hal 1 perkebunan... · sedang melalui teknik sambung samping menggunakan klon unggul. kegiatan...

71

Upload: duonghanh

Post on 05-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hal 1

Hal 2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nyalah

sehingga kami dapat menyelesaikan Rencana Aksi Pengembangan Kawasan

Perkebunan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, tentunya dengan harapan

agar rencana aksi ini dapat memberikan kontribusi yang aplikatif dan bermanfaat bagi

kemajuan daerah khususnya dalam upaya peningkatan dan pengembangan potensi

sumber daya di Kabupaten Mamuju dimasa yang akan datang.

Rencana aksi pengembangan kawasan perkebunan ini merupakan hasil kerja staf

teknis Dinas Perkebunan, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menentukan

kemampuan daya dukung kawasan dan alokasi lahan untuk menentukan target dan

pengembangan kawasan perkebunan 5 (lima) tahun kedepan serta memberikan

rekomendasi untuk kebijakan pengembangan perkebunan meliputi arahan fungsi

pemanfaatan kawasan dan arahan program aksinya.

Penyusunan rencana aksi ini melibatkan secara penuh tim kerja penyusun, namun

kami menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih terdapat kesalahan-kesalahan,

sehingga kami sangat mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan, agar

nantinya penyusunan ini dapat digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan.

Akhirnya dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak yang telah memberikan kepercayaan, semangat dan membantu kami dalam

penyelesaian penyusunan rencana aksi.

Mamuju, Oktober 2016

JALALUDDIN DUKA, S.Sos, M.Si

Hal 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................ iii I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................... 6 1.3 Issu Strategi .................................................................................. 6 1.4 Dasar Kebijakan Perkebunan ........................................................ 6

II. GAMBARAN UMUM DAN POTENSI KAWASAN ............................. 8 2.1 Data Fisik dan Lingkungan ........................................................... 8 2.2 Data Sosial dan Kependudukan ................................................... 10 2.3 Data Ekonomi/Komoditas Unggulan ............................................. 11 2.4 Data Sarana dan Prasarana .......................................................... 11

2.4.1 Prasarana Jalan .................................................................. 11 2.4.2 Prasarana Jembatan ........................................................... 12 2.4.3 Prasarana Air Bersih ........................................................... 12 2.4.4 Pos dan Telekomunikasi ..................................................... 12 2.4.5 Listrik ................................................................................... 12

2.5 Lembaga Keuangan ...................................................................... 13 2.5.1 Bank .................................................................................... 13 2.5.2 Non Bank ............................................................................. 13

2.6 Data Potensi Sumber Daya Manusia ............................................ 14 2.7 Data Pasar/Pemasaran ................................................................. 14

III. TANAMAN KAKAO DAN POTENSI KAWASAN BERBASIS TANAMAN KAKAO ............................................................................................... 15 3.1 Tanaman Kakao ............................................................................ 15 3.2 Kesesuaian Tata Ruang ............................................................... 42 3.3 Sosial Ekonomi Kabupaten Mamuju .............................................. 43 3.4 Permasalahan Komoditi Kakao ..................................................... 44

IV. STRATEGI PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITI KAKAO ........................................................ 46 4.1 Program Jangka Panjang 2031 .................................................... 49 4.2 Program Jangka Menengah (2017 – 2021) .................................. 51 4.3 Program Jangka Pendek .............................................................. 54

V. PENUTUP ........................................................................................... 58

(LAMPIRAN RENCANA AKSI)

Hal 4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan daerah hingga saat ini telah membuktikan bahwa kebutuhan

sumberdaya alam semakin banyak dan senantiasa menghadapi berbagai kendala

yang semakin serius. Dalam kondisi seperti ini mutlak diperlukan penajaman prioritas

pemanfaatan keunggulan sumberdaya alam dan sumberdaya wilayah lainnya dengan

melibatkan secara penuh segenap potensi masyarakat, terutama di daerah-daerah

yang potensi sumberdaya alamnya sangat terbatas dan kondisi pembangunan

wilayahnya masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya. Dalam kondisi

seperti ini diperlukan mekanisme perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan

evaluasi proyek daerah secara cepat, tepat dan akurat.

Suatu Wilayah terbagi menjadi

beberapa wilayah pembangunan yang

masing-masing mempunyai karakteristik dan

potensi wilayah yang berbeda, baik potensi

sumberdaya manusia, sumberdaya alam,

serta infrastruktur fisik dan kelembagaan

penunjang pembangunan. Potensi

sumberdaya wilayah ini tampaknya masih

belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan dan

dikembangkan secara optimal, terutama karena terbatasnya modal dan teknologi.

Beberapa kendala yang dihadapi antara lain karena masih terbatasnnya informasi

teknologi dan informasi pasar yang diperlukan untuk mengembangkan wilayah

tersebut, serta lemahnya akses masyarakat terhadap peluang-peluang bisnis yang

ada.

Setelah pisahnya Kabupaten Mamuju Tengah dari wilayah induk Kabupaten

Mamuju (UU No. 04 Tahun 2013, tentang pembentukan Kabupaten Mamuju Tengah,

tanggal 11 Januari 2013), maka secara tidak langsung karakteristik potensi andalan

yang ada di Kabupaten Mamuju mengalami perubahan. Sebelumnya Kabupaten

Mamuju sangat mengandalkan potensi perkebunan Kelapa Sawit sebagai salah satu

Hal 5

sumber pendapatan asli daerah, akan tetapi setelah terbentuknya kabupaten

baru ini Kabupaten Mamuju menjadikan kakao sebagai komoditas ungulan daerah

dalam menunjang program Visi dan Misi Bapak Bupati Kabupaten Mamuju. Pada

tahun 2012 Kebupaten Mamuju memiliki lahan tanaman kakao seluas 68.580 ha yang

melibatkan 47.789 petani kakao yang menghasilkan produksi 18.629 Ton, yang

tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Mamuju.

Sejalan dengan program ungulan

Bupati tersebut, kakao merupakan salah satu

komoditas perkebunan yang peranannya

cukup penting bagi perekonomian nasional,

khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,

sumber pendapatan dan devisa negara.

Disamping itu kakao juga berperan dalam

mendorong pengembangan wilayah dan

pengembangan agroindustri. Pada tahun

2008, perkebunan kakao telah menyediakan

lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi

sekitar 1.526.271 kepala keluarga petani

yang sebagian besar berada di Kawasan

Timur Indonesia (KTI) serta memberikan

sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa

sawit dengan nilai sebesar US $ 1,053 milyar (Kementerian Perindustrian, 2012)

Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila

berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan

agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki

lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta

ha terutama di Papua, Kalimantan Timur, Sulawesi Tangah, Maluku dan Sulawesi

Tenggara. Disamping itu kebun yang telah dibangun masih berpeluang untuk

ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50%

potensinya. Di sisi lain situasi perkakaoan dunia beberapa tahun terakhir sering

mengalami defisit, sehingga harga kakao dunia stabil pada tingkat yang tinggi. Kondisi

ini merupakan suatu peluang yang baik untuk segera dimanfaatkan. Upaya

peningkatan produksi kakao mempunyai arti yang strategis karena pasar ekspor biji

Hal 6

kakao Indonesia masih sangat terbuka dan pasar domestik masih belum tergarap.

Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka

perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal

ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan

produktivitas yang tinggi. Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal

perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 1,6 juta ha dan

diharapkan mampu menghasilkan produksi 1 juta ton/tahun biji kakao. Pada tahun

2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia bisa menjadi kenyataan

karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan

mencapai 1,6 juta ha dan mampu menghasilkan 1,5 juta ton/tahun biji kakao.

Untuk mencapai sasaran

produksi tersebut diperlukan

investasi besar dan dukungan

berbagai kebijakan untuk

menciptakan iklim usaha yang

kondusif. Dana investasi tersebut

sebagian besar bersumber dari

masyarakat karena

pengembangan kakao selama ini

umumnya dilakukan secara

swadaya oleh petani. Dana

pemerintah diharapkan dapat berperan dalam memberikan pelayanan yang baik dan

dukungan fasilitas yang tidak bisa ditanggulangi petani seperti biaya penyuluhan dan

bimbingan, pembangunan sarana dan prasaran jalan dan telekomunikasi, dukungan

gerakan pengendalian hama PBK secara nasional, dukungan untuk kegiatan

penelitian dan pengembangan industri hilir.

Beberapa kebijakan pemerintah yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan

agribisnis kakao 5 sampai 20 tahun ke depan antara lain: Penghapusan PPN dan

berbagai pungutan, aktif mengatasi hambatan ekspor dan melakukan lobi untuk

menghapuskan potangan harga, mendukung upaya pengendalian hama PBK dan

perbaikan mutu produksi serta menyediakan fasilitas pendukungnya secara memadai.

Hal 7

Dengan kondisi harga kakao dunia yang relatif stabil dan cukup tinggi maka

perluasan areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan akan terus berlanjut dan hal

ini perlu mendapat dukungan agar kebun yang berhasil dibangun dapat memberikan

produktivitas yang tinggi. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama

kakao dunia dapat menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal

perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,6 juta ha dan mampu

menghasilkan1,5 juta ton/tahun biji kakao

Perluasan areal pengembangan kakao

saat ini ada kecenderungan terus berlanjut

dengan laju perluasannya rata-rata tumbuh

2 % - 2,5%/tahun, akan tetapi ada masalah

serangan penggerek buah kakao (PBK)

yang cenderung terus meluas. Oleh karena

itu perlu upaya rehabilitasi untuk

meningkatkan potensi kebun yang sudah

ada melalui perbaikan bahan tanaman dengan teknologi sambung samping atau

penyulaman dengan bibit unggul. Tetapi apabila upaya rehabilitasi tidak

memungkinkan,maka perbaikan potensi kebun dapat dilakukan melalui peremajaan.

Kedua kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kebun-kebun kakao

yang sudah dibangun petani.Dengan melakukan berbagai upaya perbaikan tersebut,

maka perluasan areal perkebunan kakao diharapkan terus berlanjut. Pada priode

2017-2022, areal perkebunan kakao diperkirakan masih tumbuh dengan laju 2,5 % - 3

%/tahun sehingga total areal perkebunan kakao diharapkan menjadi 1.105.430 ha

dengan total produksi 730.000 ton.

Saat ini Kabupaten Mamuju telah menerima program gerakan nasional

peningkatan mutu dan produksi atau yang biasa disebut Gernas dari Kementerian

Pertanian. Program ini telah berjalan selama 5 tahun sejak tahun 2009-2013, namun

Kementerian Pertanian dalam hal ini Dirjen Perkebunan melanjutkan kegiatan tersebut

dengan Program Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan

Berkelanjutan yang berjalan sejak tahun 2014-2016 saat ini. Program ini merupakan

terobosan pemerintah dengan tujuan utama untuk meingkatkan produktivitas,

produksi, dan mutu kakao petani yang berujung pada peningkatan kesejahteraan

petani dan sumbangan terhadap ekonomi secara nasional, maka kegiatan utama

Hal 8

Program pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan adalah peremajaan,

rehabilitasi, dan intensifikasi kebun petani.

Kegiatan peremajaan yang ditujukan untuk tanaman tua atau rusak berat dengan

melakukan penggantian tanaman atau penguatan dan pengutuhan populasi

menggunakan benih klon unggul yang dikembangkan dengan baik teknik somatic

embryogenesis (SE) maupun dengan teknik (Sambung Pucuk).

Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk tanaman produktif dengan kondisi rusak

sedang melalui teknik sambung samping menggunakan klon unggul.

Kegiatan intensifikasi dilakukan untuk tanaman rusak ringan atau kurang

terpelihara melalui perbaikan teknik budidaya dan penggunaan input.

Kontribusi dari hasil produksi kakao yang diberikan untuk peningkatan

pendapatan ekonomi petani kakao di Kabupaten Mamuju mencapai Rp. 307 miliar

dalam setahun. Ada sekitar 33.165 petani kakao yang mendapat kontribusi dengan

mengembangkan kakao di atas lahan sekitar 41.106 hektare. Peningkatan produksi

kakao ini telah dirasakan oleh petani terutama melalui kegiatan peremajaan dan

rehabilitasi kebun kakao.

Adapun suatu kendala yang dihadapi dimulai awa kegiatan yaitu pengembangan

kakao belum optimal dan masih banyak kendala lain yang ditemukan baik di hulu

maupun di hilir yang memerlukan penangan intensif, terintegrasi dan berkelanjutan.

Dengan kondisi dan permasalahan yang dihadapi tersebut, maka kebijakan dan

strategis dalam pengembangan kakao diarahkan pada : 1) Peningkatan produksi,

produktivitas dan mutu kakao berkelanjutan melalui perbaikan mutu tanaman,

penerapan GAP, pengendalian OPT dan penyediaan benih unggul bermutu serta

sarana; 2) Peningkatan mutu melalui penerapan SNI wajib; 3) Pengembangan SDM

untuk petani dan petugas serta; 4) Pengembangan kelembagaan dan kemitraan

usaha antara petani dan pengusaha yang saling menguntungkan dan berkelanjutan.

Walaupun demikian, prospek pengembangan dan peningkatan produksi kakao

sampai saat ini masih terbuka lebar antara lain dengan meningkatnya permintaan

kakao dunia dengan terbukanya pasar baru di China, Rusia, India, Jepang dan Timur

Tengah.. Pengembangan industri kakao yang menjadikan kakao produk jadi dan

produk setengah jadi, serta pengembangan pasar juga menunjukkan peningkatan

yang signifikan seiring dengan ditetapkannya BK (Biaya Keluar) atas ekpor biji kakao.

Hal 9

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Kawasan Perkebunan Berbasis Komoditi Kakao ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi dan menentukan kemampuan daya dukung kawasan dan alokasi

lahan untuk pengembangan kakao, menentukan target pengembangan tanaman

kakao 5 (lima) tahun ke depan dan memberikan rekomendasi untuk kebijakan

pengembangan kakao meliputi arahan fungsi pemanfaatan kawasan dan arahan

program aksinya. Buku ini dapat memberikan informasi mengenai data fisik dan

lingkungan, data sosial dan kependudukan, data ekonomi/komoditas unggulan, data

sarana dan prasarana, lembaga keuangan, data potensi sumberdaya manusia, data

pasar serta strategi program dan kegiatan pengembangan kawasan.

1.3. ISSU STRATEGIS

Issu strategis yang berkaitan dengan kawasan perkebunan berbasis komoditi

kakao di Kabupaten Mamuju yaitu pemanfaatan potensi dan masalah

keberlangsungan pembangunan. Masalah-masalah yang kemudian dihadapi adalah

sumberdaya manusia yang terbentuk dalam kelompok tani masih rendah, kurangnya

sarana dan prasarana, masih ada lahan yang belum produktif serta tidak adanya

kelompok pengolahan hasil produksi kakao di Kabupaten Mamuju. Selain itu kualitas

kakao yang masih rendah karena adanya serangan hama penyakit seperti penyakit

PBK yaitu penggerek buah kakao yang menyerang buah-buah kakao, dan penyakit

pembuluh kayu (Vascular Streak Dieback), penyakit ini menyerang daun-daun kakao.

Masalah ini yang hendaknya mendapatkan solusi penyelesaiannya agar bisa teratasi

sehingga komoditas kakao di Kabupaten Mamuju dapat berkembang dengan baik.

1.4. DASAR KEBIJAKAN KAWASAN PERKEBUNAN

Dasar kebijakan kawasan perkebunan berbasis komoditi kakao di tingkat pusat

dapat berupa undang-undang (UU), peraturan pemerintah (PP), peraturan menteri

(Permen), dan lain-lain (peraturan lainnya atau pernyataan pejabat publik). Berikut ini

adalah beberapa kebijakan di tingkat pusat yang terkait langsung dengan

pengembangan kawasan:

Hal 10

1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3478) ;

2. Undang-undang Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan (Lembaran Negara

Tahun 2014 Nomor 308, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5613)

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran

Negara Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725)

4. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4833)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah

Geografis Penghasil Produk Perkebunan Spesifik Lokasi (Lembaran Negara

Tahun 2009 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4997).

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2011 tentang Rencana

Tata Ruang Pulau Sulawesi.

7. Peraturan Menteri Pertanian tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan

Pertanian.

