halmahera

5
Pulau Halmahera adalah salah satu dari 998 buah pulau yang ada di Provinsi Maluku. Pulau Halmahera berbentuk huruf K yang merupakan pulau kedua terbesar di Maluku setelah Pulau Seram. Luasnya mencapai 18.000 km2, daerahnya berbatasan dengan, 1. Samudra Pasifik di sebelah utara dan timur 2. Laut Maluku di sebelah barat 3. Laut Seram di sebelah selatan Secara administrative, Pulau Halmahera dibagi atas dua bagian, yaitu Kabupaten Maluku Utara bagian Semenanjung Selatan dan Utaradengan ibu kota Ternate. Kedua, semenanjung bagian tengah termasuk kabupaten Halmahera Tengah, dengan ibu kota Suasi di Pulau Tidore. Suku tugutil terdapat di Pulau Halmahera bagian utara dan tengah, tepatnya di kecamatan Galela, Kecamatan Tobelo, Kecamatan Kao di Maluku Utara (Pulau Halmahera bagian utara) dan di Halmahera Tengah. Suku Tugutil umumnya hidup berpindah-pindah tempatnya di daerah dataran sampai pegunungan. Wilayah tersebut banyak terdapat sungai dan rawa, serta sebagian besar masih ditutupi oleh hutan. Sehingga sulit diperkirakan jumlah penduduk yang sebenarnya. Diduga jumlahnya tidak kurang dari 1.500 orang, menyebar membentuk kesatuan-kkesatuan kecil anatara 2 sampai 7 rumah. Mereka yang hidup di daerah pinggir pantai ada yang sudah menetap, mengikuti program pemukiman yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sistem Kepercayaan Dasar kepercayaan suku Tugutil adalah kepada roh-roh nenek moyang. Menurut pandangan mereka, orang yang trlah meninggal rohnya akan tetap berada so dekitar mereka. Karena itu mereka she=ring menyisihkan sebagian kecil makanan di para-para (ruang bawah atap) untuk makan roh halus. Kadang-kadang merekapun masak sexara khusus untuk para roh leluhur. Makhluk halus berasal dari roh yang telah meninggal itu. Roh tersebut menempati setiap benda yang ada di sekitar mereka seperti pohon, batu, rumah, tombak, tanah, gua, sungai, dan sebagainya. Mereka

Upload: lidyastefany

Post on 30-Jun-2015

133 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Halmahera

Pulau Halmahera adalah salah satu dari 998 buah pulau yang ada di Provinsi Maluku. Pulau Halmahera berbentuk huruf K yang merupakan pulau kedua terbesar di Maluku setelah Pulau Seram. Luasnya mencapai 18.000 km2, daerahnya berbatasan dengan,

1. Samudra Pasifik di sebelah utara dan timur2. Laut Maluku di sebelah barat3. Laut Seram di sebelah selatan

Secara administrative, Pulau Halmahera dibagi atas dua bagian, yaitu Kabupaten Maluku Utara bagian Semenanjung Selatan dan Utaradengan ibu kota Ternate. Kedua, semenanjung bagian tengah termasuk kabupaten Halmahera Tengah, dengan ibu kota Suasi di Pulau Tidore.

Suku tugutil terdapat di Pulau Halmahera bagian utara dan tengah, tepatnya di kecamatan Galela, Kecamatan Tobelo, Kecamatan Kao di Maluku Utara (Pulau Halmahera bagian utara) dan di Halmahera Tengah.

Suku Tugutil umumnya hidup berpindah-pindah tempatnya di daerah dataran sampai pegunungan. Wilayah tersebut banyak terdapat sungai dan rawa, serta sebagian besar masih ditutupi oleh hutan. Sehingga sulit diperkirakan jumlah penduduk yang sebenarnya. Diduga jumlahnya tidak kurang dari 1.500 orang, menyebar membentuk kesatuan-kkesatuan kecil anatara 2 sampai 7 rumah. Mereka yang hidup di daerah pinggir pantai ada yang sudah menetap, mengikuti program pemukiman yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Sistem Kepercayaan

Dasar kepercayaan suku Tugutil adalah kepada roh-roh nenek moyang. Menurut pandangan mereka, orang yang trlah meninggal rohnya akan tetap berada so dekitar mereka. Karena itu mereka she=ring menyisihkan sebagian kecil makanan di para-para (ruang bawah atap) untuk makan roh halus. Kadang-kadang merekapun masak sexara khusus untuk para roh leluhur.

