halaman judul identifikasi kerusakan berdasarkan

38
IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN LINGKUNGAN PADA TATA LETAK NISAN KAYU (Studi Kasus Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene) Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin Oleh VIVI SANDRA SARI F611 13 308 DEPARTEMEN ARKEOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 27-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

i

HALAMAN JUDUL

IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN LINGKUNGAN

PADA TATA LETAK NISAN KAYU

(Studi Kasus Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae,

Kabupaten Majene)

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian

guna memperoleh gelar Sarjana Sastra pada

Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Hasanuddin

Oleh

VIVI SANDRA SARI

F611 13 308

DEPARTEMEN ARKEOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

ii

Page 3: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

iii

LAMA

Page 4: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

iv

N PENGESAHAN

Page 5: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

v

LAMAN PENERIMAAN

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur atas segala nikmat yang telah

diberikan Allah Subhanahuwata’al. Aku memuji kepadaMu, wahai Dzat yang

Maha Memiliki sifat keagamaan dan kemuliaan, atas segala sesuatu yang telah

engkau sempurnakan untukku dari agama Islam. Ucapan shalawat dan salam tak

lupa pula dihaturkan kepada Nabi pemberi petunjuk dan kehormatan, sebagai

penutup sekalian Nabi, dan pemimpin para petunjuk kebenaran, yaitu junjungan

kita Nabi Muhammad Saw. Serta semua keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sastra

dari Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Hasanuddin.

Dengan judul skripsi “Identifikasi Kerusakan Berdasarkan Lingkungan Pada Tata

Letak Nisan Kayu (Studi Kasus Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae,

Kabupaten Majene)”.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari campur tangan banyak pihak, yang

tanpa segala motivasi, kesabaran, kerja keras dan doa, tidak mungkin penulis

mampu menjalani tahap demi tahap dalam kehidupan akademik di Fakultas Ilmu

Budaya. Maka dari itu penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA dan

jajarannya yang telah mengizinkan penulis untuk menempuh pendidikan di

kampus merah tercinta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Prof. Dr. Akin Duli, MA dan jajarannya

Page 6: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

vi

3. Ketua Departemen Arkeologi Dr. Anwar Thosibo, M.Hum, Sekretaris

Departemen Arkeologi Dr. Rosmawati, S.S., M.Si, serta staf pengajar

Muhammad Nur, M.A, Ph,D, Yadi Mulyadi, S.S., M.A, Supriadi, S.S., M.A,

Dra. Erni Erawati, M.Si, Drs. Hasanuddin, M.A, dan Asmunandar S.S., M.A,

yang telah banyak memberi motivasi selama penulis menempuh pendidikan di

Departemen Arkeologi.

4. Terima kasih penulis haturkan kepada Prof. Dr. Akin Duli, MA selaku

Penasehat Akademik.

5. Terima kasih kepada Dra. Khadijah Thahir Muda, M.Si selaku pembimbing I

dan Yusriana, S.S., M.A selaku pembimbing II yang dengan sabar dan murah

hati memberi koreksi dan masukan serta semangat dalam menyelesaikan tulisan

ini.

6. Terima kasih kepada Bunda Marwah, Ibu Rani, dan Pak Syarifuddin yang telah

membantu dalam banyak membantu dalam pengurusan berkas selama

berakademik di Jurusan Arkeologi

7. Keluarga tante Hasnila yang telah berkenan memberi tumpangan selama

penelitian berlangsung di Majene.

8. Kepala Stasiun Metereologi Majene Bapak Supeno Sudiharto, MT dan

jajarannya yang telah memberikan izin akses data klimatologi di Kabupaten

Majene.

9. Teman-teman Kjokkenmoddinger 2013: Yuni Atmy (Yung), Fajariah Y

Palippoi (Faje), Annisa Faza (Ica), Hikmah (Kattik), Misna, Widya (Widong),

Alwisrah (Wisrah), Irwani Irwan (Wani), Nurul Ika Andira (Ika), Andi Takbiran

Page 7: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

vii

(Bian), Andi Hasan Maulana (Acang), Siswandi (Wandi), Edi Aksang (Edi),

Darmawan M (Edar), Khaidir Sirajuddin (Icik), Fatra Lantera (Fatra), Eko Ali

Kartono (Eko), Dan Muhaemin Mursalim (Mimin). I’ve experienced so much

things with all of you guys.

10. Teman-teman, adik dan kakanda Mahasiswa dan Alumni Arkeologi UNHAS

yang tergabung dalam KAISAR FIB-UH.

11. Tim “Majene Project”, Bian, Acang, Wandi, Faje, Ika, Nurhelfiah Makmur

(Piah) dan Kak Isbah, yang telah membantu pengumpulan data di lapangan dan

menyelesaikan gambar yang penulis tampilkan dalam skripsi ini.

12. Untuk adikku Fira Anggareni yang selalu memberikan bantuan dalam banyak

kepada penulis terutama menyiapkan cemilan dan memberikan semangat untuk

segera menyelesaiakan skripsi ini. Adikku Afrida Wahdaniah, Aswad Wahyu,

dan Khanza Dheandra yang selalu memberikan kebahagiaan di rumah.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah

mengajarkan banyak hal kepada penulis hingga penulis bisa menjadi pribadi

yang lebih baik hingga saat ini.

Akhirnya, skripsi ini penulis persembahkan kepada orangtua tercita Ibunda

tercinta Rosmiati dan Ayahanda Mahmuddin. Jasa-jasanya, kesabaran dan

doanyalah yang membawa penulis pada tahap ini.

Makassar, November 2017

Penulis

Page 8: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

HALAMAN PENERIMAAN ............................................................................... v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... x

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi

DAFTAR FOTO .................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv

ABSTRAK ........................................................................................................... xv

ABSTRACT ......................................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1

1.2 Permasalahan ........................................................................................................... 5

1.3 Batasan Masalah ...................................................................................................... 6

1.4 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................. 6

1.5 Metode Penelitian .................................................................................................... 7

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................................ 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12

2.1 Landasan Konsep Pelestarian ................................................................................ 12

2.2 Kayu dan Faktor Penyebab Kerusakan .................................................................. 18

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ........................... 23

3.1 Profil Kabupaten Majene ....................................................................................... 23

3.2 Deskripsi Situs ....................................................................................................... 28

BAB IV IDENTIFIKASI KERUSAKAN NISAN KAYU ............................... 34

4.1 Kerusakan Nisan Kayu ........................................................................................... 34

4.2 Faktor Penyebab Kerusakan Nisan Kayu ................................................................ 48

4.3 Dampak Penataaan Taman Terhadap Kerusakan .................................................... 54

4.4 Saran Penataan dan Pemilihan Jenis Tanaman ....................................................... 58

Page 9: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

ix

BAB V PENUTUP ............................................................................................... 60

5.1 Simpulan ................................................................................................................ 60

