hak milik dan pembagiannya
TRANSCRIPT
HAK MILIK DAN PEMBAGIANNYA
1. Pengertian Hak Milik
Hak milik merupakan hubungan antara manusia dan harta yang ditetapkan dan
diakui oleh syara’. Karena adanya hubungan tersebut, ia berhak melakukan berbagai
macam tasarruf terhadap harta yang dimilikinya, selama tidak ada hal-hal yang
menghalanginya.
Dalam arti bahasa, milik berasal dari kata: , yang sinonimnya:
,yang artinya: ia menguasai sesuatu dan bebas melakukan
tasarruf terhadapnya.1 Dalam nada yang sama Wahbah Zuhaili mengemukakan:
Milik dalam arti bahasa adalah penguasaan seseorang terhadap harta dan
berkuasa penuh terhadapnya, yakni bebas melakukan tasarruf terhadapnya.2
Dalam arti istilah terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para fuqaha.
Kamaluddin ibnu Al-Humam, yang di kutip oleh Muhammad Abu Zahra memberikan
definisi sebagai berikut:
Hak milik adalah suatu kemampuan untuk melakukan tasarruf sejak awal kecuali
karena adanya penghalang.3
Al-maqdisi yang di kutip juga oleh Abu Zahrah memberikan definisi sebagai
berikut:
Hak milik itu adalah kekhususan yang menghalangi.
Sesungguhnya hak milik itu adalah penguasaan seseorang berdasarkan syara’ dengan
dirinya sendiri atau dengan melalui wakil untuk mengambil manfaat terhadap barang,
dan mengambil imbalan, atau penguasaan untuk mengambil manfaat saja.
1 Ibrahim Anis, et.al., Al-Mu’jam Al-Wasith, Juz II, Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Araby, Kairo, 1972, hlm. 8862 Wahbah Zuhaili, op.cit., hlm. 563 Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 70
1
Hak milik adalah suatu ikhtishas (kekhususan) terhadap sesuatu yang dapat mencegah
orang lain untuk menguasainya, dan memungkinkan pemiliknya untuk melakukan
tasarruf terhadap sesuatu tersebut sejak awal kecuali ada penghalang syar’i.4
Kesimpulan:
Hak milik atau kepemilikan merupakan hubungan antara manusia dan harta yang
ditetapkan oleh syara’, yang memberikan kekhususan yang memungkinkan untuk
mengambil manfaat atau melakukan tasarruf atas harta tersebut menurut cara-cara yang
di benarkan dan ditetapkan syara’
2. Pembagian Harta (mal) yang dikaitkan dengan kepemilikan.
a. Harta yang tidak boleh dimiliki dan diupayakan untuk dimiliki, sama sekali. Contohnya
tanah dan bangunan-bangunan yang khusus diperuntukkan bagi kepentingan umum,
seperti jalan, aset-aset pemerintah, perpustakaan umum, dan sebagainya.
b. Harta yang tidak boleh dimiliki kecuali ada sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’.
Contohnya tanah-tanah wakaf, harta-harta milik baitul mal. Dalam wakaf sebagian
barangnya tidak boleh dimiliki, kecuali apabila pengadilan memandang perlu melepaskan
wakafnya atau manukarnya.
c. Harta yang boleh dimiliki dan diupayakan untuk dimiliki selamanya dan seriap saat, yaitu
selain yang disebutkan dalam poin a dan b.5
3. Pembagian Hak Milik
a. Hak Milik yang Sempurna (Al-Milk At-Tam)
Pengertian hak milik yang sempurna menurut Wahbah Zuhaili adlah sebagai berikut.
4 Wahbah Zuhaili. Loc.cit5 Muhammad Yusuf Musa, op.cit., hlm. 255.
2
Hak milik yang sempurna adalah hak milik terhadap zat sesuatu (bebdanya) dan
manfaatnya bersama-sama, sehingga dengan demikian semua hak-hak yang diakui oleh
syara’ tetap ada di tangan pemilik.6
Muhammad Abu Zahrah memberikan definisi hak milik yang sempurna sebagai berikut.
Pengertian hak milik yang sempurna adalah suatu hak milik yang mengenai zat barang
dan manfaatnya.7
b. Hak Milik yang Tidak Sempurna (Al-Milk An-Naqish)
1. Pengertian al-milk an-naqish
Milik maqish (tidak sempurna) adalah memiliki bendanya saja, atau memiliki
manfaatnya saja.8
Hak milik naqish (tidak sempurna) adalah memiliki manfaatnya saja, karena
barangya milik orang lain, atau memiliki barangnya tanpa manfaat.9
2. Macam-macam hak milik naqish
Milik naqish itu adakalanya hanya memiliki bendanya saja tanpa maanfaat, dan
adakalanya hanya memiliki bendanya saja tanpa maanfaat, dan ada kalanya hanya
memiliki maanfaatnya saja tanpa bendanya.
