hakikat pernikahan dalam islam

5
HAKIKAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM Dalam program talkshaw Hitam Putih yang ditayangkan Rabu tanggal 27 Maret 2013 yang lalu, yang dipandu artis Oki Lukman, menghadirkan Dedy Corbuzier dan keluarganya terkait dengan perceraiannya dengan istrinya, Dedy membuat tamsilan yang menggelitik perhatian kita. Mengomentari persoalan perceraiannya, dia berteori bahwa bagian yang terpenting dalam peristiwa perkawinan itu adalah prosesnya. Menurutnya melaksanakan perkawinan ibarat seorang pemancing profesional. Pada saat memulainya si pemancing terobsesi untuk mendapatkan target ikannya. Namun ketika target itu sudah ditangan maka ia kehilangan ide untuk memperlakukan ikan apakah akan dibakar, digulai, digoreng atau bahkan kemudian dilepaskan kembali saja. Kelihatannya ide ini rasional tetapi sesungguhnya sangat berbahaya. Ketika entertainer yang dikenal sebagai pakar mentalis ini memandang persoalan memancing sesederhana itu, sesungguhnya telah terjadi disorientasi (penyimpangan) dari hakekat memancing itu sendiri. Sewaktu orang menciptakan alat memancing, sejatinya ia digunakan untuk memberikan kemudahan untuk mendapatkan ikan. Dengan alat ini, orang tidak perlu bersusah payah untuk turun ke sumber airnya secara langsung lalu berjuang untuk menangkap ikan secara manual yang tentu saja memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendapatkan ikan itu. Dengan demikian melalui memancing, orang akan memperoleh fasilitas dan kenyamanan untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, memancing pada hakekatnya bukan semata-mata hobi, tapi sesungguhnya merupakan akses yang bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan kemudahan, dan kenyamanan dalam hidup. Kalau memancing dipandang sesederhana itu maka, sebenarnya kepuasan yang didapatkan akan menjadi semu dan sedang menyembunyikan kekecewaan. Demikian pula perkawinan, bukan semata-mata hobi, bukan pula sarana untuk mencapai kenikmatan lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada aturan Allah (bernilai ibadah).

Upload: abuulyakarnain

Post on 11-Dec-2014

109 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hakikat Pernikahan Dalam Islam

HAKIKAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Dalam program talkshaw Hitam Putih yang ditayangkan Rabu tanggal 27 Maret 2013 yang lalu,

yang dipandu artis Oki Lukman, menghadirkan Dedy Corbuzier dan keluarganya terkait dengan

perceraiannya dengan istrinya, Dedy membuat tamsilan yang menggelitik perhatian kita. Mengomentari

persoalan perceraiannya, dia berteori bahwa bagian yang terpenting dalam peristiwa perkawinan itu

adalah prosesnya. Menurutnya melaksanakan perkawinan ibarat seorang pemancing profesional. Pada

saat memulainya si pemancing terobsesi untuk mendapatkan target ikannya. Namun ketika target itu

sudah ditangan maka ia kehilangan ide untuk memperlakukan ikan apakah akan dibakar, digulai, digoreng

atau bahkan kemudian dilepaskan kembali saja.

Kelihatannya ide ini rasional tetapi sesungguhnya sangat berbahaya. Ketika entertainer yang

dikenal sebagai pakar mentalis ini memandang persoalan memancing sesederhana itu, sesungguhnya telah

terjadi disorientasi (penyimpangan) dari hakekat memancing itu sendiri. Sewaktu orang menciptakan alat

memancing, sejatinya ia digunakan untuk memberikan kemudahan untuk mendapatkan ikan. Dengan alat

ini, orang tidak perlu bersusah payah untuk turun ke sumber airnya secara langsung lalu berjuang untuk

menangkap ikan secara manual yang tentu saja memiliki peluang yang sangat kecil untuk mendapatkan

ikan itu. Dengan demikian melalui memancing, orang akan memperoleh fasilitas dan kenyamanan untuk

bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jadi, memancing pada hakekatnya bukan semata-mata hobi, tapi sesungguhnya merupakan akses

yang bisa dimanfaatkan untuk mendatangkan kemudahan, dan kenyamanan dalam hidup. Kalau

memancing dipandang sesederhana itu maka, sebenarnya kepuasan yang didapatkan akan menjadi semu

dan sedang menyembunyikan kekecewaan.

