hasil analisis spss

10
BAB V PEMBAHASAN 1. Analisis Hipotesis 1.1. Hasil analisis dengan SPSS 11.5 Status anemia tenaga kerja wanita didapatkan dari hasil pengukuran secara langsung sampel darah responden menggunakan hemometer dengan metode sahli. Kemudian dilihat hubungan antara status anemia dengan beberapa faktor yang memungkinkan menjadi penyebab anemia seperti umur, tingkat pendidikan, status perkawinan, status paritas, dan jumlah pendapatan keluarga yang diperoleh dengan kuesioner yang dibagikan kepada 75 sampel yang telah ditentukan secara acak. Sedangkan tingkat produktivitas tenaga kerja wanita dinilai dengan observasi dan wawancara secara langsung,dan pengisian kuesioner mengenai produktivitas kerja yang dibantu oleh foremen, yaitu orang yang bertugas sebagai pengawas setiap shift kerjanya kemudian membandingkan antara hasil kerja dari tenaga kerja wanita pada bagian winding dan ring spinning dengan target kerja yang ditentukan oleh perusahaan. Untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana hubungan antara variabel status anemia (X) terhadap variabel tingkat produktivitas (Y) pada tenaga kerja wanita di unit produksi spinning. Maka data hasil penelitian di analisis menggunakan metode chi square test for independence dengan program bantuan SPSS 11.5 Tabel 32: Tabel Case Processing Summary Status Anemia dan Produktivitas Kerja

Upload: fenny-j-inggriani

Post on 16-Sep-2015

8 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

analisis spss farmakologi 1

TRANSCRIPT

  • BAB V

    PEMBAHASAN

    1. Analisis Hipotesis

    1.1. Hasil analisis dengan SPSS 11.5

    Status anemia tenaga kerja wanita didapatkan dari hasil pengukuran

    secara langsung sampel darah responden menggunakan hemometer dengan

    metode sahli. Kemudian dilihat hubungan antara status anemia dengan

    beberapa faktor yang memungkinkan menjadi penyebab anemia seperti umur,

    tingkat pendidikan, status perkawinan, status paritas, dan jumlah pendapatan

    keluarga yang diperoleh dengan kuesioner yang dibagikan kepada 75 sampel

    yang telah ditentukan secara acak. Sedangkan tingkat produktivitas tenaga

    kerja wanita dinilai dengan observasi dan wawancara secara langsung,dan

    pengisian kuesioner mengenai produktivitas kerja yang dibantu oleh foremen,

    yaitu orang yang bertugas sebagai pengawas setiap shift kerjanya kemudian

    membandingkan antara hasil kerja dari tenaga kerja wanita pada bagian

    winding dan ring spinning dengan target kerja yang ditentukan oleh

    perusahaan.

    Untuk mengetahui dan mengukur sejauh mana hubungan antara

    variabel status anemia (X) terhadap variabel tingkat produktivitas (Y) pada

    tenaga kerja wanita di unit produksi spinning. Maka data hasil penelitian di

    analisis menggunakan metode chi square test for independence dengan

    program bantuan SPSS 11.5

    Tabel 32: Tabel Case Processing Summary Status Anemia dan

    Produktivitas Kerja

  • Cases

    Valid Missing Total

    N Percent N Percent N Percent

    status anemia *

    produktivitas kerja75 100.0% 0 .0% 75 100.0%

    Tabel 33: Tabel Crosstabulation Status Anemia Dengan Produktivitas

    Kerja

    produktivitas kerja

    tinggi rendah Total

    Count 37 10 47normal

    Expected

    Count25.7 21.3 47.0

    Count 4 24 28

    status

    anemia

    anemia

    Expected

    Count15.3 12.7 28.0

    Count 41 34 75Total

    Expected

    Count41.0 34.0 75.0

    Tabel 34: Hasil Tes Chi Square Antara Status Anemia Dengan

    Produktivitas Tenaga Kerja Wanita

    Chi-Square Tests

  • Value df

    Asymp. Sig.

    (2-sided)

    Pearson Chi-Square 29.399(b) 1 .000

    Continuity Correction(a) 26.856 1 .000

    Likelihood Ratio 31.697 1 .000

    Fisher's Exact Test

    Linear-by-Linear

    Association29.007 1 .000

    N of Valid Cases 75

    a Computed only for a 2x2 table

    b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is

    12.69.

