halaman 1-9

13
BNI Catatan Gemilang Sebuah Perjalanan Kemitraan Kisah-Kisah Sukses Sebuah Kemitraan Sejak dilakukannya pemetaan arah perjalanan yang baru di tahun 2004, BNI mengalami perubahan-perubahan besar, yang didorong oleh kesadaran akan jati diri, semangat serta harapan baru yang timbul di lingkungan BNI bersama belasan ribu orang karyawannya. Proses transformasi yang tengah berlangsung di BNI menyentuh setiap relung kesadaran kolektif serta budaya perusahaan dan membawanya ke arah satu tujuan bersama. Melalui transformasi ini, BNI terus bergerak untuk menjadi sebuah bank nasional kebanggaan dengan pemahaman intuitif akan kebutuhan pasar yang kompetitif dan dinamis. Sebuah semangat kebersamaan yang sangat terasa di antara mitra-mitra BNI, secara kolektif mewakili komitmen BNI untuk menyandang status sebagai bank utama di negeri ini, kokoh dan andal di jajaran terdepan industri perbankan, serta menjadi kebanggaan seluruh mitranya. Semangat yang lahir dari warisan sejarah yang kental dan membanggakan sepanjang lebih dari setengah abad sejak kemerdekaan Indonesia, terus tumbuh bersama arah dan tekad baru yang telah dicanangkan BNI ke masa mendatang. Dengan keunggulan pengalaman, keterampilan, persepsi, inovasi dan sekaligus kecermatan dalam melangkah, BNI kini merupakan salah satu perusahaan yang terkemuka di Indonesia. Catatan Gemilang Sebuah Perjalanan Kemitraan Catatan Gemilang Sebuah Perjalanan Kemitraan BNI

Upload: enovambara

Post on 29-Jun-2015

427 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

Page 1: Halaman 1-9

BNI

C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h

P e r j a l a n a n K e m i t r a a n

K i s a h - K i s a h S u k s e s S e b u a h

K e m i t r a a n

Sejak dilakukannya pemetaan arah perjalanan yang baru di tahun 2004, BNI

mengalami perubahan-perubahan besar, yang didorong oleh kesadaran akan

jati diri, semangat serta harapan baru yang timbul di lingkungan BNI bersama

belasan ribu orang karyawannya. Proses transformasi yang tengah berlangsung

di BNI menyentuh setiap relung kesadaran kolektif serta budaya perusahaan dan

membawanya ke arah satu tujuan bersama. Melalui transformasi ini, BNI terus

bergerak untuk menjadi sebuah bank nasional kebanggaan dengan pemahaman

intuitif akan kebutuhan pasar yang kompetitif dan dinamis.

Sebuah semangat kebersamaan yang sangat terasa di antara mitra-mitra BNI,

secara kolektif mewakili komitmen BNI untuk menyandang status sebagai bank

utama di negeri ini, kokoh dan andal di jajaran terdepan industri perbankan,

serta menjadi kebanggaan seluruh mitranya. Semangat yang lahir dari warisan

sejarah yang kental dan membanggakan sepanjang lebih dari setengah abad

sejak kemerdekaan Indonesia, terus tumbuh bersama arah dan tekad baru yang

telah dicanangkan BNI ke masa mendatang. Dengan keunggulan pengalaman,

keterampilan, persepsi, inovasi dan sekaligus kecermatan dalam melangkah, BNI

kini merupakan salah satu perusahaan yang terkemuka di Indonesia.

C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h

P e r j a l a n a n K e m i t r a a n

Ca

ta

ta

n

Ge

mi

la

ng

S

eb

ua

h

Pe

rj

al

an

an

K

em

it

ra

an

BN

I

Page 2: Halaman 1-9

K i s a h - K i s a h S u k s e s S e b u a h

K e m i t r a a n

C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h

P e r j a l a n a n K e m i t r a a n

Page 3: Halaman 1-9

Daftar Isi

Keterangan

Disusun berdasarkan urutan abjad nama

perusahaan atau pengusaha.

CATATAN GEMILANG SEBUAH PERJALANAN KEMITRAAN

Sambutan Menneg BUMN Sambutan Direktur UtamaP. 04 P. 05

PT. Adi Jaya Abadi

PT. Adi Murti Grup

AJBS group

Usaha bordir Ambun Suri

PT. Angkasa Pura I

PT. Arina Multi Karya

P. 6

P. 11

P. 12

P. 14

P. 15

P. 17

P. 19

P. 20

Arta Prima

PT. Asia Karet Sentosa

P. 21

P. 22

P. 24

P. 25

P. 27

P. 28

Pengusaha sutera

H. Baji HMI

PT Cahaya Sakti Furintraco

Dodol Picnic

PT. Gading Cempaka Graha

Toko kelontong "GLORY"

CV. Gwan Buildings

P. 30

P. 32

CV. Hasil Bumi Raya

Dosen Unhas

Prof. DR. Halide

PT. Kacang Telor Ratna

CV. Kaltim Timur

P. 38

P. 39

P. 33

P. 34

P. 35

P. 36

P. 37

Usaha pembuatan sepatu

sandal bordir Hayat Bibi

Perajin ukiran I Made Mupu

CV. Indra Jaya

Pengusaha Kerupuk Johan

Jun Djuhana

PT. Karsa Bayu

Kota Sejuk

Perajin tas Kumar Alatas

Batik Mahkota Agung

Pedagang kelontong

H. Mazwir Nurdin

P. 40

P. 42

P. 43

P. 44

P. 45

PT Medan Tropical Canning

& Frozen Industries

PT. Megasurya Nusa Lestari

P. 46

P. 48

PT Meprofarm

Multi Roof

Usaha kerajinan "Patha"

Toko Besi Rado

Roda Jati Grup

PT. Sampit

P. 50

P. 52

P. 54

P. 55

P. 56

P. 58

PT Santika Duta NusantaraP. 60

PT. Sekawan Kontrindo

PT. Seruni Indah

CV. Setia Tunggal

PT Setia Unggul Mandiri

Warung Makan Sidoarjo

PT. Sinar Alam Duta Perdana

CV. Sindanglaya

P. 62

P. 64

P. 65

P. 66

P. 67

P. 68

P. 69

PT Taspen (persero)

Toba Surimi Industries

Universitas Indonesia

Toko Obat Uno

Utomo Laju

CV. Yusuf

Pedagang besi bekas Zulkifli

P. 70

P. 72

P. 74

P. 76

P. 77

P. 78

P. 79

Mitra

Page 4: Halaman 1-9

04

05

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

tangguh dan mampu beradaptasi dengan perubahan

sekaligus berorientasi pada produk merupakan harapan

besar Pemerintah guna mengejar ketinggalan dengan

bangsa lain yang lebih dahulu mampu berproduksi,

seperti Korea, Jepang dan Cina. Dunia sudah berubah,

pasar sudah berubah, strategi kita dalam menyikapinya

tentu harus berubah. Oleh karenanya, upaya

meningkatkan ekspor dan investasi perlu menjadi

prioritas penting bagi kita semua dalam menghadapi

masa depan.

Profil mitra-mitra sukses yang dimuat dalam buku ini

diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mitra lain untuk

terus berkarya bagi kemajuan perekonomian nasional.

Tentunya, sebagai wakil Pemerintahan selaku pemegang

saham BNI mengharapkan terjadinya kesinambungan

usaha nasabah BNI dan jumlah nasabah yang mampu

menghasilkan produk kompetitif di pasar global semakin

bertambah dan tersebar di seluruh tanah air.

Wassalamua’alaikum wr. wb

Menteri Negara BUMN

Sugiharto

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Sebagaimana pepatah Romawi crescit in cundo,

bertumbuh selagi berjalan, dalam industri perbankan

dapat dimaknai bahwa bank dapat berkembang apabila

mempunyai dan mengimplementasikan strategic

planning secara tepat sesuai dengan sumber daya yang

dimilikinya. Implementasi dari strategic planning suatu

bank dipengaruhi oleh beberapa variable dan yang tidak

kalah penting adalah peran serta mitra-mitranya, baik

deposan maupun debitur yang memanfaatkan jasa dan

layanan bank.

Buku ini merupakan miniatur keberhasilan interaksi

antara bank sebagai intermediary agency dengan mitra-

mitranya yang mempunyai kesamaan harap, yaitu

sustainable growth diantara kedua belah pihak.

Pemuatan profil mitra ini tentunya sudah melalui proses

seleksi yang memadai, dari sekian banyak mitra di

seluruh Indonesa yang telah menjadi mitra BNI lebih dari

10 tahun. Rentang waktu lebih dari 10 tahun, tentunya

menjadikan mitra yang bersangkutan telah mengalami

pahit getirnya usaha selama terjadi turbulence economy

pada saat krisis ekonomi menimpa bangsa kita beberapa

tahun lalu.

