hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai...

47
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendidikan Kewirausahaan di Persekolahan Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial pada dasarnya mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat. Begitupun dengan ilmu yang satu ini memberikan secercah harapan, bahwa setelah mempelajarinya diharapkan tergugah motivasinya untuk berbuat, bertindah demi dirinya sendiri dan untuk orang lain. Dewasa ini sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat pengangguran profesional (lulusan sarjana) di Indonesia sudah cukup memprihatinkan, hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai pola pengajaran dan pelatihan serta mensinergiskan kurikulum yang ada dengan kebutuhan keahlian yang diterima oleh masyarakat. Salah satu ilmu yang sangat diperlukan di masyarakat (mahasiswa) supaya mahasiswa mempunyai sikap dan motivasi tidak hanya menjadi karyawan tapi mempunyai motivasi untuk berwirausaha adalah dengan diberikannya Ilmu Kewirausahaan. Dalam Suryana (2003 : 7), disebutkan bahwa, “Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai, kemampuan (ability) dan prilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya”. Sementara dalam konteks bisnis, menurut Thomas W. Zimmerer (1996), menyebutkan bahwa, “Kewirausahaan adalah hasil dari

Upload: lyhanh

Post on 02-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kewirausahaan di Persekolahan

Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, baik

pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial pada dasarnya

mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan yang ada di

masyarakat. Begitupun dengan ilmu yang satu ini memberikan secercah

harapan, bahwa setelah mempelajarinya diharapkan tergugah motivasinya

untuk berbuat, bertindah demi dirinya sendiri dan untuk orang lain.

Dewasa ini sudah menjadi rahasia umum bahwa tingkat pengangguran

profesional (lulusan sarjana) di Indonesia sudah cukup memprihatinkan,

hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai pola

pengajaran dan pelatihan serta mensinergiskan kurikulum yang ada

dengan kebutuhan keahlian yang diterima oleh masyarakat. Salah satu

ilmu yang sangat diperlukan di masyarakat (mahasiswa) supaya

mahasiswa mempunyai sikap dan motivasi tidak hanya menjadi karyawan

tapi mempunyai motivasi untuk berwirausaha adalah dengan diberikannya

Ilmu Kewirausahaan. Dalam Suryana (2003 : 7), disebutkan bahwa, “Ilmu

kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai,

kemampuan (ability) dan prilaku seseorang dalam menghadapi tantangan

hidup untuk memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin

dihadapinya”. Sementara dalam konteks bisnis, menurut Thomas W.

Zimmerer (1996), menyebutkan bahwa, “Kewirausahaan adalah hasil dari

Page 2: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

16

suatu disiplin, proses sistematis, penerapan kreativitas dan inovasi dalam

memenuhi kebutuhan dan peluang di pasar”.

Pada jaman dahulu, ilmu kewirausahaan hanya dapat dipelajari

dengan pengalaman di lapangan (langsung praktek) berdagang/ berbisnis

seperti halnya yang dilakukan oleh para pengusaha terdahulu yang sudah

menyandang gelar sukses untuk sekarang, dari pengalaman yang mereka

kemukakan dalam setiap pertemuan kegiatan atau seminar, ternyata

pengalaman tersebut bisa dijadikan menjadi suatu teori yang dapat

dipelajari dan dipraktekkan oleh semua orang. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Suryana (2003 : 7) yang menyebutkan bahwa :

Kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir (enterpreneuship are born not made) sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang, kewirausahaan bukan hanya urusan lapangan, tetapi merupakan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan. “Entrepreneurship are not only born but also made”, artinya kewirausahaan tidak hanya merupakan bakat bawaan sejak lahir atau urusan pengalaman lapangan tetapi dapat dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Mereka yang menjadi enterpreneur adalah orang orang yang mengenal potensi dan belajar mengembangkan potensi untuk menangkap peluang serta mengorganisir usaha dalam mewujudkan cita citanya. Oleh karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses, memiliki bakat saja tidak cukup tetapi juga harus memiliki pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya Berdasarkan hal tersebut, sudah waktunya kita untuk memberikan

yang terbaik untuk masyarakat (mahasiswa) yang sedang menuntut ilmu

untuk sama-sama diberikan suatu ilmu yang bisa dijadikan bekal untuk

mengaktualisasikan dirinya di masyarakat, dan tidak menjadi beban

masyarakat (menganggur).

Page 3: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

17

Melihat dari perkembangnnya, ilmu tentang kewirausahaan sudah

banyak diberikan dan dipelajari terutama di negara-negara yang notabene

sudah berkembang dan maju baik teknologi maupun tingkat kesejahtraan

masyarakatnya, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan dalam Suryana

(2003 : 8) bahwa :

......, sejak awal abad ke 20 kewirausahaan sudah diperkenalkan di beberapa negara. Misalnya di Belanda dikenal dengan “ondernemer” di Jerman dikenal dengan “unternehmer”. Dibeberapa negara kewirausahaan memiliki banyak tanggung jawab antara lain tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisasi dan komersial, penyediaan modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan pemasaran dan lain lain, kemudian pada tahun 1950-an pendidikan kewirausahaan mulai dirintis dibeberapa negara seperti Eropa, Amerika dan Canada. Bahkan sejak tahun 1970-an banyak universitas yang mengajarkan “Enterpreneurship”. Di Indonesia, pendidikan kewirausahaan masih terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja. Sesuai dengan uraian tersebut di atas dan melihat perkembangan

pendidikan dewasa ini terutama di kota Bandung, banyak perguruan tinggi

yang sudah memberikan pendidikan kewirausahaan baik dalam bentuk

mata kuliah, pelatihan ataupun yang lainnya, bahkan ada perguruan tinggi

yang program studinya juga dinamakan Manajemen Bisnis, hal ini

menunjukkan bahwa kewirausahaan merupakan suatu ilmu yang sangat

penting dan bisa dipelajari di bangku kuliah bukan hanya sekedar

pengamatan dan pengalaman saja

Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradigma

pertumbuhan yang wajar dan perubahan ke arah globalisasi yang

menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, dewasa ini

sedang terjadi perubahan paradigma pendidikan. Menurut Soeharto

Page 4: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

18

Prawirakusumo (1997 : 4) dalam Suryana (2003 : 8) disebutkan bahwa

pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai suatu disiplin ilmu

tersendiri yang independen karena :

1. kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata, yaitu ada teori, konsep dan metode ilmiah yang lengkap.

2. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi venture star-up dan venture-growth, ini jelas tidak masuk dalam kerangka manajemen umum (frame work general managemen courses) yang memisahkan manajemen dan kepemilikan usaha (business ownership).

3. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memilki objek tersendiri yaitu kemampuan untuk menciptkan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create new and different things).

4. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan pemerataan pendapatan, atau pemerataan kesejahtraan rakyat yang adil dan makmur.

Seperti halnya dengan disiplin ilmu yang lain, ilmu kewirausahaan

dalam perkembangannya mengalami evolusi yang pesat. Pada mulanya

kewirausahaan berkembang dalam bidang perdagangan, kemudian

diterapkan dalam berbagai bidang lain, seperti industri, pendidikan,

kesehatan, dan institusi lain seperti pemerintah, perguruan tinggi dan

lembaga swadaya lainnya. Dalam bidang tertentu kewirausahaan telah

dijadikan sebagai kompetensi inti (core competency) dalam menciptakan

perubahan, pembaharuan dan kemajuan. Kewirausahaan tidak hanya

dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka pendek tetapi sudah

dipakai sebagai kiat kehidupan secara umum dalam jangka panjang untuk

menciptakan peluang. Dengan memiliki jiwa kewirausahaan, birokrasi dan

institusi akan memiliki motivasi, optimisme dan berlomba untuk

menciptakan cara-cara baru yang lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel

dan adaptif.

Page 5: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

19

2.1.1. Sikap dan Kepribadian Wirausaha

Dalam Suryana (2003 : 29) disebutkan bahwa Alex Inkeles dan David H. Smith (1974 : 19-24) adalah salah satu diantara ahli yang mengemukakan tentang kualitas dan sikap orang modern, dia menyebutkan bahwa kualitas manusia modern tercermin pada orang yang berpartisipasi dalam produksi modern yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap, nilai dan tingkah laku dalam kehidupan sosial. Ciri cirinya meliputi keterbukaan terhadap pengalaman baru, selalu membaca perubahan sosial, lebih realistis terhadap fakta dan pendapat, berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang bukan pada masa lalu, berencana, percaya diri, memiliki aspirasi, berpendidikan dan mempunyai kehlian, respek, hati hati dan memahami produksi. Berdasarkan ciri yang disebutkan di atas sudah sangat jelas bahwa

mahasiswa tidak hanya cukup memiliki ilmu pengetahun yang diberikan di

bangku kuliah saja, tapi harus siap menerima ilmu dan pengetahuan lain

yang justru tidak dipelajari di perkuliahan. Perubahan sosial sangat cepat

untuk berubah kalau mahasiswa hanya mengandalkan ilmu yang terbatas,

dia akan tertinggal oleh kebutuhan jaman yang senantiasa berubah dan

secara otomatis mahasiswa atau lulusan perguruan tinggi tersebut harus

bisa dengan segera untuk melakukan perubahan dan menyesuaikan diri

dengan perubahan tersebut

Selain ciri orang modern yang disebutkan di atas juga dikemukakan

oleh Gunar Myrdal dalam Siagian (1972), yaitu :

1. kesetiaan diri dan keterbukaan terhadap inovasi 2. kebebasan yang besar dari tokoh tradisional 3. mempunyai jangkauan dan pandangan yang luas terhadap

berbagai masalah 4. berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang 5. selalu berencana dalam berbagai kegiatan 6. mempunyai keyakinan pada kegunaan ilmu pengetahuan dan

teknologi 7. percaya bahwa kehidupan tidak dikuasai oleh nasib dan orang

tertentu.

Page 6: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

20

8. memiliki keyakinan dan menggunakan keadilan sesuai dengan prinsif masing masing

9. sadar dan menghormati orang lain Orang yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akan

lebih siap untuk menanggapi segala peluang, tantangan dan perubahan

sosial, misalnya dalam mengubah standar hidupnya. Orang yang terbuka

terhadap ide-ide baru ini merupakan wirausahawan yang inovatif dan

kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan menurut Yurgen Kocka

(1975), “Pandangan yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk

pembaharuan, bisa lebih cepat berkembang dalam lapangan industri,

tidak lepas dari suatu latar belakang pendidikan, pengalaman perjalanan

yang banyak” (Yuyun Wirasasmita, 1982 : 44). Dalam kontek ini juga

ditemukan perpaduan yang nyata antara usaha perdagangan yang

sistematis dan rasional dengan kemampuan bereaksi terhadap

kesempatan yang didasari keberanian berusaha.

