gusdur dan papua

12
Gus Dur Adalah Kunci ! Oleh : A. Malik Mughni Belajar dari Gus Dur ia telah lama tiada, tapi banyak hal yang bisa kita ambil dengan membacanya lagi dan lagi. Para Bapak Bangsa tak pernah benar-benar mati. . -@matanajwa- Pernyataan puitis Syarifah Najwa Syihab dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (4/3/2015) malam, itu mengingatkan saya pada sejumlah momentum di Tanah Tabi, Papua. Tempat yang nun jauh dari Ibu Kota Negara Republik Indonesia, yang dihantui konflik tak berkesudahan itu, perlahan mengubah citranya. Berkah K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu akan terasa betul jika anda berkunjung ke sana dan berbincang dengan warga setempat, dari lintas elemen. Bahkan yang di daratan kerap berperang, seperti Tentara Pembebasan Nasional Papua -Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dan Tentara Nasional Indonesia, maupun rakyat sipil yang berkubu-kubu, sama terharunya saat mengingat nama Gus Dur. ***---*** Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Februari 2015 berjalan sukses dan mengukuhkan Muhammad Rifa’I Darus, putera Jayapura memimpin organisasi kepemudaan yang melahirkan banyak tokoh nasional tersebut. Wakil Sekjend Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) itu tak hanya sukses menapaki kepemimpinan organisasi kepemudaan, tetapi juga

Upload: lakpesdam-nu-banten

Post on 02-Aug-2015

35 views

Category:

Entertainment & Humor


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gusdur dan papua

Gus Dur Adalah Kunci !

Oleh : A. Malik Mughni

Belajar dari Gus Dur

ia telah lama tiada,

tapi banyak hal yang bisa kita ambil

dengan membacanya lagi dan lagi.

Para Bapak Bangsa tak pernah benar-benar mati.

. -@matanajwa-

Pernyataan puitis Syarifah Najwa Syihab dalam tayangan Mata Najwa, Rabu (4/3/2015)

malam, itu mengingatkan saya pada sejumlah momentum di Tanah Tabi, Papua.

Tempat yang nun jauh dari Ibu Kota Negara Republik Indonesia, yang dihantui konflik

tak berkesudahan itu, perlahan mengubah citranya. Berkah K.H Abdurrahman Wahid

(Gus Dur) itu akan terasa betul jika anda berkunjung ke sana dan berbincang dengan

warga setempat, dari lintas elemen. Bahkan yang di daratan kerap berperang, seperti

Tentara Pembebasan Nasional Papua -Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM) dan

Tentara Nasional Indonesia, maupun rakyat sipil yang berkubu-kubu, sama terharunya

saat mengingat nama Gus Dur.

***---***

Kongres Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Februari 2015 berjalan

sukses dan mengukuhkan Muhammad Rifa’I Darus, putera Jayapura memimpin

organisasi kepemudaan yang melahirkan banyak tokoh nasional tersebut. Wakil

Sekjend Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) itu tak

hanya sukses menapaki kepemimpinan organisasi kepemudaan, tetapi juga ikut andil

mengubah citra Papua sebagai area konflik, yang kurang nyaman dijadikan ajang

perhelatan nasional.

Jauh sebelum Kongres itu berlangsung, Desember 2012 lalu, PB PMII juga

pernah mengadakan kegiatan akbar yang diikuti tak kurang oleh 500 kader PMII se

Nusantara. Agenda besar nasional itu memangkas isu keamanan di Jayapura yang

merupakan daerah ‘merah’ karena merupakan salah satu basis OPM. Di sinilah,

Page 2: Gusdur dan papua

kebesaran nama K.H Abdurrahman Wahid kembali terbukti, ia menjadi kunci suksesnya

perhelatan akbar itu.

Tanpa membawa nama Gus Dur, kegiatan yang dihelat sepekan itu memang

menuai banyak tentangan. Selain mengkhawatirkan, karena diikuti oleh ratusan

pemuda dari luar Papua, kondisi politik dan keamanan di Jayapura dan sekitarnya, saat

itu terbilang genting. Serangkaian konflik bersenjata terjadi sepanjang Januari hingga

Juli tahun itu. Para pendukung Wakil Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB),

Mako Tabuni  Mako Tabuni yang tewas ditembak aparat kepolisian dan dimakamkan di

Sentani pada Juni tahun itu sedang menanti saaat tepat untuk membalas dendam.

