geomorf
TRANSCRIPT
GEOLOGI REGIONAL DAERAH KUDUS
Peta Geologi Bersistem Indonesia
Lembar Kudus 1409-3, Skala 1 : 100.000
OLEH:
KELOMPOK TUJUH
Ivan Ryan Waromi D1H043605
Sussana Selvia Y D1H043601
Reza Amir D1H040020
Dody Bertinus Olua D1H043604
La Ode Ahdyar D1H040019
Daniel G Sidebang D1H040005
MB Febrianus D1H040049
J U R U S A N T E K N I K G E O L O G I
F A K U L T A S M A T E M A T I K A D A N I L M U P E N G E T A H U A N A L A M
U N I V E R S I T A S P A D J A D J A R A N
J a t i n a n g o r ,
2 0 0 4
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengertian Ilmu Geologi secara umum dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari bumi beserta proses-proses yang berlangsung di dalamnya, materi-
materi yang terkandung di dalamnya, dan bentuk kehidupan yang ada.Dalam
pemahaman ilmu Geologi, kita harus dapat meneliti keadaan sebenarnya dari
teori-teori yang dipelajari di lapangannya. Salah satu cara agar kita dapat melihat
keadaan sebenarnya dari teori-teori yang kita pelajari adalah dengan mengadakan
kegiatan Kuliah Lapangan, kita dapat memahami dan melihat secara langsung
bentuk atau kenampakan permukaan bumi serta struktur-struktur yang terdapat
pada bumi itu.
Geomorfologi yang mempelajari kenampakan permukaan bumi dari
permukaannya sampai dalam bumi merupakan suatu kajian ilmu geologi yang
harus diikuti dalam teori serta harus dibuktikan kebenarannya dilapangan, dengan
kegiatan kuliah lapangan kita dapat melihat kenampakan dan bentuk asli dari
fenomena dan proses-proses yang membentuk bumi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari Kegiatan Kuliah Lapangan Geomorfologi ini adalah untuk
menunjang dan membuktikan berbagai teori yang telah didapat selama masa
perkuliahan.
Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah:
1. Membuktikan teori-teori dan konsep gomorfologi yang telah dipelajari.
2. Mengamati secara langsung kenampakan permukaan bumi dan struktur
geologi yang ada di daerah Lembang.
3. Menambah wawasan mengenai pergerakan dan proses-proses yang terjadi
di permukaan bumi.
2
1.3 Waktu Penelitian dan Kelancaran Kerja
Kegiatan Kuliah Lapangan ini dilaksanakan selama 1 hari pada tanggal 3
Oktober 2004, dimulai dari pukul 07.00 – 15.00 WIB.
Kelancaran kegiatan ini didukung oleh seluruh pihak baik dari Dosen, asisten
Dosen dan mahasiswa. Kegiatan ini dapat dikatakan berlangsung dengan
lancar,hal ini ditandai dengan kegiatan yang padat dan ilmu yang didapat pada
waktu yang singkat serta efisiennya waktu yang digunakan
1.4 Lokasi dan Kesampaian Daerah
Lokasi dimana Kuliah Lapangan ini dilaksanakan adalah di daerah Gunung
Tangkuban Perahu dan di daerah Lembang.
Keberangkatan dimulai dari Jatinangor, Universitas Padjadjaran Bandung
pada pukul 07.00 WIB. Rute perjalanan yaitu Jatinangor – Bandung – Lembang.
Perjalanan menuju daerah kegiatan menyita waktu sekitar 2 - 3 jam , dengan
menggunakan 2 bus dan angkutan lainnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiografi Daerah Kegiatan
Tangkubanparahu dan gunung-gunung lainnya di sekitar Bandung terletak
di Zona Bandung (Van Bemmelen, 1934). Zona Bandung adalah sebuah busur
memanjang dari depresi antar pegunungan. Busur tersebut secara umum
mempunyai lebar antara 25-50 km, sedikit cembung ke utara, terletak antara Zona
Bogor dan Pegunungan Selatan. Zona depresi ini dinamakan setelah adanya kota
utama di dalamnya yaitu Bandung. Secara struktur ini terletak di puncak
geantiklin Pulau Jawa, yang terpatahkan (tersesarkan) setelah atau sewaktu
pembusuran (pelengkungan) pada akhir Tersier, sumbu sabuknya (busurnya)
adalah tempatnya Vulkanisma Kuarter. Sabuk ini membentang dari Teluk
Pelabuhan Ratu di barat, melewati Lembah Cimandiri dengan Sukabumi (600 m),
dataran Cianjur (495 m) dan Garut (711 m) ke Lembah Citanduy dengan
Tasikmalaya (351 m) di timur, berakhir di Segara Anakan di pesisir selatan P.