Hal 11

BAB 2. GAMBARAN UMUM POTENSI KAWASAN

2.1. DATA FISIK DAN LINGKUNGAN

Di wilayah Kabupaten Mamuju terdapat 5 kecamatan yang memiliki luas lahan

kakao terbesar dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan Pertama ialah

Kecamatan Kalukku dengan luas lahan kakao 8.504,40 Ha, kedua ialah Kecamatan

Sampaga dengan luas lahan 7.797,09 Ha, ketiga ialah Kecamatan Simboro dengan

luas lahan kakao 5.933,64 Ha, keempat ialah Kecamatan Papalang dengan luas lahan

kakao 5.792,97 Ha dan terakhir ialah Kecamatan Kalumpang dengan luas lahan yang

sudah berproduksi 2.797,91 Ha. Sedangkan luas lahan yang belum berproduksi dalam

hal ini tanaman yang belum menghasilkan seluas 4.820,46 Ha. Disamping itu ada

rencana penambahan luas lahan kakao seluas 3.927,14 Ha tahun 2017. Data

selengkapnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan Kakao, Produksi, Produktifitas dan Jumlah Petani Kabupaten Mamuju.

NO LOKASI

( Kecamatan ) JUMLAH

(Ha) PRODUKSI

(TON) PRODUKTIFITAS

(kg)

JUMLAH PETANI

(KK)

1 Tapalang 2.574,00 775,04 595 2.725

2 Tapalang Barat 1.526,60 745,00 580 1.766

3 Simboro 5.933,64 2.774,51 589 1.494

4 Mamuju 1.780,27 877,45 595 2.182

5 Kalukku 8.504,40 4.848,47 645 8.393

6 Bonehau 1.520,15 714,36 685 726

7 Kalumpang 2.797,91 1.521,71 683 1.955

8 Papalang 5.792,97 2.496,00 680 6.056

9 Sampaga 7.797,09 4.456,30 685 3.628

10 Tommo 2.879,22 1.614,46 675 4.240

JUMLAH 41.106,25 20.823,30

33.165 Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Mamuju, Januari 2016

Batas wilayah Kabupaten Mamuju berbatasan dengan wilayah :

Timur : Kabupaten Luwu Utara (Provinsi Sulawesi Selatan)

Barat : Selat Makassar (Provinsi Kalimantan Timur)

Utara : Kabupaten Mamuju Tengah

Selatan : Kabupaten Majene, dan Kabupaten Mamasa

Hal 12

Hal 13

Kabupaten Mamuju dengan luas wilayah 8,406,03 km2, secara administrasi

pemerintahan terbagi atas 11 kecamatan, terdiri dari 103 desa, 9 kelurahan dan 2

UPT. Kecamatan Kalumpang adalah kecamatan terluas dengan luas 1.731,99 km2

atau 34,2 % dari seluruh wilayah Kabupaten Mamuju. Kecamatan Balabalakang luas

wilayahnya 21,86 km2 atau 0,43 % merupakan kecamatan terkecil di Kabupaten

Mamuju. Hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Mamuju dilintasi oleh sungai.

Kecamatan yang paling banyak dilintasi sungai adalah Kecamatan Bonehau dengan

12 sungai yang melintasinya. Kabupaten Mamuju memiliki wilayah yang berbukit-bukit.

Sedangkan untuk gunung, di Kabupaten Mamuju hanya terdapat di Kecamatan

Kalumpang, Bonehau dan Kecamatan Tommo. Diantara 11 kecamatan di Kabupaten

Mamuju, ibukota kecamatan yang letaknya terjauh dari ibukota kabupaten adalah

ibukota Kecamatan Balabalakang yaitu sejauh 202 km sementara ibukota kecamatan

yang terdekat dari ibukota kabupaten adalah Kecamatan Simboro yang berjarak 6 km

dari Mamuju.

2.2. DATA SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN

Jumlah Penduduk Kabupaten Mamuju pada tahun 2011, berjumlah 239.972 jiwa,

meningkat sekitar 21.920 jiwa dari tahun sebelumnya dengan laju pertumbuhan

penduduk per tahun sebesar 6,96%. Dari 11 kecamatan, Kecamatan Mamuju

merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu sekitar 55.105 jiwa.

Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Balabalakang sebesar 2.347 jiwa.

Sedangkan kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 adalah 42 jiwa

per Km2, atau terdapat sekitar 42 jiwa setiap 1 Km2. Jumlah penduduk laki-laki di

Kabupaten Mamuju pada tahun 2011 sebanyak 122.972 jiwa, sedangkan penduduk

perempuan sebanyak 117.000 jiwa. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk

laki-laki ternyata 1,06% lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan, dengan

perbandingan jenis kelamin (sex ratio) 106 yang berarti bahwa diantara 100 orang

perempuan terdapat 106 laki-laki.

Di Kabupaten Mamuju ada sebanyak 70,25% penduduk berumur 15 tahun ke

atas yang bekerja pada tahun 2011, yang terdiri dari 83,88% laki-laki dan 56,10%

perempuan. Jumlah penduduk yang bekerja terbanyak ada di kelompok penduduk

berusia 30 - 34 tahun. Lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja

Hal 14

adalah lapangan usaha sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan

Perikanan, yang menyerap tenaga kerja sebanyak 64,62%..

2.3. DATA EKONOMI/KOMODITAS UNGGULAN

Data Ekonomi (Komoditas Unggulan Kakao) Kabupaten Mamuju disajikan pada

Tabel 2 sebagai berikut :

Tabel. 2. Data Ekonomi (Komoditas Unggulan Kakao) Kabupaten Mamuju.

NO LOKASI

( Kecamatan )

JUMLAH (Ha) Jumlah (Ha)

TBM TM T ( RR/RS)

1 Tapalang 552,00 1.047,00 975,00 2.574,00

2 Tapalang Barat 375,62 1.006,08 144,90 1.526,60

3 Simboro 805,25 3.721,68 1.406,71 5.933,64

4 Mamuju 306,82 1.176,99 296,46 1.780,27

5 Kalukku 429,40 6.174,03 1.900,97 8.504,40

6 Bonehau 551,15 952,48 16,52 1.520,15

7 Kalumpang 471,00 2.042,57 284,34 2.797,91

8 Papalang 559,38 3.237,35 1.996,24 5.792,97

9 Sampaga 353,41 5.549,56 1.894,12 7.797,09

10 Tommo 416,43 2.164,15 298,64 2.879,22

JUMLAH 4.820,46 27.071,89 9.213,90 41.106,25

Keterangan :

TBM : Tanaman Belum Menghasilkan

TM : Tanaman Menghasilkan

T(RR/RS) : Tanaman Rusak Ringan/Rusak Sedang

2.4 DATA SARANA DAN PRASARANA

2.4.1. Prasarana Jalan

Panjang jalan yang ada di Kabupaten Mamuju sepanjang 1.735,93 km yang

terdiri dari 236,54 km jalan negara, 153,35 km jalan provinsi dan 1.346,04 km adalah

jalan kabupaten. Secara garis besar wilayah Kabupaten Mamuju sudah terlayani oleh

jalan, baik jalan tanah sepanjang 386,3 km, jalan semi permanen (kerikil) dengan

panjang 540,13 km dan jalan aspal sepanjang 333,65 km. Namun, prasarana jalan

Hal 15

pada setiap kecamatan masih banyak yang rusak dan memerlukan perbaikan yang

segera ditangani oleh Pemerintah Daerah. Untuk prasarana jalan antar desa sebagian

merupakan jalan rabat beton dan sebagian berupa jalan pengerasan dengan kerikil

dan timbunan.

2.4.2. Prasarana Jembatan

Prasarana jembatan Kabupaten

Mamuju di kecamatan-kecamatan sebagian

menggunakan jembatan gantung dan

sebagiannya lagi menggunakan jembatan

kayu dan beton dan digunakan sebagai

jalan umum dan kendaraaan roda dua.

Jembatan ini juga digunakan untuk

mengangkut hasil pertanian.

2.4.3. Prasarana Air Bersih

Kebutuhan air bersih untuk keperluan sehari-hari penduduk di Kabupaten

Mamuju disetiap kecamatan misalnya untuk minum, mandi dan cuci sebagian besar

terlayani penyedian air melalui Penampungan Air Bersih (PAM) dan sumur bor.

2.4.4. Pos dan Telekomunikasi

Jumlah fasilitas pelayanan pos yang dibangun pemerintah di daerah Kabupaten

Mamuju telah tercatat 3 kantor pos yaitu di Kecamatan Mamuju, Kecamatan Kalukku

dan Kecamatan Topoyo. Sektor telekomunikasi di Kabupaten Mamuju masih ada

beberapa kecamatan yang belum terlayani sistem telekomunikasi seluler dengan baik

melalui telepon genggam dengan penyediaan jaringan oleh beberapa provider seluler

seperti Telkomsel dan Exelcomindo.

2.4.5. Listrik

Masyarakat di Kabupaten Mamuju ada yang sudah dapat menikmati fasilitas

listrik PLN secara umum, tetapi masih ada juga desa-desa lainnya yang hanya

sebagian yang bisa menikmati fasilitas listrik melalui PLN.

Hal 16

2.5. LEMBAGA KEUANGAN MELIPUTI LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON BANK

Lembaga keuangan di Kabupaten Mamuju terdiri dari lembaga keuangan Bank dan

juga non Bank. Lembaga keuangan perbankan di Kabupaten Mamuju mengalami

peningkatan sejak tahun 2010-2016, hal ini dapat dilihat dengan jumlah bank yang

ada yaitu 17 bank.

2.5.1. Bank

Adapun lembaga keuangan perbankan yang ada di Kabupaten Mamuju yaitu :

BRI, Mandiri, BNI 46, Bank Panin, Bank Mega, Bank Danamon, BTN, Bank Muamalat,

May Bank,dan Bank Sulselbar.

Tabel 3. Banyaknya Bank menurut Kecamatan di Kabupaten Mamuju

Kecamatan BRI Indonesia BPD Bank Lainnya Jumlah Total

Tapalang 1 - - 1 Tapalang Barat - - - - Mamuju 2 1 9 12 Simboro 2 - - 1 Balabalakang - - - - Kalukku 1 - - 1 Papalang - - - - Sampaga 1 - 1 2 Tommo - - - - Kalumpang - - - - Bonehau - - - -

Jumlah 7 1 10 18

Sumber: Mamuju dalam angka, 2015

2.5.2. Non Bank

Lembaga keuangan non Bank di wilayah Kabupaten Mamuju meliputi Asuransi,

Pegadaian, PT.Pos dan Giro, BPR,KSP dan koperasi unit desa (KUD). Jumlah

koperasi di Kabupaten Mamuju sebanyak 265 koperasi, yang terdiri dari 40 Koperasi

Unit Desa dan 225 Koperasi non KUD.

Hal 17

2.6. DATA POTENSI SUMBERDAYA MANUSIA

Pendidikan adalah aset masa depan dalam membentuk dan meningkatkan

kualitas SDM. Pendidikan adalah permasalahan besar yang menyangkut nasib dan

masa depan bangsa dan negara. Untuk membantu mewujudkan kesiapan SDM dalam

arti pemberdayaan potensi masyarakat, pendidikan harus mengambil peran mutlak.

Semua kegiatan pendidikan baik melalui jalur sekolah, keluarga, maupun masyarakat

perlu diarahkan untuk mewujudkan individu ataupun masyarakat yang cerdas,

terampil, mandiri, bertaqwa dan berdayasaing dalam menghadapi berbagai tantangan

dan permasalahan kehidupan dalam era globalisasi sekarang ini.

Potensi sumberdaya manusia di Kabupaten Mamuju yaitu angkatan kerja

sebanyak 160.155 orang yang terdiri dari bekerja sebanyak 155.945 orang dan

mencari kerja sebanyak 4.210 orang. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri dari

sekolah sebanyak 10.665 orang, mengurus rumah tangga sebanyak 39.629 orang,

dan lainnya sebanyaknya 11.521 orang.

2.7. DATA PASAR/PEMASARAN

Peluang pasar komoditas unggulan kakao sangat menjanjikan hal ini dapat

dilihat dari banyaknya permintaan luar negeri seperti Amerika, Perancis, Belanda, dan

lain-lain. Harga kakao dunia mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dengan harga

kakao domestik seperti Sulawesi Barat yang menggunakan harga bursa New York

sebagai acuan dalam menetapkan harga kakao di tingkat petani. Pengembangan

kakao beberapa tahun terakhir sangatlah besar karena sumberdaya lahan masih

tersedia dan keinginan masyarakat Sulawesi Barat dapat terwujud dengan rata-rata

mengandalkan pendanaan sendiri. Pemasaran yang dilakukan Kabupaten Sulawesi

Barat untuk komoditas unggulan kakao, petani langsung menjual kepada pedagang

pengumpul dan pedagang pengumpul yang melakukan ekpor ke luar negeri.

Hal 18

BAB 3. TANAMAN KAKAO DAN POTENSI KAWASAN BERBASIS TANAMAN KAKAO

3.1 TANAMAN KAKAO

A. Sistematika Tanaman Kakao

Kakao merupakan satu-satunya di antara 22 jenis marga Theobroma, suku

Sterculiaceace yang diusahakan secara komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988)

sistematika tanaman ini sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Jenis : Theobroma cacao L.

Beberapa sifat (penciri) dari

buah biji digunakan sebagai dasar

klasifikasi dalam sistem taksonomi.

Berdasarkan bentuk buahnya, kakao

dapat dikelompokkan ke dalam empat

populasi.

Menurut Cuatrecasas (1964)

dikenal dua subjenis kakao, yaitu

Cacao dan Sphaerocarpum (chev.) Cuatr. Subjenis Cacao mempunyai empat forma

(taksonomi do bawah subjenis) seperti berikut.

a. Forma Cacao. Anggotanya tipe Criollo dari Amerika Tengah. Bentuk biji bulat,

keping biji (kotiledon) putih, dan mutunya tinggi.

b. Forma Pentagonum. Hanya dikenal di Meksiko dan Amerika Tengah. Biji bulat

dan besar, kotiledon putih, dan mutunya tinggi.

Hal 19

c. Forma Leiocarpum. Biji bulat atau montok (plum), kotiledon putih atau ungu

pucat, dan mutunya tinggi. Klon-klon Djati Runggo (DR) termasuk forma ini.

d. Forma Lacandonense. Dikenal di dekat Chiapas, Meksiko. Forma ini termasuk

kakao liar.

Kakao lindak (bulk) yang telah tersebar luas di daerah tropika adalah anggota

subjenis Sphaerocarpum. Bentuk bijinya lonjong (oval), pipih dan keping bijinya

(kotiledon) berwarna ungu gelap. Mutunya beragam tetapi lebih rendah daripada

subjenis cacao. Permukaan kulit buahnya relatif halus karena alur-alurnya dangkal.

Kulit buah ini tipis tetapi keras (liat) pertumbuhan tanamannya kuat dan cepat, daya

hasilnya tinggi, dan relatif tahan terhadap beberapa jenis hama dan penyakit.

Menurut Cheesman (cit.Wood dan Lass, 1985) kakao dibagi tiga kelompok

besar, yaitu criollo, forastero, dan tronitaro. Sebagian sifat criollo telah disebutkan di

atas. Sifat lainnya adalah pertumbuhannya yang kuat, daya hasil lebih rendah

daripada forastero, serta relatif mudah terserang hama dan penyakit. Pemukaan kulit

buah criollo kasar, berbenjol-benjol, dan alur-alurnya jelas. Kulit ini tebal tetapi lunak

sehingga mudah dipecah. Kadar lemak dalam biji lebih rendah daripada forastero

tetapi ukuran bijinya besar, bentuknya bulat, dan memberikan cita rasa khas yang

baik. Lama fermentasi bijinya lebih singkat daripada tipe forastero. Dalam tata niaga

kakao criollo termasuk kelompok kakao mulia (fine flavoured). Sementara itu, kakao

forastero termasuk kelompok kakao lindak (bulk).

Kelompok kakao trinitario merupakan hibrida criollo dengan forastero. Sifat

morfologi dan fisiologinya sangat beragam, demikian juga daya dan mutu hasilnya.

Dalam tata niaga, kelompok trinitario dapat masuk ke dalam kakao mulia dan lindak,

bergantung pada mutu bijinya.

B. Morfologi Tanaman Kakao

a. Batang dan Cabang

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon

yang tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembapan

tinggi dan relatif tetap. Dalam habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi

tetapi bunga dan buahnya sedikit.

Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,2-3

meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,5-7 meter (Hall, 1932). Tinggi

Hal 20

tanaman tersebut beragam, dipengaruhi oleh intensitas naungan dan faktor-faktor

tumbuh yang tersedia.

Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas

vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop

atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah petumbuhannya ke

samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).

Tanaman kakao asal buju, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti

tumbuh dan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari

pola percabangan ortotrop ke palgiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao.

Pembentukan jorket didahului dengan berhentinya pertumbuhan tunas ortotrop karena

ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas tersebut, stipula (semacam sisik

pada kuncup bunga) dan kuncup ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari

ujung perhentian tersebut selanjutnya tumbuh 3-6 cabang yang arah petumbuhannya

condong ke samping membentuk sudut 0-60º dengan arah horisontal. Cabang-cabang

itu disebut dengan cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut

kemudian tumbuh cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk tajuk

yang rimbun.

Pada tanaman kakao dewasa

sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan

atau tunas air (chupon). Dalam teknik

budi daya yang benar, tunas air ini selalu

dibuang, tetapi paada tanaman kakao

liar, tunas air tersebut akan membentuk

batang dan jorket yang baru sehingga

tanaman mempunyai jorket yang

tersusun.

Dari tunas plagiotrop biasanya

hanya tumbuh tunas-tunas plagiotrop,

tetapi kadang-kadang juga tumbuh tunas

ortotrop. Pangkasan berat pada cabang plagiotrop yang besar ukurannya merangsang

tumbuhnya ortotrop itu. Tunas ortotrop hanya membentuk tunas plagiotrop setelah

membentuk jorket. Tunas ortotrop membentuk tunas ortotrop baru dengan

menumbuhkan tunas air.

Hal 21

Saat tumbuhnya jorket tidak berhubungan dengan umur atau tinggi tanaman.

Pemakaian pot besar dilaporkan menunda tumbuhnya jorket, sedangkan pemupukan

dengan 140 ppm N dalam bentuk nitrat mempercepat tumbuhnya jorket. Tanaman

kakao akan membentuk jorket setelah memiliki ruas batang sebanyak 60-70 buah.

Namun, batasan tersebut tidak pasti karena kenyataannya banyak faktor lingkungan

yang berpengaruh dan sukar dikendalikan. Contohnya, kakao yang ditanam dalam

polibag dan mendapat intensitas cahaya 80% akan membentuk jorket lebih pendek

daripada tanaman yang ditanam di kebun. Selain itu, jarak antar daun sangat dekat

dan ukuran daunnya lebih kecil. Terbatasnya medium perakaran merupakan

penyebab utama gejala tersebut. Sebaliknya, tanaman kakao yang ditanam di kebun

dengan jarak rapat akan membentuk jorket yang tinggi sebagai efek dari etolasi

(pertumbuhan batang memanjang akibat kekurangan sinar matahari).

b. Daun

Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfisme.

Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm sedangkan pada tunas

plagiotrop pajang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Hall, 1932). Tangkai daun

bentuknya silinder dan bersisik halus, bergantung pada tipenya.

Salah satu sifat khusus daun kakao yaitu adanya dua persendian (articulation)

yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun. Dengan persendian ini dilaporkan

daun mampu membuat gerakan untuk menyesuaikan dengan arah datangnya sinar

matahari.

Bentuk helai dan bulat memanjang (oblongus), ujung daun

meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acutus).

Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol ke

permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging daun tipis

tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua

bergantung pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan

lebarnya 10 cm. Permukaan daun licin dan mengilap.

Pertumbuhan daun pada cabang plagiotrop berlangsung serempak tetapi

berkala. Masa tumbuhnya tunas-tunas baru itu dinamakan pertunasan atau flushing.

saat itu, setiap tunas membentuk 3-6 lembar daun baru sekaligus. Setelah masa

bertunas tersebut selesai, kuncup-kuncup daun itu kembali dorman (istirahat) selama

Hal 22

periode tertentu. Kuncup-kuncup akan bertunas lagi oleh rangsangan faktor

lingkungan.

Ujung kuncup daun yang dorman tertutup oleh sisik (scales). Jika kelak bertunas lagi

sisik tersebut rontok meninggalkan bekas (scars) atau lampang yang berdekatan satu

sama yang lain dan disebut dengan cincin lampang (ring scars). Dengan menghitung

banyaknya cincin lampang pada suatu cabang, dapat diketahui jumlah pertunasan

yang telah terjadi pada cabang yang bersangkutan. Intensitas cahaya memengaruhi

ketebalan daun serta kandungan klorofil. Daun yang berada di bawah naungan

berukuran lebih lebar dan warnanya lebih hijau daripada daun yang mendapat cahaya

penuh (Wood & Lass, 1985).

c. Akar

Kakao adalah tanaman dengan surface root feeder, artinya sebagian besar

akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada

kedalaman tanah (jeluk) 0-30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56% akar lateral

tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk 11-20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan

hanya 4% tumbuh pada jeluk di atas 30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan jelajah

akar lateral dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk. Ujungnya membentuk cabang-

cabang kecil yang susunannya ruwet (intricate).

d. Bunga

Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang dari

bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut semakin

lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga

(cushion).

Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya bunga disusun oleh 5

daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang

tersusun dalam 2 lingkaran, dan masing-masing terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya

1 lingkaran yang fertil dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih,

ungu, atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun

mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi

panjang (1-1,5 cm). Daun mahkota panjangnya 6-8 mm, terdiri atas dua bagian.

Bagian pangkal berbentuk seperti kuku binatang (claw) dan biasanya terdapat dua

Hal 23

garis merah. Bagian unjung berupa lembaran tipis, fleksibel, dan berwarna putih.

e. Buah dan Biji

Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada 2 macam

warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak

akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah,

setelah masak berwarna jingga (oranye).

Kulit buah memiliki 10 alur

dalam dan dangkal yang letaknya

berselang-seling. Pada tipe criollo dan

trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit

buahnya tebal tetapi lunak dan

permukaannya kasar. Sebaliknya,

pada tipe forastero, permukaan kulit

buah pada umumnya halus (rata),

kulitnya tipis tetapi keras dan liat.

Buah akan masak setelah

berumur enam bulan. Saat itu, ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm,

bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah.

Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu 20-

50 butir perbuah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua

kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel di poros lembaga

(embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.

Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa)

yang berwarna putih, rasanya asam manis

dan diduga mengandung zat penghambat

perkecambahan. Disebelah dalam daging

buah terdapat kulit biji (testa) yang

membungkus dua kotiledon dan poros

embrio. Biji kakao tidak memiliki masa

dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat perkecambahan,

tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat dipanen karena

daging buahnya telah kering.

Hal 24

Saat berkecambah, hipokotil memanjang dan mengangkat kotiledon yang

masih menutup ke atas permukaan tanah. Fase ini disebut dengan fase serdadu.

Fase kedua ditandai dengan membukanya kotiledon diikuti dengan memanjangnya

epikotil dan tumbuhnya 4 lembar daun pertama. Keempat daun tersebut sebetulnya

tumbuh dari setiap ruasnya, tetapi buku-bukunya sangat pendek sehingga tampak

tumbuh dari satu ruas. Pertumbuhan berikutnya berlangsung secara periodik dengan

interval waktu tertentu.

C. Fisiologi Tanaman Kakao

a. Fotosintesis

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis basah dan tumbuh dibawah

naungan tanaman hutan. Di dalam teknik budidaya yang baik, sebagian sifat habitat

aslinya masih dipertahankan, yaitu dengan memberi naungan secukupnya. Ketika

tanaman masih muda, intensitas naungan yang diberikan cukup tinggi, selanjutnya

dikurangi secara bertahap seiring dengan semakin tuanya tanaman atau bergantung

pada berbagai faktor tumbuh yang tersedia.

Masih dipertahankannya pemakaian naungan pada budidaya kakao

disebabkan oleh tingkat kejenuhan cahaya untuk fotosintesis relatif rendah. Alvin

(1977) membuktikan fotosintesis berlangsung optimum pada intensitas cahaya sekitar

60 % dari penyinaran langsung.

Penetapan hasil fotosintesis bersih dapat diketahui dengan menghitung jumlah

daun serta mengukur laju penyerapan CO2 per satuan luas daun. Jumlah daun

lazimnya dinyatakan dengan LAI (Leaf Area Index) yaitu besaran yang menyatakan

nisbah (perbandingan/rasio) antara jumlah luas semua daun dan tanah yang

ternaungi.

Hasil fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya LAI, tetapi sesungguhnya

juga sangat bergantung pada struktur tajuk dan pencahayaan. Daun-daun yang

ternaungi tidak optimal dalam melakukan fotosintesis.

Dari hasil penelitian terhadap kelayuan buah muda (cherelle wilt) dapat

dibuktikan bahwa untuk berkembangnya satu buah kakao perlu didukung oleh 8-10

lembar daun dewasa yang sehat dan mendapat pencahayaan yang baik. Jika proporsi

daun hanya 5-6 lembar untuk setiap buah, angka kelayuan buah muda sangat tinggi

dan telah terjadi tiga minggu sejak pertumbuhannya (Alvim,1952). Dibandingkan

Hal 25

dengan tanaman keras yang lain., tanaman kakao mempunyai laju fotosintesis bersih

yang rendah.

Hasil penelitian di pusat penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan ada

perbedaan pada laju fotosintesis kakao lindak dengan kakao mulia. Kakao lindak lebih

tahan terhadap penyinaran matahari dan pada kondisi tanpa naungan, laju asimilasi

bersih terus meningkat. Sebaliknya, pada bibit kakao mulia laju asimilasi menurun

pada intensitas cahaya lebih dari 80%.

Tabel.4. Pengaruh Tingkat Naungan Buatan terhadap Laju Asimilasi Bersih (mg/dm2/hari) Bibit Kakao.

Naungan (%) Kakao Mulia Kakao Lindak

80 6,03 6,96

60 9,09 11,88

40 9,93 10,08

20 16,12 13,47

0 13,46 14,49

Sumber: Winarsih, 1987

Pada dasarnya, manajemen pemangkasan tanaman kakao dan pengelolaan

naungan dimaksudkan untuk memperoleh LAI optimal. Tujuan pemangkasan

disamping untuk memperoleh tajuk (kanopi) yang ideal juga untuk meningkatkan

aerasi dan penetrasi cahaya ke dalam tajuk tanaman agar distribusi cahaya merata

keseluruh permukaan daun. Sementara itu, pohon naungan berfungsi untuk mengatur

persentase penerimaan cahaya sesuai dengan kebutuhan tanaman kakao.

Telah disebutkan bahwa pada dasarnya kakao adalah tanaman yang suka

naungan (shade loving tree), laju fotosintesis optimum berlangsung pada intensitas

cahaya sekitar 70%. Murray (1953) yang mengamati hubungan antara intensitas

cahaya dan jumlah buah dipanen serta hasil biji mendukung pernyataan tersebut

(pada tabel dibawah). Namun dalam praktik di kebun, telah dibuktikan bahwa pada

tanah yang subur dan faktor- faktor tumbuh yang lain mendukung pertumbuhan

tanaman yang baik, hasil biji tertinggi diperoleh pada tanaman tanpa penaung.

Tanaman penaung berperan sebagai penyangga (buffer) terhadap pengaruh jelek dari

faktor lingkungan yang tidak dalam kondisi optimal, seperti kesuburan tanah rendah

serta musim kemarau yang tegas dan panjang.

Hal 26

Tabel 5. Hubungan Intensitas Cahaya dengan Hasil Buah Kakao.

Intensitas Cahaya (%) Jumlah Buah Dipanen Berat Biji Basah (Gram)

15 23 3,925

25 34 4,305

50 80 9,850

75 25 2,890

100 0 0

Sumber: Muray, 1953

Hasil fotosintesis tanaman kakao semakin besar digunakan untuk menopang

pertumbuhan vegetatif dan hanya sekitar 6% digunakan untuk pertumbuhan generatif.

Dari bagian yang 6% tersebut tidak seluruhnya menjadi biji yang siap dipanen.

Pasalnya, sebagian besar buah muda kakao akan mengalami layu fisiologis yang

lazim disebut dengan cherelle wilt. Sekitar sepertiga dari jumlah itu digunakan untuk

menghasilkan biji kakao, sisanya untuk pertumbuhan kulit buah dan bunga (Alvim,

1975).

Proses fotosintesis dan pembentukan jaringan yang baru memerlukan mineral

dari dalam tanah. Penyerapan dan penggunaan mineral ini relatif sedikit, lazimnya 1:

40 (mineral:asimilat). Peranan hara mineral ini amat penting karena beberapa mineral

selain berperean secara struktural, juga berperan fungsional sebagai aktivator sistem

enxim. Penelitian di Malaysia menunjukkan bahwa untuk menghasilkan 1.000 kg biji

kering, diperlukan hara mineral N 31,0; P 4,9; K 53,8; Ca 4,9; Mg 5,2; Mn 0,11; dan Zn

0,09 (dalam satuan kg/ha/tahun). Jika diperhitungkan dengan jumlah yang diperlukan

untuk menopang pertumbuhan dan hasil 1.000 kg/ha/tahun, jumlah tersebut

meningkat menjadi N 469,0; P 52,9; K 686,8; Ca 377,9; Mg 134,2; Mn 6,21; dan Zn

1,59 (Thong dan Ng,1978).

Kakao termasuk tanaman dengan laju fotorespirasi tinggi, yaitu 20-50% dari

hasil total fotosintesis. Fotorespirasi tidak mengahsilkan energi yang bermanfaat bagi

tanaman sehingga upaya untuk menekan laju fotorespirasi berarti juga upaya

meningkatkan produktivitas, antara lain dengan pemberian pohon naungan.

Air yang diserap tanman sebagian besar hilang lewat proses transpirasi

(penguapan). Proses ini cukup penting karena berkaitan dengan penyerapan unsur

hara dan menjaga suhu tubuh tanaman. Selain lewat proses transpirasi, kehilangan air

juga dapat melalui evaporasi. Nilai evapotranspirasi berhubungan dengan suhu rata-

rata bulanan dan dirumuskan oleh Alvim (1966) sebagai berikut.

Hal 27

EP bulanan = (T x 58,93)/12 mm

EP = Evapotranspirasi

T = Rata-rata suhu bulanan (oC)

Di daerah tropis, nilai EP sekitar 4-5 inci (Murray, 1964). Tanaman kakao akan

menderita akibat kekurangan air jika curah hujan bulanan lebih rendah dari nilai EP

tersebut.

Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman kakao

menghendaki suhu yang optimal. Meskipun tanaman kakao berasal dari daerah tropis,

tanaman ini tidak tahan suhu yang tinggi. Kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan

kakao mulia adalah 18,8-27,9 oC. Sementara itu, untuk kakao lindak 22,4-30,4 oC.

Suhu yang tinggi mengakibatkan hilangnya dominasi pucuk, klorosis, nekrosis, gugur

daun, dan tanaman menjadi kerdil.

b. Fotosintesis dan Faktor Terkait

Cahaya matahari yang berperan aktif untuk fotosintesis terbentang pada

panjang gelombang 400-700 mm. Pada siang yang cerah, intensitas cahaya matahari

mencapai 2.000 µE/m2/detik, setara dengan radiasi 1.000 watt/m2 atau 1,4

kal/cm2/menit. Radiasi langsung sebesar 2.000 µE/m2/detik setara dengan 10.000

foot candles (110.000 lux). Sementara itu, fotosintesis daun kakao mencapai

kejenuhan hanya pada 300 µE/m2/detik (sekitar 15% sinar matahari penuh saat siang

hari). Selain itu, kejenuhan cahaya untuk fotosintesis juga tergantung pada status

nutrisi daun.fotosintesis merupakan proses fundamental yang sangat menentukan

hasil, lebih dari 95% bahan kering tanaman merupakan produk fotosintesis. Laju

asimilasi bersih daun kakao relatif rendah dibandingkan dengan spesies lain.

Perbandingannya, laju asimilasi daun kakao 5-20 mg/dm2/hari. Sementara itu, spesies

lainnya mencapai 30-100 mg/dm2/hari. Laju fotosintesis kakao naik dari 7 menjadi 22

mg CO2/dm2/hari seiring dengan peningkatan intensitas cahaya dari 2% menuju 25%

penyinaran langsung. Laju asimilasi bersih naik dari 4,5 mg/dm2/hari menjadi 15,2

mg/dm2/hari seiring dengan kenaikan intensitas cahaya dari 5% menjadi 60%.

