gerakan mahasiswa indonesia

43
ERAKAN MAHASISWA INDONESIA ADAKAH ITU SUATU USAHA SEJARAH MENGUBAH RAKYAT MENJADI MASSA REVOLUSIONER? oleh: Nur Farid, S.H (Pekerja Politik dan Mantan Direktur Yayasan Cakrawala Timur- Surabaya) Kelas yang tersubordinasi akan benar-benar bebas dan menjadi dominan bila dapat mengukuhkan tipe negara baru. Kebutuhan akan tipe negara baru tumbuh secara konkrit karena adanya perkembangan tatanan moral dan intelektual baru, yakni yang dapat menjelaskan tipe masyarakat baru, oleh karenanya di butuhkan penjelasan konsep yang paling jauh daya jangkaunya sebagai senjata ideologi yang paling tersaring dan ampuh. LATAR BELAKANG SEJARAH Pembuktian sejarah gerakan mahasiswa Indonesia, sesuai dengan konteks jamannya, haruslah memberikan kesimpulan apakah gerakan tersebut, dalam orientasi dan tindakan politiknya, benar-benar mengarah dan bersandar pada problem-problem dan kebutuhan struktural rakyat Indonesia. Orientasi dan tindakan politik cermin daripada bagaimana mahasiswa Indonesia memahami masyarakatnya, menentukan pemihakan pada rakyatnya serta kecakapan merealisasi nilai-nilai tujuan ideologinya. Karena pranata mahasiswa merupakan gejala pada masyarakat yang telah memiliki kesadaran berorganisasi, dan mahasiswa merupakan golongan yang di berikan kesempatan sosial untuk menikmati kesadaran tersebut, maka asumsi bahwa gerakan mahasiswa memberikan penghargaan yang tinggi terhadap kegunaan organisasi dalam gerakkannya adalah absah. Dengan demikian kronologi sejarah gerakan mahasiswa harus memperhitungkan batasan bagaimana mahasiswa memberikan nilai lebih terhadap organisasi. namun demikian tidak ada maksud untuk menghargai gerakan rakyat spontan.

Upload: stick-slankers-desersi

Post on 19-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gerakan Mahasiswa Indonesia

ERAKAN MAHASISWA INDONESIA

ADAKAH ITU SUATU USAHA SEJARAHMENGUBAH RAKYAT MENJADI MASSA REVOLUSIONER?

oleh: Nur Farid, S.H (Pekerja Politik dan Mantan Direktur Yayasan Cakrawala Timur-Surabaya)

Kelas yang tersubordinasi akan benar-benar bebas dan menjadi dominan bila dapat mengukuhkan tipe negara baru. Kebutuhan akan tipe negara baru tumbuh secara konkrit karena adanya perkembangan tatanan moral dan intelektual baru, yakni yang dapat menjelaskan tipe masyarakat baru, oleh karenanya di butuhkan penjelasan konsep yang paling jauh daya jangkaunya sebagai senjata ideologi yang paling tersaring dan ampuh.

LATAR BELAKANG SEJARAH

Pembuktian sejarah gerakan mahasiswa Indonesia, sesuai dengan konteks jamannya, haruslah memberikan kesimpulan apakah gerakan tersebut, dalam orientasi dan tindakan politiknya, benar-benar mengarah dan bersandar pada problem-problem dan kebutuhan struktural rakyat Indonesia. Orientasi dan tindakan politik cermin daripada bagaimana mahasiswa Indonesia memahami masyarakatnya, menentukan pemihakan pada rakyatnya serta kecakapan merealisasi nilai-nilai tujuan ideologinya.

Karena pranata mahasiswa merupakan gejala pada masyarakat yang telah memiliki kesadaran berorganisasi, dan mahasiswa merupakan golongan yang di berikan kesempatan sosial untuk menikmati kesadaran tersebut, maka asumsi bahwa gerakan mahasiswa memberikan penghargaan yang tinggi terhadap kegunaan organisasi dalam gerakkannya adalah absah. Dengan demikian kronologi sejarah gerakan mahasiswa harus memperhitungkan batasan bagaimana mahasiswa memberikan nilai lebih terhadap organisasi. namun demikian tidak ada maksud untuk menghargai gerakan rakyat spontan.

Nilai lebih organisasi dalam gerakan mahasiswa hanyalah bermakna bahwa didalam organisasi gerakan mahasiswa ditempa dan di penuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Pemahaman terhadap masyarakat problem-problem rakyatnya,

2) Pemihakan kepada rakyat-nya, dan

3) Kecakapan-kecakapan dalam tindakan mengolah massa-nya.

Ketiga syarat tersebutlah yang mencerminkan:

1) Tujuan dan orientasi gerakan mahasiswa,

2) Metodologi gerakan maha-siswa,

Page 2: Gerakan Mahasiswa Indonesia

3) Strukturalisasi sumberdaya manusia, logistik dan keuangan gerakan mahasiswa, dan

4) Program-program gerakan mahasiswa yang bermakna strategik-taktik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah merupakan akumulasi dan kulminasi dari dialektika kondisi obyektif dengan tindakan subyektif masa-masa sebelumnya. Oleh karena itu gerakan mahasiswa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh:

1) Perang-perang heroik dan patriotik didalam dan diluar negri; gerakan petani pada abad 19 dan buruh diawal tahun 1920-an didalam dan diluar negeri; pemberontakan-pemberontakan terhadap kolonialisme-imperialisme Belanda; munculnya kekuatan partai-partai politik di tahun 20-an,

2) Penyebaran ideologi liberal, nasionalisme, komunisme, sosial-demokrat, dan islam,

3) Kondisi ekonomi politik.

MASA PENJAJAHAN BELANDA

Murid-murid STOVIA mencoba memulai gerakan dengan mendirikan Trikoro Dharmo di tahun 1915. Gerakkannya bukan dalam kerangka konsep mahasiswa tetapi pemuda, dan juga belum memiliki konsep nasionalisme yang jelas (kedaerahan) atau tujuannya: Djawa Raya. Dalam hal ini jelas bahwa walaupun konsep tentang mahasiswa, nasionalisme ataupun keadilan sosial sudah bisa masuk ke tanah jajahan Hindia Belanda, namun pada konteks jamannya semua idealisme konsep-konsep tersebut belum bisa dirumuskan dan terwujud sebagai artikulator problem-problem konkrit masyarakat pada waktu itu ; Kolonialisme, kapitalisme dan sisa-sisa feodalisme. Dan yang lebih parah: belum bisa menggerakkan massanya sesuai dengan artikulasinya tersebut.

Sejarawan-sejarawan yang idealis sering mengatakan, bahwa pada tahap awal gerakan elemen-elemen pelopor, pertama-tama harus bisa merumuskan problem-problem masyarakat dan kemudian menyampaikannya dalam bentuk agitasi dan propaganda. Namun, realita sejarah menghidangkan kenyataan yang lain: kondisi subyektif gerakan belum bisa bersatu dengan kondisi obyektif di luar gerakan. Keduanya belum solid, keduanya belum bisa menyatu melalui tahap-tahap panjang, rumit dan mengesalkan.

Dan juga ada keharusan yang katanya logis dan absah, yang dipaksakan oleh sejarawan-sejarawan idealis, yakni keharusan yang mengatakan: karena ide-ide nasionalisme, liberal, komunisme, sosial-demokrat, islam dan lain-lainnya sudah masuk ke tanah jajahan Hindia Belanda, seharusnya kaum intelaktual membentuk diri menjadi pelopor yang mengartikulasi problem-problem masyarakat serta rakyatnya dan kemudian menggerakkan massanya. Persoalannya bukan saja terletak pada keinginan subyektif dan normatif dari kaum intelektual; persoalannya juga terletak pada tingkat kesadaran (level of consciesness) kaum intelektual itu sendiri (sebagai kondisi subyektif), tingkat kesadaran rakyatnya dan atmosfir ekonomi-politik pendorong tingkat kesadaran tersebut (sebagai kondisi obyektif). Jadi, logika sejarawan idealis tidaklah berpijak pada realitas sejarah, logika yang tidak historis.

Page 3: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Atau bentuk dan watak organisasi seperti Trikoro Dharmo hanya merupakan taktik kaum pelopor dalam menghadapi kondisi pada saat itu? Tidak, tidak didapatkan data ilegal, baik tertulis (dokumen) maupun lisan, yang menyatakan hal tersebut.

Organisasi-organisasi yang tumbuh kemudian adalah juga organisasi kedaerahan (Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Minahasa, Bond Ambon) dan tidak ada upaya berkonsolidasi. Hanya atas bantuan Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI) maka organisasi-organisasi tersebut dilebur menjadi Indonesia Moeda (IM) tahun 1930. Dalam tindakan konsolidasi, pelajar-pelajar mengambil inisiatif, juga dalam hal merubah konsep pelajarnya menjadi pemuda, yang secara teoretis lebih memungkinkan mewadahi massa yang lebih luas.

Perjuangan IM pada umumnya lunak, kecuali cabang Surabaya, Radikalisasi IM Surabaya berhasil memprovokasi kepala sekolah-kepala sekolah menengah untuk mengeluarkan Schoolverbood (pemecatan bagi pelajar-pelajar sekolah menengah yang memasuki IM). Dengan adanya peraturan tersebut dan intel-intel bangsa sendiri yang menyusup ke IM untuk mengadakan provokasi, maka IM menjadi lemah: menjadi organisasi dekaden/bejad, tempat foya-foya.

