handbook modul pendapatan daerah

Upload: syamsul-hidayat

Post on 15-Feb-2018

450 views

Category:

Documents


45 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    1/315

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    2/315

    Materi Pelatihan

    PENDAPATAN DAERAH

    KURSUS KEUANGAN DAERAH

    Edisi Tahun 2014

    Kementerian Keuangan Republik IndonesiaDirektorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    3/315

    Materi Pelatihan PENDAPATAN DAERAHKursus Keuangan Daerah

    Pengarah Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah DJPK

    Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK

    Direktur Dana Perimbangan DJPK

    Editor: Dr. Hefrizal Handra

    Dr. Syarifuddin Saillelah

    Kontributor: Kepala Sub Direktorat Investasi dan Kapasitas Daerah Dit PKD Kepala Sub Direktorat Sinkronisasi dan Dukungan Teknis PDRD Dit PDRD

    Kepala Sub Direktorat DAU, Dit Dana Perimbangan

    Niniek L. Gyat (Universitas Indonesia)

    Djaka Waluya (Universitas Gajah Mada)

    Sri Maryati (Universitas Andalas)

    Atim Djazuli (Universitas Brawijaya)

    Fatmawati (Universitas Hasanuddin)

    Lidia Mawikere (Universitas Sam Ratulangi)

    Andi Prasetiawan Hamzah (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara)

    Sanusi Fattah (Tim QA)

    Izzuddin (Tim QA)

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia

    Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

    Didukung oleh:

    Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH

    Decentralisation as Contribution to Good Governance (DeCGG) Program

    Fiscal Decentralisation Component

    Jakarta 2013

    IIIMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    4/315

    Kata Sambutan

    Kapasitas sumber daya manusia yang handal di seluruh pemerintah daerah merupakan salah satukunci sukses pengelolaan keuangan daerah yang effisien, transparan, dan akuntabel. Dalam rangkameningkatkan kompetensi dan pemahaman para aparat pengelolaan keuangan Daerah dari seluruh

    Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) - KementerianKeuangan sejak tahun 1981/1982 telah menyelenggarakan Kursus Keuangan Daerah (KKD). Sementaraitu, kegiatan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daereah (KKDK)diselenggarakan sejak tahun 2007. Dalam pelaksanaannya, KKD dan KKDK dikerjasamakan dengan7 perguruan tinggi negeri (yang selanjutnya dikenal dengan sebutan center of knowledge/center),yaitu: Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Andalas (Unan), Univeristas

    Hasanuddin (Unhas), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), dan Sekolah TinggiAkuntansi Negara (STAN).

    Pelaksanaan KKD-KKDK terus mengalami penyempurnaan dan updating terutama terkait dengankurikulum, satuan acara pembelajaran (SAP), dan modul. Untuk pertama kali, pada tahun 2012, modul-

    modul kegiatan KKD-KKDK diseragamkan agar setiap lulusan mempunyai pemahaman yang sama atasmateri yang diajarkan. Perbaikan kualitas pelaksanaan KKD-KKDK terus dilanjutkan dan pada tahun 2013,DJPK mendapat dukungan dari GIZ untuk melakukan standarisasi Modul KKD-KKDK sehingga modul-modul tersebut diharapkan dapat memenuhi standar modul internasional. Standarisasi modul inimenghasilkan dua produk utama, yaitu: (i) Materi Pelatihan (handbook) ; dan (ii) Panduan Bagi Pelatih

    (trainer guideline) untuk 6 (enam) jenis pelatihan, yaitu Perencanaan Penganggaran, Pendapatan Daerah,Belanja Daerah, Barang Milik Daerah, Penatausahaan Perbendaharaan Daerah dan Akuntansi KeuanganPemerintah Daerah.

    Kami mengucapkan terima kasih kepada GIZ yang telah mendukung pelaksanaan standarisasi materi

    pelatihan dan panduan bagi pelatih ini sehingga memudahkan bagi para pelatih untuk melaksanakan

    pelatihan sehingga output dari hasil pelatihan ini memiliki standar yang berkualitas tinggi. Kamimenyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para penyusun modul, pimpinan danpengurus center penyelenggara kegiatan KKD-KKDK serta seluruh pihak yang terlibat dalam prosespenyusunan standarisasi materi pelatihan KKD-KKDK ini.

    Diharapkan dengan kehadiran modul yang telah distandarisasi ini akan menjadikan kualitas daripelaksanaan pelatihan KKD-KKDK terjaga dengan baik dan juga memudahkan para pelatih danpenyelenggara dalam melaksanakan pelatihan KKD-KKDK. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaanpelatihan KKD-KKDK dapat berkontribusi pada perbaikan pengelolaan keuangan daerah.

    Jakarta, Maret 2014

    Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah

    Adriansyah

    IVMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    5/315

    Daftar Isi

    Kata Sambutan IV

    Abstraksi IX

    Latar Belakang XTujuan Instruksional Umum XI

    Metode Pembelajaran XI

    TOPIK 1 HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH 1

    1. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH 3

    1.1. Hubungan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintahan 3

    1.2. Hubungan Keuangan antar Tingkat Pemerintahan 8

    1.3. APBN DAN APBD 11

    1.4. Dana Dekonstrasi, Tugas Pembantuan, dan Dana Urusan Bersama 16

    1.5. Soal Latihan 22TOPIK 2 PENGANTAR PENDAPATAN DAERAH 23

    2. Pengantar Pendapatan Daerah 25

    2.1. Pengertian Pendapatan Daerah 25

    2.2. Pengertian Pendapatan Asli Daerah 25

    2.3. Sumber-Sumber PAD 29

    2.4. Dasar Hukum PAD 30

    2.5. Pengertian Dana Perimbangan 30

    2.6. Pengertian Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 31

    2.7 Soal Latihan 31

    TOPIK 3 PENGANTAR PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 32

    3. Pengantar Pajak dan Retribusi Daerah 34

    3.1. Arti Penting PAD dalam Perekonomian Daerah 34

    3.2. Soal Latihan 37

    TOPIK 4 PAJAK DAERAH 38

    4. PAJAK DAERAH 40

    4.1. Pengertian dan Fungsi Pajak Daerah 40

    4.2. Prinsip-Prinsip Pajak Daerah 42

    4.3. Kriteria Pajak Daerah 43

    4.4. Kriteria Memilih Pajak Daerah 45

    4.5. Jenis-Jenis Pajak Daerah 47

    4.6. Masalah-Masalah dalam Penerapan Pajak Daerah 48

    4.7. Isu-Isu Terkini Pajak Daerah 51

    4.8. Soal Latihan 54

    VMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    6/315

    TOPIK 5 PENGELOLAAN PBB-P2 55

    5. Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 57

    5.1. Latar Belakang 57

    5.2. PBB-P2 Sebagai Pajak Pusat 58

    5.3. PBB-P2 Sebagai Pajak Daerah 62

    5.4. Fungsi dan Pelaksanaan PBB-P2 62

    5.5. Langkah-Langkah Optimalisasi PBB-P2 63

    5.6. Masalah-Masalah dalam Pemungutan PBB-P2 65

    5.7. Soal Latihan 65

    TOPIK 6 RETRIBUSI DAERAH 66

    6. Retribusi Daerah 68

    6.1. Pengertian dan Fungsi Retribusi Daerah 68

    6.2. Jenis-Jenis Retribusi Daerah 68

    6.3. Prinsip dan Tarif Retribusi Daerah 73

    6.4. Masalah-Masalah dalam Penerapan Retribusi Daerah 77

    6.5. Soal Latihan 78

    TOPIK 7 PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF PAJAK DAERAH 79

    7. Proyeksi Potensi dan Penentuan Tarif Pajak Daerah 81

    7.1. Menaksir Pertumbuhan dengan Teknik Ekstrapolasi 81

    7.2. Teori dan Latihan Menghitung Potensi Pajak Daerah 85

    TOPIK 8 PROYEKSI POTENSI DAN PENENTUAN TARIF RETRIBUSI DAERAH 95

    8. Proyeksi Potensi dan Penetuan Tarif Retribusi Daerah 97

    8.1. Teori dan Latihan Menghitung Potensi Retribusi Daerah 97

    8.2. Soal Latihan 106

    TOPIK 9 HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN YANG DIPISAHKAN DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAHYANG SAH

    107

    9. Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 109

    9.1. Konsep Dasar LPADS 109

    9.2. Jenis dan Sumber LPADS 110

    9.3. Dasar Hukum LPADS 114

    9.4. Optimalisasi LPADS 115

    9.5. Isu-Isu Terkini tentang LPADS 115

    9.6. Soal Latihan 115

    TOPIK 10 SISTEM DAN PROSEDUR ADMINISTRASI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH 116

    10. Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 118

    10.1. Ruang Lingkup Sistem dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah 118

    10.2. Maksud dan Tujuan 118

    10.3. Sistem dan Prosedur Pengelolaan Pajak Daerah 119

    VIMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    7/315

    10.4. Soal Latihan 142

    TOPIK 11 LATIHAN PROSES PENYUSUNAN PERDA TENTANG PDRD 143

    11. Latihan Proses Penyusunan Perda tentang PDRD 145

    11.1. Proses Penyusunan Peraturan Daerah PDRD 145

    11.2. Pengawasan Penyusunan Peraturan Daerah tentang PDRD 146

    11.3. Soal Latihan 149

    TOPIK 12 STUDI KASUS OPTIMALISASI PAD 150

    12. Studi Kasus Optimalisasi PAD 152

    12.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 152

    12.2. Penutup 171

    12.3. Analisa 172

    12.4. Soal Latihan 174

    TOPIK 13 KONSEP, PERANAN, DAN KEBIJAKAN DANA TRANSFER KE DAERAH 175

    13. Konsep, Peranan, dan Kebijakan Dana Transfer ke Daerah 177

    13.1. Konsep dan Peranan Dana Transfer di Indonesia 177

    13.2. Jenis-Jenis Dana Transfer di Indonesia 178

    13.3. Tujuan Dana Transfer 179

    13.4. Soal Latihan 180

    TOPIK 14 BAGI HASIL PAJAK 181

    14. Bagi Hasil Pajak 183

    14.1. Pengertian dan Dasar Hukum Dana Bagi Hasil 183

    14.2. Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3) 185

    14.3. Bagi Hasil Pajak Penghasilan (DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) 18814.4. Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBH CHT) 190