Sementara itu, pada 100% penyinaran, laju asimilasi bersih justru sedikit menurun

menjadi 13,6 mg/dm2/hari.

Hal 28

Efisiensi fotosintesin kakao maksimal terjadi di daun hasil pertunasan terakhir

yang telah mencapai ukuran maksimum dan dewasa (hardended) dan dapat bertahan

selama 2-3 bulan. Laju fotosintesis dari hasil pertunasan ke 3 dari ujung ranting 52-

105% dan hasil pertunasan ke 4 dari ujung ranting sekitar 61% terhadap deretan daun

pertunasan terakhir yang telah dewasa. Menurunnya laju fotosintesis berhubungan

dengan umur daun paralel dan meningkatnya stomata resistance (RS). Daun yang

menua dan mengarah ke senescence menunjukkan degradasi klorofil dan

peningkatan nilai RS. Untuk beberapa spesies, laju fotosintesis dipengaruhi oleh laju

transfer fotosintat dari daun ke organ.

Suhu daun mempengaruhi laju fotosintesis, khususnya jika cahaya dan suplai

CO2 ke kloroplas menjadi penuh. Pada pagi hari, suhu daun kakao 20oC. Setelah itu,

pada siang hari sekitar 40oC. Hal ini menyebabkan stomata menutup sehingga

menghambat fotosintesis.

Respon varietas terhadap intensitas cahaya juga berbeda. Genotipe yang peka

penyinaran, misalnya Amelonado. Pertumbuhannya terhenti saat intensitas cahaya

lebih besar dari 70% dari penyinaran langsung. Sementara itu, genotipe toleran

kondisi terbuka, tetap tumbuh hingga intensitas penyinaran 100%. Intensitas

penyinaran 5-15% langsung menghambat fotosintesis, khususnya daun di lapisan

bawah.

Bahan baku untuk fotosintesis adalah CO2, air dan bantuan energi cahaya

matahari. Hasil akhirnya berupa karbohidrat C6H12O6.Jumlah CO2 yang diserap

tanaman kakao untuk fotosintesis tergantung pada radiasi matahri dan ketersediaan

air. Penyerapan CO2 harian yang dilakukan pada pukul 08.00-16.00 oleh tanaman

kakao memperoleh 60 mg/dm2 luas daun (sekitar 199.233 mg/tanaman/hari). Jika

populasi kakao sekitar 1.100 pohon/ha, total CO2 diserap sebesar 219.156.300

mg/ha/hari atau 79.992.049.500 mg/ha/tahun atau 80 ton CO2/ha/tahun.

Untuk mencapai pertumbuhan dan produksi yang maksimal, tanaman kakao

harus dipangkas. Pemangkasan bertujuan menciptakan kondisi agar semua daun

menjadi produktif, tidak ada daun yang bersifat parasit. Agar semua daun menjadi

produktif, LAI (indeks luas daun) harus berada di kisaran 3,7-5,7 (Alvim, 1977). Pada

LAI 4,7, kanopi tanaman kakao menaungi areal seluas 706,5 dm2 sehingga luas total

daun kakao mencapai 3.320,55 dm2/tanaman. Dengan LAI sebesar 5 dan laju

produksi bahan kering sebesar 3,5-5 mg/dm2/hari, dihasilkan 12,8-18,2 ton bahan

Hal 29

kering per hektare setiap tahun. Laju fotosintesis kakao juga berkaitan dengan

pertumbuhan tanaman. Pada tanaman dewasa yang berubah, laju fotosintesis

mencapai 5,9 ± 0,4 mg/dm2/jam. Sementara itu, pada tanaman yang tidak berbuah

sebesar 4,1 ± 0,5 mg/dm2/jam.

Potensi produksi maksimum mencapai 3.700 kg/ha/tahun dari kebun tanpa

penaung dengan pemupukan intensif. Hasil biji kering sebesar sepertiga total bobot

kering tongkol. Karena itu, jika hasil biji 2.000-3.000 kg/ha/tahun, hasil buah 6.000-

9.000 kg/ha/tahun atau ekuivalen dengan 50% total produksi bahan kering kakao pada

LAI 5 dan laju fotosintesis bersih 7-10 mg/dm2/hari.

Kakao termasuk tanaman C3. Sejumlah CO2 yang ditangkap dalam fotonsitesis

digunakan untuk respirasi. Laju respirasi kakao sekitar 15-50% terhadap laju fiksasi

CO2. Ada dua macam respirasi, yaitu maintanance respiration dan growth respiration.

Maintanance respiration merupakan metabolisme normal semua jaringan hidup yang

membutuhkan energi untuk mengganti struktur dan senyawa yang terus berganti,

seperti protein non storage dan membran. Sementara itu, growth respiration

merupakan asimilasi jaringan tanaman yang baru dan mencerminkan metabolic cost.

c. Perkembangan Akar

Pada awal perkecambahan benih, akar tunggang tumbuh cepat dari panjang 1

cm pada umur satu minggu, mencapai 16-18 cm pada umur satu bulan, dan 25

cm pada umur tiga bulan. Setelah itu, laju pertumbuhannya menurun. Untuk mencapai

panjang 50 cm, memerlukan waktu dua tahun. Kedalaman akar tunggang menembus

tanah dipengaruhi oleh keadaan air tanah dan struktur tanah. Pada tanah yang

dalam dan berdrainase baik, akar kakao dewasa mencapai kedalaman 1,0-1,5 m.

Pertumbuhan akar kakao sangat peka terhadap hambatan, baik berupa batu,

lapisan keras, maupun air tanah. Jika selama pertumbuhan akar menjumpai batu, akar

tunggang akan membelah diri menjadi dua dan masing-masing tumbuh geosentris

(mengarah ke dalam tanah). Apabila batu yang dijumpai terlalu besar, sebagian akar

lateral mengambil alih fungsi akar tunggang dengan tumbuh ke bawah. Apabila

permukaan air tanah yang dijumpai, akar tunggang tidak berkembang sama

sekali.

Hal 30

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembungaan Kakao

Pembungaan tanaman kakao sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan

faktor lingkungan (iklim). Di lokasi tertentu, pembungaan sangat terhambat oleh musim

kemarau atau oleh suhu dingin. Namun, di lokasi yang curah hujannya merata sepanjang

tahun serta fluktuasi suhunya kecil, tanaman akan berbunga sepanjang tahun.

1. Umur Tanaman

Awal berbunganya kakao di kebun beragam, bergantung pada sifat genetik dan

pemeliharaannya. Tanaman yang dirawat dengan baik mulai berbunga pada umur dua

tahun (Alvim, 1984). Periodisitas musim berbunga juga dipengaruhi umur dan

berhubungan dengan irama pertumbuhan tanaman secara keseluruhan. Pada tanaman

yang masih muda dan relatif bertunas terus-menerus, beberapa bunganya selalu

tampak pada pohon. Setelah berumur 3-4 tahun, tanaman akan berbunga dan bertunas

yang berlangsung secara berurutan. Masa tidak berbunga biasanya dimulai1-2 bulan

setelah masa tidak bertunas. Hal ini membuktikan bahwa ada hubungan erat dari kedua

proses itu (bertunas dan berbunga). Dengan demikian, berbunganya tanaman dapat

diatur dengan pemangkasan karenapemangkasan selalu diikuti dengan pertunasan.

Setelah daun-daun baru menjadi dewasa, karbohidrat dan zat perangsang

pembungaan banyak terbentuk untuk menopang pembungaan dan pertumbuhan

buah.

2. Status Nutrisi

Pengeratan kulit batang (ringing) kakao dapat meningkatkan pembungaan di

atas keratan dan mengurangi pembungaan di bawahnya. Tujuan pengeratan adalah

untuk memblokir aliran nutrisi dari daun ke bagian tanaman lainnya. Dari saat

pengeratan sampai tumbuhnya bunga diperlukan waktu sekitar 45 hari. Saling

pengaruh antara pengeratan kulit dan status nutrisi ini telah diteliti oleh Vuelker

(1938) dan Hutcheon (1973). Berdasarkan fenomena bahwa karbohidrat dan

keterbatasan metabolisme nitrogen merupakan faktor-faktor fisiologi yang

mempengaruhi pembungaan.

Hal 31

Metode pengeratan kulit batang ini digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya

menunda atau mengubah pola pembungaan. Di Ekuador, metode seperti ini pernah

dianggap efisien untuk mengendalikan penyakit monilia pod rot (Monilia roreri) dan

witches broom (Crinipellis perniciosa) yang menyerang buah pada musim dan lokasi

tertentu.

3. Korelasi Internal

Di antara banyak kultivar kakao, dijumpai bunga-bunga yang tidak dapat

menjadi buah karena faktor sterilitas dan inkompatibilitas. Di samping itu, adanya

persaingan antara bunga dan buah dapat mempengaruhi pembungaan. Hal ini terbukti

pada saat tanaman tidak berbuah, pembungaan justru meningkat. Sebaliknya, pada saat

tanaman berbuah lebat, pembungaan sangat berkurang (Tjasadiharja, 1980).

Di Brasil, penelitian persaingan antara buah dan bunga ini telah dilakukan oleh

Vogel et al., cit. Alvim (1984). Buah dipetik setiap dua minggu selama dua tahun.

Hasilnya adalah intensitas pembungaan meningkat dan ukuran serta umur buah yang

ada tidak mempengaruhi intensitas pembungaan. Pertumbuhan vegetatif dapat

menyaingi pembungaan.

Hutcheon (1973) melalui beberapa percobaannya telah

membuktikanpentingnya peranan karbohidrat dalam proses pembungaan. Hal ini dapat

dilihat dari praktik-praktik yang bersifat meningkatkan fotosintesis dan pembungaan,

misalnya pembukaan naungan, pemupukan, dan pengairan.

Zat pengatur tumbuh yang dihasilkan biji kakao (asam giberelin) dapat

menghambat pembungaan. Penghambat (retardan) ini dapat dimanfaatkan untuk

menghasilkan bunga pada saat tertentu dan menunda pembungaan pada saat yang

diinginkan. Bahan yang pernah dicoba meliputi Ethrel, Cycocel, Alar, dan Asam

Giberelin (Hutcheon, 1973). Pengaruh Ethrel ternyata paling menarik. Konsentrasi

250 ppm atau 500 ppm lebih efektif daripada konsentrasi 100 ppm, yaitu sebagian besar

bunga gugur dua hari setelah aplikasi. Produksi bunga pada minggu-minggu berikutnya

juga terhambat dan pengaruhnya tampakpada minggu keenam dan ketujuh.

Hal 32

4. Aktivitas Kambium

Aktivitas kambium dapat memengaruhi pembungaan. Dengan bantuan alat

dendrometer, Alvim (1984) mengukur kambium setiap minggu dari tahun 1975

sampai tahun 1978. Hasilnya menunjukkan bahwa pada saat aktivitas kambium

minimal (Juli-Oktober), intensitas pembungaan juga minimal. Aktivitas

kambium meningkat pada bulan Oktober sampai dengan pertengahan November,

pembungaan menyusul 5-6 minggu kemudian.

5. Naungan

Menurut Asomaning dan Kwaka (1968), semakin ringan tingkat naungan

semakin banyak bunga yang tumbuh. Jika tanpa naungan, tanaman berbunga lebih

awal dan jumlah bunga lebih banyak. Pada dasarnya, pengaruh naungan terhadap

pembungaan bersifat tidak langsung. Faktor yang menentukan sebetulnya adalah

iklim mikro yang terdiri atas suhu dan kelembapan udara. Namun, menurut hasil

percobaan di Ghana, penyerbukan lebih efektif dan buah terbentuk paling banyak

apabila kondisi naungan ringan, bukan pada kondisi tanpa naungan (Asomaning et

a1.,1971).

6. Suhu

Tanaman kakao memerlukan suhu optimal untuk berbunga. Apabila suhu

turun di bawah 230C, proses pembungaan akan terhambat. Suhu rendah

mengakibatkan terhambatnya proses pembentukan (deferensiasi) kuncup-kuncup

bunga (Sale, 1969).Hasil penelitian Alvim (1984) pada kondisi terkontrol

menunjukkan bahwa jumlah bantalan bunga yang aktif di setiap pohon dan jumlahbunga

yang terbentuk dari setiap bantalan bunga lebih banyak terjadi pada suhu 26° C

dan 30° C dibandingkan dengan suhu 23° C. Bantalan bunga memerlukan rangsangan

suhu yang hangat untuk dapat aktif menumbuhkan bunga. Di lain pihak, suhu yang

terlalu tinggi juga menghambat pembungaan karena terjadi kerusakan pada hormon

yang memacu diferensiasi sel dan pembungaan.

Hal 33

7. Distribusi Hujan dan Kelembapan

Kakao merupakan tanaman tahunan yang tumbuh di daerah tropis dan

sangat peka terhadap kekurangan air atau cekaman lengas (stress). Pembungaan

sangat berkurang apabila tanaman mengalami stress. Menurunnya pembungaan ini

menurut Sale cit. Alvim (1984) disebabkan oleh terhambatnya perkembangan

tunasbunga tetapi awal pembentukan bunga (inisiasi bunga) tetap berlangsung

selama cekaman lengas. Hal ini tampak pada tanaman yang mengalami kekeringan

akansegera berbunga lebat apabila diairi. Peningkatan pembungaan yang spektakuler

ini membuktikan bahwa sesungguhnya cekaman lengas tidak mencegah diferensiasi

kuncup bunga tetapi menyebabkan kuncup bunga dalam keadaan dorman

(istirahat).Transisi dari periode kering ke periode basah merupakan faktor penting

yang mengatur intensitas pembungaan kakao. Pembungaan dapat pula diinduksi

dengan meningkatkan kelembaban udara dari rendah (50-60%) atau sedang (70-

80%) ke kelembaban tinggi (90-95%).

e. Perkembangan dan Pemasakan Buah

Umur tanaman kakao mulai berbuah (prekositas) sangat dipengaruhi oleh

bahan tanaman yang digunakan. Tanaman asal setek paling cepat berbunga dan

berbuah, disusul tanaman asal sambungan plagiotrop, okulasi plagiotrop, kemudian

tanaman asal benih. Pada dasarnya hasil buah kakao dipengaruhi oleh beberapa

hal sebagai berikut.

1. Jumlah bunga yang tumbuh.

2. Persentase bunga yang diserbuki.

3. Persentase bunga yang dibuahi.

4. Persentase buah muda yang mampu berkembang sampai masak.

Pertumbuhan buah kakao dapat dipisahkan ke dalam dua fase (McKelvie,

1955). Fase pertama berlangsung sejak pembuahan sampai buah berumur 75

hari. Selama 40 hari pertama, pertumbuhan buah agak lambat. Sesudah itu,

pertumbuhan menjadi cepat dan mencapai puncaknya pada umur 75 hari. Pada

umur itu, panjang buah sekitar 11 cm. Fase kedua ditandai pertumbuhan membesar

buah, berlangsung cepat sampai umur 120 hari. Pada umur 143-170 hari,

buah telah mencapai ukuran maksimal dan mulai masak yang ditandai dengan

perubahan warna kulit buah dan terlepasnya biji dari kulit buah.

Hal 34

Buah muda yang terbentuk pada bulan pertama belum menj amin hasil yang

diperoleh. Sebagian besar buah muda tersebut akan layu dan mati dalam kurun 1-

2 bulan. Perubahan ini lazim disebut dengan layu pentil (cherelle wilt).

Ada dua faktor utama penyebab matinya buah muda.

1. Faktor lingkungan, seperti kekurangan air, drainase buruk, tanah miskin unsurhara,

serta serangan hama dan penyakit atau patogenis.

2. Faktor dalam atau fisiologis, seperti kantong lembaga tidak normal.

Layu pentil kakao merupakan penyakit fisiologis dan khas pada tanaman kakao,

angkanya dapat mencapai 60-90% dan berlangsung pada umur 0-70 hari. Layu

pentil dapat disamakan dengan gugur buah pada jeruk, rambutan, dan tanaman

buah lainnya. Namun, pada kakao pentilnya mengering dan tetap menempel pada

cabang atau batang.

