hasil 1. kondisi lokasi pengambilan sampel · 47 hasil 1. kondisi lokasi pengambilan sampel...

36
HASIL 1. Kondisi Lokasi Pengambilan Sampel Vegetasi Kondisi lokasi pengambilan sampel dicatat berdasarkan data primer dan data sekunder meliputi keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain yang tumbuh di sekitar G. versteegii, sifat fisik dan kimia tanah. Keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain pada lokasi pengambilan sampel disajikan pada Table 1. Tabel 1. Keberadaan Gyrinops versteegii dan vegetasi lain dan pada lokasi pengambilan sampel. Nomer Plot Jumlah Pohon G. versteegii Tinggi (m) Diameter (cm) Jumlah Semai G. versteegii Vegetasi lain Keterangan 1 1 8 20 1 Gnetum gnemon, Pandanus sp. Calamus sp., Pometia sp. Ketinggian 150 m dpl, lahan miring 2 2 9 21 2 Myristica sp, Pandanus sp. Calamus sp Ketinggian 200 m dpl, lahan datar 3 2 10 23 3 Pometia sp, Calamus sp, Myristica sp Ketinggian 200 m dpl, lahan datar 4 2 7 15 2 Intsia sp., Pandanus sp. Calamus sp Ketinggian 300 m dpl lahan bergelombang 5 1 8 20 2 Pometia sp, Pandanus sp Ketinggian 250 m dpl, lahan bergelombang Sumber : Data Primer 2010. Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa G. versteegii tumbuh secara alami pada ketinggian 100 m 300 m dpl, menyebar tidak merata berbentuk spot-spot berjarak 150 m 200 m. Pada setiap spot terdapat 1 2 pohon induk gaharu dengan tinggi 7 m sampai dengan 10 m dan diameter 15 cm hingga 23 cm (Gambar 7a). Jumlah anakan di bawah pohon induk gaharu sebanyak 1-3 semai dengan tinggi semai 75 cm s.d 150 cm (Gambar 7b). Vegetasi lain yang tumbuh dalam radius 2 meter di sekitar G. versteegii adalah Pometia sp., Intsia sp., G. gnemon, pala (Myristica sp.), Pandanus sp., rotan (calamus sp.) dan vegetasi herba lainnya. Pandanus sp dan Calamus sp dijumpai hampir pada seluruh plot.

Upload: duongkien

Post on 03-Mar-2019

246 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

47

HASIL

1. Kondisi Lokasi Pengambilan Sampel

Vegetasi

Kondisi lokasi pengambilan sampel dicatat berdasarkan data primer dan data

sekunder meliputi keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain yang tumbuh di sekitar G.

versteegii, sifat fisik dan kimia tanah. Keberadaan G. versteegii dan vegetasi lain pada

lokasi pengambilan sampel disajikan pada Table 1.

Tabel 1. Keberadaan Gyrinops versteegii dan vegetasi lain dan pada lokasi pengambilan

sampel.

Nomer

Plot

Jumlah

Pohon

G.

versteegii

Tinggi

(m)

Diameter

(cm)

Jumlah

Semai G.

versteegii

Vegetasi lain Keterangan

1 1 8 20 1 Gnetum

gnemon,

Pandanus sp. Calamus sp.,

Pometia sp.

Ketinggian 150 m

dpl,

lahan miring

2 2 9 21 2 Myristica sp,

Pandanus sp. Calamus sp

Ketinggian 200 m

dpl, lahan datar

3 2 10 23 3 Pometia sp,

Calamus sp, Myristica sp

Ketinggian 200 m

dpl, lahan datar

4 2 7 15 2 Intsia sp.,

Pandanus sp.

Calamus sp

Ketinggian 300 m

dpl lahan

bergelombang

5 1 8 20 2 Pometia sp,

Pandanus sp

Ketinggian 250 m

dpl, lahan

bergelombang

Sumber : Data Primer 2010.

Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa G. versteegii tumbuh secara alami

pada ketinggian 100 m – 300 m dpl, menyebar tidak merata berbentuk spot-spot berjarak

150 m – 200 m. Pada setiap spot terdapat 1 – 2 pohon induk gaharu dengan tinggi 7 m

sampai dengan 10 m dan diameter 15 cm hingga 23 cm (Gambar 7a). Jumlah anakan di

bawah pohon induk gaharu sebanyak 1-3 semai dengan tinggi semai 75 cm s.d 150 cm

(Gambar 7b). Vegetasi lain yang tumbuh dalam radius 2 meter di sekitar G. versteegii

adalah Pometia sp., Intsia sp., G. gnemon, pala (Myristica sp.), Pandanus sp., rotan

(calamus sp.) dan vegetasi herba lainnya. Pandanus sp dan Calamus sp dijumpai hampir

pada seluruh plot.

48

Jika dilihat dari jumlah anakan yang tumbuh maka jumlahnya tidak banyak

mengingat diameter pohonnya sudah cukup besar. Hal ini karena benih G. versteegii

termasuk jenis rekalsitran atau cepat kehilangan daya kecambah. Disisi lain kadang-

kadang ditemukan juga semai yang tumbuh menggerombol karena benih yang jatuh

mengelompok dalam satu tempat yang berdekatan. Gyrinops versteegii juga mampu

menghasilkan trubusan yang tumbuh seperti semai normal. Hal ini penting jika ditebang

diharapkan akan menghasilkan individu baru yang berasal dari trubusan (Gambar 7.a).

Ketika dilakukan survey pada bulan Juli 2010 tidak ditemukan bunga dan benih G.

versteegii atau kulit buahnya di lantai hutan, dengan demikian musim berbunga dan

berbuah G. versteegii terjadi pada bulan-bulan yang lain.

Kondisi lantai hutan lembab dan ditutup oleh serasah setebal 5-10 cm. Dalam

kondisi seperti ini buah G. versteegii akan cepat membusuk sehingga jumlah semai yang

dijumpai juga sangat sedikit.

Pada Gambar 5a nampak ada bekas luka pengecekan terjadinya gaharu oleh pencari

gaharu. Luka tersebut dibiarkan dengan harapan akan terbentuk gaharu dikemudian hari.

