hakim yang adil dalam al-quran (kajian tafsir al …repository.uinjambi.ac.id/1551/1/son...

82
i HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QURAN (KAJIAN TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Oleh SON HAJI NIM: UT.140211 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QURAN

    (KAJIAN TAFSIR AL-AZHAR KARYA BUYA HAMKA)

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

    Strata Satu (S.1) Dalam Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama

    Oleh

    SON HAJI

    NIM: UT.140211

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN

    JAMBI

    2019

  • v

    MOTTO

    Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak

    menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya

    kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang

    sebaik-baiknya kepadamu. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran

    kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat. (Q.S An-Nisa` :58)1

    1Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), h. 87

  • vi

    PERSEMBAHAN

    ِحيمِ ِن ٱلره ۡحم َٰ ِ ٱلره بِۡسِم ٱَّلله

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, kemudahan

    dan kepuasan. Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada insan

    terbaik, Nabi Muhammad SAW.

    Kepala belahan jiwaku yaitu kedua orang tuaku Bapak Tamrin dan Ibu

    Nurhidayati atas pengorbanan, kerja keras dan selalu memberi semangat dan

    motivasi kepadaku sehingga bisa meraih gelar Stara Satu (SI) di Universitas

    Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Selanjutnya Kepada adikku

    (Sahid Syah Roni dan Umi Muzawajah ) yang telah memberikan semangat

    kepadaku. Semoga keluargaku selalu dalam lindungan dan Rahmat Allah

    SWT.

    Kupersembahkan juga karyaku ini untuk sahabat-sahabatku, teman

    seperjuangan, yang selalu memberikan semangat selama proses penulisan karya

    ini.

    Penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada seluruh pihak yang

    telah membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ini. Semoga kebaikan yang

    diberikan akan diberi balasan kebaikan yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

    Amiin.

  • vii

    ABSTRAK

    Fokus penelitian ini adalah hakim yang adil dalam al-Qur`an kajian tafsir

    al-Azhar, dimana penulis menggunakan metode tematik, dengan cara

    mengumpulkan ayat-ayat mengenai hakim, kemudian menafsirkan dengan

    menggunakan tafsir al-Azhar. Dan analisa terhadap pada penafsiran buya Hamka.

    Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realita bahwa setiap manusia

    mendambakan adanya perlakuan secara benar dan adil. Itulah sebabnya, institusi

    peradilan sangat dibutuhkan masyarakat, dengan demikian tidak ada manusia

    yang ingin diperlakukan haknya secara sewenang-wenang. Nah, disinilah peran

    hakim sangat besar, hakim yang dapat menjaga nilai-nilai kebenaran, kebaikan.

    Keadilan membuat hukum berada di atas penguasa dan rakyat. Penegakan

    keadilan merupakan jalan masa depan bangsa yang cemerlang.

    Penelitian ini bersifat kepustakaan (Library research) dengan

    menggunakan metode kajian tafsir tematik, mengumpulkan ayat-ayat yang

    berkaitan hakim yang adil. Sumber data penelitian ini ada dua yaitu sumber data

    primer berupa ayat-ayat al-Qur`an, serta data pendukung berupa tafsir, tafsir

    lainnya, hadis Nabi SAW dan buku lainnya yang relevan.

    Kesimpulan yang dapat penulis ambil dalam penelitian ini adalah ayat-ayat

    mengenai hakim yang adil yaitu: Q.S. Al-Baqarah: 188, Q.S. An-Nisa: 58, Q.S.

    Al-Māidah: 49-50, dan Q.S. Shād: 22 dan 26. Kemudian menurut buya Hamka,

    hakim yang adil merupakan amanat yang harus dijaga oleh setiap muslim dan

    seorang hakim yang adil setidaknya mempunyai tiga kriteria yakni; memutuskan

    perkara menggunakan hukum agama, tidak menuruti hawa nafsu, dan menjahui

    suap maupun hadiah.

    Kata kunci: Hakim, adil dan tafsir buya Hamka

  • viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur tiada henti-hentinya kehadirat Allah SWT.

    Yang telah menganugerahkan penulis dengan sedikit ilmu pengetahuan, sehingga

    penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    Sholawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam, yakni

    Nabi besar Muhammad SAW. Seorang Nabi yang membawa umatnya dari

    kejahilan menuju lautan ilmu agama dan menegakkan kalimat tauhid Laa ilaa ha

    illallah Muhammada rasulullah.

    Adapun maksud dan tujuan penulis ini adalah sebagai salah satu syarat

    untuk memperoleh gelar sarjana Stara Satu (S.1) dalam Ilmu Al-Qur’an dan

    Tafsir pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. tak luput

    pula rasa terima kasih kepada yang terhormat.

    1. Bapak Drs. H. Moh. Yusuf, HM, M.Ag Sebagai pembimbing I dan ibu

    Ermawati S.Ag, MA sebagai pembimbing II yang telah sabar mebantu

    dalam menyelesaikan Skripsi ini.

    2. Ibu Ermawati S.Ag, MA selaku ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri Sulthan

    Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Bapak Dr. H. Abdul Ghaffar, M.Ag Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

    dan Studi Agama Universitas Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    4. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag Selaku Wakil Dekan Bidang Akademik

    Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    5. Bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, M.A, Ph. D selaku Wakil Dekan Bidang

    Adminisrasi Umum, Perencanaan dan keuangan. Fakultas Ushuluddin dan

    Studi Agama Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    6. Bapak Dr. Firhat Abas, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang

    Kemahasiswaan dan kerja sama Luar Fakultas Ushuluddin dan Studi

    Agama Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

    NOTA DINAS ................................................................................... ii

    SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................. iii

    PENGESAHAN ............................................................................... iv

    MOTTO ............................................................................................. v

    PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

    ABSTRAK ....................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR ................................................................... viii

    DAFTAR ISI ..................................................................................... x

    PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1 B. Rumusan masalah .......................................................... 6 C. Batasan Masalah ........................................................... 6 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................. 6 E. Tinjauan Pustaka .......................................................... 7 F. Metodologi Penelitian ................................................... 8 G. Sistematika Penulisan ................................................ 11

    BAB II MENGENAL HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR

    A. Biografi Hamka ........................................................... 12 B. Pemikiran dan Karya-karyanya .................................. 15 C. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Azhar ................. 17 D. Gambaran Sekilas Tafsir Al-Azhar ............................. 18 E. Metode Tafsir Al-Azhar……………………………....20 F. Corak Tafsir Al-Azhar………………………………...22 G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar………....27

    BAB III MAKNA HAKIM YANG ADIL DAN AYAT-AYAT

    HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN

    A. Pengertian Hakim dan Adil ......................................... 29 B. Ayat-ayat Tentang Hakim yang Adil dalam Al-Qur`an

    ............................................................................. 31

    BAB IV KONSEP HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN

    A. Syarat-syarat Untuk Menjadi Hakim Yng Adil 1. Berlaku Adil dalam Menjatuhkan Hukuman .......... 41

    2. Tidak Mengikuti Hawa Nafsu……………………...52

    3. Menjauhi Suap dan Hadiah .................................... 55

  • xi

    4. Menggunakan Hukum Agama ........................... 58

    B. Analisa Terhadap Penafsiran Buya Hamka

    Tentang Hakim yang Adil..........................................62

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................ 64 B. Saran ........................................................................... 65

    DAFTAR PUSTAKA

    CURICULUM VITAE

  • xii

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    A. Alfabet

    Arab Indonesia Arab Indonesia

    ṭ ط ʼ ا

    ẓ ظ B ب

    ‘ ع T ت

    Gh غ ts ث

    F ف J ج

    Q ق ḥ ح

    K ك kh خ

    L ل D د

    M م dz ذ

    N ن R ر

    H ه Z ز

    W و S س

    , ء sy ش

    Y ي ṣ ص

    ḍ ض

  • xiii

    B. Vokal dan Harkat

    Arab Indonesia Arab Indonesia Arab Indonesia

    iˉ ِاى ā ا A ا

    Aw ا و á ا ى U ا

    Ay ا ى ū ا و I اِ

    C. Tāʼ Marbūṭah

    Transliterasi untuk ta marbutah ini ada dua macam:

    1. Tāʼ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, maka transliterasinya

    adalah /h/.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Ṣalāh صالة

    Mirʼāh مراة

    2. Tāʼ Marbūṭah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah dan

    dammah, maka transliterasinya adalah /t/.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Wizārat al-Tarbiyah وزراة التبية

    Mir’āt al-zaman مراة الزمن

    3. Tāʼ Marbūṭah yang berharkat tanwin maka translitnya adalah /tan/tin/tun.

    Contoh:

    Arab Indonesia

    Tan فجئةً

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Islam sangat menjunjung tinggi keadilan dalam setiap aspek kehidupan.

    Keadilan merupakan ciri atau kunci ajaran Islam. Setiap kaum muslimin

    memperoleh hak dan kewajiban yang sama. Hak disini dimaknai bahwa setiap

    muslim akan mendapatkan keadilan hukum yang sama. Keadilan telah tersurat

    dalam landasan hukum Islam baik Al-Qur`an maupun hadis. Keadilan kehidupan

    sosial, politik, keamanan dan lainnya.

    Dalam menegakkan keadilan hakim sangatlah penting, Hakim merupakan

    seseorang yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur undang-undang,

    seseorang yang memutus sesuatu perkara secara adil berdasar atas bukti-bukti dan

    keyakinan yang ada pada dirinya sendiri. Dalam kekuasaan kehakiman hakim

    biasanya dihadapkan dengan berbagai hal yang dapat memperngaruhi

    keputusannya nanti. Dengan demikian jabatan seorang hakim sangatlah penting

    karena memutuskan sesuatu perkara bukanlah mudah. Ia sangat harus berhati-hati

    menjatuhkan hukum kepada yang bersalah sebab yang bersalah terkadang

    dibenarkan dan yang benar disalahkan.

    Seorang hakim menjadi sangat rentan akan berbagai penyimpangan

    misalnya memutus seseorang yang bersalah kemudian dibenarkan hanya karena

    telah memberikan uang kepada hakim tersebut.

    Segala sesuatunya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT.

    Oleh sebab itu dalam Islam jabatan hakim dapat perhatian khusus dengan ayat-

    ayat Al-Qur`an yang membahas tentang jabatan hakim ini.2

    Al-Quran hadir kepada manusia sebagai petunjuk yang memecahkan

    berbagai persoalan dalam berbagai aspek kehidupan dengan meletakkan dasar-

    2https://zkamiye.blogspot.com/2013/06/contoh-makalah-tentang-hakim-dalam_17.html.