Makhluk halus berasal dari roh yang telah meninggal itu. Roh tersebut menempati setiap benda yang ada di sekitar mereka seperti pohon, batu, rumah, tombak, tanah, gua, sungai, dan sebagainya. Mereka memperlakukan benda mati itu seperti manusia hidup. Karena merekapun percaya bahwa benda-benda itu dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan sehari-hari. Merekapun percaya akan adanya kekuatan tertinggi yang disebut jou ma datu yang artinya tuan pemilik, atau disebut juga o gikiri moi yang artinya nyawa yang utama. Tapi anehnya, mereka tidak pernah melakukan upacara atau kegiatan yang berhubungan dengan penyembahan kekuatan tinggi tersebut. Upacara-upacara adat hanya ditunjukkan kepada penghormatan dan penyembahan roh leluhur. Seperti terwujud dari upacara kehamilan, kelahiran, menyembuhkan sakit, menghadapi musuh, membuka hutan untuk ladangdan pekerjaan-pekerjaan berat liannya.

Makhluk halus yang ada di sekitar mereka dapat dikelompokkan atas 2 macam yaitu

Page 2: Halmahera

1. Makhluk halus yang baik, berasal dari roh leluhur (o gomango) terutama orang yang baik, kuat dan luar biasa

2. Makhluk halus yang jahat ( o hetena), berasal dari roh orang yang jahat dan matisecara tidak wajar, seperti bunuh diri, tenggelam, jatuh, melahirkan, dan sebagainya. Mereka tergolong pada arwah penasaran.

Roh jahat ini ada 3 macam:

1. O meki, yaitu roh jahat penghuni hutan yang lebih senang tinggal di pohon besar, batu besar atau sungai yang dalam. Untuk menghindarkan pengaruh jahatnya itu, mereka harus berhati-hati jangan sampai tersinggung. Merekapun harus minta izin dan mohon maaf kalau memasuki daerah roh halus tersebut.

2. O putiana, yaitu roh jahat wanita yang mati karena melahirkan. Roh ini tinggal alam hutan dan dalam rumah. Roh ini suka menggangu wanita hamil dan anak kecil. Karena itu, wanita hamil harus memakai jimat.

3. Suanggi, yaitu roh jahat yang suka menggangu orang tetapi melalui perantara yaitu orang. Orang perantara itu juga disebut suanggi. Bila dalam orang yang bertingkah laku aneh dan dicurigai sebagai suanggi maka orang itu akan dijauhi.

Sistem Kekerabatan

Bila seorang gadis dan pemuda telah sepakat untuk membina rumah tangga, pemuda akan dating ke orang tua gadis pada malam tertentu untuk mengutarakan mksudnya. Setelah megatarakan maksudnya itu dan mohon izin dari orang tua gadis, mereka seterusnya dapat hidup bersama. Suami tinggal dirumah keluarga istrinya sampai berlangsungnya upacara perkawina. Orang tua gadis memanggil mantu, dan pemuda harus bekerja seperti di rumahnya sendiri. Pemuda hanya sekali-kali pulang tanpa istri, dan bahkan kadang-kadang tidak pernah sama sekali. Hubungan terputus ini tergantung kepada lamanya saat upacara perkawinan.

Upacara perkawinan diselenggarakan bila pemuda dan orang tuanya, sudah membayar mas kawin dan sejumlah barang atau uang tambahan sebagai penutup malu kepada pihak perempuan. Kalau mas kawin dan barang itu sudah siap, mereka dating ke pihak perempuan, duduk berhadapan, kemudian menyerahkan barang tersebut dan saling berjabatan tangan. Upacara telah dianggap selesai, lalu dilanjutkan dengan acara makan bersama diiringi dengan kesenian cakal lele dan denge-denge.