Kita menyadari bahwa pertumbuhan bangsa kita saat ini,

masih ditopang oleh sektor konsumsi, sementara

peranan ekspor dan investasi masih perlu untuk terus

ditingkatkan terutama dalam menghadapi era globalisasi

seperti sekarang ini. Terciptanya nasabah-nasabah yang

Kata Pengantar Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Profil mitra-mitra sukses yang dimuat

dalam buku ini diharapkan dapat

menjadi inspirasi bagi mitra lain untuk

terus berkarya bagi kemajuan

perekonomian nasional.

Catatan ini menjadi bagian penting dari proses

tranformasi menyeluruh yang sedang dijalankan BNI;

kerja besar yang melibatkan seluruh elemen dunia usaha

dan perbankan, seiring dengan visi dan misi perusahaan

untuk lebih meningkatkan layanan dan kinerja masing-

masing unit kerja.

Ke depan, BNI mempunyai komitmen untuk tetap

memelihara dan berusaha meningkatkan kerja sama

dengan para mitranya dan sekaligus menawarkan

kepada para pengusaha yang lain atas komitmen yang

sama untuk kemajuan bersama. BNI senantiasa siap

memberikan dukungan yang terbaik pada kalangan

dunia usaha.

Akhirnya, sekali lagi kami berharap media ini dapat

bermanfaat bagi para mitra untuk meningkatkan

kerjasamanya dengan BNI, sekaligus memacu para

pengusaha lainnya untuk terus menjalin kemitraan

dengan BNI.

Wassalamua’alaikum wr. wb

Salam

Direktur Utama

Sigit Pramono

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Salam sejahtera bagi kita semua

Sejak awal berdirinya, BNI adalah bank yang tumbuh

dari rakyat dan dibuat untuk mengakomodir

kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Komitmen BNI

untuk menjadi tulang punggung perekonomian rakyat

selama ini tercermin dari kebijakan BNI yang selalu

mengedepankan layanan dan kemudahan penyediaan

modal pada nasabahnya dan mitra kerjanya.

Media ini adalah catatan singkat sebuah perjalanan

kemitraan antara BNI dan mitra-mitranya, sebuah media

yang menggambarkan dedikasi dan komitmen kedua

pihak pada kemajuan. Media ini juga merupakan wujud

apresiasi BNI kepada para mitranya yang memiliki

semangat tinggi untuk maju dan telah menjalin

kerjasama dengan BNI selama ini. Loyalitas dan kesetiaan

para mitra ini merupakan penghargaan yang sangat

tinggi untuk BNI. Mereka tidak hanya ikut andil atas

pertumbuhan dan kemajuan BNI, tetapi juga turut

berperan menyelenggarakan kesempatan kerja bagi

masyarakat luas.

Catatan kisah-kisah kemitraan ini hanya merupakan

sebagian contoh kecil dari sekian banyak keberhasilan

usaha mitra BNI. Kami tidak menafikan mitra-mitra

lainnya yang sukses berkat kerjasamanya dengan BNI,

akan tetapi karena keterbatasan media ini maka hanya

termuat beberapa kisah sukses para pengusaha.

Kami berharap catatan ini dapat menjadi bukti dan

inspirasi bagi mitra kerja kami lainnya untuk dapat

mengikuti langkah sukses tersebut dengan bermitra

bersama BNI untuk tumbuh dan maju bersama BNI.

Kata Pengantar Direktur Utama BNI

Catatan ini menjadi bagian

penting dari proses tranformasi

menyeluruh yang sedang

dijalankan BNI

Page 5: Halaman 1-9

Kesuksesan bisa datang jika kita pintar mencari celah.

Modal besar tidak menjamin bahwa sebuah bisnis bisa

berhasil. Itulah yang dijalani I Komang Sumantri, lelaki

kelahiran Singaraja, Bali. Komang adalah pemimpin PT.

Adi Jaya Abadi, perusahaan yang bergerak di bidang

developer, kontraktor dan perdagangan umum di

Singaraja. Tapi, perusahaan besar yang dikomandaninya

sekarang dulunya bisa dibilang usaha kecil-kecilan.

Sekitar tahun 1982, bermodal Rp 700 ribu, Komang

muda memberanikan diri berbisnis dumping (kapur) dan

kelontong, mengikuti jejak orang tuanya yang berjualan

pasir sejak tahun 1975. Tahun 1983, ia melihat peluang

tingginya kebutuhan angkutan barang di daerahnya.

Bermodalkan satu unit truk Komang menjalankan bisnis

barunya di sela bisnis sebelumnya.

Tahun 1984, pertanian anggur di Singaraja berkembang

pesat. Dengan truknya ia bisa mengangkut peralatan

menanam anggur seperti bambu dan pupuk. Akhirnya ia

pun merambah ke bisnis perkayuan dan bahan

bangunan. Pada tahun 1989, ia melebarkan sayapnya ke

usaha angkutan umum di daerah Buleleng.

Saat krisis ekonomi datang, ia harus bekerja keras

mempertahankan usahanya agar tidak sampai gulung

tikar. Bisnisnya masih bisa bertahan meski tak bisa

memberi keuntungan besar. Tahun 2002, dengan hasil

keuntungannya, ia memulai bisnis properti di Denpasar.

Titik penting usahanya adalah pada saat pertama

mendapatkan pinjaman dari BNI sebesar Rp 5 juta pada

tahun 1985. Alasannya memilih BNI ialah karena BNI

adalah bank milik pemerintah. "Paling tidak lebih aman.

Tidak waktu itu saja, sampai sekarang BNI masih menjadi

bank kepercayaan masyarakat," kata Komang.

Kelebihan lain adalah BNI juga melakukan pembinaan

bagi debiturnya. "Setiap usaha kami mengalami

masalah, BNI selalu siap mencarikan jalan keluar," kata

pria yang hanya lulusan sekolah menengah pertama

(SMP) itu. Kecintaannya pada BNI bertambah saat terjadi

krisis, BNI memberikan pinjaman cadangan, padahal

waktu itu pihak bank sangat ketat dalam memberikan

pinjaman. Maka jangan kaget, karena hubungan saling

percaya dengan BNI, perusahaannya mampu mendapat

plafon pinjaman hingga mencapai Rp 5 miliar.

Kiatnya bisa bertahan dalam bisnis, adalah mengikuti

saran BNI untuk menggunakan kredit maksimal 30

persen dari aset yang ada. Ia memiliki obsesi untuk

mengembangkan bisnis properti di luar Bali dan

membangun sebuah hotel di daerahnya, Karangasem,

yang memiliki pantai indah. Mimpi Komang tidak

mustahil, mengingat perusahaannya sudah mempunyai

aset Rp 40 miliar dengan pendapatan bersih per bulan

mencapai Rp 300 juta. Mungkin itu semua karena

falsafah hidup yang dijalaninya, "hadapi hidup apa

adanya mengalir seperti air."

Hadapi Hidup apa Adanya

"Setiap usaha kami mengalami

masalah, BNI siap mencarikan

jalan keluar,"

I Komang Sumantri Bali

PT. Adi Jaya Abadi

Selalu Menjalankan Bakti

Beruntung buat kita yang bisa meneruskan usaha yang

sudah dirintis orang tua. Tapi, kalau kita tidak serius dan

bekerja keras untuk mengelolanya, bukan mustahil

kegagalanlah yang akan datang. Pandangan itu yang

dipegang I Made Palayuta (49), pemilik PT. Adi Murti

Grup, perusahaan kontruksi dan jasa layanan kesehatan

di Denpasar, Bali. Made menuturkan, ayahnya I Made

Suwita, membangun usaha jasa konstruksi pada tahun

1965 di Singaraja. Momentum penting dalam bisnis

keluarganya itu adalah saat mendapatkan kepercayaan

untuk membangun taman budaya di Denpasar pada

tahun 1970. Saat itu, terjadi pergeseran pusat ekonomi

dari Singaraja ke Denpasar. Sejak saat itu, mereka

diberikan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek

bangunan terutama irigasi.

80 persen dari seluruh proyek yang didapatkan

perusahaan tersebut berasal dari pemerintah. Kinerjanya

dinilai bagus karena selalu bisa tepat waktu

menyelesaikan pekerjaan. Made mulai ikut menekuni

usaha tersebut pada tahun 1982, setelah ia

menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Teknik Sipil Institut

Teknologi Bandung (ITB). Saat itu Made memilih bisnis

properti karena prospek penjualan villa di Bali masih

menggairahkan.

Lewat bendera Parama Cidi, perusahaannya juga

memberikan jasa layanan kesehatan seperti rumah sakit.

Grup Adi Murti kini memiliki total aset sekitar Rp 300

miliar dengan jumlah karyawan mencapai hingga 600

orang. Cukup layak dikatakan sebagai perusahaan besar.

Semuanya dirintis dengan kerja keras dan bantuan dari

banyak pihak. Tidak ketinggalan pinjaman bank yang

ikut menolong jalannya roda perusahaan.