Belum lagi, sisa-sisa konflik Pilkada Jayapura yang dihelat Juli 2012 masih

belum reda sepenuhnya. Sementara di Jakarta, wacana evaluasi Otonomi Khusus

(Otsus) Papua juga sedang hangat-hangatnya. Kaukus Papua, komunitas anggota DPR

RI asal Tanah Tabi itu sempat menolak keras agenda PMII di Papua saat itu. Terlebih,

agenda besar itu dihelat di bulan Desember, sebuah masa yang rawan karena

bertepatan dengan hari lahir Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang diabadikan

sebagai bulan perayaan kemerdekaan Papua.

“Jika saja tak nekat mungkin selamanya nama Papua ditakuti dan dihindari untuk

jadi tempat perhelatan tingkat Nasional, termasuk Kongres Komite Nasional Pemuda

Indonesia (KNPI), Februari 2015 lalu juga mungkin tak diadakan di sana. Suksesnya

Muspimnas saat itu juga berkat wasilah Gus Dur,” kata Sabarudin Rery, Ketua SC

Muspimnas PMII 2012.

Pernyataan Rery yang asal Maluku itu, bukanlah bualan. Engel Waly budayawan

setempat, mengaku dengan suka rela mengoordinir anak-anak adat binaanya untuk

menampilkan sejumlah tarian adat dalam Festival Budaya dalam salah satu agenda

Muspimnas PMII, yang digelar selama sepekan pada medio Desember 2012 lalu.

Menurut Engel, para tokoh adat di Sentani juga turut mengerahkan pasukannya

untuk mengamankan kegiatan PMII yang dihelat di Hotel Sentani, Jayapura itu. Sentani

menurut Engel dan sejumlah tokoh lain yang saya wawancara merupakan daerah

‘merah’ pusat konflik antara Organisasi Papua Merdeka (OPM) dengan TNI. Tak jauh

dari Hotel tua yang tampak tak terawat itu kerap terjadi konflik bersenjata dan tak jarang

menimbulkan korban jiwa baik dari TNI, OPM, maupun kalangan sipil biasa.

Page 3: Gusdur dan papua

“Kalian cukup berani mengadakan kegiatan di sini. Kalau saja kalian bukan anak-

anak Gus Dur, mungkin kami juga pikir-pikir untuk terlibat,” ujarnya.

Warga  Papua,  kata Engel sangat menghargai peranan

K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang telah mengembalikan identitas kepapuaan itu.

“Gus Dur memimpin dengan hati. Pluralisme yang diajarkan beliau juga kami

pertahankan di sini. Maka ketika PMII yang merupakan kader Gus Dur membuat

kegiatan di sini,  kami menyambut baik kegiatan ini karena kami yakin akan memberi

dampak positif bagi masyarakat lokal. Di sini kami merasa bertanggung jawab

mengamankan kegiatan ini,” katanya lagi.

Sejatinya, tak hanya pasukan adat yang turut menjaga kegiatan yang diikuti 500

kader PMII se Nusantara itu. Sebab di dalam hotel, kami sering melihat hilir-mudik

sejumlah orang berpakaian safari, dengan handy talky tergantung di celananya. Kami

mengira mereka adalah intel. Terkadang mereka duduk-duduk berkelompok di sejumlah

kursi yang tersedia di pojok-pojok hotel seluas tiga kali lapangan sepak bola itu. Di

seberang hotel, terdapat pegunungan Cyclop yang sebagian sedang dieksplorasi. Naik

sedikit, ada hutan dan “Pasukan adat itu berjaga di sana,” kata Wally.

Meski terbilang sebagai daerah konflik, namun selama sepekan kami beracara di

Sentani, tak satu pun berjumpa aparat bersenjata. Hanya beberapa orang tegap dan

cepak memang kerap nongkrong di warung-warung kecil sekitar hotel. Sederetan

bendera dan spanduk berlogo PMII berjejer di pintu masuk hotel bersama satu baliho

bergambar Gus Dur.