Layu pentil kakao berlangsung dalam dua fase (McKelvie, 1955). Fase pertama

mencapai puncaknya tujuh minggu setelah pembuahan. Fase kedua mencapai

puncaknya pada 10 minggu setelah pembuahan, kemudian menurun seiring dengan

meningkatnya metabolisme di dalam buah.Telah dibuktikan oleh Nichols (1966) bahwa

setelah panjang buah mencapai 10 cm (umur 70-100 hari), buah telah lepas dari penyakit

fisiologis ini. Diduga bahwa pada umur tersebut berkas pengangkut di dalam pentil

kakao telah terbentuk lengkap dan berfungsi dengan baik.

2. Kesesuaian Lahan Kakao

Kakao merupakan tanaman tahunan yang memerlukan lingkungan khusus

untuk dapat berproduksi secara baik. Lingkungan alami kakao adalah hutan hujan

tropis. Di daerah itu, suhu udara tahunan tinggi dengan variasi kecil, curah hujan

tahunan tinggi dengan musim kemarau pendek, kelembaban udara tinggi dan

intensitas cahaya amatahari rendah (Murray, 1975).

Kakao saat ini bukan hanya tanaman perkebunan besar tetapi telah menjadi

tanaman rakyat. Di Indonesia, menurut data statistik tahun 2009, luas areal kakao

telah mencapai lebih dari 1.475.344 ha. Kakao tersebut tersebar di lahan yang

beragam dan tingkat produktivitasnya juga sangat beragam.

Seperti tanaman pertanian lainnya, kakao dapat berproduksi tinggi dan

menguntungkan jika diusahakan di lingkungan yang sesuai. Faktor lahan mempunyai

andil yang cukup besar dalam mendukung produktivitas kakao.

Hal 35

Langkah awal penilaian kesesuaian lahan adalah melakukan evaluasi

sumberdaya lahan yang merupakan proses untuk menduga potensi sumberdaya

lahan untuk berbagai penggunaannya. Caranya adalah dengan membandingkan

antara persyaratan yang diperlukan oleh suatu tanaman dan kondisi atau sifat

sumberdaya lahan yang ada. Dalam evaluasi sumberdaya lahan, ada tiga asfek yang

penting untuk diperhatikan, yaitu asfek lahan, penggunaan lahan dan ekonomi.

Penilaian kesesuaian lahan mempunyai manfaat untuk mengetahui potensi

sumberdaya lahan dalam mendukung suatu usaha tani tertentu dan memprediksi

produksi yang dapat diperoleh serta tindakan-tindakan agronomi yang mendukung

keberhasilan usaha tani.

Secara umum, terdapat dua cara menilai lahan, yaitu secara langsung dan

tidak langsung. Penilaian secara langsung dilakukan dengan percobaan di lapangan,

misalnya mencoba menanam suatu tanaman di lahan tertentu, kemudian

mengevaluasinya. Cara ini memerlukan waktu yang lama dan secara praktik

penggunaannya terbatas. Penilaian secara tidak langsung dilakukan dengan

melakukan asumsi bahwa ciri lahan suatu tempat (site) dapat mempengaruhi

keberhasilan penggunaan lahan itu untuk usaha pertanian. Kualitas suatu lahan dapat

dipelajari dari hasil pengamatan ciri lahan tersebut.

Proses penilaian lahan secara tidak langsung dapat dibagi menjadi beberapa

tahapan, dari pencirian lahan yang umumnya dilakukan saat survei tanah,

menentukan karakteristik lahan, hingga menilai kualitas lahan. Kualitas lahan yang

dihubungkan dengan syarat tumbuh tanaman akan dapat digunakan untuk menilai

kesesuaian lahan.

3. Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao

A. Iklim

Iklim merupakan faktor yang meliputi curah hujan, suhu, kelembaban udara,

penyinaran matahari, dan kecepatan angin yang antar unsur tersebut mempunyai

hubungan yang rumit. Iklim mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao. Karena

itu, unsur ini perlu diperhatikan dalam membuat penilaian kesesuaian lahan. Sebaran

curah hujan lebih berpengaruh terhadap produksi kakao dibandingkan dengan jumlah

curah hujan yang tinggi. Alvim (1979) menunjukkan bahwa keragaman produksi kakao

dari tahun ke tahun ditentukan oleh sebaran curah hujan daripada oleh unsur iklimyan

Hal 36

yang lain. Jumlah curah hujan mempengaruhi pola pertunasan kakao (flush). Curah

hujan yang tinggi dan sebaran yang tidak merata akan berpengaruh terhadap flush

dan berakibat terhadap produksi kakao.

Pertumbuhan dan produksi kakao banyak ditentukan oleh ketersediaan air

sehingga kakao dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di tempat yang jumlah

curah hujannya relatif sedikit tetapi merata sepanjang tahun. Pengelolaan air

khususnya pada musim kemarau di tanah yang daya simpan airnya rendah

menentukan produksi kakao.

Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan

1.100 – 3.000 mm per tahun. Curah hujan melebihi 4.500 mm per tahun berkaitan erat

dengan serangan penyakit seperti penelitian di Papua Nugini menunjukkan adanya

keterkaitan antara curah hujan yang tinggi dengan serangan vascular streak dieback

(VSD). Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per tahun masih

dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan oleh air yang

hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari

curah hujan. Dengan demikian, tanaman perlu dipasok dengan air irigasi. Pada

Kabupaten Mamuju curah hujan sebesar 2.955 mm sehingga berdasarkan curah

hujan per tahun kabupaten Mamuju cocok dijadikan kawasan pertanaman kakao.

Proses fisiologi tanaman kakao juga dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu udara

yang rendah akan menghambat pembentukan tunas dan bunga (Alvim, 1979).

Sementara itu, suhu udara yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan pucuk dan

mendorong pertumbuhan cabang serta mengakibatkan daun-daun kurang

berkembang (Wood, 1975). Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan

suhu udara. Unsur ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang

kakao.

Suhu udara ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 30 – 32 C (maksimum) dan

18 – 21 C (minimum). Kakao dapat juga tumbuh dengan baik pada suhu udara

minimum 15 C per bulan dengan suhu udara minimum absolut 10 C per bulan. Suhu

udara yang lebih rendah 10 C dari yang dituntut oleh tanaman kakao, akan

mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga sehingga laju pertumbuhannya

berkurang. Suhu udara yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan

segera gugur. Pada areal tanaman yang belum menghasilkan, kerusakan tanaman

sebagai akibat dari suhu tinggi selama kurun waktu yang panjang ditandai dengan

matinya pucuk (dieback). Daun kakao masih toleran sampai suhu 50 C untuk jangka

Hal 37

waktu yang pendek. Suhu udara yang tinggi tersebut menyebabkan gejala necrosis

pada daun. Kabupaten Mamuju memiliki suhu udara berkisar 26 – 30 C sehingga

ideal bagi pertanaman kakao.

Kecepatan angin juga menentukan keberhasilan usaha tani kakao. Kecepatan

angin yang tinggi dan berlangsung lama jelas akan merusak daun kakao, sehingga

rontok dan tanaman menjadi gundul. Kerusakan kakao karena angin tersebut akan

mempunyai dampak terhadap turunnya produksi kakao. Di daerah pegunungan yang

setia dua tahun sekali dari bulan Januari hingga Maret bertiup angin kencang bisa

mengakibatkan kerusakan pertanaman kakao, sehingga produksinya hanya setengah

dari potensinya.

Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan hujan tropis yang di

dalam pertumbuhannya membutuhkan naungan untuk mengurangi pengcahayaan

penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan

mengakibatkan diameter batang kecil, daun sempit dan tanaman relatif pendek.

B. Tanah

Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman

adalah sifat fisik, kimia, biologi tanah. Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara

mikro dan makro dalam tanah, kejenuhan basa, kapasitas pertukaran kation, pH atau

kemasaman tanah, dan kadar bahan organik relatif mudah diperbaiki dengan teknologi

yang ada. Sementara itu, sifat fisik tanah yang meliputi tekstur, struktur, konsistensi,

kedalaman efektif tanah (solum), dan akumulasi endapan suatu unsur (konkresi) relatif

sulit diperbaiki meskipun teknologi perbaikannya telah ada. Sifat biologi tanah belum

menjadi pertimbangan dalam melakukan penilaian kesesuaian lahan, karena

hubungannya belum banyak diketahui secara pasti. Secara tidak langsung, sifat

tersebut mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

1. Sifat Kimia Tanah

Keasaman (ph) tanah yang baik untuk kakao adalah netral atau berkisar 5,6 –

6,8 (Ackenhorah, 1979). Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil),

sedangkan pada tanah bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak

asam, atau agak basa. Tanah dengan keasaman tinggi menyebabkan kadar unsur

hara mikro, seperti Al, Fe, dan Mn terlarut sehingga dapat menjadi racun bagi kakao.

Tanah-tanah tua dengan tingkat pelapukan tinggi, umumnya bersifat asam dan

Hal 38

mengandung Al tinggi yang mudah diserap tanaman, sehingga akan menghambat

perkembangan akar dan pertumbuhan tanaman.

Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diisi

atas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi

tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah.

Tingginya kemampuan absorpsi menandakan bahwa daya pegang tanah terhadap

unsur-unsur hara cukup tinggi dan selanjutnya melepaskannya untuk diserap akar

tanaman.

Kadar hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman harus dalam jumlah

cukup untuk mendukung pertumbuhan dan produksi kakao. Setiap variasi umur kakao

menghendaki jenis dan jumlah hara yang berbeda.

Kemampuan tukar kation merupakan kemampuan tanah untuk menyerap hara

dan melepaskan kembali untuk diserap akar. Tanah yang baik untuk kakao

menghendaki kemampuan tukar kation yang tinggi karena umumnya tanahnya subur

demikian juga dengan kejenuhan basanya. Semakin tinggi kejenuhan basanya, tanah

tersebut semakin subur dan baik untuk kakao.

2. Sifat Fisik Tanah

Kedalaman tanah yang dapat dijangkau akar secara aktif (effective depth) tidak

identik dengan ketebalan solum tanah. Ketebalan solum merupakan cerminan

ketebalan tanah hasil proses pembentukan tanah. Kedalaman efektif adalah tebalnya

lapisan tanah yang dapat mendukung pertumbuhan akar secara leluasa. Kedalaman

tanah efektif ditentukan oleh ada tidaknya atau posisi lapisan padas keras, lapisan

kerikil, atau bongkahan batu yang tidak dapat ditembus akar. Selain itu, faktor dangkal

tidaknya permukaan air tanah juga mempengaruhi kedalam efektif tanah.

Tekstur tanah menunjukkan perbandingan tertentu antara tiga fraksi tanah,

yaitu pasir, debu, dan lempung. Susunan ketiga komponen tersebut menentukan

kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian di Jawa

Barat menentukan bahwa tekstur tanah nyata mempengaruhi daya dukung terhadap

kakao. Semakin tinggi kadar lempungannya, semakin rendah daya dukungnya

terhadap pertumbuhan kakao (Hardjono, 1986).

Hal 39

3. Timbulan

Faktor ini meliputi evaluasi, topografi, dan tinggi tempat. Kakao tumbuh baik

pada lahan datar atau kemiringan tanah kurang dari 15%. Suhu udara harian idealnya

sekitar 28oC, sehingga semakin tinggi tempat, semakin rendah tingkat kesesuaiannya.

Faktor timbulan yang berpengaruh adalah lereng. Hal ini berkaitan dengan tingkat

kesuburan, manajemen pemeliharaan, dan pemanenan.

C. Klasifikasi Kesesuaian Lahan Kakao

Tujuan penilaian kesesuaian lahan adalah untuk mengetahui potensi

sumberdaya lahan yang dapat digunakan untuk suatu usaha budidaya tanaman

tertentu. Pengetahuan tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat

kesesuaian lahan tanaman tertentu serta membantu menentukan langkah-langkah

pengelolaan secara rasional dan optimal. Selain itu, dengan informasi ini tetap dapat

melestarikan sumberdaya lahan tersebut.

Klasifikasi kesesuaian lahan bertujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian

lahan suatu tanaman, sehingga diperoleh informasi untuk melakukan tindakan

pengelolaan selanjutnya.

Metode klasifikasi kesesuaian lahan kakao yang digunakan adalah metode

yang dikembangkan oleh Food of Agricultural Organization (FAO). Metode ini lebih

menekankan pada kondisi lahan saat evaluasi, tanpa adanya perbaikan yang berarti.

Struktur sistem klasifikasi kesesuaian lahan kakao terdiri atas 4 kategori

sebagai berikut:

1. Ordo kesesuaian lahan (order), menunjukkan jenis atau macam kesesuaian.

2. Kelas kesesuaian lahan (class), menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.

3. Sub kelas kesesuaian lahan (subclass), menunjukkan jenis pembatas atau macam

perbaikan didalam kelas.

4. Satuan kesesuaian lahan, menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang

diperlukan dalam pengelolaan di dalam subkelas.

Kesesuaian lahan dalam tingkat ordo menunjukkan sesuai atau tidaknya lahan

untuk penggunaan tertentu. Karena itu, berdasarkan kesesuaian lahannya, ordo dibagi

menjadi 2 seperti berikut.

1. Ordo S atau Sesuai (suitable). Lahan yang dapat digunakan untuk maksud

tertentu, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya

Hal 40

lahannya. Keuntungan yang diharapkan akan melebihi masukan yang

diberikan.

2. Ordo N atau tidak sesuai (not suitable). Lahan yang tidak dapat digunakan

untuk maksud tertentu karena mempunyai faktor pembatas sedemikian rupa

sehingga mencegah penggunaannya secara lestari.

Kelas kesesuaian lahan terdiri atas tiga kelas yang menunjukkan tingkat

kesesuaiannya dari kelas yang tertinggi hingga yang terendah.

1. Kelas S1. Lahan yang sangat sesuai, yaitu lahan tanpa faktor pembatas nyata

apabila digunakan, atau hanya sedikit pembatas yang tidak secara nyata

mengurangi produktivitas dan keuntungan serta tidak meningkatkan masukan

melebihi taraf yang dapat diterima.

2. Kelas S2. Lahan yang cukup sesuai, yaitu lahan dengan faktor-faktor pembatas

yang apabila bekerjasama akan menghambat dukungan pertumbuhan tanaman

tertentu. Penghambat tersebut akan mengurangi produktivitas atau keuntungan

dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga ada keuntungan

keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan tersebut.

3. Kelas S3. Lahan yang kurang sesuai, yaitu faktor-faktor pembatas yang apabila

bekerjasama akan sangat menghambat dukungan terhadap pertumbuhan

tanaman tertentu. Penghambat tersebut sangat mengurangi produktivitas atau

keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan sehingga keuntungan

keseluruhan yang diperoleh dari penggunaan sangat rendah, bahkan tidak

untung. Pemakaian lahan kelas ini dipertimbangkan marginal (membutuhkan

input besar untuk memperoleh hasil cukup sehingga keuntungan terbatas).

Subkelas mencerminkan jenis faktor pembatas atau perbaikan yang diperlukan

dalam kelas (Anonim, 1976). Subkelas dinyatakan dengan simbol huruf kecil yang

menyatakan peringatan adanya pembatas tertentu. Simbol subkelas dan artinya

sebagai pembatas lahan dapat dilihat pada Tabel 6. di bawah ini.

Hal 41

Tabel. 6. Simbol Subkelas dan Artinya sebagai Pembatas Kelas Lahan

Simbol Arti

C Iklim

T Elevasi

S Kemringan Lahan

R Sifat Fisik Tanah

N Ketersediaan Hara

D Genangan, kelas pengatusan (drainase)

X Keracunan (toksisitas)

D. Tata Cara Penilaian Kesesuaian Lahan Kakao

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan penilaian lahan dan

membuat kelas kesesuaiannya meliputi 3 hal sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data yang terkait dengan kualitas dan sifat lahan, umumnya

dilakukan dalam bentuk survei tanah.

2. Menentukan kebutuhan tanaman sesuai dengan syarat tumbuhnya.

3. Membandingkan antara sifat dan kualitas lahan dengan syarat tumbuh tanaman.

Hal 42

Seperti halnya langkah penilaian kesesuaian lahan pada umumnya, pada

kakao tahapan aktivitas yang sama juga dilakukan.