Hal ini berarti pencari gaharu telah mengenal proses pembentukan gaharu dengan cara

melukai pohon G. versteegii yang tumbuh di hutan.

a b

Gambar 5. Pohon gaharu Gyrionops versteegii dan vegetasi lain yang tumbuh

disekitar Gyrionops versteegii (a) dan keberadaan semai Gyrionops

versteegii

49

Keadaan Tanah

Jenis tanah di lokasi pohon G. versteegii termasuk jenis ultisol dengan bahan induk

batuan kapur dan tebal solum 10-20 cm. Tanah berwarna kuning hingga coklat kemerahan

dengan tekstur lempung berliat hingga liat. Contoh tanah diambil dari setiap plot yang

ditemukan semai. Contoh tanah kemudian dibagi dua untuk keperluan analisis sifat kimia

tanah dan sebagian digunakan sebagai sumber inokulum FMA alami. Hasil analisis sifat

kimia tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis sifat kimia tanah di lokasi penelitian

No. Plot Contoh pH H20 N (%) P (%) K (%) C/N

P tersedia (ppm)

KTK (cmol/kg) KB

Plot 1 5.8 0.24 60 9 16 9.3 16.32 99

Plot2 5.7 0.35 58 31 12 13 17.2 100

Plot3 5.6 0.35 26 23 9 2.8 27.82 100

Plot4 5.6 0.25 27 8 14 7.3 17.3 100

Plot5 6.0 0.42 74 8 25 8.8 19.19 100

Sumber : Data Primer tahun 2010 (hasil olahan)

Hasil analisis contoh tanah di lokasi Asai (Tabel 2) menunjukkan bahwa tanah

tempat tumbuh G. versteegii memiliki sifat kemasaman tanah yang bervariasi yaitu 5,6

hingga 6,0 (bersifat agak masam), C/N rasio yang rendah hingga tinggi (9-25), P tersedia

sangat rendah sedangkan P potensial tinggi dan KTK tanah sedang. C/N rasio yang

mencirikan bahwa keadaan tanah pada hutan alam Asai mengandung bahan organik tinggi.

Plot nomer 4 memiliki kandungan unsur hara yang paling rendah karena terletak di tempat

yang lebih tinggi daripada plot lainnya. Dalam keadaan kandungan P tersedia yang rendah

sementara P potensial tinggi menyebabkan tanaman inang G. versteegii harus membangun

simbiosis dengan FMA. Apabila dikaitkan antara data tanah dan pertumbuhan pohon induk

G. versteegii maupun kehadiran semai G. versteegii maka keadaan tanah pada Hutan

Alam Asai relatif subur sehingga sangat baik mendukung pertumbuhan G. versteegii.

Keadaan Iklim

Berdasarkan data dari Badan Meteorogi dan Geofisika Kabupaten Manokwari

Tahun 2010, iklim di daerah Asai termasuk tipe iklim A. Temperatur rata-rata bulanan 26,6

– 27,7 0c, kelembaban rata-rata bulanan 82-87 (%.), curah hujan berkisar antara 43,6 mm–

364,9 mm per bulan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret (364,9 mm) dan

terendah pada bulan November (43,6 mm), sedangkan suhu tertinggi pada bulan Mei (27,7

0C) dan terendah pada bulan Januari (26,6

0c) (Lampiran 2).

50

Berdasarkan data iklim tersebut maka lokasi pengambilan contoh termasuk

memiliki curah hujan yang tinggi dan sering tergenang oleh air hujan. Hal ini juga terkait

erat dengan kemampuan regenerasi G. versteegii. Dalam kondisi seperti ini maka benih

G. versteeigii akan mudah busuk sehingga tingkat regenerasi alaminya rendah.

2. Potensi Fungi Mikoriza Arbuskular Alami di semai G. versteegii di Hutan Alam

Asai

Keberadaan Jenis FMA

Untuk mengetahui potensi FMA alami, dilakukan trapping untuk memicu

sporulisasi FMA di green house menggunakan inang Pueraria javanica dan media zeolit

selama 3 bulan. Informasi potensi FMA alami diperlukan untuk pembibitan G. versteegii di

greenhouse atau untuk penanaman di lapangan. Jika potensinya rendah maka perlu

dilakukan inokulasi.

Hasil isolasi dari trapping menunjukkan bahwa jumlah spora FMA alami

bervariasi dari 2 hingga 5 spora /10 gram sampel tanah. Identifikasi berdasarkan karakter

morfologi FMA antara lain ukuran diameter spora, warna spora, ornamen/asesoris

permukaan spora, substanding hifa dan bulbous suspensor sehingga di lokasi penelitian

ditemukan 7 spesies yang berasosiasi dengan semai G. versteegii, yaitu Glomus mossae,

Glomus fasciculatum, Glomus aggregatum, Glomus sp1, Glomus sp2, Glomus sp3 dan

Acaulospora sp1 (Tabel 3).

51

Tabel 3. Dokumentasi jenis spora FMA yang bersimbiosis dengan semai G. versteegii

dari hutan alam Asai, Manokwari, Papua Barat.

Plot Contoh

Gambar Jenis Jumlah Spora/

10 gr

tanah

Deskripsi

Plot 1

Glomus mossae

1

- Bentuk spora bulat

- Berwarna kuning

kecoklatan

- Ukuran spora 50-80 µm - Memiliki subsending

hifa

- Permukaan spora ada halus

Glomus sp1

1

- Bentuk spora lonjong

- Berwarna kuning kecoklatan

- Ukuran spora Panjang

150 µm, lebar 60 µm - Memiliki substending

hifa

- Halus

Plot 2

Glomus

fasciculatum

2

- Bentuk spora bulat

- Berwarna coklat

- Ukuran spora 80-100 µm

- Memiliki substending

hifa - Permukaan spora ada

halus

Acaulospora sp1

2

- Bentuk spora bulat - Berwarna putih

kekuningan

- Ukuran spora 90-150 µm

- Tidak memiliki

substending hifa

- Permukaan kasar

60 µm µm µm

150 µm

80 µm mmµm

100 µm

52

Plot 3

Glomus

fasciculatum

1

- Bentuk spora bulat

- Berwarna coklat

kemerahan - Ukuran spora 60-80 µm

- Memiliki substending

hifa - Permukaan spora ada

halus

Glomus sp2.

2

- Bentuk spora lonjong - Berwarna coklat

kemerahan

- Ukuran spora 60-100 µm

- Substending hifa : -

- Permukaan spora ada

halus

Plot 4

Glomus fasciculatum.

2

- Bentuk spora bulat

- Berwarna coklat tua - Ukuran spora 60-80 µm

- Memiliki substending

hifa

- Permukaan spora ada halus

Glomus Agregatum

1

- Bentuk spora bulat - Berwarna coklat

kemerahan

- Ukuran spora 40-80 µm

- Memiliki substending hifa

- Permukaan spora ada

agregat

Plot 5

Glomus sp3.