5.2 Saran ...................................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64

LAMPIRAN ......................................................................................................... 68

Page 10: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

x

DAFTAR DIAGRAM

DIAGRAM HALAMAN

Diagram 1. Bentuk ragam hias nisan kayu............................................................ 46

Diagram 2. Bentuk Kerusakan pada motif hias nisan ........................................... 47

Page 11: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xi

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

Tabel 1. Pengaruh kondisi lingkungan terhadap umur-pakai kayu ....................... 19

Tabel 2 Jumlah curah hujan (mm) Kabupaten Majene 2013-2014 ....................... 24

Tabel 3 Jumlah hari hujan Kabupaten Mejene 2013- 2017 .................................. 25

Tabel 4 Suhu udara (C) Kabupaten Mejene 2013-2017 ...................................... 25

Tabel 5 Kelembaban relatif (%) Kabupaten Mejene 2013-2017 .......................... 26

Tabel 6 Penyinaran Matahari Kabupaten Mejene 2013-2017............................... 27

Tabel 7 Arah dan kecepatan angin Kabupaten Mejene 2017 ................................ 27

Tabel 8 Persentase Kerusakan Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae ..... 69

Page 12: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xii

DAFTAR FOTO

FOTO HALAMAN

Foto 1. Tampak depan Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae ................... 29

Foto 2. Rumah Informasi situs .............................................................................. 30

Foto 3. Salah satu makam dan nisan pada situs .................................................... 31

Foto 4. Motif hias flora dan kaligrafi pada nisan .................................................. 31

Foto 5. Sebaran makam di sektor 3 ....................................................................... 33

Foto 6. Makam baru .............................................................................................. 33

Foto 7. Nisan kayu yang tertancap langsung pada tanah ...................................... 34

Foto 8. Nisan dan lubang peletakannya dari batuan makam ................................. 34

Foto 9. Nisan yang mengalami patah .................................................................... 36

Foto 10. Nisan yang miring .................................................................................. 36

Foto 11. Retakan pada nisan ................................................................................. 37

Foto 12. permukaan nisan kayu yang aus ............................................................. 38

Foto 13. Perubahan warna pada nisan ................................................................... 39

Foto 14. Pengelupasan pada nisan ........................................................................ 39

Foto 15. Pertumbuhan jamur pada nisan sektor 1 ................................................. 40

Foto 16. Pertumbuhan jamur pada nisan sektor 4 ................................................. 41

Foto 17. Lumut yang mengering pada nisan ......................................................... 41

Foto 18. Jejak aktivitas rayap berupa terowongan tanah ...................................... 42

Foto 19. Pepohonan pada sektor 1 ........................................................................ 43

Foto 20. Pepohonan di luar sektor 2...................................................................... 44

Foto 21. Pohon pada sektor 3 ................................................................................ 45

Foto 22. Nisan kayu pada sektor 3 ........................................................................ 45

Foto 23. Sektor 4 ................................................................................................... 45

Foto 24. Kerusakan pada nisan dengan motif hias inskripsi kaligrafi .................. 48

Foto 25. Kerusakan pada nisan dengan motif hias flora ....................................... 48

Foto 26. Jejak aktivitas ziarah berupa penaburan daun pandan ............................ 53

Foto 27. Nisan dengan bekas pembakaran pada bagian kepala ............................ 54

Foto 28. Nisan dengan bekas pembakaran pada satu sisinya ................................ 54

Page 13: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xiii

Foto 29. Pohon ketapang yang tumbuh di dekat makam ...................................... 55

Foto 30. Tanaman pada situs serta dua nisan di sekitarnya .................................. 56

Page 14: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xiv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

Gambar 1. Peta Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae ...................... lampiran

Gambar 2. Peta Sebaran Kerusakan .............................................................. lampiran

Gambar 3 Kemuning ..................................................................................... 59

Gambar 4. Tanaman Soka ............................................................................. 59

Gambar 5. Alamanda .................................................................................... 59

Gambar 6. Peta Rancangan Penataan ............................................................ lampiran

Page 15: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xv

ABSTRAK

VIVI SANDRA SARI. “IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

LINGKUNGAN PADA TATA LETAK NISAN KAYU (Studi Kasus

Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene)”

(dibimbing oleh Dra. Khadijah Thahir Muda, M.Si, Yusriana, S.S.,M.A)

Fokus penelitian ini adalah identifikasi bentuk kerusakan yang terjadi pada nisan

kayu di Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Kabupaten Majene.

Permasalahan yang diajukan adalah bagaimana bentuk kerusakan dan pelapukan

yang terjadi pada dan dampak penataan taman terhadap kerusakan dan pelapukan.

Untuk mengetahui kondisi nisan kayu tersebut dilakukan studi pustaka, survei dan

observasi lapangan, serta klasifikasi bentuk kerusakan dan pelapukan yang

selanjutnya dijelaskan dalam bentuk tabel dan peta sebaran kerusakan.

Hasil identifikasi terhadap kerusakan pada nisan kayu yang tersebar di empat sektor

menunjukkan bahwa bentuk kerusakan yang terjadi meliputi kerusakan mekanis,

pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Perhitungan persentase

kerusakan menunjukkan perbedaan bentuk kerusakan yang mendominasi pada

setiap sektor. Sektor 1, 2, dan 3 didominasi oleh pelapukan biotis karena areal

sekitarnya ditanami pohon sehingga mempengaruhi tingkat kelembaban yang

memicu pertumbuhan jamur. Sektor 4 didominasi oleh pelapukan fisis karena

berada di lingkungan yang lebih terbuka dan dekat dengan laut. Penataan taman

menjadi faktor yang memicu terjadinya pelapukan.

Adapun bentuk rekomendasi penataan lingkungan untuk meminimalisir kerusakan

yang terjadi adalah penanaman pohon di sekitar sektor 4. Pohon yang disarankan

adalah jenis perdu. Selain itu, pohon yang berada dekat dengan makam sebaiknya

ditiadakan untuk mengurangi kelembaban yang dapat memicu pelapukan biotis.

Kata kunci: nisan kayu, identifikasi kerusakan/pelapukan, penataan taman

Page 16: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

xvi

ABSTRACT

VIVI SANDRA SARI. DAMAGE IDENTIFICATION BASED ON

ENVIROMENT ON WOODEN HEADSTONE (Case Study Kompleks Makam

Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency) (supervised by Dra. Khadijah

Thahir Muda, M.Si, Yusriana, S.S., M.A)

The focus of this research is to identify the damage that occurs on the wooden

headstone in Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae, Majene Regency. The

research question are is how the form of damage and weathering that occurs and

the impact of garden arrangements on damage and weathering. To know the

condition of the wooden headstone was done by literature study, survey and field

observation, as well as the classification of the damage and weathering forms

described hereinafter table shape and map of damage distribution.

