gejala serangan hama pada tanaman oleh sang aji wirojati
DESCRIPTION
Gejala Serangan Hama Pada tanaman Laporan Pengendalian Hama Tanaman, Universitas LampungTRANSCRIPT
PENGENALAN GEJALA SERANGAN HAMA PADA TANAMAN
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)
Oleh
Sang Aji Wirojati
1314121164
Kelompok 6
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara berkembang dengan
mengutamakan sektor pertanian bagi mayoritas masyarakatnya sebagai mata
pencaharian. Artinya, mayoritas penduduk di Indonesia merupakan petani. Hal
tersebut tidak sebanding dengan tersedianya lahan yang diperuntukkan sebagai
lahan pertanian. Hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan
nasibnya sebagai petani di Indonesia. Kenyataan yang telah disebutkan tadi
mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan di sektor pertanian yang
disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan agar bisa
mengatasi problema yang terjadi di mayoritas masyarakat petani Indonesia
(Borror, 1979).
Hama dapat berkembang menjadikan tanaman yang kita tanaman sebagai
inangnya. Oleh karena itu, harus dilakukan pengendalian terhadap hama yang
menyerang tanaman. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengendalikan
hama yaitu kita terlebih dahulu harus mengenal hama yang menyerang tanaman
kemudian mencari cara untuk mengendalikannya. Hal itu perlu dilakukan agar
pada periode tanaman berikutnya hama tersebut tidak lagi menyerang dan
setidaknya mengurangi intensitas serangan hama yang sama. Hama adalah
organisme yang dianggapmerugikan dan kehadirannya tidak diinginkan pada
tanaman. Penggunaan kata hama dalam arti secara makna sebenarnya bisa
digunakan untuk semua organisme yang mengganggu tanaman, tetapi penggunaan
kata hama dalam praktek di lapangan hanya dikhususkan untuk hewan saja. Suatu
hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada ekosistem
alami atau menjadi agen penyebaran dalam habitat manusia (Jumar, 1997).
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui berbagai jenis hama penting pada tanaman yang diserang
2. Mengetahui ciri-ciri hama penting pada tanaman yang diserang
3. Mengetahui gejala, bioekologi, dan cara pengendalian hama pada tanaman
inang
II. METODOLOGI
II.1 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas A4 dan pulpen.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah bagian tubuh tanaman yang terserang
hama
II.2 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktikum ini adalah sebagai disiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan, dilakukan pengamatan pada masing-masing spesimen tubuh
tanaman yang terserang hama, digambar tiap-tiap spesimen pada kertas A4 dan
didengarkan penjelasan dari asisten dosen tentang hama yang menyerang
spesimen dan dicatat poin-poin penting pada kertas A4 yang digunakan untuk
gambar yang nantinya akan digunakan sebagai lampiran ACC
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut ini :
No Gambar Keterangan
1 a. Nama Tanaman : Padi (Oryza
sativa)
b. Hama Penggulung daun padi
Cnaphalocrosis medinalis
(Hama putih palsu)
c. Gejala: Menyerang jaringan
epidermis dan daun menjadi
berwarna putih
2 a. Nama Tanaman : Pisang
(Musa paradisiaca)
b. Hama penggulung daun
pisang (Erionota thrax)
c. Gejala:Daun menjadi
menggulung
3 a. Nama Tanaman : Kopi
(Coffea Arabica )
b. (Hama penggerek buah kopi
(PBKO) (Hipotenemus
hampaii)
c. Gejala: Terdapat bintik hitam
dari ujung bawah dan buah
menjadi kropos bahkan busuk
4 a. Nama tanaman : Kubis
(Brassica oleracea)
b. Hama : Riptortus linearis
c. Gejala : Daun kropos dan
hanya tersisa tulang daun
5 a. Nama tanaman : Mangga
(Mangifera Indica)
b. Hama: Lalat puru
(Cecidochares connexa)
c. Gejala : Terdapat bisul pada
daun
6 a. Nama tanaman: Daun
Angsana (Pterocarpus
indicus)
b. Hama : Penggorok Daun
(Liriomyza huidobrensis)