3

- Bentuk spora bulat

- Berwarna kuning tua

- Ukuran spora 60-80 µm

- Memiliki substending hifa

- Permukaan spora halus

Glomus

fasciculatum

2

- Bentuk spora bulat

- Berwarna coklat

kemerahan

- Ukuran spora 50-80 µm - Memiliki substending

hifa

- Permukaan spora ada halus

Apabila dilihat dari jumlah spora yang ditemukan di setiap plot (Tabel 3) maka G.

fasciculatum memiliki sebaran hidup lebih luas dibandingkan FMA jenis yang lain. Hal ini

60 µm

100 µm

100 µm

80 µm

60 µm

80 µm

50 µm 50 µm

53

dapat dilihat dari jumlah plot yang ditemukannya jenis ini. Sebaran hidup G. fasciculatum

yang lebih luas menunjukkan G. fasciculatum mampu beradaptasi dan bertahan pada

berbagai kondisi habitat. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel

disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Sebaran jumlah spora FMA per plot pengambilan sampel

Kolonisasi FMA alami pada semai G. versteegii

Hasil pengamatan kolonisasi FMA pada perakaran semai G. versteegii asal Asai

disajikan pada Gambar 7. Dari hasil pewarnaan akar ditemukan adanya struktur kolonisasi

FMA pada akar semai G. versteegii dari hutan alam Asai. Hal ini menunjukkan bahwa

secara alami FMA telah bersimbiosis dengan G. versteegii. Perhitungan persentase

kolonisasi menunjukkan bahwa simbiosis FMA dengan G. versteegii bervariasi dari 30 %

hingga 80 % dengan rata-rata persentase kolonisasi perakaran 62 % (Lampiran 1). Dengan

demikian berdasarkan klasifikasi O’ Connor et al., (2001) simbiosis alami antara FMA

dengan G. versteegii di hutan alam Asai termasuk kategori tinggi.

Simbiosis antara FMA dan suatu tanaman inang umumnya ditandai dengan adanya

struktur kolonisasi oleh hifa, vesikula, arbuskular dan spora intra radikula atau salah satu

diantaranya. Simbiosis yang terbentuk antara FMA dengan G. versteegii melalui kolonisasi

perakaran dapat dilihat pada Gambar 7.

54

Kolonisasi FMA pada G. versteegii diawali dengan hifa eksternal masuk ke akar G.

versteegii (Gambar 7a) melalui entry point kemudian hifa berkembang di dalam akar

membentuk jaringan hifa intra radikula (Gambar 7b). Di dalam akar hifa tersebut

membentuk vesikula yang berisi cadangan makanan (Gambar 7c). Di dalam organ akar

selain selain ditemukan vesikula juga ditemukan spora intra radikula (Gambar 7d).

Dalam simbiosis ini tidak ditemukan adanya struktur arbuskula. Diduga tidak

terdapatnya arbuskula pada kolonisasi ini karena arbuskula belum terbentuk atau

kemungkinan telah terbentuk tetapi arbuskula tersebut telah rusak dan menghilang pada

jangka waktu tertentu. Spora intra radikula diduga berasal dari Glomus agregatum atau

Glomus fasciculatum. Hal ini sesuai pernyataan Kamadibrata, 1993 yang mengatakan

bahwa endomikoriza yang dapat membentuk spora dalam akar inang adalah Glomus

agregatum dan Glomus fasciculatum.

Hifa Ekstra radikula Entry Point

Hifa Intra radikula

Vesikel

Spora intra radikula

Gambar 7. Struktur kolonisasi FMA dengan akar semai G. versteegii

a

c

b a

d

Hifa ekstra radikula

55

3. Aplikasi FMA pada plantling gaharu G. versteegii

Kondisi Stomata plantlet dan plantling G. versteegii

Stomata merupakan bagian dari organ daun yang sangat penting dalam serapan C02

ke dalam tanaman. Mekanisme buka tutupnya stomata dipengaruhi faktor lingkungan dan

fisiologis tanaman. Mekanisme buka tutup stomata berpengaruh terhadap kinerja

fotosintesis. Bibit yang dikembangkan melalui kultur jaringan mempunyai beberapa

masalah ketika dipindahkan ke kondisi autotropik yaitu mudah layu karena transpirasi

sangat besar yang tidak diimbang serapan air yang memadai. Stomata pada hasil kultur

jaringan pada umumya dalam keadaan selalu membuka karena hidup dalam kondisi

kelembaban tinggi, nutrisi selalu terpenuhi, kondisi media yang aseptik, intensitas cahaya

yang selalu terkontrol dan konstan.

Secara visual terdapat perbedaan keadaan bentuk, kerapatan dan letak stomata pada

permukaan daun plantlet gaharu G. versteegii asal kultur in-vitro dengan plantling gaharu

G. versteegii pada percobaan di greenhouse. Plantling adalah bibit hasil in-vitro yang

sudah diaklimatisasi. Hasil pemotretan menunjukkan bahwa stomata plantlet asal kultur in-

vitro berjumlah sedikit, letak stomata tenggelam pada permukaan daun dan stomata pada

plantlet dalam keadaan terbuka sempurna (Gambar 8 a dan b), sedangkan di daun plantling

G. versteegii pada percobaan di greenhouse menunjukkan bahwa stomata berjumlah

banyak dan muncul di atas permukaan daun dalam keadaan tertutup atau tidak terbuka

penuh (Gambar 9 a & b). Diduga perbedaan ini disebabkan karena adaptasi fisiologis dan

morfologi dari tanaman untuk meningkatkan kinerja fotosintesis dengan keadaan

lingkungan.

56

Pembesarx Pembesaran 400 x

Gambar 8. Stomata di daun muda (a) dan di daun tua (b) pada planlet G. versteegii asal

kultur in-vitro dalam keadaan membuka dan sedikit jumlahnya.

Gambar 9. Stomata daun muda (a) dan daun tua (b) pada plantling G. versteegii dalam

keadaan menutup dan jumlahnya lebih banyak.

Dengan demikian dalam proses organogenesis daun G. versteegii dari plantlet ke

plantling mengalami perubahan bentuk dan jumlah stomata.