Melihat dari pengertian yang dikemukakan di atas, bisa dikatakan

bahwa wirausaha adalah kepribadian unggul yang mencerminkan budi

yang luhur dan suatu sifat yang pantas diteladani, karena atas dasar

kemampuannya sendiri dapat melahirkan suatu sumbangsih dan karya

untuk kemajuan kemanusiaan yang berlandaskan kebenaran dan

kebaikan. Dengan memiliki jiwa wirausaha, seseorang bisa dikatakan

menjadi seorang inovator atau individu yang mempunyai kemampuan

naluriah untuk melihat benda-benda materi sedemikian rupa yang

kemudian terbukti benar, mempunyai semangat dan kemampuan serta

pikiran untuk menaklukan cara berpikir yang tidak berubah dan

Page 7: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

21

mempunyai kemampuan untuk bertahan terhadap oposisi sosial

(Heijhrachman Ranupandoyo, 1982:1)

Wirausaha berperan dalam mencari kombinasi-kombinasi baru

yang merupakan gabungan dari tiga proses inovasi yaitu menemukan

pasar pasar baru, pengenalan barang baru, metode produksi baru, dan

lain lain. Wirausaha merupakan inovator yang dapat menggunakan

kemampuan untuk mencari kreasi-kreasi baru.

Didalam suatu perusahaan, wirausaha adalah seorang inisiator

atau organisatoris penting suatu perusahaan. Menurut Dusselman (1989 :

16) seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan ditandai oleh pola tingkah

laku sebagai berikut :

1. Inovasi, yaitu usaha untuk menciptakan, menemukan dan menerima ide ide baru.

2. keberanian untuk menghadapi resiko, yaitu usaha untuk menimbang dan menerima resiko dalam pengambilan keputusan dan dalam menghadapi ketidakpastian.

3. Kemampuan manajerial, yaitu usaha usaha yang dilakukan untuk melaksanakan fungsi fungsi manajemen, meliputi

a. Usaha perencanaan b. Usaha untuk mengkoordinir c. Usaha untuk menjaga kelancaran usaha d. Usaha untuk mengawasi dan mengevaluasi usaha

4. Kepemimpinan, yaitu usaha memotivasi, melaksanakan, dan mengarahkan tujuan usaha.

Menurut Katheleen L. Hawkins & Peter A Turla (1986) dalam

Suryana (2003 : 31) disebutkan, bahwa pola tingkah laku kewirausahaan

tersebut tergambar pula dalam perilaku dan kemampuan sebagai berikut :

1. Kepribadian, aspek ini bisa diamati dari segi kreativitas, disiplin diri, kepercayaan diri, keberanian menghadapi resiko, memiliki dorongan dan kemampuan kuat.

2. Hubungan, dapat dilihat dari indikator komunikasi dan hubungan antar personal kepemimpinan dan manajemen.

Page 8: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

22

3. Pemasaran, meliputi kemampuan dalam menentukan produk dan harga, periklanan dan promosi.

4. Keahl;ian dalam mengatur, diwujudkan dalam bentuk penentuan tujuan, perencanaan dan penjadwalan serta pengaturan pribadi.

5. Keuangan, indikatornya adalah sikap terhadap uang dan cara mengatur uang.

Telah dijelaskan bahwa wirausaha adalah inovator dalam

pengkombinasian sumber sumber bahan baru, teknologi baru, metode

produksi baru, akses pasar baru, dan pangsa pasar baru (Schumpeter,

1934), Juga Ibnu Sudjono (1993) menyebutkan bahwa “........ prilaku

kreatif dan inovatif tersebut dinamakan “enterpreneuriel action” yang ciri

cirinya adalah (1) selalu mengamankan investasi terhadap resiko, (2)

mandiri, (3) berkreasi menciptakan nilai tambah, (4) selalu mencari

peluang, (5) berorientasi ke masa depan”.

Perilaku tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai kepribadian wirausaha,

yaitu nilai-nilai keberanian menghadapi resiko, sikap positif dan optimis,

keberanian mandiri dan memimpin, serta kemauan belajar dari

pengalaman. Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Menurut Sujuti Jahja

(1977), faktor internal yang berpengaruh adalah kemauan, kemampuan

dan kelemahan, sedangkan faktor yang berasal dari eksternal adalah

kesempatan atau peluang.

2.1.2. Motivasi Wirausaha

Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan

atau menggerakan. Anwar Prabu Mangku Negara (2004:93) dalam

bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan menyebutkan

bahwa untuk mempermudah pemahaman motivasi, terlebih dahulu kita

Page 9: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

23

harus memahami pengertian motif, motivasi dan motivasi kerja. Di

antaranya dikemukakan oleh Abraham Sperling (1987:183) bahwa “motive

is defined as a tendency to activity, started by a drive and ended by an

adjusment. The adjusment is said to satisfy the motive” (Motif adalah

suatu kecendurungan untuk beraktivitas, dimulai dari dorongan dalam diri

(drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. penyesuaian diri dinyatakan

untuk memuaskan motif)

Menurut Wiliam J. Stanton (1981:101) mendefinisikan bahwa “A motive

is a stimulated need which a goal-oriented individual seeks to saisfy”

(suatu motif adalah kebutuhan yang distimulasi yang berorientasi kepada

tujuan individu dalam mencapai rasa puas).

Menurut Malayu SP. Hasibuan (2005:144) menyebutkan bahwa

motif adalah suatu perangsang keinginan (Want) dan daya penggerak

kemajuan pekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu

yang ingin dicapai. Sementara motivasi didefinisikan oleh Fillmore H.

Stanford (1969:173) bahwa “A motivation as an energizing condition of the

organism that serves to direct that organism toward the goal of certain

class” (motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan manusia ke

arah suatu tujuan tertentu).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri seseorang yang

perlu dipenuhi agar dapat meneyesuaikan diri terhadap lingkungannya,

sedangkan motivasi adalah kondisi yag menggerakan seseorang agar

mampu mencapai tujuan dari motifnya.

Page 10: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

24

Motivasi dapat pula dikatakan sebagai energi untuk

membangkitkan dorongan dalam diri (drive arausal). Hal ini akan lebih

jelas jika melihat gambar dibawah ini yang dikemukakan oleh Robert A.

Baronet. Al,. (1980 : 295) dibawah ini :

Gambar : 2.1

Motivasi sebagai Pembangkit Dorongan

Sumber : MSDM Perusahaan Anwar Prabu Mangku Negara (2004 : 94)

Keterangan : Bilamana suatu kebutuhan tidak terpuaskan maka timbul dorongan (drive) dan aktivitas individu untuk merespon perangsang (incentive) dalam tujuan yang diinginkan. Pencapaian tujuan akan menjadikan individu merasa puas

Dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, Ernest J. Mc.

Cormick (1985:268) mengemukakan bahwa, “Work motivation is defined

as conditions which influences the arausal, direction and maintenance of

behavior relevant in work settings” (Motivasi kerja didefinisikan sebagai

kondisi yag berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara

prilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja).

Malayu SP. Hasibuan (2005:141) menyebutkan bahwa “pentingnya

motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan menyalurkan dan

mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias untuk

mencapai hasil yang optimal”. Selanjutnya GR. Terry dalam Malayu SP.

Drive Incentive Goal

Satisfied Need

Unstastified Need

Page 11: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

25

Hasibuan (2005:142) mengemukakan bahwa “motivasi adalah keinginan

yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk

melakukan tindakan-tindakan”

Motivasi ini tampak dalam dua segi yang berbeda yaitu :

Pertama : kalau dilihat dari segi aktif/ dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakan, mengerahkan dan mengarahkan daya serta potensi diri agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Kedua : jika dilihat dari segi fasif/ statis motivasi akan tampak sebagai kebutuhan sekaligus sebagai perangsang untuk dapat menggerakan, mengerahkan dan mengarahkan potensi diri ke arah yang diinginkan.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas jika dikaitkan dengan

motivasi kewirausahaan sangat relevan sekali yang intinya adalah bahwa

seseorang ingin berprestasi, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan

para ahli bahwa “seseorang memilki minat berwirausaha karena adanya

suatu motif tertentu yaitu motif berprestasi (achiepement motive). Motif

berprestasi adalah suatu nilai sosial yang menekankan terhadap hasrat

untuk mencapai hal yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi”

(Gede Anggan Suhandana, 1980 : 55) dalam Suryana (2003 :32).

Teori motivasi pertama kali dikemukakan oleh Maslow (1934) Ia

mengemukakan hierarki kebutuhan yang mendasari motivasi.

Menurutnya, kebutuhan itu bertingkat sesuai dengan tingkat

pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan

keamanan (security needs), kebutruhan sosial (social needs), kebutuhan

harga diri (esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-

actualization nedds). Hal ini akan terlihat dalam tabel sebagai berikut :

Page 12: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

26

Tabel : 2.1

Tingkat Kebutuhan Maslow

Contoh Umum Tingkatan Kebutuhan Contoh dalam

Organisasi

Pemenuhan Diri Kebutuhan Aktualisasi Diri

Tantangan Kerja

Status Kebutuhan Harga Diri Jabatan

Berteman Kebutuhan Sosial Teman Bekerja

Stabilitas Kebutuhan Keamanan Jaminan Pensiun

Perlindungan Kebutuhan Fisik Gaji

Sumber dari Hierarki Kebutuhan Maslow dalam Suryana (2003:33) diadobsi sesuai kebutuhan

Kebutuhan berprestasi wirausaha (n’Ach) terlihat dalam bentuk

tindakan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien di

banding sebelumnya. Menurut Suryana (2003 : 33) menyebutkan bahwa

Wirausaha yang memiliki motif berprestasi tinggi pada umumnya memiliki

ciri-ciri sebagai berikut :

1. Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan persoalan yang timbul pada dirinya.

2. selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan

3. Memiliki tanggung jawab personil yang tinggi 4. Berani menghadapi resiko dengan penuh perhitungan 5. Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang,

jika tugas yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa sangat kurang tantangan, tetapi ia selalu menghindari tantangan yang paling sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan sangat rendah.

