gr swelling system

31
MAKALAH BIOFARMASI GASTRO RETENTIVE SWELLING SYSTEM JURUSAN FARMASI Dosen : Rachmi Hutabarat, M.Si, Apt. Di Susun Oleh : 1) Yunita Beladina (12330063) 2) Lutfi Azizah (12330082) FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA SELATAN

Upload: basuki-riyanto

Post on 22-Dec-2015

171 views

Category:

Documents


44 download

DESCRIPTION

Biofarmasi

TRANSCRIPT

Page 1: Gr Swelling System

MAKALAH BIOFARMASI

GASTRO RETENTIVE SWELLING SYSTEM

JURUSAN FARMASI

Dosen : Rachmi Hutabarat, M.Si, Apt.

Di Susun Oleh :

1) Yunita Beladina (12330063)

2) Lutfi Azizah (12330082)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

JAKARTA SELATAN

2014

Page 2: Gr Swelling System

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penyusun Panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas kehendak-

Nyalah makalah Biofarmasi dengan judul Gastroretentive Swelling.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penyusun tidak terlalu banyak mengalami kesulitan,

karenareferensi yang didapatkan oleh penyusun merupakan rekomendasi langsung dari dosen

mata kuliah yang bersangkutan. Hal ini tidak meminimkan pengetahuan para penyusun dalam

penyelesaian makalah. Selain itu, penyusun pun mendapatkan berbagai bimbingan dari beberapa

pihak yang pada akhirnya makalah ini dapat diselesaikan.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Biofarmasi yang

telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini dengan baik. Pada

Akhirnya kepada Allah jualah penyusun mohon taufik dan hidayah, semoga usaha kami

mendapat manfaat yang baik. Serta mendapat ridho Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, November 2014

Penyusun

i

Page 3: Gr Swelling System

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………… ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………………1

B. Tujuan ………………………………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gastro Retentive DDS ………………………………………........ 3

B. Kelebihan dan Kekuangan Gastro Retentive DDS …………………………... 3

C. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentive ……………………….. 4

D. Tahap Pengosongan Lambung ……………………………………………….. 5

E. Anatomi Lambung ……………………………………………………………. 6

F. Sistem Swelling ……………………………………….……………………… 8

G. Mekanisme Mengembang ……………………………………………………. 9

H. Sediaan Obat Sistem Swelling ……………………………………………….. 11

BAB III. CONTOH OBAT DAN MEKANISME BIOFARMASI

A. Mekanisme Biofarmasi Swelling System ……………...……………………… 12

B. Contoh Obat ………………………………………………………………….. 13

BAB IV. KESIMPULAN ..………………………………………………………………. 16

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 17ii

Page 4: Gr Swelling System

iii

Page 5: Gr Swelling System

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efektifitas sediaan oral sangat tergantung dari berbagai faktor seperti waktu

pengosongan lambung, lamanya tinggal sediaan di lambung, pelepasan obat dari sediaan

dan lokasi absopsi obat. Sebagian besar bentuk sediaan oral memiliki beberapa

keterbatasan fisiologis seperti berubah-ubahnya waktu transit di lambung menjadikan

tidak seragamnya profil absorpsi, tidak sempurnanya pelepasan obat dari sediaan, dan

singkatnya waktu tinggal sediaan di lambung.

Drug Delivery system (DDS) didefinisikan sebagai formulasi atau alat yang dapat

menghantarkan agent terapeutik ke dalam tubuh dan meningkatkan efikasi dan

keamanannya dengan mengkontrol pelepasan, waktu, dan tempat lepas obat dalam badan.

Proses penghantaranmeliputi cara penggunaan produk terapi, pelepasan zat aktif dari

produk, dan transport yang terlibat dalam menghantarkan zat aktif untuk menembus

membran biologi menuju tempat aksi.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas terkendali,

salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal dilambung. Bentuk

sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastroretentive Drug

Delivery System (GRDDS).GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat

yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung. Keuntungan

GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi obat

yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut

pada lingkungan pH yang tinggi. Hal-hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal

dilambung salah satunya adalah sistem penghantaran dengan mengontrol densitas

termasuk swelling system dalam cairan lambung.