Rekapitulasi hasil uji F terhadap berbagai parameter pengamatan

Hasil Uji statistik terhadap seluruh parameter pengamatan menunjukkan bahwa

dan interaksi antara media tumbuh dengan FMA tidak berbeda nyata terhadap parameter

tetapi FMA berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati. Pada persentase hidup

plantling baik media maupun FMA tidak berpengaruh terhadap parameter. Namun

demikian pada persentase kolonisasi, tinggi, diameter dan panjang akar primer, jumlah

akar primer dan kekokohan bibit menunjukkan bahwa media tumbuh dan FMA

berpengaruh nyata terhadap parameter. Rekapitulasi sidik ragam terhadap parameter

plantling G. versteegii dan kolonisasinya disajikan pada Tabel 4.

a b

a b

400X 400X

400X 400X

57

Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam terhadap parameter pertumbuhan plantling G.

versteegii

Parameter Sumber

Keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F. hitung Sig.

Kolonisasi FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

6.334

8.442

1.526

3.167

2.809

0.254

18.017**

15.971**

1.447

0.00

0.00

0.53

Persentase hidup FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

0.015

0.008

0.045

0.008

0.003

0.007

1.000tn

0.333tn

1.000tn

0.38

0.80

0.44

Tinggi FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

0.632

0.998

0.147

0.211

0.449

0.25

8.444**

20.018**

0.983tn

0.00

0.00

0.05

Diameter FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

1.402

1.718

0.474

0.701

0.573

0.079

45.777**

37.409**

5.162

0.00

0.00

0.06

Jumlah akar primer FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

77.167

27.417

42.167

38.583

9.139

7.028

13.618**

3.225**

0.052tn

0.00

0.00

0.05

Jumlah akar

sekunder

FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

748.222

105.556

185.778

374.111

35.185

30.963

17.675*

1.662tn

1.463tn

0.00

0.20

0.23

Panjang akar

primer

FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

120.167

22.778

40.056

7.593

60.083

6.676

18.974**

2.398**

2.108tn

0.00

0.00

0.09

Panjang akar

sekunder

FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

12.056

1.799

2.056

6.028

0.600

0.343

25.528*

2.539tn

1.451tn

0.00

0.08

0.23

Berat basah pucuk FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

0.113

0.039

0.74

0.057

0.013

0.012

5.120*

1.166tn

1.119tn

0.01

0.34

0.38

Berat basah akar FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

0.012

0.014

0.017

0.006

0.005

0.003

3.604*

2.973tn

1.779tn

0.04

0.05

0.14

Kekokohan bibit FMA

Media

Media*FMA

2

3

6

6.334

8.422

1.525

3.167

2.807

0.524

18.017**

15.971**

1.447tn

0.00

0.00

0.53

Keterangan :

* = Berbeda nyata pada P-value <0.01

** = Berbeda sangat nyata pada p-value > 0.05

tn = Tidak berbeda nyata

58

Kolonisasi Akar pada plantling G. versteegii

Tabel 4. menunjukkan bahwa kolonisasi FMA dipengaruhi oleh inokulum FMA

dan media tumbuh, Interaksi FMA dan media tumbuh tidak mempengaruhi kolonisasi di

akar plantling G. versteegii. Hasil Uji Duncan persentase kolonisasi FMA pada akar G.

versteegii disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Hasil Uji Duncan kolonisasi FMA pada akar G. versteegii (angka diikuti

huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan

pada α=0,05)

Hasil uji Duncan (Gambar 10) menunjukkan bahwa inokulasi FMA konsorsium

dan G. margarita berpengaruh nyata terhadap persentase kolonisasi pada akar plantling G.

versteegii. FMA konsorsium menghasilkan persentase kolonisasi tertinggi (32,8% ) pada

plantling G. versteegii apabila dibandingkan dengan G. margarita dan kontrol. Namun

demikian pada kontrol masih terdapat kolonisasi dari FMA liar. Dalam hal ini berarti

bahwa FMA konsorsium lebih mudah membangun simbiosis dengan plantling G.

versteegii dibandingkan dengan G. margarita. Mudahnya FMA konsorsium bersimbiosis

dengan plantling G. versteegii dikarenakan secara alami FMA konsorsium telah

membentuk simbiosis secara spesifik dengan tanaman inang gaharu G. versteegii. Hal ini

sesuai dengan pendapat Leake et a.l (2004) yang menyatakan bahwa di alam terdapat

spesifitas jenis FMA dengan jenis tanaman inangnya.

Untuk melihat pengaruh media terhadap persentase kolonisasi FMA di akar G.

versteegii dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan media terhadap persentase kolonisasi

disajikan pada Gambar 11. Dari Gambar 11 diketahui bahwa ke empat media tumbuh

memberikan pengaruh berbeda nyata antara media satu terhadap media lainnya. Media M0

memberikan pengaruh kolonisasi yang tertinggi dibandingkan media M1, media M2, dan

media M3. Kondisi media M0 yang miskin hara dibandingkan media lain yang kaya hara

59

karena diperkaya dengan kompos dan batubara muda menyebabkan plantling G. versteegii

secara fisologis lebih aktif memberikan signal untuk membangun simbiosis dengan FMA

dalam upaya mendapatkan hara dari media untuk proses pertumbuhannya.

Gambar 11. Hasil uji Duncan pengaruh media terhadap kolonisasi pada akar plantling G.

versteegii (angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar

FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi antara FMA dengan media tidak

mempengaruhi kolonisasi FMA pada plantling G. versteegii. Namun dari Gambar 12

diketahui bahwa kolonisasi tertinggi diperoleh pada M0F1 (65%), diikuti M1F1 (45%),

M0F2 (25%), M2F2 (21%); M2F1 (20%) dan M3F1 (20%); M1F2 (16%), dan M3F2

(9%), sedangkan infeksi terendah terlihat pada M0F0, M1F0, M2F0, M3F0 masing-

masing sebesar 0%. Berdasarkan klasifikasi O’ Connor et al. (2001) maka kolonisasi FMA

pada M0F1 dan M1F1 termasuk kategori kolonisasi tinggi, sedangkan kolonisasi FMA

pada M0F0, M1F0, M2F0 dan M3F0 termasuk kategori tidak bermikoriza. Interaksi FMA

dan media tidak berbeda nyata terhadap kolonisasi FMA disebabkan oleh pengaruh yang

kuat dari M1, M2 dan M3 yang cenderung menghasilkan tingkat kolonisasi yang rendah.

Gambar 12. Visualisasi kolonisasi FMA dengan plantling G.

versteegii

60

Simbiosis yang terbangun antara FMA dengan akar plantling G. versteegii dapat

diketahui melalui struktur kolonisasi yang terbentuk pada akar tersebut dapat dilihat dari

kehadiran hifa, vesikula, arbuskula dan spora intrradikula atau salah satu diantaranya.

Visualisasi struktur kolonisasi FMA dengan plantling G. versteegii disajikan pada Gambar

13.

