorang
berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular Filtration Rate, dimana pada tingkatan
GFR dibawah 15, ginjal seseorang dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal
terminal (End Stage Renal Disease).
Cuci darah dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan:
Kelainan fungsi otak (ensefalopati uremik)
Perikarditis (Peradangan kantong jantung)
Asidosis (peningkatan keasaman darah) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobata lainnya.
Gagal Jantung
Hiperkalemia (kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah).
4
2.1.5 Frekuensi Hemodialisis
Rata-rata tiap orang memerlukan waktu 9 – 12 jam dalam seminggu untuk
mencuci seluruh darah yang ada, tetapi karena ini waktu yang cukup panjang, maka
biasanya akan dibagi menjadi tiga kali pertemuan dalam seminggu selama 3-5 jam
setiap kali hemodialisa.
Lamanya waktu yang dibutuhkan dan berapa kali dalam seminggu dilakukan
hemodialisa tergantung pada derajat kerusakan ginjal, diet sehari-hari, penyakit lain
yang menyertai, ukuran tubuh, dan lain-lain. Tetapi sebagian besar penderita
menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4) Tekanan darah normal.
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 ).
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal
kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani
pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
2.1.6 Dialyzer (Ginjal Buatan)
Dialyzer merupakan kunci utama dalam proses hemodialisa. Disebut sebagai
ginjal buatan (artificial kidney) karena yang dilakukan oleh dialyzer sebagian besar
dikerjakan oleh ginjal kita yang normal yaitu mengeluarkan sisa metabolisme tubuh,
mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin.
Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan.
Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami
yang normal. Ada tiga macam dialyzer, yaitu :
1) Parallel-palate dialyzer
2) Coil dialyzer
5
3) Hollow dialyzer
Dialyzer yang sangat banyak digunakan saat ini. Dialyzer berbentuk silinder
dengan panjang rata – rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya terdapat ribuan
filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen masing – masing untuk
cairan dialysate dan darah.
Kedua kompartemen tersebut dipisahkan oleh membran semipermiabel yang
mencegah cairan dialysate dan darah bercampur jadi satu. Membran semipermiabel
mempunyai lubang – lubang sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop
sehingga hanya substansi tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang
dapat lewat. Sedangkan sel – sel darah tetap berada dalam darah.
2.1.7 Dialisat
Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya
mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah.
Fungsi Dialisat, antara lain:
a. Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
b. Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital (kadar elektrolit dan mineral) dari
tubuh selama dialisa
2.1.8 Cara Kerja Hemodialisis
Pada proses hemodialisis, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam
ginjal buatan (dialyzer). Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter
darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari
tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh.
Terdapat 3 jenis akses vaskular (pintu masuk) yaitu :
1) Arteriovenous (AV) fistula,
Fistula yang lebih permanen dibuat melalui pembedahan (yang biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan pembuluh darah arteri
dan vena secara side to side atau end to side. Segmen arteri fistula digunakan untuk
6
aliran darah arteri dan segmen vena fistula digunakan untuk memasukkan kembali
(reinfus) darah yang sudah didialisis.
2) AV graft (shunt atau tandur)
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis, sebuah
tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri atau vena dari
sapi, material Gore-Tex (heterograft)atau tandur vena safena.
3) Central venous catheter.
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis darurat
dicapai melalui kateterisasi. Kateterisasi dapat dilakukan di subklavia dan femoralis.
Kateter ini digunakan untuk pemakaian sementara. Kateter double-lumen atau multi-
lumen dimasukkan ke dalam vena subklavia. Kateter femoralis dimasukkan ke dalam
pembuluh darah femoralis.
Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah
dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu
akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke
dalam tubuh. Setelah semua terpasang, darah dialirkan dan dipompa ke dalam
dialyzer. Untuk mencegah pembekuan darah selama proses pencucian, maka
diberikan obat antibeku yaitu Heparin. Teknik pemberian heparin disebut
heparinisasi.