    1.2. Analisis nilai probabilitas

    Pengujiannya disajikan sebagai berikut:

    Ho 0 tidak ada hubungan yang signifikan antara dua variabel;

    Ha 0 ada hubungan yang signifikan antara dua variabel;

    Uji dilakukan dua sisi karena akan dicari ada atau tidaknya suatu hubungan

    dan bukan mencari lebih besar atau lebih kecil suatu hubungan. Pengambilan

    keputusan berdasarkan probabilitas:

    a. Jika probabilitas > 0,05; maka Ho diterima dan Ha ditolak;

    b. Jika probabilitas 0,05; maka Ho ditolak dan Ha diterima.Keputusan:

    Hasil output (kolom Pearson Chi-Square (Asymp. Sig. (2-sided)))

    didapatkan nilai 0,000; terlihat bahwa probabilitas (p) antara status anemia

    dengan tingkat produktivitas tenaga kerja wanita yaitu 0,000; dan nilai

    tersebut 0,05;Berdasarkan hasil kuesioner yang didapat, dapat disimpulkan antara Status

    Anemia dengan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Wanita di Unit

    Produksi Spinning PT. Southern Cross Textile Industry Jakarta adalah ada

    hubungan secara signifikan dan Ho ditolak.

    2. Analisis Univariat Berdasarkan Teori

    2.1. Status Anemia

  • Menurut WHO (1972) anemia merupakan suatu keadaan dimana

    kondisi Hb menurun atau kurang dari batas normal. Untuk wanita batasan

    seorang wanita dikatakan mengalami anemia adalah jika kadar Hb dibawah 12

    gr/ dl. Dalam penelitian ini ketentuan kadar Hb dilakukan dengan

    menggunakan metode sahli. Penulis mengkategorikan status anemia tenaga

    kerja wanita menjadi dua kategori, yaitu dikatakan anemia jika kadar Hb < 12

    gr/dl dan tidak anemia jika kadar Hb 12 gr/ dl.Sebagian besar tenaga kerja wanita mempunyai status anemia. Cukup

    besarnya tenaga kerja wanita yang mengalami anemia dibandingkan dengan

    tenaga kerja wanita yang tidak anemia kemungkinan disebabkan karena status

    gizi tenaga kerja wanita yang pada umumnya kurang baik dan pola konsumsi

    tenaga kerja wanita khususnya sumber heme kurang baik. Kemampuan tenaga

    kerja wanita dalam mengkonsumsi makanan sumber heme ini diperkirakan

    karena ditunjang pendapatan tenaga kerja wanita yang rendah.

    Junadi (1998) juga menyatakan salah satu penyebab anemia adalah

    karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan pola

    makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi dan menu yang kurang

    beranekaragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering < 2/3

    kecukupan konsumsi yang dianjurkan (AKG).

    2.2. Produktivitas Kerja

    Pada penelitian ini produktivitas kerja dilihat pada bagian winding dan

    ring spinning dimana pada masing-masing unit dilakukan pengamatan tentang

    kemampuan tenaga kerja wanita menyelesaikan pekerjaan dalam batas waktu

    normal ( 7 jam).

    Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar tenaga kerja wanita

    mempunyai produktivitas kerja yang tinggi (54, 7%). Kemungkinan

    disebabkan karena suasana kerja yang mendukung, motivasi kerja yang baik

    dari tenaga kerja wanita dan sebagian besar mempunyai masa kerja yang

    cukup sehingga pengalaman mengerjakan pekerjaan pabrik cukup banyak.

    Selain itu karena pendapatan tenaga kerja wanita yang cukup dari rata-rata

    upah minimum kota Jakarta. Sehingga tenaga kerja wanita mampu bekerja

    dengan baik.

  • 3. Analisis Bivariat Berdasarkan Teori

    3.1. Hubungan umur dengan status anemia

    Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara

    umur dengan status anemia ( p > 0,05) dimana prevalensi anemia lebih tinggi

    terdapat pada nakerwan yang berusia 30 tahun sebesar 40 % dibandingkan dengan nakerwan yang berusia > 30 tahun sebesar 33, 3%, kemungkinan hal

    tersebut disebabkan ada hal-hal lain yang dalam penelitian ini lebih

    berpengaruh terhadap status anemia seperti pendapatan keluarga, konsumsi zat

    besi dan konsumsi vitamin C.

    Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sulasiah (1999). Yang

    menyatakan bahwa kadar Hb orang dewasa tidak menunjukkan perubahan

    dengan meningkatnya umur, kecuali dalam usia lanjut setelah umur 60 tahun

    dimana kadar Hb makin lama makin menurun.

    Namun penelitian Sarimawar (1986) menunjukkan hasil yang berbeda,

    dimana dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur

    wanita dengan anemia. Prevalensi anemia pada golongan umur < 20 tahun dan

    > 30 tahun lebih tinggi.