M0F0. Pembesaran 100 x M0F1. Pembesaran 100x

M0F2. Pembesaran 400 x M1F0. Pembesaran 100 x

Gambar 13. Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G. versteegii

Vesikel

Hifa

Vesikel

Hifa

61

M1F1. Pembesaran 400 x M1F2. Pembesaran 100 x

M2F0. Pembesaran 100 x M2F1. Pembesaran 400 x

M2F2. Pembesaran 400 x M3F0. Pembesaran 100 x

Gambar 13 (lanjutan). Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G.

versteegii

Vesikel

spora

Hifa Internal

Hifa

62

M2F2. Pembesaran 100 x M3F0. Pembesaran 100 x

M3F1. Pembesaran 400 x M3F2. Pembesaran 400 x

Gambar 13 (lanjutan). Visualisasi struktur kolonisasi FMA pada akar plantling G.

versteegii

Respon plantling G. versteegii terhadap mikoriza (Percentage Growth Respon/ PGR)

Peranan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap tanaman inang tidak hanya

dilihat dari kemampuan tanaman tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman

inang, akan tetapi perlu juga diketahui bagaimana tingkat respon tanaman itu sendiri

terhadap FMA. PGR adalah tingkat ketergantungan suatu jenis tanaman terhadap mikoriza

pada tingkat kesuburan tanah tertentu. Visualisasi respon plantling G. versteegii terhadap

mikoriza disajikan pada Lampiran 3 dan Gambar 14.

Gambar 14. Visualisasi respon plantling G. versteegii terhadap mikoriza

Vesikel

Vesikel

63

Respon tanaman terhadap mikoriza (PGR) dipengaruhi oleh tanaman inang dan

jenis FMA yang diinokulasikan. Gambar 14 menunjukkan bahwa nilai respon plantling G.

versteegii terhadap FMA paling tinggi dihasilkan oleh FMA konsorsium pada media M0

(19 %), sedangkan respon terendah diperoleh dari PGR FMA G. margarita pada media

M0 dan Media M2 masing-masing 0 %. Respon PGR terbesar diperoleh pada FMA

konsorsium pada media. Hal ini dikarenakan di alam tanaman G. versteegii telah

membangun simbiosis dengan FMA. Faktor penyebab lainnya adalah media tanam M0

memiliki kandungan P tersedia lebih rendah dari media tanam M1, M2, dan M3 serta

memiliki P potensial lebih tinggi dari media lainnya. Rendahnya P tersedia pada media M0

menyebabkan plantling G. versteegii lebih responsif terhadap FMA. Hasil Uji statistik dan

Duncan PGR pada plantling G. versteegii disajikan pada Lampiran 5 dan Gambar 15.

Gambar 15. Hasil Uji Duncan PGR pada plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang

sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05).

Gambar 15 menunjukkan bahwa FMA konsorsium G. versteegii memiliki nilai

PGR pada plantling G. versteegii berbeda nyata dengan nilai PGR tanpa FMA. Namun

demikian FMA konsorsium memberikan pengaruh terhadap nilai PGR pada plantling G.

Versteegii lebih baik daripada G. margarita.

Ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap fosfor

(Dependency of P uptake/(DPU)

Ketergantungan tanaman bermikoriza terhadap fosfor dipengaruhi oleh jenis

tanaman inang itu sendiri, FMA yang diinokulasikan serta keadaan fosfor dalam tanah atau

media tumbuh. Visualisasi ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap

fosfor disajikan pada Gambar 16.

64

Gambar 16. Visualisasi ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap

fosfor

Gambar 16 menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan tertinggi plantling G.

versteegii terhadap fosfor diperoleh pada media M1 yaitu sebesar 40 % oleh FMA

Konsorsium dan ketergantungan terhadap fosfor yang terendah oleh FMA konsorsium dan

FMA G. margarita pada media M2 dan M3 masing-masing sebesar 10 %. Rendahnya

ketergantungan plantling G. versteegii bermikoriza terhadap fosfor pada media M2 dan

M3 diduga disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik pada media tumbuh

M2 dan M3 yang diperkaya melalui penambahan kompos dan batubara muda yang

mengandung asam humat. Hasil Uji Duncan PGR dan DPU pada plantling G. versteegii

disajikan pada Gambar 17.

Gambar 17. Hasil Uji Duncan DPU pada plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang

sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05).

Gambar 17 menunjukkan bahwa FMA konsorsium G. versteegii memiliki nilai

DPU pada plantling G. versteegii berbeda nyata dengan nilai DPU tanpa FMA. Namun

65

demikian FMA konsorsium memberikan pengaruh terhadap nilai DPU pada plantling G.

Versteegii lebih baik daripada G. margarita.

Persentase hidup plantling G. versteegii

Persentase hidup plantling dihitung pada umur 8 minggu setelah tanam (MST)

berdasarkan plantling yang hidup dan segar serta tidak memperlihatkan gejala kematian.

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa 9 kombinasi perlakuan mencapai persentase

hidup 100 %, sedangkan 3 kombinasi perlakuan lainnya, yaitu M0F2U3, M1F0U3 dan

M3F0U3 masing-masing memiliki persentase plantling hidup 66,67 %. Visualisasi

persentase hidup plantling G. versteegii gaharu disajikan pada Gambar 18.

Gambar 18. Visualisasi persentase hidup plantling G. versteegii sampai minggu ke-8

Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa kematian plantling disebabkan

karena serangan penyakit lodoh (busuk akar) oleh jamur patogen terhadap plantling G.

versteegii yang ditanam pada kombinasi media M0F2, M1F0 dan M3F0. Gejala serangan

ditandai dengan adanya spora berwarna putih disekitar perakaran kemudian perakaran

plantling membusuk dan gejala busuknya akar bergerak secara sistematis dari perakaran

dalam tanah menuju batang sampai ke daun dan pucuk sehingga terjadi kematian pada

plantling (Gambar 19). Hal ini berarti bahwa plantling yang tidak diinokulasi dengan FMA

mudah terserang penyakit lodoh, sementara itu plantling yang diinokulasi dengan

kolonisasi FMA alami memiliki persentase hidup yang lebih baik. Dalam hal ini media dan

interaksi FMA dengan media tidak mempengaruhi persentase hidup karena kehadiran

FMA lebih penting daripada media tumbuh atau interaksinya.

66

Gambar 19. Visualisasi kematian plantling G. versteegii akibat serangan busuk akar.

