hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id fileterpekat didesak keluar. peristiwa tersebut terjadi...

18
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekstraksi Rimpang Kunyit Berdasarkan hasil determinasi diketahui rimpang kunyit yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanaman Curcuma longa Linn. Hasil ekstraksi serbuk rimpang kunyit dengan pelarut etanol 96% berupa ekstrak kental berwarna coklat dan berbau khas. Sebanyak 1000g serbuk rimpang kunyit didapat 187,7g ekstrak kental sehingga diperoleh randemen sebesar 18,77% memenuhi persyaratan Depkes RI. Menurut Depkes RI 1995 randemen ekstrak dari rimpang kunyit sebesar 11%. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi dingin yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sehingga zat-zat yang terkandung di dalam simplisia relatif lebih aman jika dibandingkan dengan penggunaan ekstraksi panas (Gaedcke dan Barbara 2003). Keuntungan dari cara ini adalah pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan kadar antara larutan zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang-ulang sehingga terjadi kesetimbangan kadar antara larutan di dalam dan di luar sel. Pemilihan pelarut dalam ekstraksi berdasarkan pada tingkat keamanan dan kemudahan saat menguapkan. Pada penelitian ini maserasi menggunakan etanol sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan aktif terlarut. Etanol relatif lebih aman dibandingkan dengan metanol dan mempunyai sifat dapat menarik metabolit sekunder secara optimal dalam simplisia (Voight 1995). Hasil Fraksinasi Rimpang Kunyit Hasil fraksinasi ekstrak etanol rimpang kunyit dengan pelarut n-heksan dan etil asetat berupa ekstrak kental berwarna coklat dan berbau khas. Sebanyak

Upload: ngohuong

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Rimpang Kunyit

Berdasarkan hasil determinasi diketahui rimpang kunyit yang digunakan

dalam penelitian ini berasal dari tanaman Curcuma longa Linn. Hasil ekstraksi

serbuk rimpang kunyit dengan pelarut etanol 96% berupa ekstrak kental berwarna

coklat dan berbau khas. Sebanyak 1000g serbuk rimpang kunyit didapat 187,7g

ekstrak kental sehingga diperoleh randemen sebesar 18,77% memenuhi

persyaratan Depkes RI. Menurut Depkes RI 1995 randemen ekstrak dari rimpang

kunyit sebesar 11%. Hasil ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1.

Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode maserasi. Maserasi

merupakan metode ekstraksi dingin yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan, sehingga

zat-zat yang terkandung di dalam simplisia relatif lebih aman jika dibandingkan

dengan penggunaan ekstraksi panas (Gaedcke dan Barbara 2003). Keuntungan

dari cara ini adalah pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana.

Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga

sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan

kadar antara larutan zat aktif yang ada di dalam dan di luar sel maka larutan yang

terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi berulang-ulang sehingga terjadi

kesetimbangan kadar antara larutan di dalam dan di luar sel.

Pemilihan pelarut dalam ekstraksi berdasarkan pada tingkat keamanan dan

kemudahan saat menguapkan. Pada penelitian ini maserasi menggunakan etanol

sebagai cairan pengekstraksinya, karena etanol tidak menyebabkan

pembengkakan membran sel dan memperbaiki stabilitas bahan aktif terlarut.

Etanol relatif lebih aman dibandingkan dengan metanol dan mempunyai sifat

dapat menarik metabolit sekunder secara optimal dalam simplisia (Voight 1995).

Hasil Fraksinasi Rimpang Kunyit

Hasil fraksinasi ekstrak etanol rimpang kunyit dengan pelarut n-heksan dan

etil asetat berupa ekstrak kental berwarna coklat dan berbau khas. Sebanyak

29

44,28g ekstrak etanol rimpang kunyit diperoleh 10,3g fraksi n-heksan dan 15,2 g

fraksi etil asetat. Besarnya randemen dari fraksi n-heksan 4,4 sedangkan fraksi etil

asetat 6,4 (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi Rimpang Kunyit

Ekstrak/fraksi Berat (g) Rendemen (%)

Ekstrak etanol 187,7 18,8 Fraksi n- heksan 10,3 4,4 Fraksi etil asetat 15,2 6,4

Metode fraksinasi yang digunakan adalah metode ekstraksi cair-cair.