    3.2. Hubungan tingkat pendidikan dengan status anemia

    Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

    tingkat pendidikan dengan status anemia tenaga kerja wanita ( p 0,05) tenaga kerja wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diperkirakan

    memiliki informasi yang lebih banyak, lebih mudah menerima informasi dan

    mempunyai pengetahuan yang lebih baik, sehingga lebih mendukung perilaku

    mereka dalam pemilihan makanan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi

    khususnya zat besi.

    Hasil penelitian Sihombing (1994) yang menunjukkan bahwa penderita

    anemia pada kelompok yang mempunyai pengetahuan rendah adalah 50%

    dibandingkan dengan kelompok yang mempunyai pengetahuan gizi baik

    adalah 39%. Artinya pendidikan seseorang mendukung tingkat pengetahuan

    seseorang dalam pemenuhan kebutuhan mereka terhadap gizi.

    3.3. Hubungan status perkawinan dengan status anemia

  • Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan

    antara status perkawinan dengan status anemia (p > 0,05). Hasil penelitian ini

    sesuai dengan penelitian Sulasiah (1999) yang menyatakan bahwa tidak ada

    hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan status anemia

    tenaga kerja wanita.

    Hasil tersebut kemungkinan disebabkan karena pola makan dan jenis

    makanan yang dikonsumsi oleh tenaga kerja wanita di pabrik pada wanita

    menikah dan wanita yang belum menikah hampir sama yaitu kurang

    mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama sumber

    heme atau mengkonsumsi buah yang membantu penyerapan Fe. Kemungkinan

    lain adalah kejadian anemia pada wanita menikah, umumnya sudah

    menggunakan alat kontrasepsi. Dimana alat kontrasepsi ini sangat

    berpengaruh terhadap pola haid. Wanita yang menggunakan oral kontrasepsi

    mengeluarkan darah haid lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang

    menggunakan alat kontrasepsi IUD. Dan umumnya IUD lebih banyak

    digunakan oleh tenaga kerja wanita di pabrik tersebut.

    3.4. Hubungan paritas dengan status anemia

    Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan

    antara status perkawinan dengan status anemia (p > 0,05). Prevalensi anemia

    pada proporsi tenaga kerja wanita yang belum pernah melahirkan sebesar 38, 6

    % dan yang sudah pernah melahirkan sebesar 35, 5 %.

    Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Junadi (1998) yang

    menyatakan salah satu penyebab yang dapat mempercepat kejadian anemia

    adalah jumlah anak yang dilahirkan (paritas). Semakin tinggi paritas maka

    akan semakin besar kemungkinan terjadinya anemia gizi atau anemia yang

    telah terjadi akan semakin berat.

    Tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan status

    anemia gizi besi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan karena jumlah

    anak yang dimiliki pada wanita menikah tidak terlalu banyak, atau jarak

    kelahiran yang cukup jauh, atau juga disebabkan karena tingkat pendapatan

    yang cukup tinggi yang menyebabkan wanita menikah maupun belum

    menikah dapat mengkonsumsi bahan makanan sumber Fe yang baik.

  • 3.5. Hubungan pendapatan keluarga dengan status anemia

    Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara

    pendapatan keluarga dengan status anemia (p 0,05). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Junadi (1998) yang menyatakan semakin tinggi pendapatan

    seseorang, maka ia dapat mengkonsumsi makanan dengan cukup baik atau

    bahkan berlebihan. Dengan mengkonsumsi makanan yang cukup

    memungkinkan cadangan zat-zat gizi terutama zat besi dalam tubuh akan

    terpenuhi. Karyadi (1974) mengungkapkan adanya peranan faktor-faktor

    pendapatan yang sebagian besar diperuntukkan bagi makanan.

    Menurut Depkes RI (1996) diungkapkan bahwa salah satu sebab

    mendasar adalah ekonomi yang menurun, dimana pada golongan ini menjadi

    kurang mampu membeli makanan sumber zat besi dan umumnya mereka

    kurang mempunyai akses pelayanan kesehatan yang tersedia.

    3.6. Hubungan Frekuensi Makan (FFQ) Dengan Status Anemia

    A. Hubungan Frekuensi Makan Sumber Heme Dengan Status

    Anemia

    Sumber heme merupakan bahan makanan yang banyak

    mengandung Fe dan lebih mudah diserap oleh tubuh yang banyak

    terdapat pada bahan makanan hewani seperti daging, ikan, telur,

    hati, dan sebagainya.

    Hasil Uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang

    signifikan dan prevalensi anemia banyak ditemukan pada proporsi

    tenaga kerja wanita dengan kebiasaan mengkonsumsi heme setiap

    hari dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan

    mengkonsumsi sumber heme tidak setiap hari.

    B. Hubungan Frekuensi Makan Sumber Non Heme Dengan

    Status Anemia

    Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia banyak

    ditemukan pada proporsi tenaga kerja wanita dengan kebiasaan

    mengkonsumsi sumber non heme setiap hari dibandingkan dengan

    tenaga kerja wanita yang mempunyai konsumsi tidak setiap hari.