Berdasarkan ciri tersebut, terlihat dengan jelas bahwa seorang

wirausaha adalah seorang pejuang yang mempunyai semangat membara

untuk mencapai tujuan yang diinginkannya, mempunyai strategi dan cara,

berjiwa kreatif dan inovatif dalam bekerja dan melaksanakan tugas, selalu

Page 13: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

27

menghargai informasi demi keberhasilan pekerjaan yang sedang

digelutinya, selalu berjuang sampai tujuan yang diinginkannya betul-betul

terwujud. Jika hal ini dimiliki oleh seorang mahasiswa (Sarjana) maka

sudah dapat dipastikan tingkat pengangguran yang ada di negeri ini akan

berkurang.

Dalam Enterpreneur’s Handbook, yang dikutif oleh Yuyun

Wirasasmita (1994 : 8) dalam Suryana (2003:35), dikemukakan beberapa

alasan mengapa seseorang berwirausaha :

1. Alasan Keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk merncari pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keuangan.

2. Alasan Sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/ status untuk dapat dikenal dan dihormati, untuk menjadi contoh orang tua di desa, agar dapat bertemu dengan orang banyak.

3. Alasan Pelayanan, yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk menetar masyarakat, untuk membentu ekonomin masyarakat, demi masa depan anak anak dan keluarga untuk mendapatkan kesetiaan suami/ istri, untuk membahagiakan ayah dan ibu.

4. Alasan Pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan/ mandiri untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, untuk menghindari ketergantugan pada orang lain, untuk menjadi lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.

Menurut Zimmerer (1996 :3) ada beberapa peluang yang dapat

diambil dari kewirausahaan yaitu :

1. Peluang memperoleh kontrol atas kemampuan diri. 2. Peluang memanfaatkan potensi yang dimiliki secara penuh 3. Peluang memperoleh manfaat secara finansial 4. Peluang berkontribusi kepada masyarakat dan menghargai usaha

usaha seseorang. Kita sudah maklum bahwa pebisnis atau pelaku wirausaha adalah

pejuang tangguh dengan berbagai alasan yang ingin diperolehnya, kita

akan mengetahui potensi dan kemampuan diri sendiri dengan berjuang

Page 14: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

28

dan terjun langsung ke dalam persaingan nyata untuk berani memulai dan

mengelola usaha sendiri, besar atau kecil bentuk usaha bukan menjadi

ukuran, yang terpenting adalah keberanian untuk memulai itu merupakan

awal dari penilaian terhadap kemauan dan kemampun diri sendiri.

2.2. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Kewirausahaan

Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bentuk investasi

bagi mahasiswa untuk mengembangkan potensi diri. Oleh karena itu

proses pembelajaran yang termasuk di dalamnya harus mendapatkan

perhatian utama dari lembaga yang melaksanakannya maupun pihak-

pihak terkait seperti instruktur atau mahasiswa itu sendiri. Proses

pendidikan dan pelatihan diharapkan dapat menghasilkan suatu

perubahan perilaku bagi mahasiswa. Perubahan perilaku itu berbentuk

peningkatan kemampuan yang mencakup kemampuan kogitif, afektif,

maupun psikomotor. Adapun yang mempengaruhi proses pembelajaran

pelatihan itu sendiri mencakup, materi kurikulum, metode belajar-

mengajar, evaluasi, instruktur, ataupun sarana dan prasarana. Sedangkan

materi kurikulum itu sendiri merupakan faktor yang sangat besar

pengaruhnya terhadap proses pembelajaran.

Kurikulum merupakan landasan dasar proses pembelajaran dalam

upaya mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum diatur dalam seperangkat

perencanaan pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga mampu

menghasilkan rangkaian aktivitas pendidikan yang terarah dan

terkoordinasi.

Page 15: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

29

Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat mengenai pengertian

kurikulum:

Kurikulum menurut Komarudin (2000: 129)

1. Mata pelajaran atau rangkaian pelajaran pada umumnya, khususnya diterapkan pada pelajaran dalam studi di suatu universitas.

2. Sejumlah matapelajaran di sekolah atau matakuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh siswa atau mahasiswa untuk mencapai suatu sertifikat.

3. Keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan baik formal maupun informal.

Menurut Miller dan Seller (1985: 3)

Curriculum is an explicity and implicity intentional set of interactions designed to facilitate learning and development and to impose meaning on experience. The explecity intentions usually are expressed in the written curricula and in courses of study; the implicit intentions are found in the “hidden curriculum..

Kurikulum menurut Hamalik (2002:27) “Sejumlah mata pelajaran yang

harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijasah atau semua

pengalaman yang dengan sengaja disediakan oleh sekolah bagi siswanya

untuk mencapai tujuan pendidikan.

Kurikulum menurut Nurgiyanto (1988: 3)

1. Sejumlah mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang ditempuh atau dikuasai untuk mencapai tingkat tertentu atau ijasah.

2. Suatu rencana yang sengaja dirancang untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan.

3. Rencana pelajaran yang merupakan salahsatu komponen dalam asas-asas didaktik yang harus dikuasai (atau paling tidak diketahui) oleh seorang guru atau calon guru)

Menurut Robert S. Jais (1976: 6)

The word curriculum comes from latin root meaning racecours, and traditionally, the school’s figuratively speaking of course to most people. Indeed, until quite recently, event the most knowledgable prfessional educators regarded curriculum as the relatively standarized ground covered by students in their race toward the

Page 16: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

30

finish line (a diploma). It should not be surprised then, to find the may current concepts of the curriculum are grounded firmly in this nation is a race course of subject matters to be mastered.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kurikulum

merupakan proses, prosedur, dan langkah-langkah yang harus

dilaksanakan siswa dalam mempelajari aspek substansif yang terdiri dari

pandangan, tema, topik, fenomena, fakta, peristiwa, prosedur, konsep,

generalisasi, dan teori. Aplikasi dari penggunaan teori itu sendiri

dilaksanakan melalui proses belajar mengajar dalam kelas. Dalam

pengertian pada sistem pelatihan, materi kurikulum mengandung apa

yang dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Artinya, kurikulum

sebagai sarana untuk mencapai tujuan pelatihan harus mengandung

pengalaman yang kaya akan nuansa-nuansa untuk merealisasikan tujuan

pelatihan.

Pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk menuju proses

pembelajaran ke arah perbaikan dan kemajuan. Dalam hal ini, Program

Studi Manajemen Fakultas Ekonomi UNIVERSITAS AL-GHIFARI dituntut

untuk menghasilkan lulusan yang mengacu ke arah kecakapan profesi,

diharapkan mampu mengembangkan suatu bentuk model kurikulum yang

dapat menunjang proses pembelajaran ke arah pengembangan sumber

daya manusianya. Oleh sebab itu, bentuk kurikulum yang diberikan bagi

mahasiswanya, diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang mampu

bersikap dan bermotivasi kewirausahaan. Adapun Kurikulum yang berlaku

pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Al-Ghifari

adalah terlihat dalam tabel sebagai berikut:

Page 17: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

31

Tabel 2.2 SEBARAN MATA KULIAH, FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI MANAJEMEN, UNIVERSITAS AL-GHIFARI

Semester I Semester II No Mata Kuliah SKS No Mata Kuliah SKS

1 Pancasila 2 1 Pendidikan Agama Islam II 2

2 Pendidikan Agama Islam I 2 2 Pend. Kewarganegaraan 2

3 Bahasa Indonesia 2 3 General English II 2

4 General English I 2 4 Pengantar Ekonomi Makro 3

5 Pengantar Ekonomi Mikro 3 5 Pengantar Kewirausahaan 2

6 Pengantar Manajemen 3 6 Pengantar Akuntansi II 2

7 Pengantar Akuntansi I 2 7 Pengantar Bisnis 2

8 Pengantar Aplikasi Komputer 2 8 Statistik I 3

9 Mat. Ekonomi dan Bisnis 3 9 Komputer Aplikasi Bisnis 2 Semester III Semester IV No Mata Kuliah SKS No Mata Kuliah SKS

1 Seminar PAI 2 1 Manajemen Keuangan 3

2 Pengantar Kewirausahaan II 2 2 Manajemen SDM 3

3 Ekonomi Koperasi "UKM" 2 3 Teori Pengambilan Kep. 2

4 Statistik II 3 4 Manajemen Pemasaran 3

5 Teori Ekonomi 3 5 Etika & Aspek Hk. dalam Ek. 2

6 Ekonomi Internasional 2 6 Akuntansi Biaya 2

7 Ekonomi Moneter 2 7 Sistem Informasi Manajemen 3

8 English For Economics 2 8 Pelatihan Kewirausahaan

9 Sosiologi dan Politik Ekonomi 2

Semester V Semester VI

No Mata Kuliah SKS No Mata Kuliah SKS

1 Manajemen Keuangan Syariah 3 1 Metode Penelitian 2

2 Bank dan Lembaga Keuangan 2 2 Penganggaran Perusahaan 2

3 Studi Kelayakan Bisnis 2 3 Prinsif Manajemen Keuangan 3

4 Akuntansi Manajemen 3 4 Prilaku Organisasi 3

5 Manajemen Investasi 3 5 Komputer Aplikasi Akuntansi 2

6 Akuntansi Keuangan I 3 6 Akuntansi Keuangan II 3

7 Manajemen Operasional 3 7 Perpajakan 2

8 Pelatihan Kewirausahaan 8 Ekonomi Manajerial 3

9 Pelatihan Kewirausahaan Semester VII Semester VIII

No Mata Kuliah SKS No Mata Kuliah SKS

1 Electronic Commerce 2 1 Praktek Kerja Lapangan 2

2 Analisa Laporan Keuangan 2 2 Skripsi 5

3 Manajemen Strategi 3 4 Analisa Inv & Manaj Portopolio 3

5 Riset Operasional 2

6 Seminar Manajemen Keu 3

7 Seminar Usulan Penelitian 1

8 Pelatihan Kewirausahaan

Page 18: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

32

2.3. Pelatihan Kewirausahaan

Dalam meningkatkan sikap kewirausahaan, terlebih dahulu harus

dipahami mengenai kewirausahaan itu sendiri. Secara epistimologi,

wirausaha atau kewirausahaan menurut Suryana (2000:5) adalah “suatu

kemampuan dalam berfikir kreatif dan berprilaku inovatif yang dijadikan

dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat dalam

menghadapi tantangan hidup”. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa

kewirausahaan dipandang sebagai nilai, perilaku dan perangai yang

melekat pada ciri-ciri kewirausahaan. Kewirausahaan menjadi salah satu

alternatif dalam meningkatkan sumber daya manusia yang saling

berkompetisi dalam era globalisasi.

Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

kewirausahaan dalam mengembangkan usaha. Sikap kewirausahaan

dalam penelitian ini maksudnya adalah suatu kesediaan mental seorang

mahasiswa untuk menanggapi suatu objek di lingkungan sosialnya

khususnya aktivitas ekonomi dan sosial, serta bisnis baik bersifat positif,

netral, maupun negatif. Hal ini berfungsi sebagai pedornan tingkah laku

yang diharapkan pada mahasiswa.

Pada saat sekarang pengetahuan kewirausahaan telah

berkembang sangat pesat bahkan tidak hanya di perguruan tinggi tapi

juga dimulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, serta berbagai kursus

bisnis dan pendidikan pelatihan. Seringkali kita mengalami penggunaan

istilah kewirausahaan dan kewiraswastaan dipakai secara bergantian.

Dalam hal ini, Alma (2000 : 19) menyatakan bahwa kewirausahaan dan

Page 19: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

33

kewiraswastaan merujuk pada sifat, watak, dan ciri yang melekat pada

wirausaha atau wiraswasta, dengan demikian dapat dikatakan bahwa

keduanya pada prinsipnya memilki makna yang sama.

Kewirausahaan merupakan salah satu hal penting yang perlu

diperhatikan dalam pembangunan ekonomi di suatu negara. Pertumbuhan

kewirausahaan di kalangan masyarakat secara tidak langsung akan

memunculkan bentuk–bentuk usaha baru yang akan semakin

menyemarakkan lingkungan dunia usaha (industri). Hal ini tentu saja akan

menjadi tolak ukur laju pertumbuhan ekonomi negara, mengingat salah

satu alat ukur pembangunan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan dalam

kemampuan berproduksi. Selain dari pada itu, kewirausahaan juga

dianggap mampu mengatasi permasalahan pengangguran dengan

pengurangan secara bertahap melalui penyediaan lapangan kerja.

Wirausahawan menurut Meredith (1996 : 13) adalah “orang-orang yang

mempunyai kemampuan untuk melihat dan menilai kesempatan bisnis,

mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil

keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna

memastikan sukses”. Kewirausahaan menurut Fuad et al. (2001:39)

“Kemampuan dan kemauan seseorang untuk beresiko dengan

menginvestasikan dan mempertaruhkan waktu, uang, dan usaha untuk

memulai sesuatu perusahaan dan menjadikannya berhasil”. Sedangkan

menurut Robert Hisrich (1993:35): “Enterpreneur is the process of creating

something different with value by devoting the necessary time and effort,

Page 20: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

34

asumsing the companying financial, psicological, and personal

satisfaction”.

Berdasarkan batasan-batasan di atas, dapat dilihat bahwa

kewirausahaan dapat digolongkan ke dalam masyarakat bisnis.

dikemukakan oleh Kwik Kian Gie (Nangoi, 1996 :155), “masyarakat bisnis

sekaligus merupakan dunia usaha dan ruang lingkup kegiatan produktif

yang menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi keperluan konsumtif

dan melalui proses produksi dan konsumsi ini membentuk pendapatan

nasional”. Dengan demikian sebagai salah satu fungsi bisnis dan

ekonomi, kewirausahaan perlu diberikan peranan dalam pengembangan

dunia usaha dan ekonomi nasional.

Pembentukan kewirausahaan memerlukan individu yang menjadi

pelaku sentralnya. Pelaku sentral tersebut dinamakan wirausaha, yang

diartikan Longenecker, Moor, dan Petty (2000:4), “Seorang pembuat

keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi perusahaan

yang bebas”.

Pendidikan kewirausahaan merupakan salah satu bentuk aplikasi

kepedulian dunia pendidikan terhadap kemajuan bangsanya. Di dalam

pendidikan kewirausahaan diperhatikan di antaranya adalah nilai dan

bentuk kerja keras untuk mencapai kesuksesan. Dalam hal ini, mahasiswa

diajak memahami sejak dini pentingnya kewirausahaan dan bagaimana

mengaplikasikannya dalam kehidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pendidikan kewirausahaan akan membentuk mahasiswa dalam bersikap

sebagai seorang wirausaha dan berkecimpung di medan kewirausahaan

Page 21: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

35

untuk kemudian mengembangkannya melalui proses berpikir yang lebih

maju dikemudian hari.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sikap dan motivasi

kewirausahaan terbentuk dari interaksi antara berbagai komponen sikap

kewirausahaan secara kompleks sehingga terbentuk karakteristik

wirausaha. Longenecker,G. Justin et al. yang diterjemahkan oleh Thomas

Learning Asia P-L (2001:10) mengemukakan karaktenstik wirausaha yaitu:

“(a). Kebutuhan akan keberhasilan, (b). Keinginan untuk mengambil

resiko, (c). Percaya diri, (d). Keinginan kuat untuk berbisnis”. Geoffrey G.

Meredith (1996 : 5-6) menjelaskan tentang ciri-ciri yang terdapat pada

seorang yang memiliki sikap dan motivasi kewirausahaan pada tabel 2.3

Tabel : 2.3

Ciri-ciri dan Watak Kewirausahaan

Ciri Ciri Watak

1. Percaya Diri Kepercayaan (Keteguhan) Ketidaktergantungan Optimisme

2. Berorientasi pada tugas dan hasil

Kebutuhan atau haus akan prestasi Berorientasi laba/ hasil Tekun dan Tabah Tekad keras dan motivasi, energik penuh dengan inisiatif

3. Pengambilan Resiko Mampu mengambil resiko dan suka terhadap tantangan

4. Kepemimpinan Mampu memimpin, dapat bergaul dengan orang lain, Menanggapi saran dan kritik

5. Kreatifitas dan inovasi Inovatif, kreatif, Fleksibel, Banyak sumber, Serba bisa, mengetahui banyak hal

6. Berorientasi pada masa depan Pandangan kedepan, prespektif

Page 22: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

36

Sikap dan motivasi kewirausahaan mahasiswa Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas AL-GHIFARI, salah satunya

dapat terbentuk melalui sistem pelatihan kewirausahaan dan latar

belakang instruktur. Pelatihan merupakan suatu proses pembelajaran

terhadap seseorang atau kelompok untuk meningkatkan kemampuan atau

perilaku (pengetahuan, keterampilan dan sikap) untuk mencapai tujuan

tertentu yang diinginkan. Seperti yang dijelaskan oleh Scippers (1993 - 65)

bahwa, "Metode pelatihan adalah cara-cara atau teknik komunikasi yang

digunakan oleh instruktur dalam menyajikan dan melaksanakan proses

pembelajaran". Mahasiswa dituntut untuk dapat memahami lingkungan

kerja nyata dan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap

kewirausahaan, dan diharapkan dengan melakukan pengembangan

kurikulum mata kuliah kewirausahaan dengan mengambil model

pembelajaran berbasis pelatihan, tujuan untuk membentuk sikap

kewirausahaan pada mahasiswa dapat terwujud.

Proses pelatihan kewirausahaan yang diselenggarakan oleh

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Al-Ghifari lebih

lanjut dijelaskan pada bab empat dalam tesis ini.

2.4. Pelatihan Kewirausahaan dan Latar Belakang Instruktur

Kebutuhan akan tenaga kerja yang berkualitas bukan hanya dilihat

dari segi ilmu pengetahuan yang dimiliki tapi juga dari segi seberapa

besar pemilik ilmu pengetahuan tersebut mampu mengaplikasikannya

dalam bentuk pekerjaan. Pemikiran inilah yang menyebabkan lahirnya

Page 23: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

37

sistem pelatihan dalam dunia pendidikan, walaupun masih terbatas pada

program-program tertentu.

Menurut Sastradipoera (2002 : 51):

“Pelatihan (training) adalah salah satu jenis proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori”.

Sedangkan menurut Suherman (1998 : 51), pelatihan adalah “suatu

proses pembelajaran seseorang atau kelompok untuk meningkatkan

kemampuan atau perilaku (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) untuk

mencapai suatu tujuan”.

Dalam pelaksanaannya, pelatihan memerlukan beberapa orang

sebagai instruktur. Adapun kriteria yang dibutuhkan seorang instruktur

pelatihan menurut Zaenuddin (1996: 52) adalah Instruktur harus : (1).

Memahami teknologi, memilki kemampuan berpikir logis, kreatif dan

ilmiah. (2). jujur. (3). memilki pengalaman di lapangan kerja dan industri.

Lebih lanjut lagi, Wena (1996: 31) mengungkapkan tugas dari seorang

instruktur adalah merancang program pembelajaran pelatihan,

membimbing siswa, serta, mengevaluasi kemajuan belajar siswa.

Garis-garis besar program pembelajaran yang harus dikuasai oleh

instruktur menurut Purwanto (2002 : 32) adalah sebagai berikut:

1. Alokasi Waktu; berisi rincian waktu pelaksanaan kegiatan pelatihan 2. Tujuan pembelajaran pelatihan; berisi uraian tentang apa-apa yang

harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelatihan. 3. Materi; berisi semua materi yang akan diajarkan pada siswa. 4. Kegiatan; berisi uraian umum tentang metode yang digunakan

untuk mangajarkan materi pembelajaran.

Page 24: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

38

5. Evaluasi; berisi strategi yang digunakan untuk menilai kemampuan belajar.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran, diperlukan strategi

pembelajaran yang akan memberikan pengaruh besar bagi hasil sebuah

proses pembelajaran, strategi tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu :

1. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta pelatihan; dimana strategi ini menekankan bahwa peserta pelatihan adalah memegang proses keseluruhan kegiatan pembelajaran, sedangkan instruktur berfungsi untuk memfasilitasi peserta pelatihan dalam melakukan kegiatan pembelajaran.

2. Strategi pembelajaran yang berpusat pada instruktur, dimana didalamnya ditekankan terhadap pentingnya aktivitas instruktur dalam mengajar atau membelajarkan peserta pelatihan. Perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses serta hasil pembelajaran dilakukan dan dikendalikan oleh instruktur. Sementara peserta pelatihan berperan sebagai pengikut kegiatan yang diberikan oleh instruktur.

Menurut Sudjana (2001: 38-40), kedua strategi pembelajaran

tersebut memilki berbagai keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari

strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah :

(1) peserta didik diberikan kesempatan yang luas untuk berpartisipasi, (2)

peserta didik memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan

pembelajaran, (3) tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran,

(4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi pendidik

karena sesuatu yang dialami peserta didik belum tentu diketahui pendidik.