1

Page 6: Gr Swelling System

B. Tujuan

Untuk mengetahui system pelepasan gastro retentive system swelling.

Untuk mengetahui mekanisme system swelling.

2

Page 7: Gr Swelling System

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Gastro Retentive DDS

Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki

kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk

memperpanjang periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang

disyaratkan, bentuk sediaan harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan

pencernaan.

Pada sistem penghantaran lepas terkendali tertahan di lambung, zat aktif yang

cocok digunakan adalah obat yang memiliki lokasi absorpsi utama di lambung atau usus

bagian atas, tidak stabil pada lingkungan usus halus atau kolon dan memiliki kelarutan

yang rendah pada ph yang tinggi. Bentuk sediaan tertahan di lambung dapat mengatur

pelepasan obat yang memiliki indek terapeutik yang sempit dan absorpsiyang baik di

lambung.

Secara umum, sistem pelepasan obat yang tertahan di lambung terdiri dari

beberapa sistem, yaitu sistem mengembang (swelling system), sistem mengapung

(floating system) dan sistem bioadhesif (bioadhesive system).

B. Kelebihan dan Kekurangan Gastro Retentive DDS

Kelebihan dari Gastro Retentive DDS :

Mampu meningkatkan bioavailabilitas.

Meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang

tinggi

Meningkatkan absorpsi obat, karena meningkatkan GRT dan meningkatkan waktu

kontak bentuk sediaan pada tempat absorpsinya.

Obat dihantarkan secara terkontrol.

Penghantaran obat untuk aksi lokal di lambung.

3

Page 8: Gr Swelling System

Meminimalkan iritasi mukosa oleh obat, dengan melepaskan obat secara lambat pada

laju yang terkontrol

Kekurangan dari Gastro Retentive DDS :

Sistem floating tidak cocok untuk obat-obatan yang memiliki masalah kelarutan atau

stabilitas dalam cairan gastrik/lambung.

Obat-obatan yang diabsorbsi secara baik sepanjang saluran pencernaan dan yang

menjalani first-pass metabolisme signifikan mungkin kurang pas untuk GRDDS

karena pengosongan lambung yang lambat dapat menyebabkan penurunan

bioavailabilitas sistemik.

Obat-obatan yang iritan terhadap mukosa lambung tidak cocok untuk GRDDS.

C. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Gastro Retentif

Pemberiaan obat yang bersamaan

Pemberian bersama obat seperti atropine dan kodein mempengaruhi waktu

mengambang.

Umur

Orang tua terutama diatas 70 tahun memiliki GRT lebih lama.

Postur

GRT dapat bervariasi antara posisi pasien tegak dan terlentang.

Jenis kelamin

GRT pada laki-laki lebih kecil dibandingkan dengan wanita, terlepas dari berat

badan, tinggi badan dan tubuh permukaan.

Kalori

GRT dapat ditingkatkan 4 sampai 10 jam dengan makanan yang tinggi protein dan

lemak.

Frekuensi Makan

GRT dapat meningkat lebih dari 400 menit ketika mngkonsumsi makanan secara

terus-menerus.

Ukuran

4

Page 9: Gr Swelling System

Dosis diameter lebih dari 7,5 mm memiliki peningkatan GRT dibandingkan dengan

diameter 9,9 mm.

D. Tahap Pengosongan Lambung

Pengosongan lambung terjadi baik pada orang yang puasa maupun yang tidak

puasa, namun memiliki pola berbeda. Pada orang yang berpuasa interdigestive terjadi

melalui lambung dan usus kecil setiap 2-3 jam. Aktivitas listrik ini disebut sebagai siklus

myoelectric interdigestive atau migrating myoelectric complex (MMC) yang dibagi

menjadi empat tahap, yaitu

Tahap I : Ini adalah periode diam dengan kontraksi yang jarang berlangsung 40-60

menit.

Tahap II : Ini berlangsung selama 20-40 menit dan terdiri dari potensial aksi

intermiten dan kontraksi yang secara bertahap meningkatkan intensitas dan

frekuensi sebagai fase berlangsung.