  • Menurut Suharjo (1986) walaupun prosentase absorbsi non

    heme lebih rendah dibandingkan heme serta dikonsumsi setiap

    hari, namun dalam kenyataannya porsi bahan makanan sumber non

    heme dalam hidangan makanan tenaga kerja wanita umumnya jauh

    lebih besar. Namun uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan

    yang signifikan antara FFQ sumber heme dengan status anemia

    tenaga kerja wnaita.

    C. Hubungan Frekuensi Makan Sumber Peningkat Penyerapan

    Fe Dengan Status Anemia

    Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia banyak

    ditemukan pada proporsi tenaga kerja wanita dengan kebiasaan

    mengkonsumsi tidak setiap hari. Hasil uji statistik menunjukkan

    tidak ada hubungan yang signifikan antara pola konsumsi FFQ

    sumber peningkat penyerapan Fe dengan status anemia tenaga

    kerja wanita.

    D. Hubungan Frekuensi Makan Sumber Penghambat Penyerapan

    Fe Dengan Status Anemia

    Walaupun dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang

    signifikan antara pola konsumsi sumber penghambat penyerapan

    Fe dengan status anemia gizi, namun dapat diperkirakan ada hal-

    hal lain yang lebih berpengaruh terhadap status anemia, yang

    dalam hal ini adalah pendidikan dan pendapatan keluarga.

    3.7. Hubungan Status Anemia dengan Produktivitas Kerja

    Pada penelitian ini ditemukan tenaga kerja yang menderita anemia

    mempunyai produktivitas kerja yang rendah sebesar 85, 7 % sedangkan tenaga

    kerja wanita yang tidak menderita anemia mempunyai produktivitas kerja

    yang rendah sebesar 21, 3 %. Sedangkan hasil uji statistik menunjukkan p 0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara anemia dengan

    produktivitas kerja.

    Bila seseorang wanita dalam status anemia maka akan mengalami

    gejala pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak napas. Ditambah

  • lagi dengan tetap harus melakukan beban kerja yang cukup berat,

    mengakibatkan tenaga kerja wanita tidak dapat bekerja dengan optimal, tidak

    hanya berkonsentrasi pada pekerjaannya, jatuh sakit, sehingga sering absen

    atau tidak masuk kerja, berakibat rendahnya produktivitas mereka.

    Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Husaini (1989) yang

    menyatakan bahwa adanya korelasi antara kadar Hb dengan kemampuan

    produktivitas tenaga kerja wanita. Penelitian Husaini menemukan adanya

    kolerasi yang erat antara kadar hemoglobin dengan kemampuan memetik teh,

    karet, dan tebu membuktikan bahwa pekerja-pekerja yang anemia

    produktivitasnya 20% lebih rendah daripada pekerja yang tidak anemia.

    Setelah dilakukan intervensi-intervensi dengan pil besi, maka kadar

    hemoglobin mereka meningkat menjadi normal yang diikuti dengan kenaikan

    produktivitas yang nyata.

    Sedangkan penelitian Basta dan Churchill tahun 1974 menunjukkan

    bahwa tenaga kerja yang menderita anemia (kurang zat besi) mempunyai

    produktivitas kerja 20% lebih rendah daripada tenaga kerja normal. Tenaga

    kerja yang diduga menderita kekurangan zat besi tetapi belum menunjukkan

    gejala anemia mempunyai produktivitas kerja 10%.

    4. Keterbatasan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dengan cara

    pengambilan sampel darah responden secara langsung untuk selanjutnya dilakukan

    pemeriksaan terhadap kadar hemoglobin dengan menggunakan metode sahli.

    Kemudian dilakukan observasi langsung kepada responden dengan cara

    mendokumentasikan aktivitas kerja untuk mengetahui tingkat produktivitas tenaga

    kerja wanita, serta dengan membagikan kuesioner kepada responden untuk

    mengetahui keluhan anemia pada tenaga kerja wanita di bagian spinning.

    Penelitian dan pengumpulan data tersebut memiliki keterbatasan-keterbatasan

    sebagai berikut:

    a. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah menggunakan metode sahli bukanlah cara

    yang teliti. Kelemahan metode ini berdasarkan kenyataan bahwa kolorimetri

    visual tidak teliti. Dan kemungkinan terjadi kesalahan ketika proses

    pemeriksaannya.

  • b. Adanya kelemahan data pengisian kuesioner. Kelemahannya antara lain kualitas

    data tergantung dari motivasi responden untuk mengisi kuesioner dan adanya

    kemungkinan jawaban responden dipengaruhi oleh orang lain.