Demikian pula perkawinan, bukan semata-mata hobi, bukan pula sarana untuk mencapai

kenikmatan lahiriah semata, tetapi bagian dari pemenuhan naluri yang didasarkan pada aturan Allah

(bernilai ibadah).

Allah swt menciptakan manusia, pria dan wanita dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki

naluri, perasaan, dan akal. Adanya  rasa  cinta  kasih  antara  pria  dan  wanita merupakan  fitrah

manusia.  Hubungan khusus antarjenis kelamin terjadi secara alami karena adanya gharizatun nau` (naluri

seksual/berketurunan). Sebagai sistem hidup yang paripurna, Islam pasti sesuai dengan fitrah manusia.

Karenanya Islam tidak melepaskan kendali naluri seksual itu secara bebas yang dapat membahayakan diri

manusia dan kehidupan masyarakat. Islam telah membatasi hubungan khusus antara pria dan wanita

hanya dengan pernikahan. Dengan begitu terciptalah terciptalah kondisi masyarakat yang penuh kesucian,

kemuliaan, sangat menjaga kehormatan setiap anggotanya, dan dapat mewujudkan ketenangan hidup dan

kelestarian keturunan umat manusia, sehingga pernikahan akan  mampu memberikan kontribusi bagi

kesatabilan dan ketenteraman masyarakat,  karena  kaum pria  dan  wanita dapat memenuhi naluri

seksualnya secara benar dan sah. (QS.  Ar-Rum  [30]  :  21).  

Page 2: Hakikat Pernikahan Dalam Islam

21. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-

isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan

dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu

benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Memang Hidup berumah tangga bagaikan mengemudi bahtera di tengah samudera luas. Lautan

kehidupan seperti tak bertepi, dan medan hamparan kehidupan sering tiba-tiba berubah.  Memasuki

lembaran baru hidup berkeluarga biasanya dipandang sebagai pintu kebahagiaan. Segala macam harapan

kebahagiaan ditumpahkan pada lembaga keluarga. Akan tetapi setelah periode ‘impian indah’ terlampaui

orang harus menghadapi realita kehidupan. Bahwa hidup selalu menyajikan hamparan problem. Dengan

kata lain, Sunnah kehidupan ternyata adalah ‘problem’. Kehidupan manusia, tak terkecuali dalam lingkup

keluarga adalah problem, problem sepanjang masa. Tidak ada seorangpun yang hidupnya terbebas dari

problem, tetapi ukuran keberhasilan hidup justeru terletak pada kemampuan seseorang mengatasi

problem. Sebaik-baik mukmin adalah orang yang selalu diuji tetapi lulus terus, khiyar al mu’min

mufattanun tawwabun.(hadis). Problem itu sendiri juga merupakan ujian dari Allah, siapa diantara

mereka yang berfikir positif, sehingga dari problem itu justeru lahir nilai kebaikan, liyabluwakum

ayyukum ahsanu `amala (Q/67 [al-Mulk]:2) liyabluwakum fi ma a ta kum (Q/6 [al-An`am]:165)

2. supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.

165. untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.

Menurut hadis Nabi, menemukan pasangan yang cocok (saleh/salihah) dalam hidup berumah

tangga berarti sudah meraih separoh urusan agama, separoh yang lain tersebar di berbagai bidang

kehidupan. Hadis ini mengambarkan bahwa ‘rumah tangga’ itu serius dan strategis. Kekeliruan orientasi,

keliru jalan masuk, keliru persepsi, keliru problem solving dalam hidup rumah tangga akan membawa

implikasi yang sangat luas. Oleh karena itu problem hidup berumah tanga adalah problem sepanjang

zaman, dari sejak problem penyesuaian diri, problem aktualisasi diri, nanti meluas ke problem anak,

problem mantu, cucu dan bahkan tak jarang suami isteri yang sudah berusia di atas 60 masih juga

disibukkan oleh problem komunikasi suami isteri, hingga kakek dan nenek itu pisah ranjang.