    28-8-2018. 3:27.

    https://zkamiye.blogspot.com/2013/06/contoh-makalah-tentang-hakim-dalam_17.html

  • 2

    dasar umum yang dapat dijadikan landasan hidup yang abadi, relevan untuk

    segala zaman, dan dengan sendirinya membuat al-Qur`an aktual pada setiap waktu

    maupun tempat.3

    Di antara tujuan diturunkan-Nya Al-Qur`an adalah untuk menjadi

    pedoman (hudan) bagi umat manusia dalam menata kehidupan mereka, serta

    menjadi penjelas (tafshil) terinci tentang hukum dan segala sesuatu yang

    diperlukan umat manusia dalam mengatur kehidupan mereka.4

    Ayat-ayat al-Qur`an yang mengatur perihal hubungan antara manusia

    dengan Allah (habl min Allah) disebut dengan istilah ayat-ayat hukum ibadah.

    Sedangkan ayat-ayat yang mengatur perihal hubungan antara sesama manusia

    (habl min al-nas) disebut dengan ayat-ayat hukum muamalah. Keberadaan ayat-

    ayat hukum ibadah yang dapat dinyatakan telah merakyat ditengah-tengah

    masyarakat, akan tetapi ayat-ayat hukum tentang muamalah tampak belum akrab.

    Bahkan hukum muamalah jarang dibahas dimasyarakat secara luas. Padahal al-

    Qur`an tidak pernah mendiskreditkan antara kelompok ayat yang satu dengan

    kelompok ayat yang lain.

    Al-Qur`an juga sangat mementingkan peranan hukum bagi kemaslahatan

    umat manusia di dunia dan diakhirat.5 Al-Quran yang merupakan petunjuk Allah

    swt. didalam Al-Qur`an menyelesaikan setiap permasalahan, seperti didalam al-

    Qur`an Allah merintahkan menegakkan keadilan seorang hakim misalnya dapat

    dilihat Q.S. al-Māidah /5: 49 , dan Q.S. al-Nisā’ /4: 105

    3 Manna al-Qattan, pengantar s tudi al-Qur`an terj. Annur Rofiq El-Mazni (Jakarta

    Timur: Pustaka al-Kautsar, 2010), 15.

    4Lomba Sultan, Penegakan Keadialan Hakim dalam Prespektif Al-Quar`an (Jurnal A-

    Qadau Volume 1 Nomor 2/2014),. 1. 5Moh. Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001),

    1-3

  • 3

    dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa

    yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.

    dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan

    kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. jika mereka

    berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa

    Sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada

    mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya

    kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Q.S. al-Māidah:49)6

    Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan

    membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa

    yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi

    penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang

    khianat. (Q.S. al-Nisā`: 105).7

    Haruslah menjadi pegangan bagi hakim di dalam menyelesaikan pihak-

    pihak yang berperkara, demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Penegakan

    6Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 116. 7Ibid. 95.

  • 4

    kebenaran dan keadilan, tentunya membutuhkan suatu institusi, yaitu lembaga

    peradilan.8

    Sistem peradilan merupakan salah satu pilar penyangga bagi

    berlangsungnya roda pemerintahan disuatu negara. System peradilan yang

    tangguh akan melahirkan pemerintahan berwibawa yang dipatuhi oleh rakyat dan

    disegani negara-negara lain. Sebab, system peradilan berkaitan erat dengan

    penjagaan terhadap hak hak rakyat dan penegakan hukum di suatu negara.

    Dalam pandangan islam penyelenggaraan peradilan adalah tugas dan

    kewajiban yang paling mulia. sebab, penyelenggaraan peradilan merupakan

    instrumen untuk menerapkan dan menegakkan hukum-hukum allah swt, bagi

    setiap warga dan penguasa negara. Qadhi atau hakim sebagai aparat yang akan

    menjalankan peradilan.9

    Untuk menyelenggarakan pemerintahan Islam yang adil, damai dan aman ,

    hukum harus ditegakan bagi siapapun yang melanggar dan tidak pandang bulu

    siapapun yang bersalah. Semua orang dipandang sama dihadapan hukum sesuai

    prinsip equality before the law dan jutice for all Setiap orang yang bersalah mesti

    dikenai sanksi yang sesuai dengan tingkat kesalahannya. Juga setiap orang yang

    bersalah selalu menerima dengan ikhlas.

    Peradilan dan hakim adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Hakim

    yang dalam Islam biasa dikenal dengan istilah qadhi adalah orang yang diangkat

    oleh kepala negara untuk menyelesaikan gugatan atau perselisihan dalam

    masyarakat. Hakim merupakan figur sentral dalam peradilan. Hakim merupakan

    unsur utama dan pertama peradilan. Pelaksanaan fungsi peradilan dalam rangka

    penegakan hukum dan keadilan, sangat ditentukan oleh sosok hakimnya.

    Fungsi tafsir sebagai kunci untuk mem bawa gudang simpanan yang

    tertimbun dalam Al-Qur`an sangat diperlukan karena fungsinya yang esensial.

    Maka tafsir sepantasnaya ditempatkan sebagai ilmu yang paling tinggi

    8Lomba Sultan, Penegakan Keadilan Hakim dalam Prespektif Al-Quar`an Jurnal A-

    Qadau Volume 1 Nomor 2/2014. 2.

    9A. A. Humam Abdurrahman, Peradilan islam keadilan sesuai fitrah manusia (Ciputat:

    Wadi Press, 2014), 1-4.

  • 5

    derajatnya.10

    Tafsir yang berarti upaya memahami, menjelaskan, dan

    mengeluarkan hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur`an, secara peraktis

    telah dimulai sejak Nabi SAW masih hidup dan beliau sebagai mufassir pertama

    bagi kitab Allah SWT.11

    Dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an, mufasir berpengaruh pada faktor

    lingkungan, yaitu segala sesuatu yang ada diluar individu, termasuk didalamnya

    system nilai budaya, pandangan hidup, dan idologi. Kemudian juga sering kali

    dipengaruhi oleh aliran dan faham mufasir,12

    Pendekatan yang digunakan para murasir Al-Qur`an tidak akan terlepas

    dari pendekatan bi al-riwayāt atau bil-ma`tsūr, yakni menafsirkan al-Qur`an

    dengan menggunakan penjelasan-penjalasan Al-Qur`an itu sendiri, sunnah nabi

    dan riwayat-riwayat yang bersumber dari sahabat dan tabi`in13

    dan pendekatan

    bir-ra`yi yaitu suatu ijtihad yang dibangun diatas dasar-dasar yang benar serta

    kaidah-kaidah yang lurus yang dipergnakan oleh mufasir yang hendak

    menafsirkan Al-Qur`an atau menggali maknanya.14

    Kedua pendekatan biasanya

    sering digunakan oleh para mufasir masa kini, salah satunya tafsir al-Azhar karya

    Hamka.

    Berangkat dari persoalan tersebut penulis tertarik untuk menghadirkan

    salah satu mufassir yang merumuskan tentang hakim yang adil menurut “Hamka”,

    Dari uraian diatas hemat penulis maka ada perlu di adakannya penelitian

    ini suapaya kita semua tahu bagaimana penafsiran hamka terhadap ayat-ayat yang

    berhubungan dengan tema penelitian dan guna mendapatkan keilmuan yang baru

    mengenai hakim yang adil menurut hamka.

    ketertarikan ini disebabkan karena Hamka salah satu mufasir Indonesia

    yang merupakan ulama besar dan juga pelopor gerakan islam. Oleh karena itu

    10

    Manna Khalil Al-Qattan, Study Ilmu-ilmu Al-Qur`an, (Litera Antar Nusa: Halim

    Jaya.1972), 193. 11

    Hasbi Ash-Shidiqi Tafsir an-nur , (Jakarta: Bulan Bintang, 1965), 193. 12

    Basuni Faudah, Tafsir-tafsir Al-Qur`an, Perkenalan dengan Metologi Tafsir,(Bandung :

    Pustaka. 1407 H), 107-108. 13

    Yusuf Qardhawi, Berintraksi dengan Al-Qur`an, (Jakarta: Gema Insani, 1999), 295. 14

    Ibid. 297.

  • 6

    pada penelitian ini penulis ingin mengungkap bagai pemikiran hamka terhadap

    hakim yang adil dalm tafsirnya (tafsir al-Azhar)?.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

    sebagai berikut :

    1. Apa saja ayat-ayat hakim yang adil dalam Al-Qur`an?

    2. bagaimana penafsiran buya hamka terhadap ayat-ayat Al-Qur`an tentang

    hakim yang adil dalam tafsir al-Azhar?

    C. Batasan Masalah

    Batasan Masalah dibutuhkan untuk memberi batasan pembahasan dalam

    penelitian, sehingga objek tertentu akan dapat diteliti secara lebih spesifik dan

    mengena. Untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh dan jelas, serta terhindar

    dari interpretasi yang meluas, maka penulis menspesifikasi pembahasan tentang

    gambaran umum tentang Hakim sesuai dengan sub-sub tema yang akan penulis

    kaji, ayat-ayat apa saja yang berkaitan dengan hakim dalam Al-Qur’an dan konsep

    hakim yang adil dalam Al-Qur’an.

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka yang akan menkjadi tujuan

    penelitian di atas adalah:

    1. Mengetahui ayat-ayat Al-Qur`an hakim yang adil.

    2. Mengetahui secara mendalam hakim yang adil yang telah di gambarkan

    dalam Al-Qur`an menurut Hamka.

    Dari hasil penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat

    mencapai kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, yaitu:

    a. Secara teoritis

  • 7

    1. Diharapkan menjadi sumbangan informasi guna membangun ilmu

    pengetahuan agama, khususnya dibidang pengembangan masyarakat

    islam, dalam memahami Al-Qur`an mengenai hakim yang adil.

    2. Menambah sumbangan pemikiran bagi para hakim untuk menerapkan

    menjadi hakim yang adil dalam islam.

    b. Secara praktis

    1. Sebagai tambahan ilmu agama islam (ilmu Al-Qur`an dan tafsir), dan

    wawasan bagi peneliti, sarjana muslim, dan ummat islam islam secara

    umum, mengeai hakim yang adil menurut Al-Qur`an yang dijelaskan oleh

    Buya Hamka dalam tafsir al-Azhar.

    2. Menambah keimanan ummat islam, terhadap kebenaran Al-Qur`an yang

    dapat menyelesaikan permasalahan yang ada pada ummat islam.

    E. Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka adalah analisis terhadap berbagai penelitian terdahulu

    yang relevan dengan permasalahan yang teliti. Melalui tinjauan, penulis dapat

    menunjukkan tingkat urgen suatu penelitian.15

    Setelah di lakukan tinjauan pustaka, ternyata belum ada penelitian atau

    penulisan yang secara komprehensif membahas tentang hakim yang adil dalam al-

    Qur’an.