Adapun kelemahan dari strategi ini adalah : (1) membutuhkan waktu yang

relatif lama dari perkuliahan biasanya, (2) aktivitas dan pembicaraan

cenderung akan didominasi oleh peserta didik yang biasa atau senang

berbicara, dan (3) pembicaraan dapat menyimpang dari arah

pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

Page 25: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

39

Sedangkan keunggulan strategi pembelajaran yang berpusat pada

Instruktur (pendidik) diantaranya adalah, (1) materi dapat disampaikan

secara tertulis oleh pendidik, (2) dapat diikuti oleh peserta didik dalam

jumlah besar, (3) waktu yang digunakan akan tepat sesuai dengan jadwal

pembelajaran, (4) target materi pelajaran yang telah direncanakan relatif

mudah tercapai. Kelemahan strategi ini adalah; (1) mudah menimbulkan

rasa bosan pada peserta didik terhadap kegiatan pembelajaran sehingga

dapat mengurangi motivasi, perhatian, dan konsentrasi peserta didik

terhadap kegiatan pembelajaran. (2) keberhasilan pembelajaran pada

umumnya hanya menyentuh ranah kognisi, dan (3) kualitas pencapaian

tujuan pembelajaran relatif rendah.

Keberhasilan seorang instruktur dalam melaksanakan tugasya

dipengaruhi oleh berbagai kompetensi yang ada dalam dirinya dan

bagaimana ia mampu menganalisa situasi yang ada dalam sebuah proses

pembelajaran. Menganalisa situasi dalam proses pembelajaran perlu

dilakukan agar instruktur mengetahui teknik dan strategi pembelajaran

yang tepat utuk diberikan kepada peserta pelatihan. Sudjana (2001 : 55)

menjelaskan bahwa seorang pendidik perlu meningkatkan tiga kompetensi

yang ada dalam diri mereka, yaitu; (1) kompetensi pribadi, yang

mencakup kedewasaan psikis, dedikasi, idealisme, itikad untuk membantu

orang lain, menghargai orang lain, keteladanan, kejujuran, keikhlasan,

terbuka, dan tidak kaku. (2) kompetensi profesional, yang mencakup

kemampuan dan kewenangan khusus dalam materi dan proses

pembelajaran, berwawasan luas, mengembangkan diri menjadi spesialis

Page 26: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

40

dalam materi dan proses pembelajaran, memperoleh pengakuan dari

masyarakat yang menjadi layanannya, serta mempunyai jaringan

profesional dengan pihak lain, dan (3) kompetensi sosial, yang mencakup

kepemilikan sikap pengabdian kepada masyarakat, memahami prinsip-

prinsip sebagai peneliti dan pengembang masyarakat dan berpartisipasi

dalam kegiatan sosial atau pembangunan masyarakat.

Dalam pelaksanaannya, sistem pelatihan tidak terlepas dari sistem

pendidikan. Keduanya saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan yang

diharapkan, yaitu menghasilkan sumber daya yang berkualitas.

Perbedaan di antara keduanya terletak dari segi teoritis dan aplikasi,

dimana pendidikan memberikan pengetahuan secara umum dan bersifat

teoritis sedangkan pelatihan merupakan bentuk dari aplikasi pengetahuan

itu sendiri. Untuk jelasnya, Sastradipoera (2002: 52) mengemukakan

perbedaan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut :

Tabel : 2.4

Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan

Dimensi Pembelajaran Pelatihan Pendidikan

Siapa Nonmenejer Menejer

Apa Pelaksanaan

Mekanis Teknis

Gagasan Konseptual

Teoritis

Mengapa Menawarkan Jabatan Pengetahuan Umum

Kapan Jangka Pendek tak

berjenjang

Jangka panjang

berjenjang

Sumber: Sastradipoera (2002: 52)

Page 27: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

41

Dalam proses pembelajarannya, para instruktur harus memiliki

persiapan pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan. Hal ini

sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2002: 194) sebagai berikut:

Tabel : 2.5

Prosedur Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan

Sebelum Sesudah

Cara mempersiapkan pengajaran: 1. Persiapan jadwal waktu bergantung pada beberapa banyak keterampilan yang perlu dimilki siswa

Cara melaksanakan pengajaran: Langkah ke-1:

a. Hadapkan mereka pada persoalan b. Usahakan untuk mengenali apa yang

mereka telah ketahui tentang pekerjaan (job) itu.

2. Analisis pekerjaan: membuat daftar langkah-langkah pokok dan perilaku-perilaku kunci

Langkah ke-2: Penyajian pelaksanaan (operation)

a. Penjelasan, mempertunjukkan, ilustrasi, dan pertanyaan

b. Penekanan ada pokok-pokok (key points) saja. Ajarkan secara jelas dan lengkap sesuatu pokok pada waktunya.

3. Mempersiapkan perlengkapan, bahan, dan alat-alat yang cocok

Langkah ke-3: Uji Coba perilaku

a. Mengetes hingga bagaimana dia dapat melakukan tugas.

b. Apakah dia dapat mengemukakan dan mempertunjukkan

c. Dapatkah dia menjelaskan pokok-pokok kunci

d. Ajukan pertanyaan dan adakan koreksi e. Lanjutkasn sampai anda yakin bahwa

dia telah mengetahui 4. Mempersiapkan tempat kerja yang ditata dengan baik, agar dapat bekerja sebagaimana seharusnya

Langkah ke-4: Tindak Lanjut

a. Usahakan agar dia merasakan bahwa telah terjadi peningkatan atas dirinya

b. Tunjukkan apa yang harus dikerjakan selanjutnya

c. Sering-sering diadakan pemerikasaan (pengecekan)

d. Dorongkah agar ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau persoalan-persoalan

e. Penyimpulan dan tindak lanjut Sumber: Hamalik (2002 : 194)

Page 28: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

42

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa diperlukan suatu

usaha keras dari instruktur untuk mampu membangkitkan minat

mahasiswa dalam memahami dan mendalami arti pendidikan dan

pelatihan yang mereka jalani. Dalam hal ini motivasi yang terdapat pada

diri setiap individu merupakan salah satu faktor utama yang harus

ditanamkan untuk menghasilkan reaksi positif terhadap sistem pelatihan

yang dilaksanakan.

Jenis-jenis pelatihan itu menurut Yoder, et al. (1958) sebagaimana

dikemukakan oleh Abdul Haris (2000 : 69) dapat dilihat dari 4 sudut

pandang sebagai berikut:

a. How he gets trained, artinya bagaimana ia dilatih. Maksudnya

dengan metode apa dia dilatih.

b. Where he gets trained, dimana ia dilatih. Maksudnya menunjukkan

dimana tempat dimana ia dilatih

c. When he gets trained, artinya bilamana ia dilatih. Maksudnya

menunjukkan waktu kapan pelaksanaan pelatihan diberikan.

d. Who gets trained, artinya siapa yang dilatih. Maksudnya bahwa

kepada siapa pelatihan itu diberikan.

Metode yang digunakan pada pelatihan pada umumnya

dikembangkan berdasarkan pendekatan standar pengajaran dan latihan

dalam pengajaran. Pengertian dari metode pelatihan itu sendiri menurut

Schipper (1993: 65) adalah cara-cara atau teknik komunikasi yang

digunakan oleh instruktur dalam menyajikan dan melaksanakan proses

pembelajaran.

Page 29: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

43

Dalam mengukur pendidikan dan pelatihan, diperlukan beberapa

metode. Dalam hal ini terdapat beberapa metode evaluasi pendidikan dan

pelatihan yang dikemukakan Sastradipoera (2002 : 61) sebagai berikut:

1. Metode evaluasi dengan mengkaji kelompok setelah latihan selesai 2. Metode evaluasi yang lebih baik dilakukan dengan membandigkan

produktivitas sebelum dan sesudah mengikuti pendidikan dan pelatihan

3. Metode evaluasi dengan mengikuti perkembangan menurut kurun waktu bagi yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan

4. Metode evaluasi dengan cara membandingkan antara kelompok (individu) yang telah mengikuti dengan kelompok (individu) yang belum mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai pengontrol dalam penelitian.

5. Metode evaluasi dengan cara membandingkan antara setiap metode pendidikan dan pelatihan pengembangan sumber daya manusia untuk mengukur efektivitas pengembangan dlam hubungannya (relevansi) dengan tujuan manajemen keseluruhan.

Adapun metode evaluasi yang dilaksanakan penulis adalah metode

evaluasi pertama, yaitu penulis mengevaluasi hasil dari pelatihan

kewirausahaan dan latar belakang instruktur yang dilaksanakan oleh

Fakultas Ekonomi Universitas Al-Ghifari Jurusan Manajemen dalam

kaitannya dengan pembentukan sikap dan motivasi kewirausahaan

mahasiswa.

Metode evaluasi yang dilaksanakan harus disesuaikan juga dengan

pemilihan model latihan. Dalam hal ini, Abdul Haris (2000 : 79)

mengemukakan model-model pelatihan sebagai berikut: (1). Model

Pelatihan yang berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan. (2). Model

Pelatihan yang berorientasi pada kebutuhan peserta. (3). Model Pelatihan

yang berorientasi pada kompetensi peserta. (4). Model Pelatihan yang

merupakan kombinasi antara ketiga orientasi

Page 30: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

44

Pelatihan yang dilaksanakan oleh Program Studi Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Al-Ghifari pada dasarnya dilaksanakan

dalam rangka mempersiapkan mahasiswa untuk menghadapi tugas akhir,

yaitu magang di dunia kerja yang sesungguhnya. Pelatihan itu sendiri

merupakan bentuk aplikasi dari pendidikan kewirausahaan, dimana

mahasiswa bukan hanya dibekali ilmu pengetahuan tapi juga kemampuan

untuk memotivasi diri sebelum terjun ke dunia kerja yang sesungguhnya.

2.5. Profil Kewirausahaan

Berbagai ahli mengemukakan profil wirausaha dengan

pengelompokkan yang berbeda beda. Ada yang mengelompokkan

berdasarkan pemiliknya, pengelompokkan berdasarkan perkembangan

dan pengelompokkan berdasarkan kegiatan usahanya. Roopke (1995 : 5)

dalam Suryana (2003 : 49) mengelompokkan kewirausahaan berdasarkan

perannya sebagai berikut :

1. Kewirausahaan rutin (wirt) yaitu wirausaha yang dalam kegiatan sehari harinya cenderung menekankan pada pemecahan masalah dan perbaikan standar prestasi tradisional. Fungsi wirausaha rutin adalah mengadakan perbaikan perbaikan terhadap standar tradisional, bukan penyusunan dan pengalokasian sumber-sumber. Wirausaha ini berusaha untuk menghasilkan barang, pasar, dan teknologi, misalnya seorang pegawai/ manajer. wirausaha rutin dibayar dalam bentuk gaji.