    14.5. Soal Latihan 191

    TOPIK 15 BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM (SDA) 192

    15. Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) 194

    15.1. Pengertian dan Filosofi DBH SDA 194

    15.2. Dasar Hukum dan Dasar Perhitungan DBH SDA 196

    15.3. Formula Alokasi DBH SDA 197

    15.4. Penetapan Alokasi DBH SDA 210

    15.5. Penyaluran DBH SDA 21115.6. Soal Latihan 212

    TOPIK 16 DANA ALOKASI UMUM (DAU) 213

    16. DANA ALOKASI UMUM (DAU) 215

    16.1. Konsep Dasar, Tujuan dan Fungsi DAU 215

    16.2. Formula DAU (Alokasi Dasar dan Fiscal Gap) 218

    17. ANALISIS PERAN DAU DALAM PEMERATAAN FISKAL ANTAR DAERAH 222

    VIIMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    8/315

    16.3. Analisis Ketergantungan Pendapatan Daerah terhadap DAU 224

    16.4. Permasalahan DAU dan Insentif Pemekaran 225

    16.5. Isu-Isu Berkaitan dengan DAU (Perubahan Formula, Daerah dengan DAU Nol atau Minus, Luas WilayahLaut dan lain lain)

    227

    16.6. Soal Latihan 228

    TOPIK 17 DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) 229

    17. DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) 231

    17.1. Konsep Dasar, Tujuan, dan Fungsi DAK 231

    17.2. Kriteria DAK 234

    17.3. Mekanisme Penyaluran DAK 239

    17.4. Isu-Isu tentang DAK 241

    17.5. Soal Latihan 244

    TOPIK 18 DANA TRANSFER LAINNYA (DANA OTSUS DAN DANA PENYESUAIAN, BOS, DID, TPG, DAN TAMSILGURU)

    245

    18. DANA TRANSFER LAINNYA (DANA OTSUS DAN DANA PENYESUAIAN, BOS, DID, TPG, DAN TAMSIL GURU) 24718.1. Konsep dan Fungsi 247

    18.2. Isu-Isu Terbaru tentang Dana Transfer Lainnya 254

    18.3. Soal Latihan 255

    TOPIK 19 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 256

    19. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH (LPDS) 258

    19.1. Konsep, Jenis, dan Sumber Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 258

    19.2. Bagi Hasil Pajak Provinsi 260

    19.3. Pendapatan Hibah 261

    19.4. Dasar Hukum, Optimalisasi, dan Isu Terkini tentang Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah 264

    19.5. Soal Latihan 265

    TOPIK 20 SISTIM DAN PROSEDUR DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH 266

    20. SISTIM DAN PROSEDUR DAN PENATAUSAHAAN PENDAPATAN DAERAH 268

    20.1. Azas Umum Penatausahaan Keuangan Daerah 268

    20.2. Sisdur dan Penatausahaan 268

    20.3. Soal Latihan 287

    TOPIK 21 STUDI KASUS PENDAPATAN ASLI DAERAH 288

    21. STUDI KASUS PENDAPATAN ASLI DAERAH 290

    21.1. Upaya Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Melalui Sektor Wisata di Kabupaten Kuningan 290

    21.2. Soal Latihan 302

    VIIIMATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    9/315

    PENDAHULUAN

    A. Abstraksi

    Secara keseluruhan, modul ini membahas mengenai konsep, struktur, dan aspek teknis pendapatan

    daerah, serta kaitannya terhadap perekonomian daerah pada umumnya. Modul ini terdiri dari 8 Bab yang

    kemudian terbagi kepada 21 topik. Pada setiap topik terdapat pedoman untuk mempelajari topik. Pada

    bagian akhir masing-masing topik terdapat soal-soal latihan yang ditujukan untuk mengetahui tingkat

    penyerapan dan pemahaman peserta terhadap materi pelatihan, sebagai feedback untuk perbaikan

    pembelajaran selanjutnya.

    Modul dimulai dengan pendahuluan pada bab pertama. Bab ini berisikan abstraksi, latar belakang, tujuaninstruksional umum, serta metode pembelajaran yang diterapkan dalam pelatihan, yang dimaksudkan

    sebagai pengantar menuju pembelajaran materi modul selengkapnya. Bab kedua, membahas secara

    ringkas hubungan antara pusat dan daerah, meliputi hubungan kewenangan antar tingkat pemerintah,

    hubungan keuangan antar tingkat pemerintah, struktur dan hubungan antara APBN (Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), serta dana

    dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan dana urusan bersama. Bab kedua adalah topik yang berdiri sendiri.

    Pengertian-pengertian dasar berkaitan dengan pendapatan daerah, dibahas dalam bab ketiga, sebagai

    bekal untuk memahami dengan lebih baik materi pelatihan pada bab-bab selanjutnya. Pembahasanmencakup pengertian tentang pendapatan daerah, pendapatan asli daerah (PAD), dana transfer, serta

    lain-lain pendapatan daerah yang sah. Seperti halnya bab 2, bab 3 ini adalah topik yang berdiri sendiri.

    Proporsi terbesar materi dalam modul ini adalah tentang pendapatan asli daerah (PAD), yang dibahas

    dalam bab keempat. Bab ini dimulai dengan pengantar dan isu terkini tentang pajak daerah dan retribusi

    daerah. Pokok-pokok bahasan selanjutnya adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah, hasil

    pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, serta sistem dan

    prosedur administrasi pajak daerah dan retribusi daerah. Pengelolaan PBB-P2 dijadikan pokok bahasan

    tersendiri oleh karena dalam prakteknya masih banyak daerah yang belum optimal melaksanakannya.

    Pembahasan diakhiri dengan studi kasus proses penyusunan peraturan daerah tentang PDRD dan studi

    kasus optimalisasi PAD. Bab ini terdiri dari 12 topik

    Bab kelima, membahas tentang dana transfer. Bab ini dimulai dengan topik konsep, serta peranan dan

    kebijakan dana transfer ke daerah, lalu dilanjutkan dengan topik bagi hasil pajak pusat, bagi hasil sumber

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganIX

    Pendahuluan dan Latar Belakang

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    10/315

    daya alam, dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), serta dana transfer lainnya. Lain-lain

    pendapatan daerah yang sah (LPDS), merupakan pokok bahasan dalam bab ke enam modul ini. Pokok

    bahasan tersebut mencakup konsep dasar jenis sumber dasar hukum dan optimalisasi LPDS, bagi

    hasil pajak provinsi, hibah, dan isu-isu terkini tentang LPDS.

    Selanjutnya, untuk melengkapi pemahaman tentang aspek teknis berkaitan dengan pendapatan daerah,

    dalam bab ketujuh modul ini dibahas tentang sistem dan prosedur serta penatausahaan pendapatan

    daerah sebagai sebuah bunga rampai. Bab terakhir, yaitu bab ke delapan, membahas studi kasus

    pendapatan daerah. Setelah pengantar, materi dilanjutkan dengan contoh kasus pendapatan daerah,

    dan diakhiri dengan diskusi solusi permasalahan optimalisasi pendapatan daerah.

    B. Latar Belakang

    Sistem sentralisasi yang diterapkan secara konsisten dan cukup ketat selama lebih dari tiga dasa warsa

    oleh pemerintahan Orde Baru, dirasakan oleh masyarakat sebagai belenggu yang menghambat gerak

    menuju kemajuan daerah. Tuntutan diberlakukannya desentralisasi semakin memperoleh tempatnya

    ketika pada akhirnya terjadi gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998. Berlandaskan Undang-

    Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun

    1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah serta berbagai peraturan yang

    mengikutinya, otonomi daerah dan desentralisasi mulai diterapkan di Indonesia.

    Sejak saat itu terjadi pemberian kewenangan yang semakin luas kepada daerah untuk memberdayakandiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber pendanaan yang dimiliki. Perubahan tersebut

    menuntut kualitas pelayanan publik yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan kepentingan

    masyarakat, tuntutan terhadap peningkatan kemampuan pendanaan daerah khususnya melalui

    peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), serta terciptanya good governance yang bertumpu pada

    kualitas, integritas, dan kompetensi aparatur pemerintah daerah.

    Malangnya, reformasi yang berujung kepada perubahan dari sistem sentraliasi ke sistem desentraliasi

    dengan konsekuensi logis pemberian kewenangan yang semakin luas kepada daerah tersebut, terjadi

    tak seiring benar dengan kesiapan aparatur pemerintah untuk melaksanakannya secara optimal. Aparatur

    pemerintah daerah yang selama masa sentralisasi lebih berperan sebagai pembelanja sehingga relatif

    pasif dan lebih berfungsi sebagai spesialis, setelah diberlakukannya desentralisasi dituntut untuk berperan

    sebagai aktor penting yang harus aktif dan lebih berfungsi sebagai generalis. Peningkatan pengetahuan,

    pemahaman, dan penguasaan konsep serta aspek teknis maupun yuridis berkaitan dengan pengelolaan

    keuangan daerah, menjadi syarat yang diperlukan (necesarry condition)sekaligus syarat yang mencukupi

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganX

    Pendahuluan dan Latar Belakang

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    11/315

    (sufficient condition)agar aparatur pemerintah dapat menjalankan peran dan fungsi baru tersebut dengan

    sebaik-baiknya.