    Namun, penulis menemukan berbagai penelitian tentang hakim dan adil

    secara terpisah, dan lebih membahas kepada pendidikan seperti penelitian dalam

    buku, jurnal dan skripsi berikut :

    Journal tentang “Penegakan Keadilan Hakim Dalam Prespektif Al-Qur`an”

    yang ditulis oleh Lomba Sultan, jurnal ini lebih menekankan ayat-ayat al-Adl dan

    al-Qist yang mana seseorang tidak boleh berat sebelah. Tidak boleh memihak

    antara satu dengan lainnya, atau harus menyamakan antara satu dengan yang

    15

    Dalman, Menulis Karya Ilmiah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 207.

  • 8

    lainnya tanpa ada tebang pilih diantara mereka. Adapun penegakan kebenaran

    dan keadilan hakim menurut Al-Quran yang membahasnya.16

    Selanjutnya skripsi tentang “Etika Profesi Hakim Perspektif Hukum Islam

    (Studi Analisis Terhadap Kode Etik Profesi Hakim)”, yang ditulis oleh Sulityo

    Adi Rukmono, skripsi tersebut menyinggung bagaimana hakim mengambil

    keputusan yang benar dan adil dan laranagan penyalahgunaan terhadap profesi

    hakim, yang seharusnya dengan penguasaan dan penerapan hukum yang dapat

    menyelenggarakan dan keadilan di masyarakat. Adapun pendekatan tang

    dilakukan dengan pendekatan fiqh.17

    Selanjutnya buku tentang “Peradilan Islam (Keadilan Islam Sesuai Fitrah

    Manusia)”, yang ditulis oleh A. A. Humam Abdurrahman, buku ini menjelaskan

    system peradilan dalam islam dan tata cara mengadili.18

    Selanjutnya buku “Peradilan Islam”, yang ditulis oleh Muhammad Salam

    Madkur, buku ini merupakan buku fiqh yang menjelaskan pengangkatan dan

    pemecatan hakim, tanggung jawab hakim dan putusan hakim.19

    Adapun yang membedakan karya ilmiah di atas dengan penelitian penulis

    yaitu, penulis fokus pada penelitian hakim yang adil dalam al-Qur`an yang

    ditafsirkan oleh Buya Hamka.

    F. Metode Penelitian

    Dalam penulisan ini, penulis mengumpulkan metodologi penelitian

    kepustakaan (Library Risearch). Adapun metode yang digunakan dalam penelitian

    ini adalah sebagi berikut :

    1. Teknik pengumpulan data

    16

    Lomba Sultan, Penegakan Keadialan Hakim dalam Prespektif Al-Quar`an (Jurnal A-

    Qadau Volume 1 Nomor 2/2014), 1-11. 17

    Sulityo Adi Rukmono, Etika Profesi Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analisis

    Terhadap Kode Etik Profesi Hakim), Skripsi (Lampung: IAIN Raden Intan Lampung, 2017), 1-92 18

    A. A. Humam Abdurrahman, Peradilan islam keadilan sesuai fitrah manusia (Ciputat:

    Wadi Press, 2014), 1-189. 19

    Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam (Surabaya:PT. Bina Ilmu, 1993),

    1-160.

  • 9

    Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis menggunakan penelitian

    kepustakaan (Library Research), yang menyajikan sistematik datayang

    berkenaan dengan permasalahan yang diperoleh berdasarkan tela’ah

    teradap buku-buku literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang

    akan dibahas. Data tersebut akan diperoleh dari sumber-sumber data, yaitu

    buku-buku literature yang bersahasil dikumpulkan sebagai data tambahan.

    Adapun teknik pengumpulan data yang akan ditempuh adalah

    sebagai berikut:

    a) Mengumpulkan ayat-ayat tentang Hakim

    b) Mempelajari dan menelaah ayat-ayat tersebut, kemudian

    mengklasifikasikannya menjadi bagian-bagian yang akan dikaji.

    c) Mengumpulkan dan mempelajari ayat-ayat literature yang

    berkaitan dengan masalah yang dibahas. Sumber utamanya yaitu

    kitab tafsir al-Azhar yang dikarang oleh Prof. DR. Hamka, dan

    mengunakan kitab-kitab dan ilmu-ilmu tafsir, serta buku-buku

    yang ada kaitannya dengan pembahasan di atas.

    d) Mengkaji dan menganalisis masalah yang akan dibahas.

    e) Membuat kesimpulan-kesimpulan

    2. Sumber data

    Dikarenakan penelitian ini menyangkut ajaran islam, maka sumber

    data yang pertama adalah primer (Data pokok) yaitu kitab Tafsir al-Azhar,

    yang mana akan dipilih beberapa ayat yang bersangkutan dengan

    permasalahan penulisan ini. Ada juga beberapa hadits yang akan

    ditampilkan dan diterjemahkan sesuai objek ini, manakah antara sumber

    sekunder yang dirujuk sebagi pendukung dalam penyelesaian masalah ini

    adalah buku-buku dan referensi lain yang mempunyai kaitan eleven

    dengan permasalahan yang dibahas.

    3. Analisis penelitian

    Penelitian ini mencakup pemikiran tokoh dalam karya-karyanya,

    sehingga membutuhkan kejelian dalam menganalisa karya yang mereka

    tulis khususnya tafsir yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Sebuah

  • 10

    karya yang di tulis seseorang pasti mempunyai hubungan erat dengan latar

    belakang pendidikan, lingkungan, dan kondisi social yang melingkupinya

    saat itu.

    Untuk itu penulis menggunakan metode deskripsi dimana peneliti

    menguraikan secara teratur konsepsi pemikiran dari tokoh, termasuk

    didalmnya adalah biografi dari tokoh tersebut.

    Mengenai metode tafsir yang digunakan, penulis menggunakan

    metode tematik atau metode tafsir maudhu’i dengan langkah-langkah yang

    akan ditempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

    1) Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan dikaji secara

    maudhu’i (tematik)

    2) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah

    yang telah ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyah.

    3) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa

    turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat

    atau asbabun nuzul.

    4) Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-

    masing suratnya.

    5) Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis,

    sempurna, dan utuh.

    6) Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang

    perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin

    jelas.

    7) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan

    cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang

    serupa.20

    20

    Abd. Al-hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu’iy, di terjemahkan dari buku aslinya

    yang berjudul “Al-Bidayah fi Al-Tafsir Al-Mawdhu’iy” oleh Suryan A Jamrah, (Jakarta : Raja

    Grafindo Persada, 1996), 45-46.

  • 11

    G. Sistematika penulisan

    Untuk mempermudah pembahasan, maka penulis menyusun sistemaka

    penulisan sebagai berikut:

    Bab satu pendahuluhan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

    batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,

    metode penelitian, sistematika pembahasan.

    Bab dua, berisi tentang biografi hamka; riwayat hidup, riwayat pendidikan

    social dan politiknya serta karya-karyanya, karakteristik tafsir al-Azhar; bentuk

    tafsir metodologi tafsir dan corak tafsir.

    Bab tiga, berisi tentang makna hakim yang adil dan ayat-ayat tentang

    hakim yang adil; pengertian hakim, pengertian adil, etika-etika hakim yang adil,

    ayat-ayat hakim yang adil dalam tafsir al-Azhar.

    Bab empat, bersi tentang penafsiran Hamka terhadap ayat-ayat etika hakim

    yang adil dalam tafsir al-Azhar dan analisis kandungan ayat tentang hakim yang

    adil dalam tafsir al-Azhar.

    Bab lima,penutup yang berisi tentang kesimpulan, saran-saran, dan daftar

    pustaka.

  • 12

    BAB II

    MENGENAL HAMKA DAN TAFSIR AL-AZHAR

    A. Biografi Hamka

    Hamka lahir di Maninjau, Sumatra Barat, 16 Februari 1908 Jakarta, dan

    wafat pada 24 Jul 1981. Seorang ulama terkenal, penulis produktif, dan mubalig

    besar dan yang berpengaruh di Asia Tenggara, ia adalah putra H Abdullah Karim

    Amrullah, tokoh pelopor gerakan Islam Kaum Muda di Minangkabau. Nama

    sebenarnya Abdul Malik Karim Amrullah. Sesudah menunaikan ibadah haji pada

    1927, namanya mendapat tambahan “Haji” sehingga mendapat tambahan Haji

    Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat Hamka.

    Hamka hanya sempat masuk sekolah desa selama 3 tahun dan sekolah-

    sekolah agama di Padang Panjang dan parabek (dekat Bukit tinggi) kira-kira

    3tahun.21

    Karena bakat dan otodidaknya yang kuat, ia dapat mencapai

    kemampuan dalam berbagai bidang. Bakatnya dalam bidang bahasa menyebabkan

    ia dengan cepat menguasai bahasa Arab sehigga ia dapat membaca dengan luas

    termasuk berbagai terjemahan dari tulisan-tulisan barat.22

    Di usia yang masih belia Hamka sudah melalangbuana, pada tahun 1924 ia

    berangkat ke Yogyakarta dan mulai mempelajari pergerakan Islam yang mulai

    marak. Hamka mengikuti pergerakan Islam dari HOS Tjokroaminoto, H.

    Fachrudin , RM Suryopranoto dan iparnya sendiri Buya AR St Mansur yang

    waktu itu ketua Muhammadiyah cabang pekalongan.23

    Di kota ini ia bertemu

    dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah setempat. Pada bulan juli 1925, ia kembali

    ke padangpanjang dan turut mendirikan Tablig Muhammadiyah di rumah ayahnya

    21

    Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid 2(Jakarta: Ichtiar Baru

    Van Hoeve, 1997), 75. 22

    Departemen Agama RI Direhtorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

    Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan tinggi Agama IAIN Jakarta, Ensiklopedi

    Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), 344. 23

    Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di

    Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2003), 63

  • 13

    di Gatangan, Padangpanjang. Sejak itulah ia berkiprah dalam organisasi

    Muhammadiyah.24

    Tiga tahun setelah berada di jawa, pada tahun 1927, ia berangkat ke

    Mekah Untuk menunaikan ibadah haji dan bermukim selama 6 bulan. Dari

    pengalaman naik haji inilah Hamka menulis sebuah novel yang terkanal berjudul

    “Di Bawah Lindungan Ka`bah “ yang diterbitkan oleh Balai Pustaka tahun 1938.