Konflik antar warga, kata pemuda asli Sentani itu, kerap terjadi di pinggiran

perkotaan Jayapura, atau di  bagian pegunungan. Tetapi menurutnya, konflik lantaran

isu keagamaan hampir tak pernah terjadi di Senati, “Mungkin karena muslim di sini

banyak pengikut Gus Dur. Kami yang Kristen dan saudara kami yang masih bertahan

dengan animisme pun menghargai beliau,” katanya.

Ia menyesalkan banyaknya berita perang adat di sejumlah daerah Papua,

yang imbasnya mendiskreditkan warga Papua secara keseluruhan. “Padahal

itu hanya  terjadi di sebagian daerah Papua.  Konflik itu biasanya terjadi karena isi

perut, gejolak terjadi karena berebut SDA. Kenapa SDA kami diambil sementara kami

Page 4: Gusdur dan papua

malah diabaikan. Kurang perhatian. Otsus (Otonomi Khusus,red) saja, belum

teraplikasikan sepenuhnya,” tandasnya.

Pergantian nama Propinsi Irian dengan  Papua, menurut Engel sangat disyukuri

warga adat, karena hal itu merupakan pengembalian identitas mereka. “Maka tak

heran, jika warga Papua tak bisa melupakan Gus Dur,” imbuhnya.

Propinsi Papua terdiri dari 27 Kabupaten/Kota dengan luas 420.540 km².

warga yang terbagi dalam ratusan suku dan bahasa. Dengan dimensi geografisnya

yang dikitari pegunungan dan lautan, setiap daerah di Papua sampai saat ini masih sulit

dijangkau oleh alat transportasi biasa.

Dari Jayapura, menuju Kabupaten Sorong, atau Manokwari misalnya, tak bisa

ditempuh kecuali dengan pesawat atau kapal laut. Program transmigrasi yang

digulirkan sejak era Orde Baru, ditambah dengan otonomi khusus yang diterapkan

tahun 2001 lalu, membuat wajah Papua agak berubah.

Engel menguraikan, masyarakat adat setempat, kini telah berbaur dengan para

pendatang. Animisme yang dianut pun perlahan terkikis. Kini banyak masyarakat adat

memeluk agama Islam dan Nasrani. Sebagian warga Papua masih mempertahankan

tradisi asli mereka. Tak kurang daari 255 suku dengan dialek bahasa masing-masing,

terdapat di Tanah Tabi. Mereka tinggal di gunung-gunung, di pedalaman Papua. Meski

begitu, menurut Budayawan Sentani, Engel Wally, seluruh warga Papua, mengerti

bahasa Indonesia. Di Sentani saja, yang notabene merupakan salah satu Kecamatan di

Kabupaten Jayapura, terdapat puluhan suku yang punya dialek bahasa

beragam.

“Sentani, dibagi sentani timur, tengah dan barat. Masing-masing punya bahasa

masing-masing dengan dialek berbeda. Tapi semua warga Papua tahu bahasa

Indonesia. Di pedalaman sekali saya tak akan bicara bahasa saya atau bahasa mereka.

Tapi kami akan bicara bahasa Indonesia. Sejak tahun 30-an bahasa Indonesia masuk

lewat para penduduk pendatang dan penginjil,” kata Engel.

Ia mencontohkan, sapaan Selamat Pagi, di Sentani timur adalah Renevoy.

Sementara di Barat, sapaan itu berbunyi Denevoy. Dua kata tersebut,

menurut Engel adalah bahasa asli Sentani, yang bukan kata serapan dari

bahasa mana pun. Karenanya, bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan

Page 5: Gusdur dan papua

di Papua. “Kami banyak mendengar dan mengejanya sendiri. Sekali

mendengar, pelan-pelan  akan mengikuti berbicara bahasa Indonesia.

Begitu pun bahasa Inggris,” imbuhnya.

Meski saat ini warga Papua terdiri dari beragam suku, bahsa dan agama,

Engel berani menjamin bahwa agama, suku dan bahasa yang berbeda itu

tak membuat warga di Papua berperang. “Kami saling menghargai agama,

suku dan bangsa sesama. Inilah miniature Indonesia. Siapa pemimpin yang mengerti

soal itu, selain Gus Dur? ,” kata Engel.