    Salah satu aspek yang amat penting jika tidak boleh dikatakan dominan - dalam pengetahuan,

    pemahaman, dan penguasaan konsep maupun aspek teknis pengelolaan keuangan daerah, adalah

    pengetahuan, pemahaman, dan penguasaan konsep maupun aspek teknis berkaitan dengan pendapatan

    daerah. Sebab, pendapatan daerah memang menduduki posisi sentral. Apabila proses dan kegiatan

    pembangunan di daerah boleh dianalogikan sebagai gerak faali manusia, pendapatan daerah adalah

    darah. Darah inilah yang menyediakan, mengalokasikan, dan mendistribusikan energi ke masing-masing

    unsur faali yang bergerak. Dengan alokasi dan distribusi energi itulah unsur-unsur faali mampu bersinergi

    agar tubuh dapat bergerak mengarah pada sasaran yang hendak dituju.

    Dengan latar belakang pemikiran tersebut di atas, dilaksanakanlah pelatihan dengan materi pendapatan

    daerah, sebagai bagian dari Kursus Keuangan Daerah (KKD) bagi aparatur pemerintah. Pelatihan tersebutmerupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas aparatur pemerintah agar mampu

    melaksanakan tugas pokok dan fungsinya di bidang keuangan daerah secara optimal.

    C. Tujuan Instruksional Umum

    Setelah mengikuti dengan aktif dan lulus dari pelatihan ini, peserta dapat mengetahui, memahami,

    dan menguasai konsep, struktur, dan aspek teknis berkaitan dengan pendapatan daerah dan kaitannya

    terhadap perekonomian daerah.

    D. Metode Pembelajaran

    Setidaknya ada 5 metode pembelajaran utama yang dapat digunakan dalam penyampaian materi

    pendapatan daerah dalam latihan ini, yakni:

    1) Ceramah,yaitu penyampaian materi latihan secara oral oleh pengajar atau instruktur, digunakan

    terutama untuk konsep, teori, atau pengertian yang umumnya diberikan secara satu arah. Alat

    bantu yang sering digunakan dalam ceramah adalah slide atau power point yang berisi pokok-

    pokok materi ajar.

    2) Metode atau pendekatan partisipatif(participatory method atau participative approach),yaitu mengajak

    peserta pelatihan untuk terlibat aktif memberikan kontribusi dalam kegiatan pelatihan baik secara

    individu maupun berkelompok. Digunakan terutama untuk curah pendapat, investigasi pengetahuan

    dasar, berbagi pengalaman praktis (best practice sharing), koleksi isu-isu terkini, dan tanya-jawab.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganXI

    Pendahuluan dan Latar Belakang

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    12/315

    3) Diskusi, yaitu pembahasan atau pencarian solusi bersama secara terpandu terhadap suatu bagian

    materi, isu, atau kasus, dengan penekanan kepada pendapat dan argumentasi.

    4) Presentasi,yaitu penyampaian secara visual dan oral hasil diskusi, penugasan, atau kerja kelompok.

    Dalam kegiatan presentasi, diberikan kepada kelas kesempatan untuk menyampaikan tambahan

    informasi, saran, kritik, mapun sanggahan, sebagai pelengkap, pengkaya, dan peningkat penguasaan

    materi.

    5) Latihan atau praktek, yaitu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan aspek teknis materi pelatihan

    dengan menggunakan instrumen yang sesuai. Termasuk dalam teknik pembelajaran ini adalah

    observasi dan koleksi data pada obyek tertentu yang relevan dengan materi pelatihan.

    Pendahuluan dan Latar Belakang

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan KeuanganXII

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    13/315

    HUBUNGAN

    PUSAT DAN DAERAH

    TOPIK 1

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    14/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Deskripsi:Topik ini menjelaskan hubungan antar tingkat pemerintahan, hubungan keuangan

    antar tingkat pemerintahan, serta hubungan antara APBN dan APBD.

    Sub Topik

    Hubungan KewenanganAntar Tingkat Pemerintah

    Kata Kunci

    Negara Kesatuan, Desentralisasi, Dekonsentrasi, TugasPembantuan

    Hubungan Keuangan AntarTingkat Pemerintah

    Pendelegasian Kewenangan pendapatan, kesenjangan vertikaldan horizontal, Bagan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

    APBN dan APBD Struktur APBN, Struktur APBD, Keterkaitan APBN dan APBD,Anggaran pembiayaan

    Dana Dekonsentrasi danDana Tugas Pembantuan

    Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan

    Referensi:

    1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    2. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

    Pemerintahan Daerah

    4. UU No. 12/2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004.

    5. Rondinelli, Denis, 'What is Decentralization? in Decentralization Briefing Notes, World

    Bank Institute, available in http:/www.worldbank.org/.

    6. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah,

    Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal di Indonesia, berbagai tahun, dapat di download dari

    http://www.djpk.depkeu.go.id/

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan2

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    15/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    1. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH

    1.1. Hubungan Kewenangan Antar Tingkat Pemerintahan

    Dalam suatu negara, hubungan kewenangan antar tingkat pemerintahan sangatlah penting. Hubungan

    tersebut menentukan oleh siapa dan bagaimana pengaturan kehidupan serta upaya-upaya pemenuhan

    kewajiban maupun hak masyarakat di negara bersangkutan diselenggarakan. Pengaturan kewenangan

    yang jelas, akan menghindarkan tumpang tindih hak dan tanggung jawab, serta menghindarkan

    terabaikannya suatu urusan. Kejelasan pengaturan kewenangan, juga akan mengefisienkan biaya

    penyelenggaraan kehidupan bernegara.

    Bentuk Negara dan Kewenangan Antar Tingkat PemerintahanBentuk negara akan menentukan bagaimana kewenangan antar tingkat pemerintahan dalam negara

    tersebut diatur. Dua bentuk negara yang terpenting di dunia sekarang ini adalah negara federal atau

    negara serikat (The Federal State),dan negara kesatuan (The Unitary State).

    Negara federal, umumnya terbentuk dari bergabungnya negara-negara yang berdaulat. Oleh sebab

    itu, setiap negara bagian/provinsi juga merupakan wilayah yang berdaulat. Negara bagianlah yang

    berwenang mengatur peri kehidupan secara internal. Masing-masing negara bagian biasanya memiliki

    sistem hukum sendiri. Negara bagian berhak membuat undang-undang negara yang berlaku di negara

    bagian tersebut, termasuk undang-undang tentang pemerintah daerah. Sebagai konsekuensinya,pemerintah daerah merupakan bentukan pemerintah negara bagian, bukan bentukan pemerintah

    federal. Sistem pemerintahan daerah juga dapat berbeda antara satu negara bagian dengan negara

    bagian yang lain, karena setiap negara bagian berhak menentukan sistemnya sendiri. Contoh negara

    federal adalah: Australia, Canada, Jerman, USA.

    Di negara kesatuan, kedaulatan pada dasarnya ada di pemerintah pusat. Provinsi dan daerah adalah

    bentukan pusat. Pusat dapat memilih untuk melakukan desentralisasi ataupun sentralisasi. Jumlah provinsi

    dan daerah dalam negara kesatuan ditentukan oleh pusat, sehingga penggabungan dan pemekaran

    provinsi atau daerah dapat terjadi. Contoh negara kesatuan adalah: Belanda, China, Indonesia, Inggris,

    Jepang, Thailand.

    Meskipun demikian, di negara kesatuan tetap dimungkinkan adanya sistem pemerintahan daerah yang

    berbeda dari satu wilayah ke wilayah yang lain (desentralisasi asimetrik). Di Inggris, sistem pemerintahan

    daerah di wilayah England berbeda dengan sistem pemerintahan daerah di Scotland ataupun Wales. Di

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan3

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    16/315

    Indonesia, sistem pemerintahan daerah di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Aceh,

    dan Daerah Istimewa Yogyakarta, berbeda dengan sistem pemerintahan daerah lainnya.

    Bentuk Hubungan Kewenangan Antara Pusat dan Daerah

    Ada 4 jenis bentuk hubungan kewenangan antara pusat dan daerah, yakni:1) Devolusi.

    2) Desentralisasi.

    3) Dekonsentrasi (Desentralisasi Administrasi).

    4) Tugas Pembantuan.

    Di Indonesia, yang dikenal hanya tiga dari empat istilah di atas. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-

    Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU 32 Tahun 2004) tentang Pemerintahan Daerah:

    1) Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah

    otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara KesatuanRepublik Indonesia.

    2) Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur

    sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.

    3) Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari

    pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota

    kepada desa, untuk melaksanakan tugas tertentu.

    Secara teoretis, devolusi atau desentralisasi politik dimaknai sebagai pemberian kewenangan dalam

    membuat keputusan dan pengawasan tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepadabadan-badan pemerintah regional dan lokal atau lembaga politik di daerah. Pemberian wewenang ini

    dimaksudkan untuk memberdayakan kemampuan lokal (empowerment local capacity).

    Sebagai perbandingan terhadap definisi pada UU No. 32 Tahun 2004, Rondinelli mengklasifikasikan

    bentuk hubungan antar pemerintahan, sebagai berikut:

    1) Deconsentration (dekonsentrasi),yaitu penyelenggaraan urusan pemerintah pusat kepada daerah

    melalui wakil perangkat pusat yang ada di daerah. Pelaksanaan dekonsentrasi dapat dilakukan

    melalui dua bentuk yaitu field administrationdan local administration. Seterusnya local administration

    dapat dilaksanakan secara integrateddan unintegrated.

    2) Delegation to semi-outonomous and parastatal organizations, adalah suatu pelimpahan kewenangan

    dalam pembuatan keputusan dan manajerial dalam melaksanakan tugas-tugas khusus kepada suatu

    organisasi yang tidak langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.