Hanya anggota IM yang sadarlah yang bisa keluar dari IM dan kemudian membentuk Soeloeh Pemoeda Indonesia (SPI) dan Pergerakan Pemoeda Revolusioner (PERPIRI). Namun, dan memang wajar dalam masyarakat kolonial, dikeluarkanlah Vargader-verbod (pembubaran dan larangan berkumpul) bagi SPI dan PERPIRI. Tapi anggota-anggota yang konsisten melakukan gerakan bawah tanah. Tahun 1915-1930 merupakan waktu yang cukup panjang bagi pemuda dan pelajar untuk memiliki penjelasan yang lebih jernih tentang nasionalisme yang melekat pada organisasi Indonesia Moeda dan melepaskan diri dari organisasi sektarian pemuda dan mahasiswa guna lebih mempertajam orientasi anti kolonial. Selain itu juga gerakan ini telah melewati masa-masa sulit: kelumpuhan pergerakan nasional akibat pemerintah kolonial yang semakin represif, setelah pemerintah kolonial di uji oleh pemogokan-pemogokan buruh di awal tahun 1920-an dan pemberontakan PKI tahun 1926. Gerakan pemogokan buruh dan pemberontakan PKI tersebut merupakan suatu pengorbanan yang berharga positif; memberikan atmosfir pendidikan politik bagi kelanjutan pergerakan nasional. Banyak sejarawan Indonesia masih menolak menuliskan tinta emasnya bagi sejarah Indonesia kurun itu.

Didalam kondisi kelumpuhan pergerakan nasional seperti ini, muncullah alternatif kelompok study (studieclub) yang politis dilihat dari orentasi dan tindakan politiknya, terbentuknya Indonesia Studieclub (IS) dan Algemeene Studieclub (AS). Makna politis dari kelompok study pada waktu itu adalah:

1) Mempelajari kondisi dan problem-problem konkrit yang berhubungan dengan negeri dan rakyat, kemudian mengadakan ceramah-ceramah dan kursus-kursus tentangnya. Misalnya, yang berhubungan dengan buruh; upah, kesejahteraan dan jam kerja; tentang perumahan rakyat; hal kondisi organisasi politik; keuntungan atau kerugian dengan adanya pemilihan anggota Gementeraad (dewan Kota); Arti pergerakan, pendidikan nasional, parlemen, statistik perdagangan, gerakaan persatuan, kooperasi dan non-kooperasi, kerjasama diantara organisasi-organisasi politik dal lain-lain,

Page 4: Gerakan Mahasiswa Indonesia

2) Membentuk komite dan pengumpulan bahan mengenai masyarakat koloni terutama Hindia Belanda, kemudian menyebarkannya dalam bentuk brosur-brosur atau surat kabar atau majalah, seperti Soeloeh Ra'jat Indonesia dan Soeleoeh Indonesia,

3) Mencari alternatif bagi perbaikan terhadap problem-problem konkrit tersebut dan kemudian dilakukan tindakan nyata,

4) forumnya ditujukan pada sasaran masyarakat luas, pertemuannya terbuka di gedung-gedung pertemuan umum yang di hadiri oleh kalangan pergerakan dan masyarakat luas,

5) Mendukung pemogokan buruh bengkel dan elektrik di Surabaya bulan nopember 1925. Namun tidak dapat di pungkiri ada juga kelompok studi yang apolitis dan hanya berkubang di masalah-masalah teoritis, yaitu apa yang dinamakan Debating Club (Sukarno keluar dari organisasi ini dan masuk ke Algemeene Studieclub)

Dalam merespons perubahan politik yang lebih liberal akibat penggantian gubernur Jendral de Fock oleh de Graeff (pendukung van Limburg Stirum, liberalis), dan dalam kondisi ekonomi Belanda serta Hindia Belanda yang berada pada posisi merambat ke arah ekses penawaran (posisi demikian merupakan masa positif sebelum mencapai puncak konjunktur ekses penawaran dalam masa depresi kapitalisme pada tahun 1929-1930 maka IS dan AS berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI) dan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Kelompok studi berhasil bertranformasi menjadi partai, ia merupakan cikal-bakal partai yang banyak menyumbang bagi tercapainya "kemerdekaan" Republik Indonesia. Tanda kutip pada kata kemerdekaan bermakna: Setelah Indonesia merdeka partai-partai tersebut,ternyata tidak berhasil memenangkan pertempuran untuk merubah hubungan sosial rakyat Indonesia menjadi lebih adil, unsur-unsur reaksioner juga turut dihidupkan dan menjadi kuat oleh momen sejarah Indonesia.

Namun demikian Studieclub telah memperlihatkan keunggulannya ketimbang kelompok studi tahun 1980-an. Kelompok studi tahun 80-an lebih menyerupai debating club dalam tindakannya, apolitis:

1) berkubang di masalah-masalah teoritis,

2) tidak bisa berdialektika sebagai unsur subyektif yang merespons dan menstimulasi kondisi obyektif dalam kondisi ekonomi-politik Orde Baru, ia bukannya bertransformasi menjadi politis tapi malahan membusuk. Lebih gegabah lagi bila kelompok studi tahun 80-an disimpulkan menjadi bertransformasi menjadi pelopor, dominan atau bahkan mengambil peranan kecil sekalipun sebagai koordinator dalam gerakan mahasiswa tahun 80-an. Kesimpulan ini bukan berarti kami tidak menghargai nilai lebih diskusi. Jangan samakan antara tindakan diskusi dengan tindakan kelompok studi secara keseluruhan.

Analisa terhadap sejarah studieclub jelas memberikan kesimpulan bahwa kondisi obyektif ekonomi-politik pada saat itu politik kolonial yang semakin represif, yang kemudian berubah menjadi liberal karena perubahan status ekonomi Belanda dan Hindia Belanda bisa direspon dan distimulasi oleh kondisi obyektif Studieclub yang bertransformasi menjadi partai. Jadi, sungguh suatu kesimpulan yang spekulatif bila dikatakan bahwa mandulnya gerakan mahasiswa dari basis

Page 5: Gerakan Mahasiswa Indonesia

kampus pada masa Orde Baru dan larinya mahasiswa dari basis kampus untuk membentuk kelompok studi adalah akibat oleh NKK/BKK. Sungguh suatu kesimpulan yang spekulatif, seolah-olah bila tidak ada NKK/BKK maka akan semarak dan menjadi kuatlah gerakan mahasiswa. Apakah hal ini terbukti pada gerakan mahasiswa masa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an dimana pada waktu itu belum ada NKK/BKK? Tidak, sejarah membuktikan bahwa kondisi subyektif gerakan mahasiswa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an tidak bisa merespons dan menstimulus ekonomi politik Orde Baru pada tahun 60-an dan 70-an. Perdebatan mengenai kondisi ekonomi-politik Orde Baru tahun 60-an dan 70-an memerlukan ruang tersendiri. Namun yang jelas, sebagai gejala, gerakan mahasiswa Orde Baru tahun 60-an dan 70-an benar-benar telah dilumpuhkan, terutama tahun 60-an benar-benar merupakan borok sejarah. Justru dalam skala tertentu, gerakan mahasiswa tahun 80-an dapat menembus NKK/BKK. Namun akumulasi dan kulminasi tindakan politik, maka yang lebih dapat di hargai adalah gerakan mahasiswa masa Orde Baru tahun 70-an. Penghargaan itu tentunya adalah hanya sebatas bahwa gerakan tersebut telah memberikan atmosfir pendidikan politik dan tapak-tapak kabur pedoman menuju demokratisasi.

Masa setelah bertransformasinya Studieclub menjadi PBI dan PNI pada kurun sejarah inilah dapat di tebar pupuk momentum bagi konsolidasi, penyaringan dan semaraknya wadah-wadah massa pemuda dan pelajar. Hal ini terbukti dengan di selenggarakannya kongres Pemoeda Indonesia pada tahun 1928, yang berhasil menggabungkan pergerakan-pergerakan pemuda yang berorentasi luhur, memprioritaskan terwujudnya cita-cita nasionalisme, menjunjung harkat nusa bangsa: mengolah tercapainya kemerdekaan. Nama organisasi gabungan tersebut, dilihat secara semantik saja, sungguh mengejutkan dan menggembirakan: Pemoesatan Pergerakan Pemoeda Indonesia (PERPINDO) di pusat dan Pergaboengan Pemoeda (PERDA) di daerah. Dan, anggota-anggotanya adalah IM, Pemoeda Muhaammadijah, Persatoean Pemoeda Taman Siswa, Pemoeda Muslimin Indonesia, Persatoean Pemoeda Kristen Djawi, Barisan Pemoeda GERINDO dan PRRI.

MASA PENJAJAHAN JEPANG

Tentu saja ruang ini tidak cukup tersedia untuk membahas gerakan mahasiswa pada masa ini, yang cukup menggairahkan untuk di analisa namun harus memperhitungkan spektrum perdebatan yang cukup luas.

Yang pasti, semua organisasi pemuda yang ada di bubarkan, dan pemuda di masukkan kedalam, yang utama Seinendan-Keibondan (Barisan Pelopor) dan Pembela Tanah Air (PETA) untuk dididik politik dan kegiatan-kegiatan menunjang fasisme: latihan militer untuk membela kepentingan ekonomi-politik Asia Timur Raya.

Jalan keluar bagi gerakan pemuda adalah: gerakan bawah tanah (Underground-legal). Ramainya pamflet-pamflet gelap, dan rapat-rapat gelap yang mengakibatkan adanya penangkapan-penangkapan oleh penguasa fasis Dai Nippon Jepang. Momentum gerakan bawah tanah, yang juga "katanya" dikombinasikan dengan gerakan legal Sukarno, merupakan jalan keluar yang lebih mencekam dan belum memassa, tingkat kesadaran massa untuk mengambil jalan keluar ini belum mencapai tingkat yang revolusioner. Dan harus dilacak mengapa Fron Anti Fasis tidak menampakkan sosok yang jelas.

Page 6: Gerakan Mahasiswa Indonesia

MASA KEMERDEKAAN

1945-1950

Suatu momentum yang tidak disia-siakan oleh gerakan pemuda dan pelajar: selain mereka melucuti senjata Jepang, juga memunculkan kembali organisasi-organisasi mereka, misalnya Angkatan Pemoeda Indonesia (API), Pemuda Repoeblik Indonesia (PRI), Gerakan Pemoeda Repoeblik Indonesia (GERPRI), Ikatan peladjar Indonesia (IPI), Pemoeda Poetri Indonesia (PPI dan lain-lainnya.