Results of identification of damage to wooden tombs spread across four sectors

indicates that the damage that occurred includes mechanical damage,physical

weathering, weathering, and biotical weathering. Percentage calculation damage

indicates the different forms of damage that dominate on every sector. Sectors 1, 2,

and 3 are dominated by biotic weathering due to acreage surroundings are planted

with trees thus affecting the humidity levels triggers mold growth. Sector 4 is

dominated by physical weathering are in a more open environment and close to the

sea. The arrangement of the park become the factor that triggers the occurrence of

weathering.

The form of recommendation of environmental arrangement to minimize the

damage what happens is planting trees around sector 4. Recommended trees is a

kind of shrub. In addition, the tree near the tomb should be eliminated to reduce

moisture that can trigger biotic weathering.

Keywords: wooden headstone, damage/weathering identification, garden

arrangement

Page 17: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu material yang digunakan untuk pembuatan cagar budaya adalah

kayu. Pemanfaatannya tidak terlepas dari sifat kayu alami kayu dan sifat

pengolahannya (Suranto, 2014). Meski demikian, kayu merupakan bahan organik

yang rentan mengalami kerusakan karena pelapukan, pengaruh api, dan organisme.

Oleh karena itu, berbagai penelitian berbasis konservasi dilakukan untuk mengatasi

kerusakan pada kayu.

Suranto (2015) melakukan penelitian penelitian untuk mengetahui kondisi

kerusakan dari tempat tidur etnik madura yang menjadi koleksi Museum Kayu

Wanagama I. Berdasarkan hasil penelitian ia menyimpulkan kerusakan yang terjadi

pada koleksi tersebut disebabkan oleh serangan rayap kayu kering. Hasil penelitian

tersebut kemudian menghasilkan rekomendasi pelaksanaan konservasi yaitu

dengan pemeliharaan, perawatan, dan pemugaran (Suranto, 2015).

Suranto (2012) dalam penelitian di Situs Buntu Pune mengidentifikasi bagian

bangunan yang mengalami degradasi akut adalah tiang. Kerusakan disebabkan oleh

serangan rayap. Dari penelitian tersebut, ia merekomendasikan agar penggunaan

bahan konservan dilakukan dengan penguasan dua lapis agar bahan konservan

meresap ke dalam kayu (Suranto, 2012).

Penelitian konservasi juga dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya

Sulawesi Selatan di antaranya: Kompleks Ke’te Kesu, Buntu Pune, dan Londa di

Kabupaten Tana Toraja, rumah adat Rambu Saratu di Kabupaten Mamasa,

Page 18: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

2

tongkonan Tangkeallo Kabupaten Toraja Utara, Benteng Balangnipa Kabupaten

Sinjai, serta Mesjid Tua Keraton Buton, Rumah Adat Kamali Bata dan Kamali

Kara.

Konservasi pada kompleks Ke’te Kesu, Buntu Pune, dan Londa. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kerusakan bangunan di Ke’te Kesu rata-rata

disebabkan oleh faktor biotis. Untuk bangunan di Buntu Pune mengalami kerusakan

disebabkan oleh faktor biotis, dan Erong di Londa mengalami yang sebagian besar

disebabkan oleh faktor khemis. Kegiatan konservasi yang dilakukan meliputi

pembersihan, perbaikan, pengawetan, konsolidasi, dan perbaikan sistem drainase

(Syafruddin, et al., 2007: 52).

Tahun 2008 lalu, dilakukan konservasi pada Rumah Adat Rambu Saratu

Kabupaten Mamasa. Penelitian dilakukan terhadap satu bangunan rumah adat

Rambu Saratu dan tiga bangunan lumbung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

faktor yang paling berpengaruh untuk kerusakan pada rumah adat adalah pelapukan

fisis, sedangkan untuk lumbung 1 pelapukan biotis, lumbung 2 kerusakan mekanis,

dan lumbung 3 pelapukan fisis. Kegiatan konservasi yang dilakukan adalah

penataan lingkungan melalui pembuatan drainase, pembersihan, pengawetan, dan

konsolidasi (Syafruddin, et al., 2007).

Tahun 2010, dilakukan konservasi Rumah Adat Tongkonan Tangkeallo yang

terletak di Kabupaten Toraja Utara. Studi ini merupakan kelanjutan dari studi

konservasi yang dilakukan pada tahun 2009. Hasil studi sebelumnya menunjukkan

bahwa tingkat kerusakan dan pelapukan termasuk kategori parah sehingga perlu

dilakukan tindakan konservasi. Adapun kegiatan konservasi yang dilakukan adalah

Page 19: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

3

pembersihan mekanis, sterilisasi, konsolidasi, pengawetan, dan kamuflase

(Munafri, et al., 2010: 34).

Konservasi dilakukan pada Benteng Balangnipa di Kabupaten Sinjai yang

merupakan bangunan dengan 60% bagiannya terbuat dari kayu. Kerusakan dan

pelapukan yang terjadi meliputi kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan

khemis, dan pelapukan biotis. Rekomendasi perlakuan konservasi yang akan

dilakukan adalah pembersihan mekanis, injeksi atau pengisian penambalan dan

penyambungan, pengawetan, pengolesan bahan kedap air, pengecatan dan politur

dan coating krepus. Selain itu perlu pengendalian lingkungan pasca konservasi serta

penataan drainase untuk menghambat kerusakan (Munafri, et al., 2010).

Konservasi pada Masjid tua Kraton Buton, Rumah adat Kamali Bata dan

Kamali Kara yang dilakukan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa kerusakan yang

terjadi adalah kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan

pelapukan biotis. Kerusakan mekanis yang terjadi berupa retakan, pecah, dan

kemiringan. Adapun penyebab kerusakan yaitu adanya tekanan atau gaya statis

yang tumpuannya tidak merata. Pelapukan fisis menyebabkan terjadinya aus,

retakan mikro dan rapuh pada kayu. Pelapukan khemis disebabkan oleh air yang

berdampak pada terjadinya retakan, perubahan warna kayu, dan pembusukan.

Pelapukan biotis disebabkan oleh serangan rayap, kumbang bubuk, semut, dan

jamur. Tindakan konservasi yang dilakukan meliputi pembersihan, sterilisasi,

pengawetan, konsolidasi, dan kamuflase (Mustafa, et al., 2016).