Hasil uji Duncan (Gambar 20) terhadap persentase hidup plantling menunjukkan

bahwa secara statistik tidak ada pengaruh perlakuan terhadap hidup plantling. Namun

demikian Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase hidup plantling G. versteegii

tertinggi diperoleh pada media yang diinokulasi FMA konsorsium 100 % .

Gambar 20. Hasil Uji Duncan hidup plantling G. versteegii (angka diikuti huruf yang

sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)

67

Pertambahan tinggi plantling G. versteegii

Parameter tinggi dan diameter digunakan sebagai indikator parameter pertumbuhan

plantling G. versteegii untuk menduga pengaruh lingkungan atau perlakuan yang

dicobakan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa FMA dan media berpengaruh terhadap

pertambahan tinggi plantling G. Versteegii (Tabel 4). Visualisasi dinamika pertumbuhan

tinggi plantling G. versteegii sampai akhir pengamatan disajikan pada Gambar 21.

Gambar 21. Visualisasi keadaan tinggi plantling G. versteegii pada berbagai kombinasi

media yang dicobakan

Hasil uji Duncan pengaruh FMA (Gambar 22) menunjukkan bahwa secara statistik

ada perbedaan pengaruh FMA yang dicobakan terhadap pertumbuhan tinggi plantling,

yaitu perlakuan dengan FMA konsorsium memberikan pengaruh lebih baik daripada

dengan G. margarita dan tanpa FMA begitu pula perlakuan dengan G. margarita

memberikan pengaruh lebih tinggi dengan tanpa FMA. Hal ini berarti FMA alami lebih

baik daripada FMA G. margarita.

C

B A

D

68

Gambar 22. Hasil Uji Duncan terhadap tinggi plantling G. versteegii (angka diikuti huruf

yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang dicobakan pada

α=0,05)

Uji F (Tabel 4) menunjukkan bahwa ada pengaruh media terhadap pertumbuhan

tinggi plantling G. versteegii. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap tinggi

plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap tinggi plantling G.

versteegii. (angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar

FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Gambar 23 menunjukkan bahwa ada perbedaan nyata antara media tumbuh yang

dicobakan terhadap tinggi plantling G. versteegii. Media tumbuh M3 memberikan

pengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan tinggi G. versteegii pada taraf 5 % dibanding

media tumbuh M2, M1 dan M0. Demikian media tumbuh M2 memberikan pengaruh yang

lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh M1 dan M0. Sementara itu pada media

tumbuh M1 dan M0 tidak ada pengaruh terhadap plantling G. versteegii. Pengaruh

kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap pertambahan tinggi plantling G. Versteegii

disajikan pada Gambar 24.

69

Gambar 24. Pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap pertambahan

tinggi plantling G. versteegii

Gambar 24 menunjukkan bahwa plantling G. versteegii yang diberi perlakuan

FMA konsorsium (F1) memiliki pertumbuhan tinggi relatif lebih baik dibandingkan FMA

G. margarita (F2) maupun tanpa FMA (F0) pada berbagai kombinasi media tumbuh.

Berdasarkan komposisi media maka kombinasi M3F1 memiliki pertumbuhan plantling G.

versteegii relatif lebih tinggi, yaitu 3,4 cm daripada kombinasi media dengan FMA G.

Margarita (Gambar 22). Pertumbuhan tinggi plantling paling rendah dihasilkan oleh

kombinasi media M0F0 tanpa perlakuan FMA, yaitu 2,6 cm. Keragaan pertumbuhan

paling tinggi dan terendah pada plantling G. versteegii yang dicobakan disajikan pada

Gambar 25 dan Gambar 26.

Gambar 25. Keragaan pertumbuhan tinggi plantling G. versteegii umur 8 MST pada

media M0F0 dan M3F1

70

Gambar 26. Keragaan pertumbuhan plantling G. versteegii umur 8 MST dari semua

kombinasi perlakuan

Pertambahan diameter plantling G. versteegii

Hasil uji Duncan pengaruh FMA terhadap pertumbuhan diameter plantling G.

versteegii menunjukkan bahwa secara statistik perlakuan FMA konsorsium memberikan

pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA. Demikian juga FMA G.

margarita memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pertumbuhan diameter plantling

G. versteegii dibandingkan terhadap tanpa inokulasi mukoriza. Hasil Uji Duncan pengaruh

FMA terhadap pertumbuhan tinggi plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 27.

Gambar 27. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap pertumbuhan diameter plantling

G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan

antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)

71

Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap

pertumbuhan diameter. Untuk mengetahui besarnya pengaruh media terhadap diameter

plantling, maka dilakukan uji Duncan. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap

diameter plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 28.

Gambar 28. Hasil uji Duncan pengaruh media tumbuh terhadap diameter plantling G.

versteegii

Gambar 28 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan

pertumbuhan diameter plantling G. versteegii lebih baik daripada dengan media M0,

namun demikian media M1, M2 dan M3 tidak berbeda satu dan lainnya terhadap diameter

plantling G. Versteegii karena media tersebut kaya bahan organik (kompos dan asam

humat).

Pengaruh kombinasi media tumbuh terhadap pertumbuhan diameter plantling G.

versteegii disajikan pada Gambar 29. Dari Gambar 29 dapat dilihat bahwa kombinasi

media M3F1 memberikan pertumbuhan lebih baik terhadap diameter plantling G.

versteegii dari pada media kombinasi media tumbuh lainnya, yaitu 1,73 mm, sedangkan

pertumbuhan diameter terkecil dihasilkan oleh kombinasi media M0F0 yaitu 0,63 mm.

Visualisasi pertambahan diameter plantling G. versteegii pada berbagai kombinasi media

tumbuh disajikan pada Gambar 29.

72

Gambar 29. Visualisasi pertambahan diameter plantling G. versteegii pada berbagai

kombinasi media tumbuh.

Geometri Akar

Geometri akar dihitung berdasarkan jumlah akar primer dan sekunder serta panjang

akar primer dan sekunder. Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa FMA berpengaruh

terhadap pertumbuhan jumlah akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap

jumlah akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 30.

Gambar 30. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap jumlah akar primer dan sekunder

plantling G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada

perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Berdasarkan hasil uji Duncan (Gambar 30) terlihat bahwa FMA konsorsium

memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap

jumlah akar primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan pengaruh

tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA

73

konsorsium lebih efektif meningkatkan panjang akar primer dan sekunder dibanding G.

margarita dan tanpa FMA.

Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap

pertumbuhan jumlah akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap jumlah akar

primer plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 31.