Pada saat belum ada pemuda dan pelajar yang berbentuk federasi, diselenggarakanlah kongres Pemoeda Seloeroeh Indonesia I (1945) dan ke-II (1946). Kedua kongres tersebut sangat penting artinya karena:

1) Dapat melahirkan organisasi gabungan Pemoeda Sosialis Indonesia (PESINDO) yang merupakan hasil peleburan API, PRI, GERPRI, AMRI dan sebagainya,

2) Terbentuknya badan Kongres ke-I berada dalam suasana semangat perjuangan bersenjata (pemuda turut berpartisipasi dalam pertempuran Nopember di Surabaya),

3) Kongres ke-II menghasilkan keputusan antara lain: Berpegang teguh pada Undang-Undang Dasar, membentuk dan memperkuat laskar, mengisi jabatan-jabatan penting di pemerintahan dan mematuhi pimpinan yang mengajak revolusi nasional dan revolusi sosial.

Organisasi-organisasi seperti Perhimpoenan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpoenan Mahasiswa Katholik Jogja (PMJ), Sarekat Mahasiswa Indonesia (SMI), Perhimpoenan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpoenan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH), Perhimpoenan Mahasiswa Kristen Indonesia (PMKRI) dan Persatoean Peladjar Pergoeroean Tinggie Malang (PPPM) setuju membentuk Perserikatan Perhimpoenan-perhimpoenan Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan Badan Koordinasi Mahasiswa Indonesia (BKMI) yang khusus berada di daerah pendudukan Belanda. Dalam perjalanannya, keberadaan

Dinamika Gerakan Mahasiswa dalam Bingkai Sejarah: “Atas Nama Rakyat Indonesia”

Dinamika Gerakan Mahasiswa dalam Bingkai Sejarah:“Atas Nama Rakyat Indonesia”

“Mahasiswa hidup di tengah-tengah masyarakat. Itulah sebabnya mereka mengerti dan memahami betul apa yang dirasakan dan dialami masyarakat... Jika ada yang mengatakan tidak boleh atau melarang aksi mahasiswa,

mungkin ada yang tidak senang dengan aksi mahasiswa.”(Dr. A. H. Nasution)

Page 7: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Pendahuluan

Agaknya sepenggal kalimat yang diungkapkan oleh Dr. A. H. Nasution di atas dapat memberikan kita gambaran nyata tentang sosok mahasiswa dalam panggung pergerakan. Apa pun kondisi yang sedang berlangsung saat ini, dan dari sudut pandang mana pun akan kita tilik kondisi tersebut, tak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah the most important society. Mahasiswa adalah struktur unik dalam tatanan kemasyarakatan, politik maupun budaya. Unik karena mahasiswa memiliki status, latar belakang, dan ideologi yang boleh jadi membuat mereka bangga.

Dibalik itu semua, patut kita sadari bahwa mahasiswa adalah manusia biasa. Anggota asli dari sebuah tatanan kemasyarakatan di mana mereka hidup dan berjibaku di dalamnya. Dalam konteks ini, mahasiswa adalah figur lemah yang senantiasa dijadikan objek (padahal mereka hakikinya adalah subjek). Namun, dalam segala keterbatasan dan sangat biasanya mahasiswa, mereka bisa menjelma menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang tidak bisa dibendung dengan senjata apa pun juga. Lebih lanjut, mahasiswa boleh jadi bangga atas intelektualitas yang mereka miliki karena mereka termasuk orang-orang yang beruntung yang dapat mengenyam pendidikan hingga jenjang yang tertinggi. Maka tidak salah memang, jika mereka-mereka ini menyandang sebutan mahasiswa, status superior bagi pelajar di Indonesia.

Status yang disandang ini memberikan konsekuensi logis adanya hubungan timbal-balik antara status dan peran mahasiswa. Sebagai bagian dari masyarakat, mahasiswa harus peka terhadap apa yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Mengutip Ali Syariati, ‘…seorang intelektual bagaikan direktur film. Ia harus mengetahui, memahami, dan mengenal baik masyarakatnya. Apa yang ia katakan ada sangkut-pautnya dengan masyarakat..dengan demikian tanggung jawab pokok cendikiawan adalah membangkitkan dan membangun masyarakat…’ Pentingnya peran mahasiswa ini layak kita garis-bawahi. Tidak hanya terletak pada posisi mahasiswa yang cenderung 'elitis' karena stigma positif yang melekat atas kedudukan mereka yang istimewa di mata masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mahasiswa atas tanggung jawab moral-sosial kemasyarakatan yang digantungkan oleh masyarakat kepada mereka. Mahasiswa menjadi representatif bagi masyarakat dalam mengaspirasikan tuntutan. Oleh karena itulah, tuntutan mahasiswa adalah tuntutan rakyat, tuntutan yang “atas nama Rakyat Indonesia”.

Perjalanan Gerakan Mahasiswa

Tidak dapat dipungkiri peran mahasiswa menjadi begitu penting dalam sejarah perjuangan bangsanya dari masa ke masa. Gerakan mahasiswa telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk menumbangkan keotoritarian kaum elite atas rakyatnya. Gerakan mahasiswa untuk kemudian menjadi bentuk perjuangan dan kontribusi nyata kaum intelektual atas tanggung jawab moral-sosial mereka kepada rakyat.

Gerakan mahasiswa tampaknya memang sudah menjadi tuntutan zaman. Keberadaannya timbul dan tenggelam dalam pergolakan bangsa-bangsa yang ingin menata kehidupan demokrasinya menuju ke arah yang lebih baik. Pengalaman historis perjuangan bangsa telah membuktikan bahwa mahasiswa selalu memainkan peranan penting dalam setiap perjuangan. Mahasiswa telah menjadi kekuatan yang ada pada setiap perubahan yang tertoreh dalam sejarah bangsanya.

Page 8: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Istilah gerakan mahasiswa menjadi sangat populer setelah terjadi sebuah fenomena monumental di tahun 1998. Meskipun pada masa sebelumnya, gerakan mahasiswa juga pernah secara aktif memelopori perubahan. Dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa telah memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.

Kalau kita melihat sejenak peran gerakan mahasiswa dalam konteks semangat zamannya, kita bisa menengok kembali kepada peran mahasiswa dalam kurun waktu yang amat menentukan dalam sejarah bangsa kita. Munculnya angkatan-angkatan 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1978, dan 1998 di pentas politik baik yang berhasil ataupun yang gagal total kiranya senantiasa dilandasi semangat untuk melakukan kritik terhadap “status quo” dan mengharapkan kehidupan baru yang lebih baik dan dengan impian dan harapan yang lebih baik pula.Mahasiswa pernah menjadi salah satu bagian dari gerakan pemuda yang tidak dapat dipisahkan dengan proses perjuangan bangsa, sejak terjadinya kebangkitan pemuda 1908. Pada masa kebangkitan nasional ini, kaum intelektual muda adalah bagian pendobrak cara pandang yang kolot dengan mengadopsi cara pikir yang cerdas. Posisi kaum intelektual (mahasiswa) pasca 1908 adalah munculnya generasi gerakan di tahun 1966 yang diyakini berhasil menumbangkan rezim Orde Lama dan menggantikannya dengan rezim Orde Baru. Kemudian, gerakan mahasiswa angkatan 1978 muncul sebagai kekuatan yang menolak usaha-usaha depolitisasi terhadap mahasiswa. Sementara itu, angkatan 1980-an muncul sebagai generasi gerakan kritis yang tidak memunculkan gerakan yang masif, tetapi intensif terjun lagsung dalam masyarakat dalam kelompok-kelompok diskusi dan LSM-LSM yang bekerja secara langsung dalam basis masyarakat. Puncak dari gerakan mahasiswa terjadi pada angkatan 1998 yang diyakini berhasil menumbangkan rezim Orde Baru. Gerakan yang dipelopori mahasiswa ini bersifat masif dan berhasil meruntuhkan hegemoni dan kekuasaan riil negara. Bahkan, militer pun berhasil diredupkan posisinya berkat kekuataan massa di bawah kepeloporan mahasiswa-mahasiswa.

Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nafas baru yang kemudian melahirkan aktivis-aktivis mahasiswa yang cerdas dan berani. Pada umumnya, gerakan yang dibangun oleh para aktivis mahasiswa ini berangkat dari sebuah kesadaran tentang posisi masyarakat yang berhadapan dengan negara (konsep patron-client). Kesadaran tersebut kemudian membawa aktivitas gerakan pada sebuah tujuan yang hendak dicapai. Dengan melibatkan berbagai wacana yang mampu mendukung terwujudnya tujuan gerakan, para aktivis akan mengembangkan sebuah metode, strategi, atau taktik gerakan sebagai hasil dan tindak lanjut dari tingkat kesadaran yang mereka miliki tentang ketegangan antara negara dengan masyarakat. Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia sendiri, aktivitas gerakan mahasiswa selalu mengalami pasang surut, tercapai atau tidaknya tujuan gerakan sangat tergantung pada metode dan strategi gerakan yang digunakan. Beda zaman beda tantangan, begitulah gambaran dinamika gerakan mahasiswa dalam torehan sejarah.

Gerakan Mahasiswa dari Masa ke Masa

1. Munculnya Pergerakan Kaum Terpelajar (1908)

Kaum terpelajar Indonesia muncul seiring dibangunnya sekolah-sekolah oleh Belanda pada

Page 9: Gerakan Mahasiswa Indonesia

abad-18. Dari pembangunan tersebut hingga tahun 1906 di Hindia sudah terdapat beberapa orang terpelajar pribumi yang kebanyakan berasal dari keluarga para raja atau bangsawan tinggi mendapatkan pendidikan menengah dan tinggi. Munculnya perguruan tinggi di Hindia Belanda merupakan politik etis (politik balas jasa) yang diterapkan Belanda yang meliputi aspek edukasi, emigrasi, dan imigrasi. Sayangnya, politik etis tersebut hanyalah merupakan taktik dari kolonial untuk mendapatkan tenaga terdidik yang murah untuk membuka lahan perkebunan, dan membuat irigasi yang tentunya hanya menguntungkan pihak Belanda. Walaupun demikian, peran politik etis ini menjadi besar bagi kemunculan kaum terpelajar yang pada awalnya masih didominasi oleh putra-putra priyayi, yang dari perkenalannya dengan Eropa mereka menyadari kekurangan bangsanya: tingkat pendidikan, pengetahuan dan ilmu, terutama teknologi, dan peradaban pada umumnya.

Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya organisasi-organisasi soSial. Organisasi soSial yang pertama kali muncul adalah Sarikat Priyayi pada tahun 1906. Organisasi ini didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo, termasuk Thamrin Mohamad Thabrie dan R.A.A. Prawiradiredja. Sarikat Priyayi kemudian tidak berkembang karena tidak mampu menggerakkan para priyayi yang sudah mapan, dan tidak mau bergerak tanpa restu dari pemerintah. Kemudian pada tahun 1908 berdirilah Boedi Oetomo dengan tokoh-tokohnya antara lain E. Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesodo. Boedi Oetomo didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga pendidikan STOVIA, sebuah sekolah kedokteran di Jakarta.

Boedi Oetomo, merupakan wadah perjuangan yang pertama kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Tujuan didirikannya organisasi ini adalah menghendaki adanya kemajuan bagi Hindia. Wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya. Awalnya Boedi Oetomo bergerak secara terbatas di Jawa dan Madura, tetapi kemudian meluas ke seluruh Hindia. Bidang kegiatan yang dipilih oleh Boedi Oetomo adalah bidang pendidikan dan budaya, dengan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik.

Pada kongres pertama di Yogyakarta, tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan: Kemajuan yang selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan. Keterlibatan golongan tua moderat dan priyayi yang mengutamakan jabatan, membuat Boedi Oetomo justru semakin melemah dan terjerembab masuk dalam kerangka politik etis. Kondisi ini menjadikan Boedi Oetomo cenderung memajukan pendidikan bagi priyayi dengan meluaskan pendidikan Barat.

Pada tahun 1911, di Solo berdiri sebuah perkumpulan bernama Sarekat Islam (SI). Organisasi ini didirikan bukan semata-mata sebagai perlawanan terehadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga digunakan sebagai front untuk melawan semua bentuk penghinaan terhadap rakyat bumiputera. Organisasi merupakan reaksi terhadap rencana krestenings-politiek (politik pengkristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap penindasan dari pihak kolonial. Berbeda dengan Boedi Oetomo yang elitis karena hanya berada di lingkungan priyayi, SI mampu menjamah lapisan masyarakat bawah untuk melawan segala bentuk penindasan dan kesombongan rasial.

Tujuan didirikannya SI antara lain: mengembangkan jiwa berdagang; memberi bantuan kepada

Page 10: Gerakan Mahasiswa Indonesia

anggota-anggotanya yang menderita kesukaran; memajukan pengajaran dan semua yang dapat mempercepat naiknya derajat bumiputera; dan menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang islam. Tujuan SI secara tidak langsung menghubungkan organisasi ini dengan dunia politik.

Disamping itu, pada tahun 1908, para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan organisasi bernama Indische Vereeniging yang kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas nasionalisme yang diperjuangkan, pada tahun 1925 organisasi ini berganti nama baru menjadi Perhimpunan Indonesia. Perhimpunan Indonesia menyerukan kesatuan di antara organisasi-organisasi yang ada. Dari persatuan tersebut diharapkan terbentuk front tunggal yang dapat menarik dukungan massa atas dasar nasionalisme. Metode yang digunakan untuk mendapatkan pengaruh adalah melalui boycott terhadap dewan tuan tanah kolonial, mengikuti contoh India dengan gerakan non-cooperation, dan secara umum bergantung pada kekuatan dan kemampuan bangsa sendiri.

Berdirinya Indische Vereeniging dan organisasi-organisasi lain, seperti: Indische Partij yang merupakan partai politik pertama di Hindia yang berdiri pada tanggal 25 Desember 1912 dengan Douwes Dekker sebagai ketua dan Tjipto Mangunkusomo sebagai wakilnya yang senantiasa melontarkan propaganda kemerdekaan Indonesia; Sarekat Islam; Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV) yang berhaluan Marxisme, menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal tersebut di satu sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat melemahkan Boedi Oetomo karena banyak orang kemudian memandang Boedi Oetomo terlalu lembek oleh karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu elitis serta sempit keanggotaannya (yaitu hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa).

Kehadiran Boedi Oetomo, Indische Vereeniging, dan lain-lain pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor terdepannya. Generasi 1908 dengan tujuan utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan kian mendorong semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.

2. 1928

Pada tahun 1922, sekumpulan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische Vereeniging yang kemudian berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan melihat situasi politik yang dihadapi, mereka membentuk kelompok studi yang mempraktekkan ide-ide mereka dan dikenal amat berpengaruh karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo. Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studie Club) yang kemudian menjadi Perserikatan Nasional Indonesia, direalisasikan oleh para nasionalis dan

Page 11: Gerakan Mahasiswa Indonesia

mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925. Tujuan PNI sendiri adalah bekerja untuk kemerdekaan Indonesia dengan dua metode yang digunakan, yaitu pertama, ke dalam: dengan mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah-sekolah, bank-bank, dan sebagainya; kedua, keluar: dengan memperkuat opini publik di rapat-rapat umum (vergadering) dan menerbitkan surat-surat kabar.Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun 1930-an.

Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa, intelektual, dan aktivis pemuda itulah, generasi baru pemuda Indonesia muncul dan tercetus Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI. Pada tahun 1930 hampir semua perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda.

3. 1945

Dalam perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik, terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI) sedangkan Kelompok Studi Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).

Secara umum, kondisi pendidikan maupun kehidupan politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan kolonial Belanda, Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942 terjadi pelarangan semua kegiatan yang berbau politik, dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan semua organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik. Praktis, akibat kondisi yang sangat represif itu, mahasiswa dan pemuda memilih melakukan kegiatan berkumpul dan berdiskusi di asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan dan berperan besar dalam melahirkan sejumlah tokoh adalah Asrama “Angkatan Baru Indonesia” (Menteng 31), Asrama “Fakultas Kedokteran” (Cikini), dan Asrama “Indonesia Merdeka” (Kebon Sirih).

Asrama “Angkatan Baru Indonesia” (Menteng 31) didirikan dengan tujuan menciptakan inti aktivis yang setelah menyelesaikan pendidikannya akan disebar ke daerah-daerah. Tema pendidikan dalam asrama ini berpusat pada masalah nasionalisme dan “Semangat Asia Timur Raya”. Siswa-siswa dalam asrama ini antara lain Chairul Saleh dan Sukarni, mereka merupakan angkatan muda 1945 yang bersejarah, yang pada saat itu terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.

Berbeda dengan Asrama Angkatan Baru Indonesia, Asrama Fakultas Kedokteran dihuni oleh

Page 12: Gerakan Mahasiswa Indonesia

mahasiswa dari latar belakang menengah ke atas yang kesehariannya menggunakan bahasa Belanda dengan pandangan sosial demokratnya, juga bukan kelompok pemuda yang aktif dalam kegiatan politik. Sedangkan Asrama Indonesia Merdeka didirikan dengan tujuan untuk mengimbangi Angkatan Darat dalam menarik pemuda. Dan pada akhir tahun 1944, berdiri organisasi bernama “Angkatan Muda” yang dalam konferensinya menghasilkan beberapa resolusi antara lain: Pertama, seluruh golongan harus dipersatukan dan disentralisasi di bawah satu pimpinan tunggal. Kedua, kemerdekaan Indonesia harus diwujudkan secepat mungkin.

4. 1966

Pasca proklamasi kemerdekaan, muncul berbagai organisasi mahasiswa dengan dasar ideologi yang berbeda-beda. Pada tanggal 5 Februari 1947 diresmikan terebentuknya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kemudian diikuti berdirinya Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada tanggal 25 Maret 1947 dan kemudian disusul dengan berdirinya Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI). Organisasi-organisasi mahasiswa ini menggunakan ideologi agama seperti Islam, Kristen, dan Katholik. Kemunculan organisasi-organisasi mahasiswa ini mengikuti lahirnya partai-partai politik yang juga menggunakan basis ideologi agama seperti Masyumi yang berdiri tanggal 7 November 1945 dan Partai Katholik yang berdiri tanggal 8 Desember 1945.

Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal (1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu, organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah partai-partai politik. Misalnya, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI) dengan Partai Katholik; sementara partai besar lainnya yaitu partai Nasional Indonesia (PNI) juga memiliki organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berdiri tanggal 23 maret 1954; Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI; Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berafiliasi dengan Partai NU; Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi; dan Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang dibentuk pada tahun 1956 sebagai hasil penggabungan tiga organisasi kecil mahasiswa di Bandung, Bogor, dan Yogyakarta. Pada Kongres CGMI ke IV tahun 1964 di Jakarta dinyatakan CGMI akan mendekati partai yang berpihak kepada rakyat. Dalam perkembangannya, CGMI memiliki kedekatan dengan PKI. Program yang dibawa oleh CGMI waktu itu adalah Tritunggal, yaitu: pertama, studi; kedua, menjadi nomer satu dalam studi; ketiga, bergerak di bawah. Diantara organisasi mahasiswa pada masa itu, CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil Pemilu 1955.

Di permulaan tahun 60an dan pada periode Demokrasi Terpimpin, para mahasiswa berhadapan dengan dua kekuatan besar yaitu Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) dan Manifesto Kebudayaan (Manikebu). Lekra mempunyai pengaruh yang besar dalam kehidupan intelektual Indonesia waktu itu. Organisasi ini memasukkan pandangan-pandangan mereka dalam bidang kesenian, kesusastraan, dan gagasan-gagasan dengan pendekatan “realisme kritis” atau “romantisme revolusioner”. Lekra anti terhadap nilai-nilai kebudayaan yang non-Indonesia. Sedangkan Manikebu bertujuan untuk membendung makin besarnya kekuatan Lekra dalam kehidupan kesusastraan dan kesenian. Kelompok ini menolak politik kebudayaan nasional sempit yang dicanangkan oleh Soekarno dengan dukungan kuat Lekra.