    Pada tahun 1928 ia menjadi peserta Muktamar Muhammadiyah di Solo,

    sepulang dari Solo ia memangku beberapa jabatan, mulai dari ketua bagian Taman

    Pustaka, kemudian ketua Tabligh, sampai menjadi ketua Muhammadiyah Cabang

    Padang panjang. Pada tahun 1930, ia diutus oleh pengurus Cabang Padangpanjang

    untuk mendirikan Muhammadiyah di Bengkalis. Pada tahun 1931, ia diutus oleh

    pengurus pusat Muhammadiyah ke Makassar (kini Ujungpandang) untuk menjadi

    mubalig Muhammadiyah dalam rangka menggerakkan semangat untuk

    menyambut Muktamar Muhammadiyah ke-21 (Mei 1932) di Makassar. Pada

    tahun 1934, ia kembali ke Padangpanjang dan diangkat menjadi Konsul

    Muhammadiyah Sumatera Tengah.

    Pada tahun 1953, Muktamar Muhammadiyah ke-32 di Purwoketo, ia

    terpilih menjadi anggaota pimpinan pusat Muhammadiyah dan sejak itu ia selalu

    terplih menjadi muktamar. Pada tahun 1971, Muktamar Muhammadiyah di

    Makassar, karena merasa uzur, ia memohon agar tidak dipilih kembali, tetapi

    sejak itu pula diangkat menjadi penasihat pimpinan pusat Muhammadiyah sampai

    akhir hayatnya.25

    Pada tanggal 27 Januari 1964, ia ditangkap oleh alat Negara. Dalam

    tahanan Orde Lama ini ia menyelesaukan Tafsir Al-Azhar (30 juz). Dan ia keluar

    dari tahanan setelah Orde Lama tumbang.

    24

    Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid 2(Jakarta: Ichtiar Baru

    Van Hoeve, 1997), 76. 25

    Ibid, 76

  • 14

    Pada tahun 1975, ketika Majlis Ulama Indonesia (MUI) berdiri ia terpilih

    menjadi ketua umum pertama dan terpilih kembali untuk periode kepengurusan

    kedua pada tahun 1980.26

    Kebaikan Buya Hamka ialah kemampuannya menjadikan dirinya sebagai

    orang yang bermanfaat bagi orang lain sebagaimana ia menghargai dirinya. Buya

    Hmka adalah orang yang optimis karena ia percaya bahwa semua orang pada

    dasarnya baik dan punya kemungkinan untuk menjadi lebih baik. Dengan modal

    itu pula ia mampu memperkenalkan dunia agama pada dunia sastra, sehingga

    keduanya merasa akrab, melaui karya roman dan cerita pendek yang ditulisnya

    dimasa muda. Dengan berpegang pada perinsip yang ia pegang bersikap untuk

    berbuat apa adanya tanpa harus takut kepada siapapun. Sikap tegas dalam

    mempertahankan sikap dan perinsip terbukti saat ia mundur dari ketua MUI

    karena tetap mempertahankan fatwa haram menghadiri natal bersama bagi umat

    Islam.

    Kian lama kepiawaiannya sebagai pengarang, pujangga dan filosof Islam.

    Semakin diakui orang. Karena keluasan ilmunya itulah, ia diangkat pemerintah

    menjadi anggota Badan Pertimbangan Kebudayaan dari kementerian PP dan K

    dan menjadi guru besar pada perguruan Tinggi Islam dan Universitas Islam di

    Makassar serta menjadi penasehat di kementerian Agama RI. Disamping

    mempelajari kesasteraan Melayu kelasik, Hamka juga bersungguh-sungguh

    mempelajari kesasteraan arab, karena ia menguasai bahasa dengan baik. Sehingga

    Slamet Mulyana, pengamat sastra Indonesia menyebut Hamka sebagai Hamzah

    Fansuri zaman baru.27

    Karena menghargai jasa-jasanya dalam penyiaran Islam dengan bahasa

    Indonesia yang indah itu, maka pada permulaan tahun 1959 Majelis Tinggi

    University Al-Azhar Kairo memberikan gelar ustaziyah Fakhiriyah (Doctor

    Honoris Causa) kepada hamka. Sejak itu berhaklah beliau memakai titel Dr. di

    26

    Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet 4, Jilid 2(Jakarta: Ichtiar Baru

    Van Hoeve, 1997), 77 27

    Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di

    Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2003), 65-66

  • 15

    pangkal namanya. Dan pada sabtu 06 juni 1974 dapat gelar Dr. kesusateraan di

    Malaysia.28

    Hamka akhirnya tutup usia di Jakarta, 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun.

    B. Pemikiran dan Karya-Karyanya

    Bakat tulis menulis tampaknya telah dibawanya sejak kecil yang diwarisi

    dari ayahnya, yang selain tokoh ulama juga penulis, terutama dalam majalah Al-

    Munir. Pada usia 17 tahun, sekitar tahun 1925, ia menerbitkan bukunya yang

    pertama, Khatibul Ummah, yang berarti Khatib dan Ummat. Kisah perjalanan naik

    haji ke tanah suci ditulisnya dalam surah kabar pelita Andalas.

    Pada tahun 1928, ia menerbitkan majalah kemajuan zaman, tahun 1932 ia

    terbitkan pula majalah Al-Mahdi. Kedua majalah tersebut bercorak kesastraan dan

    keagamaan. Pada tahun 1936-1943 ia menjadi ketua redaksi majalah pedoman

    maasyarakat di Medan dan pada tahun 1959 ia menerbitkan majalah Panji

    Masyarakat, yang kemudian dilarang terbit pada tahun 1960 karena menentang

    politik Sukarno. Bahkan ia ditangkap dan buku-bukunyapun dilarang beredar.

    Sebagai penulis banyak buku yang dikarangnya meliputi sejarah, filsafat, novel,

    dan masalah-masalah Islam.29

    Ketika tahun 1935 ia pulang ke Padang Pajang, ia sangat produktif

    menulis. Karya tulis hamka yang mencapai 113 buah buku lebih meliputi berbagai

    bidang; kesusasteraan, sejarah, otobiografi, politik, tasawuf dan agama. Buku-

    buku yang dikarangnya antara lain:

    1. Tahun 1935 Khatbul Ummah

    2. Tahun 1927 dia berangkat ke Mekkah sambil menjadi koresponden Pelita

    Andalas di Medan. Pulang dari Mekkah ia menjadi penulis di majalah

    seruan Islam, di Tanjung Pura.

    28

    Hamka, Tasawuf Modere, (Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd, 2003), h. 11 29

    Departemen Agama RI Direhtorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

    Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan tinggi Agama IAIN Jakarta, Ensiklopedi

    Islam di Indonesia, (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), h. 344.

  • 16

    3. Langkat dan pembantu dari Bintang Islam dan Suara Muhammadiyah

    Yogyakarta.

    4. Tahun 1928, ia menerbitkan buku romannya yang pertama dalam bahasa

    Minangkabau dengan judul Si Subariah. Tahun itu juga ia memeimpin

    majalah Kemauan Zaman dan terbit hanya beberapa nomor.

    5. Pada tahun 1929 ia mengarang buku dengan judul Agama dan Perempuan,

    Pembela Islam (Tarikh Abu bakar). Ringkasan Tarikh Ummat Islam, Adat

    Minangkabau dan Agama

    6. Tahun 1930 ia menjadi penulis di surat kabar pembela islam bandung dan

    mulai berkenalan dengan M. Nasir dan Ahmad Hasan dll. Tahun 1932 ia

    mengajar di makassar dan sempat menerbitkan majalah Almahdi. Tahun

    itu juga bukunya laila majnun di terbitkan oleh balai pustaka.

    7. Tahun 1935 ia kembali kepadang dan tahun 1936 – 1943 ia menerbitkan

    mingguan islam yang cukup terkenal, yaitu “pedoman masyarakat”.

    8. Tahun 1943 saat jepang masuk ke indonesia Hamka banyak menerbitkan

    buku dan karangannya dalam lapangan agama dan filsafat, tasawuf dan

    roman, antara lain karangannya, yang sangat terkenal yaitu: tenggelamnya

    kapal Vanderwijck (1937), di dalam lindungan ka’bah (1936), merantau ke

    delhi (1940), terusir, keadilan ilahi, dll.

    9. Karanganya di bidang agama dan filsafat yaitu diterbitkannya buku

    tasawuf modern, yang semula berasal dari artikel keagamaan di majalah

    pedoman masyarakat, medan, filsafat hidup, lembaga hidup, pedoman

    mubaliq islam dll.

    10. Setelah pecah perang revolusi ia pindah ke sumatra barat dan ia

    menerbitkan buku-buku lainnya seperti revolusi pikiran, refolusi agama,

    adat minang kabau. Menghadapi refolusi, negara islam, sesudah naskah

    renville, muhamadiyah melalui tiga zaman, dari lembah cita-cita merdeka,

    islam dan demokrasi (1946).

    11. Pada tahun 1950 Hamka pindah kejakarta, dan menerbitkan karangannya

    yaitu: ayahku (1950), kenang-kenangan hidup, perkembangan tasawuf dari

  • 17

    abat ke abat, riwayat perjalanan ke negri-negri Islam, di tepi sungai nil, di

    tepi sungai dajlah, mandi cahaya di tanah suci, empat bulan di amerika.

    12. Tahun 1955 terbit bukunya pelajaran agama islam (1956), pandangan

    hidup muslim, sejarah hidup jamaluddin al-afgani (1965), dan sejarah

    umat islam.

    13. Pada tahun 1962 hamka mulai menafsirkan tafsir al-Azhar buku ini terdiri

    dari tiga puluh jilid sesuai dengan jumlah juz al-Qur’an, tafsir ini sebagian

    besar ia selesaikan ketika di penjara selama 2 tahun 7 bulan, tafsir ini

    rampung tahun 1969.30

    C. Latar Belakang penulisan Tafsir Al-Azhar

    Dalam kata pengantar, (Tafsir Al-Azhar) Hamka menyebut beberapa nama

    yang ia anggap berjasa bagi dirinya dalam mengembangkan keilmuan keislaman

    yang ia miliki. Nama-nama tersebut merupakan orang yang memberi motivasi

    untuk segala karya cipta dan dedikasinya tehadap pengembangan dan

    penyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman, tidak terkecuali karya tafsirnya. Nama-

    nama tersebut selain disebut Hamka sebagai orang tua dan saudara-saudaranya,

    juga disebut sebagai guru-gurunya. Nama-nama itu antara lain, ayahnya yang

    merupakan gurunya sendiri, Dr.Syaikh Abdulkarim Amrullah, Syaikh Muhammad

    Amrullah (kakek), Abdul Salih (kakek bapaknya).31

    Tafsir Al-Azhar karya Hamka ini di tulis dalam bahasa Indonesia atau

    Melayu. Disebut bahasa melayu karena para ahli bahasa Indonesia telah

    merumuskan pada kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan bahwa bahasa

    Indonesia itu adalah berasal dari bahasa Melayu.32

    Tafsir ini ditulis bukan tanpa tujuan, terbukti Hamka menuliskannya dalam

    pendahuluan tafsirnya bahwa ditulisnya tafsir ini adalah bangkitnya minat

    30

    Shalahuddin Hamid dan Iskandar Ahza, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di

    Indonesia, cet 1, (Jakarta: PT. Intimedia Cipta Nusantara, 2003), 63-64 31https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-

    prof-dr-hamka/ diakses pada tanggal 7/7/2019 pukul 19:34 32

    Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka Nasional PTE LTD Singapura), 3.

    https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/https://andiuripurup.wordpress.com/2013/06/06/tafsir-al-azhar-karya-prof-dr-hamka/

  • 18

    angkatan muda Islam di tanah air Indonesia untuk mengetahui isi Al-Qur`an di

    zaman sekarang, padahal mereka tidak mempunyai kemampuan dalam berhasa

    Arab.