Ia masih ingat saat pertama kali orang tuanya mendapat

pinjaman beberapa ratus ribu rupiah ke BNI pada tahun

1977. Sejak saat itu, orang tuanya sangat fanatik dengan

BNI. Ia pun diberi petuah agar tidak menyia-nyiakan

bantuan orang lain. Terbukti, estafet usaha dari orang

tua ke dirinya tidak membuat hubungan baik yang sudah

berjalan puluhan tahun terganggu. BNI membalas

hubungan baik itu dengan meningkatkan pinjamannya

hingga mencapai Rp 10 miliar lebih.

Saat krisis ekonomi tahun antara 1997 sampai 1999,

dengan susah payah ia mampu untuk tetap mencicil

dengan lancar. Bukan sekadar uang, BNI juga

memberikan bimbingan kepada orang tuanya agar bisa

memanfaatkan uang dengan baik. "Bukan saya memuji,

BNI yang sangat hati-hati, semua diatur dengan baik.

Kalau pengusaha mau mengikuti BNI pasti selamat,"

tutur Made. Baginya BNI selalu ada saat dirinya

membutuhkan jalan keluar untuk menyelesaikan suatu

masalah. Made mengungkapkan kiatnya dalam berbisnis,

yaitu sebagai orang Bali ia menjalankan bakti. Di dalam

bakti, ada tiga hal yaitu rasa tanggung jawab, giat

berusaha dan mendapatkan keuntungan.

"Bukan saya memuji, BNI yang

sangat hati-hati, semua diatur

dengan baik. Kalau

pengusaha mau mengikuti

BNI pasti selamat,"

I Made Palayuta

PT. Adi Murti Grup

Bali

06

07

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 6: Halaman 1-9

Kebersamaan yang Mengantar Kesuksesan

"Jadi kami memang

susah senang selalu

bersama."

AJBS group SurabayaJawa Timur

Bangunan tua peninggalan jaman Belanda yang juga bekas pabrik bir Bintang di Jl. Ratna,

Surabaya, kini telah berubah total. Kawasan seluas 4 hektare ini kini telah menjadi pusat keramaian

baru di Surabaya. Mulai dari jasa dan perdagangan, entertainment, café dan restoran, pendidikan

dan lain lain, terdapat di kawasan ini. Di sinilah AJBS group, mengendalikan berbagai bisnisnya.

Berawal dari sebuah toko ritel tradisional yang menjual mur dan baut (murbaut) yang didirikan

1966 oleh Kusumatikno Andy, AJBS Group kini menjelma menjadi 'konglomerat' baru di Surabaya

di tangan tiga anaknya yaitu Suhartono, Loekman Soejono Angdy dan H. Ali Suseno Angdy.

AJBS Group yang kini dalam masa peralihan ke generasi

ketiga, sudah melebarkan bisnisnya keluar Surabaya.

Selain memiliki gerai di Malang, Sidoarjo dan Gresik,

termasuk membuka gerai swalayan alat-alat teknik di

pusat perbelanjaan Glodok, pada Januari 2006, AJBS juga

telah memiliki cabang di Toh Guan Road East, Singapura.

AJBS kini telah menaungi tujuh perusahaan, masing-

masing adalah PT. Hoklokliu Sanjoyo, PT. Aneka Jaya Baut

Sejahtera, PT. Sepanjang Baut Sejahtera, PT. Anak Jaya

Bapak Sejahtera, Atomtech Pte Ltd, PT. Tiga Bersama

Sejahtera dan PT. Aneka Jasa Bersama Sejahtera. Bidang

usahanya pun cukup beragam mulai dari industri, grosir

dan swalayan alat-alat teknik, entertainment, amusement

sampai jasa penyewaan lokasi usaha.

Perusahan ini dirintis oleh Kusumatikno Andy lewat usaha

perdagangan mur, baut, dan sejenisnya di Surabaya, Jawa

Timur. berbekal kemampuan dan pengetahuan tentang

permesinan, pada tahun 1978 ia mendirikan UD.

Sepanjang Baut Sejahtera, dengan perusahaan

perdagangannya yang di beri nama UD. Anekajaya. Pada

tahun 1986, usaha perdagangannya, UD. Anekajaya yang

pada perkembangannya berubah menjadi PT Aneka Jaya

Baut Sejahtera (AJBS) dipindahkan dari daerah Pegirikan

ke Jl. Semarang dan ditingkatkan statusnya hukumnya

menjadi CV. Anekajaya sejak tahun 1991. Di sinilah

dimulainya era pengembangan usaha oleh generasi

kedua, dengan memanfaatkan kredit dari perbankan

khususnya BNI.

Sejalan dengan perkembangan usahanya, maka AJBS

membuka swalayan murbaut di Jl. Semarang, Surabaya

(merupakan take over toko milik PT SBS). AJBS juga

membuka cabang swalayan murbaut, di tiga tempat yaitu

Jl. Margomulyo, Jl. Mastrip, Kebraon dan di Jl. Ratna.

UD. Sepanjang Baut Sejahtera, bagian dari gup AJBS pun

maju dengan pesat sejak ditingkatkan statusnya menjadi

PT. Sepanjang Baut Sejahtera dengan lokasi industri di Jl.

Sepanjang. Karena semakin berkembang, akhirnya pada

tahun 1992 lokasi pabrik dipindahkan ke Jl. Dumar,

Surabaya hingga saat ini.

Sejak tahun 2000 manajemen perusahaan telah

melakukan alih generasi kepada generasi ketiga, yaitu

Andrianto Suhartono (putra Suhartono) lewat pendirian

perusahaan AJBS Swalayan yang khusus bergerak di

bidang swalayan alat-alat teknik. Berdirinya AJBS

Swalayan diilhami oleh banyaknya pelanggan yang harus

antri dalam melakukan transaksi di toko Jl. Semarang.

Dalam kondisi seperti ini konsep swalayan yang modern

terasa cocok untuk diterapkan, selain dapat melayani

kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, variasi barang

yang dijual pun dapat ditambah. Atas dasar alasan

tersebut, pada tahun 1996, dibukalah gerai pertama yang

memakai sistem swalayan di Jl. Semarang. Hingga saat ini

AJBS Swalayan telah berkembang menjadi 7 gerai di

Jawa Timur, 1 di Jakarta dan 1 gerai lagi di Malang yang

telah dibuka pada bulan Juni 2006.

Ekspansi perusahaan AJBS Swalayan dalam membuka

gerai baru, didukung oleh SAP System, yaitu sebuah

perangkat lunak yang mampu mengintegrasikan seluruh

proses operasional di seluruh gerai sehingga dapat

dipantau langsung dari kantor pusat di Jl. Ratna. Sistem

ini dapat secara akurat mengetahui kebutuhan dan

tingkat penjualan di masing-masing gerai.

Gerai baru di Jakarta dan di Malang akan memakai brand

'AJBS Fastech', dengan konsep yang berbeda dengan 7

gerai lama. AJBS Fastech adalah sebuah kombinasi sistem

grosir dan ritel termasuk telemarketing, serta kombinasi

antara segmen wholesale (dealer/subdealer), end user

(industri) dan retail. AJBS Fastech akan difokuskan pada

penjualan produk fastener (mur dan baut) untuk pasar

end users dan intermediate buyers (dealer/sub dealer).

Tidak hanya berhenti di sana, generasi ketiga perusahaan

ini juga telah mendirikan bisnis jasa sewa ruang PT.

Aneka Jasa Bersama Sejahtera (AJBS) Pasaraya, sebagai

wahana diversifikasi bisnis horisontal dari AJBS Group.

Bisnis tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan

akan ruang usaha berbagai kegiatan bisnis di surabaya

seperti jasa dan perdagangan, entertainment,

amusement, pendidikan dan lain-lain. Lokasinya adalah

sebuah bangunan tua jaman Belanda ex pabrik bir

Bintang di Jl. Ratna no 14 Surabaya yang sebagian telah

direnovasi dengan tidak mengubah bentuk aslinya.

Perkembangan AJBS Group mulai dari generasi pertama,

sampai ke generasi ketiga ini menunjukkan bahwa

kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga,

ditambah dengan profesionalisme dan semangat

modernisasi, mampu mengantarkan perusahaan pada

sebuah kesuksesan.

08

09

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 7: Halaman 1-9

"Namun, karena kepercayaan

yang sudah terjalin selama

ini, saya tetap memilih BNI.

Saya juga tidak pernah

dikecewakan oleh BNI,"

PadangSumatera Barat

Usaha bordir Ambun Suri

Anismar

Dari Bisnis Sulaman Sampai Hotel

Usaha bordir Ambun Suri dibuka Anismar pada 1975 di

kota kelahirannya, Bukittinggi. Bermula dari dua mesin

jahit, usahanya terus berkembang. Saat ini ia telah

memiliki sekitar 150 mesin jahit. Usahanya pun tidak lagi

hanya menerima upah, tetapi juga menjual pakaian jadi

dengan beragam jenis bordir, semuanya pada toko yang

cukup besar di Bukittinggi.