Page 13: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Organisasi gerakan mahasiswa yang meramaikan panggung perpolitikan dalam masa Demokrasi Terpimpin adalah organisasi yang memiliki afiliasi pada partai politik. Mereka saling berlomba, adu program untuk mendapatkan massa yang besar. Organisasi mahasiswa yang tersingkir dari panggung politik mengorganisir diri melalui kesatuan-kesatuan aksi. Puncaknya ketika pecahnya peristiwa G30S, mahasiswa berideologi liberal yang tersingkir kemudian bersatu dengan tentara. Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1965 yang merupakan hasil kesepakatan sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI,PMII,Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa (IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki kepemimpinan. Sebelum KAMI gerakan mahasiswa yang menyikapi peristiwa G30S masih bersifat local. Kemunculan KAMI tersebut membuat isu yang dibawa semakin terfokus menjadi Trotura (Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi: Bubarkan PKI, retool Kabinet Dwikora, dan turunkan harga barang. Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya, seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain. Titik puncak aksi mahasiswa terjadi pada saat diadakannya pelantikan kabinet Dwikora tanggal 24 Februari 1966 oleh Soekarno di istana Presiden. Ketika demonstrasi mencapai jalan Merdeka Utara, dua demonstran yaitu Arief Rahman Hakin (mahasiswa Kedokteran UI) dan Zubaedah (pelajar sekolah menegah) tewas tertembak.Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru. Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanandi, Yusuf Wanandi ketiganya dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI, dan lain-lain. Angkatan '66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Setelah Orde Lama berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam kabibet pemerintahan Orde Baru. Di masa ini ada salah satu tokoh yang sangat idealis, yang sampai sekarang menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis setelah masanya, dia adalah seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa ini, dia adalah Soe Hok Gie

5. 1974

Realitas berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer. Pasca peristiwa G 30S, gerakan mahasiswa cenderung memakai konsep gerakan moral (moral force). Dalam konsepsi ini, mahasiswa bertindak sebagai kekuatan moral daripada sebagai kekuatan politik, dalam arti bahwa mahasiswa muncul sebagai aktor politik ketika situasi bangsa sedang krisis, setelah krisis berlalu kemudian kembalike kampus belajar. Arief Budiman menyebut gerakan ini sebagai Gerakan Koreksi. Gerakan ini

Page 14: Gerakan Mahasiswa Indonesia

sifatnya hanya melakukan kritik terhadap suatu permasalahan. Gerakan ini merasa tidak perlu mengumpulkan massa yang besar dan melengkapi dirinya dengan ideologi alternatif.

Bangkitnya gerakan mahasiswa pada periode ini tidak dapat dilepaskan dari konstalasi politik dan ekonomi nasional pada waktu itu. Jika pada tahun 1968 dan 1969 kondisi kampus tenang-tenang saja, maka pada tahun 1970 terjadi berbagai aksi dan protes yangdilakukan oleh mahasiswa. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya aksi ini adalah faktor objektif seperti jumlah mahasiswa bertambah terus tetapi anggaran pendidikan relatif kurang; jumlah mahasiswa baru yang tidak sepadan dibandingkan dengan fasilitas yang tersedia, meningkatnya inflasi dan bertambahnya kesulitan hidup sehari-hari; semua itu menimbulkan ketegangan. Ditambah lagi dengan merajalelanya korupsi di tahun 1970 yang mengiringi pertumbuhan ekonomi di samping munculnya tanda-tanda pertama dari boom minyak. Selain itu, pembangunan ternyata tidak membuat sejahtera seluruh lapisan masyarakat, pembangunan hanya dinikmati oleh sekelompok kecil masyarakat.

Pada tahun 1970 para aktivis yang dimotori oleh Arief Budiman membentuk gerakan bernama “Mahasiswa Menggugat”. Gerakan ini memprotes kenaikan harga bensin yang mengakibatkan harga-harga dan juga korupsi. Diikuti dengan gerakan-gerakan anti korupsi dalam skala yang lebih luas, pada tahun 1970, pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo. Terbentuknya Komite Anti Korupsi ini dapat dilihat sebagai reaksi kekecewaan mahasiswa terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.

Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan berbagai kritik dan koreksi terhadap praktek kekuasaan rezim Orde Baru, seperti:• Golongan Putih (Golput) yang menentang pelaksanaan pemilu pertama di masa Orde Baru pada 1972 karena Golkar dinilai curang.• Gerakan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada tahun 1973 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971, pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.

Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput) pada tanggal 28 Mei 1971 yang dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan. Golongan putih (Golput) dimaksudkan untuk menghimpun orang-orang yang tidak mengikuti pemilu

Dalam tahun 1972, mahasiswa juga telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan

Page 15: Gerakan Mahasiswa Indonesia

anggaran negara yang digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam pembangunan,misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat Indonesia haus akan bantuan luar negeri.

Protes terus berlanjut. Pada akhir 1973, suasana semakin menghangat dengan berbagai faktor seperti lahirnya UU perkawinan dan isu modal asing yang masuk ke Indonesia seiring dengan diangkatnya Asisten Pribadi (Aspri) Presiden. Memasuki tahun 1974, pada tanggal 14 Januari mahasiswa berdemonstrasi di lapangan udara Halim Perdanakusuma memprotes kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka yang datang ke Indonesia dan sehari kemudian mahasiswa meneriakkan kembali tritura yang berisi: 1. Bubarkan Asisten pribadi (Aspri); 2. Turunkan harga; 3. Ganyang Korupsi. Demostrasi ini memuncak pada tanggal 15 Januari yang membuat pusat kota Jakarta sempat terhenti aktivitasnya selama dua hari. Hampir 1000 mobil, kebanyakan buatan Jepang, 144 gedung dibakar atau dirusak, 9 orang meninggal, seratus lebih cedera dan 820 orang ditangkap. Peristiwaq ni kemudian dikenal dengan peristiwa “Malari” atau Malapetaka 15 Januari 1974. Gerakan ini berbuntut dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.

6. 1978

Setelah peristiwa “Malari”, dikeluarkan SK Pemerintah No. 028/1974 yang memberi wewenang yang lebih besar kepada pimpinan perguruan tinggi untuk mengontrol aktivitas mahasiswa di kampus, pers mahasiwa harus diawasi oleh Menteri Penerangan dan birokrat kampus, dan peraturan yang mengharuskan organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan partai untuk bergabung menjadi satu organisasi yang diatur oleh rejim, ditambah dengan pencucian otak para mahasiswa dengan pembentukan komisi yang merubah Pancasila menjadi alat kontrol politik.

Hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.

Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu, misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di daerah-daerah, strategi dan hakekat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan dan kepemimpinan nasional.Pada gerakan mahasiswa tahun 1978, mahasiswa memfokuskan membangun aliansi antara dewan mahasiswa ketimbang membangun aliansi dengan faksi-faksi elit yang tidak mendukung Soeharto. Pada bulan Januari 1978, dewan mahasiswa ITB menerbitkan Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978 yang dinyatakan sebagai “kritik Indonesia sistematis pertama terhadap kebijakan rezim Orde Baru”. Buku ini mencerca pemerintah untuk korupsi yang meluas, kebijakan ekonomi yang memfasilitasi kepentingan memperkaya diri sendiri dengan biaya kesejahteraan sosial, represi terhadap suara politik independen dan kehilangan hubungan dengan rakyat.Pada periode ini terjadi pendudukan militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap

Page 16: Gerakan Mahasiswa Indonesia

telah melakukan pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus dan tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun 1974. Akibatnya, pada tanggal 21 Januari 1978 Pangkomkamtib Soedomo menerbitkan SK Komkamtib yang berisi tentang pembubaran Dewan Mahasiswa semua universitas dan pendudukan atau pengambilalihan kampus oleh militer. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan juga mengeluarkan instruksi No.1/U/1978 dan SK Menteri pendidikan dan kebudayaan No.037/U/1979 yang berisi pembubaran Dewan Mahasiswa dan pembatasan aktivitas mahasiswa.

Meski demikian, perjuangan gerakan mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan menolak kepemimpinan nasional.

7. Era NKK/BKK

Setelah gerakan mahasiswa 1978, praktis tidak ada gerakan besar yang dilakukan mahasiswa selama beberapa tahun akibat diberlakukannya konsep Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) oleh pemerintah secara paksa. Upaya pemerintah untuk mengeliminasi mahasiswa dari kegiatan politik semakin kuat ketika pada tanggal 19 April 1978, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang saat itu dijabat oleh Daoed Joesoef menerapkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) yang berarti menata ulang dan redefinisi kampus secara mendasar, fungsional, dan bertahap. Kebijakan ini membuat mahasiswa hanya boleh melakukan kegiatan kampus dan dilarang berhhubungan dengan kehidupan politik praktis. Kebijakan ini dituangkan dalam SK Menteri pendidikan dan Kebudayaan No.0156/V/1978 yang menyatakan bahwa aktivitas dan ekspresi politik mahasiswa di dalam kampus adalah tidak sah serta hanya mengijinkan adanya diskusi “akademik” tentang subjek politik. Selain SK Mendikbud, dirjen DIKTI juga mengeluarkan instruksi No.002/DK/Inst/1978 yang menempatkan semua aktivitas mahasiswa di bawah kontrol Pembantu Rektor III yang dibantu oleh pembantu dekan III di tiap fakultas. Keputusan tersebut mengakibatkan adanya badan koordinasi untuk urusan kemahasiswaan, sebuah institusi kampus yang memberikan otoritas efektif pada rektor untuk menunjuk atau mengganti pemimpin organisasi mahasiswa dengan segera.