c. Gejala : Daun menjadi bercak
cokelat dan menyerang
jaringan epidermis
7 a. Nama tanaman : Pepaya
b. Hama: Kutu Paracoccus
c. Gejala: Daun dipenuhi
benang-benang berwarna
putih yang disebut kutu
8 a. Nama tanaman: Cabai Jawa
b. Hama : Thrips
c. Gejala: Daun menjadi keriting
9 a. Nama Tanaman : Kacang
Panjang (Vigna sinensis)
b. Hama: Riptortus Linearis
c. Gejala : Terdapat bintik-bintik
bekas hama menghisap
polong kacang panjang
III.2 Pembahasan
a. Hama Putih Palsu (Cnaphalocrosis medinalis)
Kingdom : Animalia
Filum : Animalia
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Crambidae
Genus : Cnaphalocrocis
Spesies : C. Medinalis
Cnaphalocrosis medinalis mempunyai bioekologi antara lain, serangga dewasa
(ngengat) berwarna coklat dengan garis hitam pada sayap. Panjang rentang sayap
13–15 mm sedangkan panjang badan 10–12 mm. Aktif pada malam hari dan
tertarik pada sinar lampu. Ngengat meletakkan telur secara berkelompok
sepanjang tulang daun, terdiri 10–12 butir per kelompok. Satu ekor ngengat dapat
menghasilkan telur sampai 300 butir. Lama periode telur 4–6 hari. Larva yang
baru menetas berwarna putih kehijauan dengan panjang 1,5–2 mm dan lebar 0,2–
0,3 mm. Lama periode larva sekitar 15–16 hari, selama stadia larva terjadi lima
kali pergantian kulit sebelum menjadi pupa. Panjang larva instar ke enam 20–25
mm dengan lebar 1,5–2 mm. Pupa terdapat didalam gulungan daun padi yang
dilipat oleh larva. Lama periode pupa 4–8 hari (Nurzaizi,1986)
Tanamana inang hama ini adalah: jagung, sorgum, tebu, dan beberapa gulma dari
golongan rumput-rumputan, antara lain: Paspalum spp., Rotboillia spp., Imperata
spp., Echinocloa colonum, Eleusine spp., Leersia spp., Panicum spp., Pennisetum
spp., Isocline spp., Brachimeria spp dan satu gulma dari golongan berdaun lebar
Stylosanthus (Jumar, 1997).
Pengendalian dapat dilakukan dengan: a) Kultur teknik, yaitu tanam serempak,
perbedaan waktu tanam tidak lebih dari satu bulan. Padi yang lebih dahulu
ditanam, satu bulan lebih awal, sering terserang hama putih palsu lebih parah.
Pemupukan N yang tinggi meningkatkan serangan hama putih palsu. b)
Pengendalian secara hayati memanfaatkan banyaknya musuh alami yang
menyerang hama ini dan cukup berhasil menekan populasi hama putih palsu. c)
Pengendalian secara kimiawi, aplikasi insektisida dilakukan saat tanaman berumur
30–40 hari setelah tanam . Penggunaan insektisida secara terus-menerus akan
menyebabkan larva Cnaphalocrosis menjadi resisten. Pengujian yang telah
dilakukan di Tamil Nadu, India, larva Cnahalocrosis menjadi resisten pada LD50
terhadap insektisida monocrotophos 0,35 μg, quinalphos 0,50 μg, chlorpyriphos
1,0 μg and phosphamidon 5,5 μg. Pengendalian dengan pemakaian insektisida
kurang dianjurkan kecuali jika serangan hama putih palsu melebihi 14%
(Nurzaizi,1986)
b. Penggulung Daun Pisang (Erionota thrax)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Hesperiidae
Genus : Erionota
Spesies : E. Thrax
Hama penggulung daun pisang (Erionota thrax) tergolong ke dalam metamorfosis
sempurna (paurometabola). Larva E. thrax ditemukan di dalam gulungan daun
baik yang berukuran besar maupun kecil. Gulungan yang berisi larva rekatannya
kurang kencang dan daunnya masih berwarna hijau. Larva yang ditemukan
biasanya masih hidup dan tubuhnya berwarna hijau dan ditutupi tepung berwarna
putih (Gambar a). Larva yang berukuran kecil (< 3 cm) tubuhnya belum ditutupi
oleh tepung berwarna putih. Di lapangan, ditemukan larva yang telah terparasit.
Hal ini dapat diketahui dengan terdapatnya kokon parasitoid di dekat bangkai
larva. Larva yang ditemukan terparasit tersebut berukuran kurang dari 3 cm
(Gambar b). Mortalitas larva biasanya cukup tinggi pada larva yang masih muda
karena permukaan tubuhnya belum ditutupi lilin dan gulungan masih terbuka
(Nurzaizi, 1986).