2. Kewirausahaan arbitrase, yaitu wirausaha yang selalu mencari peluang melalui kegiatan penemuan (pengetahuan) dan pemanfaatan (pembukaan). Misalnya bila tidak terjadi ekuilibrium dalam penawaran dan permintaan pasar, maka ia akan membeli dengan murah dan menjual dengan mahal. Kegiatan wirausaha arbitrase tidak perlu melibatkan pembuatan barang dan tidak perlu menyerap dana pribadi wirausaha. Kegiatannya melibatkan spekulasi dalam pemanfaatan perbedaan harga jual dan harga beli.

3. Wirausahawan inovatif, yaitu wirausahawan dinamis yang menghasilkan ide-ide dan kreasi-kreasi baru yang berbeda, ia merupakan promotor, tidak saja dalam memperkenalkan teknik dan

Page 31: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

45

produk baru, tetapi juga dalam pasar dan sumber pengadaan, peningkatan teknik manajemen dan metoda distribusi baru, ia mengadakan proses dinamis pada produk, proses, hasil, sumber pengadaan dan organisasi yang baru.

Sedangkan Zimmerer (1996) dalam Suryana (2003 : 50)

mengelompokan profil kewirausahaan sebagai berikut :

1. Part-time Enterpreneur, yaitu wirausaha yang melakukan usahanya hanya sebagian waktu saja sebagai hobi, kegiatan bisnis biasanya hanya bersifat sampingan.

2. Home Base New Ventures, yaitu usaha yang dirintis dari rumah/ tempat tinggalnya.

3. Family-Owned Business, yaitu usaha yang dilakukan/ dimiliki oleh beberapa anggota keluarga secara turun temurun.

4. Copreneurs, yaitu usaha yang dilakukan oleh dua orang wirausaha yang bekerjasama sebagai pemilik dan menjalankan usaha bersama sama.

2.6. Sikap dan Kepribadian Kewirausahaan

Pengertian sikap banyak diartikan dengan berbagai cara yang

berbeda. Perbedaan pengertian sikap ini didasarkan pada perbedaan

konsep dari apa yang didefinisikan. Louis Thurstone (1928) dalam

Rosyadi (1997:7) mendefinisikan sikap sebagai, “sejumlah kecenderungan

dari perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pra-pemahaman, yang detail,

ide-ide, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang suatu hal yang

khusus”. Selanjutnya, pada tahun 1938 dalam sebuah tulisannya,

Thurstone mengemukakan lagi bahwa sikap adalah, “menyukai atau

menolak suatu objek psikologi”. Definisi lain dikemukakan oleh Emory

Borgadus (1931) menyatakan bahwa sikap adalah, “suatu

kecenderungan bertindak ke arah atau menolak suatu faktor lingkungan”.

Donald Campbell (1950) mendefinisikan sikap sebagai, “konsistensi dalam

menjawab objek-objek sosial”.

Page 32: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

46

Secara spesifik LaPierre (1934) dalam Azwar (2000 ; 4) mendefinisikan

sikap sebagai, “suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif,

prediposisi untuk meyesuaikan diri dalam situasi sosial atau secara

sederhana sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah

terkondisikan“. Sedangkan secord dan Backman (1964) mendefinisikan

sikap sebagai, “keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi),

pemikiran (kognisi) dan perdiposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap

suatu aspek di lingkungan sekitarnya”

G. W. Allport (1935 : 810) dalam Freedman (1970 : 246) yang

dimaksud dengan sikap adalah, “an attitude is a mental and neural state of

readiness, organized, through experience, exerting a directive or

dynamicinfluence upon the individual’s response to all objects and

situation with it is related”. Pengertian di atas sedikitnya memiliki 5 aspek

yaitu (1) suatu suasana mental dan neural; (2) suatu kesiapan bereaksi;

(3) terorganisasikan; (4) terbentuk berdasarkan pengalaman; (5) memberi

arah dan dinamika dalam pengaruhnya dalam perilaku (McGuire,

1969:142). Selanjutnya McGuire (1975:149) mengungkapkan pengertian

sikap secara lebih operasional yaitu: “typically the person’s attitude

regarding in object is operationally defined as the response by which he

indicates where he as signs the object of judgment a long a dimension of

variability”.

Menurut Commins dan Fagin (1954) sebagaimana yang

dikemukakan Sudjana (2000:134) adalah kecenderungan atau

predisposisi perasaan dan perbuatan yang konsisten pada diri seseorang.

Page 33: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

47

Sedangkan menurut Kao (1995: 135) sikap adalah how we deal with

realities. Menurutnya, sebagian orang cenderung untuk mejadi negatif dan

menolak adanya perubahan, dan sebagaimana lainnya cenderung untuk

bersikap positif. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, sikap baru

yang diharapkan muncul adalah dalam diri mahasiswa sebagai peserta

didik. Dalam hal ini, Sudjana (2000 : 135) menyatakan bahwa terdapat

lima tahapan dalam proses pembentukan sikap pada diri seseorang, yaitu

sebagai berikut:

1. Penerimaan Stimulus, artinya peserta didik menyadari kehadiran stimulus dan mempunyai keinginan untuk menerimanya sehingga dapat lebih memusatkan pada stimulus itu.

2. Merespons stimulus. Respon ini dilakukan setelah peserta didik memandang perlu untuk melakukan respon. Artinya peserta didik mulai berfikir bahwa dengan memberikan respon, ia akan mendapatkan kepuasan dan kesenangan.

3. Peserta didik menerima nilai (values) dari respons yang telah ia lakukan. Nilai diperoleh setelah peserta didik memilih nilai tersebut dan merasakan keterlibatan dirinya terhadap nilai tersebut.

4. Mengorganisasi nilai dalam dirinya setelah terlebih dahulu peserta didik memahami konsep nilai tersebut.

5. Penampilan ciri yang tetap pada dirinya setelah peserta didik memilki nilai itu.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa untuk mentransfer suatu

sikap baru dalam diri seseorang pada dasarnya diperlukan motivasi yang

kuat dari individu yang bersangkutan untuk merubah dan meleburkan

dirinya dengan sikap yang baru. Berkaitan dengan penelitian ini, sikap

yang akan ditanamkan adalah sikap kewirausahaan. Dalam hal ini, peneliti

ingin melihat sejauh mana mahasiswa sebagai peserta didik mampu

Page 34: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

48

mengadopsi nilai-nilai kewirausahaan dan menyajikannya sebagai bagian

dari hidupnya dengan membentuk sikap kewirausahaan melalui pelatihan.

Untuk mengarahkan mahasiswa dalam pembentukan sikap

kewirausahaan, terlebih dahulu kita harus mengenali dulu ciri dan

karakteristik dari kewirausahaan itu sendiri. Mc. Clelland mengemukakan

ciri kewirausahaan sebagaimana dikemukakan Syihabudin (2001 : 51)

sebagai berikut :

a. Keinginan untuk berprestasi b. Keinginan Untuk bertanggungjawab c. Preferensi kepada resiko-resiko menengah d. Persepsi pada kemungkinan berhasil e. Rangsangan sebagai umpan balik f. Aktivitas enerjik g. Orientasi ke masa depan h. Keterampilan dan pengorganisasian i. Sikap terhadap uang

Ciri-ciri kewirausahaan tersebut, menunjukkan kecenderungan

sikap ke arah positif. Menurut Kao (1995 : 135) sebagai seorang

wirausaha, untuk melihat segala sesuatu secara lebih positif, sedikitnya

diperlukan tiga aspek yang menunjang, yaitu: “be positive, positive

reinforcement, and the attitude towards risk”.

Dijelaskan bahwa manusia pada dasarnya memilki sikap positif dan

hanya akan menjadi negatif bila mereka mengalami penderitaan, situasi

yang tidak mengenakkan, ketidaknyamanan, dan sesuatu yang

mengancam. Menjadi positif artinya selalu melihat segala sesuatunya

dengan positif. Sikap seperti itu membantu seseorang untuk

mengembangkan mental wirausaha dan memahami masalah secara

berbeda. Masalah akan tetap menjadi masalah, tetapi di dalamnya masih

Page 35: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

49

terdapat kesempatan untuk menghadapinya dalam setiap situasi. Bagi

seorang wirausaha, kegagalan dalam menjalankan sebuah bisnis

memberikan kesempatan belajar untuk meningkatkan berbagai

kemugkinan sukses di masa depan.

Sementara pengertian dari Positive Reinforcement menurut Kao

(1995 : 136) adalah, “an entrepreneurial attitude applying to situations to

encourge initiative and to be supportive in the pressence of unfortunate

happenings, including errors, solcisms, blunders and other unpleasent

incidents”. Sikap kewirausahaan yang dimaksud tersebut merupakan

pengambilan inisiatif dari bersikap suportif atas kejadian-kejadian buruk,

termasuk kekeliruan-kekeliruan, pelanggaran-pelanggaran, kesalahan

besar dan peristiwa buruk yang menimpa lainnya. Dalam hal ini, sikap

untuk berani mengambil resiko merupakan sesuatu yang sangat

dibutuhkan dalam diri seorang wirausaha, apabila seseorang sudah

berada dalam situasi yang beresiko, tidak ada jalan lain untuk

menghadapinya selain berusaha menghadapinya dan berusaha untuk

keluar dari masalah tersebut.

Seorang wirausaha harus paham bahwa resiko meningkatkan

kekuatan dan kemampuan individu untuk menghadapi berbagai krisis atau

juga mendapatkan temuan-temuan baru.

Inti dari bagaimana mengembangkan sikap kewirausahaan pada dasarnya

adalah motivasi. Secara bersama-sama atau individual, manusia

termotivasi untuk menjadi responsif terhadap ancaman, kenyamanan,

pikiran-pikiran, perasaan, dan berbagai informasi yang akan datang. Hal

Page 36: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

50

tersebut akan menggerakkan respon seseorang, bahkan kenyataannya

faktor-faktor negatif memotivasi banyak orang untuk lebih menjadi efektif

daripada hal-hal positif.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang definisi sikap di atas,

untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian sikap diperlukan

suatu definisi operasional yaitu respon seseorang terhadap suatu objek

yang ditunjukkannya dengan menandai objek itu pada suatu

variabilitasnya (Mc.Guire, 1975) untuk menunjukan keteraturan antar

afeksi, kognisi, dan konasi sebagai suatu kesatuan sikap (Backman, 1964)

yang akan memberi arah dan dinamika terhadap perilaku (Allport, 1935).