Gus Dur di Mata OPM

Di sela acara, sesekali kami berkeliling kota Sentani ditemani kader PMII

setempat. saya dikenalkan dengan salah satu petinggi Organisasi Papua Merdeka

(OPM), yang mengaku bernama Syafaruddin Lakairo, tak ada yang mengira jika saat itu

kami menumpang Avanza yang disetiri oleh kader OPM, kecuali seorang sahabat

bernama Jailani, asal Sulawesi, yang masih bertalian darah dengan Syafar.

Perbincangan ringan siang itu berubah serius, ketika saya bertanya perihal

penembakan .. di Sentani.

Syafar dengan bergelora menjelaskan tentang peta konflik di Papua dan

kemudian mengaku diri sebagai bagian dari OPM. “Konflik di Papua terjadi lantaran

kesenjangan ekonomi,” tegasnya. Lahirnya OPM, kata Syafar juga lantaran Pemerintah

Republik Indonesia dinilai tak adil terhadap masyarakat Papua. Ia berkeyakinan,

Jakarta (Pemerintah RI) tak pernah serius mengurus Papua.

Caci-maki Syafar terhadap pemerintah mereda ketika saya bertanya soal Gus

Dur. Menariknya, baik pendukung NKRI, maupun OPM, baik pendatang maupun

pribumi, menurut Syafar adalah pengagum K.H Abdurrahman Wahid (Gus Dur). “Gus

Dur adalah salah satu tokoh bangsa yang sangat dicintai Rakyat Papua. Bukan karena

beliau pemimpin NU. Tapi Gus Dur, menurut kami, benar-benar mengamalkan amalan

Islam Rasul. Beliau memimpin negara khususnya dalam memandang Papua, beliau

seperti Rasulullah, memimpin madinah,” paparnya.

Page 6: Gusdur dan papua

Meski menjiwai betul prinsip OPM, namun Syafar sangat menghargai ukhuwah,

atau persaudaraan Islam. “Kami melihat PMII sebagai anak ideologis Gus Dur yang

mengajarkan pluralism dan menghargai Papua. Meski berbeda pandangan soal NKRI,

kami tetap menghargai,” ujarnya.

Ia menilai, turunnya Gus Dur dari jabatan Presiden, merupakan konspirasi elit,

yang menginginkan Negara ini tak maju. Ia juga meyakini, jika saja Gus Dur tak turun

dari jabatan Presiden, Gus Dur akan mengabulkan aspirasi rakyat Papua untuk

merdeka. “Politik di Papua tak sehat. Kalau Gus Dur saat itu menjabat satu tahun lagi

saja, Papua pasti Merdeka.  Andaikan refferendum terjadi di Papua, andaikan anak di

dalam kandungan di Papua ditanya, pasti akan bilang Merdeka. Kami meyakini,

Kemerdekaan di Papua akan terjadi tanpa pertumpahan darah,” tandasnya.

Mengapa begitu yakin, jika Gus Dur mendukung kemerdekaan Papua? cecar

saya. Sebab, kata dia, Gus Dur sangat mafhum psikologi warga Papua. Ia juga

menyesalkan betapa cepatnya, Gus Dur pergi. Sebab selama Gus Dur ada, “kehidupan

beragama di sini tak mengalami gangguan apapun,” ujarnya.

Syafar yang seorang muslim, mengaku kecewa dengan merebaknya peraturan

daerah (perda) syariat Islam dan ramainya berita larangan pembangunan gereja di

Bekasi, Bogor dan sebagainya, umat Islam di Papua terkena imbas. "Tolong sampaikan

pada saudara kita di Jawa, jangan hancurkan tempat ibadah agama lain. Kami di sini

kena imbasnya. Membangun masjid pun kini kami dipersulit, gara-gara ulah sebagian

umat Islam di Jawa,” tandasnya.

Lalu Syafar bercerita tentang dukungan OPM terhadap kegiatan Muspimnas

PMII. Senada dengan pengakuan Engel, yang merupakan salah satu anak tokoh adat

setempat yang mendukung NKRI, OPM juga jarang bersedia menerima tamu yang

dianggap sebagai representasi ‘Jakarta’. Tapi karena yang melobi mereka adalah tokoh

NU setempat dan acara digelar oleh ‘kader-kader’ Gus Dur, maka OPM pun menerima

kedatangan ratusan pemuda Nusantara yang tergabung di PMII itu. “Karena Gus Dur,

kami juga malah ikut berjaga di sekitaran hotel,” imbuhnya. Maka berlapislah

pengamanan di sekitaran Sentani, dari aparat kepolisian dan TNI yang tak

memperlihatkan senjatanya, dari pasukan adat sekitaran pegunungan Sentani, hingga

pasukan OPM.