Tabel 7. Kriteria Teknis Kesesuaian Lahan untuk Kakao

Tolak Ukur Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

a. Iklim :

Curah hujan tahunan (mm)

Lama bulan kering (<60 mm)

1.500-2.500

0-1

1.250-1.500 2.500-3.000

1-3

1.100-1.250 3.000-4.000

3.5

<1.100 >4.000

>5

b. Elevasi (meter dpl.)

Kakao mulia

Kakao Lindak

0-600 0-300

600-700 300-450

700-800 450-600

>800 >600

c. Kemiringan Lahan (%) 0-8 8-15 15-45 >45

d. Sifat fisik tanah

Kedalaman efektif (cm)

Tekstur

Persentase batu di permukaan

>150

sandy loam, clay loam, silt loam, silty clay,

loam 0

100-150

loam sand, sandy clay,

silty clay

0-3

60-100

structured clay

3-15

<60

gravel, sand,

massive clay

>15

e. Ketersediaan hara (0-30 cm) :

pH

C-organik (%)

KPK (me/100 g)

KB (%)

N

P

K

6,0-7,0

2-5

>15 >35

Sedang- Sangat tinggi

Sedang- Sangat tinggi

Sedang- Sangat tinggi

5,0-6,0 7,0-7,5

1-2 5,10

10-15 20-35

Rendah

Rendah

Rendah

4,0-5,0 7,5-8,0 0,5-1 10-15 5-10 <20

Sangat rendah

Sangat rendah

Sangat rendah

<4,0 >8,0 <0,5 >15 <5 - - - -

f. Genangan kelas drainase

well moderately

well

Somewhat poor, some-

what exceessive

Excesivedry poor

g. Keracunan (toksisitas)

Salinitas (mm hos/cm)

Kejenuhan Al (%)

<1 <5

1-3

5-20

3-6

20-60

>6 >60

Klasifikasi lahan kakao ini ditekankan pada faktor pembatas, sehingga kelas

lahan ditulis berdasarkan faktor pembatas yang ada. Kelas lahan kakao S3d, artinya

lahan tersebut sesuai dengan faktor pembatas berupa iklim (bulan kering yang

panjang).

Hal 43

4. Klon-klon Kakao Unggul dan Berpotensi

Sulawesi Barat merupakan salah satu penghasil kakao utama di Sulawesi,

dengan kontribusi sekitar 22%. Luas pertanaman kakao di Sulawesi Barat adalah

180.835 ha. Bahan tanam (klon) memegang peranan penting yang menentukan

produktivitas maupun mutu biji kakao. BPTP Sulawesi Selatan bekerjasama dengan

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao dan Aciar melakukan uji adaptasi beberapa calon

klon unggul dan klon unggul lokal di Kabupaten Polewali Mandar yang diharapkan

dapat beradaptasi baik di Sulawesi Barat. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

diporoleh beberapa klon yang potensial dikembangkan di Sulawesi Barat yaitu Klon

KW 617, Klon 516, dan M01. Selain itu juga ada Sulawesi 1 dan Sulawesi 2.

1. Klon KW 617

Karakteristik mutu biji:

1. Bobot biji kering = ≥ 1 gram

2. Kadar lemak = ≥ 50 %

3. Rata-rata produksi = ± 2,2 kg/pohon/tahun

Ketahanan terhadap hama penyakit:

1. Penyakit busuk buah = Agak tahan

2. Penyakit VSD = Agak rentan

3. Hama penggerek buah kakao = Agak rentan

2. Klon KW 516

Karakteristik mutu biji:

1. Bobot biji kering = ≥ 50 gram

2. Kadar lemak = ≥ 50 %

3. Rata-rata produksi = ± 2 kg/pohon/tahun

Ketahanan terhadap hama penyakit:

1. Penyakit busuk buah = Agak tahan

2. Penyakit VSD = Agak rentan

3. Hama penggerek buah kakao = Agak rentan

3. Klon M01

Karakteristik mutu biji:

1. Bobot biji kering = ≥ 1 gram

2. Kadar lemak = ≥ 50 %

3. Rata-rata produksi = ± 1,2 kg/pohon/tahun

Hal 40

Hal 44

Ketahanan terhadap hama penyakit:

1. Penyakit busuk buah = Agak tahan

2. Penyakit VSD = Agak rentan

3. Hama penggerak buah kakao = Agak rentan

4. Sulawesi I

Morfologi mirip klon PBC 123 dan KW 215

Karasteristik

Habitus sedang, percabangan intensif sehingga tampak rimbun dan laju

pertunasan cepat.

Sifat percabangan agak tegak (semi vertikal).

Bentuk daun obavate, ukuran sedang, warna daun muda berwarna merah

cerah. Daun tua hijau tua, permukaan bergelombang dengan tulang-tulang

daun yang tampak jelas.

Warna tangkai bunga: merah muda dan staminode terbuka.

Penyerbukan: kompatibel menyerbuk sendiri (selfcompatible) dan mampu

menyerbuk silang (crosscompatible).

Bentuk buah: oblong, ukuran besar, panjang ± 20,5 cm, Lilit buah ± 25,8 cm

dan, tebal kulit buah ± 16,3 mm.

Warna buah muda merah tua dan buah masak berwarna kuning kemerah-

merahan.

Bentuk biji: ovate, berat 1 biji kering: 1,10 g, kadar kulit ari: 11,3 %, kadar

lemak biji: 48-50%. Jumlah biji per 100 gram: 104. Jumlah biji per buah 41,5.

Indeks pod: 25,06 buah/kg biji kering.

Potensi produksi: 1,8-2,5 ton/ha/tahun dengan populasi 1.100 pohon/ha.

Tahan terhadap penyakit VSD dan oncobasidium theobromae dan rentan

terhadap PBK.

5. Sulawesi 2

Morfologi mirip dengan klon BR 25 atau KW 163.

Karasteristik:

Habitus tajuk sedang, percabangan semi intensif. Laju pertunasan cepat dan

sifat percabangan tegak (vertikal).

Hal 45

Bentuk daun obavate, ukuran besar warna daun coklat agak kemerah-merahan, daun tua

hijau, permukaan bergelombang dengan tulang-tulang daun tampak jelas.

Tangkai bunga: merah muda, staminodia terbuka,

Kompatibel menyerbuk sendiri dan mampu menyerbuk silang.

Bentuk buah: lonjong (ellips), ukuran sedang, panjang buah:17,4 cm, lilit buah: 22,5

cm dan tebal kulit: 12,5 mm.

Warna buah muda merah tua yang terlihat kusam dan buah masak berwarna

orange.

Bentuk biji: ellips, berat 1 biji kering: 100 gram, kadar kulit ari: 11,64%, kadar lemak

biji: 45-47%, jumlah biji/100 gram: 103, jumlah biji/tongkol: 37

Indeks pod: 27,84 buah/kg biji kering.

Potensi produksi: 1,8-2,75 ton per hektar per tahun dalam populasi.

Tahan terhadap hama PBK, agak tahan terhadap penyakit VSD dan oncobasidium

theobromae

3.2. Kesesuaian Tata Ruang

Kabupaten Mamuju merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004. Letaknya sangat strategis dengan wilayah

yang luas dan kekayaan alam yang melimpah meski belum terkelola dengan baik.

Wilayahnya terbentang dari perbatasan Kecamatan Tapalang di sebelah selatan

sampai dengan Kecamatan Sampaga dan Tommo sebelah utara dengan panjang

sekitar 204 km.

Visi dan Misi Kabupaten Mamuju telah dicanangkan kepada masyarakat

Kabupaten Mamuju. Visinya yaitu “Mewujudkan Mamuju yang Maju, Sejahtera dan

Ramah”. Adapun Misi Kabupaten Mamuju adalah (1)“Meningkatkan layanan

masyarakat melalui dukungan kesehatan dan pendidikan gratis”, (2)”Mendorong

percepatan pembangunan, serta menjaga kesinambungan pembangunan dengan

pengembangan ekonomi pertanian sebagai lokomotif utama setelah perbaikan

sarana dan prasarana lingkungan” (3) “Peningkatan kemampuan dan kemandirian

ekonomi masyarakat”, (4) “Mewujudkan Aparatur Sipil Negara yang berkompoten dan

bersahaja serta mendorong semakin kuatnya penerapan prinsip good and

governance” (5) “Mewujudkan mamuju sebagai daerah ramah”.

Hal 46

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki Kabupaten Mamuju hendaknya di

manfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan tidak melakukan perusakan terhadap

lingkungan utamanya hutan yang ada akibat tumpang tindihnya kawasan proyek

dengan hutan lindung. Perlu penataan ruang yang baik untuk pengembangan

Kabupaten Mamuju. Perlu membuat Rencana Tata Ruang Wilayah sehingga dapat

menata dan membangun daerah Kabupaten Mamuju, di segala bidang. Selain itu

untuk menggerakkan aktivitas dan meningkatkan pembangunan jangka menengah.

Pola pengembangan kawasan kakao mengikuti Pola Tata Ruang Kabupaten

Mamuju 2012 – 2032, sehingga kawasan perkebunan berbasis komuditas kakao

sesuai Tata Ruang Pemerintah Kabupaten Mamuju.

3.3. Sosial Ekonomi Kabupaten Mamuju

Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang berdekatan dengan kawasan laut.

Kondisi geografis tersebut telah membentuk pola perekonomian rumah tangga

masyarakat. Sebagian besar masyarakat kabupaten tersebut bermatapencaharianpola

nafkah ganda. Selain bermatapencaharian utama sebagai petani, masyarakat juga

melakukan usaha memungut hasil laut dan menjadi petani tambak. Pola kegiatan

perekonomian rumah tangga dan lokasi kegiatan usaha masyarakat Kabupaten

Mamuju dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel.8. Pola Kegiatan Usaha Rumah Tangga Masyarakat Kabupaten Mamuju

No Kegiatan

Usaha Komoditi Lokasi Usaha

1 Bertani dan berkebun

Kakao, kelapa, langsat, durian dan palawija.

sekitar jarak ±2-4 Km masuk dari arah pantai

2 Memungut hasil laut dan tambak

Udang dan ikan kawasan tambak

Sumber : Survei, 2016

Luas penguasaan lahan usaha pertanian sebagian besar masyarakat

Kabupaten Mamuju berkisar antar 2,0 -4,0 Ha/KK. Rata-rata rumah tangga pada

Kabupaten Mamuju memiliki kebun kakao dengan luas minimal 1,0 Ha dan/atau lebih.

Pada sela-sela tanaman utama masyarakat juga menanam durian dan menanam

pisang. Tetapi ada juga rumah tangga di Kabupaten Mamuju memiliki tambak udang.

Hal 47

Pada umumnya masyarakat di Kabupaten Mamuju dapat digolongkan

masyarakat yang terbuka, karena kelompok masyarakat yang bermukim di Kabupaten

Mamuju terdiri dari berbagai suku antara lain suku Mandar, Bugis, Toraja, Luwu,

Batak, Jawa dan Manado. Keberadaan masyarakat Kabupaten Mamuju dapat dipilah

menjadi dua kelompok masyarakat, yaitu: 1) Masyarakat Asli dan 2) Masyarakat

Pendatang. Perbedaan keberadaan kelompok masyarakat asli dan masyarakat

pendatang dalam konteks ini adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Kelompok Etnis yang Bermukim di Kabupaten Mamuju

No Kelompok Etnis Keterangan

1. Masyarakat

Asli

Mamuju, Mandar dan Kalumpang

Lebih dari dua Generasi telah tinggal menetap ± 70 %

2 Pendatang Suku

Lainnya Bugis, Luwu, Jawa, Batak, Toraja dan Manado

Sumber : Survei, 2016

Meskipun terdiri dari berbagai etnis, pola kehidupan sosial bersifat

kekeluargaan dan gotong royong masih terpelihara dengan baik. Bentuk gotong

royong tersebut sudah menjadi adat dan kebiasaan dalam hal kegiatan seperti

kematian dengan berbagai upacaranya, perkawinan, kenduri selamatan atau

syukuran, pekerjaan pertanian, pembuatan tambak, pendirian rumah. Semuanya itu

merupakan kegiatan bersama yang didorong oleh rasa solidaritas dan persatuan.

Bantuan yang diberikan dapat berupa tenaga, bahan ataupun uang secara

spontan. Bahkan kegiatan bantu-membantu tersebut tidak terbatas pada lingkungan

kerabat saja akan tetapi meliputi juga warga masyarakat sedesa/sewilayah.

3.4. Permasalahan Komoditi Kakao

Usaha pertanian dan perkebunan adalah kegiatan pokok yang dilakukan warga

Kabupaten Mamuju untuk menopang kehidupan mereka. Kegiatan utama sekaligus

menjadi sumber mata pencaharian adalah bertani/ berkebun. Tanaman pokok warga

adalah pohon kakao, pisang, sawit dan kelapa.

Hal 48

Usaha-usaha untuk menanam kakao telah dilakukan dengan membuka lahan.

Namun masih terkendala dengan keterbatasan peralatan untuk membuka lahan.

Masalah lain adalah wabah serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao,

utamanya VSD, penyakit busuk buah kakao dan fusarium. Harga pupuk yang tidak

terjangkau, tidak tersedia bibit unggul kakao, kelompok tani tidak aktif serta penyuluh

lapangan yang belum maksimal menjalankan tugasnya bagi masyarakat tani. Masalah

pertanian dan perkebunan yang lain adalah tidak ada jalan tani menuju lahan 1 dan

lahan 2, petani belum paham pada penanggulangan tanah longsor dan penanganan

tanah miring menyangkut konservasi, tanah tidak subur pasca bencana tanah longsor

dan banjir, sehingga banyak pohon kakao rusak, dan belum adanya industri

pengolahan biji kakao.

Hal 49

BAB 4. STRATEGI PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITI KAKAO

Strategi umum pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi

komoditas kakao yang telah berkembang di wilayah Kabupaten Mamuju dan

kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis kawasan dengan

memperhatikan keterkaitan hulu hilir secara berkesinambungan. Pengembangan

kawasan komoditas kakao tidak berdiri

sendiri, namun lebih merupakan

keterpaduan dari berbagai program

dan kegiatan pengembangan antara

sektor/subsektor, antar institusi, dan

antar pelaku usaha yang telah ada di

Kabupaten Mamuju yang terfokus di

kawasan. Pada hakikatnya

pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku usaha, termasuk di

dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait seperti perindustrian,

perdagangan, koperasi, usaha kecil dan menengah, pekerjaan umum, pusat

penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan berbagai pemangku

kepentingan lainnya.

Strategi pengembangan kawasan yang dapat dirumuskan mencakup :

1. Penguatan Perencanaan

Perencanaan pengembangan kawasan komoditi kakao dilakukan melalui

pendekatan top-down policy, yaitu sejalan dengan arah kebijakan pembangunan

pertanian nasional dan bottom-upplaning, sesuai dengan kebutuhan masyarakat

atau petani. Proses perencanaan pengembangan kawasan membutuhkan

keterpaduan program antar lingkup provinsi dan lintas sektor. Meskipun demikian

perencanaan pengembangan kawasan harus memperhatikan isu-isu strategis

yang berkembang di daerah. Program-program yang dilaksanakan harus sesuai

dengan kebutuhan pengembangan kawasan dan mampu menumbuhkan sikap

partisipatif sasaran. Keluaran dari perencanaan adalah rancang bangun

Hal 50

kawasan dan rencana aksi baik dalam jangka menengah maupun jangka

panjang dalam rincian tahunan.

2. Penguatan Kerjasama dan Kemitraan

Ada lima jenis kemitraan dalam pengembangan kawasan komoditi kakao secara

terpadu, yang mencakup :

a. Kemitraan pola legalitas, dibangun oleh pemerintah kabupaten melalui dinas-

dinas yang terkait. Kemitraan ini diperlukan terutama bila areal kawasan

yang akan dikembangkan adalah milik pemerintah yang memerlukan

perizinan khusus untuk pengembangannya.

b. Kemitraan pola magang, adalah kerjasama dengan perusahaan besar yang

terdekat, yang terkait erat dengan sektor kawasan yang akan dikembangkan

c. Kemitraan pola saprodi, kemitraan ini dijalin dengan perusahaan pemasok

alsintan dan sarana produksi untuk lebih meningkatkan produktifitas dan

kualitas produknya. Kemitraan ini dilakukan untuk pengembangan kawasan

komoditi kakao yang memerlukan peralatan dan biaya produksi yang tinggi.

d. Kemitraan pola finansial, kemitraan ini biasanya dijalin dengan perusahaan

atau lembaga keuangan pemerintah atau swasta untuk mendapat bantuan

pembiayaan dan permodalan yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk

mengembangkan potensi ekonomi di daerahnya. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah dan mempercepat perolehan bantuan dana, baik dalam

bentuk pinjaman maupun kerjasama bagi hasil sesuai kesepakatan.

e. Kemitraan pola pemasaran, yaitu kemitraan yang dijalin dengan perusahaan

distribusi, perusahaan perdagangan, atau ,mitra dari luar negeri untuk

pemasaran produknya. Kemitraan ini dilakukan untuk mempercepat jalur

distribusi dan meningkatkan perolehan harga yang lebih baik bagi petani.