Ketika krisis ekonomi menerpa pada tahun 1997, harga

barang yang melambung tinggi dan bunga kredit yang

melonjak menyebabkan omzet penjualannya pun anjlok

sampai sekitar 60 persen. Para karyawannya terpaksa

dikurangi, inilah yang mendorongnya untuk mengajukan

pinjaman ke BNI. Kucuran kredit sekitar Rp. 400 juta

untuk menalangi modal diperolehnya. Dana ini

digunakannya untuk membeli bahan baku pakaian dan

kebaya dalam jumlah yang cukup.

Ketersediaan dana ini membuat bisnisnya terus

berkembang, plafon kreditnya pun terus meningkat.

Anismar akhirnya mampu melakukan diversifikasi usaha,

ia pun merambah bisnis hotel dengan nama yang sama,

Hotel Ambun Suri. Ia juga membuka usaha-usaha lain

yang dikelola anak-anaknya. Omzet usaha sulaman

Anismar kini mencapai Rp 60 juta

per bulan. Pasarnya meluas sampai ke Singapura dan

Malaysia, karyanya pun diminati di Brunei Darussalam,

bahkan karya sulamannya digandrungi anggota kerajaan

di Malaysia. Komitmen dan kesetiaannya yang tinggi

pada bisnis bordir mendapat apresiasi dari Departemen

Perdagangan, hasilnya ia diberi kesempatan menjajaki

pasar sulaman di Eropa dan Jepang, dua usaha sulaman

termasuk Ambun Suri kemudian difasilitasi pemerintah

menjadi tempat pelatihan membuat sulaman yang cocok

dengan pasar Eropa.

Mengenai modal yang nantinya dibutuhkan, ia tetap

mengandalkan BNI, yang telah melayaninya dengan baik,

dengan pengurusan kredit yang cepat berikut tingkat

bunga di bawah rata-rata kebanyakan bank lain.

Di bawah kepemimpinannya pula perkembangan sebuah

Koperasi Simpan Pinjam bernama Lumbung Pusako

mendapat apresiasi dari Departemen Koperasi dan Usaha

Kecil Menengah. Melalui koperasi ini telah disalurkan

pinjaman lunak senilai Rp 1 miliar sebagai modal para

anggotanya, dengan tingkat bunga hanya sebesar 6

persen per tahun.

Indonesia

Jasa Kebandarudaraan, Tak Lagi

Sekedar Naik Turunkan Penumpang

Naik pesawat udara kini bukan lagi milik kelompok masyarakat menengah atas. Hampir seluruh

lapisan masyarakat kini sudah tidak canggung lagi naik pesawat. Hal ini menjadikan usaha jasa

pengelolaan bandar udara (kebandarudaraan) menjadi satu dari sedikit bisnis yang memberikan

keuntungan menjanjikan. Bagaimana tidak, jumlah perusahaan penerbangan swasta nasional

dengan tarif murah dalam beberapa tahun terakhir meningkat pesat, sebagai respons meningkatnya

minat masyarakat menggunakan transportasi udara. PT Angkasa Pura I (AP I) pun jelas merasakan

dampaknya. Jumlah pergerakan pesawat udara, penumpang dan kargo tumbuh sekitar 15 persen

pertahun. Bahkan khusus penumpang bisa tumbuh sampai 30 persen.

Saat ini AP I mengelola 13 Bandar Udara di kawasan tengah dan kawasan timur Indonesia, yaitu

Ngurah Rai Denpasar, Juanda Surabaya, Hasanuddin Makassar, Sepinggan Balikpapan, Frans Kasiepo

Biak, Sam Ratulangi Manado, Adisutjipto Yogyakarta, Adisumarmo Solo, Syamsudin Noor

Banjarmasin, Pattimura Ambon, Achmad Yani Semarang, Selaparang Lombok, El Tari Kupang serta

mengelola Cargo Warehousing di Bandara Hasanuddin Makassar.

Debitur PT Angkasa Pura I

10

11

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 8: Halaman 1-9

Membludaknya jumlah pesawat, penumpang dan kargo

ini, menjadi tantangan bagi BUMN (Badan Usaha Milik

Negara) di sektor perhubungan ini untuk meningkatkan

kualitas layanannya. Baik terhadap peningkatan jumlah

pesawat melalui perluasan lahan parkir pesawat, juga

terhadap keamanan dan kenyamanan penumpang

selama berada di bandara melalui peningkatan kapasitas

fasilitas terminal penumpang.

"Kami sangat serius dalam memperbaiki kualitas layanan

kami karena layanan tersebut adalah sumber pendapatan

utama Angkasa Pura, yang digolongkan kedalam jasa

kebandaraudaraan atau yang disebut pendapatan

Aeronautika, dan jasa pelayanan umum yang kita

golongkan dalam pendapatan non Aeronautika," ungkap

Laurensius Manurung, Direktur Keuangan PT. Angkasa

Pura I. Apalagi kedepan, pengembangan bisnis Angkasa

Pura I akan mengarah pada pengembangan non

Aeronautika secara menyeluruh, yang intinya adalah

memanjakan penumpang. Kita perlu mencontoh negara-

negara tetangga yang mampu menyulap bandar udara

menjadi pusat kegiatan bisnis dan perbelanjaan.

"Kedepan bisnis kebandarudaraan tidak lagi hanya

sekedar urusan naik turunkan penumpang dan barang,

namun juga bagaimana penumpang bisa nyaman dan

berbelanja di bandara," tegasnya.

Dalam mengelola pendapatan non aeronautika ini,

Angkasa Pura I perlu melibatkan perbankan khususnya

BNI. "Kami mempercayakan BNI untuk mengumpulkan

pendapatan tunai atau harian dari pelayanan jasa

penumpang pesawat udara (PJP2U), pendapatan parkir,

maupun pelayanan pas," jelasnya. Peran perbankan itu

dirasa sangat membantu. Angkasa Pura I tak harus

membuat lemari besi untuk pendapatan harian

khususnya yang diterima pada akhir minggu. "Tidak ada

uang yang menumpuk di kita. Semua masuk dalam

rekening otomatis. Uang itu disimpan di bank, sehingga

kami tidak perlu membuat lemari besi untuk menyimpan

uang di bandar udara," katanya.

Pendapatan harian tersebut memiliki porsi 30 persen dari

pendapatan keseluruhan PT. Angkasa Pura I. Tahun 2006

pendapatan total diproyeksikan mencapai Rp 1,5 triliun,

atau mengalami peningkatan dibanding realisasi tahun

2005 yang mencapai Rp 1,24 triliun. Laba bersih PT

Angkasa Pura I pada 2005 pun juga tumbuh sebesar Rp

334,8 miliar dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar

Rp 286,7 miliar.

Customer Oriented

Laurensius berharap hubungan dengan BNI yang sudah

dibina berpuluh tahun bisa berlangsung terus. "Salah

satunya, saya sudah menandatangani sebuah MoU

menyangkut Cash Management System (CMS) dengan

BNI," ujarnya. Melalui kerjasama ini, secara otomatis,

uang yang ada di cabang-cabang dalam bentuk tunai,

maupun pembayaran yang sudah disetor debitur

(pendapatan kredit) pada hari yang sama sudah masuk ke

pusat untuk ditertibkan.

"Satu hal yang membuat saya bangga, BNI kini lebih

menjadi customer oriented. Seluruh staf BNI yang sudah

senior juga dikerahkan untuk melayani kita," ungkap

Laurensius. Angkasa Pura I pun berencana memanfaatkan

BNI dalam hal pembayaran faktur. Pasalnya PT Angkasa

Pura I punya tiga jenis faktur, yang salah satunya adalah

dengan BNI. Ketika seluruh mitra usaha disuruh memilih

bank yang diminati, ternyata banyak yang memilih BNI.

"Saya akan jadikan BNI mitra untuk melakukan proses

penagihan. Karena setiap mitra yang telah memilih BNI

sebagai bank penerbit kartu otomatis harus membuka

rekening, sehingga dapat terjadi auto debet dalam

pembayaran," akunya. Pihaknya juga siap bekerjasama

dalam penjualan valas, dan pemanfaatan dana PT

Angkasa Pura I.

Menurut Laurensius, "Ibaratnya antara BNI dan Angkasa

Pura I sudah menikah lama, karena itu perlu kritik untuk

mengingatkan agar tetap langgeng dan harmonis. Cuma

dua kritik saya," katanya. Pertama, BNI harus menaikkan

lagi mutu layanan dan kedekatan dengan pelanggannya,

karena persaingan perbankan sudah mengarah ke

persaingan yang agresif.