Ekstrak etanol diekstraksi dalam corong pisah dengan n-heksan untuk

membebaskan ekstrak dari zat-zat yang kepolarannya rendah seperti lemak,

terpen, klorofil, xantofil. Ekstraksi dilakukan berulang kali untuk mengoptimalkan

pemisahan (Markham 1988). Larutan etanol kemudian diekstraksi dengan etil

asetat sehingga dihasilkan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan ekstraksi adalah

pemilihan pelarut. Pada proses pelarutan suatu zat, pemilihan pelarut didasarkan

pada prinsip like dissolves like (Suatu senyawa akan larut dalam pelarut yang

mempunyai kepolaran hampir sama). Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai

untuk ekstraksi metabolit sekunder dalam simplisia nabati adalah berdasarkan

tingkat kepolaran. Dalam hal ini n-heksan bersifat non polar sedangkan etil asetat

bersifat semi polar.

Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak dan Fraksi Rimpang Kunyit

Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak etanol dan fraksi n-heksan serta

fraksi etil asetat rimpang kunyit untuk mengetahui golongan senyawa-senyawa

yang terkandung di dalamnya. Hasil penapisan fitokimia ekstrak dan fraksi

rimpang kunyit terdeteksi senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid pada

simplisia, ekstrak etanol dan fraksi n-heksan . Flavanoid terdeteksi pada simplisia

dan fraksi etil asetat. Kuinon terdeteksi pada simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-

heksan, dan fraksi etil asetat. Saponin terdeteksi pada fraksi n-heksan. Polifenol

pada simplisia, ekstrak, dan semua fraksi dari rimpang kunyit (Tabel 2).

30

Tabel 2 Hasil Penapisan Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder Simplisia Ekstrak etanol Fraksi n-heksan Fraksi etil asetat

Alkaloid + + + -

Flavonoid + - - +

Kuinon + + + +

Saponin - - + -

Polifenol + + + +

*Keterangan : + : terdeteksi; - : tidak terdeteksi

Hasil Pembuatan Sediaan Gel Rimpang Kunyit

Gel merupakan bentuk sediaan semisolid yang banyak digunakan untuk

sediaan topikal. Basis gel dalam formulasi harus bersifat inert dan non reaktif

dengan komponen lain. Bahan-bahan pembentuk gel yang dapat digunakan antara

lain alginat, tragakan, pektin, karagenan, derivat selulosa, dan karbomer. Karbopol

termasuk golongan karbomer bersifat hidrofilik sehingga mudah didispersikan

oleh air dan dengan konsentrasi yang kecil (0.050-2,00%) mempunyai kekentalan

yang cukup sebagai basis gel. Dalam penelitian ini digunakan karbopol sebagai

basis gel. Pemilihan basis gel ini berdasarkan pada keuntungan yang dimiliki oleh

karbopol dibandingkan dengan bahan lain. Berdasarkan penelitian Lu dan Jun

(1998) difusi dan pelepasan obat dari karbopol 20 kali lebih tinggi dibandingkan

dengan salep, dimana difusi dan pelepasan obat mempengaruhi absorbsi perkutan

dan durasi efikasi obat pada formulasi topikal.

Karbopol sebagai basis gel bekerja tergantung pada pH. Penambahan

alkohol dapat menurunkan viskositas dan kejernihan dari gel karbopol.

Permasalahan ini dapat diatasi dengan menambahkan sedikit konsentrasi karbopol

dan dapat mengubah pH gel tersebut. Karbopol sebagai basis gel memiliki pH

asam, untuk mencapai pH normal pada sediaan ditambahkan trietanolamin (Jones

2008).