Bioekologi dari serangga ini dimulai dari fase telur yang menetas menetas antara
3 – 5 hari, larva akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang dan memulai
memakannya. Setelah menetas larva akan mencari makan. Sebagian larva
mengkonsumsi cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya. Jumlah
pergantian kulit selama hidup larva umumnya 4 – 6 kali, dan periode antara
pergantian kulit (molting) disebut instar. Ketika larva mencapai pertumbuhan
maksimal, larva akan berhenti makan, berjalan mencari tempat berlindung
terdekat, melekatkan diri pada ranting atau daun dengan anyaman benang. Larva
telah memasuki fase prepupa dan melepaskan kulit terakhir kali untuk membentuk
pupa. Fase pupa kalau dilihat dari luar seperti periode istirahat, padahal di
dalam pupa terjadi proses pembentukan serangga yang sempurna. Pupa
pada umumnya keras, halus dan berupa suatu struktur tanpa anggota tubuh. Pada
umumnya pupa berwarna hijau, coklat atau warna sesuai dengan sekitarnya.
(berkamuflase) . Pembentukan kupu-kupu di dalam pupa biasanya berlangsung
selama 7 – 20 hari tergantung spesiesnya. Setelah keluar dari pupa, kupu-kupu
akan merangkak ke atas sehingga sayapnya yang lemah, kusut dan agak basah
dapat menggantung ke bawah dan mengembang secara normal. Segera setelah
sayap mengering,mengembang dan kuat, sayap akan membuka dan
menutup beberapa kali dan percobaan terbang. Fase imago atau kupu-kupu adalah
fase dewasa (Nurzaizi, 1986).
Tanaman inang hama ini adalah bambu dan pisang. Cara pengendalian hama ini
menggunakan dua cara yaitu cara mekanis dan cara biologi. Cara mekanis
dilakukan dengan cara daun pisang yang tergulung diambil, kemudian ulat yang
ada di dalamnya dimusnahkan. Cara biologi dilakukan dengan cara pemanfaatan
predator seperti burung gagak dan kutilang, pemanfaatan parasitoid telur
(tabuhan Oencyrtus erionotae Ferr), parasitoid larva muda (Cotesia (Apanteles)
erionotae Wkl), dan parasitoid pupa (tabuhanXanthopimpla gampsara Kr.).
Parasitoid lainnya: Agiommatus spp., Anastatus sp.. Brachymeria sp.,
dan Pediobius erionatae ( Jumar, 1997)
c. Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Urutan : Coleoptera
Keluarga : Curculionidae
Genus : Hypothenemus
Spesies : H. hampei ( Ferrari , 1867)
Para larva berwarna putih, dengan kepala coklat dan panjang 0,7-2,2 mm dan
lebar 0,2-0,6 mm. Wanita memiliki tahap larva dua dan laki-laki hanya satu.
Mereka memiliki yang kuat rahang , dan fase larva mereka berlangsung 10 sampai
26 hari. Para kepompong yang kekuningan, dengan panjang 0,5-1,9 mm. Para
orang dewasa adalah kumbang hitam kecil. Betina 1,4-1,8 mm. Laki-laki yang
lebih kecil, 1,2-1,6 mm. Kumbang betina dapat terbang jarak pendek, pria yang
tidak memiliki sayap. Wanita memiliki 4-6 gigi di margin frontal pronotum . H.
hampei bingung kadang-kadang dengan penggerek palsu ( H. obscurus atau H.
seriatus ) dan Xylosandrus (Scolytidae), tetapi spesies ini tidak memasukkan biji
kopi endosperma . Penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei ) merupakan
anggota dari ordo coleopteran yang memiliki tipe mulut mandibulata dan
bermetamorfosis sempurna. Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan
bertelur sekitar 30-50 butir.( Jumar, 1997)
Tanaman inang hama ini adalah kopi. Telur menetas menjadi larva yang
menggerek biji kopi. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang)
keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian
sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Jantan tidak
bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup
(Pracaya,1991)
Cara pengendalian hama ini bisa dilakukan denagn tiga cara yaiut dengan cara
mekasnis, kultur teknis, cara biologis, cara hayati dan dengan cara racutan. Cara
mekanis dengan cara membersihkan buah-buah yang jatuh di bawah pohon dan
memanen buah yang sudah terserang untuk meniadakan/memutus siklus hidup
hama.Cara kultur teknis dilakukan dengan menanam pohon pelindung. Cara
biologis dilakukan dengan penyemprotan jamur Beauvaria bassiana. Cara hayati
dilakukan dengan menggunakan sebagian besar jenis serangga dan semua jenis
laba-laba adalah karena merupakan musuh alami PBKo. Beuvaria bassiana
bersifat patogen terhadap PBKo. Dilakukan pada akhir masa panen. Racutan,