Jawa. Bagian tengah zona ini ditempati oleh dataran tinggi Bandung dan Garut.
Secara fisiografi Zona Bandung, Jawa Barat adalah sama dengan Zona Solo di
Jawa Timur, hubungan antara keduanya adalah bagian dari pada Jawa Tengah
rangkaian Serayu dan Pegunungan Progo Barat.
2.2. Morfologi Daerah Kegiatan
Morfologi gunungapi ini dapat dibagi menjadi tiga satuan morfologi utama
yaitu : kerucut strato aktif, lereng tengah dan kaki. Kerucut strato aktif menempati
bagian tengah kaldera Sunda. Kawah- kawah gunungapi ini membentang dengan
arah barat-timur. Beberapa kawah terletak di daerah puncak dan beberapa lainnya
terletak di lereng timur. Kerucut strato aktif ini tersusun dari selang-seling lava
dan piroklastik dan di bagian puncak endapan freatik.
4
Pola radier dengan bentuk lembah V, beberapa air terjun yang sangat umum
ditemukan pada satuan morfologi ini. Morfologi lereng tengah meliputi lereng
timurlaut, selatan dan tenggara gunungapi ini. Batuannya terdiri atas endapan
piroklastik yang sangat tebal dan lava yang biasanya tersingkap di lembah-lembah
sungai yang dalam dengan pola aliran sungai paralel dan semi memancar (semi
radier). Lereng selatan dan tenggara terpotong oleh sesar Lembang, yang berarah
timur-barat. Kaki selatan menempati bagian lereng tenggara dan selatan, yang
terletak pada ketinggian antara 1200 m hingga 800 m dan antara 1000 hingga 600
m di atas permukaan laut. Lereng timurlaut mempunyai pusat-pusat erupsi parasit
seperti Gunung Malang, Gunung Cinta dan Gunung Palasari. Aliran-aliran lava
dan skoria berwarna kemerahan yang menempati sebagian besar daerah kaki ini
adalah berasal dari pusat-pusat erupsi ini. Pola aliran sungai yang berkembang di
daerah ini adalah paralel dengan bentuk lembah U yang melewati batuan keras.
Lereng selatan terletak antara sesar Lembang dan dataran tinggi Bandung di
selatan. Bagian terbesar daerah ini dibentuk oleh batuan piroklastik dan endapan
lahar, sedangkan lava ditemukan di dasar sungai. Pola aliran sungai yang
berkembang di dalam satuan morfologi ini adalah paralel.
Van Bemmelen (1949) membagi bentangalam daerah ini menjadi beberapa
kesatuan morfologi, yaitu:
1. Jalur sebelah utara yang terdiri dari daerah perbukitan sekitar Subang
yang diberi nama Punggung Tambakan.
2. Sebuah depresi sebelah dalam dari punggung ini.
3. Pegunungan sentral terdiri dari kompleks gunungapi.
4. Dataran tinggi Bandung sebelah selatan dari pegunungan vulkanik.
5. Daerah perbukitan sekitar Cimahi.
2.3. Sejarah Geologi
Sejarah Gunung Tangkubanparahu dimulai dengan adanya komplek
gunungapi tua yang disebut komplek Gunung Sunda. Dalam sejarah geologi
Gunung Sunda berumur relatif muda. Beberapa dari dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di daerah ini dapat diukur dalam ribuan tahun. Komplek Gunung Sunda
5
adalah sebuah gunungapi majemuk yang terdiri atas tiga buah tubuh, dua
diantaranya telah padam dan yang ketiga yaitu Tangkubanparahu masih aktif.