Dalam formulasi sediaan gel, basis gel ditambahkan humektan untuk

memperbaiki konsistensi dan dapat juga bersifat sebagai kosolven yang dapat

meningkatkan kelarutan bahan obat (Barry 1983). Apabila kelarutan bahan obat

31

meningkat akan lebih mudah lepas dari basis kemudian berpengaruh pada

efektifitasnya. Basis gel yang baik tidak mengikat bahan obat terlalu kuat, karena

bahan obat harus terlepas sebelum menembus kulit.

Humektan juga berfungsi sebagai pembuat lunak harus memenuhi

beberapa persyaratan. Pertama harus mampu meningkatkan kelembutan dan

daya sebar sediaan dan kedua melindungi dari kemungkinan menjadi kering.

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dengan basis karbopol

dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba. Kontaminasi ini dapat

dicegah dengan penambahan bahan pengawet. Bahan pengawet yang digunakan

merupakan campuran larutan pengawet metil paraben dan propil paraben. Pada

formulasi sediaan gel dosis kedua pengawet tersebut ditingkatkan, karena

beberapa pengawet seperti paraben dan fenolik berinteraksi dengan basis gel

hidrofilik. Interaksi ini mengakibatkan menurunnya konsentrasi pengawet di

dalam formulasi (Jones 2008).

Sediaan gel disimpan dalam tube untuk menghindari penguapan dan

mengeringnya sediaan. Penyimpanan sediaan dalam botol meskipun tertutup baik

tidak menjamin perlindungan yang memuaskan (Voight 1995).

Sediaan gel yang dibuat diamati secara organoleptis. Hasil pengamatan

organoleptis sediaan gel dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Sediaan Gel secara Organoleptis

Formula Warna Bau Konsistensi

KN Bening Khas karbopol Kental

GH Kuning Khas ekstrak kunyit Kental

GE Coklat Khas ekstrak kunyit Kental

Gel tanpa penambahan ekstrak berwarna bening sedangkan dengan

penambahan fraksi n-heksan rimpang kunyit dihasilkan sediaan gel berwarna

kuning karena fraksi yang ditambahkan pada gel berwarna coklat kekuningan. Gel

dengan penambahan fraksi etil asetat berwarna coklat karena fraksi yang

ditambahkan berwarna coklat. Intensitas warna gel bertambah dibandingkan

32

dengan basis gel karena tingginya konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Ketiga

formula yang dibuat menghasilkan sediaan gel kental.

Gambar 9 Sediaan gel. Keterangan: KN : Formula tanpa ekstrak rimpang kunyit GH : Formula dengan fraksi n-heksan rimpang kunyit GE : Formula dengan fraksi etil asetat rimpang kunyit

Hasil Pengujian Stabilitas Sediaan Gel

Hasil Pengamatan Organoleptis

Hasil pengamatan perubahan stabilitas gel secara organoleptis yang

meliputi konsistensi, warna, dan bau dari masing-masing formula gel pada

penyimpanan selama 56 hari pada suhu 25oC dan 40o

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa gel tanpa ataupun dengan

penambahan rimpang kunyit tidak mengalami perubahan konsistensi, warna

maupun bau selama penyimpanan. Hasil pengamatan tersebut menunjukan bahwa

semua sediaan gel yang dibuat stabil secara fisik.

C dapat dilihat pada Tabel 4.

KN

GH GE

33

Tabel 4 Hasil Pengamatan Perubahan Konsistensi, Warna, dan Bau Sediaan Gel

Suhu

penyimpanan Pengamatan Formula

Lama Penyimpanan (Hari)

1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56

25o

Konsistensi

C

KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

Warna KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

Bau KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

40o

Konsistensi

C

KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

Warna KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

Bau KN - - - - - - - - - - -

GH - - - - - - - - - - -

GE - - - - - - - - - - -

*Keterangan : + Ada perubahan; - Tidak ada perubahan

Hasil Pengukuran pH

Stabilitas gel dapat juga dilihat dari pH sediaan selama penyimpanan.