yaitu memetik seluruh buah yang ada di pohon pada akhir panen. Buah kopi yang
terkumpul direndam di dalam air panas selama + 5 menit (Pracaya,2007)
d. Pengorok Daun Kubis (Crocidolomia binotalis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae
Genus : Crocidolomia
Spesies : Crocidolomia binotalis
Bioekologi hama ini dimulai dari telur diletakkan di balik daun dalam dan
berkelompok yang terdiri dari 30-80 butir. Luas tiap kelompok kira-kira 3 x 5
mm. Saat menetas larva memiliki ciri-ciri berwarna hijau, punggungnya ada garis
yang warnanya hijau muda, pada sisi kiri dan kanan warnanya lebih tua dan ada
rambut dari chitine yang warnanya hitam. Bagian sisi perut berwarna kuning. Ada
juga yang warnanya kuning disertai rambut hijau (Jumar 1997)
Panjang ulat ± 18 mm. Setelah menetas ulat segera makan daun dengan lahapnya,
terutama daun bagian dalam yang tertutup oleh daun luar karena mereka takut
sinar matahari. Apabila serangan menghebat ulat akan mencapai titik
tumbuh.Pada fase ulat berkepompong di dalam tanah dengan kokon yang
diselimuti butiran tanah.Saat dewasa ngengat ini termasuk binatang malam tetapi
tak mau mendatangi cahaya. Bertelur di balik daun. Ngengat betina bisa hidup
sampai ± 24 hari dan dapat menghasilkan telur sampai 18 kelompok. Jadi selama
hidupnya ngengat bisa bertelur sampai 1.460 butir (Pracaya,2007)
Gejala serangan hama ini pada stadia yang aktif menyerang adalah stadia larva.
Ulat ini menyerang tanaman keluarga Brassicaceae (Cruciferae), seperti kol, sawi,
lobak, dan radish. Yang diserangnya terutama bagian dalam yang terlindung daun
hingga mencapai titik tumbuh. Kalau serangan ini ditambah lagi dengan serangan
penyakit, tanaman bisa mati karena bagian dalamnya menjadi busuk. Meskipun
dari luar kelihatannya masih baik. Larva memakan daun sehingga berlubang
(lubang-lubang kecil) (Prayogo,2005)
Pengendalian yang dapat dilakukan antara lain Secara biologis, yaitu dengan
menggunakan musuh alami dari hama ini, sepertiTabuhan Trichograma sp. Lalat
sturmiopsis inferens Townsend, Secara kimia, yaitu dengan penggunaan
Insektisida alami, Secara mekanis dengan menangkapi langsung hama ini dan di
musnahkan (Jumar 1997)
e. Hama Kepik Coklat (Riptortus linearis)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Riptortus
Spesies : Riptortus linearis
Ciri khas serangga ini terdapat pada stadia imago, yaitu adanya garis putih
kekuningan pada sepanjang sisi badannya. Imago Riptortus linearis bertubuh
memanjang dan berwarna kuning coklat. Jumlah imago yang hidup sebanyak 50
ekor. Imago memiliki sayap sehingga bisa terbang. Perbedaan antara imago jantan
dan betina dapat terlihat pada bagian abdomen. Pada abdomen betina terdapat
garis segitiga berwarna putih, sedangkan pada jantan hanya ada garis memanjang
berwarna putih. Jika sudah berisi telur, serangga betina memiliki abdomen yang
membesar dan menggembung pada bagian tengah, sedangkan abdomen jantan
lurus ke belakang. Rata-rata lama stadium imago adalah 29,3 ± 13,75 hari. Lama
perkembangan Riptortus linearis dari telur hingga imago membutuhkan waktu
64,48 hari (Purseglove,1987)
Gejala yang terlihat pada polong tua yang diserang kepik ini menyebabkan biji
keriput dan berbintik-bintik kecil berwarna hitam, selanjutnya biji tersebut akan
membusuk. Kepik menyerang dengan cara menghisap polong sehingga menjadi
kosong atau kempis (biji tidak terbentuk) dan polong muda akan gugur
(Pracaya,2007)
Prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu cara
pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan masih menjadi alternative utama dalam pengendalian hama kepik
penghisap polong. Penggunaan pestisida merupakan alternative terakhir yang
apabila serangan hama kepik hijau telah melampaui batas ambang kendali yaitu
bila telah ditemukan kerusakan polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang kepik
dewasa per tanaman saat tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah
tanam. Adapun komponen pengendalian hama pengisap polong kedelai adalah
dengan cara tanam serempak dalam tidak lebih dari 10 hari, pergiliran tanaman
bukan inang, Pengumpulan kepik dewasa ataupun nimfa untuk dimusnahkan,
menjaga kebersihan lahan dari tanaman penganggu atau gulma, menggunakan
pestisida apabila serangan telah melampaui batas ambang kendali