    Kemudian muballigh dan ahli dakwah, banyak dan sedikit mengetahui

    bahasa Arab namun kurang pada pengetahuan umumnya, sehingga merekapun

    sedikit canggung menyampaikan dakwahnya. Padahal merekapun mempunyai

    kewajiaban memiliki pengetahuan yang luas daripada para muballigh dahulu.

    Dahulu seorang muballigh menyampaikan dakwahnya niscara mereka terima,

    namun sekarang muballigh menghadapi bangsa yang sudah mulai cerdas. Ketika

    mereka mendapat keterangan- keterangan yang didasarkan agama yang menurut

    mereka tidak masuk akal, mereka sudah berani membantahnya, jika mereka diberi

    keterangan dengan Al-Qur`an langsung ia dapat memahaminya. Maka “Tafsir” ini

    dapat menolong bagi mereka untuk menyampaikan dakwah itu.33

    D. Gambaran Sekilas Tafsir Al-Azhar

    1. Bentuk Fisik

    Tafsir Al-Azhar merupakan Tafsir yang disusun sebanyak 30 Jilid,

    yang masing-masing jilid mewakli 1 Juz dalam Al-Qur’an. Dari setiap jilid,

    jumlah halaman dan ketebalan tidak sama. Terdapat beberapa jilid yang sangat

    tebal hingga lebih dari 400 halaman seperti Juz 1, Juz 5, Juz 10 dan lainnya.

    Namun beberapa di antaranya juga sangat tipis, kurang dari 250 halaman

    seperti Juz 20, 27, dan lain sebagainya.

    Tafsir ini mula-mula dicetak pada tahun 1966 dan yang berada pada

    tangan penulis saat ini adalah cetakan tahun 2008 oleh Citra Serupun Padi.

    Yang berbeda dari Tafsir ini adalah bentuk penjilidan dari semua cover

    cetakan. Berbeda dengan beberapa kitab tafsir karya ulama-ulama pada

    umumnya yang menggunakan cover tebal (keras), tafsir ini (dari Pustaka

    Panjimas) memiliki cover yang biasa dan mudah terlipat, sehingga terkesan

    minim biaya.

    33

    Ibid, 4.

  • 19

    Tafsir ini memiliki lembaran halaman yang bagus, namun tergolong

    standar jika dibandingkan dengan banyak karya tafsir yang dicetak ulang pada

    saat ini. Seperti Tafsir Ibnu Katsir cetakan terbaru, Tafsir Al-Mishbah, Tafsir

    Jalalain, dan lain sebagainya. Selain itu, perekat antara lembaran kertas

    dengan kertas cover sangat rentan sekali untuk terlepas. Sehingga penulis

    dengan sengaja mengukuhkan bukunya dengan stadler (hekter) besar.

    2. Isi Tafsir

    Tafsir Al-Azhar ditulis dalam bahasa Indonesia dengan gaya sastra

    melayu. Meskipun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa karya tafsir ini

    juga dicetak oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan

    Brunei. Tafsir ini banyak mengandung sajak dan syair serta berbagai pantun

    melayu. Sebagai contoh, apa yang Hamka tuangkan dalam Tafsir Al-Azhar

    pada Juz III saat menafsirkan surat Al-Baqarah ayat 265 :

    “Artinya ialah senantiasa Allah melihat bagaimana kita yang

    mengakui beriman, memelihara kebun jiwa kita supaya senantiasa

    subur; karena kalau tanaman yang ditanam tidak mau tumbuh,

    janganlah segera tanaman itu yang disalahkan, mungkin tanah tempat

    menanam tidak terpelihara, sebagai pantun orang tua-tua :

    Bukit Bunian panjang tujuh,

    Dilipat lalu panjang lima,

    Bukan tanaman segera tumbuh,

    Bumi yang segan menerima …”

    Selain itu, dalam Tafsir Al-Azhar juga terdapat berbagai kosakata-

    kosakata yang sudah termasuk kelompok kata yang tidak lagi menjadi kata

    baku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada KBBI. Penerbit tetap

    membawakan Tafsir Al-Azhar dengan gaya bahasa penulis aslinya, supaya

    berbagai macam pelajaran, makna dan petuah di dalamnya tetap terjaga.

    Hamka selalu membawakan pengantar tafsir di setiap jilid Tafsir Al-

    Azhar, yang cukup membantu pembaca dalam memahami kembali tafsir dari

    jilid sebelumnya tanpa harus membukanya serta membantu pembaca dalam

    menghubungkan antar surat dalam penafsiran melalui pengantar yang cukup

    singkat.

  • 20

    Kelebihan dari Tafsir Al-Azhar ini adalah pembawaannya yang mudah

    sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat umum, baik dari kalangan pelajar

    ataupun cendikiawan. Meskipun begitu, bahasanya juga tidak menjemukan

    dan terlalu kaku sehingga membuat orang menjadi bosan karenanya. Tidak

    banyak mengandung pendapat-pendapat ulama lain serta menghubungkan

    dengan realita kehidupan yang aktual di tengah masyarakat.

    Akan tetapi, adapun yang menjadi kekurangangannya adalah sangat

    minimnya riwayat yang menyertakan sanadnya secara lengkap, sehingga amat

    sukarlah bagi para pelajar dan peneliti untuk merujuk kembali hadits atau atsar

    serta riwayat-riwayat lain yang Hamka sampaikan dalam tafsirnya demi

    memeriksa derajat riwayat yang beliau sampaikan. Sebagaimana yang tertuang

    dalam Tafsir Al-Azhar Juz III halaman 152, tak satupun di antara hadits dan

    atsarnya yang sanadnya dijelaskan secara rinci.34

    E. Metode Tafsir Al-Azhar

    Tafsir Al-Azhar ini menggunakan metode Tahlili dalam menafsirkan ayat-

    ayat al-Qur’an. Tahlili adalah metode yang mufassirnya berupaya untuk

    menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Quran dari berbagai sisi dengan

    memperhatikan urutan ayatayat Al-Quran sebagaimana yang termaktub dalam

    mushaf.

    Hal tersebut tampak jelas pada penafsirannya terhadap AlQuran surat At-

    Tariq ayat 11 sebagai berikut:

    “demi langit yang mengandung hujan”.

    34

    https://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzh

    ar?auto=download diakses pada tanggal 7/7/2019, pukul, 3:21

    https://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzhar?auto=downloadhttps://www.academia.edu/31592265/Metode_Penafsiran_Tafsir_AlAzhar?auto=download

  • 21

    Hamka menafsirkan dengan: “Sekali lagi Allah bersumpah dengan langit

    sebagai makhluk-Nya: Demi langit yang mengandung hujan. Langit yang

    dimaksud di sini tentulah yang di atas kita. Sedangkan di dalam mulut kita yang

    sebelah atas kita namai “langit-langit”, dan tabir sutera warna-warni yang

    dipasang di sebelah atas singgasana raja atau di atas pelaminan tempat mempelai

    dua sejoli bersanding dinamai langitlangit jua sebagai alamat bahwa kata-kata

    langit itu pun dipakai untuk yang di atas. Kadang-kadang diperlambangkan

    sebagai ketinggian dan kemuliaan Tuhan, lalu kita tadahkan tangan ke langit

    ketika berdoa. Maka dari langit itulah turunnya hujan. Langitlah yang menyimpan

    air dan menyediakannya lalu menurunkannya menurut jangka tertentu. Kalau dia

    tidak turun kekeringanlah kita di bumi ini dan matilah kita. Mengapa raj’i artinya

    disini jadi “hujan”? sebab hujan itu memang air dari bumi juga, mulanya menguap

    naik ke langit, jadi awan berkumpul dan turun kembali ke bumi, setelah menguap

    lagi naik kembali ke langit dan turun kembali ke bumi. Demikian terus-menerus.

    Naik kembali turun kembali.

    Mengenai penafsiran Hamka tersebut di atas. Dapat dipahami bahwa

    Hamka menggunakan metode analitis sehingga peluang untuk memaparkan tafsir

    yang rinci dan memadai menjadi lebih besar. Untuk menjelaskan kata “langit”, ia

    mengkomparasikannya dengan langit-langit yang terdapat dalam rongga mulut

    dan langit-langit yang terdapat pada pelaminan, dan bahkan dengan langit-langit

    yang terdapat pada istana raja. Kemudian ia menjelaskan bahwa kata “langit”

    terkadang juga dilambangkan sebagai ketinggian dan kemuliaan Tuhan, dimana

    manusia ketika berdoa ia mengadahkan tangannya ke arah atas langit. Ia juga

    menjelaskan mengapa kata raj’i pada ayat tersebut bermakna “hujan”, karena

    adanya pengulangan peristiwa atau kejadian yang menyebabkan terjadinya hujan.

    Oleh sebab itu, jelas bahwa Tafsir Al- Azhar menggunakan metode tahlili.35

    F. Corak Tafsir al- Azhar

    35

    Dewi Murni, Tafsir al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis) Jurnal

    Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 33-35

  • 22

    “Tiap-tiap tafsir Al-Qur’an memberikan corak haluan daripada peribadi

    penafsirnya,” demikian Hamka mengawali paparannya tentang haluan tafsir.