Aliran darah masuk ke salah satu kompartemen dialiser. Pada kompartemen
lainnya dialirkan dialisat, yaitu suatu carian yang memiliki
komposisi kimia menyerupai cairan tubuh normal. Kedua kompartemen dipisahkan
oleh selaput semipermeabel yang mencegah dialisat mengalir secara berlawanan arah.
Zat-zat sampah, zat racun, dan air yang ada dalam darah dapat berpindah melalui
selaput semipermeabel menuju dialisat. Itu karena, selama penyaringan darah, terjadi
peristiwa difusi dan ultrafiltrasi. Ukuran molekul sel-sel dan protein darah lebih besar
dari zat sampah dan racun, sehingga tidak ikut menembus selaput semipermeabel.
Darah yang telah tersaring menjadi bersih dan dikembalikan ke dalam tubuh
7
penderita. Dialisat yang menjadi kotor karena mengandung zat racun dan sampah,
lalu dialirkan keluar ke penampungan dialisat.
2.1.9 Komplikasi Hemodialisis
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama
tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada
ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2) Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat,
rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap
aritmia pada pasien hemodialisa.
8
4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan
dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-
kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak
yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada
pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat
dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan factor risiko terjadinya perdarahan.
7) Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit
kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8) Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
2.2 Konsep Dasar Transplantasi Ginjal
2.2.1 Definisi transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal melibatkan menanamkan ginjal dari donor hidup atau
kadaver menusia resipein yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir. (Brunner and
Suddart). Transplantasi ginjal adalah suatu pengobatan alternatif penyakit ginjal tahap
akhir untuk pasien yang memenuhi kriteria (Barbara Engram, 1998). Transplantasi
9
ginjal dapat dilakukan secara “cadaveric” (dari seseorang yang telah meninggal) atau
dari donor yang masih hidup (biasanya anggota keluarga). Ada beberapa keuntungan
untuk transplantasi dari donor yang masih hidup, termasuk kecocokan lebih bagus,
donor dapat dites secara menyeluruh sebelum transplantasi dan ginjal tersebut
cenderung memiliki jangka hidup yang lebih panjang. (google.com).
2.2.2 Etiologi
Penyakit gagal ginjal terminal (stadium terakhir).
2.2.3 Beberapa terminologi dalam transplantasi, yaitu :
1) Autograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari individu yang sama.
2) Isograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal dari
saudara kembar.
3) Allograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari individu dain dalam spesies yang sama.
4) Xenograft adalah transplantasi dimana jaringan yang dicangkokkan berasal
dari spesies yang berbeda. Misalnya ginjal baboon yang ditransplantasikan
kepada manusia.
2.2.4 Proses transplantasi ginjal
Ginjal yang rusak diangkat. Kelenjar adrenal dibiarkan ditempatnya arteri dan
vena renal diikat. Ginjal transplan diletakkan di fosa iliaka. Arteri renal dari ginjal
donor dijahit ke arteri iliaka dan vena renal dijahit kevena iliaka. Ureter ginjal donor
dijahit kekandung kemih atau ke ureter pasien.
2.2.5 Komplikasi
1) Penolakan pencangkokan.
Yaitu sebuah serangan dari sistem kekebalan terhadap organ donor asing yang
dikenal oleh tubuh sebagai jaringan asing. Reaksi tersebut dirangsang oleh antigen
10
dari kesesuaian organ asing. Ada tiga jenis utama penolakan secara klinik berupa
rekasi imun, yaitu reaksi imun hiperakut, reaksi imun akut, dan reaksi imun kronis.
2) Infeksi
Infeksi meninggalkan masalah yang potensial dan mewakili komplikasi yang
paling serius memberikan ancaman kehidupan pada periode pencangkokan jaman
dulu. Infeksi sistem urine, pneumonia, dan sepsis adalah yang sering dijumpai.