Itulah sebabnya mengarungi kehidupan tak ubahnya mengarungi samudera, terkadang lautan

tenang dan angin sumilir, tetapi terkadang tanpa diduga datang ombak besar.  Bagi orang yang faham

sunnatullah laut, maka ia bisa berhitung kapan musim ombak dan kapan musim tenang. Tetapi kehidupan

juga sering diungkapkan sebagai ‘tersandung di jalan rata’, terpeleset oleh ‘kerikil’ kehidupan. mungkin

kita  sudah banyak makan asam dan garam kehidupan. Meski begitu tetap saja kita masih dihadang oleh

banyak problem. Berpikir positif dan meluruskan orientasi bahwa pernikahan adalah mencari keberkahan

dan keridhaan Allah itulah solusi menghadapi berbagai masalah di dalam rumah tangga.

hubungan suami dan istri dalam islam bukan berlandasan kepada keajiban ( misalnya, bakti istri

pada suami ). Tapi apapun yang dilakukan suami atau istri terhadap pasangannya adalah dalam rangka

ketaatan kepada Allah s w t .

Dengan kata lain, intinya adalah hubungan yang lebih tulus semata mata karena Allah dan bukan

karena sesuatu yang bisa dibeli dengan uang (tidak bersifat transaksional). 

Page 3: Hakikat Pernikahan Dalam Islam

Misalnya, kalau kita bisa melakukan yang lebih baik kepada pasangan kita, kenapa tidak. Karena

orientasinya adalah mencari ridho Allah atau mengharapkan pahala dari Allah. Dan bukan mengharapkan

balasan yang lebih baik dari pasangan kita. Jika kemudian ia ternyata membalas kebaikan kita dengan

yang lebih baik lagi, maka itu merupakan sunnatullah.

Hal ini sejalan dengan pendapat M. Fauzil`Azhim (mantan dosen psikologi UII jogyakarta),

menurutnya, yang membuat pernikahan bahagia adalah karena orientasi pernikahan yang kuat. Semakin

kuat orientasinya, semakin besar peluang pernikahan itu bertahan lama dan bahagia.

Sebaliknya, pernikahan yang dilandasi oleh harapan harapan akan menimbulkan masalah dan

mendatangkan kekecewaan. Misalnya seorang laki laki yang menikahi perempuan berjilbab yang juga

seorang muslim aktivis, ketika ia hendak shalat tahajjud, ternyata istrinya sulit dibangunkan. Kalau

pernikahannya dilandasi harapan , maka ia akan kecewa karena tidak sesuai dengan yang ia harapkan.

Namun kalau pernikahannya berangkat dari orientasi ketaatan kepada Allah, semua itu indah saja

Menurut Fauzil , Ketaatan kepada Allah tidak harus mengabaikan hak hak yang bersifat fisik . Misalnya ,

kecantikan, pakaian dan sebagainya perlu diperhatikan sebagai bahagian dari bentuk ketaatan kepada

Allah. Sebaliknya, suami berpenampilan rapi, mengenakan pakaian bagus, dan memakai parfum yang

disukai oleh istri sebagaimana diingatkan Allah dalam QS. 2 [al-Baqarah: 228.

“dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara

yang ma'ruf.”

Sahabat ibnu `Abbas berkata: “Aku berdandan diri untuk kepentingan istriku

sebagaimana ia berdandan untuk kepentinganku, aku tidak mau hanya menikmati hakku

dari dirinya, tetapi akupun ingin ia memperoleh haknya dari diriku sebagaimana difirmankan

Allah.”

Akhirnya , keindahan dan kebahagian pernikahan akan tercapai bila pola hubungan suami istri itu

seimbang. Suami tahu akan hak istri , dan istri tahu akan hak suami . Masing masing juga tahu dan sadar

akan kewajibannya sebagai suami atau istri.

.