Krech dkk. (1982 : 177) mengatakan bahwa sikap adalah, “…. An

enduring system of positive or negative evaluations, emotional, feeling,

and pre or conation tendencies with respect to a social object”. Sejalan

dengan itu Morgan (1979:450) mengemukakan bahwa sikap adalah “an

attitude can be defend as a learned predisposition to behave in a

consistent evaluative manner to ward a person, a group of people an

object”. Dan Allport (1954) dalam Mar’at (1982) mempertegas pemikiran di

atas bahwa sikap adalah, “the cognitive component casuist of beliefs

about the attitude object, the affektive component casuist of emotional

feeling connected with the beliefs and the behavioral tendency is what

Allport as the readiness to response in particular way”.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, sikap memiliki tiga komponen

yaitu (1) komponen kognisi yang berhubungan dengan beliefs, ide dan

konsep; (2) komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional

Page 37: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

51

seseorang; (3) komponen konasi yang merupakan kecenderungan

bertingkah laku.

Ketiga komponen sikap tersebut berinterkorelasi satu dengan lainnya

secara mutualistis. Kognisi seseorang misalnya, dipengaruhi oleh feeling

dan kecenderungan bertindaknya terhadap objek sikap. Sebaliknya

perubahan yang terjadi dalm kognitif seseorang akan cenderung

menimbulkan perubahan pula dalam feeling dan kecenderungan

tindakannya terhadap objek yang bersangkutan. Jalinan ketiga komponen

sikap tadi membentuk apa yang disebut “total attitude” (Mar’at, 1982:14)

Dengan kata lain ketiga komponen saling mengikat, dalam arti bahwa

pemahaman individu terhadap objek tertentu dipengaruhi oleh perasaan

dan kecenderungan bertindak. Apabila terjadi perubahan pada salah satu

komponen tersebut, maka komponen yang lainya turut berubah.

2.7. Proses Pembentukan Sikap Kewirausahaan

Sikap tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi terbentuk karena

adanya interaksi dengan sosial (lingkungan) yang dialami oleh individu.

Interaksi sosial terjadi meliputi hubungan antara individu dengan

lingkungan fisik maupun lingkungan sosialnya. Dalam interaksi sosialnya

individu berinteraksi membentuk pola sikap terhadap berbagai psikologis

yang dihadapinya (Saifuddin, 2000:30). Keterkaitan perubahan sikap lebih

jauh Mar’at (1982:25) dan Mc.Guire (1975 : 165-271) mengungkapkan

teori-teori perubahan sikap itu terbagi kepada : (1) Pendekatan Teori

Page 38: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

52

Belajar; (2) Pendekatan Teori Persepsi ; (3) Teori consistensi; (4) Teori

Fungsional.

Mar’at maupun Mc.Guire dalam pembahasannya tentang teori

perubahan sikap memiliki kesamaan, untuk memudahkan penguraian dan

penulisan maka teori yang digunakan adalah yang dikemukakan oleh

Mc.Guire (1975) antara lain:

1. Pendekatan Teori Belajar

Hosland, Janis dan Kelley (1953) dalam Mar’at (1982 : 26)

mengemukakan bahwa “proses dari perubahan sikap adalah serupa

dengan proses belajar”. Berkaitan dengan proses belajar terhadap

perubahan sikap, Mar’at, (1982 : 28) mengungkapkan bahwa hal itu

ditentukan oleh sumber yang dapat diterima sebagai suatu otoritas yang

dapat dipercaya dan teknik penyajian yang dapat menghasilkan

perubahan sikap. Sedangkan Pidarta (1980 : 33) mengungkapkan

perubahan sikap sehubungan dengan teori belajar ditentukan oleh

intensitas individu itu belajar dan ia belajar dengan baik serta bahan

pelajaran yang dihidangkan dengan baik pula, maka kemungkinan besar

sikapnya akan berubah. Seperti yang diungkapkan Mc.Guire (1975 : 266)

bahwa:

The essence of this approach is to predict the relationship between a given independent variable and attitude change in terms of the know (or conjectured) relationship of that independent to learning; positing that learning of the persuasive material will be conductive to attitude change, one then predict that the relationship of the independent variable to attitude change will follow from its relationship to the learning mediator.

Page 39: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

53

Berkaitan dengan pendekatan teori belajar di atas maka sikap

berubah berkaitan dengan bahan pelajaran dan guru/instruktur yang

menyajikan bahan pelajaran yang dipelajari oleh individu yang dapat

merubah sikap semula. Bahan pelajaran dan guru/instruktur sebagai

penyaji merupakan variabel bebas (independen), sedangkan sikap

sebagai variabel terikat (dependen) kepada varibel-varibel tersebut,

varibel bebas dapat mempengaruhi variabel terikat sehingga berubah dari

keadaan semula.

2. Pendekatan Teori Persepsi

Menurut Banny dan Johnson (1975:377) sikap adalah, “Part of

larger and smaller and perceptual and cognitive context of individual”. Ini

berarti bahwa sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun

kognisi individu. Persepsi adalah “suatu proses psikologis yang

memproduksi bayangan sehingga dapat mengenal objek melalui berpikir

asosiatif dengan cara indrawi”, (Komarudin, 2000 : 191) Sedangkan

menurut Mar’at (1982:22) persepsi adalah, “merupakan proses

pengamatan seseorang yang berawal dari kognisi”. Berkaitan dengan

pendekatan teori persepsi terhadap perubahan sikap, kognisi adalah

merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima

menentukan perasaan dan kemauan berbuat.

Teori ini dapat dikatakan menggunakan pendekatan kognisi dalam

pembentukan persepsi individu, tetapi bila dinyatakan bagaimana sikap itu

dapat berubah atau dibentuk akan menyangkut faktor-faktor yang

Page 40: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

54

mempengaruhi persepsi individu itu sendiri yaitu: pengalaman, proses

belajar, cakrawala dan pengetahuannya. Melalui pengalaman, proses

belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur terhadap apa

yang dilihatnya, sedangkan pengetahuannya dan cakrawalanya

memberikan arti terhadap objek psikologik tersebut. Berdasarkan

pendekatan ini seseorang akan berusaha mencari keseimbangan

kognisinya dan akan terbentuk sikap dari yang bersangkutan, apabila

terjadi ketidakseimbangan.

3. Pendekatan Teori Konsistensi

Dasar pendekatan teori konsistensi pada perubahan sikap seperti

yang diungkapkan Mc.Guire (1975 : 268) bahwa: “that the person adjusts

his attitudes and behavior in order to keep a maximum degree of internal

harmony within his belief system and between his beliefs and his overt

actions”. Bahwa setiap orang akan berusaha memelihara harmoni internal,

yaitu sistem nilai dirinya dan perilakunya. Berkenaan dengan teori

konsistensi, Mar’at (1982:37) mengungkapkan, ada tiga bagian yang

berkenaan dengan teori konsistensi yaitu: (1) Balance Theory (teori

keseimbangan), teori ini merupakan formulasi awal dan sederhana dari

prinsip konsistensi. Heider (1958) mengungkapkan pengertian keadaan

keseimbangan menunjuk kepada situasi di mana hubungan antara unsur-

unsur keseimbangan (individu, orang lain, dan objek) yang berjalan

harmonis, apabila tidak terdapat keseimbangan maka akan timbul suatu

kekuatan yang akan mendorong mengembalikan keseimbangan; (2)

Page 41: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

55

Congruity Theory (teori kesesuaian), dasar dari teori ini adalah terletak

pada mengatasi suatu “frame of reference” melalui struktur kognitif

(Mar’at, 1982); (3) Cognitive dissonance Theory, merupakan keadaan

ketidakseimbangan psikologis yang meliputi ketegangan diri yang

berusaha mencari keseimbangan kembali, ketidakseimbangan ini

disebabkan karen ada elemen kognisi (pengetahuan, pendapat dan

keyakinan) yang tidak seimbang.

4. Pendekatan Teori Fungsi

Pendekatan teori fungsi pada perubahan sikap menekankan

hubungan antara sikap seseorang dengan objek dan informasi. Seperti

yang diungkapkan Mc.Guire (1975:270) bahwa, “….the functional

approaches put on the relationship between the person’s attitude toward

an object and his information about it”. Sikap seseorang akan berubah

atau tidak terhadap objek atau informasi yang diterimanya tergantung

pada motivasi pada dirinya. Seperti yang dikemukakan Katz (1965) dalam

Azwar (2000 : 53), bahwa sebagai dasar motivasional merupakan fungsi

sikap bagi individu yang bersangkutan.

Selanjutnya Katz (1965) merumuskan fungsi sikap ke dalam empat

macam yaitu: (a) fungsi intrumental, fungsi penyesuaian atau fungsi

manfaat, fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha

untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan meminimalkan hal-

hal yang tidak diinginkannya, (b) fungsi pertahanan ego, fungsi ini

menyatakan sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan

Page 42: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

56

dan dirasakan akan mengancam egonya, sikapnya dapat berfungsi

sebagai mekanisme mempertahankan ego yang akan melindungi dari

kepahitan kenyataan tersebut. Sikap dalam hal ini, merefleksikan problem

pribadi yang tidak terselesaikan; (c) fungsi pernyataan nilai, nilai adalah

konsep dasar mengenai apa sebagai baik dan diinginkan Menurut

Rokeach (1979) . Brigham (1991) dalam Azwar (2000:54) nilai terbagi

pada dua yaitu nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai-nilai merupakan

Prefernsi mengenai keadaan akhir seperti: persamaan, kemerdekaan, hak

azasi. Sedangkan nilai instrumental merupakan preferensi atau pilihan

berbagai perilaku dan sifat seperti kejujuran, keberanian. Dengan

demikian, fungsi sikap sering digunakan sebagai sarana ekspresi dirinya

dan dalam menyatakan bahwa manusia mempunyai dorongan dasar

untuk ingin tahu, mencari penalaran, dan mengorganisasikan

pengalamannya untuk disusun, ditata kembali sehingga tercapai

konsistensi.