Berdasarkan uraian di atas diketahui berbagai bentuk kegiatan konservasi

dilakukan untuk mengatasi kerusakan yang terjadi pada cagar budaya berbahan

Page 20: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

4

kayu. Pelaksanaan konservasi didahului dengan identifikasi jenis kerusakan yang

terjadi. Secara umum, jenis kerusakan yang terjadi pada kayu yakni kerusakan

mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Hal tersebut

mengakibatkan menurunnya kekuatan kayu serta meningkatnya kerapuhan. Hasil

identifikasi kerusakan kemudian dijadikan acuan untuk merancang tindakan

konservasi yang akan dilakukan.

Salah satu contoh penggunaan kayu untuk pembuatan cagar budaya dapat

dilihat pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae Ondongan di Majene,

Sulawesi Barat. Kompleks makam tersebut merupakan kompleks pemakaman bagi

raja-raja dan anggota hadat Banggae. Hadat Banggae diperkirakan muncul pada

masa pemerintahan Daenta Melanto (Mara’dia Banggae II) ketika Totoli bergabung

dengan Kerajaan Banggae (Iswadi, et al., 2014).

Berbagai penelitian telah dilakukan pada kompleks makam tersebut di

antaranya penelitian Abdul Muttalib pada 1981, oleh Darmawan Mas’ud dkk pada

tahun 1994, Suwedi Montana pada 1998, serta peneliti dari Balai Arkeologi

Makassar. Penelitian tersebut diarahkan pada tipologi makam dan nisan.

Berdasarkan hal tersebut, penulis akan melakukan penelitian yang difokuskan

pada identifikasi kerusakan nisan kayu yang ditemukan pada situs. Melalui

penelitian ini akan digambarkan jenis kerusakan yang terjadi dan faktor yang

mempengaruhinya.

Page 21: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

5

1.2 Permasalahan

Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae telah mengalami pemugaran

sebanyak dua kali yakni pada tahun 1987-1988 dan 1988-1990. Selain itu, kegiatan

konservasi telah dilakukan pada tahun 2014 oleh sub unit konservasi Balai

Pelestarian Cagar budaya Sulawesi Selatan. Kegiatan konservasi difokuskan pada

batuan makam dengan melakukan pembersihan mekanis, pembersihan secara

khemis untuk menghilangkan lichen, serta pengukuran kelembaban pada batu

(Haeruddin, et al., 2014).

Konservasi pada kayu di kompleks makam tersebut belum pernah dilakukan

padahal ancaman kerusakan terhadap kayu yang lebih tinggi. Ancaman tersebut

berasal dari faktor internal yakni bahan kayu yang merupakan bahan organik dan

faktor eksternal (lingkungan).

Keletakan situs yang berada di daerah terbuka dan dekat dengan laut menjadi

ancaman terjadinya kerusakan pada nisan kayu. Jika hal ini dibiarkan terus

menerus, dapat dipastikan bahwa nisan kayu akan rusak dan lapuk. Hilangnya data

fisik (material) yang menyebabkan hilangnya data tentang tren penggunaan nisan

kayu di masa lalu, tepatnya masa Kerajaan Banggae.

Atas pertimbangan tersebut, perlu dilakukan kajian terhadap kondisi fisik nisan-

nisan di kompleks makam tersebut. Fokus penelitian yang akan dilakukan penulis

yaitu mengidentifikasi bentuk-bentuk kerusakan serta faktor yang penyebabnya.

Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan adalah:

a. Bagaimana bentuk kerusakan dan pelapukan nisan kayu pada Kompleks

Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan?

Page 22: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

6

b. Berdasarkan kerusakan dan pelapukan yang terjadi, bagaimana dampak

penataan taman pada situs terhadap kerusakan nisan kayu pada Kompleks

Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini berbasis pada kajian konservasi, sehingga penjelasan mengenai

tinggalan arkeologis pada kompleks makam tidak akan dibahas secara rinci. Selain

itu, identifikasi kerusakan dilakukan pada kerusakan karena faktor eksternal

(lingkungan). Pembahasan mengenai kondisi internal kayu pembuatan nisan tidak

dibahas terperinci karena membutuhkan metode analisis laboratorium untuk

mengetahuinya.

1.4 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengidentifikasi kerusakan dan pelapukan pada nisan kayu di Kompleks

Makam Raja-Raja Hadat Banggae di Ondongan.

b. Mengidentifikasi dampak penataan taman terhadap kerusakan nisan kayu

pada Kompleks Makam Raja Hadat Banggae di Ondongan.

Adapun manfaat dari penelitian ini dari segi keilmuan adalah menambah

pengetahuan mengenai kerusakan cagar budaya berbahan kayu dan faktor yang

mempengaruhi kerusakannya. Dari segi praktis, penelitian ini diarahkan pada

kelestarian cagar budaya karena hasil akhir dari penelitian ini adalah saran penataan

Page 23: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

7

taman pada situs Kompleks Makam Raja-Raja Hadat Banggae untuk meminimalisir

kerusakan yang akan terjadi.

1.5 Metode Penelitian

1.4.1 Pengumpulan Data

1) Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi tentang penelitian konservasi

pada kayu dan penelitian yang telah dilakukan di Kompleks Makam Raja-Raja

Hadat Banggae di Ondongan. Data tersebut diperoleh dari artikel, buku, jurnal, serta

laporan.

Berdasarkan uraian studi pustaka yang dilakukan diketahui berbagai bentuk

kegiatan konservasi dilakukan untuk mengatasi kerusakan yang terjadi pada cagar

budaya berbahan kayu. Pelaksanaan konservasi didahului dengan identifikasi jenis

kerusakan yang terjadi. Secara umum, jenis kerusakan yang terjadi pada kayu yakni

kerusakan mekanis, pelapukan fisis, pelapukan khemis, dan pelapukan biotis. Hasil

identifikasi kerusakan kemudian dijadikan acuan untuk merancang tindakan

konservasi yang akan dilakukan.

Selain data tentang konservasi kayu, dilakukan pengumpulan data tentang

penelitian pada Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae Ondongan. Adapun

penelitian yang telah dilakukan adalah penelitian mengenai tipologi makam dan

nisan. Selain itu, pemugaran telah dilakukan pada 1987-1988 dan 1988-1990 oleh

Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan. Kegiatan konservasi dilakukan

pada tahun 2014 masih sebatas pada konservasi batuan makam.

Page 24: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

8

2) Pengumpulan Data Lapangan

Tahapan ini dilakukan melalui observasi terhadap kompleks makam untuk

mencari nisan yang menggunakan bahan kayu. Nisan kayu yang ada kemudian

diberi label temuan berdasarkan nama sektor, nomor makam, dan nomor nisan.