Page 7: Gusdur dan papua

--

Berkah Gus Dur di tengah Premanisme

Peredaran minuman keras yang liar dan karakter warga setempat yang keras,

menambah potensi konflik di Tanah Tabi. Hal itu diakui Engel maupun Syafaruddin

secara terpisah. Sekali waktu, kami terlibat perselisihan kecil dengan sejumlah pemuda

yang tersinggung lantaran motornya disalip oleh mobil yang kami tumpangi. Beruntung

perselisihan perselisihan itu cepat tuntas tanpa menimbulkan pertumpahan darah.

Suasana sepi, dan malam hari, membuat kami agak ngeri juga. Jika tak ditemani

kader setempat, entah bagaimana nasib kami malam itu. Lantas apa tips sang kader

menghindari preman jalanan itu? “Saya minta maaf dan bilang kalau kami sedang antar

anak Gus Dur,” ujarnya.

Hal berbeda dialami Hendrik Sugara, ia mengaku sempat dihadang para

pemuda dan dilempari tombak. “Pagi itu saya menjemput salah satu

pemateri, di tengah jalan ada tombak yang dipalang. Karena tak tahu

saya tabrak saja. Tiba-tiba, mobil kami dikejar dan dilempari tombak,

Saya pun langsung tancap gas,” ujarnya.

Jalanan di Jayapura, khususnya di kawasan Sentani, memang mengitari

pegunungan, danau dan lautan. Pegunungan Siklok yang tengah dikeruk

untuk pelebaran jalan, tak mengurangi kesan angker di sana.

Ajaran Gus Dur Lestari di Tanah Tabi

Meski telah tiada, ajaran Gus Dur masih melekat di hati para aktivis Papua.

Tokoh muda Muslim Jayapura, Ahmad Muhajir yang kini mengasuh Pondok Pesantren

Daru Dakwah Wal Isryad (DDI) Abdurrahman Ambo Dalle itu, merasakan hal itu sejak ia

kecil dan tumbuh di tanah Tabi.

“Potret kerukunan umat terindah menurut saya di Papua. Ketika lebaran,

kita berlebaran bersama, semua merayakan. Ketika natalan, semua

gembira. Dinamika masyarakat beragama yang patut dicontoh saya kira di

Papua. Masjid selalu berdampingan dengan Gereja, tak ada masalah.

Penerapan Islam Rahmatan Lil Alamin termanifestasi di Papua,”

paparnya.

Page 8: Gusdur dan papua

 Pluralisme di Papua, kata Muhajir,  sangat terjaga dengan baik. “Kami dengan

teman-teman pemuda lintas agama, membentuk Forum

Komunikasi Lintas Agama (Formula) Natalan, begini biasanya ketua

panitia pengamanan muslim, dari masjid, pesantren OKP-OKP Islam,

begitu pun sebaliknya. Kalau Idul Fitri, kaum Nasrani yang menjaga

kami,” ujarnya.

Dengan marwah gerakan Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) yang banyak

dianut para Ulama di Papua, Islam  menjadi sebuah mainstream gerakan

yang diterima secara keseluruhan karena bersifat moderat. Hal itu,

kata Muhajir berimbas positif bagi gerakan kemahasiswaan Islam semacam

PMII. “Sejak 1994 PMII masuk ke Papua tak pernah ada konflik dengan

masyarakat lokal. Bahkan sejak sebelum integrasi Papua dengan NKRI

sudah ada NU di Papua, melalui para perantau dari Bugis. Sejak masa

pemerintahan Hindia Belanda, tak pernah ada konflik berlatar belakang

agama,” ujarnya.

*(Sebagian isi feature ini pernah dimuat berseri di Harian Duta Masyarakat,

dengan judul “Pluralisme Gus Dur Bersemai di Tanah Tabi”, 11 Desember 2012-

15 Desember 2012)