    3) Devolution to local government(devolusi), yaitu penjelmaan dari desentralisasi dalam arti luas, yang

    berakibat bahwa pemerintah pusat harus membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan4

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    17/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    pusat, dengan menyerahkan fungsi dan kewenangan untuk dilaksanakan secara sendiri atau

    disebut dengan desentralisasi teritorial.

    4) Delegation to non-government institutions, yaitu penyerahan atau transfer fungsi dari pemerintah

    kepada organisasi/institusi non pemerintah. Dengan sebutan lain sebagai privatisasi, yaitu suatu

    bentuk pemberian wewenang dari pemerintah kepada badan-badan sukarela, swasta, LSM/NGOs,

    tetapi juga merupakan penyatuan badan-badan milik pemerintah yang kemudian di swastakan,

    seperti BUMN dan BUMD dilebur menjadi Perseroan Terbatas (PT).

    Di Indonesia, pembentukan pemerintahan otonom terkadang tidak disertai dengan pembentukan

    institusi dan kewenangan yang jelas. Belajar dari berbagai literatur terkait otonomi, sebuah organisasi

    pemerintahan yang otonom paling tidak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

    1) Organisasi yang legal.

    2) Memiliki kewenangan dan fungsi yang jelas.

    3) Paling sedikit mempunyai lembaga eksekutif dan lembaga perwakilan konstituen.

    4) Memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan pegawainya sendiri.5) Memiliki budget (anggaran) sendiri.

    6) Akuntabilitas ke konstituen dan peraturan perundang-undangan.

    Praktek Desentralisasi di Indonesia

    Indonesia adalah negara kesatuan, yang dibentuk setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dengan

    berlandaskan kepada pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur mengenai bentuk negara

    Indonesia. Dalam kaitannya dengan desentralisasi, Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengatur secara

    rinci mengenai penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan

    bahwa aturan yang lebih khusus mengenai pemerintah daerah dan kekuasaannya akan ditetapkandengan Undang-Undang.

    Sejak masa kemerdekaan, ada enam undang-undang (UU) dan satu Instruksi Presiden (Inpres) tentang

    aspek politik dan administrasi pemerintah daerah, yakni UU No. 1 Tahun 1945, UU No. 22 Tahun 1948, UU

    No. 1 Tahun 1957, Instruksi Presiden No. 6 Tahun 1959, UU No. 18 Tahun 1965, UU No. 5 Tahun 1974, UU No.

    22 Tahun 1999, dan UU No. 32 Tahun 2004. Tiap-tiap undang-undang tersebut memberikan pendekatan

    yang berbeda untuk sistem desentralisasi. Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri, pada bulan

    Mei 2013, di Indonesia terdapat 34 provinsi, 407 kabupaten, dan 99 kota. Setiap tingkatan pemerintahan

    daerah, diberi tanggung jawab tertentu.

    Provinsi di Indonesia memiliki fungsi yang terbatas. Wewenang utama pemerintah provinsi adalah dalam

    hal yang berkaitan dengan urusan dan layanan multi-jurisdiksi atau lintas daerah/regional. Provinsi juga

    menjalankan fungsi lokal yang tidak dapat dijalankan oleh pemerintah kabupaten/kota karena keterbatasan

    sumber daya. Termasuk didalamnya adalah fungsi perencanaan makro regional, pengembangan dan

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan5

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    18/315

    penelitian sumber daya manusia, pengelolaan pelabuhan regional, perlindungan lingkungan hidup,

    perdagangan dan promosi pariwisata, pengendalian/karantina hama; dan perencanaan tata ruang.

    Namun, hampir semua fungsi berkenaan dengan pelayanan publik lokal ditangani oleh kabupaten/kota.

    Pemerintah kabupaten/kota memiliki tanggung jawab keuangan untuk sekurang-kurangnya empat

    belas urusan pemerintahan dan layanan lokal, seperti: pekerjaan umum lokal, layanan kesehatan dasar,

    layanan pendidikan primer dan sekunder dan budaya, lingkungan setempat, pertanahan, koperasi dan

    tenaga kerja, dan lain-lain. Tanggung jawab tersebut meliputi kegiatan, seperti perencanaan, penerapan

    pembiayaan, monitoring dan evaluasi, dan pemeliharaan.

    Secara umum, konsep otonomi menurut UU No. 32 Tahun 2004 dapat diuraikan sebagai berikut:

    1) General competency untuk kabupaten/kota (kewenangan selain kewenangan Pemerintah dan

    provinsi).

    2) Terjadi pembagian kewenangan antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintahdaerah kabupaten/kota.

    3) Berlaku prinsip subsidiarity (concurrent), yaitu kewenangan di setiap bidang dan dapat dibagi antar

    tingkatan pemerintahan.

    4) Kewenangan sebuah kota besar akan berbeda dengan kewenangan sebuah kota kecil. Kota besar

    dapat saja memiliki kewenangan pilihan yang jauh lebih banyak dibanding kota kecil. Kabupaten

    dapat memiliki kewenangan yang berbeda dengan kota.

    5) Otonomi terbatas di provinsi (kewenangan provinsi di batasi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 32

    Tahun 2007).

    6) Hubungan pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota, tidak bersifat

    hirarkis.

    7) Provinsi diberi tugas koordinasi dan supervisi dan fungsi lintas Kabupaten/Kota.

    Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian

    urusan pemerintahan antara Pemerintah, pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah

    kabupaten/kota, sebagai penjabaran dari Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

    daerah. PP ini secara rinci menjelaskan urusan Pemerintah, pemerintahan provinsi dan pemerintahan

    kabupaten/kota untuk 31 bidang urusan pemerintahan. Ketigapuluhsatu urusan pemerintahan tersebut

    dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi, dengan memperhatikan keserasian

    hubungan antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan. Penyerahan urusan pemerintahan kepada

    daerah, disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai

    dengan urusan yang didesentralisasikan. Sedangkan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada

    Gubernur, disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan6

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    19/315

    Pasal 2 ayat (2) PP No. 38 Tahun 2007, sebagaimana pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004, menyatakan

    bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah, adalah: politik luar negeri,

    pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama. Dalam penyelenggaraan urusan

    pemerintahan tersebut, Pemerintah dapat menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian

    urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah, atau dapat

    menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

    Urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, terbagi atas urusan wajib (obligatory) dan

    urusan pilihan (optional). Urusan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh

    pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan

    dasar, meliputi 26 bidang urusan pemerintahan. Sedangkan urusan pilihan adalah urusan pemerintahan

    yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan

    kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan, meliputi: kelautan dan perikanan,

    pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata, industri, perdagangan, danketransmigrasian.

    Penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah

    dan dilaksanakan secara bertahap. Dalam hal pemerintahan daerah melalaikan penyelenggaraan urusan

    pemerintahan yang bersifat wajib, maka penyelenggaraan urusan tersebut diambilalih dan dilaksanakan

    oleh Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari atau dibebankan kepada anggaran pendapatan

    dan belanja daerah yang bersangkutan.

    Skema pembagian urusan antara pemerintah dan pemerintah daerah dapat dilihat pada Gambar-1.1.

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    1. Politik Luar Negri

    2. Pertahanan

    3. Keamanan

    4. Yustisi

    5. Moneter dan Fiskal Nasional6. Agama

    PENYELENGGARAAN URUSAN

    PEMERINTAHAN

    Sebagian dapat diselenggarakan

    sendirioleh Pemerintah;

    Sebagian dapat dilaksanakan

    melalui Dekonsentrasi;

    Sebagian dapat diselenggarakan

    melalui Tugas Pembantuan.

    Yang MenjadiKewenangan Pusat

    Urusan Diluar 6Urusan Absolut

    6 Urusan Absolut

    Concurent(Urusan Bersama)

    Wajib diselenggarakan terkait

    dengan pelayanan dasar (basic

    services), seperti: Pendidikan,

    Kesehatan, Perumahan,

    Ketahanan Pangan, Sosial.

    Yang MenjadiKewenangan Daerah

    Urusan Wajib (Obligartory)

    Terkait dengan potensi unggulan

    (Core Competence) seperti

    Pertambangan, Perikanan,

    Pertanian, Perkebunan,

    Kehutannan, Pariwisata

    Urusan Pilihan (Optional)

    Diselenggarakan melalui asasDesentralisasi dengan kriteria:

    eksternalitas, akuntabilitas,dan efesiensi.

    Gambar 1.1 : PembagianPenyelenggaran UrusanPemerintah

    Sumber: UU 32/2004Tentang PemerintahanDaerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan7

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    20/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    1.2. Hubungan Keuangan antar Tingkat Pemerintahan

    Hubungan keuangan antar tingkatan pemerintahan paling sedikit mencakup antara lain:

    1) Pembagian kewenangan Pendapatan (Perpajakan).

    2) Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimbangan vertikal (kesenjangan fiskal antara pusat dandaerah).

    3) Sistem dan mekanisme untuk mengatasi ketimpangan horizontal (ketimpangan fiskal antar daerah).

    Dari segi pendapatan, pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola jenis pendapatan

    tertentu. Kewenangan perpajakan pemerintah daerah dirumuskan oleh undang-undang. Sampai saat ini

    terdapat tiga undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yaitu: UU No. 18 Tahun 1997, UU

    No. 34 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 28 Tahun 2009.

    Selain pembagian kewenangan perpajakan untuk setiap tingkat pemerintahan, hubungan keuangan

    pusat-daerah juga ada dalam bentuk lain yaitu transfer dari sebagian Pendapatan Pemerintah Pusat

    (pendapatan negara) kepada pemerintah daerah. Transfer dari pemerintah pusat ke daerah bertujuan

    untuk memenuhi kebutuhan fiskal pemerintah daerah yang tidak dapat dipenuhi dengan pendapatan

    asli daerah. Dengan kata lain, transfer itu adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah

    pusat dan daerah (kesenjangan vertikal). Selain itu kesenjangan antara kebutuhan daerah dengan

    kapasitas fiskal juga disebabkan oleh ketimpangan fiskal horizontal (ketimpangan fiskal antar daerah)

    yang disebabkan oleh berbedanya potensi fiskal dan kebutuhan antar daerah.

    Disisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah daerah otonom didasarkan kepada prinsip

    agar alokasi sumber daya lebih efisien dan efektif. Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke masyarakat

    diasumsikan lebih tahu kebutuhan masyarakat dibandingkan dengan pemerintah pusat yang jauh.

    Sehingga alokasi sumber daya yang dilakukan oleh Pemerintah daerah akan lebih responsif dan

    menjawab kebutuhan masyarakat. Sedangkan disisi pendapatan, diberikannya kewenangan perpajakan

    kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi masyarakat untuk mendanai pelayanan publik lebih tinggi

    karena masyarakat dapat merasakan langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut. Skema

    hubungan keuangan antar tingkat pemerintahan di Indonesia terkait pendapatan dapat dilihat pada

    Gambar-1.2.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan8

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    21/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Gambar 1.2 : Hubungan Keuangan Antar Pemerintahan di Indonesia

    Sumber

    Pendapatan

    Nasional

    Pendapatan

    Pajak Dan

    Bukan Pajak

    Pemerintahan

    Pusat

    Pendapatan

    Pemerintah

    Provinsi

    Pendapatan

    Pemerintah

    Kabupaten/

    Kota

    2 1

    3

    4

    5

    6 7

    Sumber : Handra (2005)1. Pendelegasian kewenangan

    perpajakan ke pemerintah daerahberdasarkan berbagai UU.

    2. Pendelegasian kewenanganperpajakan ke pemerintah daerah.

    3. Bagi hasil antara pusat dan daerah.

    4. Bantuan bersifat umum dari pusatke daerah.

    5. Bantuan bersifat khusus dan jenisbantuan lainnya dari pusat kedaerah.

    6. Bagi hasil antara provinsi dengankabupaten/kota.

    7. Bantuan keuangan dari provinsi kekabupaten/kota.

    Hubungan keuangan antara pusat dan daerah di Indonesia ditandai dengan besarnya dana transfer yaitu

    sekitar 87% dari pendapatan kabupaten/kota, dan 55% dari pendapatan pemerintah provinsi selamaperiode 2008-2010 (lihat Tabel-1.1).

    Pos Pendapatan Provinsi Kabupaten/Kota

    PemerintahDaerah

    Pendapatan Asli Daerah

    Dana Transfer dari Pemerintah Pusat

    Dana Bagi Hasil (DBH)

    Dana Alokasi Umum (DAU)

    Dana Alokasi Khusus (DAK)

    Dana Otsus dan Penyesuaian

    Pendapatan Lainnya

    Total Pendapatan

    43,8%

    55,0%

    22,9%

    22,7%

    1,6%

    7,8%

    1,2%

    100,0%

    7,3%

    86,8%

    16,4%

    59,8%

    8,0%

    2,5%

    5,9%

    100,0%

    16,0%

    79,3%

    18,0%

    51,0%

    6,5%

    3,8%

    4,7%

    100,0%

    Tabel 1.1 : Komposisi Pendapatan Pemerintah Daerah Tahun 2008-2010

    Sumber: Data Diolah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan9

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    22/315

    Ada dua bentuk transfer yang telah dipraktekkan di Indonesia selama tiga dekade terakhir. Yang pertama

    adalah dengan mentransfer sebagian pendapatan tertentu dari pajak pusat dan non-pajak kepada

    daerah penghasil. Hal ini biasa disebut pendapatan bagi hasil (Dana bagi hasil atau DBH). Sebagai contoh,

    Pajak Penghasilan pribadi yang dikelola oleh Kantor Pajak Pusat harus dibagi ke daerah penghasil. Bentuk

    kedua dari transfer itu adalah bantuan Pemerintah Pusat untuk daerah. Ada dua bantuan utama di

    Indonesia, yaitu: Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan bantuan dengan tujuan umum dan Dana

    Alokasi Khusus (DAK) yang merupakan bantuan dengan tujuan khusus. Selain itu, ada juga bantuan untuk

    daerah otonomi khusus dan berbagai bantuan berjenis khusus yang disebut dana penyesuaian. Secara

    keseluruhan, dana transfer untuk pemerintah daerah mencapai sekitar 34% dari pendapatan negara

    selama periode 2001-2010 (lihat Tabel-1.2).

    Bentuk lain hubungan keuangan antar pemerintahan di Indonesia adalah hibah, dana dekonsentrasi, dan

    tugas pembantuan. Secara teknis, dana-dana tersebut tidak dianggap sebagai bagian dari transfer ke

    pemerintah daerah. Dana dari Pemerintah dikategorikan sebagai hibah, jika bersumber dari pinjaman

    atau hibah dari negara lain atau lembaga internasional. Dengan kata lain, Pemerintah hanyalah menjadi

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Pendapatan

    Negara

    (Triliun Rupiah)

    Tahun

    Anggaran

    PDB

    (Triliun Rupiah)

    Transfer ke

    Daerah

    Ratio Transfer

    Thd PN (%)

    Ratio Transfer

    Thd PDB (%)

    2001 1.646,3 300,6 81,1 27 4,9%

    2002 1.821,8 298,5 98,2 33 5,4%

    2003 2.013,7 340,9 120,3 35 6,0%

    2004 2.295,8 403,1 129,7 32 5,7%

    2005 2.774,3 493,9 150,5 30% 5,4%

    2006 3.339,2 636,2 226,2 36% 6,8%

    2007 3.959,9 706,1 253,3 36% 6,4%

    2008 4.951,6 979,3 292,4 30% 5,9%

    2009 5.613,4 847,1 308,6 36% 5,5%

    2010 6.446,9 992,2 344,8 35% 5,3%

    2011 7.422,8 1.205,3 411,3 34% 5,5%

    2012 8.241,9 1.357,4 478,8 35% 5,8%

    2013 9.272,1 1.525,2 528,6 35% 5,7%

    Tabel 1.2 : Rasio Dana Transfers Terhadap Pendapatan Negara dan PDB Tahun 2001 2013

    Sumber: Data diolahCatatan: Data realisasi untuk tahun anggaran 2001 2011, untuk tahun anggaran 2012 merupakan data revisi anggaran dan

    tahun 2013 adalah data anggaran.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan10

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    23/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    penyalur dana untuk pemerintah daerah. Hibah tidak dimasukkan sebagai bagian dari transfer karenadananya tidak teratur dan prosedur administratifnya unik.

    Dana tugas pembantuan dan dekonsentrasi pada dasarnya bertujuan untuk membiayai fungsi

    Pemerintah yang dijalankan atau dibantu oleh pemerintah daerah. Dana tersebut tidak termasuk ke dalam

    kategori pendapatan pemerintah daerah melainkan pengeluaran Pemerintah yang dilaksanakan oleh

    atau melalui pemerintah daerah. Antara provinsi dan kabupaten/kota, juga terdapat beberapa bentuk

    hubungan keuangan. Di Indonesia, pendapatan pajak daerah suatu provinsi dibagi dengan kabupaten/

    kota yang berada di wilayah provinsi tersebut. Pembagian tersebut diatur dalam UU pajak dan retribusi

    daerah. Selain itu, walaupun tidak ada undang-undang yang menetapkannya, beberapa provinsi juga

    menyediakan bantuan untuk kabupaten/kota.

    Sejak berlakunya desentralisasi, ada dua Undang-Undang tentang dana transfer dari pemerintah pusat

    ke pemerintah daerah di Indonesia. Pertama, UU No. 25 Tahun 1999, yang diterapkan tahun anggaran2001 2005. Pada akhir tahun 2004, undang-undang tersebut diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004

    yang efektif berlaku dari tahun 2006 sampai sekarang.

    Transfer ke pemerintah daerah dihitung rata-rata sekitar 33,7% dari penerimaan negara atau sekitar 5,8%

    dari PDB selama periode 2002-2010. Seperti terlihat pada Tabel-2.2, jumlah transfer bervariasi dari 4,9 - 6,8

    dari PDB. Transfer mencapai rasio tertinggi terhadap PDB pada tahun anggaran 2006, yakni sebesar 6,8%.

    1.3. APBN DAN APBD

    APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan

    pemerintahan negara Indonesia yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar

    sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan, pengeluaran dan pembiayaan negara

    selama satu tahun anggaran.

    APBN dapat mengalami satu atau dua kali perubahan dalam satu tahun, tergantung kondisi perekonomian

    dan perubahan asumsi dalam tahun tersebut. Sehingga terdapat APBN, Perubahan APBN, yang setiap

    tahun ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu terdapat Pertanggungjawaban APBN yang

    merupakan laporan realisasi yang juga ditetapkan dengan undang-undang.

    Pada masa Orde Baru, APBN berlaku dari tanggal 1 April sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya.

    Sedang untuk saat ini APBN dihitung sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan11

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    24/315

    Fungsi APBN

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara harus memenuhi fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

    1) Fungsi Alokasi

    Fungsi alokasi pada dasarnya adalah menggunakan berbagai sumber pendapatan untukmenyediakan pelayanan publik. Di dalam APBN diuraikan sumber pendapatan dan

    pendistribusiannya. Pendapatan yang paling besar dari pemerintah berasal dari pajak. Pendapatan

    dari pajak dapat dialokasikan ke berbagai sektor pembangunan.

    2) Fungsi Distribusi

    Pendapatan negara dari pajak dan bukan pajak tidak semua digunakan secara langsung untuk

    menyediakan pelayanan publik. Tetapi dapat juga didistribusikan dalam bentuk dana subsidi dan

    dana pensiun. Pengeluaran pemerintah semacam ini disebut transfer payment.