Tanggal 24 Februari 1979, setelah melewati pembahasan intensif antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan para rektor, Mendikbud mengeluarkan SK No.37/U/1979 yang mengatur Bentuk Susunan Lembaga atau organisasi Kemahasiswaan Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen P dan K. dengan begitu di tiap perguruan tinggi dibentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) sebagai badan nonstruktural yang berfungsi membantu rektor untuk merencanakan kegiatan mahasiswa. Dengan begitu maka sejak peraturan-peraturan itu dimunculkan, praktis semua kegiatan mahasiswa baik kurikuler maupun non kurikuler dikontrol oleh pimpinan perguruan tinggi.

Kebijakan BKK itu secara implisif sebenarnya melarang dihidupkannya kembali Dewan Mahasiswa, dan hanya mengijinkan pembentukan organisasi mahasiswa tingkat fakultas (Senat Mahasiswa Fakultas-SMF) dan Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF). Namun hal yang terpenting dari SK ini terutama pemberian wewenang kekuasaan kepada rektor dan

Page 17: Gerakan Mahasiswa Indonesia

pembantu rektor untuk menentukan kegiatan mahasiswa, yang menurutnya sebagai wujud tanggung jawab pembentukan, pengarahan, dan pengembangan lembaga kemahasiswaan.Dengan konsep NKK/BKK ini, maka peranan yang dimainkan organisasi intra dan ekstra kampus dalam melakukan kerjasama dan transaksi komunikasi politik menjadi lumpuh. Ditambah dengan munculnya UU No.8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan maka politik praktis semakin tidak diminati oleh mahasiswa, karena sebagian Ormas bahkan menjadi alat pemerintah atau golongan politik tertentu. Kondisi ini menimbulkan generasi kampus yang apatis, sementara posisi rezim semakin kuat.

Sebagai alternatif terhadap suasana birokratis dan apolitis wadah intra kampus, di awal-awal tahun 80-an muncul kelompok-kelompok studi yang dianggap mungkin tidak tersentuh kekuasaan refresif penguasa. Kelompok Studi (KS) merupakan arena untuk mengasah kemampuan kritis mereka atas persoalan sosial dan politik. KS muncul sebagai alternatif akibat ketidakmampuan organisasi mahasiswa formal di kampus untuk menyalurkan ide-ide kritis mahasiswa mengenai perubahan sosial. Era KS dimulai sejak 1982-1983, kemunculannya yang meskipun berjumlah kecil dan hanya terdapat di kota-kota tertentu mampu meramaikan kembali gerakan mahasiswa. Pemikiran-pemikiran kritis yang dikaji dalam KS antara lai karya Karl Marx, Paolo Freire, Ivan Illich, Jurgen Habermas, dan Michael Foucalt.

Dalam perkembangannya, eksistensi kelompok ini tidak hanya berfungsi sebagai arena untuk diskusi melainkan juga mealkukan aksi-aksi advokasi. Advokasi tersebut berupa “turun ke bawah” yakni bekerja sama dengan dan mendampingi kaum buruh dan petani. Kehadiran wadah-wadah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tumbuh subur menjadi alternatif gerakan mahasiswa. Jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap represif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Mereka juga membentuk kelompok-kelompok diskusi dan pers mahasiswa.

Selain kemunculan berbagai macam organisasi mahasiswa tersebut, gerakan mahasiswa pada massa ini juga mengaplikasikan hasil diskusinya dengan cara melakukan pengorganisiran di basis-basis massa rakyat. Demonstrasi-demonstrasi kampus pertama muncul kembali pada 1987 yang memuncak pada tahun 1989 dalam rangkaian protes mahasiswa mengenai isu tanah dan kekerasan terhadap rakyat sipil. Beberapa kasus lokal yang disuarakan LSM dan komite aksi mahasiswa antara lain: kasus tanah waduk Kedung Ombo, Kacapiring, Blengguan, Pandega, dan lain-lain. Kasus Kedung Ombo patut diberi catatan tersendiri karena kasus ini yang membawa para mahasiswa kembali keluar dari ruang kuliahnya dan terlibat ke dalam masalah sosial politik. Bahkan leibh dari itu, kerjasama antara mahasiswa yang ada di berbagai kota di Jawa Tengah dan Jakarta mulai dibina.

8. 1990

Memasuki awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui

Page 18: Gerakan Mahasiswa Indonesia

PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal terjadi pro kontra menanggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hidden agenda untuk menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan kekuatan di luar kampus.

Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Konsep SMPT tidak banyak berbeda dengan NKK/BKK. Mahasiswa menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi kemahasiswaan alternatif yang independen.

Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa ditahun 1990-an.Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987-1990 sehingga akhirnya demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch ke DPR/DPRD tetap terlarang.

Fenomena negara yang sangat kuat sehingga bisa mengontrol kebebasan berbicara dan berpikir masyarakat khususnya mahasiswa, membangun kesadaran massif di antara kalangan mahasiswa, sehingga ketika terjadi sikap-sikap otoriter dari negara, ingatan masyarakat semakin mengental untuk menyatakan sikap ketidaksetujuan terhadap negara otoriter.

Gerakan menjadi bertambah besar sejak terjadinya peristiwa 27 Juli 1996 yang disertai dengan hilangnya aktivis prodemokrasi. Dalam peristiwa 27 Juli 1996 ini sebenarnya masyarakat mulai melihat bahwa proses politik mengalami kemandegan yang luar biasa serta semakin jelasnya posisi negara Orde baru yang otoriter. Peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI telah memicu pengorganisasian kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan ideologi. Ideologi dalam hal ini lebih dipahami sebagai kesamaan cita-cita dan tatanan nilai yang sama. Landasan nilai yang sama tersebut memudahkan melakukan pengorganisasian yang kemudian diarahkan untuk melakukan perlawanan “wacana” terhadap isu yang dikembangkan oleh negara dan aparat militer.

9. 1998

Badai krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997. Krisis ini bermula dari jatuhnya mata uang Thailand (Bath) dan kemudian menyapu seluruh Asia Tenggara. Pada bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah menurun menjadi 2400, akibatnya terjadi lonjakan pengangguran, industri gulung tikar,

Page 19: Gerakan Mahasiswa Indonesia

dan perdagangan macet. Untuk mengatasi hal tersebut, Soeharto memohon bantuan kepada negara-negara imperialis melalui IMF dengan syarat Indonesia harus mencabut subsidi terhadap barang-barang kebutuhan pokok. Akhirnya, Soeharto mengumumkan kenaikan tarif transportasi umum, hanya beberapa jam setelah sebelumnya mengumumkan kenaikan listrik dan BBM (bahan bakar minyak), sesuai dengan rekomendasi IMF untuk mengurangi subsidi bagi kedua komoditas tersebut. Ketika rupiah jatuh pada nilai 10.000 terhadap dolar Amerika, Soeharto kembali membuat konsensus dengan IMF dengan mencabut subsidi atas BBM dan listrik. Akibatnya, harga bahan bakar naik sebesar 47% dan listrik rata-rata naik sebesar 60%.

Mahasiswa menemukan momentumnya seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi tersebut. Dalam kurun waktu awal Februari sampai Mei 1998, secara kuantitatif dan kualitatif gerakan mahasiswa naik secara drastis, dari tuntutan yang sudah politis dan metode yang radikal. Pelaku gerakan pada masa ini bukan hanya organisasi-organisasi gerakan yang sudah lama bergerak sejak tahun 80an melainkan juga kalangan aktivis kampus dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, dan senat-senat fakultas. Para aktor dari kalangan kmapus ini menyebut gerakan mereka sebagai gerakan “moral” dengan format aksi keprihatinan di kampus. Mereka juga banyak didukung oleh para staf pengajar dan pimpinan perguruan tinggi yan menjadikan gerakan mahasiswa sebagai gerakan civitas academica.

Selama bulan Maret pasca terpilihnya kembali Soeharto sebagai presiden yang ketujuh kalinya sampai bulan Mei, isu dan tuntutan mahasiswa semakin meningkat dan bertambah banyak. Target politiknya juga jelas yaitu menuntut Soeharto untuk mundur. Puncaknya terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, ketika 6 mahasiswa Trisakti gugur diterjang peluru militer. Peristiwa ini menyulut solidaritas dan perlawanan yang semakin massif dari mahasiswa dan masyarakat. Tanggal 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di Indonesia serentak digelar untuk menyatakan solidaritas. Selain aksi besar-besaran dengan ribuan massa yang terjadi diberbagai kota di Indonesia, peristiwa lain yang mempercepat proses turunnya Soeharto adalah pendudukan terhadap Gedung MPR/DPR yang dilakukan oleh puluhan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998. Akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya. peristiwa yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasonal dan swasta ini kemudian disambut dengan gembira oleh mahasiwa dan masyarakat.

Gerakan mahasiswa 1998 lebih merupakan kebangkitan civil society yang dukungannya berasal dari kekuatan civil society itu sendiri. Jika berbicara tentang proses radikalisasi yang terjadi dalam gerakan mahasiswa pada periode Mei 1998, para aktivis mahasiswa sendiri menyadari bahwa banyaknya mahasiswa yang turun dan begitu seringnya mendapatkan perlakuan buruk dari pihak aparat dalah faktor yang cukup penting. Dari peristiwa-peristiwa berdarah yang tidak jarang meminta korban jiwa itulah sebenarnya muncul satu bentuk semangat perlawanan bersama yang terus menjalar di benak aktivis gerakan dan diikuti oleh semakin banyak kelompok mahasiswa dan masyarakat lainnya. Jadi ikatan yang paling menonjol dari gerakan mahasiswa angkatan 1998 bukan terletak pada kepentingan ideologi, tetapi pada semangat kebersamaan.

Hal lain yang juga menarik untuk diamati dari ciri khas gerakan mahasiwa Angkatan 1998 ini adalah strategi gerakan yang dikembangkan adalah strategi untuk menyatukan diri dengan kekuatan masyarakat secara umum. Selain naluri gerakan muncul dari kesadaran akan adanya ketegangan antara negara dan masyarakat, tingkat kesadaran yang lebih tinggi adalah bahwa

Page 20: Gerakan Mahasiswa Indonesia

mereka merasa bagian dari masyarakat.