Selanjutnya dilakukan pendeskripsian secara mendetail terhadap situs, nisan dan

kerusakannya, serta tumbuhan. Pendeskripsian situs dilakukan dengan mengisi

lembar deskripsi sedangkan untuk nisan kayu dan kerusakan serta tumbuhan

dilakukan menggunakan aplikasi memento database1. Aplikasi ini memungkinkan

kita melakukan perekaman dengan lebih praktis. Sebelumnya, dibuat tabel yang

berisi variabel data yang akan dideskripsikan. Deskripsi nisan kayu dan

kerusakannya memuat keletakan nisan, ukuran, dan kerusakan yang dialami

sedangkan untuk deskripsi tumbuhan memuat keletakan, ukuran, sebarannya. Data

dari aplikasi tersebut dapat terhubung langsung dengan Microsoft Excel sehingga

dapat mempermudah dalam pengklasifikasian jenis kerusakan pada nisan kayu.

Terdapat dua istilah untuk menyebut degradasi pada cagar budaya yakni

kerusakan dan pelapukan. Kerusakan adalah perubahan yang terjadi pada bahan

cagar budaya tanpa diikuti oleh perubahan unsur bahan penyusunnya. Pelapukan

adalah perubahan yang terjadi pada sifat-sifat fisik maupun kimiawinya yang

biasanya diikuti oleh peningkatan kerapuhan misalnya korosi dan pembusukan.

1Aplikasi memento database merupakan aplikasi berbasis android yang biasanya digunakan untuk

pembuatan data base.

Page 25: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

9

Kerusakan mekanis dapat diamati dengan adanya bagian nisan yang patah dan

miring. Pelapukan fisis dapat diamati pada adanya aus dan retakan mikro.

Pelapukan khemis berupa adanya pengelupasan dan perubahan warna pada kayu.

Sedangkan pelapukan biotis dengan adanya pertumbuhan organisme berupa jamur,

algae, moss, dan lichen, serta adanya serangga perusak kayu yang berupa rayap,

kumbang bubuk, semut dan lebah.

Selain itu, dilakukan pengambilan foto untuk memperjelas data deskripsi.

Pengambilan foto yang dilakukan meliputi foto kondisi situs, nisan kayu, dan

tumbuhan. Foto nisan kayu selain menampilkan nisan secara utuh yang diambil dari

keempat sisi, juga menampilkan detail kerusakan.

Selanjutnya, dilakukan pemetaan untuk menggambarkan keletakan situs dan

sebaran nisan kayu. Pemetaan situs dilakukan dengan tracking menggunakan GPS.

Hasil perekaman data dalam bentuk koordinat geografis dipindahkan dalam pada

peta topografi yang telah disesuaikan dengan lokasi penelitian. Selanjutnya

dilakukan ploting sebaran makam, nisan kayu, serta tumbuhan yang ditemukan

pada situs.

Data lain yang dikumpulkan adalah data klimatologi. Penulis melakukan

pengumpulan data mengenai temperatur udara rata-rata, temperatur maksimal dan

minimal bulanan, kelembaban, penyinaran matahari, kecepatan angin, serta jumlah

curah hujan dan lama hari hujan di Kabupaten Majene. Data tersebut diperoleh dari

Stasiun Metereologi Majene.

Penulis juga melakukan wawancara terhadap juru pelihara, pengunjung, dan

masyarakat sekitar. Wawancara terhadap juru pelihara dilakukan untuk mengetahui

Page 26: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

10

kegiatan konservasi yang telah dilakukan dan jenis kayu yang digunakan oleh

masyarakat Majene untuk pembuatan nisan. Wawancara terhadap pengunjung dan

masyarakat dilakukan untuk mengetahui bagaimana perlakuan mereka terhadap

kompleks makam tersebut.

1.4.2 Pengolahan Data

Pada tahap ini dilakukan identifikasi dan klasifikasi kerusakan yang terjadi pada

nisan berdasarkan hasil deskripsi. Kerusakan yang terjadi pada nisan dihitung untuk

mengetahui persentase masing-masing bentuk kerusakan pada tiap nisan. Data

persentase kerusakan diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan peta situs dan sebaran kerusakan. Hasil

ploting situs diolah menggunakan aplikasi Garmin Basecamp untuk menampilkan

sebaran objek yang telah diplot. Data tersebut didigitasi menggunakan aplikasi

Global Mapper lalu diolah dengan aplikasi ArcGis. Pembuatan peta sebaran

kerusakan dilakukan berdasarkan data persentase yang telah dibuat pada aplikasi

Microsoft Excel.

1.4.3 Penjelasan Data atau Ekplanasi

Data hasil observasi dan analisis data disajikan dalam bentuk tabel yang disertai

dengan narasi dan foto kerusakan. Selain itu, ditampilkan peta yang pola sebaran

kerusakan. Dari data tersebut ditarik kesimpulan bagaimana sebaran kerusakan

pada kompleks makam. Data tersebut kemudian dikaitkan dengan sebaran

tumbuhan pada situs untuk mengetahui apakah tumbuhan tersebut mendukung

terjadinya kerusakan atau justru menghambat terjadinya kerusakan. Hasil akhir dari

Page 27: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

11

penelitian ini adalah saran bentuk penataan lingkungan yang tepat untuk

meminimalisir kerusakan yang akan terjadi selanjutnya.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran umum dari keseluruhan isi skripsi ini maka

penulis membagi dalam lima bab. Bab I berisi tentang latar belakang masalah,

permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang tinjauan pustaka yang meliputi landasan konsep pelestarian

dan penjelasan tentang kayu serta faktor penyebab kerusakannya.

Bab III gambaran umum wilayah penelitian yang membahas tentang keadaan

alam lingkungan Kabupaten Majene. Selain itu, dalam bab ini juga dijelaskan

kondisi Kompleks Makam Raja-raja Hadat Banggae.

Bab IV pembahasan berisi tentang kerusakan nisan kayu dan bagaimana

pengaruh lingkungan terhadap kerusakan. Dalam bab ini juga dijelaskan bagaimana

pengaruh pemugaran dan penataan lingkungan pada situs terhadap kerusakan.

Bab V penutup berisi tentang kesimpulan bentuk kerusakan nisan kayu dan

faktor penyebab kerusakan serta dampak penataan taman terhadap kerusakan. Dari

kesimpulan tersebut, dirumuskan saran bentuk penataan taman yang tepat untuk

meminimalisir kerusakan yang akan terjadi.

Page 28: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Konsep Pelestarian

Kondisi cagar budaya yang sampai ke tangan kita saat ini sudah tidak utuh lagi

karena faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Proses kerusakan merupakan

proses yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihentikan sepenuhnya, karena itu

diperlukan tindakan untuk menghambat kerusakan untuk memperpanjang usia

benda. Tindakan pelestarian diperlukan untuk menjaga eksistensi cagar budaya

salah satunya melalui tindakan konservasi (Susanti, 2007). Undang-undang

pelestarian cagar budaya dalam hal ini UU no 11 tahun 2010 tidak membahas secara

eksplisit mengenai konservasi. Namun, secara teknis konservasi termasuk dalam

kegiatan pemeliharaan (Munandar, 2014).