Tahap III : Fase ini relatif pendek dan intens, kontraksi teratur selama 4-6 menit. Ini

adalah fase III yang mendapatkan siklus istilah " housekeeper " gelombang, karena

memungkinkan untuk menyapu bersih semua bahan yang tercena dari perut dan

turun ke usus kecil. Telah diamati bahwa fase III dari satu siklus mencapai

akhirusus kecil, fase III dari siklus berikutnya dimulai pada duodenum.

Tahap IV : Ini berlangsung selama 0-5 menit. Ini terjadi antara fase III dan tahap I

dari dua siklus berturut-turut.

5

Page 10: Gr Swelling System

E. Anatomi Lambung

Gambar 2.1. Anatomi lambung

Lambung merupakan organ yang berbentuk kantong seperti huruf ‘J’, dengan volume

1200-1500ml pada saat berdilatasi. Pada bagian superior, lambung berbatasan dengan

bagian distal esofagus, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan duodenum.

Lambung terletak pada daerah epigastrium dan meluas ke hipokhondrium kiri.

Kecembungan lambung yang meluas ke gastroesofageal junction disebut kurvatura

mayor. Kelengkungan lambung bagian kanan disebut kurvatura minor, dengan ukuran ¼

dari panjang kurvatura mayor. Seluruh organ lambung terdapat di dalam rongga

peritoneum dan ditutupi oleh omentum.

Gambar 2.2. Pembagian daerah anatomi lambung

6

Page 11: Gr Swelling System

Secara anatomik, lambung terbagi atas 5 daerah (gambar 2.1.) yaitu:

Kardia, daerah yang kecil terdapat pada bagian superior di dekat gastroesofageal

junction,

Fundus, bagian berbentuk kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan

meluas ke superior melebihi tinggi gastroesofageal junction,

Korpus, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai ke

bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf ‘J’,

Antrum pilori, adalah bagian 1/3 bagian distal dari lambung. Keberadaannya secara

horizontal meluas dari korpus hingga ke sphincter pilori; dan

Sphincter pilori, merupakan bagian tubulus yang paling distal dari lambung. Bagian

ini secara kelesulurhan dikelilingi oleh lapisan otot yang tebal dan berfungsi untuk

mengontrol lewatnya makanan ke duodenum.

Dinding lambung terdiri dari empat lapisan yaitu lapisan mukosa, sub-mukosa,

muskularis eksterna (propria) dan serosa. Permukaan mukosa dilapisi oleh sel epitel

kolumnar penghasil mukus dan meluas ke sebagian foveolar atau pit. Lapisan mukosa

terbagi atas dua lapisan yaitu lamina propria dan lapisan muskularis mukosa.

Pada lapisan muskularis mukosa, terdapat lapisan otot sirkuler pada bagian dalam

dan lapisan otot longitudinal pada bagian luarnya. Otot-otot ini berkelanjutan

membentukan kelompokan kecil (fascicle) otot polos yang tipis menuju ke bagian dalam

lamina propria hingga ke permukaan epitel. Pada lapisan sub-mukosa, jaringannya

longgar dan mengandung sejumlah jaringan ikat elastik, terdapat pleksus arteri, vena,

pembuluh limfe dan pleksus nervus Meissner. Muskularis eksterna terdiri dari tiga lapisan

yaitu longitudinal luar (outer longitudinal), sirkuler dalam (inner sirkuler) dan oblik yang

paling dalam (innermost oblique). Lapisan sirkuler sphincter pilorik pada gastroesofageal

junction. Pleksus Auerbach (myenteric) berlokasi pada daerah di antara lapisan sirkular

dan longitudinal dari muskularis eksterna.

Semua kelenjar lambung mempunyai dua komponen yaitu bagian foveola (kripta,

pit) dan bagian sekresi (kelenjar). Mukosa lambung secara histologi terbagi atas 3 jenis

7

Page 12: Gr Swelling System

yaitu kardiak, fundus dan pilorik (antral), dengan daerah peralihan di antaranya.