3) Komplikasi sistem urinaria.
Salah satunya adalah terputusnya ginjal secara spontan. Komplikasi yang lain
adalah bocornya urine dari ureteral bladder anastomosis yang menyebabkan
terjadinya urinoma yang dapat memberi tekanan pada ginjal dan ureter yang
mengurangi fungsi ginjal.
4) Komplikasi kardiovaskular.
Komplikasinya bisa berupa komplikasi lokal atau sistem. Hipertensi dapat
terjadi pada 50%-60% penderita dewasa yang mungkin disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya stenosis arteri ginjal, nekrosis tubular akut, penolakan
pencangkokkan jenis kronik dan akut, hidronefrosis.
5) Komplikasi pernafasan.
Pneumonia yang disebabkan oleh jamur dan bakteri adalah komplikasi
pernafasan yang sering terjadi.
6) Komplikasi gastrointestinal.
Hepatitis B dan serosis terjadi dan mungkin dihubungkan dengan penggunaan
obat-obatan hepatotoksik.
7) Komplikasi kulit.
Karsinoma kulit adalah yang paling umum. Penyembuhan luka dapat menjadi
lama karena status nutrisi yang kurang, albu,in serum yang sedikit dan terapi steroid.
8) Komplikasi-komplikasi yang lain.
Sistem lain juga diakibatkan oleh komplikasi sesudah pencangkokan diabetes
militus yang disebabkan oleh steroid, mungkin bisa berkembang. Akibat terhadap
muskuluskeletal yang termasuk adalah osteoporosis dan miopaty. Nekrosis tulang
11
aseptik adalah utamanya disebabkan oleh terapi kortikosteroid. Masalah reproduksi
yang digambarkan dalam frekuensi CRF muncul setelah transplantasi.
9) Kematian
Rata-rata kematian setelah 2 tahun pelaksanaan transplantasi tersebut hanya
10%. Hal ini menggambarkan adanya penurunan tingkat kematian yang berarti dalam
dua dekade yang lalu, sebelumnya tingkat ketahanan hidup hanya 40-50%.
Khususnya rata-rata kematian yang menurun yang diakibatkan oleh infeksi pada dua
tahun pertama setelah dua tahun pencangkokkan telah terjadi.
2.2.6 Keberhasilan transplantasi ginjal menurut harapan klinis
1) Lama hidup ginjal cangkok (Graft Survival).
Lama hidup ginjal cangkok sangat dipengaruhi oleh kecocokan antigen antara
donor dan resipien. Waktu paruh ginjal cangkok pada HLA identik 20-25 tahun, HLA
yang sebagian cocok (one-haplotype match) 11 tahun dan pada donor jenazah 7
tahun. Lama hidup ginjal cangkok pada pasien diabetes militus lebih buruk daripada
non diabetes.
2) Lama hidup pasien (Patient Survival).
Sumber organ donor sangat mempengaruhi lama hidup pasien dalam jangka
panjang. Lama hidup pasien yang mendapat donor ginjal hidup lebih baik dibanding
donor jenasah, mungkin karena pada donor jenasah memerlukan lebih banyak obat
imonosupresi. Misalnya pada pasien yang ginjal cangkoknya berfungsi lebih dari satu
tahun, didapatkan lama hidup pasien 5 tahun (five live survival) pada donor hidup 93
% dan pada donor jenasah 85 % penyakit eksternal seperti diabetes militus akan
menurunkan lama hidup pasien.
2.2.7 Faktor-faktor yang berperan dalam keberhasilan transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan transplantasi yang paling banyak dilakukan
dibanding transplantasi organ lain dan mencapai lama hidup paling panjang. Faktor-
faktor yang mempengaruhi keberhasilan transplantasi ginjal terdiri faktor yang
12
bersangkut paut dengan donor, resipien, faktor imunologis, faktor pembedahan antara
lain penanganan pra-operatif dan paska operasi.