Konservasi merupakan suatu upaya sistematis untuk memelihara dan

mengawetkan benda sehingga dapat bertahan lama. Secara lebih luas, konservasi

diartikan sebagai:

1. Setiap upaya yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat bahan yang dipakai

untuk pembuatan benda cagar budaya,

2. Setiap upaya untuk mengetahui penyebab kerusakan dan pelapukan serta

mengendalikan atau mencegah kerusakan atau pelapukan yang telah terjadi,

3. Setiap perbuatan untuk memperbaiki keadaan (kondisi) benda cagar budaya.

(Joentono, 1996:5; Susanti, 2007:30).

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa pelestarian benda cagar budaya

melalui konservasi meliputi penelitian mengenai sifat bahan pembuatan, faktor

Page 29: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

13

penyebab kerusakaan, dan tindakan perawatan untuk memperbaiki benda cagar

budaya. Tulisan ini akan difokuskan pada tahap identifikasi faktor penyebab

kerusakan dan upaya perbaikan terhadap benda.

Penyebab kerusakan pada cagar budaya terdiri dari faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal yakni sifat-sifat alami bahan dasar yang digunakan dalam

pembuatan benda cagar budaya tersebut. Faktor eksternal adalah faktor dari

lingkungan tempat benda cagar budaya berada, berdasarkan sifatnya dibedakan

menjadi dua yaitu faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik yang berperan

dalam kerusakan yakni pertumbuhan organisme, sedangkan faktor abiotik meliputi

kondisi lingkungan, cuaca, dan iklim (Anonim, 2006).

Faktor lain yang berpengaruh terhadap kerusakan yakni manusia. Manusia

dengan sengaja maupun tidak disengaja dapat melakukan tindakan vandalisme yang

berujung pada kerusakan dan pelapukan cagar budaya. Tindakan vandalisme

berupa pengrusakan dan pencurian dengan jalan memotong, mencoret, menyiram

pada benda sehingga bagian strukturalnya akan mengalami kerusakan dan

pelapukan, hal ini tentu saja akan berdampak pada musnahnya data arkeologi

(Susanti, 2007).

Identifikasi kerusakan memegang peranan dalam memberikan gambaran

bentuk kerusakan pada benda. Hasil identifikasi kemudian digunakan untuk

merumuskan bentuk penanganan. Terdapat dua istilah untuk menyebut kerusakan

yakni kerusakan dan pelapukan. Kerusakan adalah perubahan yang terjadi pada

bahan cagar budaya tanpa diikuti perubahan unsur bahan penyusun yang digunakan.

Pelapukan adalah perubahan yang terjadi pada sifat fisik dan kimiawi bahan

Page 30: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

14

penyusunnya yang diikuti dengan peningkatan kerapuhan. Bentuk kerusakan dan

pelapukan pada cagar budaya dijelaskan sebagai berikut:

1. Kerusakan Mekanis

Kerusakan mekanis tidak menyebabkan perubahan pada komposisi dan

unsur kimia bahan. Penyebab kerusakan adalah adanya gaya statis dan dan gaya

dinamis yang membebani benda. Gaya statis disebabkan oleh gaya berat bahan

cagar budaya di atasnya. Gaya dinamis disebabkan oleh gaya yang bergerak

misalnya gempa dan angin (Susanti, 2007).

Cagar budaya berbahan kayu rentan mengalami kerusakan mekanis

terutama pada kayu yang digunakan sebagai konstruksi. Beban statis yang

membebani kayu dalam waktu lama akan memberikan tekanan pada kayu jika

beban tersebut melampaui kekuatan maksimum kayu, maka kayu akan

mengalami kerusakan misalnya melengkung, pecah, dan retak (Cahyandaru, et

al., 2010). Kerusakan mekanis juga dapat disebabkan oleh peletakan benda

yang kurang baik sehingga dapat terdorong jatuh atau akibat dari bencana alam

berupa angin kencang (Srivijayananta, 2008)

2. Pelapukan Fisis

Pelapukan fisis disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca. Kondisi iklim di

Indonesia yang berupa iklim tropis lembab dengan dua musim yakni musim

penghujan dan musim kemarau. Selain itu, terjadi perbedaan suhu dan

kelembaban antara siang dan malam hari yang akan memacu proses pelapukan

terutama benda yang terbuat dari bahan organik termasuk kayu (Susanti, 2007).

Page 31: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

15

Perbedaan suhu dan kelembaban berpengaruh proses pemuaian dan

penyusutan pada kayu, terlebih kayu yang pada dasarnya bersifat higroskopis2.

Hal berlangsung secara terus menerus dalam waktu yang lama yang berdampak

pada perubahan dimensi pada kayu yang lama kelamaan menyebabkan

munculnya retakan pada kayu (Vici, et al., 2005).

Selain itu, paparan sinar matahari juga menjadi faktor yang berperan dalam

pelapukan. Sinar matahari terutama sinar ultraviolet yang menerpa kayu

menyebabkan terjadinya penguraian komponen kimia penyusun dinding sel.

Unsur kimia yang terurai akan terbawa angin maupun air sehingga permukaan

kayu akan mengalami aus (Cahyandaru, et al., 2010).

3. Pelapukan Khemis

Faktor penyebab pelapukan khemis oleh air baik berupa air kapiler dari

tanah, hempasan air hujan, maupun uap air. Kondisi udara yang tercemar oleh

gas buangan industri dan kendaraan juga merupakan salah satu faktor yang tidak

bisa diabaikan karena mengandung garam mineral yang kemudian akan jatuh

bersama air hujan. Air yang tercemar garam mineral akan menyebabkan

kerusakan (Susanti, 2007; Srivijayananta, 2008; Akbar, 2009).

Air akan masuk ke pori-pori sehingga kayu akan lembab dan memicu

pertumbuhan organisme. Lebih lanjut, air akan menyebabkan pelarutan unsur-

unsur kayu. Saat terjadi penguapan, hasil pelarutan mineral bahan cagar budaya

akan terbawa ke permukaan dalam bentuk sedimentasi kristal garam terlarut.

2Higroskopis artinya dapat menyerap dan menghilangkan kelembaban udara sekitarnya, kayu akan

menyerap air saat udara mengandung uap air tinggi dan melepaskan air saat kadar air di udara rendah

(Vici, et al., 2005).

Page 32: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

16

Proses penggaraman akan semakin tebal sehingga mendesak keluar dan

menyebabkan terjadinya pengelupasan (Srivijayananta, 2008; Akbar, 2009).