Perubahan pH sediaan selama penyimpanan dapat digunakan untuk mengamati

stabilitas gel. Hasil pengukuran pH sediaan gel yang dibuat ditunjukan pada

Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5, setelah dilakukan analisis statistik dengan desain acak

sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05. Hipotesis

nol (Ho) ditolak untuk semua formula gel yang dibuat (P< 0,05). Ini berarti

bahwa suhu dan lama penyimpanan mempengaruhi nilai pH gel. Selanjutnya

dilakukan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan efek pada setiap kelompok

34

perlakuan. Berdasarkan analisis uji Duncan diketahui bahwa terdapat perbedaan

nilai pH gel pada suhu penyimpanan 25ºC dan 40ºC. Pada suhu penyimpanan

25ºC pH gel tidak mengalami perubahan sedangkan pada suhu 40ºC pH gel

mengalami perubahan. Perubahan pH gel pada suhu 40ºC juga dipengaruhi oleh

lama penyimpanan. Berdasarkan analisis uji Duncan diketahui bahwa pada ketiga

formula tidak terdapat perbedaan pH pada penyimpanan selama 41 hari, terjadi

perubahan nilai pH pada suhu 40ºC dari 7 menjadi 6 saat penyimpanan memasuki

hari ke 42 . Kestabilan nilai pH kembali terjadi pada penyimpanan hari ke 42

sampai ke 56 (Tabel 5). Penurunan nilai pH pada suhu penyimpanan 40ºC

kemungkinan disebabkan terjadinya hidrolisis senyawa pada ekstrak rimpang

kunyit. Gel plasebo (KN) juga mengalami penurunan nilai pH dari 8 menjadi 7

sehingga dapat disimpulkan basis gel juga mengalami penguraian. Secara umum

nilai pH gel selama penyimpanan adalah antara 6-8. Nilai tersebut masih sesuai

dengan persyaratan pH gel untuk kulit yaitu antara 5-10 sehingga gel aman bila

digunakan dan tidak berkurang efektifitasnya (Jones 2008).

Tabel 5 Hasil Pengamatan Perubahan pH Sediaan Gel

Suhu

penyimpanan Formula Lama Penyimpanan (Hari)

1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56

25o

KN

C

8 8A 8A 8A 8A 8A 8A 8A A 88Aa 8Aa A

GH 7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7Aa 7Aa

GE

A

7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7Aa 7Aa

40

A

o

KN

C

8 8A 8A 8A 8A 8A 8A 8A 7A 7Bb 7Bb Bb

GH 7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 6A 6Bb 6Bb

GE

Bb

7 7A 7A 7A 7A 7A 7A 7A 6A 6Bb 6Bb Bb

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *

Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)

Hasil Pengukuran Viskositas

Viskositas sediaan gel diukur selama penyimpanan 56 hari, dan hasil

pengamatannya dapat dilihat pada Tabel 6.

35

Tabel 6 Hasil Pengamatan Perubahan Viskositas (cPa) Sediaan Gel

Suhu

penyimpanan Formula Lama Penyimpanan (Hari) pada suhu 40oC

1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56

25o

KN

C

335 335 336 336 336 336 335 335 335 335 335

GH 335 335 336 335 335 335 335 335 335 336 336

GE 335 335 335 335 336 335 335 335 335 335 335

40o

KN

C

335 335 335 335 337 336 336 338 336 336 336

GH 335 335 335 336 328 335 335 337 335 335 335

GE 335 335 335 336 328 335 335 336 335 335 335 Tn

Tidak berbeda nyata (p>0,05)

Secara umum viskositas dari semua formula gel mengalami perubahan.

Nilai viskositas semua sediaan gel pada suhu penyimpanan 40oC mengalami

penurunan dan mulai stabil pada penyimpanan hari ke 42 (Tabel 6). Setelah

dilakukan analisis statistik dengan desain acak sempurna model tetap diperoleh

hasil dengan taraf signifikan P≤ 0,05. H ipotesis nol (Ho) diterima untuk semua

formula gel yang dibuat (P> 0,05). Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan

yang nyata nilai viskositas selama penyimpanan pada suhu 25oC dan 40o

C.