10. Pasca Reformasi

Masa Habibie

Pasca reformasi, praktis gerakan mahasiswa mulai menemukan polanya masing-masing. Gerakan mahasiswa yang tadinya seiring sejalan dalam menurunkan Soeharto kini mulai berguguran dan terpecah ke dalam dua kelompok pada periode Habibie yaitu gerakan mahasiswa yang mendukung Habibie dan gerakan mahasiswa yang tidak mendukung Habibie. Dengan dorongan tuntutan reformasi rezim Habibie, pada bulan November diadakan Sidang istimewa. Sepanjang dilakukannya Sidang Istimewa, mahasiswa melakukan demonstrasi. Demonstrasi tersebut tidak dilakukan oleh mahasiswa sendiri tetapi terhitung hingga ratusan ribu rakyat menolak Sidang Istimewa. Puncaknya pada Sidang Istimewa terakhir terjadi tragedi Semanggi di mana 18 orang meninggal dunia, tujuh mahasiswa, satu siswa SMU, sembilan orang pejalan kaki, dan satu polisi. 253 orang terluka sedang yang terluka oleh tembakan senjata api adalah 14 mahasiswa, satu dosen, dua siswa SMU, dan 15 pejalan kaki.

Empat bulan sejak peristiwa Semanggi I, gerakan mahasiswa mengalami penurunan dalam kuantitas peserta demonstrasi yang sangat drastik. Dalam menghadapi Pemilu 1999, gerakan mahasiswa kembali terpecah dalan tiga sikap. Pertama, mendukung pelaksanaan pemilu. Kedua, gerakan mahasiswa yang mendukung pemilu dengan syarat. Ketiga, gerakan mahasiswa yangtetap meneruskan isu-isu utama sebelumnya antara lain: pengadilan Soeharto beserta kroni-kroninya, penghapusan KKN, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, dan pembentukan pemerintahan transisi.

Pasca pemilu, rezim Habibie ingin mensahkan RUU-PKB yang dibuat oleh DPR. Dan kebijakan ini pun ditolak oleh mahasiswa dan massa rakyat dengan melakukan perlawanan. Hal ini karena isi pasalnya memberikan kewenangan besar dalam tugas-tugas polisional kepada militer, dalam situasi negara dinilai darurat atau dalam keadaan berbahaya. Puncak aksi penolakan ini berujung pada Peristiwa Semanggi II yang terjadi pada 23-24 September dimana korban dari mahasiswa dan masyarakat kembali berjatuhan.

Masa Gus Dur

Kemenangan PDI-P dalam Pemilu tidak serta merta mengantarkan Megawati Soekarno Putri menjadi presiden. Berdasarkan hasil voting anggota MPR, Gus Dur mengungguli Mega yang berarti membawa Gus Dur menjadi presiden. Dalam pemerintahan Gus Dur, terjadi perkembangan “baru” dalam dunia kampus, gerakan mahasiswa menyebutnya privatisai kampus, sementara rezim menyebutnya otonomi kampus. Pemberian status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada empat Perguruan Tinggi Negeri yaitu UI, ITB, UGM, dan IPB pada tahun 2004 berimplikasi pada penghentian subsidi pendidikan dan mengharuskan perguruan tinggi mencari dana sendiri. Isu-isu mengenai pendidikan kemudian marak diusung oleh gerakan mahasiswa pada masa ini. Tuntutan mereka antara lain:pendidikan murah, perombakan kurikulum pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan guru.

Page 21: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Kesimpulan

Dalam bingkai sejarah, gerakan mahasiswa pernah menjadi bagian dari sebuah gerakan pemuda Indonesia. Mahasiswa pernah menjadi salah satu bagian dari gerakan pemuda sebagaimana dilukiskan sebagai sosok yang dinamis ini, posisi pemuda yang didalamnya termasuk mahasiswa, tidak bisa dipisahkan dengan proses perjuangan bangsa, sejak terjadinya kebangkitan pemuda 1908. Pemuda adalah pelopor pada zamannya. Pada masa kebangkitan nasional, pemuda adalah bagian pendobrak cara pandang kegelapan dengan cara mengadopsi cara pikei yang “aukflaris” dalam gegap gempita modernisasi.Pemuda memiliki posisi mitologis sebagai kekuatan selalu tampil untuk menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran dan menentang segala bentuk ketidakadilan pada zamannya. Dan dari perjalanan sejarah sejak pembentukan bangsa modern sampai dengan reformasi ini, pemuda (mahasiswa) terbukti selalu memberikan kontribusi yang sangat besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Kesan herois ini di satu sisi memang tidak bisa ditolak, meskipun di sisi lain perlu dikritisi secara mendalam.Keragaman latar belakang, motivasi, visi politik serta orientasi masing-masing kesatuan aksi telah menjadikan gerakan mahasiswa tidak dapat dilihat sebagai entitas yang homogen. Apalagi jika dilihat dari perjalanan gerarakan mahasiswa, sangat sulit menempatkan unsur mahasiswa sebagai satu barisan monolitik dari civil society. Terlalu banyak varian dan afiliasi terhadap kelompok-kelompok lain yang kemudian muncul sebagai variasi gerakan mahasiswa.

Gerakan mahasiswa tidak terbatas pada sebuah gerakan yang lahir dari mahasiswa yang menginginkan perubahan dan sekedar mendobrak status quo, tetapi juga gerakan yang berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang diperjuangkan. Disadari atau tidak, gerakan mahasiswa akan selalu identik dengan perubahan. Seperti yang dikatakan oleh Saul Alinsky, seorang aktivis Amerika bahwa “Change means movement. Movement means friction. Only in the frictionless vacuum of a nonexistent abstract world can movement or change occur without that abrasive friction of conflict.” Sejauh mana kita kaji perjalanan gerakan mahasiswa, berhasil atau tidaknya tujuan yang hendak dicapai tidak hanya bergantung dari strategi atau taktik yang diterapkan oleh mahasiswa dalam penyelesaian konflik atau ketegangan antara negara dan rakyat. Tetapi juga, sejauh mana mahasiswa mampu berafiliasi dan membangun jaringan ke tingkat elite, “turun ke bawah” mengadvokasi akar rumput, bergelut dengan friksi demi tercapainya sebuah perubahan yang nyata, serta menjadi penghubung lidah rakyat dengan tuntutan yang “atas nama rakyat Indonesia” kepada negaranya.

Two roads diverged in a yellow wood,And sorry I could not travel bothAnd be one traveler, long I stoodAnd looked down one as far as I couldTo where it bent in the undergrowth(The Road Not Taken by Robert Frost)

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Disarikan dari Buku “Bergerak Bersama Rakyat”. Yogyakarta: Resist Book. 2007 dan A. Prasetyantoko & Ign Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di Indonesia. 2001. Jakarta: P.T. Alumni. 2001Eko Prasetyo. Jadilah Intelektual Progresif!. 2007. Yogyakarta: Resist Book.Gejolak Reformasi Menolak Anarki. Bandung: Penerbit Zaman Wacana Mulia. 1998Pramoedya Ananta Toer. Sang Pemula. Jakarta: Hasta Mitra. 1985. Halaman 106http://www.brainyquotes.comhttp://www.wikipedia.com

eran mahasiswa sebagai agen of change, sosial control, dan iron stock oleh indah novitasari | Selasa, 24 Juli 2012

Penulis sebagai mahasiswa dapat memetakan setidaknya ada empat peranan mahasiswa yang menjadi tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul. Peranan ini diturunkan apa yang seharusnya dan paling idealnya.

Creator of Change

Selama ini kita mendengar bahwa peranan mahasiswa hanya sebagai agen perubahan. Penulis mengatakan itu tidaklah benar, mengapa? Karena dalam defininya kata ”agen” hanya merujuk bahwa mahasiswa hanyalah sebagai pembantu atau bahkan hanya menjadi objek perubahan, bukan sebagai pencetus perubahan. Inilah alasan mengapa saat ini peranan mahasiswa banyak yang diboncengi pencetus perubahan lain seperti partai politik, ormas, dan lainnya. Melihat dari kata ”pencetus”, mahasiswa seharusnya dapat bergerak independen, sesuai dengan idealisme mereka.

Hal ini dapat lihat, ketika kondisi bangsa ini sekarang tidaklah ideal, banyak sekali permasalahan bangsa yang ada, mulai dari korupsi, penggusuran, ketidakadilan, dan lain sebagainya. Mahasiswa yang mempunyai idealisme sudah seharusnya berpikir dan bertindak bagaimana mengembalikan kondisi negara menjadi ideal. Lalu, apa yang menjadi alasan untuk berubah? Secara substansial, perubahan merupakan harga mutlak, setiap kebudayaan dan kondisi pasti mengalami perubahan walaupun keadaanya tetap diam –sudah menjadi hukum alam. Sejarah telah membuktikan, bahwa perubahan besar terjadi di tangan generasi muda mulai dari zaman nabi, kolonialisme, reformasi, dan lain sebagainya. Maka dari itu, mahasiswa dituntut bukan hanya menjadi agen perubahan saja, melainkan pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya ke arah yang lebih baik.

Page 23: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Iron Stock

Peranan mahasiswa yang tak kalah penting adalah iron stock atau mahasiswa dengan ketangguhan idealismenya akan menjadi pengganti generasi-generasi sebelumny, tentu dengan kemampuan dan akhlak mulia. Dapat dikatakan, bahwa mahasiswa adalah aset, cadangan, dan harapan bangsa masa depan. Peran organisasi kampus tentu mempengaruhi kualitas mahasiswa, kaderasasi yang baik dan penanaman nilai yang baik tentu akan meningkatkan kualitas mahasiswa yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pasti timbul pertanyaan, bagaimana cara mempersiapkan mahasiswa agar menjadi calon pemimpin yang siap pakai? Tentu jawabannya adalah dengan memperkaya pengetahuan yang ada terhadap masyarakatnya. Selain itu, mempelajari berbagai kesalahan yang ada pada generasi sebelumnya juga diperlukan sehingga menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan diri.