Gambar 31. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap jumlah akar primer plantling G.

versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar

FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Gambar 31 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan

pertumbuhan jumlah akar primer plantling G. Versteegii lebih baik daripada dengan media

M0, namun demikian media M1, M2 dan M3 tidak berbeda satu dan lainnya terhadap

jumlah akar primer plantling G. Versteegii karena media tersebut relatif sama

mengandung bahan organik (kompos dan asam humat). Apabila dilihat berdasarkan

kombinasi FMA dan media tumbuh maka Gambar 32 menunjukkan bahwa kombinasi

media M0F1 mengahasilkan jumlah rata-rata akar primer tertinggi 7 akar, sedangkan

kombinasi perlakuan M2F2 menghasilkan jumlah rata-rata akar primer terpendek 0,33

akar. Kombinasi media M2F1 menghasilkan jumlah rata-rata akar sekunder tertinggi 16

akar, sedangkan kombinasi perlakuan M2F2 menghasilkan jumlah rata-rata akar sekunder

terendah 0.0. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap jumlah

akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 32.

74

Gambar 32. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap jumlah akar

primer dan sekunder plantling G. versteegii

Selain jumlah akar, geometri akar juga dapat dilihat pada panjang akar primer dan

sekunder plantling G. versteegii. Panjang akar menunjukkan kemampuan tanaman

menjangkau hara disekitar risofir untuk pertumbuhan tanaman. Hasil Uji Duncan pengaruh

FMA terhadap panjang akar primer dan sekunder plantling G. versteegii disajikan pada

Gambar 33.

Gambar 33. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap panjang akar primer dan sekunder

plantling G. versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada

perbedaan antar FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Berdasarkan hasil uji Duncan terlihat bahwa FMA konsorsium memberikan

pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap panjang akar

primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan pengaruh tidak berbeda

nyata dengan F0. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA konsorsium lebih efektif

meningkatkan panjang akar primer dan sekunder dibanding G. margarita dan tanpa FMA.

Hal ini mengindikasikan inokulasi dengan inokulum konsorsium alami lebih efektif

meningkatkan pemanjangan akar primer dan sekunder. Kemampuan FMA dalam

75

meningkatkan pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh auksin yang distimulasi oleh

FMA (Karagiannidis et al, 1995).

Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap

pertumbuhan panjang akar primer. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap panjang

akar primer plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap panjang akar primer plantling G.

versteegii (Angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar

FMA yang dicobakan pada α=0,05)

Gambar 34 menunjukkan bahwa media M1, M2 dan M3 menghasilkan

pertumbuhan panjang akar lebih baik daripada media M0. Namun demikian tidak ada

perbedaan pengaruh antara M1, M2 dan M3 terhadap panjang akar plantling G. versteegii .

Gambar 35. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap panjang

akar primer dan sekunder plantling G. versteegii

76

Apabila diilihat dari kombinasi perlakuan maka panjang akar primer dan akar

sekunder terpanjang dihasilkan oleh kombinasi M2F1 akar primer terpanjang (9 cm),

sedangkan kombinasi perlakuan M2F2 memiliki akar primer terpendek (0 %). Akar

sekunder terpanjang dihasilkan oleh M1F1 (2,3 cm) dan akar sekunder terpendek

dihasilkan oleh kombinasi M0F2 dan M2F2 masing-masing 0 cm. Visualisasi panjang akar

primer dan sekunder disajikan pada Gambar 35. Secara umum FMA konsorsium

memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap panjang akar primer nyata dengan tanpa

mikoriza. Berdasarkan hasil uji Duncan (Gambar 33) terlihat bahwa FMA konsorsium

memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA terhadap

perpanjangan akar primer dan sekunder, sedangkan FMA G. margarita memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata dengan F0. Hal ini berarti bahwa inukulasi dengan FMA

konsorsium lebih efektif meningkatkan pemanjangan akar primer dan sekunder dibanding

G. margarita dan tanpa FMA. Keragaan panjang akar primer dan akar sekunder disajikan

pada Gamabr 36.

Gambar 36. Keragaan panjang akar primer (A) dan akar sekunder (B) plantling G.

versteegii

Berat Basah Pucuk dan Akar

Berat basah pucuk adalah berat segar pada saat tanaman uji dipanen caranya

dengan memisahkan antara pangkal batang dengan akar tanaman. Hasil sidik ragam

menunjukan bahwa FMA berpengaruh terhadap berat basah pucuk akar. Hasil Uji Duncan

terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 37.

A B

77

Gambar 37. Hasil Uji Duncan terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. versteegii

(angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang

dicobakan pada α=0,05)

Hasil pengujian secara statistik (Gambar 37) menunjukkan bahwa FMA

konsorsium memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita maupun tanpa

FMA terhadap berat segar akar maupun berat segar pucuk. G. margarita memberikan

pengaruh tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA

dan media tumbuh terhadap berat basah akar dan pucuk plantling G. Versteegii disajikan

pada Gambar 38. Dari Gambar 38 menunjukkan bahwa berat segar pucuk dihasilkan pada

perlakuan M2F1 (0,35 g) memiliki berat basah pucuk lebih tinggi dan berat basah pucuk

paling rendah pada perlakuan M0F2, M0F2 dan M1F2 masing-masing 0,1 g. Sedangkan

berat basah akar tertinggi dihasilkan oleh perlakuan M2F2 (0,14 g) dan berat basa akar

terendah di hasilkan oleh M0F0, M0F2, M1F0, dan M3F0 masing-masing (0,01 g).

Gambar 38. Visualisasi pengaruh kombinasi FMA dan media tumbuh terhadap berat basah

akar dan pucuk plantling G. Versteegii

78

Kekokohan plantling G. versteegii

Kekokohan plantling mengindikasikan kemampuan plantling untuk dapat tumbuh

dan berkembang pada lingkungan tumbuh tertentu. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA

terhadap kekokohan plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 39.

Gambar 39. Hasil Uji Duncan pengaruh FMA terhadap kekokohan plantling G. versteegii

(angka diikuti huruf yang sama berarti tidak ada perbedaan antar FMA yang

dicobakan pada α=0,05)

Hasil uji statistik Duncan pada Gambar 39, menunjukkan bahwa FMA

konsorsium memberikan pengaruh berbeda nyata dengan G. margarita dan tanpa FMA

terhadap nilai kekokohan plantling. Sementara itu G. margarita memberikan pengaruh

tidak berbeda nyata dengan tanpa FMA. Secara visual pemberian FMA konsorsium pada

media M3 menghasilkan bibit dari plantling G. versteegii yang lebih baik.