Perbedaan berbagai jenis mukosa lambung tergantung pada perbandingan relatif antara

bagian foveolar dengan bagian sekresi, serta komposisinya secara mikroskopik. Kelenjar

kardiak dan pilorik mempunyai kemiripan yaitu perbandingan antara foveola terhadap

kelenjar yang mensekresi mukus adalah satu berbanding satu.

Yang membedakan keduanya adalah jarak antar kelenjar di daerah kardiak

berjauhan, kadang dijumpai lumen kelenjar yang berdilatasi kistik. Sedangkan kelenjar

pada daerah pilorik mempunyai pelapis epitel dengan sitoplasma sel yang ‘bubly’,

bervakuola, bergranul dan ‘glassy’. Sub-nukleus vakuolisasi sel mukus kadang-kadang

dapat ditemukan, keadaan ini kadang-kadang salah diinterpretasi sebagai metaplasia.

Sedangkan sitoplasma sel pada daerah pilorik yang ‘glassy’ dan berkelompok dapat salah

diinterpretasi sebagai adenokarsinoma ‘signet ring cell’. Sel bersilia yang kadang-kadang

dijumpai pada daerah pilorik, dan lebih sering dijumpai pada orang Jepang, keadaan ini

kadang kala dianggap sebagai suatu metaplasia. Kelenjar fundik (oxyntic, acidopeptic)

ditandai dengan bagian foveolar hanya ¼ dari ketebalan mukosa, kelenjarnya cendrung

lebih lurus dan terdiri dari sebaran sel chief, sel parietal (penghasil asam), sel endokrin

dan sel mukosa leher.

F. Sistem Swelling

Swelling adalah suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air

yang menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam

polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses

kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan

peregangan rantai polimer, sehingga dapat bertahan didalam lambung dalam waktu lebih

lama.

Pada sistem swelling, obat yang telah ditelan akan dipertahankan berada di

lambung dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pylorus, sehingga

obat dapat bertahan lama di lambung. Pada sistem swelling, sediaan akan mengembang

setelah berada dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama

gerakan lambung melewati pylorus. Sediaan ini membutuhkan polimer yang akan

8

Page 13: Gr Swelling System

mengembang dalam waktu tertentu ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian akan

tererosi menjadi ukuran yang lebih kecil. Polimer yang digunakan harus memiliki berat

molekul yang tepat dan dapat mengembangkan sediaan obat. Contoh polimer yang dapat

digunakan seperti senyawa selulosa, poliakrilat, poliamida, poliuretan. Cross linking

(pautan silang) pada sistem swelling harus optimum sehingga tautan silang ini dapat

menjaga keseimbangan antara mengembang dan disolusi.

System Swelling di Lambung

G. Mekanisme Mengembang

Mekanisme dasar yang rnempengaruhi pelepasan obat adalah obat menyebrang

(melewati) matriks, dimana kandungan air hidrogel meningkat dari inti ke permukaan.

Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel obat dan polimer, kelarutan obat, tipe

polimer, interaksi obat/polimer. Dua subjek yang berbeda dapat dibedakan, seperti:

penetrasi air ke matriks hidrogel dan obat dilepaskan dari matriks hidrogel. Untuk suatu

matriks hidrogel dengan adanya obat, air berpenetrasi tergantung pada bagaimana

kecepatan rantai polimer relaks. Oleh karena itu penetrasi air dikontrol oleh difusi dan

relaksasi yang tergantung pada kandungan air matriks hidrogel di daerah yang berbeda.

Terlepas dari kelarutan obat, larut air atau tidak larut air, tingkat pengembangan yang

berbeda pada lapisan yang berbeda dan kekuatan mekanik yang sesuai lapisan umumnya

akan menentukan pelepasan obat.

9

Page 14: Gr Swelling System

Pengembangan meningkat pelepasan obat yang larut air atau tidak larut air akan

lebih mengontrol difusi atau erosi-terkontrol seperti pada Gambar II.4

Gambar II.4. Suatu matrik yang mengembang yang mengandung partikel obat

Mula-mula hidrogel mengembang pada tahap gelas (glassy state), ketika air

datang berkontak, hidrogel rnulai mengembang dengan berpenetrasinya air diantara

rantai. Prosesnya berlangsung dengan mempercepat cepat dan selubung polimer yang

membengkak terbentuk. Air kemudian bercerak melalui lapisan tersebut menuju ke

bagian dalam hidrogel. Permeasi umumnya mengikuti hukum Fick, dimana derajat

absorpsi air berbanding lurus dengan akar kuadrat waktu (kasus penyerapan I).