    Dalam Tafsir al-Azhar-nya, Hamka, seperti diakuinya, memelihara sebaik

    mungkin hubungan antara naqal dan `aql antara riwayāh dan dirayāh. Hamka

    menjanjikan bahwa ia tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat

    yang telah terdahulu, tetapi mempergunakan juga tinjauan dan pengalaman

    pribadi. Pada saat yang sama, tidak pula melulu menuruti pertimbangan akal

    seraya melalaikan apa yang dinukil dari penafsir terdahulu. Suatu tafsir yang

    hanya mengekor riwayat atau naqal dari ulama terdahulu, berarti hanya

    suatu textbook thinking belaka. Sebaliknya, kalau hanya memperturutkan akal

    sendiri, besar bahayanya akan terpesona keluar dari garis tertentu yang digariskan

    agama melantur ke mana-mana, sehingga dengan tidak disadari boleh jadi

    menjauh dari maksud agama.36

    Masih dalam kerangka “Haluan Tafsir”, Hamka mengabarkan

    bahwa Tafsir al-Azhar ditulis dalam suasana baru, di negara yang penduduk

    Muslimnya adalah mayoritas, sedang mereka haus akan bimbingan agama haus

    akan pengetahuan tentang rahasia Al-Qur’an, maka perselisihan-perselisihan

    mazhab dihindari dalam Tafsirnya. Dan Hamka sendiri, sebagai penulis Tafsir,

    mengakui bahwa ia tidaklah ta’ashshub kepada satu paham, “melainkan sedaya

    upaya mendekati maksud ayat, menguraikan makna dan lafaz bahasa Arab ke

    dalam bahasa Indonesia dan memberi kesempatan orang buat berpikir.”37

    Masih dalam kerangka “Haluan Tafsir”, Hamka mengemukakan

    ketertarikan hatinya terhadap beberapa karya tafsir. Di antara karya tafsir yang

    jelas-jelas ia menyatakan ketertarikan hati terhadapnya adalah tafsir al-

    Manār karya Sayyid Rasyid Ridha. Tafsir ini ia nilai sebuah sosok tafsir yang

    mampu menguraikan ilmu-ilmu keagamaan sebangsa hadis, fikih, sejarah dan

    36

    Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka

    Nasional PTE LTD Singapura), 40.

    37 Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka

    Nasional PTE LTD Singapura), 40-41

  • 23

    lainnya lalu menyesuaikannya dengan perkembangan politik dan kemasyarakatan

    yang sesuai dengan zaman di waktu tafsir itu ditulis.

    Selain tafsir al-Manār, tafsir al-Marāgi, al-Qasimi dan fi Zhilal al-

    Qur`an juga termasuk tafsir-tafsir yang Hamka saluti. Tafsir yang disebut

    terakhir misalnya, ia nilai sebagai satu tafsir yang munasabah buat zaman ini.

    Meskipun dalam hal riwāyāh ia belum (tidak) mengatasi al-Manār, namun

    dalam dirāyāh ia telah mencocoki pikiran setelah Perang Dunia II. Secara jujur

    Hamka mengatakan bahwa Tafsir karya Sayyid Quthub itu banyak

    mempengaruhinya dalam menulis tafsir al-Azhar-nya.38

    Corak penafsiran merupakan suatu warna, arah atau kecendrungan

    pemikiran atau ide yang mendominasi sebuah karya tafsir. Jadi kata kuncinya

    terletak pada dominan atau tidaknya sebuah pemikiran atau ide tersebut. Tidak

    menutup kemungkinan dalam sebuah tafsir memiliki banyak corak karena setiap

    mufasir memiliki kebebasan dalam mengekspresikan karyanya selama itu tidak

    melanggar rambu-rambu yang ditetapkan untuk menjadi seorang mufasir.

    Nashiruddin Baidan memagi corak tafsir dalam 3 kategori yaitu umum, khusus

    dan kombinasi.

    Bila sebuah tafsir mengandung banyak corak (minimal tiga corak) dan

    keseluruhan tidak ada yang dominan karna porsinya sama, maka inilah yang

    disebut corak umum. Akan tetapi bila ada yang dominan, maka itu yang disebut

    corak khusus, jika yang dominan itu ada dua corak secara bersamaan yakni kedua-

    duanya mendapat porsi yang sama, maka ini yang disebut corak kombinasi. Tafsir

    al-Azhar karya hamka ini merupakan salah satu karya di bidang tafsir yang

    memiliki corak (adab ijma`i dan sufi) dimana keduanaya sama-sama menonjol

    dominan dalam tafsirnaya.39

    38

    Ibid, 41 39

    Thoriq Fadli Zaelaini, Skripsi Konsep Keluarga Sakinah Menurut Hamka (Studi atas

    Tafsir al-Azhar), (IAIN SURAKARTA, 2017), 42-43

  • 24

    Corak yang mendominasi penafsiran Hamka adalah al-adab al-ijtima’i,

    dimana ia senantiasa merespon kondisi sosial masyarakat dan mengatasi problem

    yang timbul di dalamnya. Maka jelas ia memakai corak Adab ijtima’i (sosial

    kemasyarkatan). Yaitu penafsiran yang menerangkan petunjuk-petunjuk ayat

    Alquran yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat dan berupaya

    untuk menanggulangi masalah-masalah mereka dengan mengedepankan petunjuk-

    petunjuknya.40

    Hal yang demikian misalnya dapat kita lihat pada penafsirannya berikut

    ini. Q.S. Al-Baqarah”159, sebagai berikut:

    “Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah

    Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk,

    setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka

    itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat

    mela'nati”,

    “ Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah

    pernah kami turunkan, dari keterangan-keterangan dan petunjuk.” (pangkal ayat

    159). Keterangan-keterangan itu ialah tentang sifat-sifat rasul akhir zaman yang

    akan diutus Tuhan, yaitu Nabi Muhammad SAW, yang demikian jelas sifat-

    sifatnya itu diterangkan, sehingga mereka kenal sebagaimana mengenal anak

    mereka sendiri. Dengan menyebut keterangan-keterangan, jelaslah bahwa

    40

    Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis), Jurnal

    Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 35

  • 25

    penjelasan ini bukan di satu tempat saja dan bukan satu kali saja melainkan di

    berbagai kesempatan. Dan yang dimaksud dengan petunjuk atau hudan ialah

    intisari ajaran Nabi Musa a.s, yang sama saja dengan intisari ajaran Muhammad

    saw, yaitu tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah SWT, tiada

    membuatnya patung dan berhala. Setelah Kami terangkan dianya kepada manusia

    di dalam Kitab. Artinya, segala keterangan dan petunjuk itu jelas tertulis di Kitab

    Taurat itu sendiri, dan sudah disampaikan kepada manusia, sehingga tidak dapat

    disembunyikan Lagi. “Mereka itu akan dilaknat oleh Allah dan mereka pun akan

    dilaknat oleh orang-orang yang melaknat.” (Ujung ayat 159)

    Orang yang menyembunyikan keterangan-keterangan itu adalah orang

    yang tidak jujur, orang-orang yang curang yang telah melakukan korupsi atas

    kebenaran, karena mempertahankan golongan sendiri. Orang yang semacam ini

    pantaslah mendapat laknat Tuhan dan laknat manusia. Kecurangan terhadap ayat

    suci di dalam Kitab-kitab Tuhan, hanya semata-mata mempertahankan

    kedudukan, adalah satu kejahatan yang patut dilaknat.41

    Penafsiran Hamka di atas menjelaskan kondisi masyarakat Yahudi yaitu

    umat Nabi Musa AS yang tidak percaya akan diutusnya Muhammad sebagai nabi

    pada akhir zaman, yaitu melakukan suatu kecurangan dan ketidakjujuran dengan

    menyembunyikan informasi tentang hal itu, yang nyata-nyata telah disebutkan

    dalam kitab mereka sendiri. Oleh karena itu,mereka sangat layak dilaknat oleh

    Allah dan manusia. Selanjutnya, Hamka menjelaskan sebagai berikut:42

    Ayat yang tengah kita tafsirkan ini adalah celaan keras atas perbuatan

    curang terhadap kebenaran. Sebab itu janganlah kita hanya menjuruskan perhatian

    kepada sebab turunnya ayat, yaitu pendeta Yahudi dan Nasrani tetapi menjadi

    peringatan juga kepada kita umat Muslimin sendiri. Apabila orang-orang yang

    dianggap ahli tentang Agama, tentang al-Qur`an dan hadis telah pula

    menyembunyikan kebenaran, misalnya karena segan kepada orang yang berkuasa

    41

    Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka

    Nasional PTE LTD Singapura 2003), 358. 42

    Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis), Jurnal

    Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 36-37.

  • 26

    atau takut pengaruh akan hilang terhadap pengikut-pengikut mereka, maka kutuk

    yang terkandung dalam ayat ini pun akan menimpa mereka. Terutama dari hal

    Amar Ma’ruf Nahi Munkar, menganjurkan untuk berbuat yang baik dan

    mencegah daripada mungkar, menjadi kewajibanlah bagi orang-orang yang telah

    dianggap ahli dalam hal agama. Sabda Nabi SAW:

    Artinya: Ulama-ulama adalah penjawat waris Nabi-Nabi. (Dirawikan oleh

    Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Al- Baihaqi dari Hadits Abu

    Darda’).

    Lantaran itu dalam Islam ulama mempunyai dua kewajiban, yaitu

    menuntut ilmu agama untuk mengajarkannya pula kepada orang yang belum tahu,

    sehingga diwajibkan bagi yang belum tahu itu bertanya kepada yang tahu.

    Kewajiban yang kedua menyampaikan atau mentablighkan. Ulama dalam Islam

    bukanlah hendaknya sebagai sarjana ayang duduk di atas istana gading,

    menjauhkan diri dari bawah dan melihat-lihat saja dari atas. Lantaran itu maju

    mundurnya agama di suatu negeri amat bergantung kepada aktif tidaknya ulama di

    tempat itu dalam menghadapi masyarakat. Kalau mereka telah menyembunyikan

    pula ilmu dan pengetahuan, keterangan-keterangan dan petunjuk, kutuk dan laknat

    Tuhanlah yang akan menimpa dirinya. Manusia pun mengutuk pulalah, sehingga

    kadang-kadang jika terdapat banyak di satu negeri, maka bertanyalah orang

    “Tidakkah ada ulama di sini ?.43

    Penafsiran Hamka terhadap ayat tersebut mengarah kepada pengecaman

    keras terhadap orang Yahudi dan Nasrani yang bersikap hipokrit, yaitu berpura-

    pura tidak tahu akan kerasulan Muhammad sehingga mereka menyembunyikan

    hal itu, padahal sebenarnnya hal tersebut telah tercantum dalam kitab mereka

    sendiri, yang boleh jadi hal itu mereka lakukan karena kekhawatiran akan

    hilangnya pengaruh mereka atau hal yang lain. Kemudian kondisi tersebut.

    Hamka arahkan kepada kaum muslimin, terlebih kepada orang yang ahli dalam

    bidang AlQuran dan Hadis (Ulama), agar mereka tidak melakukan hal yang sama,

    43

    Prof. DR. Haji Abdulmalik Abdulkarim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, Zuz 1 (Pustaka

    Nasional PTE LTD Singapura 2003), 360-361.