Setelah upacara perkawinan tersebut, suaminya bru akan membawa istrinya untuk menetap di kaum kerabat suami. Pada kenyataannya, banyak pasangan baru tinggal dikerabat istri karena keluarga istri tidak mempunyai anak laki-laki atau suami tidak dapat membayar mas kawin.

Orang Tugutil melarang perkawinan kerabat dekat, yaitu dua generasi ke atas dan dua generasi k bawah. Prinsip perkawinan bersifat monogamy. Para perempuan Tugutil lebih baik bercerai dari pada dimadu. Perceraian bila terjadi salah satu pasangan berbuat serong.

Page 3: Halmahera

Satu rumah dihuni oleh satu keluarga inti. Rumah yang paling sederhana berukuran 1,5 x 2m, diberi atap, para digunakan sebagai tempat menyimpan sesajian dn sisi-sisinya dibiarkan terbuka. Isi rumah hanya ada bale-bale untuk tidur, makan, menerima tamu dan kegiatan lainnya. Dapur hanya berupa tungku api. Rumah besar terdiri dari beberapa gubuk tempat anak-anaknya yang belum nikah tidur dan runagan yang agak besar tempat menerima tamu atau menyelenggarakan upacara.

Kumpulan rumah membentuk suatu kesatuan pemukiman. Kesatuan pemukiman ini umumnya terdapat dipinggir sungai. Kesatuan pemukiman ini bersifat tidak tetap karena setiap keluarga inti dapat berpindah kapan saja. Kesatuan yang lebih luas dan bersifat permanen dari suku Tugutil adalh kesatuan hutan. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka sering menyebut dirinya sebagai orang hutan. Secara tradisional, ada dua kesatuan hutan yaitu kesatuan hutan Tutuling dan Dodaga.

Dalam masyarakat Tugutil tidak mengenala seorang pemimpin puncak dan pemimpin tetap. Dalam kesatuan hutan yang terluas pun tidak terorganisir secara nyata oleh seorang pemimpin. Dalam kehidupan sehari-hari, kepala keluarga inti adalah pemimpin mereka dalm lingkungan keluarga mereka masing-masing. Gabungan beberapa keluarga inti yang merasa dirinya satu asal, memilih orang yang paling senior sebagai pemimpin. Berdasarkan kemampuan seseorang, biasanya mereka menentukan orang yang mengurus keamanan secara umum dan urusan pelaksanaan upacara adat. Batas kekuasaan kepala urusan itu tidak tetap, dalam satu kesatuan hokum kadang-kadang mereka mempunyai sepasang kepala adat.

Sistem Ekonomi

Mata pencaharian utama suku Tugutil adalah meramu sagu, berburu, dan menangkap ikan. Sagu adalah makanan pokok mereka. Mereka dpat memanfaatkan hutan sagu yang luas di daerah hilir sungai. Babi dan rusa adalah binatang buruan utama. Alat berburu berupa jerat, tombak, kayu atau bambu runcing. Anjing adalah hewan penting sabagai teman berburu. Menangkap ikan dilakukan d sungai atau di rawa. Pekerjaan ini merupakan mata pencaharian sampingan. Menangkap ikan dilakukan langsung dangan tangan, memanah atau menombaknya sambil menyelam. Jenis binatang air lainnya yang sering mereka tangkap adalah kerang, udang, kepiting, belut dan katak.

Dalam meramu sagu, berburu, atau menangkap ikan, mereka hanya mengambil secukupnya saja untuk keprluan beberapa hari atau behkan hanya untuk keperluan satu hari. Karena, mereka memang belum mengenal alat penyimpanan agar lebih tahan lama.

Orang Tugutil yang berdiam di hutan ada juga yang bertani secara sederhan dan berpindah-pindah. Jenis tanamannya adalah ubi jalar, papaya, tebu dan pisang. Orang yang berdiam di pinggir pantai tertentu ada yang sudah membuka hutan untuk kebun kelapa. Tanduk rusa, telur burung, dan dammar sering mereka tukar dengan orang kampong untuk memenuhi kebutuhan lainnya.