4. Pelapukan Biotis

Pelapukan biotis disebabkan oleh pertumbuhan jasad pada permukaan cagar

budaya. Pertumbuhan jasad berdampak pada munculnya noda yang dapat

mengganggu secara estetis. Selain itu, beberapa jenis jasad tertentu menimbulkan

penguraian dan pelapukan terhadap unsur bahan penyusun (Susanti, 2007;

Srivijayananta, 2008).

Hampir semua bahan cagar budaya kecuali logam dan keramik peka terhadap

pertumbuhan jasad. Beberapa jenis jasad yang berperan dalam proses pelapukan

biotis yaitu jamur, lumut, alga, serta. Selain itu, pelapukan biotis juga dapat

disebabkan oleh tumbuhan tingkat rendah dan tinggi (Susanti, 2007;

Srivijayananta, 2008).

Selain pertumbuhan jasad, pelapukan biotis pada kayu juga disebabkan oleh

binatang perusak kayu. Adapun binatang perusak kayu kayu terdiri dari kelompok

rayap, kumbang bubuk, serta golongan semut dan lebah (Cahyandaru, et al.,

2010)

Kerusakan dan pelapukan yang terjadi pada benda saling berkaitan. Sebagai

contoh, pelapukan biotis dapat menyebabkan kerusakan mekanis karena

pertumbuhannya. Di sisi lain, pelapukan khemis dapat memicu terjadinya

pelapukan biotis. Terjadinya pelapukan berdampak pada menurunnya kekuatan

bahan cagar budaya yang akan menyebabkan kerusakan mekanis.

Page 33: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

17

Bentuk kegiatan konservasi pada benda cagar budaya dirumuskan berdasarkan

hasil identifikasi kerusakan tersebut. Beberapa benda memerlukan tindakan

pemeliharaan berupa perawatan rutin, pembersihan dari debu, atau penataan

lingkungan agar iklim tetap dalam kondisi stabil, sedangkan benda lainnya

memerlukan tindakan lebih lanjut misalnya penyambungan bagian yang patah

(Srivijayananta, 2008).

Salah satu upaya pelindungan cagar budaya dari ancaman kerusakaan adalah

penataan situs dan kawasannya. Penataan dilakukan dengan mempertimbangkan

fungsi ruang yakni fungsi pelindungan mutlak dan fungsi pelindungan terbatas.

Fungsi pelindungan mutlak terhadap cagar budaya artinya tidak diperbolehkan

melakukan perubahan bentuk cagar budaya, sedangkan fungsi pelindungan terbatas

dapat dilakukan melalui penataan lingkungan. Pelaksanaan penataan situs meliputi

pemilihan jenis tanaman, penanaman, pembuatan jalan pada lingkungan atau situs,

drainase, sarana pendukung, dan pagar keliling (Anonim, 2010).

Penataan lingkungan melalui penanaman tanaman dapat memberikan

perlindungan terhadap benda karena tanaman juga dapat mengurangi intensitas

cahaya dan kecepatan angin yang menerpa benda (Lakitan, 1994; Susanti, 2007).

Selain itu, pohon pelindung dapat menciptakan suhu dan kelembaban yang stabil

sehingga mengurangi fluktuasi suhu dan kelembaban yang tinggi yang pada

akhirnya memperlambat proses kerusakan dan pelapukan (Swastikawati, et al.,

2014).

Meski demikian, penanaman tanaman juga dapat menjadi faktor yang memicu

kerusakan. Keberadaan tanaman yang dekat dengan benda dapat mengakibatkan

Page 34: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

18

tingkat kelembaban lebih tinggi sehingga memicu pertumbuhan organisme. Oleh

karena itu, pelaksanaannya didahului dengan pemilihan jenis tanaman dengan

mempertimbangkan jenis cagar budaya, fungsi, teknis, dan estetika (Anonim,

2010). Selain itu, untuk memberikan fungsi maksimal terhadap perlindungan

dibutuhkan pengaturan jarak antara tumbuhan dengan objek (Susanti, 2007).

2.2 Kayu dan Faktor Penyebab Kerusakan

Benda cagar budaya memiliki keberagaman baik dari segi bentuk, bahan,

periode atau waktu pembuatan, maupun latar belakang etnik dan budaya

pembuatnya. Dari segi bahan, salah satu material sudah digunakan dalam waktu

lama adalah kayu. Penggunaannya disebabkan oleh sumber kayu yakni tetumbuhan

dapat ditemukan dengan mudah (Suranto, 2014).

Pemilihan kayu juga tidak terlepas dari sifat kayu dan sifat pengolahannya.

Kayu memiliki sifat fisik3, kimia4, dan mekanis5 yang bervariasi antar jenis pohon.

Sifat tersebut berkaitan dengan ketahanan kayu, sehingga menyebabkan perbedaan

pada setiap jenis kayu (Suranto, 2014; Muin, et al., t. tahun).

Ketahanan kayu diklasifikasikan berdasarkan kekuatan (kelas-kelas kuat) dan

keawetan (kelas-kelas awet). Kekuatan kayu merujuk pada daya tahan kayu

terhadap beban yang mengenainya. Kekuatan kayu terdiri dari kekuatan elastis dan

kekuatan tekan kayu pada suasana kering udara (Muin, et al., t. tahun).

3Sifat fisik kayu: kerapatan dan berat jenis, kadar air, perubahan dimensi (kembang susut), porositas,

permeabilitas, daya hantar (panas, listrik, suara) 4Sifat kimia kayu: kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin, zat ekstraktif, silika, pati. abu 5Sifat mekanis kayu: kekuatan lengkung, kekerasan, dan kelenturan atau kekakuan

Page 35: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

19

Keawetan kayu merujuk ketahanan kayu dari organisme perusak. Keawetan

kayu diklasifikasikan menjadi lima kelas, tiap kelas keaweatan memberikan

gambaran mengenai umur kayu dalam pemakaian. Meski demikian, umur

penggunaan kayu juga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat kayu

dimanfaatkan serta bentuk perlindungan pada kayu (tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh kondisi lingkungan terhadap umur-pakai kayu

No Sifat

Pemakaian

Umur Pakai (Tahun) pada Kelas Keawetan

1 2 3 4 5

1. Terbuka 8 5 3 Pendek Sangat

pendek

2. Dinaungi 20 15 10 Beberapa Pendek

3. Dinaungi dan

dicat

Tidak

terbatas

Tidak

terbatas

Sangat

panjang

Beberapa Pendek

4. Dinaungi dan

dipelihara

Tidak

terbatas

Tidak

terbatas

Sangat

panjang

20 20

Sumber: (Suranto, 2002)

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa meskipun kayu yang digunakan

dipilih karena merupakan kayu yang berkualitas tinggi, namun kayu merupakan

bahan organik serta mengalami interaksi dengan alam sehingga menyebabkan

terjadinya kerusakan. Kerusakan pada kayu disebabkan oleh faktor internal yakni

sifat kayu itu sendiri dan faktor internal yakni lingkungan (Anonim, 2006).