Perbedaan layanan maupun hasil dalam kerjasama,

sangat menentukan. Bila rate deposito beda sedikit saja,

orang pasti akan beralih. Kedua, BNI harus bisa memilah

customer-nya dengan baik. Customer yang memberikan

kontribusi baik, mestinya dilayani lebih baik. Mirip private

banking walaupun sifatnya korporat. Jauh lebih untung

BNI handle berapa korporat besar dibandingkan dengan

layani customer individual yang effort-nya jauh lebih

besar. "Itu perlu, karena kompetitor menantikan kapan

customer yang baik ini berpindah. Tentunya pelayanan

lebih baik itu fondasinya tetap regulasi, bukan dalam arti

dibelakang ada sesuatu, karena keduanya sudah

menerapkan prinsip prinsip Good Corporate

Governance," tegasnya.

Sejak mendapat kredit dari

BNI, usahanya berkembang

dengan lebih cepat

SurabayaJawa Timur PT. Arina Multi Karya

Rohana Tiur Hutagalung

With the owner, or without the owner, but the management is already goes. Itu kini yang

diinginkan Rohana Tiur Hutagalung, pemilik sekaligus Managing Director PT. Arina Multi Karya

(PT AMK), perusahaan yang awalnya bergerak sebagai distributor produk produk Unilever

wilayah Kab. Sidoarjo, namun kini sudah melakukan diversifikasi usaha di bidang advertising, dan

agen tenaga kerja. Rohana penerus dari perusahaan yang didirikan Ibunya, Elizabeth Hutagalung

pada 1953 di Jl. Kembang Jepun Surabaya.

Menjadi Besar karena Belajar dari yang Besar

12

13

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 9: Halaman 1-9

Untuk itu, ia kini sibuk membidik sertifikasi ISO 9000-

2000, standar sertifikasi mutu yang mengharuskan

administrasi yang tertib dan kualitas sumber daya

manusia yang tinggi. "Angan-angan saya, bagaimana

bisa mengantarkan Arina, sehingga nanti, saya cukup

menjadi penasehat saja," ungkapnya. Bila saat itu tiba

berarti manajemen Arina sudah bisa berjalan sendiri,

dengan atau tanpa pemilik. Ia tidak terlalu

mempedulikan, apakah generasi penerusnya nanti

adalah putra atau putrinya, atau pimpinan di luar

hubungan kekerabatan. Karena kalau sistem sudah

berjalan dan perusahaan bekerja secara profesional,

persoalan itu tidak menjadi penting lagi. nantinya ia akan

lebih banyak melakukan kegiatan sosial, tentunya

dengan catatan, kalau Tuhan mengijinkannya untuk

memiliki umur panjang.

46 tahun lalu, perusahaan keluarga PT AMK didirikan

oleh Elizabeth dengan nama UD. Arina, nama ini diambil

dari bahasa Batak yang artinya kurang lebih adalah,

biarlah hari ini adalah hari yang terang. Arina menjadi

sebuah perusahaan distribusi yang menangani produk-

produk Unilever. Saat itu baru lima jenis barang yang

ditangani yaitu sabun Lux, sabun Lifebuoy, Pepsodent,

margarin Blue band, dan sabun cuci Sunlight. Saat itu

jumlah distributor Unilever masihlah minim. Elizabeth

melihat peluang itu.

Jika awalnya perusahaan yang didirikan hampir

bersamaan dengan pembukaan kantor cabang BNI di

THR (Taman Hiburan Rakyat) Surabaya ini, hanya

mendapat kredit sebesar Rp 50 ribu, kini kreditnya sudah

menjadi Rp 10 miliar. Demikian juga dengan jumlah

tenaga kerjanya yang kini sudah mendekati 400 orang.

Jenis usahanya pun telah mencakup advertising dan agen

tenaga kerja outsourcing. Lokasi usaha yang dulu hanya

menempati toko kecil di Jl. Kembang Jepun Surabaya,

kini juga sudah menempati lahan yang sangat luas di

Medaeng Sidoarjo.

Sejak mendapat kredit dari BNI, usahanya berkembang

dengan lebih cepat , Elizabeth pun semakin bersemangat

membesarkan perusahaan. Sang anak, Rohana Tiur

Hutagalung pun diikutsertakan dalam manajemen,

seiring dengan makin banyak dan berkembangnya jenis

barang yang harus didistribusikan dari Unilever. Setelah

merasa cukup mapan, Arina pun menjadi distributor bagi

produsen lain seperti PT. Wings dan PT. Ritadent, sabun

colek B-29 dan lain-lain.

Tongkat Estafet

Pada 1976, Elizabeth menyerahkan tongkat estafet

kepemimpinan kepada Rohana. Di sinilah era

pengembangan perusahaan ke arah yang lebih

profesional dimulai, diawali dengan berubahnya status

perusahaan dari sebuah perusahaan perorangan (UD)

menjadi CV, pada 1976 yang juga disusul dengan

dimulainya diversifikasi usaha pada tahun1990. Lalu,

pada tahun 1996 kantor pusat perusahaan dipindahkan

ke Jl. Medaeng Sidoarjo. Pada tahun 2000, badan

hukum perusahaan kemudian berubah menjadi PT,

dengan nama PT. Arina Multi Karya.

Rohana melihat kebersamaannya dengan Unilever

selama ini telah memunculkan banyak ide dan gagasan

bagi pengembangan usahanya. Karena beliau sering

diminta kesediaannya membantu kegiatan Unilever,

maka dimulailah diversifikasi usaha di bidang outdoor

advertising. Lalu diikuti kegiatan promosi menyeluruh

mulai dari direct promotion sales, maupun demo

kecantikan sampai demo masak.

Tahun 1990, Rohana juga ikut terjun mengelola usaha

tenaga kerja temporer baik untuk kegiatan promosi,

sales dan pekerja sementara yang banyak dicari

pengusaha, tentunya yang legal, jadilah ia sebagai salah

satu pengusaha outsourcing terkemuka di Surabaya.

Menjadi partner perusahaan seperti Unilever diakuinya

punya nilai tambah. Bersama Unilever ada

perkembangan baik dari lini produksi, administrasi,

organisasi dan strategi. Sebagai distributor Unilever,

meskipun profitnya tidak terlalu besar, tapi

kontinuitasnya bisa diharapkan, karena selalu ada

supervisi dari Unilever baik teknis maupun administrasi. Ia

jadi bisa menyerap strategi dan kinerja Unilever, untuk

dikembangkan di dalam perusahaannya.

Kini jumlah pegawai Rohana telah mencapai 400 orang.

Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus ia

keluarkan untuk membiayai operasional perusahaannya

ini. Namun karena Rohana memiliki motto yang ia

pegang teguh sampai saat ini, maka semua itu tidak

menjadi masalah besar. "Kita punya motto untuk

memberi kesempatan kerja bagi mereka yang

membutuhkan, dan kita berusaha mengumpulkan

kesempatan kerja untuk dibagikan kepada mereka, maka

tetap akan ada suka cita," ungkapnya.

Dari Karyawan Jadi Pengusaha

Bermula dari usaha jasa fotokopi, ketrampilan dan bakat

lelaki kelahiran 21 Mei 1975 ini mulai terasah. Didorong

oleh kebutuhan keluarganya yang terus meningkat, ia

mencari peluang membuka usaha sendiri, dibantu

seorang kenalannya di Kantor Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas), Tangerang, ia membuka usaha jasa

fotokopi.

Berbekal tabungan senilai Rp 500 ribu ditambah dengan

pinjaman dari beberapa temannya sebesar Rp 15 juta,

terbeli mesin fotokopi dan berbagai kebutuhan lain,

sementara untuk operasional sehari-hari, Arta Prima,

begitu Yulianto menamai usahanya, masih

mengandalkan pinjaman temannya.

Seiring perjalanan waktu, usaha Yulianto pun terus

berkembang. Terlebih di kompleks Depdiknas, Arta Prima

merupakan satu-satunya usaha fotokopi yang

menangani hampir sebagian besar penggandaan surat

ataupun dokumentasi lain di departemen itu. Hal ini

menaikkan omset penjualannya sampai Rp 5-10 juta

dalam sebulan. Kepercayaan yang sama dari Telkomsel

dan Indosat juga untuk menggandakan materi pelatihan

dan berbagai kebutuhan lain yang berhubungan dengan

masalah percetakan pun dapat diraihnya. Untuk

mengatasi beban kerja, selain merekrut pegawai,

di awal tahun 2003 itu ia mulai mengajukan kredit mikro

ke BNI Cabang Palmerah, Jakarta sebesar Rp 50 juta,

yang sedianya akan dipakai untuk membeli dua mesin

fotokopi dan perlengkapan lain. Hanya dalam tempo 3

hari, modal usaha yang dibutuhkan disetujui, karena

dinilai cukup layak (omset Yulianto cukup besar untuk

ukuran pengusaha kecil, keberadaan Depdiknas sebagai

pelanggan tetap, membuat resiko usahanya lebih kecil)

untuk diberikan pinjaman, dengan masa pelunasan

selama 3 tahun.