Pengujian Keamanan Gel Rimpang Kunyit

Pada uji keamanan digunakan metode patch test. Pengujian dilakukan

terhadap punggung tangan 10 orang sukarelawan. Gel yang diuji adalah gel

dengan fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat rimpang kunyit. Gel yang diberikan

mempunyai konsentrasi tinggi. Sukarelawan tidak mengalami iritasi kulit setelah

pemakaian gel konsentrasi tinggi maka diasumsikan dengan memakai gel dengan

konsentrasi lebih kecil juga akan aman atau tidak terjadi reaksi iritasi. Dari hasil

pengujian dapat disimpulkan bahwa gel rimpang kunyit aman digunakan.

36

Gambar 10 Pengujian sediaan gel fraksi n heksan (GH) dan gel fraksi etil asetat (GE)

pada penyimpanan hari ke 56, tidak terjadi iritasi pada sukarelawan. Tabel 7 Hasil Pengujian Keamanan Gel Rimpang Kunyit

Formula Sukarelawan Lama Penyimpanan (Hari)

1 3 5 7 14 21 28 35 42 49 56

1 - - - - - - - - - - -

2 - - - - - - - - - - -

3 - - - - - - - - - - -

4 - - - - - - - - - - -

GH 5 - - - - - - - - - - -

6 - - - - - - - - - - -

7 - - - - - - - - - - -

8 - - - - - - - - - - -

9 - - - - - - - - - - -

10 - - - - - - - - - - -

1 - - - - - - - - - - -

2 - - - - - - - - - - -

3 - - - - - - - - - - -

4 - - - - - - - - - - -

GE 5 - - - - - - - - - - -

6 - - - - - - - - - - -

7 - - - - - - - - - - -

8 - - - - - - - - - - -

9 - - - - - - - - - - -

10 - - - - - - - - - - -

*Keterangan : + Terjadi reaksi alergi; - Tidak terjadi reaksi alergi

GH GE

37

Hasil Pengamatan Mikroskopis (Histopatologi)

Proses penyembuhan luka merupakan suatu proses kompleks yang meliputi

tiga tahap yaitu inflamasi, pembentukan jaringan granulasi, dan remodeling

jaringan.

Parameter yang diamati pada pemeriksaan histopatologi adalah jumlah sel-

sel radang (neutrofil dan makrofag), jumlah neovaskularisasi dengan preparat

yang digunakan adalah preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan

Hematoxylin-Eosin, sedangkan persentase re-epitelisasi dan kepadatan jaringan

ikat (fibroblas) preparat yang digunakan adalah preparat yang telah diwarnai

dengan pewarnaan Masson Trichrome.

Neutrofil

Neutrofil merupakan sel radang pertama yang dilepaskan segera setelah

terjadi luka. Neutrofil memberikan respon imun dengan menghasilkan enzim

proteolitik untuk mencerna partikel asing dan membunuh bakteri melalui proses

fagositosis dan produksi hidrogen peroksida. Neutrofil akan mengalami apoptosis

setelah 24 sampai 48 jam dan digantikan dengan makrofag (Stroncek dan Reichert

2008).

Tabel 8 Rataan Jumlah Sel Radang Neutrofil

Hari ke- Kelompok

GH GE KP KN

2 8 ±3,6 10,4±6,19Aa 31,2 ±122,46Aa 93,6 ±31,20Aa Ba

4 4,4 ±1,14 7,4 ±3,65Aab 35,4 ±33,94Aab 63,8 ±30,49Aab

7

Bab

1,0 ±0,71 4,6 ±1,52 Aab 0,8 ±1,23Aab 62,4 ±22,68Aab

14

Bab

0,8 ±0,4 1,4 ±0,55Ab 4,8 ±2,38Ab 14,2 ±9,52Ab

21

Bb

0,8 ±0,84 2,4 ±1,14Ab 1 ±0,86Ab 1,2 ±2,99Ab Bb *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *

Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 8 setelah dilakukan analisis statistik dengan desain

acak sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05.