  • 27

    yaitu menyembunyikan kebenaran. Akan tetapi,hendaklah ia bangkit atau berada

    di tengah-tengah masyarakat untuk memberikan arahan-arahan pengajaran atau

    petunjuk-petunjuk kepada kebenaran supaya mereka tidak mendapat laknat dari

    Allah swt, dan manusia. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa Tafsir al-Azhar

    menggunakan corak Adab Ijtima`i.

    Dengan demikian, sangat tepat kalau ditegaskan kembali bahwa Tafsir Al-

    Azhar adalah salah satu tafsir yang memakai corak Adab Ijtima`i. Sekalipun corak

    ini melakukan penafsiran mengenai aneka macam persoalan yang berhubungan

    dengan kandungan ayat yang di tafsirkan seperti Filsafat, Teologi, Hukum,

    Tasawuf dan sebagainya. Namun penafsiran itu tidak keluar dari coraknya yang

    berupaya mengatasi problem-problem masyarakat, dan memotivasinya untuk

    memperoleh kemajuan duniawi dan ukhrawi menurut petunjuk-petunjuk Al-

    Quran.44

    Berdasarkan penafsiran-penafsiran Hamka di atas, dapat dikemukakan

    bahwa sistematika penafsiran dalam Tafsir Al- Azhar adalah sebagai berikut:

    (1)ayat, (2) terjemahan (3) munâsabah, (4) tafsir ayat / kosa kata (5) asbâb al-

    nuzûl dan (6) kandungan ayat / kesimpulan.45

    G. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Azhar

    Beberapa kelebihan Tafsir al-Azhar adalah:

    1. Berbahasa Indonesia. Sehingga tafsir ini mudah dipahami oleh bangsa

    Indonesia yang umumnya kesulitan membaca buku-buku berbahasa Arab.

    2. Penyeleksian terhadap hadits-hadits.

    3. Tidak memasukkan unsur-unsur israiliyat. Kalaupun beliau menuliskan

    kisah-kisah israiliyat biasanya hanya untu disebutkan kesalahannya.

    Bahkan kisah yang datang dari sahabat pun akan beliau tolak jika memang

    beliau anggap tidak sesuai dengan Alquran atau pun hadits.

    44

    Dewi Murni, Tafsir Al-Azhar (Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis), Jurnal

    Syahadah Vol. III, No. 2, Oktober 2015, 38-39 45

    Ibid, 40

  • 28

    Beberapa kekurangan Tafsir al-Azhar adalah:

    1. Kurang ketatnya penyeleksian terhadap hadis-hadis

    2. Dalam menyebutkan hadis, kadang-kadang tidak menyebutkan

    sumbernya.46

    46

    https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZ

    HAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf diakses pada tanggal 7/7/2019 pukul, 3:30

    https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZHAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf%20diakses%20pada%20tanggal%207/7/2019https://www.academia.edu/32727627/STUDI_KITAB_TAFSIR_ALAZHAR_KARYA_DR._HAMKA._Pdf%20diakses%20pada%20tanggal%207/7/2019

  • 29

    BAB III

    MAKNA HAKIM YANG ADIL DAN AYAT-AYAT HAKIM YANG

    ADIL DALAM AL-QUR`AN

    A. Pengertian hakim dan adil

    1. Hakim

    Hakim (al- Hakim). Yang di maksud “hakim” dalam islam adalah yang

    menjadi sumber hukum, yaitu Allah SWT. Hal ini terlihat jelas dalam definisi

    hukum yang dikemukakan oleh para ulama, yaitu khitab (perintah) Allah yang

    berhubungan dengan perbuatan orang-orang mukalaf, baik berupa tuntutan

    (melakukan sesuatu atau meninggalkan Sesutu), kebolehan, memilih atau

    berupa sebab, syarat dan mani` (penghalang).” Definisi ini menunjukkan

    bahwa sumber hukum tersebut adalah Allah SWT (al-Qur`an). Oleh sebab itu

    Allah lah yang dinamakan sebagai hakim yang sebenarnya dalam Islam. Ketika

    orang Yahudi dan Nasrani saling menuduh, maka Allah SWT menetapkan

    bahwa Allah lah yang mengadili mereka tentang masalah mereka perselisihkan

    (surah al- Baqarah, ayat 113).

    Dalam pengertian lain, yaitu dalam segi perundang-undangan dalam

    Islam, maka “hakim” juga diartikan sebagai pelaksana undang-undang atau

    hukum suatu negara Islam. Sebagaimana dirumuskan oleh para ulama bahwa

    syariat Islam merupakan tata aturan yang mencakup masalah dunia akhirat,

    maka syariat itu juga mengatur tata kehidupan kenegaraan yang meliputi

    kekuasaan ligislatif eksekutif dan yudikatif. Yudikatif dikenal sebagai badan

    pelaksana hukum dalam suatu negara. Dalam negara Islam, hukum dan

    undang-undang tersebut bersumber dari Allah SWT, sedangkan hakim dalam

    badan yudikatif ini adalah pelaksana sebagian dari hukum-hukum Allah SWT

    tersebut. Hakim dalam pengertian ini dalam bahasan Ahkam al-Qada` (tata

    aturan yang berkaitan dengan peradilan), disebut qadi. Sebagai pelaksana

    hukum, qadi berusaha menyelesaikan permasalahan yang dihadapkan

  • 30

    kepadanya, baik menyangkut hak-hak Allah SWT, maupun hak-hak

    peribadi seseorang.47

    2. Pengertian Adil

    Adil secara etimologi yaitu “al-Adl”, berarti tidak berat sebelah tidak

    memihak atau menyamakan sesuatu dengan yang lainnya (al-Wasawah).

    Secara terminologis adil berarti “mempersamakan” sesuatu dengan

    yang lain, baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran sehingga sesuatu itu

    menjadi tidak berat sebelah dan tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti

    “berpihak atau berpegang kepada kebenaran” Keadilan lebih dititik beratkan

    pada pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya jika keadilan telah dicapai,

    maka itu merupakan pada tempatnya jika keadilan telah dicapai, maka itu

    merupakan dalil kuat dalam islam selama belum ada dalili lain yang

    menentangnya.48

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata adil diartikan: (1) tidak berat

    sebelah / tidak memihak, (2) berpihak pada kebenaran dan (3) sepatutnya tidak

    sewenang-wenang.49

    Menurut Murtadha Muthahari dalam bukunnya yang berjudul Keadilan

    Ilahi, kata adil digunakan dalam empat hal:

    1. Yang dimaksud dengan adil di sini ialah keadaan sesuatu yang

    seimbang

    2. Persamaan dan penafian terhadap pembelaan apapun

    3. Memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang

    yang berhak menerimanya

    47

    Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, cet.4, Jilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), 70

    48https://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan

    dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdf iuuio. Diakses pada tanggal 25/06/2019, pukul 09:37

    49 https://kbbi.web.id/adil diakses pada tanggal 25/06/2019, pukul 10:35

    https://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan%20%20dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdfhttps://media.neliti.com/media/publications/240291-makna-keadilan%20%20dalam-perspektif-hukum-is-fc902cf8.pdfhttps://kbbi.web.id/adil

  • 31

    4. Memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah kelanjutan

    eksistensi dan peralihan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan

    untuk untuk eksis dan melakukan transformasi.50

    B. Ayat- ayat Tentang Hakim yang Adil Dalam Al-Qur`an

    Al-Qur’an diturunkan sebagai pedoman bagi sekalian manusia, al-Qur’an

    adalah kitab suci yang memiliki pembahasan komprehensif yang sangat luar biasa,

    berkedudukan sebagai pelengkap dan penyempurna terhadap kitab-kitab

    sebelumnya, sekaligus yang akan membimbing dan mengarahkan manusia pada

    jalan yang diridhai-Nya melalui makna-makna yang terkandung di dalamnya.

    Al-Quran memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat. Salah

    satu di antaranya adalah bahwa ia merupakan kitab yang keotentikannya dijamin

    oleh Allah, dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.51

    Al-Qur’an memiliki keragaman makna sehingga banyak dari para peneliti

    al-Qur’an yang menafsirkan al-Qur’an menurut pendapat mereka sehingga

    menjadi petunjuk bagi orang banyak dan menjadi solusi bagi kehidupan manusia

    pada umumnya dan umat Islam khususnya.

    Salah satu yang menjadi perhatian penulis yang akan dikaji adalah

    mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an tentang Hakim.

    Mengingat luasnya permasalahan dan banyaknya ayat mengenai hakim,

    maka dipandang perlu batasan masalah agar tidak terjadi kerancuan dalam

    bahasan. Dalam permasalahan ini, penulis hanya membatasi penelitian tersebut

    yang mana terdapat dalam QS. al-Nisā ayat 58, al-Baqarah ayat 188, al-Māidah

    ayat 49-50 dan Shād ayat 22 dan 26.

    Adapun redaksi ayat-ayat tersebut dapat dikelompokkan berdasar runtut

    kronologi masa turunnya dibawah ini.

    50

    Nurdani, Adil Dalam Al- Qur`an (Studi Komperasi Kata Al-Adul dan Al-Qisthu),

    Skripsi, (IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, 2013), h. 12.

    51 Quraish Shihab, Membuminkan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 5.

  • 32

    1. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Makkah dan Madinah

    terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli ilmu-ilmu al-

    Qur`an tentang batasan al-Makki wa al-Madani. Secara garis besar perbedaan

    mereka itu dapat dibedakan kedalam tiga kelompok yaitu:

    Pertama, sebagiann mereka memformulasikan makkiyah dengan surah-

    surah dan ayat-ayat Al-Qur`an yang diturunkan di Makkah dan sekitarnya;

    sedangkan madani mereka gunakan untuk menjuluki surah-surah dan ayat-ayat

    al-Qur`an yang diturunkan di Madinah dan sekitarnya.

    Kedua, ada ulama yang mendefinisikan al-makki dengan surah-surah

    dan ayat-ayat Al-Qur`an yang titik berat khihab (arah pembicaraannya) lebih

    ditujukan penduduk Makkah; sedangkan madani adalah surah-surah dan ayat-

    ayat Al-Qur`an yang titik tekan arah pembicaraan (khithabnya) lebih ditujukan

    kepada penduduk Madinah.

    Ketiga, dan inilah yang disebut-sebut sebagai pendapat yang paling

    masyhur dari ketiga pendapat yang ada yaitu pendapat para ulama yang

    mendefinisikan al-Makki sebagai sebutan untuk surah-surah dan ayat-ayat al-

    Qur`an sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah Ke Madinah, tanpa peduli ayat

    itu turun di Makkah atau di tempat lain. Sedangkan yang disebut al-Madani

    ialah kelompok surah dan ayat Al-Qur`an yang diturunkan sesudah Nabi

    Muhammad SAW hijrah ke Madinah walaupun turunannya di Makkah.