Ada satu pertanyaan yang menggelitik bagi saya, mengapa bernama iron stock? Bukan golden atau silver stock? Hal ini masuk akal, karena sifat besi itu sendiri yang berkarat dalam jangka waktu lama, sehingga diperlukan pengganti besi-besi sebelumnya. Iron Stock

Filosofi ini dapat dibenarkan, karena manusia yang disimbolkan sebagai besi tentu akan mati dan kehilangan tenaganya, maka dari itu dibutuhkan generasi manusia baru sebagai pengganti yang lebih baik.

Social Control

Peran mahasiswa sebagai kontrol sosial terjadi ketika ada yang tidak beres atau ganjil dalam masyarakat dan pemerintah. Mahasiswa dengan gagasan dan ilmu yang dimilikinya memiliki peranan menjaga dan memperbaiki nilai dan norma sosial dalam masyarakat. Mengapa harus menjadi social control? Kita semua tahu, bahwa mahasiswa itu sendiri lahir dari rahim rakyat, dan sudah seyogyanya mahasiswa memiliki peran sosial, peran yang menjaga dan memperbaiki apa yang salah dalam masyarakat.

Saat ini di Indonesia, masyarakat merasakan bahwa pemerintah hanya memikirkan dirinya sendiri dalam bertindak. Usut punya usut, pemerintah tidak menepati janji yang telah diumbar-umbar dalam kampanye mereka. Kasus hukum, korupsi, dan pendidikan merajalela dalam kehidupan berbangsa bernegara. Inilah potret mengapa mahasiswa yang notabene sebagai anak rakyat harus bertindak dengan ilmu dan kelebihan yang dimilikinya. Lalu bagaimana cara agar mahasiswa dapat berperan sebagai kontrol sosial? Mahasiswa harus menumbuhkan jiwa sosial yang peduli pada keadaan rakyat

Page 24: Gerakan Mahasiswa Indonesia

yang mengalami penderitaan, ketidakadilan, dan ketertindasan. Kontrol sosial dapat dilakukan ketika pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang merugikan rakyat, maka dari itu mahasiswa bergerak sebagai perwujudan kepedulian terhadap rakyat.

Pergerakan mahasiswa bukan hanya sekedar turun ke jalan saja, melainkan harus lebih substansial lagi yaitu diskusi, kajian dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, sifat peduli terhadap rakyat juga dapat ditunjukkan ketika mahasiswa dapat memberikan bantuan baik secara moril dan materil bagi siapa saja yang membutuhkannya.

FUNGSI DAN TANGGUNG JAWAB MAHASISWA SEBAGAI GENERASI MUDA DALAM MENINGKATKAN RASA PERSATUAN DAN KESATUANDitulis pada Mei 23, 2012

Mahasiswa dapat dikatakan sebuah komunitas unik yang berada di masyarakat, dengan kesempatan dan kelebihan yang dimilikinya, mahasiswa mampu berada sedikit di atas masyarakat. Mahasiswa juga belum tercekcoki oleh kepentingan-kepentingan suatu golongan, ormas, parpol, dsb. Sehingga mahasiswa dapat dikatakan (seharusnya) memiliki idealisme. Idealisme adalah suatu kebenaran yang diyakini murni dari pribadi seseorang dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal yang dapat menggeser makna kebenaran tersebut.

Berdasarkan berbagai potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak sepantasnyalah bila mahasiswa hanya mementingkan kebutuhan dirinya sendiri tanpa memberikan kontribusi terhadap bangsa dan negaranya. Mahasiswa itu sudah bukan siswa yang tugasnya hanya belajar, bukan pula rakyat, bukan pula pemerintah. Mahasiswa memiliki tempat tersendiri di lingkungan masyarakat, namun bukan berarti memisahkan diri dari masyarakat. Oleh karena itu perlu dirumuskan perihal peran, fungsi, dan posisi mahasiswa untuk menentukan arah perjuangan dan kontribusi mahasiswa tersebut.

 

1. Peran Mahasiswa

1.1 Mahasiswa Sebagai “Iron Stock”

Mahasiswa dapat menjadi Iron Stock, yaitu mahasiswa diharapkan menjadi manusia-manusia tangguh yang memiliki kemampuan dan akhlak mulia yang nantinya dapat menggantikan generasi-generasi sebelumnya. Intinya mahasiswa itu merupakan aset, cadangan, harapan bangsa untuk masa depan. Tak dapat dipungkiri bahwa seluruh organisasi yang ada akan bersifat mengalir, yaitu ditandai dengan pergantian kekuasaan dari golongan tua ke golongan muda, oleh karena itu kaderisasi harus dilakukan terus-menerus. Dunia kampus dan kemahasiswaannya merupakan momentum kaderisasi yang sangat sayang bila tidak dimanfaatkan bagi mereka yang memiliki kesempatan.

Page 25: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Dalam konsep Islam sendiri, peran pemuda sebagai generasi pengganti tersirat dalam Al-Maidah:54, yaitu pemuda sebagai pengganti generasi yang sudah rusak dan memiliki karakter mencintai dan

dicintai, lemah lembut kepada orang yang beriman, dan bersikap keras terhadap kaum kafir.

54. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

Sejarah telah membuktikan bahwa di tangan generasi mudalah perubahan-perubahan besar terjadi, dari zaman nabi, kolonialisme, hingga reformasi, pemudalah yang menjadi garda depan perubah kondisi bangsa.

Lantas sekarang apa yang kita bisa lakukan dalam memenuhi peran Iron Stock tersebut ? Jawabannya tak lain adalah dengan memperkaya diri kita dengan berbagai pengetahuan baik itu dari segi keprofesian maupun kemasyarakatan, dan tak lupa untuk mempelajari berbagai kesalahan yang pernah terjadi di generasi-generasi sebelumnya.

Lalu kenapa harus Iron Stock ?? Bukan Golden Stock saja, kan lebih bagus dan mahal ?? Mungkin didasarkan atas sifat besi itu sendiri yang akan berkarat dalam jangka waktu lama, sehingga diperlukanlah penggantian dengan besi-besi baru yang lebih bagus dan kokoh. Hal itu sesuai dengan kodrat manusia yang memiliki keterbatasan waktu, tenaga, dan pikiran.

1.2 Mahasiswa Sebagai “Guardian of Value”

Mahasiswa sebagai Guardian of Value berarti mahasiswa berperan sebagai penjaga nilai-nilai di masyarakat. Lalu sekarang pertanyaannya adalah, “Nilai seperti apa yang harus dijaga ??” Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus melihat mahasiswa sebagai insan akademis yang selalu berpikir ilmiah dalam mencari kebenaran. Kita harus memulainya dari hal tersebut karena bila kita renungkan kembali sifat nilai yang harus dijaga tersebut haruslah mutlak kebenarannya sehingga mahasiswa diwajibkan menjaganya.

Page 26: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Sedikit sudah jelas, bahwa nilai yang harus dijaga adalah sesuatu yang bersifat benar mutlak, dan tidak ada keraguan lagi di dalamnya. Nilai itu jelaslah bukan hasil dari pragmatisme, nilai itu haruslah bersumber dari suatu dzat yang Maha Benar dan Maha Mengetahui.

Selain nilai yang di atas, masih ada satu nilai lagi yang memenuhi kriteria sebagai nilai yang wajib dijaga oleh mahasiswa, nilai tersebut adalah nilai-nilai dari kebenaran ilmiah. Walaupun memang kebenaran ilmiah tersebut merupakan representasi dari kebesaran dan keeksisan Allah, sebagai dzat yang Maha Mengetahui. Kita sebagai mahasiswa harus mampu mencari berbagai kebenaran berlandaskan watak ilmiah yang bersumber dari ilmu-ilmu yang kita dapatkan dan selanjutnya harus kita terapkan dan jaga di masyarakat.

Pemikiran Guardian of Value yang berkembang selama ini hanyalah sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada sebelumya, atau menjaga nilai-nilai kebaikan seperti kejujuran, kesigapan, dan lain sebagainya. Hal itu tidaklah salah, namun apakah sesederhana itu nilai yang harus mahasiswa jaga ? Lantas apa hubungannya nilai-nilai tersebut dengan watak ilmu yang seharusnya dimiliki oleh mahasiswa ? Oleh karena itu saya berpendapat bahwa Guardian of Value adalah penyampai, dan penjaga nilai-nilai kebenaran mutlak dimana nilai-nilai tersebut diperoleh berdasarkan watak ilmu yang dimiliki mahasiswa itu sendiri. Watak ilmu sendiri adalah selalu mencari kebanaran ilmiah.

Penjelasan Guardian of Value hanya sebagai penjaga nilai-nilai yang sudah ada juga memiliki kelemahan yaitu bilamana terjadi sebuah pergeseran nilai, dan nilai yang telah bergeser tersebut sudah terlanjur menjadi sebuah perimeter kebaikan di masyarakat, maka kita akan kesulitan dalam memandang arti kebenaran nilai itu sendiri.

1.3 Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”

Mahasiswa sebagai Agent of Change,,, hmm.. Artinya adalah mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, “Kenapa harus ada perubahan ???”. Untuk menjawab pertanyaan itu mari kita pandang kondisi bangsa saat ini. Menurut saya kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, dimana banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.

Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan.

Page 27: Gerakan Mahasiswa Indonesia

11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

[767] bagi tiap-tiap manusia ada beberapa malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat Ini ialah malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut malaikat Hafazhah.

[768] Tuhan tidak akan merobah keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.

Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.

2. Fungsi Mahasiswa

Page 28: Gerakan Mahasiswa Indonesia

Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang

1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat

Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya.Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.

Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.

Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.

3. Posisi Mahasiswa

Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.

Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.

Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah

Page 29: Gerakan Mahasiswa Indonesia

pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.

Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.

Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.

sumber : http://geowana.wordpress.com/2008/08/10/peran-fungsi-posisi-mahasiswa/

google.com

blogger.com