Hipotesis nol (Ho) ditolak untuk semua kelompok percobaan (P< 0,05). Ini

38

berarti bahwa terdapat perbedaan pengaruh perlakuan pada setiap kelompok

terhadap jumlah neutrofil. Selanjutnya dilakukan uji Duncan untuk mengetahui

perbedaan jumlah neutrofil pada setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan analisis

uji Duncan diketahui bahwa terdapat perbedaan, jumlah sel neutrofil pada

kleompok KN lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain, sedangkan

jumlah neutrofil pada kelompok GH, GE, dan KP tidak memiliki perbedaan yang

signifikan (Tabel 8).

Gambar 11 Gambar histopatologi kulit, kontrol positif 2 hari pasca perlukaan sel radang

neutrofil (N). (HE, obyektif 100X)

Pada pengamatan jumlah neutrofil, ketiga kelompok menunjukan pola

rataan jumlah neutrofil yang hampir sama, yaitu tinggi pada hari awal dan

kemudian menurun secara gradual pada hari-hari berikutnya (Tabel 8). Pada

semua kelompok perlakuan pada hari kedua pasca perlukaan jumlah neutrofil

tinggi, hal ini disebabkan kemungkinan adanya infeksi pada luka terbuka diikuti

dengan reaksi peradangan. Jumlah neutrofil pada kelompok KN paling tinggi

39

secara nyata (P< 0,05), dibandingkan dengan KP, GE, dan GH. Hal ini disebabkan

kelompok KN diberikan sediaan gel plasebo.

Makrofag

Makrofag akan menggantikan peran neutrofil, ketika neutrofil mengalami

apoptosis. Makrofag menghasilkan sitokin seperti IL-1, TGF-β, and tumor

necrosis factor-α (TNF-α) yang mengaktivasi fibroblas. Makrofag akan

memfagositosis sel-sel nekrotik dan partikel asing dalam waktu tertentu

tergantung pada tingkat keparahan luka, jumlah sel nekrotik serta jumlah partikel

asing (Stroncek dan Reichert 2008).

Berdasarkan Tabel 9 setelah dilakukan analisis statistik dengan desain acak

sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0, 05. Hipotesis

nol (H0) diterima untuk semua kelompok percobaan. Ini berarti bahwa tidak

terdapat perbedaan jumlah makrofag pada setiap kelompok perlakuan.

Gambar 12 Gambar histopatologi kulit, kontrol negatif 21 hari pasca perlukaan, sel

radang makrofag (M). (HE, obyektif 100X)

40

Tabel 9 Rataan Jumlah Sel Radang Makrofag

Hari ke- Kelompok

GH GE KP KN

2 1,8 ±0,84 3,4 ±2,51a 0,8 ±2,21a 3,8 ±1,90ab b

4 1,2 ±0,45 2,0 ±2a 0,8 ±2,80a 3,8 ±7,32ab

7

b

0,8 ±0,84 1,4 ±0,55a 25 ±6,43a 21,4 ±20,32ab

14

b

0,4 ±0,55 1,0 ±1,0a 8 ±2,62a 25,8 ±6,73ab

21

b

0,2 ±0,45 1,2 ±0,84a 18,4 ±9,37a 21 ±4,92ab b

*

Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05

Jumlah makrofag pada kelompok KN lebih tinggi dari kelompok lain. Hal

ini dikarenakan pada kelompok KN diduga terdapat infeksi dan sel nekrotik yang

lebih banyak. Pada kelompok GH dan GE jumlah makrofag sedikit disebabkan

adanya zat aktif yang membantu mengeliminir partikel-partikel asing dan sel

nekrotik sehingga tingkat inflamasi rendah.

Neovaskularisasi

Keberadaan pembuluh darah memiliki peranan yang penting untuk

memberikan asupan nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Selain itu,

pembuluh darah juga mempunyai peranan untuk menghantarkan sel-sel radang

yang dibentuk di sumsum tulang sehingga mendekati jaringan yang terluka, sel

radang tersebut melakukan emigrasi.