    Ketiga pendapat di atas tanpak berangkat dari persepsi yang berbeda-

    beda. Pendapat pertama lebih menekankan pemikirannya kepada tempat tinggal

    Nabi semata-mata, sementara pendapat kedua lebih menitikberatkan kepada

    penduduk yang menjadikan obyek pembicaraan al-Qur`an dan pendapat yang

    ketiga lebih mengutamakan peristiwa sejarah yang amat besar yakni waktu

    sebelum dan sesudah Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke

    Madinah.52

    52

    Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur`an 3, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

    2004), 194-195.

  • 33

    a. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Makkah

    Q.S. Shād: 22

    “Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut karena

    kedatangan) mereka. mereka berkata: "Janganlah kamu merasa takut;

    (Kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari

    Kami berbuat zalim kepada yang lain; Maka berilah keputusan antara

    Kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran

    dan tunjukilah Kami ke jalan yang lurus.”53

    Q.S. Shaad: 26

    “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah

    (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara

    manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu,

    karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya

    orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang

    berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”54

    b. Ayat-ayat Hakim yang Turun pada Periode Madinah

    53

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 454 54

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 454

  • 34

    Q.S. Al-Baqarah: 188

    “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang

    lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu

    membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat

    memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan

    berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”55

    Q.S. An-Nisā: 58

    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

    kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

    menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

    dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

    baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi

    Maha melihat.”56

    Q.S. Al-Māidah: 49-50

    55

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 29 56

    Ibid, 87

  • 35

    “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka

    menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti

    hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya

    mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah

    diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang

    telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah

    menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan

    sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia

    adalah orang-orang yang fasik.”57

    “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)

    siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang

    yang yakin ?”58

    2. Asbabul nuzul

    Al-Qur`an diturunkan untuk memberi petunjuk kepada manusia kearah

    tujuan yang terang danlurus dengan menegakkan asas kehidupan yang

    didasarkan kepada keimanan kepada Allah dan risalahnya. Juga

    memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta

    berita-berita yang akan dating.

    57

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 116 58

    Ibid, 116

  • 36

    Sebagian besar al-Qur`an diturunkan untuk tujuan umum ini, akan

    tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah SAW telah menyaksikan

    banyak peristiwa sejarah, bahkan kadang terjadi diantara mereka peristiwa

    khusus yang memerlukan penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi

    mereka. Kemudian mereka bertanya kepada Rasulullah SAW untuk

    mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka Qur`an turn uuntuk peristiwa

    Khusus tadi untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti itulah yang

    dinamakan Asbabun Nuzul.59

    a. Q.S. Al-Baqarah: 188

    “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang

    lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu

    membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat

    memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan

    berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”60

    Ayat ini diturunkan sehubungan dengan orang yang bernama Qais

    bin Abis dan Abdan Asywa al-Hadlrami yang bertengkar masalah tanah.

    Qais bin Abis berusaha untuk mendapatkan tanah itu dengan bersumpah di

    hadapan hakim. Ayat ini diturunkan oleh Allah SWT untuk memberi

    peringatan kepada orang-orang yang suka merampas hak orang lain dengan

    cara yang batil. (HR. Ibnu Abi Htim dar Said bin Jubair).

    59

    Manna Khalil al- Qatan, Studi Ilmu- ilmu Qur`an (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,

    2004), 106.

    60Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 29

  • 37

    Pada ketika itu ada seorang sahabat yang memiliki harta kekayaan

    yang dipersengketakan. Padahal ia sebagai pemilik resmi tidak memiliki

    saksi kuat, sehingga ada orang yang bermaksud memilikinya mengadukan

    kepada hakim. Perkaranya dianggat pengadilan, dan pihak musuh berani

    bersumpah dihadapan hakim. Padahal orang itu mengerti bahwa makan harta

    orang lain dengan jalan seperti itu adalah berdosa. Sehubungan dengan itu

    Allah SWT menurunkan ayat ke 188 surah al-Baqarah sebagai peringatan

    dan teguran terhadap mereka yang suka memakan harta kekayaan orang lain

    dengan cara paksa dan cara batil. (HR. Ibnu Abi Thalhah dari Ibnu Abbas).61

    b. Q.S. An-Nisā’: 58

    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

    kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

    menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan

    adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya

    kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

    melihat.”62

    Setelah kota mekkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan

    peristiwa Fathul Mekkah Rasulullah SAW memanggil Utsman bin Thalhah

    untuk meminta kunci ka`bah. Suatu saat Utsman bin Thalhah dating

    61

    A, Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur`an, (Jakarta: Rajawali

    Pers, 1989), 67

    62Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 87

  • 38

    menghadap Rasulullah SAW untuk menyerahkan kunci ka`bah, Abbas

    berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah. serahkannlah kunci

    ka`bah itu kepadaku, biar aku rangkap jabatan yang selama ini, sebagai

    pemegang pengairan (siqayah)”. Mendengar kata-kata itu Utsmsn bin

    Thalhah menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan kunci tersebut

    kepada rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian bersabda: “Wahai

    Utsman bin Thalhah, berikan kunci itu kepadaku! ”. Utsman berkata: “Ini

    dia, amanat dari Allah”. Selanjutnya Rasululullah SAW berdiri untuk

    membuka pintu Ka`bah, kemudian keluar melakukan tawaf di baitullah.

    sehubungan dengan ituturunlah malaikat Jibril dengan membawa perintah

    Allah SWT agar kunci tersebut dikembalikan kepada Utsman bin Thalhah.

    Rasulullah pun segera melaksanakan perintah Allah SWT itu setelah

    malaikat Jibril membacakan ayat ke 58 ini, sebagai penguat perintah

    tersebut. (HR. Ibnu Marduwaih dari Kalabi dari Abi Shalih dari Ibnu

    Abbas).

    Ayat ini diturunkan sehubungan dengan Utsman bin Thalh. mah,

    yaitu ketika kaum kaum muslimin mendapat kemenangan atas kota Mekkah.

    Pada waktu itu Rasulullah SAW meminta kunci Ka`bah kepada Utsman bin

    Thalhah, kemudian beliau masuk kedalam Ka`bah yang sesaat kemudian

    beliau keluar untuk melakukan tawaf di Baitullah. ketika beliau keluar dari

    Ka`bah turunlah ayat ini, sehingga Rasulullah SAW segera mengambil sikap

    untuk memanggil Utsman bin Thalhah dan menyerahkan kembali kunci

    Ka`bah. Menurut Umar bin Khathab ayat ini diturunkan ketika Rasulullah

    SAW berada di dalam Ka`bah, bukan setelah keluar untuk melakukan tawaf.

    Sebab ketika itu Rasulullah SAW masuk ke dalam Ka`bah, dan setelh keluar

    membaca ayat ini. Umar bin Khathab bersumpah, bahwa dirinya sebelum itu

    tidak pernah mendengar Rasulullah SAW membaca ayat ini. (HR. Syu`bah

    dalam kitab tafsirnya dari Hajaj dari ibnu Juraij).63

    63

    A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur`an, (Jakarta: Rajawali Pers, 1989), 250-251

  • 39

    c. Q.S. Al-Māidah: 49-50

    “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka

    menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti

    hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya

    mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah

    diturunkan Allah kepadamu. jika mereka berpaling (dari hukum yang

    telah diturunkan Allah), Maka ketahuilah bahwa Sesungguhnya Allah

    menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan

    sebahagian dosa-dosa mereka. dan Sesungguhnya kebanyakan manusia

    adalah orang-orang yang fasik.”

    “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)

    siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang

    yakin ?”64

    Ka`ab bin Usaid mengajak Abdillah bin Shuria dan Syasy bin Qais

    untuk menghadap Rasulullah SAW. Mereka bermaksud untuk

    memperngaruhi Rasulullah SAW agar berpaling dari ajaran agamanya.

    Mereka dating seraya berkata: “Wahai Muhammad, kamu telah memaklumi

    bahwa kami adalah Ulama (cendekiawan) kaum Yahudi, bahkan tokoh

    ilmuan dan pembesar di kalangan mereka. Jika kami mengikuti ajaran kamu

    bawa, tentu seluruh ummat yahudi akan mengikuti jejak kami. Mereka sama

    sekali tidak akan membantah apa yang menjadi kehendak kami. Kebetulan

    64

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), 116

  • 40

    saat ini antara kami para pembesar dan para bawahan sedang menjadi

    percekcokan. Oleh sebab itu bermohon kepadamu Untuk memberikan

    pengadilan terhadap masalah kami, dan hendaklah kamu memenangkan

    kami. Sebagai konsekuansinya kami sesudah itu akan beriman kepadamu”.

    Rasulullah SAW secara sepontan menolak permintaan ilmuan Yahudi itu.

    Peristiwa itu telah melatar belakangi turunnya ayat ke 49-50 surah

    al-Māidah sebagai ketegasan agar tetap berpegang teguh kepada hukum-

    hukum Allah SWT dan berhati-hati dalam menghadapi orang-orang yang

    berkeinginan untuk memalingkan diri dari hukum-hukum Allah SWT.65

    65

    A, Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman al-Qur`an, (Jakarta: Rajawali

    Pers, 1989), 33-34.

  • 41

    BAB IV

    KONSEP HAKIM YANG ADIL DALAM AL-QUR`AN

    A. Syarat-syarat Untuk Menjadi Hakim yang Adil

    1. Berlaku Adil Dalam Menjatuhi Hukuman

    Q.S. An-Nisā’: 58

    “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

    kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

    menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan

    dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-

    baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi

    Maha melihat.”66

    Sebelum pada penafsiran, terlebih dahulu Hamka menuliskan

    sebab turun ayat yang akan kita tafsirkan ini “Sesungguhnya Allah

    menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya

    (ahlinya)”.(awal ayat).

    Setelah kota mekkah jatuh ke tangan kaum muslimin dengan

    peristiwa Fathul Mekkah Rasulullah SAW memanggil Utsman bin

    Thalhah untuk meminta kunci ka`bah. Suatu saat Utsman bin Thalhah

    dating menghadap Rasulullah SAW untuk menyerahkan kunci ka`bah,

    66

    Tim Penyusun, Syamil Qur`an Terjemah Tafsir Perkata, (Bandung, Jawa Barat:Syamil

    Qur`an, 2007), h. 87

  • 42

    Abbas berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah, demi Allah.

    serahkannlah kunci ka`bah itu kepadaku, biar aku rangkap jabatan yang

    selama ini, sebagai pemegang pengairan (siqayah)”. Mendengar kata-kata

    itu Utsmsn bin Thalhah menarik kembali tangannya, tidak menyerahkan

    kunci tersebut kep