3. Penguatan Sarana dan Prasarana

Aspek dasar pengembangan kawasan komoditi kakao terdiri dari

pengembangan, sarana dan prasarana produksi, lahan, air pertanian serta

prasarana pendukung. Penguatan sarana prasarana produksi pertanian seperti

benih atau bibit, pupuk dan obat-obatan harus dijamin ketersediannya, baik

dalam jumlah dan ketepatan waktu. Berkaitan sumberdaya lahan dan air, aspek

Hal 51

yang perlu mendapat perhatian yaitu ketersediaan, kesuburan atau

pengelolaan, status dan kepemilikan lahan. Untuk memberikan dukungan

terhadap pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao, juga diperlukan

upaya penguatan prasarana pendukung seperti infrastruktur perdagangan,

energi, dan telekomunikasi. Penyediaan sarana prasarana produksi dan

pendukung harus dalam jumlah yang cukup berada dekat dengan kawasan

pertanian dan biaya pelayanan yang terjangkau.

4. Penguatan Sumberdaya Manusia

Penguatan sumberdaya manusia dilaksanakan dengan pendidikan dan latihan

terhadap petugas pendamping (penyuluh, staf teknis, penggerak swadaya

masyarakat), petani dan pelaku usaha. Materi pelatihan meliputi: konsep

pengembangan kawasan berbasis komodoti kakao, penyusunan rancang

bangun dan rencana aksi serta aspek teknis usahatani. Penguatan sumberdaya

manusia mencakup aspek budidaya, penanganan pasca panen, pengolahan

dan pemasaran, serta kelembagaan dalam suatu rangkaian yang terfokus pada

komoditas kakao.

5. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan dalam kawasan pertanian dilakukan melalui

pengembangan kelembagaan pembina, kelembagaan pelayanan serta

kelembagaan usaha. Kelembagaan pembina meliputi kelembagaan pembina

pengembangan sumberdaya manusia serta kelembagaan inovasi dan

diseminasi teknologi spesifik lokasi. Kelembagaan pelayanan terdiri dari:

kelembagaan pelayanan penyediaan sarana produksi, permodalan, dan

pemasaran dan informasi pasar. Kelembagaan usaha mencakup kelembagaan

usaha kelompok, gabungan usaha kelompok, koperasi serta kelembagaan

usaha kecil, menengah dan besar. Kerjasama kelembagaan dalam bentuk

kerjasama antar pemerintah daerah, kemitraan usaha (public private

partnership), bantuan bimbingan teknis serta permodalan dalam kerangka

Corporate Social Responsibility (CSR) harus didorong untuk mendukung

pengembangan kawasan pertanian yang berbasis klaster komoditi kakao.

Hal 52

6. Percepatan Adopsi Teknologi

Percepatan diseminasi teknologi pertanian dilaksanakan dengan

mengoptimalkan pemanfaatan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi yang

dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi.

Hasil-hasil dari penelitian dan pengkajian dirakit, dikemas dalam bentuk yang

mudah dimengerti, dipahami serta mudah diakses oleh kelompok yang menjadi

sasaran. Diseminasi teknologi tidak hanya dilaksanakan dalam bentuk audio

visual, leaflet, tetapi lebih diarahkan pada pemahaman di lapang (sekolah

lapang). Berkaitan dengan percepatan adopsi teknologi, pada tahap awal

sangat penting untuk melakukan pemahaman dan pemilihan pelaku-pelaku di

kawasan yang akan berperan sebagai innovator dan pengguna awal dari

teknologi. Kelembagaan penyuluhan dan kelembagaan pertanian lainnya,

termasuk aparat penyuluh serta kelompok tani perlu ditingkatkan

kemampuannya dalam mengakses informasi teknologi baik dari dalam maupun

luar negeri. kegiatan pengkajian teknologi spesifik lokasi dilaksanakan dengan

lebih mengintensifkan peran serta Pemerintah Kabupaten Mamuju.

7. Pengembangan Industri Hilir

Pengembangan industri hilir di kawasan berbasis komoditi kakao diarahkan

untuk mengolah komoditas kakao menjadi produk olahan baik produk antara

(intermediate product) maupun produk akhir (final product), guna peningkatan

nilai tambah dan daya saing. Identitas produk suatu kawasan berbasis komoditi

adalah produk akhir, meskipun dalam bentuk segar. Perlu dilakukan

standarisasi produk akhir terutama untuk komoditas kakao yang mempunyai

prospek di pasar luar negeri.

4.1 PROGRAM JANGKA PANJANG 2031

Untuk mencapai sasaran program yang akan ditempuh dalam pengembangan

kawasan kakao adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan produktivitas dan mutu kakao.

Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta mutu

kakao secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat maupun

Hal 53

perkebunan besar. Peningkatan produktivitas dan mutu kakao ini diimplementasikan

lewat program-program sebagai berikut:

Program penciptaan klon kakao tahan PBK baik melalui upaya eksplorasi

tanaman kakao yang diduga tahan PBK maupun melalui rekayasa genetik.

Program pengendalian hama PBK

Program peremajaan tanaman kakao karena sebagian besar sudah berumur >25

tahun melalui klonalisasi tanaman kakao dan dengan menggunakan benih

unggul.

Program perbaikan mutu biji kakao melalui upaya perbaikan pengelolaan kebun

maupun fermentasi.

Program penerapan secara ketat persyaratan mutu biji kakao untuk ekspor.

Program peningkatan kemampuan dan pemberdayaan petani dan kelembagaan

usaha.

2. Peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani kakao

Program ini dimaksudkan agar ekspor kakao Indonesia tidak lagi berupa bahan

mentah (biji), tapi dalam bentuk hasil olahan, sehingga nilai tambah dinikmati di dalam

negeri. Peningkatan nilai tambah dan pendapatan petani kakao ini diimplementasikan

lewat program-program sebagai berikut:

Program pengembangan industri hilir kakao khususnya pengolahan bubuk dan

kakao butter untuk meningkatkan nilai tambah.

Program pengembangan kemitraan antara petani kakao dengan industri

pengolahan di dalam negeri dan perusahaan luar negeri yang menguasai pasar

kakao.

Program diversifikasi di areal tanaman kakao dengan jenis tanaman keras

seperti kelapa, jati dan mahoni (kegiatan on-farm)

Program pengembangan model mediasi (perantara) untuk mempertemukan

keinginan/ kebutuhan buyer dengan produk yang dihasilkan petani (kegiatan off-

farm).

Program diversifikasi produk kakao, seperti kakao bubuk, lemak, pasta dan lain

lain.

Hal 54

3. Penyediaan sumber pembiayaan

Program ini dimaksudkan untuk menyediakan berbagai kemungkinan sumber

pembiayaan baik yang berasal dari lembaga perbankan maupun non-bank (antara lain

memanfaatkan penyertaan dana masyarakat melalui Kontrak Investasi Kolektif.

4.2. PROGRAM JANGKA MENENGAH (2017-2021)

Untuk mencapai sasaran jangka menengah yang telah diuraikan diatas, maka

program yang akan ditempuh sebagai berikut:

1. Peningkatan Produktivitas

Peningkatan produktivitas ini diimplementasikan lewat serangkaian program

sebagai berikut:

Program Intensifikasi Tanaman dan kegiatan intensifikasi tanaman pada sentra

produksi kakao rakyat serta kegiatan pengendalian Hama Penggerek Buah

Kakao (PBK) di wilayah yang sudah terserang dan melakukan tindakan preventif

(sarungisasi buah kakao) dan kuratif bagi daerah yang belum terserang dengan

memanfaatkan sistem peraturan karantina serta penerapan Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) secara maksimal serta meningkatkan kegiatan Sekolah Lapang

Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan kegiatan penggunaan benih dari

varietas tahan PBK yang direkomendasikan Pusat Penelitian Kopi Kakao

Indonesia.

Program perluasan kakao dalam rangka pengutuhan areal

Pengembangan areal tetap dilanjutkan dan diutamakan untuk mengutuhkan

areal mencapai skala ekonomi pada lokasi yang secara agroekologi cocok untuk

pengembangan kakao baik secara tumpang sari di antara kakao maupun pada

areal tanaman baru. Bibit menggunakan jenis-jenis klon unggul yang dihasilkan

oleh Lembaga Penelitian dan digunakan cara vegetatif dengan memanfaatkan

sumber bahan tanaman dari kebun-kebun entres yang ada.

Program rehabilitasi dan peremajaan tanaman

Rehabilitasi dan peremajaan tanaman dilakukan pada tanaman rusak atau

tanaman tua dengan cara sambung samping menggunakan klon-klon unggul

disertai dengan pemeliharaan yang intensif dan efisien.

Hal 55

Program diversifikasi usaha dan kegiatan diversifikasi horizontal yaitu dengan

pengembangan ternak (mixed cropping) maupun intercropping tanaman lain,

seperti kelapa, jati dan mahoni. Kegiatan diversifikasi vertikal yaitu dengan

pengembangan produk turunan maupun pemanfaatan hasil samping.

2. Pemberdayaan Petani

Pemberdayaan petani diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai

berikut:

Program penumbuhan kelembagaan petani dan kelembagaan usaha, khususnya

di sentra-sentra produksi dan pengembangan kakao.

Program penumbuhan penangkar benih dalam rangka penyediaan benih unggul

kakao dikembangkan model waralaba.

Program pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kemampuan petani

dalam rangka memanfaatkan peluang bisnis yang ada.

Program peningkatan keterampilan petani untuk mencegah meluasnya serangan

hama PBK melalui kegiatan SL-PHT secara intensif.

3. Penataan kelembagaan

Penataan kelembagaan ini diimplementasikan lewat serangkaian program

sebagai berikut:

Program fasilitasi lembaga keuangan pedesaan, sehingga dapat terjangkau oleh

petani pekebun.

Program pengembangan dan pemantapan networking and sharing, khususnya

CCDC (Cooperative Commodity Development Center).

Program restrukturisasi dan pemantapan pola pengembangan

4. Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Pengolahan dan pemasaran hasil diimplementasikan lewat serangkaian program

sebagai berikut:

Program pengembangan dan desiminasi teknologi pengolahan hasil kakao

Program fasilitasi penyediaan sarana pengolahan hasil khususnya yang dapat

dioperasikan di tingkat petani.

Hal 56

Program peningkatan mutu hasil baik hasil utama maupun hasil lanjutan.

Program penerapan SNI wajib segera dilaksanakan setelah fasilitas

pendukungnya terpenuhi dan diterapkan secara disiplin baik kakao yang

dipasarkan di dalam negeri maupun untuk ekspor.

Program pemanfaatan limbah kakao sebagai pakan ternak, dan lain-lain.

Program peningkatan dan pemantapan kelembagaan pemasaran baik mulai

pada tingkat petani sampai pemasaran ekspor.

Program pengembangan pemasaran dalam negeri, melalui kegiatan

pengembangan sistem informasi pemasaran, pengembangan sistem jaringan

dan mekanisme serta usaha-usaha pemasaran. Peningkatan dan pemantapan

sistim informasi pasar khususnya yang dapat diakses oleh petani kakao.

Program promosi kakao Indonesia secara expansif dengan memfokuskan

keunggulannya seperti: “Light breaking effect”, “hard butter”, aroma dan cita rasa

prima melalui fermentasi yang baik serta terbinanya hubungan bisnis dan

teknologi dengan institusi dan industri kakao di luar negeri.

Program pengembangan pemasaran internasional, melalui kegiatan

pengembangan analisis peluang dan hambatan ekspor serta pengendalian impor

produk perkebunan, pengembangan kerjasama internasional di bidang

pemasaran hasil perkebunan, peningkatan promosi dan proteksi.

Program pengembangan sarana pengolahan hasil perkebunan, melalui kegiatan

penyiapan paket usulan kebijakan yang terkait dengan pengembangan sarana

pengolahan hasil perkebunan rakyat skala kecil (mini plant) dan skala

menengah/besar, pengembangan sarana pengolahan terpadu pada komoditi

perkebunan kakao dan pengembangan sistem informasi manajemen sarana

pengolahan hasil perkebunan.

Program pengembangan sistem jaminan mutu, melalui kegiatan kerjasama dan

harmonisasi untuk mengurangi dan menghilangkan hambatan ekspor, sosialisasi

dan penerapan standar (SNI) dan pedoman-pedoman penerapan jaminan mutu,

pembinaan sertifikasi dan lembaga pelayanan sertifikasi yang profesional,

pengembangan informasi dan sumberdaya manusia pembina dan pengawas

mutu yang profesional dalam fasilitasi, supervisi dan verifikasi penerapan

jaminan mutu serta pembentukan jaringan pengawas mutu.

Hal 57

5. Pemantapan Infrastruktur

Pemantapan infrastruktur diimplementasikan lewat serangkaian program sebagai

berikut:

Program peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan khususnya untuk

menjangkau sentra-sentra produksi kakao.

Program peningkatan sarana gudang dan pelabuhan yang menjangkau sentra

produksi kakao.

Program peningkatan sarana listrik dan komunikasi yang dapat diakses oleh

petani perkebunan.

Program pengembangan sentra-sentra pemasaran kakao (terminal agribisnis) di

wilayah pengembangan kakao.

4.3. PROGRAM JANGKA PENDEK (ACTION LANGSUNG)

Kegiatan pengembangan perkebunan dan industri kakao bertujuan untuk

meningkatkan produksi kakao (biji dan produk olahan kakao) yang berdaya saing

internasional; dan mengembangkan industri kakao yang mampu memberi peningkatan

pendapatan bagi para petani dan pelaku usaha kakao. Kabupaten Mamuju

mempunyai potensi besar bagi pengembangan kegiatan kakao, baik perkebunan

maupun industri pengolahan kakao. Luas lahan kakao di Kabupaten Mamuju

mencapai 41.106,25 ha. semua lahan tersebut dimiliki oleh petani. Namun demikian,

pengembangan kakao di Kabupaten Mamuju menghadapi tantangan berupa kendala

produksi, teknologi, kebijakan, dan infrastruktur. Kurang tersedianya infrastruktur jalan,

pelabuhan, listrik, dan gas di provinsi Sulawesi Barat menyebabkan pula kehilangan

peluang pasar sebesar 600 ribu ton yang setara dengan USD 360 juta.

Produksi kakao di Sulawesi cenderung menurun, walaupun luas areal tanam

meningkat. Penyebab utamanya adalah penurunan produktivitas petani kakao yang

saat ini hanya 0,4 – 0,6 Juta Ton/Ha, dibandingkan dengan potensi produktivitasnya

sebesar 1 – 1,5 Juta Ton/Ha. Penurunan produktivitas kakao berhubungan erat

dengan kondisi tanaman pangan yang sudah tua, terkena serangan hama dan

penyakit tanaman, rendahnya teknik budidaya pemeliharaan tanaman kakao, serta

keterbatasan infrastruktur pendukung bagi kegiatan perkebunan dan industri

pengolahan kakao.

Hal 58

Pengembangan kegiatan kakao memiliki nilai tambah dan prospek ke depan.

Rasio produksi biji mentah lebih besar daripada produksi bubuk kakao, namun secara

keseluruhan produk olahan kakao memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan biji

mentah. Perkembangan pasar ekspor dan meningkatnya pertumbuhan konsumsi

produk kakao merupakan kesempatan yang dapat diraih dalam jangka pendek,

menengah, maupun jangka panjang. Namun demikian, tantangan yang dihadapi

berupa upaya peningkatan mutu biji kakao fermentasi dan sertifikasi, peningkatan

kapasitas industri pengolahan kakao, dan peningkatan industri hilir dan tingkat

konsumsi cokelat.

Pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao berfokus pada peningkatan

hasil rantai nilai hulu dan pengembangan industri hilir. Peningkatan produksi industri

hulu diperoleh melalui:

1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu kakao berkelanjutan;

2. Gerakan Nasional Biji Kakao Fermentasi, yaitu peningkatan mutu biji kakao

melalui fermentasi dan sertifikasi;

3. Percepatan pengembangan infrastruktur pendukung pengembangan

perkakaoan nasional.

Sedangkan hilirisasi kegiatan komoditi kakao dilakukan melalui:

1. Peningkatan utilitas kapasitas industri pengolahan kakao yang ada;

2. Peningkatan pangsa pasar hilir di dalam dan luar negeri;

3. Penerapan standar internasional dalam rangka peningkatan mutu produk

industri hilir kakao.

1) Regulasi dan Kebijakan

Dalam rangka mendukung peningkatan mutu dan hilirisasi produksi kakao,

diperlukan dukungan terkait regulasi dan kebijakan berikut:

a. Menyediakan dukungan aktif saat rehabilitasi dan peremajaan tanaman,

penyediaan bibit kakao klon unggul, serta pengendalian organisme

pengganggu tanaman kakao;

b. Melakukan peningkatan implementasi skema pembiayaan biji kakao

fermentasi agar mampu menghasilkan kakao berkualitas sebagai bahan

olahan (butter, powder, cake) dan memiliki daya saing ekspor produk kakao

Indonesia;

Hal 59

c. Diversifikasi pasar ekspor olahan (butter, powder, cake, dan lain-lain) yang

memberi nilai tambah dalam rantai nilai kakao;

d. Melakukan Gerakan Nasional Biji Kakao Fermentasi sebagai komitmen dan

persetujuan aksi bersama peningkatan dan perbaikan produksi, produktivitas,

dan mutu kakao Indonesia;

e. Melakukan pengembangan industri dan home industri makanan cokelat yang

menyerap produk olahan kakao;

f. Melakukan pengkajian dan evaluasi tarif Bea Keluar terhadap produk kakao

secara komprehensif dan mendalam;

g. Melakukan evaluasi terhadap kemungkinan penghapusan diskriminasi tarif

bea masuk kakao olahan di Eropa;

h. Melakukan pembahasan Bea Masuk kakao olahan di beberapa negara tujuan

ekspor dengan jaminan bahwa produk kakao Indonesia berstandar

internasional (Codex);

i. Membuat rantai tata niaga kakao yang efisien, sehingga petani kakao dan

para pelaku industri memperoleh marjin yang memadai;

j. Menyediakan pelayanan satu pintu untuk investor;

k. Meningkatkan pengawasan penerapan SNI wajib bubuk kakao;

l. Menerapkan program penggunaan SNI wajib biji kakao dan sertifikasi agar

terjamin sediaan hasil produksi biji kakao dan bahan olahan produk kakao

berdaya saing internasional;

m. Melakukan penerapan standar internasional produk kakao untuk membangun

citra dan promosi kualitas produk kakao Indonesia yang berorientasi

melindungi konsumen kakao;

n. Melakukan peningkatan kemitraan usaha antara industri dengan Koperasi

dan UKM , sehingga terjalin sinergi produksi, produktivitas , kualitas kakao,

kualitas produk olahan kakao, dan pemasaran yang bernilai tambah dan

bernilai manfaat bagi berbagai pelaku;

o. Melakukan penumbuh-kembangan dan penguatan kelompok tani dan koperasi

kakao;

p. Melakukan konversi areal dan tata ruang bagi pengembangan perkebunan

dan industri pengolahan kakao.

Hal 60

2) Konektivitas (infrastruktur)

Pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao memerlukan dukungan

peningkatan konektivitas (infrastruktur) berupa:

a. Peningkatan kapasitas pelabuhan di Mamuju.

b. Penambahan dan peningkatan kapasitas fasilitas penyimpanan di pusat-pusat

perdagangan dan pelabuhan;

c. Peningkatan akses jalan yang lebih baik dari lokasi perkebunan menuju

industri pengolahan, pelabuhan dan pusat perdagangan regional maupun

ekspor;

d. Peningkatan kapasitas infrastruktur (listrik, air, telekomunikasi) pada seluruh

kawasan produksi dan industri pengolahan kakao.

3) Sumberdaya Manusia dan IPTEK

Untuk mencapai pengembangan kawasan komoditi kakao yang lebih efektif dan

efisien, diperlukan upaya:

a. Peningkatan pendidikan petani melalui fasilitasi pendidikan, pelatihan,

pendampingan, penyuluhan dan diseminasi teknik budidaya dan pengolahan

kakao bagi petani kakao, serta penguatan kelembagaan petani kakao secara

konsisten dan berkelanjutan;

b. Pelatihan GMP, HACCP dan ISO guna meningkatkan pemahaman,

pengetahuan tentang kendali mutu produk kakao;

c. Penyediaan dana riset melalui mekanisme program riset insentif bagi industri

pengolahan produk kakao yang memadai serta peningkatan litbang dalam

pengembangan industri kakao.

Hal 61

BAB 5. PENUTUP

Ada beberapa hal yang diperhatikan dalam menyusun program pengembangan

kawasan perkebunan berbasis komoditi kakao sebagai berikut:

1. Menjadikan kakao sebagai salah produk unggulan dan khas Kabupaten

Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

2. Mengembangkan kakao sebagai klaster industri dalam Kawasan Khusus

Pengembangan Kakao atau Kawasan Industri Kakao;

3. Hendaknya fokus pengembangan pada tahap kegiatan on-farm dan

diarahkan kepada peningkatan produksi dan mutu kakao;

4. Perlu pengembangan dan dukungan teknologi tepat guna dan terintegrasi

yang didukung oleh kualitas dan ketersediaan SDM yang memadai untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, dan meningkatkan nilai

tambah dan pendapatan petani;

5. Pemerintah perlu meningkatkan dukungan dan secara riil menyediakan

infrastruktur untuk mengembangkan kakao mulai dari kegiatan produksi

hingga pemasaran;

6. Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha kondusif, mendorong

pengembangan dan peningkatan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang

bergerak di dalam klaster industri kakao.;

7. Mendorong pengembangan inovasi di setiap tahapan pengembangan

klaster kakao sebagai prioritas utama pemerintah dan seluruh stakeholder

terkait sehingga perlu adanya kelembagaan khusus yang diinisiasi

pemerintah untuk menangani pengembangan kakao secara terintegrasi

dan holistic.

Hal 62

LAMPIRAN

RENCANA AKSI

PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN

2017 - 2021

Hal 63

Anonim. 2012. Kebijakan Pengembangan Komoditas Perkebunan Strategis. Direktorat

Jenderal Perkebunan. Jakarta.

-----------. 2012. Mamuju dalam Angka 2012. Badan Pusat Statistik Kabupaten

Mamuju. Kabupaten Mamuju.

-----------. 2012. Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Kementerian Pertanian

Republik Indonesia. Jakarta.

Alvim, 1967. Factors Affecting Flowering of The Cocoa Tree, Cocoa Growes’ Bull.

______, R. Lorentz dan P.F.Saunders, 1974. The Possible Role of Abscissic Acid and

Cytokinins in Growth Rhythms of T. cacao L.Revista Theobroma.

------------, 1977. Cacao, Ecophysiology of Tropical Crops, Alvim and T.T. Kozlowski

(Ed), New York: Acad. Press.

-------------, 1980. Environmental Requirement of Cocoa with Emphasis on Responses

to Shade and Moisture Stress, Kuala Lumpur. Proceeding International

Conference Cocoa dan Coconuts.

------------, 1984. Flowering of Cocoa. Cocoa Grower’s Bulletin.

Asomaning dan R.S. Kwakwa, 1968. Physiolog of Cocoa. Annual Report 1965-1966,

Cocoa Research, Institute Tafo, Ghana.

------------, W.V. Hutcheon, 1972. Reproductive Biology of Cocoa. Annual Report 1969-

1970. Cocoa Research Institute Tafo, Ghana.

Cuatrecasas, J., 1964. Cacao Its Allies, a Taxonomic Revision of The Genus

Theobroma. Contribution from the United States National Herbarium XXXV

(6).

Goenadi, Didiek dkk. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di

Indinesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen

Pertanian. Jakarta.

Hall, C.J.J. van, 1932. Cacao, London: MacMillan dan Co Lim.

Hutcheon, W.V, 1973. The Stimulation of Flowering by Stem Girdling. Annual Report

1971-1972. Cacao Research Institute Tafo, Ghana.

Mckelvie, A.D., 1955. Cherelle Wilt in Cacao. Annual Report, West African Cacao

Research Institute.

Murray, D.B.A, 1953. Shade and Fertilizer Experiment with Cacao. Program Report on

Cocoa Research, Trinidad.

Nasaruddin, 2012. Kakao, Pengenalan Klon, Rehabitasi, Peremajaan dan

Intensifikasi. Masagena Press, Makassar.

Hal 64

Nichols, R., 1966. Auxins of Cacao and Cherelle Wilt. VIII International American

Cacao Conference, Trinidad.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao. Agro

Media Pustaka, Jakarta.

Sale, P.J.M., 1969. Flowering of Cacao Under Controlled Temperature Condition.

Horticulture Science.

Thong, K.C. dan W.L. Ng, 1978. Growth and Nutrients Composition on Monocrop

Cocoa Plant on Inland Malaysian Soil. Prociding International Conference on

Cocoa & Coconuts, Kuala Lumpur.

Tjasadihardja, Amin,1981. Pertumbuhan dan Pola Pembentukan Buah dan Pengaruh

Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Kelayuan Buah Muda dan Hasil Buah/Biji

Cokelat (Theobroma cacao L.). Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Vuelcker, O.J., 1938. Cacao: Flowering, Natural Pollination and Fruit Setting. 7th

Annual Epiloque on Cocoa Research, Trinidad.

Wood, 1975. Cocoa Tropical Agriculture Series 3 Ed. Longmans, London.

---------, dan R.A.Lass, 1985. Cocoa. 4th Ed. Longman Group Lim, New York.

RENCANA AKSI PENGEMBANGAN KAWASAN PERKEBUNAN DI KAB.MAMUJU

No Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi JadwalPelak

sanaan Pelaksana

Anggaran

Kebutuhan (Rp Juta)

Sumber

1. Peningkatan Produksi dan Produktifitas Tanaman Perkebunan / Pengembangan Tanaman Tahunan dan Penyegar

a. Peremajaan Tanaman Kakao 5.000 Ha Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

69.124 APBD-APBN

b. Intensifikasi Tanaman Kakao 12.000 Ha Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

71.600 APBD-APBN

c. Perluasan Tanaman Kakao 1.500 Ha Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

27.600 APBD-APBN

d. Peremajaan Kelapa Dalam 700 Ha Kec. Tapalang, Tapalang Barat, Simboro, Papalang dan Sampaga

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

7.750 APBD-APBN

e. Integrasi Tanaman Kakao –Ternak Kambing

30 KT Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.250 APBD-APBN

f. Pelatihan Pemberdayaan Pekebun dan Penguatan Kelembagaan Tanaman Kakao

200 KT Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

9.000 APBN

Lampiran…

Hal 64

No Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi JadwalPelak

sanaan Pelaksana

Anggaran

Kebutuhan (Rp Juta)

Sumber

g. Rehabilitasi Tanaman Kakao 1.000 Ha Kec.Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Kalukku,Mamuju,Papalang ,Sampaga,Bonehau dan Kalumpang.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

3.000 APBN

h. Pelatihan Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Perkebunan

100 KT Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.500 APBN

i. Pelatihan Penerapan Sistem Jaminan Mutu Kakao

25 KT Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

780 APBD-APBN

j. Sosialisasi dan Bimbingan Pendirian Unit Fermentasi dan Pemasaran Biji Kakao (UFPBK)

20 KT Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

780 APBD-APBN

k. Integrasi Tanaman Sawit –Ternak Sapi 20 KT Kec. Tommo. Sampaga, Bonehau

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.000 APBD-APBN

Peningkatan Produksi dan Produktifitas Tanaman Perkebunan / Dukungan

a. Pengendalian OPT Tanaman Kakao

40 KT

Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan

2017-2021

Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.000

APBD-APBN

Lanjutan

Hal 65

No Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi JadwalPelak

sanaan Pelaksana

Anggaran

Kebutuhan (Rp Juta)

Sumber

Perlindungan Perkebunan

Tommo.

b. Demplot Pengendalian OPT Kakao 10 KT - Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

700 APBD-APBN

c. Pembentukan brigade identifikasi dan pengendalian OPT

5 Keg Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

560 APBD-APBN

d. Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) Kakao

10 KT Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.000 APBD-APBN

Peningkatan Produksi dan Produktifitas Tanaman Perkebunan / Dukungan Perbenihan Perkebunan

a. Pembangunan Kebun Induk Kakao 5 Ha Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

3.000 APBD-APBN

b. Pengembangan bibit unggul perkebunan 5 KEG Kec. Sampaga, Papalang, Kalukku, Simboro, dan Tapalang

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

300 APBD-APBN

c. Pembangunan tempat pembibitan perkebunan

10 Unit Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.500 APBD-APBN

d. Pembangunan balai pembibitan tanaman perkebunan

1 Unit Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.000 APBD-APBN

e. Pengadaan Bibit Lada 50.000 Batang

Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

900 APBD-APBN

f. Pengadaan Bibit Cengkeh 50.000 Batang

Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

900 APBD-APBN

Lanjutan

Hal 66

No Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi JadwalPelak

sanaan Pelaksana

Anggaran

Kebutuhan (Rp Juta)

Sumber

g. Pengadaan Bibit Kelapa Dalam 500.000 Batang

Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

5.000 50.000 Batang

h. Pengadaan Bibit Pala 50.000 Batang

Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

900 50.000 Batang

i. Pengawasan Mutu dan Peredaran Benih/Bibit Tanaman Perkebunan

5 KEG Kabupaten Mamuju 2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

310 50.000 Batang

Lanjutan

Hal 67

Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi Jadwal

Pelaksanaan

SatkerPelaksana Anggaran

Kebutuhan ( Rp Juta )

Sumber

Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian / Pengelolaan Air Irigasi Pertanian

a. Pengembangan Sumber Air 10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.500 APBD-APBN

b. Pembangunan Jaringan Irigasi Perpipaan / pompanisasi Perkebunan

10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.000 APBD-APBN

c. Pembangunan Sumur Bor Bawah Tanah 10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.500 APBD-APBN

d. Pembangunan Embung 10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.500 APBN

Penyediaan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Pertanian / Perluasan dan Perlindungan Lahan Pertanian

a. Pengembangan Optimasi Lahan Kakao 300 Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

600 APBN

b. Pengembangan Areal Perkebunan Kakao 500 Ha Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.500 APBN

c. Konservasi Lahan Perkebunan 200 Ha Kec. Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampa

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

500 APBN

Lanjutan

Hal 68

Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi Jadwal

Pelaksanaan

SatkerPelaksana Anggaran

Kebutuhan ( Rp Juta )

Sumber

ga dan Tommo.

d. Pembangunan Jalan Pertanian / Jalan Produksi di Areal Perkebunan

20 KM Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.400 APBN-APBD

e. Pra Sertifikasi Lahan Perkebunan 10 Paket Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

400 APBN-APBD

f. Pasca Sertifikasi Lahan Perkebunan 14 Paket Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampa

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

560 APBN-APBD

g. Penyediaan alat pengolahan hasil komoditi perkebunan

16 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

2.100 APBN-APBD

h. Unit pengolahan pupuk organic (UPPO/rumah pengolahan pupuk organik

10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.800 APBN-APBD

i. UPH Kelapa Dalam 5 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro, ,Papalang, dan Sampaga

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.000 APBN-APBD

j. Alat Pengasapan Kelapa Dalam 10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro, ,Papalang, dan

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.120 APBN-APBD

Lanjutan

Hal 69

Program / Kegiatan Jenis Sub Kegiatan Volume Lokasi Jadwal

Pelaksanaan

SatkerPelaksana Anggaran

Kebutuhan ( Rp Juta )

Sumber

Sampaga

k. UPH Kakao 10 Unit Kec. Tapalang,Tapalang Barat,Simboro,Mamuju,Kalukku,Bonehau,Kalumpang,Papalang,Sampaga dan Tommo.

2017-2021 Dinas Perkebunan Kab.Mamuju

1.000 APBN-APBD

Lanjutan

Hal 70