Sementara untuk memperluas pasar ia juga membuka

cabang. Pada awal 2006 dengan total dana sebesar Rp

15 juta, ia membuka cabang di daerah Mampang,

Jakarta Selatan, sekaligus menambahnya dengan

penyewaan komputer. Ekspansi ini berhasil

meningkatkan omzet dan kualitas layanannya, baginya

pelayanan dan hasil terbaik, adalah kunci utama

mempertahankan pelanggan.

Bantuan yang diberikan BNI, mendorong Yulianto untuk

mengajukan kredit baru (walaupun omset penjualannya

sudah menyentuh angka Rp 30 juta sebulan) guna

membeli mesin lagi. Semuanya dilandasi kepercayaan

bahwa ekspansi usaha adalah jalan terbaik untuk

memperbesar bisnisnya.

Yulianto DKI-Jakarta

Hanya dalam tempo 3

hari, modal usaha

yang dibutuhkan

disetujui, karena

dinilai cukup layak

Arta Prima

14

15

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 10: Halaman 1-9

Ide Sederhana Mampu Hasilkan Uang

MedanSumatera Utara

PT. Asia Karet Sentosa

Budiman Laut

"Kami berharap agar BNI

bisa membantu kami

nantinya mewujudkan

cita-cita menjadikan

Asia Karet Sentosa

berkibar di Asia"

Kita tentu mengenal karet gelang, umumnya benda itu

digunakan untuk membantu membungkus sesuatu.

Sepintas, karet gelang sering dianggap remeh. Siapa

sangka bahwa di barang ini tersimpan sebuah potensi

bisnis yang luar biasa.

Didasari pemikiran sederhana bahwa bahan karet untuk

membuat karet gelang banyak tersedia di Indonesia dan

teknologi pembuatan yang sederhana. Pada tahun

1970an, Pasangan Budiman Laut dan Lim Gek Sim

mendirikan pabrik sederhana pembuatan karet gelang di

rumah mereka. Keuletan mereka tidak sia-sia, dari hanya

sekitar 300 kg per bulan, saat ini perusahaan yang

berbendera PT. Asia Karet Sentosa memiliki kapasitas

produksi 12 ton per bulan.

Pada saat pertama memperoleh kredit dari BNI sebesar

Rp 36 juta pada 1982, Budiman begitu senang, sebab itu

berarti, usahanya itu dipercaya memiliki prospek. Karena

usahanya terus berkembang maka BNI meningkatkan

kreditnya menjadi Rp 850 juta pada 1997.

Bila saat krisis 1997 banyak pengusaha yang tidak

berproduksi, Budiman malah memperoleh keuntungan

yang luar biasa karena memiliki suplai bahan baku yang

murah, sementara harga naik dan permintaan tetap

tinggi. Pada tahun 2000, fasilitas kreditnya meningkat

menjadi Rp 2,5 milar. Tahun 2003, kredit Asia Karet

Sentosa naik menjadi Rp 3,5 miliar.

Tahun 2005 plafon kredit yang dimilikinya adalah Rp 5

miliar. Budiman mengakui adanya hubungan tersendiri

antara dirinya dengan BNI. "Saya berpesan kepada anak-

anak saya untuk hanya menggunakan jasa BNI. Sebab

BNI sudah banyak bantu kami," ungkapnya.

Kredit BNI juga dimanfaat anaknya untuk membuka

usaha pembuatan kertas pembungkus makanan di

Tangerang. Usaha ini adalah buah pikiran Budiman untuk

membentuk sinergi dengan bisnis karet gelangnya. Bisnis

kertas pembungkus menimbulkan permintaan akan

bisnis karet gelang. Lagi-lagi ide sederhana yang ternyata

mampu menghasilkan uang. Budiman juga terus

mencoba memproduksi barang-barang dengan bahan

baku dari karet. Salah satunya adalah menghasilkan karet

alas sepatu. Ia sempat menjadi suplier bagi produsen

sepatu di pulau Jawa.

Ulet dan kreatif merupakan kunci kesuksesannya untuk

mampu bertahan hingga saat ini. Budiman ingin

usahanya ini kelak dapat berkibar di tingkat Asia. Ia

memiliki keyakinan anak-anaknya mampu mewujudkan

impiannya tersebut. "Oleh karena itu, kami berharap

agar BNI bisa membantu kami nantinya mewujudkan

cita-cita menjadikan Asia Karet Sentosa berkibar di Asia,"

tuturnya. Sebuah harapan yang bisa menjadi sebuah

tantangan bagi BNI agar dapat mengantarkan debitur-

debiturnya untuk terus memacu usahanya dan bisa naik

ke kelas berikutnya.

Obsesi Sang Entrepreneur Sutera dari Wajo

H. Baji HMI

menjadi batik sutera. Jadi produk yang dipasarkan ada

dalam bentuk setengah jadi dan bentuk jadi. H. Baji

menyadari, usaha yang dibangunnya adalah berkat

bantuan permodalan buah perkenalannya dengan BNI.

Kucuran pertamanya sendiri hanya Rp 3 juta, untuk

kemudian terus meningkat hingga dipercayakan

mendapat pinjaman di atas Rp 200 juta.

Kesetiaannya untuk tetap maju dan berkembang melalui

pembiayaan BNI, didasarkan atas dasar saling percaya

antara bank sebagai kreditur dan dia selaku nasabah dan

memang sudah lama bergabung, di samping bunga

rendah yang diberikan.

Produksinya berjalan dengan komposisi 30 persen dari

total bahan baku benang sutera dari China yang dipadu

dengan 70 persen bahan baku lokal. Tiap bulan

dibutuhkan bahan baku antara 100 kg hingga 300 kg

benang, sedangkan setiap kg benang menghasilkan kain

rata-rata 10 meter. Dengan demikian, dalam seminggu

mampu menghasilkan 250 meter kain, sehingga total

dalam sebulan 10.000 meter.

Kain sutera produksinya itu terdiri dari dua jenis yakni

yang asli atau 100 persen sutera dan yang hanya

kandungan suteranya 50 persen. Harga per meternya

biasanya berbeda, untuk pasar luar biasanya lebih mahal

dibandingkan yang dijual ke pasar lokal.

Untuk pemasaran, 70 persen dipasarkan ke pulau Jawa

dan 30 persen untuk lokal. Harganya pun bervariasi,

berkisar minimal Rp 30.000 per meter (ada yang dijual

meteran) untuk kain dengan kandungan sutera 50

persen, dan rata-rata sekitar Rp 40.000- Rp 70.000 per

meter untuk kain sutera asli.

Dengan jumlah produksi tersebut, dalam sebulan Baji

mampu memperoleh omzet sekitar Rp 200 juta hingga

Rp 250 juta. Jumlah yang cukup besar untuk ukuran

entrepreneur sekelas Baji.

Di sebuah rumah produksi bertempat di jalan Andi Baso

no. 4 Sengkang Wajo, Sulawesi Selatan H. Baji HMI,

bersama dengan 70 dari 100 karyawannya (awalnya

hanya mempekerjakan enam karyawan), mengembang-

kan usaha pertenunan dan butik yang dinamakan Losari

Silk. Beliau mengembangkan sistem plasma dengan

pengrajin-pengrajin lain di sekitarnya. Ia menyiapkan

bahan baku bagi mereka untuk diolah menjadi bahan

jadi, untuk dibeli kembali hasilnya, dikumpulkan guna

dijadikan pakaian jadi dan dikirim ke pulau Jawa.

Pemasaran ke Jawa lebih cepat, karena barang yang

dikirim juga termasuk bahan setengah jadi yang diubah

Semangat untuk

tetap maju dan

berkembang melalui

pembiayaan BNI

Pengusaha sutera

WajoSulawesi Selatan

16

17

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 11: Halaman 1-9

Kepercayaan Bank Nomor Satu

Berawal dari usaha pembuatan perabotan dan boks speaker skala kecil pada tahun 1980-an di

Bogor Jawa Barat, Perusahaan yang dikomandani Bapak Eddy Gunawan memulai usahanya. Pada

perjalanannya, beliau mendapat pesanan 300 buah meja belajar dari sebuah perusahaan. Untung

tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, pesanan yang telah diselesaikannya dikembalikan karena

satu dan lain hal. Dalam kebingungannya, Bapak Eddy Gunawan memutuskan untuk menjual meja-

meja belajar tersebut ke beberapa toko mebel di Bogor. Tanpa disangka-sangka, 300 meja belajar

tersebut terjual habis hanya dalam waktu 2 minggu.

Peristiwa tersebut menjadi titik balik bagi usaha Bapak Eddy Gunawan. Kemudian seiring dengan

perkembangan usahanya ia mulai berkenalan dengan pihak perbankan, dalam hal ini BNI, untuk

membantu pendanaan usahanya. Pada tahun 1983, pihak BNI mengucurkan kredit sebesar 25 juta

rupiah. Dalam kesempatan tersebut pihak BNI juga menyarankan Bapak Eddy Gunawan untuk

membentuk badan usaha agar usahanya terlegitimasi secara hukum, maka pada tanggal 29

November 1983 berdirilah PT Cahaya Sakti Furintraco.