Gunungapi ini dibangun di atas batuan dasar sedimen berumur Neogen.
Gunungapi tertua yang telah padam yang disebut Gunung Sunda mempunyai
sebuah kaldera besar. Hanya sebagian dari pada kaldera ini yang masih tersisa
antara Gunung Burangrang dan Gunung Tangkubanparahu. Danau (situ) Lembang
adalah bagian dari pada dasar kaldera ini. Menurut van Bemmelen (1934), pada
tahap pasca pembentukan kaldera sesar Lembang ini terbentuk. Kejadian tersebut
diikuti oleh lahirnya Gunung Burangrang, sekarang gunungapi tersebut telah
padam, dan terakhir Gunung Tangkubanparahu terbentuk.
2.4. Stratigrafi
Lapisan tertua di daerah ini terdiri atas lempung napalan berselingan dengan
perlapisan tufa dan terumbu koral berumur Miosen. Batuan tersebut tersingkap di
Sungai Citarum di sebelah baratdaya Tangkubanparahu dan di dataran rendah
Purwakarta dan Subang. Di beberapa daerah terumbu koral ini sebagian
termalihkan menjadi marmer karena kontak dengan lava. Lapisan ini kemudian
diintrusi (diterobos) oleh batuan vulkanik berumur Pliosen terdiri atas andesit
hornblende dan dasit. Batuan tersebut tertindih oleh andesit hornblende, breksi
kasar dan konglomerat. Suatu periode kegiatan vulkanik (gunungapi) baru dimulai
di sebuah komplek sebelah utara Bandung dalam kurun waktu Kuarter. Di sebelah
barat sebuah gunungapi besar (Gunung Sunda) terbentuk, sedangkan di sebelah
timur kegiatan vulkanik terletak di daerah Bukit Tunggul, Pulusari, dan Gunung
Cangak. Adapun umur periode gunungapi ini ditentukan oleh tulang-tulang
mamalia besar seperti badak, spesies hipopotamus, kerbau, antelop dan kijang
yang terjebak dalam lahar. Dari fosil-fosil ini diketahui bahwa vulkanisme
berlangsung dalam kurun waktu Plistosen Tua. Produk-produk Gunung Sunda
terdiri atas lava, jatuhan piroklastik, aliran piroklastik, lahar dan endapan freatik.
Ada dua macam endapan lain yang tidak termasuk dalam hasil langsung dari
kegiatan vulkanik seperti endapan danau Bandung yang secara stratigrafi
menumpang di atas endapan aliran piroklastik dari erupsi pembentukan kaldera
6
Sunda, dan endapan fluviatil yang terdiri atas bahan-bahan vulkanik sebagai hasil
dari proses sekunder.
2.5 Petrografi
Endapan aliran piroklastik di sekitar G. Tangkubanparahu adalah alkali
kapur (calk - alkaline) berasosiasi dengan rangkaian toleitik, yang termasuk dalam
seri andesit basalt sampai andesit. Pengelompokan tipe magma dalam seri ini
adalah berdasarkan kandungan silika seperti diklasifikasikan oleh Taylor (1969)
yaitu terdiri atas andesit bersilika rendah (53-57%SiO2) dan andesit (57-63 %
SiO2) (R. Dalimin, 1987).
2.6. Sejarah dan Perkembangan Patahan Lembang
Pada Zaman Kuater telah terjadi pembentukan dataran tinggi Bandung.
Sejarah daerah gunungapi ini dapat dibagi dalam dua periode, yaitu Zaman
Kuarter Tua dan Kuarter Muda.
Kira-kira pada permulaan Zaman Kuarter Tua, aktivitas vulkanik telah
berpindah ke sebelah utara, tempat Gunung Tangkuban perahu kini berada. Pada
zaman tersebut Gunung Tangkuban Perahu belum lahir tetapi yang ada hanya
berupa induk dari gunungapi yaitu gunungapi Sunda.