Pada beberapa kasus, sejumlah absorpsi berbanding lurus dengan waktu. Pada

kasus I kecepatan permeasi air ditentukan oleh kecepatan difusi air dan pada kasus II

kecepatan ditentukan oleh perbesaran bahan (relaksasi polimer). Data eksperimen

menunjukkan bahwa sifat mengembang secara keseluruhan dari pengembangan hidrogel

merubah secara progresif dari kasus II (releksasi terkontrol) pada tahap awal

mengembang sampai kasus I (mengontrol difusi) pada tahap akhir. Kebanyakan

parameter yang mempengaruhi kecepatan ekspansi atau relaksasi rantai polimer pada

10

Page 15: Gr Swelling System

tahap awal mengembang adalah tipe polimer (mempengaruhi interaksi dalam rantai),

gugus fungsi (interaksi polimer air), pengeringan, ikatan sambung silang (croslingking),

dan porositas. Peristiwa tahap awal pada dasarnya penting dalam perancangan

pengembangan hidrogel yang rnencakup superdisintegrant, superporous hidrogel dan

memodifikasi turunan polimer superabsorben. Sebagai contoh, prinsip aksi pori dan

penggabungan ikatan silang untuk menurunkan gaya intermolekular dan untuk

meningkatkan aksi pengerasan. Kedua faktor ini dapat rnendukung pada kinetika dan

termodinamika proses mengembang.

H. Sediaan Obat Sistem Swelling

Beberapa bentuk sediaan padat swelling dirancang untuk melepaskan obatnya secara

pelahan-lahan, supaya pelepasanya lebih lama dan memperpanjang kerja obat. Sediaan

mengembang dapat dibuat dalam bentuk dikenal granul, tablet atau kapsul.

Semua cara pembuatan tablet dapat digunakan untuk membuat tablet mengembang,

seperti tablet matriks, tablet berlapis ganda (multiplayer), mini matriks dalam tablet atau

tablet salut. Sediaan mengembang sering digunakan yang kerjanya Controlled release,

delayed realease, sustained action, prolonged action, sustained realesed, timed realase, slow

release, extended action, atau extended release berbentuk plat untuk pengobatan dilambung,

usus, saluran GI, penghantaran obat spesifik dikolon, sistem penghantaran langsung ke

target dan sediaan targeted gastroretentive.

Cara pemberiannya :

Per oral karena sediaan tertahan dan mengembang di lambung, lalu dilepas secara perlahan.

11

Page 16: Gr Swelling System

BAB III

CONTOH OBAT DAN MEKANISME BIOFARMASI

A. Mekanisme Biofarmasi Swelling System

Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang

menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam

polimer akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses

kecepatan yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan

peregangan rantai polimer.

Setelah dikonsumsi di dalam lambung, hidrokoloid dalam sediaan berkontak

dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya

banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat

jenis cairan lambung. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang

akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan

aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat ke dalam cairan lambung.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari

sediaan tiga lapis. Sistem ini dapat digambarkan sebagai berikut. Sediaan dibuat menjadi 12

Page 17: Gr Swelling System

3 lapis. Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera.

Bahan aktif berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti yang

pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas.

Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium

bikarbonat : kalsium karbonat (1:2).

Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas

bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan

untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan

segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan

mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang

mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang

mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan bahan aktif ke dalam cairan

lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.

B. Contoh Obat Gastroretentive Swelling System 1. Librozym Plus®

a. Indikasi :

Sebagai terapi pengganti (replacement therapy) pada defisiensi enzim

pankreas yang disertai perut kembung.

b. Kontraindikasi :

Penderita yang hipersensitif terhadap salah satu komponen obat.

Penderita dengan kerusakan pada saluran empedu.