Teori umum perubahan sikap yang diuraikan atas menyangkut

masalah individu dapat dibahas dengan lingkungan sosial. Bagaimana

individu menempatkan diri pada lingkungan sosial atau bagaimana

kedudukan lingkungan sosial terhadap diri individu, dapat dibahas melalui

teori-teori tersebut, tetapi bila dinyatakan bagaimana sikap itu dapat

berubah atau dibentuk akan menyangkut faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap. Seperti yang diungkapkan Krech et al (1982:213)

menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah : (1) attitude develops in proses

of want satisfaction. Panduan ini menunjukkan bahwa sikap berkembang

Page 43: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

57

dan terbentuk dalam rangka memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan

seseorang. Seorang individu akan mengembangkan sikap yang positif

terhadap objek-objek dan orang-orang untuk memenuhi keinginannya.

Sebaliknya, mereka akan mengembangkan sikap negatif terhadap objek

yang dianggap mengganggu, menghambat atau menghalangi

keinginannya sebagai upaya meredakan ketegangan akibat adanya

dorongan dalam dirinya. (2) the attitude of individual are shoped by the

information to which he exposed. Panduan ini menunjukkan bahwa

informasi memegang peranan penting dalam membentuk sikap

seseorang. Peran informasi ini erat kaitannya dengan komponen kognisi.

Informasi ini merupakan penghubung dari fakta-fakta yang diketahuinya

pada saat yang lalu, sekarang, dan masa yang akan datang. Dengan kata

lain, bahwa kaitan fakta-fakta dengan keadaan objek sikap ditentukan oleh

pengetahuan informasi yang didapatnya, (3) the group affiliation of the

individual help determine the formation of his attitude. Panduan ini

menjelaskan peran partisipasi dalam kelompok. Hal ini menunjukkan

adanya pengaruh interaksi antara anggota kelompok terhadap

pembentukan sikap. Artinya, bahwa sampai tarap tertentu, keyakinan,

norma atau nilai-nilai dalam kelompok mengidentifikasikan dirinya, (4) the

attitude of individual respect his personality. Panduan ini menegaskan

sikap dapat mencerminkan kepribadian. Artinya seseorang cenderung

menunjukan suatu sikap tertentu sebagai bagian dari kepribadian.

Menurut Carol Noore yang dikutip Bygrape dalam Suryana,

(2003:40) bahwa proses pembentukkan sikap kewirausahaan diawali

Page 44: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

58

dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor,

baik internal maupun eksternal, seperti : pendidikan, sosiologi, organisasi,

kebudayaan dan lingkungan. Soeharto Prawirokusumo dalam Suryana

(2003 ; 40), mengemukakan bahwa faktor faktor tersebut membentuk

locus of control, toleransi, kreativitas, inovasi. Implementasi, dan

pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar.

Secara internal inovasi dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari

individu seperti toleransi, nilai pendidikan, pengalaman, sedangkan faktor

yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi diantaranya model

peran aktivitas dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi

kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan,

organisasi dan keluarga. Faktor individu yang memicu kewirausahaan

adalah pencapaian locus of Controll, toleransi, pengambilan resiko, nilai

nilai pribadi, pendidikan, pengalaman, usia, komitmen dan ketidakpuasan.

Sedangkan faktor pemicu yang berasal dari lingkungan adalah peluang,

model peran, aktivitas, pesaing, inkubator, sumber daya, dan kebijakan

pemerintah dan yang menjadi faktor pemicu dari lingkungan sosial adalah

keluarga, orang tua dan jaringan kelompok.

Pertumbuhan kewirausahaan sangat tergantung kepada

kemampuan pribadi, organisasi dan lingkungan. Faktor lingkungan yang

mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan adalah pesaing, pelanggan,

pemasok dan lembaga keuangan yang akan membantu pendanaan.

Sedangkan faktor yang berasal dari pribadi adalah komitmen, visi,

kepemimpinan, dan kemampuan manajerial, selanjutnya faktor yang

Page 45: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

59

berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur, budaya, dan startegi.

Dengan demikian seseorang yang berhasil dalam kewirausahaan adalah

orang yang dapat menggabungkan nilai nilai, sifat sifat utama (pola sikap)

dan perilaku dengan bekal pengetahuan pengalaman dan keterampilan

praktis (knowledge and practice) jadi pedoman-pedoman, pengharapan

pengharapan dan nilai-nilai baik yang berasal dari pribadi maupun

kelompok berpengaruh terhadap pembentukan sikap dan motivasi

kewirausahaan.

2.8. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang Efektifitas Sistem

Pelatihan Kewirausahaan dan Latar Belakang Instruktur terhadap

Pembentukan Sikap dan Motivasi Berwirausaha Mahasiswa pada

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Al-Ghifari,

penulis mencoba mengkaji terlebih dahulu terhadap penelitian sejenis

yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Iwan Purwanto dalam tesisnya yang berjudul “Pengaruh Pelatihan

Kerja Industri terhadap Sikap Kewirausahaan” (2002:120-124) yang

penelitiannya dilakukan terhadap siswa SMK N 2 Majalengka

menyebutkan bahwa :

1. Pembentukan sikap kewirausahaan pada penelitiannaya adalah merupakan proses pembelajaran, dan sebagai hasil pembelajaran yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengsn lingkungan kewirausahaan yang sesungguhnya sebagai lingkungan proses pembelajaran pelatihan kerja industri, untuk mencapai keberhasilan ini diperlukan berbagai komponen pembelajaran (latihan) harus dilaksanakan dengan baik yaitu : tujuan, bahan ajar, metoda, alat, sumber serta evaluasi pembelajaran.

Page 46: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

60

2. Pembentukan sikap kewirausahaan pada pelatihan kerja industri salah satunya dipengaruhi oleh instruktur yang mampu membimbing siswa, memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dengan baik serta didukung oleh sikap keteladanan antara lain disiplin, kerja keras, prestatif, tabah, tekun, kreatif dan inovatif serta memiliki kewibawaan.

3. Sikap kewirausahaan pada siswa SMK N 2 Majalengka salah

satunya dapat dibentuk melalui proses interaksi dengan lingkungan industri sebagai salah satu tempat proses pembelajaran pelatihan kerja industri, untuk mencapai keberhasilan itu diperlukan lingkungan industri yang kondusif

4. Kewirausahaan merupakan bagian dari ilmu sosial yang bisa

dipelajari, serta pemahamannya dapat dipandang dari berbagai aspek yaitu aspek ekonomi, psikologi, prilaku, dan sosiologi. Selanjutnya pendidikan IPS memeliki tujuan untuk menjadikan siswa sebagai warga negara yang baik yang mampu memahami lingkungan sosial yaitu dengan mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan, sedangkan keterhubungan dengan PIPS dengan pelatihan kerja industri dapat dilihat dari tujuan kerja industri yang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan serta sikap melalui proses pembelajaran dan interaksi dengan lingkungan industri.

Yudith Dwi Astuty dalam tesisnya yang berjudul “Hubungan Antara

Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Kompetensi dengan Sikap

Kewirausahaan” (2003 : 125-127) yang penelitiannya dilakukan terhadap

mahasiswa Program D III Manajemen Bisnis IKOPIN menyebutkan

bahwa:

1. Pelatihan kewirausahaan bebasis kompetensi merupakan salah satu bagian terpenting untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap kewirausahaan mahasiswa artinya untuk mencapai tujuan yang diharapkan diperlukan berbagai komponen pembelajaran yang mendukung aktivitas kegiatan dalam pelatihan seperti : tujuan, materi, sarana dan prasarana, serta evaluasi pembelajaran.

2. Instruktur merupakan elemen penting pada proses pembelajaran

pelatihan kewirausahaan bebasis kompetensi, kemampuan yang dimilkki oleh instruktur mempunyai pengaruh yang cukup berarti bagi pembentukan sikapkewirausahaan mahasiswa, dalam hal ini instruktur tidak hanya tahu bagaimana cara memberikan materi

Page 47: hal ini perlu disikapi dengan serius dengan menciptakan berbagai …a-research.upi.edu/operator/upload/t_ips_039543_chapter2(1).pdf · dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka

61

pada mahasiswa tetapi juga mampu memotivasi perta, menjalin komunikasi, menguasai metode dan strategi pembelajaran serta menguasai sebuah evaluasi. Selain itu instruktur juga diharaqpkan memiliki sikap keteladanan seperti : disiplin, kerja keras, telaten, tabah, tekun, krestif, dan inovatif serta berwibawa.

3. terdapat hubungan yang positif antara pelatihan kewirausahaan

berbasis kompetensi dengan sikap kewirausahaan. Hasil uji korellasi kendalls menunjukan bahwa hubungan antara pelatihan kewirausahaan berbasis kompetensi dengan sikap kewirausahaan memiliki tingkat korellasi yang kuat. Hal ini ditunjukan dengan 0.603 sedangkan melalui uji signifakansi diperoleh angka 0.000, oleh karena angka tersebut dibawah 0.05 maka H₀ ditolak, dengan demikian terdapat hubungan yang signifikan (positif) antara pelatihan kewirausahaan berbasis kompetensi dengan sikap kewirausahaan.

4. Terdapat hubungan yang positif antara kemampuan instruktur

pelatihan dengan sikap mkewirausahaan. Hasil uji korelasi Kendalls menunjukan bahwa hubungan antara kemampuan instruktur pelatihan dengan sikap kewirausahaan mahasiswa memiliki tingkst korelasi yang sedang yaitu 0.415 sedangkan uji signifikansi yang dipoeroleh adalah 0.005 karena angka tersebut dibaw ah 0.05 maka H₀ ditolak, jadi hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara kemampuan instruktur pelatihan dengan sikap kewirausahaan dapat diterima.

5. Terdapat hubungan yang positif antara pelatihan kewirausahaan

berbasis kompetansi, kemampuan instruktur pelatihan, dengan sikap kewirausahaan. Hasil uji korelasi kendalls tau menunjukan hubungan antara pelatihan kewirausahaan berbasis kompetensi, kemampuan instruktur pelatihan dengan sikap kewirausahaan memilki keberartian yang nyata (signifikan) dengan tingkat korelasi yang sedang yaitu 0.445 sedasngkan uji signifikansi yang diperoleh adalah 0.000 oleh karena angka tersebut berada diba wah 0.05 maka H₀ ditolak. Jadi hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara pelatihan kewirausahaan, kemampuan instruktur pelatihan dengan sikap kewirausahaan dapat diterima.

Hasil kajian terhadap penelitian terdahulu tersebut diharapkan akan

memberikan gambaran awal terhadap penelitian yang akan dilakukan

oleh penulis.