Gunungapi Sunda yang baru muncul sangatlah besar dan menurut
rekonstruksi mempunyai diameter 20 km dengan tinggi sekitar 2000-3000 m. kini,
hanya ditemukan jejak-jejaknya saja yang masih tertinggal. Gunungapi raksasa
ini mempunyai titik-titik parasit seperti Gunung Burangrang yaitu gunungapi yang
lebih tua dari Tangkuban Perahu yang terletak di sebelah barat dari Gunung
Tangkuban Perahu. Gunung Burangrang lebih tua dari Tangkuban Perahu, hal ini
dapat kita pahami jika dibandingkan morfologi dari kedua gunung tersebut.
Gunungapi Tangkuban Perahu masih memiliki lereng yang licin dengan kata lain
erosi belum lama bekerja sedangkan gunung Burangrang telah memiliki banyak
sekali lembah (baranco) hasil proses erosi. Gunungapi parasit lainnya yang
terdapat pada gunungapi Sunda adalah Gunung Palasari, Bukit Tunggul, Gunung
7
Canggak. Semua bahan-bahan dari gunungapi-gunungapi ini menuju ke berbagai
jurusan ke utara menuju Subang dan ke selatan menuju Bandung. Setelah
beberapa waktu bekerja, gunungapi raksasa ini meledak dengan hebat. Pada
peristiwa peledakan tersebut terbentuk kawah yang ukurannya beberapa kali dari
kawah biasa, diameternya ± 8 km kawah ini biasa disebut kaldera. Sebagian besar
dari gunungapi Sunda ini runtuh. Sector utara dari dinding kaldera ini masih dapat
kita lihat karena terhindar dari pengerjaan erosi, yaitu dinding Danau Situlembang
yang terletak pada ketinggian 1568 m. Tinggi dinding ini diperkirakan 200-300 m
dari permukaan danau dan merupakan dinding kaldera Sunda yang sebagian telah
hilang. Usia erupsi dari Gunung Sunda ini diketahui dari sisa-sisa binatang
vertebrata seperti antilope, rhinoceros, dsb. Yang ditemukan di dalam lahar
Gunungapi Sunda yang ditemukan di sebelah barat Cimahi pada penyayatan
Sungai Citarum.
Jika kita tinjau depresi Lembang, maka di sebelah selatan akan terlihat suatu
pegunungan panjang yang lurus memanjang dari timur ke barat. Pada salah satu
bukit dari pegunungan ini akan kita lihat bangunan teropong bintang Bosscha.
Van Bemmelen, seorang ahli geologi yang banyak menulis tentang geologi
Indonesia,menganggap bahwa gerak yang terjadi itu bukan satu gerak vertical
akan tetapi satu gerak lengser yang mengakibatkan pengerutan sedimen-sedimen
sebelah utara sehingga membentuk apa yang disebut punggung Tambakan.
Berdasarkan hasil analisis para pakar geologi, sesudah erupsi Gunungapi
Sunda ini, maka terjadilah gerak turun naik dalam kerak bumi, akibatnya
terjadilah pegunungan tersebut. Bagian utara relatif lebih turun dibanding bagian
selatan. Fenomena ini dikenal sebagai Patahan Lembang. Bagian sebelah utara
turun kira-kira 450 m dibandingkan dengan sebelah selatan. Contoh yang cukup
jelas dari pemotongan kerak bumi ini dapat kita lihat pada Bukit Batu dan Bukit
Gantung. Bukit-bukit ini yang sebelumnya merupakan satu arus lava menjadi
terpotong dan seakan-akan tergantung.
Patahan lembang memiliki morfologi yang curam dan tidak rata. Hal ini
disebabkan strukturnya termasuk dalam factor genetic yaitu merupakan daerah
tektonik yang dimana perubahan yang terjadi pada batuan disebabkan oleh adanya
8
gaya batuan itu sendiri akan tetapi terjadinya perubahan pada batuan itu secara
tidak langsung juga disebabkan oleh adanya pengaruh vulkanisme. Sehingga
karena adanya pengaruh tektonik, mengakibatkan Patahan Lembang memiliki
bentuk yang curam dan batuannya tidak rata. Jenis batuan daripada Patahan
Lembang adalah batuan beku dan ini menunjukkan bahwa batuannya lebih keras
karena berdasarkan ciri-cirinya batuan beku merupakan intrusi (batuan beku yang
terdapat didalam bumi) dan pembekuannya lebih lambat sehingga bentuk
kristalnya euhedral karena mineral-mineralnya terbentuk dengan teratur dengan
demikian batuannya menjadi keras.