13

Page 18: Gr Swelling System

c. Dosis :

Dewasa 3 kali sehari 1 tablet.

d. Efek Samping :

Hipersensitif jarang terjadi, kemerahan pada kulit dapat terjadi pada

penderita yang hipersensitif.

Pemberian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan iritasi bukal dan

perianal, pada sedikit kasus menyebabkan inflamasi.

e. Peringatan dan Perhatian

Hiperurisemia dan hiperurikosuria dilaporkan pernah terjadi pada

penderita fibrosis sistik; ekstrak pancreatin mengandung sejumlah kecil

purin yang dalam dosis besar mendorong terjadinya hiperurisemia dan

hiperurikosuria.

Keamanan pemberian pada wanita hamil belum terbukti.

2. Tripanzym Caplet

a. Indikasi

Kembung pada penelanan udara, insufisiensi pankreas, gangguan hati,

empedu, lambung & usus, kembung setelah operasi, sindroma lambung-

jantung.

Sebagai anti kembung pada persiapan pasien untuk menjalani

14

Page 19: Gr Swelling System

radiografi/rontgen (sinar-x) sebagai diagnosis perut, termasuk saluran

empedu dan ginjal, radiografi bagian lumen (rongga atau terusan dalam pipa,

pembuluh, atau alat yang dalamnya kosong), tulang belakang, dan panggul.  

b. Kemasan :

Kaplet salut gula 10 x 10 biji.  

c. Dosis :

1- 2 kaplet.

Untuk radiografi/rontgen : 4 kali sehari 1 kaplet selama 2 hari.  

d. Penyajian : Dikonsumsi pada perut kosong (1 atau 2 jam sebelum/sesudah makan)  

15

Page 20: Gr Swelling System

BAB IV

KESIMPULAN

Gastro Retentive DDS merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki kemampuan

menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk memperpanjang

periode waktu. Setelah obat lepas selama periode waktu yang disyaratkan, bentuk sediaan

harus terdegradasi tanpa menyebabkan gangguan pencernaan.

Pada sistem swelling, obat yang telah ditelan akan dipertahankan berada di lambung

dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pylorus, sehingga obat dapat

bertahan lama di lambung. Pada sistem swelling, sediaan akan mengembang setelah

berada dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama gerakan

lambung melewati pylorus.

Mekanisme dasar yang rnempengaruhi pelepasan obat adalah obat menyebrang

(melewati) matriks, dimana kandungan air hidrogel meningkat dari inti ke permukaan.

Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel obat dan polimer, kelarutan obat, tipe

polimer, interaksi obat/polimer.

Pengembangan meningkat pelepasan obat yang larut air atau tidak larut air akan lebih

mengontrol difusi atau erosi-terkontrol.

Prinsip aksi pori dan penggabungan ikatan silang untuk menurunkan gaya intermolekular

dan untuk meningkatkan aksi pengerasan. Kedua faktor ini dapat rnendukung pada

kinetika dan termodinamika proses mengembang.

Pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan yang simultan yaitu antara

proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai polimer.

Setelah dikonsumsi di dalam lambung, hidrokoloid dalam sediaan berkontak dengan

cairan lambung dan menjadi mengembang. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi

gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan

berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat

ke dalam cairan lambung.

16

Page 21: Gr Swelling System

DAFTAR PUSTAKA

Formulasi tablet floating famotidin dengan sistem swelling menggunakan kombinasi

matriks hpmc k4m dan metolose 90sh-15000sr, dr. Teti indrawati M.Si., apt. 2012.

Indrawati, T. Sistem Penghantaran Obat Oral Yang Ditahan

Dilambug( gastroretentive).2012 : ISTN Jakarta

Shep, Santosh, dkk. Swelling System: A Novel Approach Towards Gastroretentive

Drug Delivery System. Indo-Global Journal of Pharmaceutical Sciences,

2011, Vol 1., Issue 3: Page No. 234-242.

Omidian, H., Park, K. Swelling agents and devices in oral drug

delivery. J. DRUG DEL. SCI. TECH., 18 (2) 83-93 2008.

International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 1, Nov-Dec 2009

Karakterisasi Sediaan, Nurina Rezki Pratiwi, FMIPA UI.

17