Dari sidik ragam (Tabel 4) diketahui bahwa media berpengaruh terhadap

kekokohan plantling G. versteegii. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap kekokohan

plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 40.

Gambar 40. Hasil Uji Duncan pengaruh media terhadap kekokohan plantling G. versteegii

79

Gambar 40 menunjukkan bahwa media M3 dan M2 menghasilkan nilai

kekokohan plantling lebih baik daripada media M0 dan M1. Namun demikian tidak ada

perbedaan pengaruh antara M3 dan M2 terhadap kekokohan plantling G. versteegii. Hal ini

disebabkan karena media M3 dan M2 mengandung hara organik relatif sama akibat

penambahan kompos dan asam humat dari lignit dalam media M3 dan M2. Visualisasi

pengaruh FMA dan media terhadap kekokohan plantling G. versteegii disajikan pada

Gambar 41.

Gambar 41. Visualisasi pengaruh FMA dan media terhadap kekokohan plantling G.

versteegii

Gambar 41 menunjukkan bahwa nilai kekokohan plantling tertinggi dicapai oleh

perlakuan M3F1 dengan nilai kekokohan plantling 4,7 dan nilai kekokohan terendah oleh

M0F0 dengan nilai kekokohan 20,50. Jika dilihat dari kombinasi media dan mikorizanya

maka kontribusi FMA konsorsium yang dikombinasikan dengan media M3 relatif

meningkatkan nilai kekokohan plantling G. versteegii dibanding G. margarita.

80

Hubungan antara kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan plantling G.

versteegii

Untuk mengetahui hubungan kolonisasi FMA dengan parameter pertumbuhan pada

tanaman dilakukan uji korelasi Pearson pada taraf 1% (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil analisis korelasi antara kolonisasi FMA dengan beberapa parameter

pertumbuhan plantling G. versteegii

Korelasi

Nilai Kofisien

Korelasi (r)

Kriteria

hubungan

Persentase kolonisasi dengan Diameter 0.47 Sedang

Persentase kolonisasi dengan Tinggi 0.60 Sedang

Persentase kolonisasi Jumlah Akar Primer 0.30 Lemah

Persentase kolonisasi Jumlah Akar Sekunder 0.26 Lemah

Persentase kolonisasi Panjang Akar Primer 0.45 Sedang

Persentase kolonisasi Panjang Akar Sekunder 0.22 Lemah

Persentase kolonisasi Berat Basah Pucuk 0.17 Lemah

Persentase kolonisasi Berat Basah Akar 0.26 Lemah

Persentase kolonisasi kekokohan plantling 0.50 sedang

Persentase kolonisasi Hidup Planting 0.14 Lemah

Analisis hubungan antara kolonisasi dengan berbagai parameter pertumbuhan

plantling G. versteegii (Tabel 5). Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa hubungan antara

kolonisasi FMA dengan parameter diameter semai, tinggi semai, panjang akar primer,

kekokohan plantling merupakan hubungan yang sedang. Sedangkan hubungan kolonisasi

FMA dengan parameter jumlah akar primer, jumlah akar sekunder, panjang akar sekunder,

berat basah pucuk, berat basah akar, persentase hidup plantling merupakan hubungan yang

lemah.

Serapan Hara Makro N, P dan K

Analisis hara N, P dan K pada jaringan tanaman plantling G. versteegii dilakukan

untuk mengetahui kandungan unsur hara makro N, P dan K dalam jaringan tanaman yang

diserap dari media tumbuh. Hasil analisis serapan hara makro N, P dan K pada jaringan

tanaman plantling G. versteegii disajikan pada Gambar 42, 43 dan 44.

81

Gambar 42. Hasil analisis serapan hara makro N pada jaringan tanaman plantling G.

versteegii

Gambar 43. Hasil analisis serapan hara makro P pada jaringan tanaman plantling G.

versteegii

Gambar 44. Hasil analisis serapan hara makro K pada jaringan tanaman plantling G.

versteegii

Gambar 42, 43 dan 44 menunjukkan bahwa serapan hara makro N tertinggi pada

jaringan tanaman plantling G. versteegii oleh kombinasi perlakuan M2F1 (N= 1,38 %,

P=0,13 %; dan K= 0,71%) dan serapan hara makro N terendah adalah M0F0 (0,17 %),

serapan hara makro P terendah adalah M0F0 (0,03%) dan serapan hara K terendah adalah

M0F0 (0,13%). Hal ini berarti serapan hara N, P dan K lebih dipengaruhi oleh FMA.

82

Secara umum pemberian inokulasi FMA meningkatkan penyerapan hara makro terutama

N, P dan K pada jaringan tanaman plantling G. versteegii.

Indeks mutu bibit

Kualitas bibit tanaman dicirikan dengan perakaran dan pertumbuhan yang baik

sehingga apabila bibit-bibit tersebut dipindahkan dari persemaian ke lapangan dapat

tumbuh dan berkembang menjadi bibit yang mampu bertahan hidup pada kondisi lapang.

Kemampuan daya tahan hidup ini dapat diukur dengan indek mutu bibit (IMB). Indeks

mutu bibit dihitung menggunakan teknik skoring terhadap parameter tinggi, diameter dan

kekekohan plantling G. versteegii. Nilai hasil kualitas indeks mutu bibit plantling G.

versteegii menggunakan system skoring disajikan pada Lampiran 20, 21 dan 22. Dari

Lampiran 20 dan 21 menunjukkan bahwa berdasarkan nilai rata-rata tinggi dan diameter

maka indeks mutu bibit tertinggi adalah M2F1, M3F2 dan M3F1, sedangkan indeks mutu

bibit terendah adalah M0F0. Tingginya kualitas bibit plantling G. versteegii pada

kombinasi media M2F1, M3F2 dan M3F1 disebabkan karena adanya penyerapan hara

yang lebih baik dari FMA konsorsium maupun G. margarita serta tingginya kandungan

bahan organik pada media ini akibat diperkaya dengan bahan organik menggunakan

kompos dan batubara. Apabila dilihat berdasarkan nilai kekokohan bibit (Lampiran 22)

menunjukkan bahwa indeks mutu bibit tertinggi adalah M3F1 sedangkan indeks mutu bibit

terendah adalah M0F0, M0F2 dan M1F0. Secara visual tingginya kualitas bibit plantling

G. versteegii pada kombinasi media M3F1 disebabkan karena adanya pertambahan

pertumbuhan tinggi dan diameter plantling G. versteegiii oleh FMA konsorsium pada

media yang diperkaya kompos, batubara muda dan arang sekam.