Pada Patahan Lembang, usianya dapat ditentukan dengan melihat top and
bottomnya yang dimana dibagian topnya (atas) berarti menunjukkan umurnya
lebih tua sedangkan dibagian bottomnya(bawah) umurnya lebih muda.
2.7 Sejarah dan Perkembangan Gunung Tangkuban Perahu
Setelah terjadinya Patahan Lembang, Gunungapi Tangkuban Perahu mulai
beraktivitas yaitu pada zaman Kuarter Muda. Gunungapi Tangkuban Perahu ini
terbentuk di sebelah timur di dalam kaldera Sunda. Fenomena yang mirip terjadi
di Kompleks Bromo di dalam Kaldera Tengger.
Erupsi pertama dari Gunung Tangkuban Perahu ini memang sangat hebat,
materialnya sangat banyak sehingga mengakibatkan terbentuknya dataran tinggi
Bandung. Erupsi dari Gunung Tangkuban Perahu dapat dibagi dalam beberapa
fasa yaitu erupsi I (A), erupsi II (B), erupsi III (C).
Sesudah pembentukan Patahan Lembang maka terjadi erupsi yang hebat
dari Gunung Tangkuban Perahu dalam bentuk tufa-slak. Hasil pertama dari
Gunung Tangkuban Perahu ini merupakan efflata (bahan-bahan lepas). Sebelah
utara arus slak ini menuju Segalaherang dan sebelah selatan menuju Bandung.
Material-material yang keluar ini mengisi depresi Lembang dan terbentur pada
dinding Patahan Lembang. Arus slak tersebut mencari jalan ke arah selatan
melalui celah-celah dalam dinding patahan dengan cara penyayatan Sungai
Cikapundung dan Sungai Cipaganti. Arus lahar yang mengalir di sebelah Barat
tidak menemui rintangan karena dinding patahan tidak tinggi, sehinga mulailah
9
bagian ini dibanjiri oleh bahan-bahan Tangkuban Perahu ke arah Cimahi dan
Padalarang.
Alur Sungai Citarum pada waktu tersebut berlainan dengan sekarang.
Sungai ini mengalir diperkirakan di sebelah utara Cimahi dan berbelok ke arah
Padalarang melalui lembah yang kini terdapat Sungai Cimeta. Lembah purba
Sungai Citarum masih dapat dikenal dari dalam dan lebarnya lembah yang
dipergunakan oleh Sungai Cimeta sedangkan Sungai Cimeta itu sendiri lebih kecil
dibandingkan dengan lembahnya.
Arus lahar yang mengalir di sebelah barat dari Gunung Tangkuban Perahu
membendung sungai Citarum sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan Danau
Bandung. Selama erupsi besar dari Gunung Tangkuban Perahu daerah ini telah
dihuni oleh manusia. Oleh karena itu, pembendungn Sungai Citarum ini sangatlah
terkenal dalam dongeng-dongeng Sunda lama (Dongeng Sankuriang).
Di sekitar Palasari ditemukan perkakas dari batuan yang ditaksir berasal dari
Zaman Neolitikum. Perkakas batuan obsidian ditemukan juga di sekitar Gunung
Mlabar dan Dago yang ditaksir berumur 3000-6000 tahun. Peralatan tersebut tidak
ditemukan di tempat lain yang dimungkinkan akibat penimbunandebu dan bahan-
bahanGunung Tangkuban Perahu di daerah-daerah tersebut.
Sungai Citarum selanjutnya mendapat tempat penyayatan baru yaitu pada
batugamping di barat daya Padalarang. Dengan demikian keringlah Danau
Bandung Endapan danau ini merupakan tanah yang subur yang termasuk gudang
makanan dari sebagian daerah Priangan
Sesudah peristiwa erupsi tersebut maka terjadilah gerak-gerak dalam bumi
yang membentuk patahan-patahan berbentuk corot. Akibat pembentukan retakan
dalam gunungapi ini maka keluarlah bahan-bahan dalam bentuk cair, yaitu lava.