Diketahui ada 3 macam tentang hak milik naqish:
a). Milk al-ain atau milk ar-rabbah.
Adalah hak milik atas bendanya saja tetappi manfaatnya dimiliki oleh orang lain.
b). Milk al-manfaat asy-syakhshi atau haq intifa.
@. Sebab-sebab timbulnya milk al manfaat:
iarah(pinjaman)
ijarah (sewa-menyewa)
6 Wahbah Zuhaili, op.cit., hlm. 58.7 Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 74.8 Wahbah Zuhaili, op.cit., hlm. 59.9 Muhammad Yusuf Musa, op.cit., hlm. 256.
3
wakaf
wasiat, dan
ibahah (persetujuan untuk mengahbiskan sesuatau atau menggunakannya
@. ciri-ciri milk al-manfaat asy-syakhshi atau intifa
- hak milik dapat dibatasi dengan waktu, tempat, dan sifat pada saat
menentukannya.
- menurut hanifah, hak milik manfaat asy-syakshi tidak bisa diwaris.
- pemilik hak manfaat menerima benda yang di ambil manfaatnya ittu walaupun
secara paksa dari pemiliknya.
- pemilik manfaat harus menyediakan biaya yang dibutuhkan oleh benda yang
diambil manfaatnya, apabila manfaat tersebut diperoleh dengan Cuma-Cuma,
seperti I’arah.
- pemilik manfaat harus mengembalikan barang kepada pemiliknya setelah ia
selesai menggunakannya, apabila pemilik barang tersebut memintanya, kecuali
apabila pemilik manfaat marasa dirugikan, misalnya tanaman belum dapat dipetik
(dipanen)
@. Berakhirnya hak manfaat
Hak manfaat adalah hak yang dibatasi dengan waktu, sehingga sewaktu-
waktu dapat berakhir. Ada beberapa hal yang menyebabkan berakhirnya hak
manfaat asy-syakhsiyah, yaitu dikarenakan:
- selesainya masa pengambilan manfaat yang dibatasi waktunya;
- rusaknya benda yang diambil manfaatnya atau terdapat cacat yang tidak
memungkinkan dimanfaatkannya banda tersebut, seperti robohnya rumah
yang ditempati;
- meninggalnya pemilik manfaat menurut hanafiah, karena manfaat menurut
mereka tidak bias diwaris;
4
- wafatnya pemilik barang, apabila tersebut diperoleh dengan jalan I’arah atau
ijarah.
c). Milk al-manfaat atau haq irtifaq.
Hak milik irtifaq adalah suatu hak yang ditetapkan atas benda tetap untuk
manfaat benda tetap yang lain, yang pemiliknya bukan pemilik benda tetap yang
pertama.10
Menurut Wahbah Zuhaili ada lima macam hak irtifaq:
(1) hak asyurb
yaitu suatu hak untuk memperolah air guna minum binatang dan manusia, sebagai
imbangan hak minum dan menyirami tanaman dan pepohonan. Oleh karena tiu,
sebagian fuqaha ada yang mendefinisikan hak tersebut dengan redaksi:
sesungguhnya hak syurb itu adalah hak untuk minum dan menyirami, yakni untuk
minum manusia dan binatang dan menyirami tanaman dan pepohonan.
Dalam hubungannya dengan hak syurb dan syafag ini, air dibagi kedalam empat
bagian:
- air yang mengalir di saluran umum yang tidak dimiliki oleh seseorang,
- air yang mengalir di saluran yang khusus milik sebagian orang,
- air yang berasal dari sumber-sumber air dan sumur, dan
- air yang tersimpan dalam tempat dan wadah yang khusus.11
(2) Hak Al-Majra
Hak al-majra adalah hak pemilik tanah yang jauh dari tempat aliran air untuk
mengalirkan air melalui tanah milik tetangganya ke tanahnya guna menyirami
tanaman yang ada di atas tanahnya itu. Dalam hal ini pemilik tanah yang dilewati
air tidak boleh menolak dialirkannya air ke tanah tetangganya. Apabila ia
menolak maka bias dilakukan tindakan paksa.
10 Muhammad Abu Zahrah, op.cit., hlm. 8611 Wahbah Zuhaili, op.cit., hlm. 64.
5
(3) Hak Al-Masil
Hak al-masil adalah hak untuk membuang air kelebihan dari tanah atau rumah melalui
tanah milik orang lain. Perbedaannya dengan hak majra, jika hak masil adalah hak untuk
membuang air keluar, sednagkan hak majra adalah hak untuk memasukkan air ke atas tanah.
Pada dasarnya antara hak masil dan hak majra terdapat persamaan, sehingga oleh karenanya
ketentuan-ketentuannya juga sama. Artinya, pemilik tanah yang dilewati saluran air tidak boleh
menolak dialirkannya air melalui tanah pekarangannya.