Tabel 10 Rataan Jumlah Neovaskularisasi

Hari ke- Kelompok

GH GE KP KN

2 1,4 ±1,34 0,2 ±0,45Aa 6,2 ±6,89Aa 0ABa Ba

4 0,4 ±0,55 0,6 ±1,94Aab 1,2 ±2,53Aab 0ABab

7

Bab

0,4 ±0,89 1,0 ±0,71Aab 4,2 ±2,78Aab 10,2 ±4,56ABab

14

Bab

0,2 ±0,45 0,6 ±0,89Aab 13,2 ±4,04Aab 21,4 ±9,18ABab

21

Bab

0 0,2 ±0,45Ab 23,6 ±6,82Ab 28,4 ±6,42ABb Bb *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)

41

Pembuluh darah akan membentuk tunas-tunas pembuluh baru yang nantinya akan

berkembang menjadi percabangan baru di daerah jaringan yang terluka untuk

menunjang fungsi-fungsinya (Spector 1993).

Pada Tabel 10 terlihat bahwa pemberian gel fraksi etil asetat dan gel fraksi

n-heksan dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru

(neovaskularisasi), reepitelisasi, dan jaringan ikat. Pada kelompok GH dan GE

neovaskularisasi terjadi dua hari pasca perlukaan. Pada kelompok KN

neovaskularisasi baru mulai terjadi pada hari ke 7 pasca perlukaan. Hal ini berarti

tidak terdapat vaskularisasi yang cukup pada kelompok KN, sehingga

kemungkinan terjadi hambatan pasokan darah kedaerah luka yang menyebabkan

luka mengalami hambatan penyembuhan.

Gambar 13 Gambar histopatologi kulit, kontrol positif 14 hari pasca perlukaan, neovakularisasi (V). (MT, obyektif 100X)

Re-epitelisasi dan Luas Jaringan Kolagen

Hasil pengamatan jumlah reepitelisasi dan luas jaringan kolagen dapat

dilihat pada Tabel 11 dan Tabel 12.

42

Tabel 11 Rataan Persentase Re-epitelisasi

Hari ke- Kelompok

GH GE KP KN

2 5 ±0,07 5 ±0,0ABa 13 ±0,05ABa 0Aa Ba

4 15 ±0,21 8 ±0,04ABb 53 ±0,57ABb 24 ±0,17Ab

7

Bb

100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 42 ±0,12Ac

14

Bc

100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 38 ±0,53Ac

21

Bc

100 ±0 100 ±0ABc 100 ±0ABc 92 ±0,12 Ac Bc *Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *

Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)

Gambar 14 Perbandingan re-epitelisasi dan ketebalan jaringan ikat pada hari ke 2 pasca

perlukaan. Pada kelompok KP (Kontrol Positif), GE (Gel fraksi etil asetat), dan GH (Gel n-heksan) re-epitelisasi dan jaringan ikat mulai terbentuk, sedangkan pada kelompok KN (Kontrol Negatif) re-epitelisasi dan jaringan ikat belum terbentuk. (MT, 20X)

GH GE

KN KP

43

Tabel 12 Rataan Persentase Luas Jaringan Kolagen

Hari ke- Kelompok

GH GE KP KN

2 2,5 ±0,035 5 ±0,00Aa 13 ±0,11 ABa 0ABa Ba

4 2,5 ±0,035 5 ±0,00Aa 10 ±0,00ABa 8 ±0,04ABa

7

Ba

20 ±0 5 ±0Ab 28 ±0,04ABb 23 ±0,04ABb

14

Bb

100 ±0 88 ±0,18Abc 65 ±0,21ABbc 40 ±0,14ABbc

21

Bbc

100 ±0 100 ±0Ac 100 ±0 ABc 45 ±0,07ABc ABc

*Huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf kecil) *

Huruf yang sama pada baris yang sama menyatakan tidak berbeda nyata P>0,05 (huruf besar)

