glomerulonefritis akut

21
GLOMERULONEFRITIS AKUT Definisi Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non- supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis. Etiologi Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman

Upload: adelita-yuli-hapsari

Post on 03-Dec-2015

33 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

GNA

TRANSCRIPT

Page 1: GLOMERULONEFRITIS AKUT

GLOMERULONEFRITIS AKUT

Definisi

Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus 

(GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat

infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit

ini sering mengenai anak-anak.

Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap

bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam

penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu

mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya

korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit

dan prognosis.

Etiologi

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi

saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup

A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-

14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar

10-15%.

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan

bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina

2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A

3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi

terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab

Page 2: GLOMERULONEFRITIS AKUT

glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari

streptokokus, penyebab lain diantaranya:

1. Bakteri  :    streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus,

Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

2. Virus    :    hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis

epidemika dl

3.   Parasit      : malaria dan toksoplasma

Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk

pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang

heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan

oleh Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. Pyogenes.

S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a. Sterptolisin O

Adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi

(mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O

bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan dipotong cukup

dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung

dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap

sterptokokus yang menghasilkan sterptolisin O. antibody ini  menghambat hemolisis oleh

sterptolisin O. fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum

antisterptolisin O (ASTO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan menunjukkan

adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar antibodi yang tetap tinggi

setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.

b. Sterptolisin S

Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang

tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini dapat

dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia dan hewan dan

tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.

Page 3: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Gambar 1. Bakteri Sterptokokus

Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering

disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.

Patofisiologi

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga

terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan unsur

membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi didalam darah dan

bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam

membran basalis. Selanjutnya, komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan

yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis

dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM).

Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel

mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus

menyebabkan protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk

oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-

antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai

bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan

cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.

Page 4: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi

hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi) mengendap

di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang menyebabkan destruksi pada

membran basalis glomerulus.11

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator

utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar

dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau

menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau antibodi dalam

kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen glomerulus. Pada

pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah

atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop

imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti

IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat

diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini

terkadang dapat diidentifikasi.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh

Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap

IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah

yang kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin

ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem

komplemen.

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang

dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan

mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapt meluas diantara sel-sel

endotel dan membran basalis,serta menghambat fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks

terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis

difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek

imun subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran

Page 5: GLOMERULONEFRITIS AKUT

basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam

membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks

imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari

kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil

cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding

kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian

mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Kompleks juga dapat

berlokalisasi pada tempat-tempat lain.

Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen

bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik.

Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan

kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post

steroptokokus.

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan

adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan

hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis

glomerulus dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

autoimun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis

ginjal.

Prevalensi

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur

5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan

pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki

laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan

adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku

Page 6: GLOMERULONEFRITIS AKUT

atau ras tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi

meningkat pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya

tidak sehat.

Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak

jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus

mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang telah

dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-

kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya

edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan

dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium,

zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan

aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema

pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggotaGFR

biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,

natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan

aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema

pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah

tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan

gelmurulus, apakah disertai dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan

pembatasan garam.

Gambar 2. Proses terjadinya proteinuria dan hematuria

Page 7: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada

akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka

tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan

penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada

hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang

mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare

tidak jarang menyertai penderita GNA.

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.

Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih

belum diketahui dengna jelas.

Gambaran Laboratorium

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik

ditemukan hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,

leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+), silinder lekosit (+) dan lain-

lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal

seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya

proteinuria masif dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total

hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi

C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien.

Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen.

Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus

dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak berhubungan

dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan mencapai kadar normal

kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada

glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung

lebih lama.

Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit.

Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen

sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antisterptozim,

ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh

karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin

Page 8: GLOMERULONEFRITIS AKUT

O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun

beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap

lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus

menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus, tetapi

antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya positif. Pada

awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan

secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.

Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks

imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak

perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.

Gambaran patologi

Makroskopis ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada

korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat disebut

glomerulonefritis difusa.