(4) Hak Al-Murur
Wahbah Zuhaili memberikan definisi hak al-murur sebagai berikut.
Hak murur (lewat) adalah hak pemilik benda tetap yang terletak dibagian dalam
untuk sampai ke benda tetapnya melalui jalan yang dilewatinya, baik jalan itu
jalan umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, maupun jalan khusus yang
dimiliki oleh orang lain.12
Muhammad Yusuf Musa membarikan definisi hak murur sebagai berikut:
Hak murur (lewat) adalah suatu hak untuk sampainya seseorang kepada hak
miliknya, baik rumah maupun tanah, dengan jalan yang melewati hak milik orang
lain, baik jalan tersebut milik orang lain tersebut atau milik berdua bersama-
sama, maupun jlan umum.13
Dari definisi di atas tersebut dapat dipahami bahwa murur adalah suatu hak yang
diberikan kepada pemilik tanah atau rumah yang ada di sebelah dalam untuk lewat di jalan
umum atau jalan/pekarangan milik orang lain. Apabila jalan yang dilewati tiu jalan umum maka
semua orang berhak untuk melewatinya tanpa seizing orang lain, dengan ketentuan jangan
sampai merugikan pihak-pihak lain. Bagi mereka yang rumahnya menghadap jalan umum
dibolehkan untuk membuat pintu atau jendela yang menghadap kea rah jalan tersebut. Akan
tetapi, ia tidak dibolehkan membuat kios atau tempat berjualan di pinggir jalan umum tersebut
apabila hal itu mengganggu orang-orang yang lewat. Apabila tidak menimbulkan gangguan
12 Wahbah Zuhaili, op.cit., hlm. 65.13 Muhammad Yusuf Musa, op.cit., hlm. 268.
6
karena jalannya lebar, maka menurut Imam Abu Hanifah, hal itu dibolehkan dengan syarat ada
izin dari pemerintah. Apabila tidak ada izin dari pemerintah maka setiap orang boleh
mencegahnya dan membongkar kios atau bangunan yang ada di jalan tersebut.
(5) Hak Bertetangga
a) Hak Ta’alli (hak bertetangga keatas dan kebawah),
Yaitu suatu hak bagi pemilik bangunan yang di sebelah atas terhadap pemilik
bangunan yang ada di sebelah bawah.
b) Hak Jiwar Al-Janibi (hak bertetangga ke samping),
Yaitu hak ditetapkan kepada masing-masing orang yang bertetangga satu sama lain
yang ada di samping rumahnya.14
4. Sebab-Sebab dan Cara-Cara Memperoleh Hak Milik
a. Cara dan Sebab Memperoleh Hak Milik yang sempurna:
1) Menguasai benda-benda mubah:
@ Membuka Tanah baru (ihya al-mawat)
Ihwa al-mawat di artikan sebagai memperbaiki atau menggarap tanah yang terlantar.
@ Berburu (al-ishthiyad)
@ Menguasai kayu bakar dan pohon (al-istila ‘ala al-kala wa al-ajam)
@ Menguasai tambang dan rikaz (kunuz)
2) Akad yang memindahkan hak milik.
Akad atau transaksi seperti jual beli, hibah, wasiat, dan yang lainnya merupakan sumber
timbulnya hak milik yang paling penting dan paling banyak terjadi di kalangan masyarakat. Hal
ini dapat berjalan dengan baik, dan dengan demikian kebutuhan manusia dapat dipenuhi.
14 Muhammad Yusuf Musa, op.cit., hlm. 270-271.
7
3) Khilafah (penggantian)
Yang dimaksud dengan khilafah atau penggantian di sini adalah penggantian oleh
seseorang terhadap orang lain dalam kedudukannya sebagai pemilik atas sesuatu yang lain.
4) Syuf’ah
Syuf’ah oleh sebagian fuqaha dianngap sebagai salah satu sebab atau cara untuk
memperoleh hak milik yang sempurna. Namun, yang jelas kepemilikan dalam syufah bukan atas
dasar ikhtiari atau kesukarelaan, melainkan dengan cara paksa. Oleh karena itu, definisi syuf’ah
sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Yusuf Musa menyinggung aspek pemaksaan ini
dalam redaksi sebagai berikut.
Syuf’ah adalah suatu upaya untuk memiliki secara paksa atas benda tetap yang telah dijual, dari
pembeli dengan membayar harga dan ongkos (biaya-biaya yang lain).15
15 Muhammad Yusuf Musa. Op.cit., hlm. 287.
8
DAFTAR PUSTAKA
1. Muhammad Yusuf Musa. Op.cit.,
2. Wahbah Zuhaili, op.cit.,
3. Muhammad Abu Zahrah, op.cit.,
4. Wardi Muslich Ahmad, fiqh muamalah,juli 2010. Sinar Grafika Offset. Jakarta
9