2.2.7.1 Donor ginjal.
Kekurangan ginjal donor merupakan masalah yang umum dihadapai di
seluruh dunia. Kebanyakan negara maju telah menggunakan donor jenasah (cadaveric
donor). Sedangkan negara-negara di Asia masih banyak mempergunakan donor hidup
(living donor). Donor hidup dapat berasal dari individu yang mempunyai hubungan
keluarga (living related donor) atau tidak ada hubungan keluarga (living non related
donor). Kemungkinan mempergunakan donor hidup bukan keluarga berkembang
menjadi suatu masalah yang peka, yaitu komersialisasi organ tubuh.
1) Donor hidup.
Donor hidup, khususnya donor hidup yang mempunyai hubungan keluarga
harus memenuhi beberapa syarat :
a) Usia lebih dari 18 tahun s/d kurang dari 65 tahun.
b) Motivasi yang tinggi untuk menjadi donor tanpa paksaan.
c) Kedua ginjal normal.
d) Tidak mempunyai penyakit yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal dalam waktu jangka yang lama.
e) Kecocokan golongan darah ABO, HLA dan tes silang darah (cross match).
f) Tidak mempunyai penyakit yang dapat menular kepada resepien.
g) Sehat mental.
h) Toleransi operasi baik.Pemeriksaan calon donor meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisis lengkap; termasuk tes fungsi ginjal, pemeriksaan golongan
darah dan sistem HLA, petanda infeksi virus (hepatitis B, hepatitis C, CMV,
HIV), foto dada, ekokardiografi, dan arteriografi ginjal.
2) Donor jenazah.
Donor jenazah berasal dari pasien yang mengalami mati batang otak akibat
kerusakan otak yang fatal, usia 10-60 tahun, tidak mempunyai penyakit yang dapat
ditularkan seperti hepatitis, HIV, atau penyakit keganasan (kecuali tumor otak
13
primer). Fungsi ginjal harus baik sampai pada saat akhir menjelang kematian.
Panjang hidup ginjal transplantasi dari donor jenasah yang meninggal karena strok,
iskemia, tidak sebaik meninggal karena perdarahan subaracnoid.
2.2.7.2 Resipien Ginjal.
Pasien gagal ginjal terminal yang potensial menjalani transplantasi ginjal
harus dinilai oleh tim transplantasi. Setelah itu dilakukan evaluasi dan persiapan
untuk transplantasi. Frekuensi dialisis menjadi lebih sering menjelang opersi untuk
mencapai keadaan seoptimal mungkin pada saat menjalani operasi.
Dilakukan pemeriksaan jasmani yang teliti untuk menetapkan adanya
hipertensi, penyakit pembuluh darah perifer dan penyakit jantung koroner, ulkus
peptikum dan keadaan saluran kemih. Disamping itu pemeriksaan laboratorium
lengkap termasuk pertanda infeksi virus (hepatitis, CMV, HIV) foto dada, USG,
EKG, ekokardiografi, pemeriksaan gigi geligi dan THT.
Resipien yang potensial untuk transplantasi ginjal :
1) Dewasa
2) Pasien yang kesulitan menjalani hemodialisis dan CAPD.
3) Saluran kemih bawah harus normal bila ada kelainan dikoreksi terlebih
dahulu.
4) Dapat menjalani terapi imunosupresi dalam jangka waktu lama dan kepatuhan
berobat tinggi.
Kontra indikasi :
a) Infeksi akut : tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
b) Infeksi kronik, bronkietaksis.
c) Aterotema yang berat.
d) Ulkus peptikum yang aktif.
e) Penyakit keganasan.
f) Mal nutrisi
2.2.6.3 Imunologi transplantasi
Ginjal donor harus mempunyai kecocokan secara imunologi dengan ginjal
resepien agar transplantasi berhasil baik. Golongan darah (ABO) yang sama
14
merupakan syarat yang utama. Kesesuaian imunologis pada transplantasi ginjal
dinilai dengan memeriksa pola HLA.