Tampak proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen

kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula infiltrasi sel epitel

kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada pemeriksaan mikroskop elektron akan

tampak membrana basalis menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang

mungkin dibentuk oleh globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus.

Gambar 3. Histopatologi gelomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 20×

Keterangan gambar: Gambar diambil dengan menggunakan mikroskop cahaya (hematosylin dan

eosin dengan pembesaran 25×). Gambar menunjukkan pembearan glomerular yang membuat

pembesaran ruang urinary dan hiperselluler. Hiperselluler terjadi karnea proliferasi dari sel

endogen dan infiltasi lekosit PMN

Page 9: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Gambar 4. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop cahaya pembesaran 40×

Gambar 5. Histopatologi glomerulonefritis dengan mikroskop elektron

Keterangan gambar : gambar diambil dengan menggunakan mikroskop electron. Gambar

menunjukjan proliferadi dari sel endothel dan sel mesangial juga infiltrasi lekosit yang

bergabung dnegan deposit electron di subephitelia.(lihat tanda panah)

Gambar 6. Histopatologi glomerulonefritis dengan immunofluoresensi

Keterangan gambar: gambar diambil dengan menggunakan mikroskop immunofluoresensi

dengan pembesaran 25×. Gambar menunjukkan adanya deposit immunoglobulin G (IgG)

sepanjang membran basalis dan mesangium dengan gambaran ”starry sky appearence”

Page 10: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Diagnosis

Diagnosis glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan

gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut

setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya

infeksi streptokokus secara laboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti

untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis 

akut pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis kronik.

Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata mendadak segera setelah

infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis akut pascastreptokok, tetapi hematuria

makroskopik pada nefropati-IgA terjadi bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic

hematuria), sementara pada glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari

setelah faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.

Glomerulonefritis kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria

makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang

menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif, nefritis lupus, dan

glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan glomerulonefritis akut

pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.

Pada glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya  cepat membaik

(hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik dan proteinuria  masih

lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut pascastreptokok dibandingkan pada

glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen C3 serum selama tindak lanjut merupakan

tanda (marker) yang penting untuk membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan

glomerulonefritis kronik  yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu

6-8 minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada glomerulonefritis yang

lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.

Eksaserbasi hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat

infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada glomerulonefritis

membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok tidak perlu dilakukan

biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis; tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan

terdapat tanda sindrom nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.

Page 11: GLOMERULONEFRITIS AKUT

Diagnosis Banding

GNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :

1.   nefritis IgA

Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan

dengan infeksi saluran pernafasan atas.

2. MPGN (tipe I dan II)

Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat bermanifestasi sama sperti gambaran

nefritis akut dengan hipokomplementemia.

3. lupus nefritis

Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria

4. Glomerulonefritis kronis

Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis akut.

Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di

glomerulus.

1. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu

untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir

menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya

penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi

beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus

yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,

sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman

penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis

seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini

sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg

BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan

eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

Page 12: GLOMERULONEFRITIS AKUT

3. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah

garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan

makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka

diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian

cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal

jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus

dibatasi.

4. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk

menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala

serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07

mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya

reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat

parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.

5. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah

dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan

usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas tidak dapat

dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun dapat

dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

6. diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini

pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak

berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).

7. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat

berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan

uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang

lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum

kadang-kadang di perlukan.

Page 13: GLOMERULONEFRITIS AKUT

2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat

gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan

spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.

3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung

dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,

melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas

dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium.

4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang

menurun.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan

penyakit yang memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis

akan menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan menghilangnya

sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum,

kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen

serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu. Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat

selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada sebagian besar pasien.

Dalam suatu penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang

terbukti dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna sangat

baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami proteinuria ringan yang

persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut pascastreptokok pada dewasa kurang baik.

Potter dkk menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria)

pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi hipertensi

tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka panjang glomerulonefritis

akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain menunjukkan adanya perubahan histologis

penyakit ginjal yang secara cepat terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih

dan hematuria mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh

Page 14: GLOMERULONEFRITIS AKUT

karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis  kresentik ekstra-

kapiler dan gagal ginjal kronik.