Lava tersebut juga menggunakan penyayatan sungai-sungai sebagai jalan. Lava
tersebut kini dapat dilihat di Curug dago. Erupsi yang menghasilkan lava ini
disebut erupsi B. Disebelah utara aktivitas lava ini cukup besar yang keluar
sewaktu erupsi Gunung cinta, Gunung Malang, dsb. Ditinjau dari pergantian
bahan-bahan lepas efflata dan lava maka Gunung Tangkuban Perahu merupakan
tipe gunungapi strato (berlapis). Lava erupsi B ini bersusunan basal berlainan
10
dengan material Gunungapi Sunda dan Burangrang yang bersusunan andesit
(augit-hypersteen andesit).
Lava yang mengalir sewaktu erupsi B itu telah menyebabkan pembentukan
Curug Dago yang merupakan sumber air di Ciliang. Hasil-hasil erupsi yang telah
lapuk ini juga menyuburkan tanah di sekitar Tangkuban Perahu seperti
perkebunan Kasomalang yang mempunyai produksi t e h terbesar sebelum perang,
1000 kg/ha. Setelah itu terjadi kembali erupsi yang menghasilkan rempah-rempah
lepas yang di sebut erupsi C tetpi tak sehebat erupsi A. Erupsi berganti-ganti
keluar dari 12 kepundan yang menyebabkan bentuk mendatar dari puncak
Tangkuban Perahu. Di Tangkuban Perahu terjadi perpindahan aktivitas pipa
kepundan dari arah barat ke timur.
Diperkirakan ketinggian Gunung Tangkuban Perahu yaitu 2048 m. pada
tahun 1952, Gunung Tangkuban Perahu meletus. Pada tahun tersebut termasuk
letusan terakhir Gunung Tangkuban Perahu yang dimana letusannya berkisar
setinggi 50 m berupa abu. Di sekitar Gunung Tangkuban Perahu terdapat sesar
radial yang mengalir. Gunung Tangkuban Perahu memiliki dua kawah yaitu
kawah Ratu dan Kawah Lipas. Kawah adalah induksi dari gunungapi. Kawah
merupakan pusat erupsi (magma planproclastic, bekas debu vulkanik, breksi
sedimen).
Di sekitar kawah Gunung Tangkuban Perahu terdapat tumbuhan yang
dkenal nama cantigi. Tumbuhan ini banyak terdapat disekitar gunung berapi.
Berdasarkan pengamatan para pengawas Gunung Tangkuban Perahu
melalui seismograf , magma masih beraktivitas di bawah Gunung Tangkuban
Perahu. Hal ini dapat dilihat dengan keluarnya gas belerang dari kawah tepatnya
di sulfater. Sulfater yaitu tempat keluarnya belerang. Sedangkan movet adalah
tempat keluarnya gas yng beracun (gas campuran seperti CO2, CO,S).
2.8 Penggunaan Seismograf
Gunung Tangkuban Perahu ditinjau sebanyak satu atau dua kali dalam
sebulan oleh para pengawas Gunung Tangkuban Perahu. Hal ini disebabkan di
Gunung Tangkuban Perahu sering terjadi gempa kecil dan selalu mengeluarkan
11
gas belerang. Untuk mengetahui apakah gunung tersebut akan meletus maka
digunakan seismograf.
Jika terjadi gempa maka pada seismograf akan terdapat garis –garis (grafik)
Jarak antara garis satu dengan yang lain minimal 120 mm/menit. Sedangkan jarak
antar spasi 5 menit.
12
BAB III
HASIL PENELITIAN
Foto 1. Kawah Ratu
Foto 2. Kawah Ratu
13
Penjelasan : Seperti yang telah dijelaskan bahwa Gunung Tangkuban Perahu
memiliki beberapa kawah, diantaranya adalah Kawah Ratu (Foto 1
dan 2). Kawah Ratu merupakan kawah terbesar di Gunung
Tangkuban Perahu. Tanaman yang dapat hidup di daerah
sekeliling kawah (Foto 1) bernama Cantigi dan merupakan
tanaman khas daerah tersebut. Pada bagian dinding atas kawah
terdapat struktur dari batuan beku. Perbedaan suhu terdapat pula
pada lava dalam kawah tersebut. Hal ini disebabkan karena
perbedaan tempat dan aktivitas dari dalam Gunung Tangkuban
Perahu. Lava ini, mengeluarkan bau sulfur yang sangat
menyengat.