Hubungan kami

bagaikan hubungan

suami dan istri

PT Cahaya Sakti Furintraco

Eddy Gunawan BogorJawa Barat

Adanya sinergi antara pendanaan perbankan, sistem

manjemen dan produksi yang tepat guna, menjadikan PT

Cahaya Sakti Furintraco, yang lebih dikenal masyarakat

melalui produk furnitur knockdown Olympic, kemudian

tumbuh menjadi sebuah perusahaan produksi berskala

besar dan kompleks dengan jangkauan distribusi sampai

ke mancanegara.

Pada tahun 2004 perusahaan ini telah berhasil meraih

55,5% pangsa pasar Indonesia, memiliki 50 kantor

cabang dan melayani lebih dari 50.000 toko ritel.

Didukung oleh fasilitas produksi modern yang berdiri di

atas lahan seluas kurang lebih 16 hektar di Bogor Jawa

Barat, dewasa ini kapasitas produksi Olympic yang

sebagian besar dibangun dari komponen-komponen

lokal telah mencapai lebih dari 2,4 juta unit pertahun.

Produknya terdiri dari produk-produk furnitur rumah

tangga dan kantor seperti tempat tidur, lemari pakaian,

rak TV dan lain-lain. Olympic menawarkan ratusan desain

yang memiliki daur hidup lebih lama dibandingkan

dengan desain rata-rata produk sejenis lainnya. Pada

tahun yang sama PT Cahaya Sakti Furintraco telah

memiliki omset sebesar 681 milyar rupiah dengan total

aset yang mencapai 421 milyar rupiah.

Aneka keberhasilan dan penghargaan yang diperoleh PT

Cahaya Sakti Furintraco adalah buah dari sebuah kerja

keras, kedisiplinan dan kecermatan dalam memadukan

segenap sumber daya yang dimilikinya dengan

permintaan pasar yang ada. Dari sisi keuangan dan

permodalan, PT Cahaya Sakti Furintraco mempercayakan

sepenuhnya pendanaan perusahaannya kepada pihak

BNI, hal ini terutama disebabkan hubungan harmonis

yang telah terjalin di antara kedua belah pihak sejak

perusahaan ini berdiri.

Menghadapi krisis ekonomi tahun 1997, perusahaan,

yang memang telah cukup efisien ini, menerapkan

kebijakan efisiensi yang sangat ketat di semua lini

perusahaan sehingga ditambah dengan solusi keuangan

BNI seperti yang sangat membantu, perusahaan ini dapat

melalui krisis dengan baik.

Tawaran yang menggiurkan dari berbagai bank datang

silih berganti, namun Pak Eddy Gunawan, selaku CEO

mengaku tetap setia dengan BNI. Baginya hubungan

dengan BNI bagaikan hubungan suami istri. Baginya BNI

adalah mitra yang telah teruji di kala susah dan senang.

Satu ketika perusahaan ini mengalami musibah

kebakaran, saat itu bank-bank lain langsung menarik dan

membekukan fasilitas kreditnya kepada PT Cahaya Sakti

Furintraco. Namun, tidak demikian halnya dengan BNI,

yang malah memberikan fasilitas bridging financing

kepada PT Cahaya Sakti Furintraco. Sungguh suatu hal

yang tidak diduga-duga sebelumnya. Akibatnya Pak Eddy

Gunawan langsung mengalihkan seluruh urusan

perbankannya kepada BNI.

Menyadari pentingnya pemenuhan permintaan

konsumen, PT Cahaya Sakti Furintraco juga memasarkan

produk sejenis dengan merk yang berbeda, seperti Solid

Furniture, Albatros, Procella, Olympia, Jaliteng, Grafier

dan Audio Pro. Untuk lebih memperluas jangkauan

distribusi produk-produknya, PT Cahaya Sakti Furintraco

juga membuka program franchise yang sudah berjalan di

beberapa kota besar di Indonesia.

Menghadapi persaingan yang kian meningkat, terutama

dengan masuknya produk-produk buatan China,

PT Cahaya Sakti Furintraco terus melakukan inovasi

dalam hal desain dan mutu. Khusus dalam hal desain,

PT Cahaya Sakti Furintraco telah menghasilkan 2400

macam produk yang masih diproduksi sampai saat ini.

Saat ini PT Cahaya Sakti Furintraco telah memiliki 14

anak perusahaan, dengan dukungan finansial dan

manajemen yang semakin baik, visi PT Cahaya Sakti

Furintraco untuk menjadi perusahaan furnitur terbesar

dengan penjualan terluas di Indonesia, untuk memimpin

pasar dalam era globalisasi yang didukung oleh

organisasi yang dinamis dan progresif di semua aspek

bukan hal yang mustahil untuk terwujud.

Bapak Eddy berharap hubungannya dengan pihak BNI

dapat terus berjalan dengan baik. Pada kesempatan lain

ia juga berharap, BNI dapat meningkatkan kekompakan

dan kerja sama tim agar pelayanan BNI dapat terus

ditingkatkan.

18

19

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 12: Halaman 1-9

Dodol Picnic, pintar menyiasati pasar

GarutJawa Barat

Ato Hermanto

Dodol Picnic

Sepuluh tahun setelah merdeka, tidak banyak orang

yang tahu dodol garut, makanan tradisional asal Garut,

Jawa Barat yang berasal dari campuran beras ketan dan

gula. Kini, bila kita dengan mudah bisa menemui

makanan ini di pasar tradisional hingga supermarket, itu

adalah buah kesuksesan satu strategi pemasaran jitu.

Salah satunya Dodol Picnic. Adalah Iton Damiri, yang

memulai usaha ini pada tahun 1949. Ia ingin menjadikan

dodol sebagai makanan orang kota. Kala itu di Bandung

terdapat Toko Picnic, pusat jajanan terkenal yang

menyediakan makanan ringan impor. Pembelinya adalah

kalangan berkantong tebal. Iton berambisi menitipkan

dagangan di toko tersebut. Pada 1957, timbulah ide dari

Aam Mawardi, adik Iton untuk membuat dodol merek

Picnic. "Cara ini ternyata bisa menarik hati pemilik toko.

Mereka mau karena merasa ada orang mau bersusah-

susah membuatkan produk bermerek tokonya," ucap

Ato Hermanto (46), Direktur PT. Herlinah Cipta Pratama,

generasi kedua produsen Dodol Picnic sekarang.

Penganan ini mulai dikenal masyarakat di luar Garut.

Saat Toko Picnic bangkrut, Dodol Picnic telah terkenal

dan pemasarannya menyebar ke pelosok negeri.

Usaha memperkenalkan dodol juga ditempuh melalui

toko-toko buah di Bandung. Hasilnya Dodol Picnic makin

dikenal sehingga permintaan terus meningkat. Bahkan

sejak 1969, dodol tersebut mulai dipasarkan di luar Jawa.

Kemajuan yang dialami mendorong untuk didirikannya

perusahaan yang relatif lebih besar. Pabrik modern 2berdiri 1979 dengan luas kira-kira 5.000 m di Jalan

Pasundan No. 102 Garut. Kini Herlinah Cipta Pratama

telah mempekerjakan tak kurang 200 karyawan dengan

kapasitas produksi 1.800 ton perbulan.

Usaha yang terus berkembang ini, membuat Herlinah

Cipta Pratama memerlukan tambahan modal. BNI adalah

bank pertama yang dituju pabrik dodol ini sebagai

tempat mendapatkan pinjaman. "Saat ini kami telah

dipercaya BNI untuk menerima kredit sebesar Rp 1,5

miliar. “Hubungan dengan BNI juga telah terjalin sejak

puluhan tahun lalu. "BNI sangat familiar terhadap kami.

Karena hubungan yang telah begitu lama terjalin, kami

jadi seperti keluarga."

Ato yang semula berniat membuka usaha sendiri di

bidang kesenian rupanya cukup bertangan dingin dalam

mengelola perusahaan. Krisis ekonomi 1998 justru

menjadi berkah bagi perusahaannya. "Itu karena tiba-

tiba makanan seperti coklat dan produk impor lain hilang

dari pasar, ia mendapat banyak pesanan. Di saat itulah ia

justru menambah pinjaman ke BNI guna pengembangan

usaha. Bersama BNI, perusahaan ini melewati masa krisis

ekonomi dengan baik. Bagi ayah dua putra ini,

keberhasilannya sekarang tidak terlepas dari kesetiaan

BNI dalam mambantunya.

"BNI sangat

familiar terhadap

kami. Karena

hubungan yang

telah begitu lama

terjalin, kami jadi

seperti keluarga." Edy Saputra

PalembangSumatera Selatan PT. Gading Cempaka Graha

Jangan Sampai Disumpahi Masyarakat

Edy Saputra tidak dilahirkan di keluarga yang berada. Bahkan seringkali masa kecilnya dilalui

dengan penuh keprihatinan. Berbekal kejujuran dan keyakinan, pria yang tak menamatkan

bangku sekolah menengah atas itu mampu membawa PT. Gading Cempaka Graha sebagai

perusahaan kontraktor papan atas di wilayah Sumatera Selatan .