Faktor eksternal penyebab kerusakan pada kayu terdiri dari faktor biotik dan

abiotik. Faktor biotik yang berperan dalam kerusakan yakni pertumbuhan

organisme, sedangkan faktor abiotik yakni lingkungan yang meliputi cuaca dan

iklim. Faktor biotik perusak kayu menyebabkan kerusakan pada kayu karena

interaksinya dengan kayu dalam bentuk menjadikannya sebagai bahan makanan

Page 36: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

20

atau tempat perlindungan. Faktor abiotik menyebabkan kerusakan karena interaksi

dengan kayu yang dapat merombak atau merusak komposisi kayu. Kerusakan

karena faktor abiotik relatif membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melihat

dampaknya dibanding faktor biotik (Muin, et al., t. tahun).

3.2.1 Faktor Biotik

Faktor biotik yang menjadi penyebab kerusakan kayu terdiri dari golongan

mikroorganisme dan binatang. Kelompok mikroorganisme yang menjadi faktor

penyebab kerusakan kayu terdiri dari jamur dan bakteri. Jamur yang paling

merugikan adalah jamur pelapuk atau pembusuk kayu (Suranto, 2002).

Pertumbuhan jamur pada kayu didukung oleh faktor-faktor berikut: air, oksigen,

suhu (115-45C), kandungan substrat, dan faktor kimia pertumbuhan. Serangan

jamur pada kayu mengakibatkan terjadinya perubahan sifat pada kayu yang

meliputi perubahan kimia kayu, kekuatan dan fisik kayu. Selain itu, jamur juga

dapat menyebabkan timbulnya stain atau noda dan pewarnaan permukaan kayu.

Untuk menghilangkannya dapat dilakukan melalui penyikatan atau pengetaman

(Muin, et al., t. tahun).

Binatang yang menjadi perusak kayu terdiri dari kelompok rayap, kumbang

bubuk, serta golongan semut dan lebah. Kelompok rayap terdiri dari rayap kayu

kering dan rayap tanah. Rayap kayu kering merupakan rayap yang dapat hidup

dalam kondisi kering dengan kelembaban kurang dari 90%. Rayap tanah merusak

kayu merupakan jenis rayap yang hidup di tempat lembab. Kelembaban optimum

bagi rayap tanah berkisar antara 97,5%-100% (Suranto, 2002). Kumbang

penggerek kayu merupakan organisme perusak kayu yang memakan pati. Salah satu

Page 37: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

21

tanda aktivitas kumbang pada kayu adalah adanya lubang terbang (lubang keluar)

pada permukaan kayu atau lubang gerek dalam kayu (Muin, et al., t. tahun).

3.2.2 Faktor Abiotik

Faktor abiotik perusak kayu meliputi cuaca, beban mekanis, bahan kimia, dan

suhu. Proses kerusakan kayu karena cuaca disebabkan oleh energi sinar matahari,

kelembaban atau uap air, suhu udara dan oksidasi udara. Secara sederhana proses

kerusakan kayu karena faktor cuaca dijelaskan sebagai berikut, sinar ultraviolet

yang menerpa kayu menyebabkan terjadinya depolimerisasi terutama komponen

kimia penyusun dinding sel. Selanjutnya, air yang berupa embun, uap dan hujan

akan mengerosikan dan membawa pergi unsur kimia yang mengalami degradasi

meninggalkan permukaan kayu. Selain air, angin juga berperan dalam memisahkan

bagian kayu yang lapuk pada permukaan kayu dengan lapisan kayu di bawahnya

yang masih sehat. Akibatnya, bagian bawah kayu yang tererosi akan berubah

statusnya menjadi permukaan kayu yang baru, dan mengalami siklus yang sama

dengan permukaan kayu sebelumnya sehingga mengakibatkan erosi permukaan

kayu secara terus menerus (Cahyandaru, et al., 2010).

Kerusakan kayu karena pengaruh air dapat dijelaskan sebagai berikut. Kayu

merupakan bahan yang bersifat higroskopis atau menyerap kelembaban. Pada

lingkungan yang bersifat mengandung uap air, kayu kering akan menyerap uap air

sampai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Begitu pula kayu yang jenuh

air ketika ditempatkan di tempat yang kelembaban relatifnya lebih rendah akan

kehilangan uap air sampai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Hal ini

Page 38: HALAMAN JUDUL IDENTIFIKASI KERUSAKAN BERDASARKAN

22

akan menyebabkan adanya perubahan dimensi sejalan dengan perubahan kadar air

dalam dinding sel (Muin, et al., t. tahun).

Faktor selanjutnya adalah beban mekanis yang merupakan sumber minor

deteriorasi kayu dan melibatkan gaya-gaya yang merobek dan melepaskan bagian

kecil permukaan kayu. Kerusakan karena faktor mekanis rentan terutama pada kayu

yang digunakan sebagai bahan konstruksi. Beban yang menimpa kayu terdiri dari

beban statis dan beban dinamis. Beban statis adalah beban yang membabani kayu

secara terus-menerus, sedangkan beban dinamis asalah beban yang membani kayu

secara sesaat. Pepaduan atau resultan kedua beban tersebut menjadi beban rill bagi

kayu, apabila penjumlahan keduanya menghasilkan resultan beban yang

melampaui kekuatan maksimum kayu, maka kayu tersebut akan mengalami

kerusakan atau degradasi (Cahyandaru, et al., 2010).

Kerusakan kayu juga dapat disebabkan oleh bahan kimia. Kayu akan

mengalami degradasi apabila diinteraksikan terhadap bahan kimia yang bersifat

garam, asam dan basa. Perlakuan kayu dengan garam yang dapat menurunkan

kekuatan kayu (Muin, et al., t. tahun).

Kerusakan kayu oleh suhu berdasarkan gejalanya dibagi menjadi dua yaitu

proses degradasi termal pada suhu tinggi yang berlangsung pada suhu di atas 200C

dan selalu disertai dengan pemunculan api atau kebakaran serta proses degradasi

termal pada suhu rendah yang berlangsung pada suhu di bawah 200C. Pengaruh

suhu rendah menyebabkan kayu kehilangan kekuatan yang dicirikan dengan

perubahan warna kayu menjadi coklat, pemukaannya menjadi rapuh (brittle).

(Cahyandaru, et al., 2010; Muin, et al., t. tahun)