Bila ginjal yang dicontohkan tidak cocok secara imunologis akan timbul
reaksi rejeksi. Reaksi ini sebenarnya merupakan usaha tubuh resepien untuk menolak
benda asing yang masuk ketubuhnya. Ada tiga jenis reaksi rejeksi yang dikenal pada
transplantasi ginjal, yaitu :
1) Reaksi imun hiperakut
Terjadi segera dengan beberapa menit atau beberapa jam setelah operasi.
Disebabkan adanya antibodi terhadap sistem ABO atau sistem HLA yang tidak
cocok. Reaksi imun hiperakut tidak bisa diatasi, harus dilaksanakan nefrektomi ginjal
cangkok. Reaksi imun hiperakut saat ini jarang terjadi oleh karena dapat dihindarkan
dengan pemeriksaan reaksi silang.
2) Reaksi imun akut
Biasanya terjadi dalam waktu beberapa minggu pertama pasca transplantasi,
dapat dicetuskan oleh penghentian atau pengurangan dosis obat imunoisupresi.
Manifestasi klinis : demam, mialgia malaise, nyeri pada ginjal baru, produksi urine
menurun, berat badan meningkat, tekanan darah naik, kreatinin serum meningkat,
histopatologi.
Terapi reaksi imun akut :
a) Metil prednisolon: 250 mg-1 gr IV/hari selama 3 hari.
b) ALG (anti limphocyte globulin), ATG (anti thympocyte globulin) atau
antibodi monoklonsl (OKT-3) sebagai terapi alternatif bila tidak teratasi.
3) Reaksi imun kronik
Terjadi setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun pasca transplantasi. Pada
reaksi kronik terjadi penurunan fungsi ginjal cangkok. Belum ada pengobatan yang
spesifik untuk mengobati reaksi imun kronik.
2.2.6.4 Persiapan pembedahan (Pra-Operatif dan perioperatif)
Persiapan pra-operatif untuk calon resipien bertujuan untuk :
• Menilai kemampuan menjalani operasi besar.
15
• Menilai kemampuan menerima obat imunosupresi untuk jangka waktu yang
lama.
• Menilai status vaskular tempat anastomosis.
• Menilai traktus urinarius bagian bawah.
• Menghilangkan semua sumber infeksi.
• Menilai dan mempersiapkan unsur psikis
Persiapan pra-operatif untuk calon donor bertujuan untuk ;
• Menilai kerelaan (tak ada unsur paksaan atau jual beli)
• Menilai kemampuan untuk nefrektomi
• Menilai akibat jangka panjang ginjal tunggal
• Menilai kemungkinan anastomosis
• Menilai kecocokan golongan darah ABO, HLA dan crossmatch.
2.2.6.5 Obat-obat imunosupresif.
Untuk mencegah terjadinya rejeksi (penolakan), kepada pasien yang
mengalami transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresif. Pilihan obat,
kombinasi obat serta dosis obat tergantung kepada respons dan kecocokan antara
antigen donor dengan resepien disamping faktor lain. Ada berbagai macam obat
imunosupresif yang tersedia, pada umumnya dikelompokkan menjadi :
1) Obat imunosupresif Konvensional :
Siklosporin- A
Kortikosteroid
Azatioprin
Prednison
Metilprednisolon
Antibodi monoklonal: OKT-3
Antibodi poliklonal : ALG (antilymphocyte globulin), ATG
(antithympocyte globulin)
2) Obat imunosupresif baru
16
Ada lebih dari 12 obat imunosupresif baru yang diteliti, namun sampai saat ini
yang dianggap memenuhi syarat dari hasil percobaan klinis dan sudah dipakai luas
hanyalah tacrolimus dan mycophenolate mofetil (MMF).
17