Foto 3. Kawah Domas
14
Foto 4. Kawah Domas
Penjelasan : Kawah Domas merupakan kawah lainnya yang terdapat di Gunung
Tangkuban Perahu. Kawah ini lokasinya berada lebih bawah dari
Kawah Ratu. Penelitian dilakukan di atas kawah yang telah
membeku namun pada sebagian permukaannya masih
mengeluarkan cairan dan gas. Bagi pengunjung, fenomena kawah
ini dapat dimanfaatkan dengan cara memasak telur di atas kawah.
Kawah inipun mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Struktur
batuan di daerah ini masih berupa batuan beku vulkanik.
15
Foto 5. Seismograf
Penjelasan : Seismograf merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
aktivitas dari dalam permukaan bumi. Suatu alat dimasukkan ke
dalam perut bumi dan dihubungkan dengan kabel pada seismograf
tersebut, dimana stiap pergerakan yang terjadi, sekecil apapun,
akan terdeteksi. Setiap pergerakan akan membuat jarum pada
seismograf bergerak. Jarum yang diberi warna dan dialasi kertas
memberikan keterangan pergerakan bumi tersebut. Tinggi
rendahnya garis yang dibuat dan kerapatan antar kurva garis yang
16
dibuat menunjukkan besar kecilnya dan frekuensi pergerakan
bumi tersebut.
17
Foto 6. Patahan Lembang
Foto 7. Slickenside dari Patahan Lembang
Penjelasan : Patahan lembang merupakan patahan normal akibat deformasi.
Blok yang turun adalah dataran yang ditempati warga sekitar. Pada
bidang sesarnya terdapat slickenside.
18
BAB VI
KESIMPULAN
Setelah kita menjalani kuliah lapangan ke daerah Tangkuban Perahu dan
Patahan Lembang maka didapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil sesuai
dengan keadaan di lapangan dan tinjauan pustaka yang dipelajari,diantaranya:
Gunung Tangkuban Perahu terakhir meletus pada tahun 1952 yang
dimana letusannya setinggi 50 m berupa abu. Diperkirakan ketinggian
Gunung Tangkuban Perahu adalah 2084 m.
Pada Gunung Tangkuban Perahu terdapat 2 kawah yaitu kawah Ratu
dan Kawah Domas yang mengeluarkan bau busuk yang menyengat.
Tangkubanparahu dan gunung-gunung lainnya di sekitar Bandung
terletak di Zona Bandung (Van Bemmelen, 1934). Zona Bandung
adalah sebuah busur memanjang dari depresi antar pegunungan. Busur
tersebut secara umum mempunyai lebar antara 25-50 km, sedikit
cembung ke utara, terletak antara Zona Bogor dan Pegunungan Selatan.
Zona depresi ini dinamakan setelah adanya kota utama di dalamnya
yaitu Bandung.
Morfologi gunung Tangkuban Parahu ini dapat dibagi menjadi tiga
satuan morfologi utama yaitu : kerucut strato aktif, lereng tengah dan
kaki.
Sejarah Gunung Tangkubanparahu dimulai dengan adanya komplek
gunungapi tua yang disebut komplek Gunung Sunda. Komplek Gunung
Sunda adalah sebuah gunungapi majemuk yang terdiri atas tiga buah
tubuh, dua diantaranya telah padam dan yang ketiga yaitu
Tangkubanparahu masih aktif
Kawah merupakan pusat erupsi (magma planproclastic, bekas debu
vulkanik, breksi sedimen).
19
Ditemukan tumbuhan yang hidup di sekitar gunung berapi yang bernam
Cantigi.
Kaldera adalah bentuk kawah yang lebih besar yang ukuran
diameternya ± 8 km.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
Geologi
Oleh: Dr. J.A. Katili
Dr. P. Marks
Dep. Urusan Research Nasional, Djakarta,
Hal 213, 214-219.
21
LAMPIRAN – LAMPIRAN
22