    3) Fungsi Stabilisasi APBN sebagai ujud kebijakan fiskal bersama-sama kebijakan moneter berfungsi untuk menjaga

    stabilitas harga, stabilitas nilai tukar, dan lain-lain. Perekonomian yang stabil adalah prasyarat dapat

    berjalannya berbagai aktifitas masyarakat.

    Tujuan Penyusunan APBN

    Tujuan Penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pendapatan dan pembelanjaan Negara dalam

    melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalam rangka

    meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. APBN merupakan wujud tahunandari rencana jangka menengah dan jangka panjang negara (RPJM dan RPJP) negara, dan APBN adalah

    produk hukum berupa undang-undang yang harus dipatuhi oleh segenap lembaga negara.

    Dalam penyusunan APBN, indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan

    adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan,

    nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Oil

    Price/ICP), dan lifting minyak.

    Indikator-indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran

    pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Apabila realisasi variabel-variabel tersebut berbeda

    dengan asumsinya, maka besaran-besaran pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam APBN juga akan

    berubah. Oleh karena itu, variasi-variasi ketidakpastian dari indikator ekonomi makro merupakan faktor

    risiko yang akan mempengaruhi APBN.Klasifikasi Belanja

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan12

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    25/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

    Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,

    Surat Utang Negara, serta

    penyertaan modal negara.

    PEMBIAYAAN LUAR NEGERI

    a. Penarikan Pinjaman Luar

    Negeri, terdiri atas Pinjaman

    Program dan Pinjaman

    Proyek.

    b. Pembayaran Cicilan Pokok

    Utang Luar Negeri, terdiri

    atas Jatuh Tempo dan

    Moratorium.

    BELANJAPEMERINTAH

    PUSAT

    Belanja Pemerintah Pusat

    dapat dikelompokkan

    menjadi:

    a. Belanja Pegawai,

    b. B elanja Barang,

    c. Belanja Modal,d. Pembiayaan Bunga Utang,

    e. Subsidi BBM dan Subsidi

    Non-BBM,

    f. Belanja Hibah,

    g. Belanja Sosial (termasuk

    Penanggulangan Bencana),

    h. Belanja Lainnya.

    BELANJATRANSFER KE

    DAERAH

    Belanja Daerah, adalah belanja

    yang dibagikan ke Pemerintah

    Daerah, untuk kemudian

    masuk dalam pendapatan

    daerah yang bersangkutan.

    Belanja Transfer Daerah

    meliputi:

    a. Dana Bagi Hasil

    b. Dana Alokasi Umum

    c. Dana Alokasi Khususd. Dana Otonomi Khusus dan

    Dana Penyesuaian

    Belanja

    Negara

    Pembiayaan

    Pendapatan

    Negara dan

    Hibah

    PENERIMAANPERPAJAKANPajak Dalam Negeri

    a. Pajak Penghasilan (PPh),

    b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN),

    c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

    d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

    Bangunan (BPHTB)

    e. Cukai,

    f. Pajak lainnya.

    Pajak Perdagangan Internasional,

    terdiri atas bea masuk dan tarif ekspor.

    Hibah Setiap penerimaan Pemerintah Pusat dalam bentukuang, barang, jasa dan/atau surat berharga yang

    diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu

    dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri atau

    luar negeri, yang atas pendapatan hibah tersebut,

    pemerintah mendapat manfaat secara langsung yang

    digunakan untuk mendukung tugas dan fungsi K/L ,

    atau diteruskan kepada Pemerintah Daerah, Badan

    Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah.

    PENERIMAAN NEGARABUKAN PAJAK (PNBP)

    Penerimaan SDA (migas dan non migas).

    Bagian Laba BUMN.

    PNBP lainnya.

    StrukturAnggaran

    Pendapatan

    danBelanja Negara

    Tabel 1.3 : Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    Sumber: UU APBN

    Definisi:

    Belanja : Belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunanPemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah

    (dekonsentrasi dan tugas pembantuan).Keseimbangan Primer : Merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok dan bunga

    hutang) dengan total pendapatan.

    Surplus/Defisit Anggaran : Deifisit/Surplus anggaran merupakan selisih antara total belanja dengan

    total pendapatan termasuk hibah.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan13

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    26/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Menurut fungsi pengelolaan Negara digunakan untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan

    keuangan negara terdiri dari:

    1) Pelayanan umum;

    2) Ketertiban dan keamanan;

    3) Ekonomi;4) Lingkungan hidup;

    5) Perumahan dan fasilitas umum;

    6) Kesehatan;

    7) Pariwisata dan budaya;

    8) Agama;

    9) Pendidikan; serta

    10) Perlindungan sosial.

    APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)

    APBD merupakan wujud tahunan dari rencana jangka panjang daerah serta rencana jangka menengah

    yang dibuat dari visi dan misi kepala daerah. APBD dipersiapkan oleh pemerintah daerah, dibahas dan

    disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sehingga pada akhirnya merupakan produk hukum

    berupa Peraturan Daerah yang harus diikuti oleh segenap lembaga di daerah.

    Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan

    dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.

    Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas

    Pembantuan tidak dicatat dalam APBD.

    Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31

    Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan

    daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan14

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    27/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Tabel 1.4 : Struktur APBD (menurut Permendagri 13 Tahun 2006)

    Sumber: Permendagri 13/2006

    a. Pajak daerah;

    b. Retribusi daerah;

    c. Hasil pengelolaan kekayaan

    daerah yang dipisahkan;

    d. Lain-lain PAD yang sah.

    Pendapatan Asli Daerah(PAD)

    PENDAPATANDAERAH

    a. Dana Bagi Hasil;

    b. Dana Alokasi Umum; dan

    b. Dana Alokasi Khusus.

    Dana Perimbangan

    Hibah, dana darurat, dan

    lain-lain pendapatan yang

    ditetapkan oleh pemerintah.

    Lain-lain PendapatanDaerah yang Sah

    a. Belanja pegawai;

    b. Bunga;

    c. Subsidi;

    d. Hibah;

    e. Bantuan sosial;

    f. Belanja bagi hasil dan

    bantuan keuangan

    g. g. Belanja tidak terduga.

    Belanja Tidak LangsungBELANJADAERAH

    a. Belanja pegawai;

    b. Belanja barang dan jasa;

    c. Belanja modal;

    Belanja Langsung

    a. SiLPA tahun anggaran

    sebelumnya;

    b. Pencairan dana cadangan;

    c. Hasil penjualan kekayaan

    daerah yang dipisahkan;

    d. Penerimaan pinjaman; dan

    e. Penerimaan kembali

    pemberian pinjaman.

    Penerimaan pembiayaanmencakup:

    PEMBIAYAAN

    a. Pembentukan danacadangan;

    b. Penyertaan modal

    pemerintah daerah;

    c. Pembayaran pokok utang;

    dan

    d. Pemberian pinjaman.

    Pengeluaran pembiayaanmencakup:

    Catatan:

    1). Pendapatan Daerah

    Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yangmenambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang

    tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.

    Hibah yang merupakan bagian dari lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan

    berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha

    dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan15

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    28/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    2). Belanja Daerah

    Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi

    ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak

    akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka

    pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota

    yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.

    Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.

    Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah.

    3). Pembiayaan Daerah

    Pembiayaan daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

    yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-

    tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan

    pengeluaran pembiayaan.

    1.4. Dana Dekonstrasi, Tugas Pembantuan, dan Dana Urusan Bersama

    Definisi

    Definisi dana dekonsentrasi yang dirumuskan dalam UU No. 33 Tahun 2004 sebagaimana tercantum pada

    pasak 1.26 adalah sebagai berikut:

    Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai

    wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran yang dalam rangka

    pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di

    daerah.

    Definisi di atas sejalan dengan definisi dekonsentrasi menurut UU No. 33 Tahun 2004 yang lebih

    dipersempit sebagaimana tertulis di Pasal 1.9:

    Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah ke Gubernur

    sebagai wakil pemerintah.

    UU No. 33 Tahun 2004 mempersempit definisi dekonsentrasi menjadi hanya pelimpahan wewenang ke

    gubernur, tidak termasuk pelimpahan wewenang ke kantor wilayah/cabang. Dengan kata lain, seluruh

    dana pelaksanaan tugas kementrian/lembaga yang dilaksanakan sendiri oleh kementrian/lembaga

    tersebut di daerah bukan dikategorikan sebagai dana dekonsentrasi.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan16

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    29/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    Sedangkan Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah

    otonom dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan

    tugas pembantuan.

    Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan terkait dengan pendanaan urusan pemerintahan yang

    menjadi kewenangan dan urusan pemerintahan Pusat. Diantara urusan pemerintahan yang menjadi

    urusan Pemerintah Pusat tersebut adalah Urusan mutlak Pemerintah Pusat dan Urusan pemerintahan

    yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan.

    Urusan pemerintahan yang mutlak menjadi urusan pemerintah pusat, meliputi:

    1) Politik luar negeri;

    2) Pertahanan;

    3) Keamanan;

    4) Yustisi;

    5) Moneter dan fiskal nasional;6) Agama.

    Dalam menyelenggarakan 6 urusan mutlak pemerintahan tersebut (pasal 10 ayat 3 UU No. 32 Tahun

    2004), Pemerintah dapat:

    1) menyelenggarakan sendiri;

    2) melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah

    di daerah, atau

    3) menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

    Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau susunan pemerintahan, yaitu

    semua urusan pemerintahan di luar urusan mutlak pemerintah pusat, meliputi 31 bidang sebagaimana

    diatur dalam Pasal 2 PP No. 38 Tahun 2007. Untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan di luar 6 urusan

    tersebut, Pemerintah dapat:

    1) menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau

    2) melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah, atau

    3) menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan

    asas tugas pembantuan.

    Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan

    sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan

    pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur juga disertai dengan pendanaan sesuai dengan

    urusan yang didekonsentrasikan.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan17

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    30/315

    Tujuan dan Fungsi Dana Dekonsentrasi

    Pengalokasian dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan tersebut harus didahului dengan

    pelimpahan wewenang dan penugasan kepada kepala daerah yang ditunjuk dan dilakukan sesuai

    dengan mekanisme perencanaan dan penganggaran dalam APBN. Pada tahap perencanaan anggaran,

    menteri atau pimpinan lembaga harus memberikan informasi kepada gubernur dan/atau bupati/walikota

    mengenai program/kegiatan yang akan dilimpahkan kepada gubernur dan akan ditugaskan kepada

    gubernur/bupati/walikota. Hal ini dimaksudkan agar informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan

    penyusunan APBD, sehingga ada sinkronisasi antara program/kegiatan yang akan dilaksanakan melalui

    dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan dengan program/kegiatan yang akan dilaksanakan

    melalui dana APBD. Prinsipnya, program dan kegiatan yang didanai oleh kementerian Negara/lembaga

    melalui dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan tidak akan tumpang tindih (overlap) dengan

    program dan kegiatan yang akan didanai dari APBD, karena jenis urusan yang didanainya berbeda.

    Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada wilayah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayahadministrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubenur

    sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi. Gubernur sebagai kepala daerah provinsi berfungsi

    pula selaku wakil Pemerintah di daerah, dalam pengertian untuk menjembatani dan memperpendek

    rentang kendali pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah termasuk dalam pembinaan dan pengawasan

    terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota. Dasar pertimbangan dan

    tujuan diselenggarakannya asas dekonsentrasi yaitu:

    1) terpeliharanya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    2) terwujudnya pelaksanaan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah;

    3) terwujudnya keserasian hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan di daerah;

    4) teridentifikasinya potensi dan terpeliharanya keaneka-ragaman sosial budaya daerah;

    5) tercapainya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan, serta pengelolaan

    pembangunan dan pelayanan terhadap kepentingan umum masyarakat; dan

    6) terciptanya komunikasi sosial kemasyarakatan dan sosial budaya dalam sistem administrasi Negara

    Kesatuan Republik Indonesia.

    Ruang lingkup dekonsentrasi dan tugas pembantuan mencakup aspek penyelenggaraan, pengelolaan

    dana, pertanggungjawaban dan pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi.

    (1) Penyelenggaraan dekonsentrasi meliputi:

    a). pelimpahan urusan pemerintahan;

    b). tata cara pelimpahan;

    c). tata cara penyelenggaraan; dan

    d) tata cara penarikan pelimpahan.

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan18

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    31/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    (2) Pengelolaan dana dekonsentrasi meliputi:

    a) prinsip pendanaan;

    b) perencanaan dan penganggaran;

    c) penyaluran dan pelaksanaan; .

    d) pengelolaan barang milik negara hasil pelaksanaan dekonsentrasi.

    (3) Pertanggungjawaban dan pelaporan dana dekonsentrasi meliputi:

    a) penyelenggaraan dekonsentrasi; dan

    b) pengelolaan dana dekonsentrasi.

    Tujuan dan Fungsi Tugas Pembantuan

    Pemerintah dapat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota

    dan/atau pemerintah desa untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan. Pemerintah provinsi

    dapat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau pemerintah

    desa untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan provinsi. Pemerintah kabupaten/kota dapatmemberikan tugas pembantuan kepada pemerintah desa untuk melaksanakan sebagian urusan

    pemerintahan kabupaten/kota.

    Urusan pemerintahan yang dapat ditugaskan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi atau

    kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa merupakan sebagian urusan pemerintahan di luar 6 (enam)

    urusan yang bersifat mutlak yang menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai urusan

    Pemerintah. Urusan pemerintahan yang dapat ditugaskan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah

    kabupaten/kota dan/atau pemerintah desa merupakan sebagian urusan pemerintahan yang menurut

    peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai urusan pemerintah provinsi. Urusan pemerintahanyang dapat ditugaskan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa merupakan sebagian

    urusan pemerintahan yang menurut peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai urusan

    pemerintah kabupaten/kota.

    Urusan yang dapat ditugaskan dari Pemerintah dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan

    kementerian/lembaga yang sudah ditetapkan dalam Renja-KL yang mengacu pada RKP. Urusan yang

    dapat ditugaskan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa

    dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan pemerintah provinsi yang sudah ditetapkan dalam

    Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) provinsi yang mengacu pada Rencana Kerja

    Pemerintah Daerah (RKPD) provinsi. Urusan yang dapat ditugaskan dari pemerintah kabupaten/kota

    kepada pemerintah desa dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan pemerintah kabupaten/kota

    yang sudah ditetapkan dalam Renja SKPD kabupaten/kota yang mengacu pada RKPD kabupaten/kota.

    Urusan yang dapat ditugaskan wajib memperhatikan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi,

    serta keserasian pembangunan nasional dan wilayah.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan19

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    32/315

    Tata Cara Penugasan:

    1) Perencanaa penugasan.

    2) Penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa.

    3) Penugasan dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa.

    4) Penugasan dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa.

    Tata Cara Penyelenggaraan Tugas Pembantuan:

    1) Tugas Pembantuan dari Pemerintah kepada pemerintah daerah.

    2) Tugas Pembantuan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah kabupaten/kota.

    3) Tugas Pembantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/

    kota kepada pemerintah desa.

    Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan:

    1) Prinsip pendanaan.

    2) Perencanaan dan penganggaran

    3) Penyaluran dan pelaksanaan

    4) Pengelolaan barang milik negara hasil pelaksanaan Tugas Pembantuan

    Pertanggungjawaban dan Pelaporan Tugas Pembantuan:

    1) Penyelenggaraan.

    2) Pengelolaan dana.

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan20

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    33/315

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    DanaPerimbangan

    Dana OtonomiKhusus

    DanaPenyesuaian

    Kanwil di Daerah

    Belanja Pegawai

    Belanja Barang

    Belanja Modal

    PembayaranBunga Utang

    Subsidi

    Belanja Hibah

    Bantuan Sosial

    Belanja Lain- lain

    PUSAT DAERAH

    APBN

    Gambar 1.3 : Alur APBN ke Daerah

    6 Urusan Mutlak Di luar 6 Urusan

    BelanjaPemerintah

    Pusat

    BelanjaTransferDaerah

    K / L

    BelanjaPusat di

    Pusat

    BelanjaPusat diDaerah

    Dikerjakan sendirimelalui UPT

    Ditugaskan keGub/Bupati/

    Walikota

    Dilimpahkan keGubernur

    ALUR APBN KE DAERAH (MONEY FOLLOWS FUNCTION)

    APBD

    Hibah

    Dana Darurat

    DanaDesentralisasi

    DanaDekonsentrasi

    Dana TugasPembantuan

    Dana Sektoraldi Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan21

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    34/315

    1.5. Soal Latihan

    1. Jelaskan perbedaan antara desentralisasi dengan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

    2. Siapa yang melaksanakan tugas desentralisasi di daerah anda (beri contoh institusinya)?

    3. Siapa yang melaksanakan tugas dekonsentrasi di daerah anda (beri contoh institusinya)?

    4. Siapa yang melaksanakan tugas pembantuan di daerah anda (beri contoh institusinya)?

    5. Bagaimana tugas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan dibiayai?

    6. Jelaskan keterkaitan antara APBN dan APBD! Apa saja jenis pendapatan dan belanja negara yang

    ditransfer ke daerah (APBD)?

    7. Jelaskan apa saja yang menjadi asumsi APBN! Apakah semua asumsi APBN tersebut relevan juga

    untuk menjadi asumsi APBD? Jelaskan jawaban anda!8. Jelaskan persamaan dan perbedaan fungsi APBD dan APBN!

    9. Jelaskan apa saja yang menjadi bagian anggaran pembiayaan daerah! Jelaskan apa sesungguhnya

    fungsi dari anggaran pembiayaan ini!

    Hubungan Pusat Dan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan22

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    35/315

    PENGANTAR

    PENDAPATAN DAERAH

    TOPIK 2

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    36/315

    Pengantar Pendapatan Daerah

    Deskripsi:Topik ini menjelaskan konsep

    dan struktur pendapatan daerah.

    Sub Topik

    PengertianPendapatan Daerah

    Kata Kunci

    PAD, Dana perimbangan,Lain-lain pendapatan daerah yang sah

    Pengertian PendapatanAsli Daerah.

    Pajak daerah, Retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerahyang dipisahkan, Lain-lain PAD yang sah

    Sumber-sumberPendapatan Asli Daerah

    PAD yang dominan

    Dasar HukumPAD

    UU No. 28 Tahun 2009

    Pengertian DanaDana Perimbangan

    DBH, DBH-Pajak, DBH-SDA, DAU, DAK

    PengertianLain-lain

    Hibah, dana darurat, dana penyesuaian,dana otonomi khusus,

    Latihan

    Referensi:

    1. Nick Devas (1989).

    2. Mardiasmo (2007), Perpajakan.

    3. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan

    Pemerintahan Daerah.

    4. UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

    5. PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.

    6. PP No. 97 Tahun 2012 tentang Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi

    Perpanjangan IMTA.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan24

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    37/315

    2. Pengantar Pendapatan Daerah

    2.1. Pengertian Pendapatan Daerah

    Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang

    menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar

    kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,

    kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Pendapatan daerah merupakan semua sumber

    pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah, antara lain

    pajak daerah dan retribusi daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah, serta pendanaan melalui

    pemerintah pusat, yang disebut juga sebagai dana transfer, yang dilaksanakan berdasarkan prinsip

    demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikanpotensi daerah

    2.2. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

    Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna

    membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah. Kebijakan PAD dilaksanakan berdasarkan prinsip

    demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas dengan memperhatikanpotensi daerah.

    Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menggali potensi

    yang dimiliki sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka

    pelayanan publik. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, salah satu sumber pendapatan

    daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

    hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD

    diharapkan dapat meningkatkan investasi belanja modal pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan

    publik semakin baik, tetapi yang terjadi adalah peningkatan pendapatan asli daerah tidak diikuti dengan

    kenaikan anggaran belanja modal yang signifikan. Hal ini disebabkan karena pendapatan asli daerah

    tersebut banyak tersedot untuk membiayai belanja lainnya.

    Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) memberikan

    kewenangan yang lebih besar kepada daerah dalam perpajakan dan retribusi sejalan dengan semakin

    Pengantar Pendapatan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan25

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    38/315

    Gambar 2.1 : Struktur Pendapatan Daerah

    Pengantar Pendapatan Daerah

    Gambar 2.1 : Struktur Pendapatan Daerah

    PENDAPATAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA

    Hasil PengelolaanKekayaan Daerahyang dipisahkan

    Retribusi DaerahPajak Daerahlain PAD yang Sah

    PBB dan BPHTB

    Pajak Hotel

    Pajak Restoran

    Pajak Hiburan

    Pajak Reklame

    Pajak Penerangan Jalan

    Pajak Sarang BurungWalet

    Pajak Mineral BukanLogam

    Pajak Parkir

    Dana BOS, TPG, Dana Insentif Daerah

    Bagi Hasil PajakKendaraan Bermotor

    Bagi Hasil Bea BalikNama Kend. Bermotor

    Bagi Hasil Pajak BahanBakar Kend. Bermotor

    Bagi Hasil Pajak AirPermukaan

    Retribusi Jasa Usaha

    Pasar Grosir Terminal Pemakaian Aset

    Daerah

    Retribusi Jasa Umum

    PelayananKesehatan

    PelayananPersampahan

    Pelayanan KTP danCapil

    Retribusi PerizinanTertentu

    Izin MendirikanBangunan

    Izin Tempat Usaha Izin Gangguan

    Pendapan Asli Daerah

    (PAD)

    HibahBantuan dariPropinsi

    Bagi Hasil dariPropinsi

    DanaPenyesuaian

    Lain - Lain

    Pendapan Asli Daerah(PAD)

    Dana AlokasiUmum (DAU)

    Bagi Hasil Pajakdan SDA

    Dana AlokasiKhusus (DAK)

    Dana Perimbangan

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan26

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    39/315

    Gambar 2.2: Pendapatan Asli Daerah

    Pengantar Pendapatan Daerah

    besarnya tanggung jawab daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

    Selain itu, undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas daerah dalam penyediaan

    layanan dan penyelenggaraan pemerintahan dan sekaligus memperkuat otonomi daerah. Selanjutnya,

    tujuan yang tak kalah penting adalah untuk memberikan kepastian bagi dunia usaha mengenai jenis-jenis

    pungutan daerah dan sekaligus memperkuat dasar hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah.

    Ada beberapa prinsip pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipergunakan dalam

    penyusunan UU No. 28 Tahun 2009, yaitu:

    1) Pemberian kewenangan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tidak terlalu membebani

    rakyat dan relatif netral terhadap fiskal nasional.

    2) Jenis pajak dan retribusi yang dapat dipungut oleh daerah hanya yang ditetapkan dalam undang-

    undang (Closed-List).

    3) Pemberian kewenangan kepada daerah untuk menetapkan tarif pajak daerah dalam batas tarif

    minimum dan maksimum yang ditetapkan dalam undang-undang.

    4) Pemerintah daerah dapat tidak memungut jenis pajak dan retribusi yang tercantum dalam undang-

    undang sesuai kebijakan pemerintahan daerah.

    5) Pengawasan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dilakukan secara preventif dan korektif.

    Adapun materi yang diatur dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:

    1) Penambahan jenis pajak daerah.

    Terdapat penambahan 4 jenis pajak daerah, yaitu 1 jenis pajak provinsi dan 3 jenis pajak kabupaten/

    PAJAK

    DAERAH

    LAIN-LAIN

    PAD YANG

    SAH

    RETRIBUSI

    DAERAH

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan27

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    40/315

    kota. Dengan tambahan tersebut, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis

    pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Jenis pajak provinsi yang baru adalah Pajak Rokok,

    sedangkan 3 jenis pajak kabupaten/kota yang baru adalah PBB Perdesaan dan Perkotaan, BPHTB,

    dan Pajak Sarang Burung Walet. Sebagai catatan, untuk kabupaten/kota ada penambahan 1 jenis

    pajak yaitu Pajak Air Tanah yang sebelumnya merupakan pajak provinsi.

    2) Penambahan Jenis Retribusi Daerah.

    Terdapat penambahan 4 jenis retribusi daerah, yaitu Retribusi Tera/Tera Ulang, Retribusi

    Pengendalian Menara telekomunikasi, Retribusi Pelayanan Pendidikan, dan Retribusi Izin Usaha

    Perikanan. Perlu dicatat bahwa berdasarkan PP No. 97 Tahun 2012, terdapat penambahan 2 jenis

    retribusi yaitu Retribusi Pengendalian Lalu Lintas dan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan

    Tenaga Asing (IMTA). Dengan penambahan ini, secara keseluruhan terdapat 32 jenis retribusi yang

    dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa

    umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.

    3) Perluasan Basis Pajak Daerah.

    Perluasan basis pajak daerah, antara lain adalah:

    a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, termasuk kendaraan

    pemerintah;

    b. Pajak Hotel, mencakup seluruh persewaan di hotel; dan

    c. Pajak Restoran, termasuk katering/jasa boga.

    4) Perluasan Basis Retribusi Daerah

    Perluasan basis retribusi daerah dilakukan dengan mengoptimalkan pengenaan Retribusi Izin

    Gangguan, sehingga mencakup berbagai retribusi yang berkaitan dengan lingkungan yang selama

    ini telah dipungut, seperti Retribusi Izin Pembuangan Limbah Cair, Retribusi AMDAL, serta Retribusi

    Pemeriksaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

    5) Kenaikan Tarif Maksimum Pajak Daerah.

    Untuk memberi ruang gerak bagi daerah mengatur sistem perpajakannya dalam rangka peningkatan

    pendapatan dan peningkatan kualitas pelayanan, penghematan energi, dan pelestarian/perbaikan

    lingkungan.

    6) Bagi Hasil Pajak Provinsi. Dalam rangka pemerataan pembangunan dan peningkatan kemampuan keuangan kabupaten/

    kota dalam membiayai fungsi pelayanan kepada masyarakat.

    7) Earmarking.

    Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus

    menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah

    Pengantar Pendapatan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan28

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    41/315

    Pengantar Pendapatan Daerah

    wajib dialokasikan (di-earmark) untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara

    langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat.

    2.3. Sumber-Sumber PAD

    Kelompok Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibagi menurut jenis pendapatan, yang terdiri atas:

    1) pajak daerah;

    2) retribusi daerah;

    3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

    4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

    Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-

    undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sedangkan Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah

    yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup:1) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;

    2) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN;

    3) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

    Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah

    yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

    yang dipisahkan, dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

    1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

    2) jasa giro;

    3) pendapatan bunga;

    4) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

    5) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

    pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

    6) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

    7) pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

    8) pendapatan denda pajak;

    9) pendapatan denda retribusi;

    10) pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;11) pendapatan dari pengembalian;

    12) fasilitas sosial dan fasilitas umum;

    13) pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan

    14) pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan29

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    42/315

    2.4. Dasar Hukum PAD

    1) Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22D, dan Pasal 23A Undang-

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

    2) Undang- Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

    3) Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimabngan keuangan pusat dan daerah

    4) Undang- Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah

    5) Peraturan daerah yang mengatur mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

    2.5. Pengertian Dana Perimbangan

    Setiap daerah mempunyai kemampuan keuangan yang tidak sama dalam mendanai kegiatan-

    kegiatannya, hal ini menimbulkan ketimpangan fiskal antara satu daerah dengan daerah lainnya. Olehkarena itu, untuk mengatasi ketimpangan fiskal ini Pemerintah mengalokasikan dana yang bersumber

    dari APBN untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi. Salah satu dana

    perimbangan dari pemerintah ini adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya menekankan

    aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan (UU No.

    32 Tahun 2004). Dengan adanya transfer dana dari pusat ini diharapkan pemerintah daerah bisa lebih

    mengalokasikan PAD yang didapatnya untuk membiayai belanja modal di daerahnya.

    Dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah selain DAU adalah Dana Alokasi Khusus

    (DAK) yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu

    dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai

    dengan prioritas nasional (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh Pemerintah Pusat

    dan hanya digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, infrastruktur jalan

    dan jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah,

    lingkungan hidup, kehutanan, sarana prasarana pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan

    dan kelautan yang semuanya itu termasuk dalam komponen belanja modal dan pemerintah daerah

    diwajibkan untuk mengalokasikan dana pendamping sebesar 10% dari nilai DAK yang diterimanya untuk

    mendanai kegiatan fisik.

    Untuk mengatasi ketimpangan fiskal Pemerintah mengalokasikan

    dana yang bersumber dari APBN untuk mendanai kebutuhandaerah dalam pelaksanaan desentralisasi

    Pengantar Pendapatan Daerah

    MATERI PELATIHAN PENDAPATAN DAERAH

    Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan30

  • 7/23/2019 Handbook Modul Pendapatan Daerah

    43/315

    Pengantar Pendapatan Daerah

    Kelompok Dana Perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:

    1) dana bagi hasil;

    2) dana alokasi umum; dan

    3) dana alokasi khusus.

    Jenis dana bagi hasil dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

    1) bagi hasil pajak; dan

    2) bagi hasil sumber daya