Selama 29 tahun

berhubungan dengan Bank

BNI, Edy Saputra telah

menganggap BNI sebagai

anggota keluarganya sendiri.

"Kami tetap setia".

20

21

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n

Page 13: Halaman 1-9

Kini, kelompok bisnis yang berdiri pada 1968 itu telah

berkembang dan melahirkan anak usaha baru, yakni PT.

Putri Manunggal Mandiri dan CV. Ramona sembari terus

mengembangkan sayapnya ke sektor perkebunan dan

properti. Ketika baru berdiri, orang tua Edy mendapat

proyek untuk membangun pasar di Palembang, pada

1969-1970. Ketika proyek itu selesai, pemerintah

ternyata tak memiliki dana. Orang tua Edy nyaris tak

mampu lagi meneruskan usahanya. Tanpa mengenal

lelah, orang tua Edy pun berusaha mendekati pejabat

daerah untuk menyelesaikan pembayaran proyek

tersebut. Alhasil, gubernur Sumatera Selatan saat itu

sepakat membayar proyek dengan dump truck.

Berbekal dump truck itu, PT Gading Cempaka (saat itu

masih CV) mulai aktif mengerjakan proyek jalan di kota

Palembang dan sekitarnya. Di bawah pimpinan Edy

Saputra, perusahaan keluarga itu mampu mengerjakan

proyek bernilai di atas Rp 100 miliar. Bersama anggota

keluarga lainnya, anak pertama dari 10 bersaudara itu

bahu membahu menjalankan usaha. Saat ini, pengelola

perusahaan itu sudah mulai beralih ke generasi ketiga.

Putra beliau, Jony Saputra, mulai aktif meneruskan bisnis

keluarga yang dirintis sang kakek.

Meski tak tamat sekolah menengah atas, Edy sangat

mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya, ia selalu

menekankan pentingnya ilmu untuk kehidupan dan

masa depan. Dalam mendidik anak-anaknya, Edy

meneruskan amanat orang tuanya. Setidaknya ada tiga

prinsip yang tetap dia pegang teguh dalam kehidupan.

Pertama, jangan dendam. Kedua, bertanggung jawab

atas semua hal. Ketiga, jangan merasa diri tinggi. "Saya

tak pernah meminta kaya kepada Tuhan. Kami hanya

minta hidup yang lebih baik," tegas dia.

Sebagai warga keturunan etnis Tionghoa, Edy memiliki

kesadaran untuk senantiasa menjaga keharmonisan

hubungan dengan lingkungannya. Dengan keramahan

dan rendah hati ia berhasil menjaga hubungan dengan

masyarakat. "Soal jiwa nasionalisme, kami bisa diuji

selama lima generasi. Saya berusaha," tandas Edy.

PT. Gading Cempaka yang juga bekerjasama dengan PT.

Nindya Karya itu kini dipercaya untuk menggarap

proyek-proyek jalan di daerah Sumatera Selatan dengan

nilai sebesar Rp 130 miliar setelah berhasil

memenangkan tender terbuka. Sebelumnya PT Gading

Cempaka juga telah banyak menggarap proyek jembatan

dan membangun perumahan bagi transmigran.

Edy sangat menekankan pentingnya menjaga mutu

proyek. Dengan prinsip tersebut beliau praktis tak pernah

mendapatkan masalah berarti selama menjalankan bisnis

lebih dari 30 tahun, bahkan tahun 2007 mendatang, PT.

Gading Cempaka Graha akan menangani proyek jalan

lintas timur Sumatera dengan nilai ratusan miliar rupiah.

Edy Saputra mengakui keberhasilan usahanya tak

terlepas dari bantuan BNI. Edy Saputra pertama kali

mendapatkan kucuran kredit dari BNI sebesar Rp 15 juta

pada bulan Maret 1978. Jumlah ini terus meningkat,

hingga saat ini, total pinjaman termasuk bank garansi

kelompok usaha itu di BNI mencapai Rp 34,5 miliar.

Selama 29 tahun berhubungan dengan BNI, Edy Saputra

telah menganggap BNI sebagai anggota keluarganya

sendiri. "Kami tetap setia. Selama ini, kami belum

pernah menemukan hambatan birokrasi yang berarti,"

kilah dia.

Meski begitu, Edy juga berharap pimpinan BNI bisa lebih

memperhatikan daerah dengan memberikan

kewenangan yang lebih besar kepada pimpinan BNI di

daerah. Selama ini bila debitur ingin mengajukan kredit

lebih dari Rp 20 miliar, ia harus mengurusnya di Jakarta.

"Alangkah baiknya bila bisa diselesaikan di daerah.

Dengan demikian, kita bisa lebih efisien," tutur pria yang

gemar membaca buku dan koran itu.

Untuk menunjang kelanjutan usahanya, Kelompok usaha

Gading Cempaka Graha telah memulai usaha baru di

bidang perkebunan kelapa sawit dan properti. Kelompok

bisnis itu telah memiliki 10.000 hektar lahan di Ogan

Komering Ilir, Sumatera Selatan. Pada tahap awal, lahan

yang akan ditanami adalah sekitar 1.000 - 3.000 hektar.

Di sektor properti, kelompok usaha itu juga telah

memiliki lahan siap bangun.

Untuk mengembangkan usaha itu, Edy tak memaksakan

putranya untuk menanganinya. Bila memang sang anak

mencintai pekerjaan itu, dia akan mendukungnya.

"Hidup ini simple. Kalau ingin mencapai tujuan tentu

memperhitungkan untung rugi tapi jangan serakah.

Kalau kita jujur dibarengi nasib, kemauan, kemampuan,

dan keseriusan, Insya Allah berhasil," tutur Edy.

Selalu ada Berkah di Balik Musibah

Setelah peristiwa tenggelamnya kapal milik keluarga

Sumiyati Susiana pada tahun 1993 lalu, Ibu Susi,

demikian ia biasa disapa, beserta suaminya Tisono

langsung memilih membesarkan bisnis di bidang

perdagangan barang kelontong yang sudah dijalaninya

sejak lama.

Usaha Ibu Susi dimulai dengan pinjaman dari BNI guna

mendapatkan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 50

juta, yang digunakan sebagai tambahan modal usaha.

Seiring dengan perkembangan bisnisnya, maka kredit

yang diterima pun meningkat secara signifikan, sehingga

didapat tambahan fasilitas kredit sebesar Rp 125 juta

pada tahun 2002 (sekarang tak kurang Rp 400 juta

kredit bisa diterimanya).

Sumiyati Susiana

Toko kelontong "GLORY"

namun dengan bekal pengalaman dan ditunjang lokasi

usaha di kawasan pemukiman kelas menengah atas yang

cukup strategis, semua itu dapat diatasinya.

Apalagi, toko ini memiliki pelanggan tetap, sehingga

usahanya dapat berjalan dengan lancar. Tak heran jika

usaha Ibu Susi dinilai layak oleh pihak BNI untuk diberi

pinjaman kredit hingga mencapai Rp 400 juta, atas

ketepatannya membayar cicilan, di samping kejujurannya

dalam menggunakan pinjaman, dan sikapnya yang

kooperatif lagi terbuka dalam memberikan data-data

untuk fasilitas kreditnya, ia memperoleh predikat

Kolektibilitas 1 (lancar).

Salah satu alasan mengapa ia tidak mau berpaling dari

BNI, adalah kemudahan yang diberikan BNI dalam

melakukan transaksi apapun. Seperti tidak perlunya antri

berjam-jam menunggu giliran dan mudahnya menyetor

uang serta mengajukan kredit. Ibu Susi menganjurkan

agar bank yang satu ini senantiasa berbenah

memperbaiki diri agar para nasabah tidak berpaling ke

bank lain. Ia juga berharap agar tingkat suku bunga

kredit dapat diturunkan agar margin keuntungan yang

diperoleh lebih baik, mengingat rencananya untuk

mengembangkan usaha ini.

SemarangJawa Tengah

Salah satu alasan

mengapa ia tidak

mau berpaling dari

BNI, adalah

kemudahan yang

diberikan dalam

melakukan transaksi

apapun

Toko kelontong "GLORY" yang berada di Jl. Puri

Anjasmoro Blok B-1 No. 19 Semarang itu, hampir tak

pernah sepi dari para pembeli. Dibantu oleh empat

orang karyawan, usaha yang dikelola sejak tahun 1990

ini tidak hanya melayani pembeli sembako dari Semarang

dan sekitarnya saja, namun sesekali juga menerima

pesanan dari rekanannya di Ketapang. Meskipun

persaingan bisnis di sekitar usaha ini cukup ketat,

22

23

Cat

atan

Gem

ilan

g s

ebu

ah

Pe

rja

lan

an

Ke

mit

raa

n