Gambar 14 Perbandingan re-epitelisasi dan ketebalan jaringan ikat pada hari ke 21 pasca

perlukaan. Pada kelompok KP (Kontrol Positif), GE (Gel fraksi etil asetat),

dan GH (Gel n-heksan) re-epitelisasi 100%, jaringan ikat padat dan kompak

(100%), sedangkan pada kelompok KN (Kontrol Negatif) re-epitelisasi 92%

dan jaringan ikat belum terbentuk sempurna (45%). (MT, 40X)

KN KP

GE GH

44

Berdasarkan Tabel 11 dan 12 setelah dilakukan analisis statistik dengan

desain acak sempurna model tetap diperoleh hasil dengan taraf signifikan P≤ 0,05.

Hipotesis nol (Ho) ditolak untuk semua kelompok percobaan. Ini berarti bahwa

terdapat perbedaan pengaruh perlakuan pada setiap kelompok terhadap rataan

persentase re-epitelisasi dan luas jaringan kolagen. Selanjutnya dilakukan uji

Duncan untuk mengetahui perbedaan jumlah re-epitelisasi dan luas jaringan

kolagen pada setiap kelompok perlakuan. Berdasarkan analisis uji Duncan

diketahui bahwa terdapat perbedaan, pada kelompok KN menunjukan hasil yang

berbeda yaitu lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lain. Hasil

pengamatan rataan pesentase re-epitelisasi dan luas jaringan kolagen pada

kelompok GH, GE, dan KP tidak memiliki perbedaan. Pada kelompok KN re-

epitelisasi dan pembentukan jaringan kolagen baru terjadi pada hari ke 4 pasca

perlukaan (Tabel 11 dan 12).

Berdasarkan data tersebut dapat diketahui pemberian gel fraksi etil asetat

dan n-heksan dapat mempercepat proses penyembuhan luka pada mencit

hiperglikemik yang diinduksi STZ. Hal ini terjadi karena pemberian gel fraksi etil

asetat dan gel fraksi n-heksan dapat mengurangi proses peradangan

(antiinflamasi), dapat mempercepat pembentukan pembuluh darah baru

(neovaskularisasi), re-epitelisasi, dan jaringan ikat. Gel fraksi etil asetat dan gel

fraksi n-heksan menunjukan pengaruh yang sama. Hal ini mungkin berhubungan

dengan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam fraksi etil asetat dan

n-heksan. Hasil penapisan fitokimia fraksi etil asetat mengandung flavonoid,

kuinon, polifenol sedangkan fraksi n-heksan mengandung alkaloid, saponin,

kuinon dan polifenol. Salah satu senyawa polifenol pada rimpang kunyit adalah

kurkumin yang mempunyai aktivitas antiinflamasi dengan menghambat enzim

cyclooxygenase-2 (COX-2) dan lipooxygenase (LOX). Keduanya merupakan

enzim penting dalam proses inflamasi. Kurkumin bersifat sebagai antioksidan

yang dapat menetralkan radikal bebas. Kurkumin meningkatkan re-epitelisasi,

neovaskularisasi, migrasi makrofag ke jaringan luka, dan stabilitas kolagen.

Kurkumin juga meningkatkan kinerja TGF-β 1 dan 2 serta reseptornya.

Terjadinya apoptosis juga dihambat oleh kurkumin (Tangapazham 2007). Selain

itu terdapat senyawa yang mendukung efek kurkumin, antara lain kuinon dan

45

saponin yang bersifat antibakteri, flavonoid yang bersifat sebagai antioksidan dan

anti bakteri (Andersen dan Markham 2006). Flavonoid berfungsi sebagai

antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein

ekstraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid

merupakan senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Turunan fenol

berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan

hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang

lemah dan segera mengalami penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan

menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol

menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis. Minyak atsiri

pada rimpang kunyit berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses

terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk

tidak sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya

mengandung gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Alkaloid memiliki

kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara

mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

tersebut (Juliantina et al. 2008).