(Purseglove,1987)
f. Lalat Puru Pada Buah Mangga (Procontarinia matteiana)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Cecidomyiidae
Genus : Procontarinia
Spesies : Procontarinia matteiana
Gejala serangan hama ini adalah daun menjadi berbisul dan daun menjadi
berwarna coklat, hijau dan kemerahan. dapat dilakukan pencegahan dengan
menjaga kebersihan tanah di bawah tajuk mangga yang merupakan tempat
kepompong lalat Procontarinia matteiana ditemukan (Triharso,1996)
Cara pengendalian hama ini dengan cara penyemprotan buah dan daun dengan
Ripcord, Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu. Pemberian insektisida
sistemik juga dapat dilakukan seperti FURADAN 3G, Curater 3G, dan Temik 10
G, di berikan di sekitar perakaran tanaman. Baik FURADAN 3G, Curater 3G,
maupun Temik 10 G adalah insektisida yang bersifat sistemik, pengendalian lain
yang dapat dilakukan adalah dengan membakar daun yang terserang,
menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dari tanah dan untuk
memperbaiki aerasi. Berbeda dengan insektisida kontak yang akan membunuh
serangga ketika terkena langsung, Insektisida sistemik ini akan bekerja setelah
racun insektisida diserap oleh akar dan diedarkan ke seluruh bagian tanaman
termasuk kedaun tanaman tempat bermukimnya larva Procontarinia matteiana
yang akan mati ketika menghisap cairan tanaman yang telah mengandung
insektisida. Melihat cara kerja insektisida sistemik ini, walaupun dosis yang dapat
ditemui pada organ tanaman sangatlah kecil, namun sangat dianjurkan untuk tidak
mengaplikasikannya pada tanaman mangga yang sedang berbuah. Pemberian
insektisida sistemik dapat diberikan setelah tanaman mangga berbuah atau jika
pada umumnya tanaman mangga di Indonesia berbuah pada bulan november
sampat februari, maka insektisida sistemik dapat diberikan pada bulan Maret
sampai bulan Juni saat tanaman memasuki fase pertumbuhan (fase vegetatif).
(Pracaya,1991)
g. Hama Putih (Paracoccus marginatus)
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Pseudococcidae
Genus : Paracoccus
Spesies : Paracoccus marginatus
Dua karakteristik penting yang membedakan betina dewasa P. marginatus dengan
spesies Paracoccus lainnya yaitu, (1.) terdapat oral-rim tubular duct bagian dorsal
yang terbatas pada tepi tubuh, dan (2.) tidak terdapatnya porus tranlusen pada tibia
tungkai belakang. Jantan dewasa dapat dibedakan dengan spesies lain dengan
melihat adanya seta yang kokoh dan tebal pada antena dan tidak terdapatnya seta
yang kokoh pada tungkai. Spesimen kutu putih pepaya akan berubah menjadi
berwarna hitam kebiruan saat dilakukan penyimpanan pada alkohol. Kutu putih
memiliki tipe mulut menusuk menghisap dan memasukkan bagian mulut ke dalam
jaringan tanaman dan menghisap cairan tumbuhan. Kutu putih dapat
mengeluarkan embun madu melalui cincin anal, sehingga kutu putih sering
berasosiasi dengan organisme lain seperti serangga semut dan cendawan jelaga.
Pada permukaan tubuh terdapat lubang ostiol yang dapat mengeluarkan cairan
defensif apabila merasa terganggu. Kutu putih sangat aktif pada cuaca hangat dan
kering. Siklus hidup kutu putih pepaya betina dan jantan memiliki tahapan
perkembangan hidup yang berbeda. Kutu putih pepaya betina mengalami
metamorfosis paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium
telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga, dan stadium
imago yang tidak memiliki sayap. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan
satu generasi adalah sekitar satu bulan dan bergantung pada temperatur. Kutu
putih pepaya jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis
sempurna), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar
pertama, instar kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat
berupa pupa, dan stadium imago yang memiliki sepasang sayap. Individu betina
melalui tiga stadium hidup yaitu telur, nimfa dan imago. Stadium imago betina
tidak memiliki sayap, dan bergerak dengan perlahan dalam jarak yang dekat, atau
dapat diterbang oleh angin. Betina biasanya meletakkan telur 100 hingga 600 butir
dalam sebuah kantung telur yang diletakkan dalam waktu satu hingga dua
minggu. Kantung telur terbuat dari benang-benang lilin yang sangat lengket,
mudah melekat pada permukaan daun dan dapat diterbangkan angin. Stadium
nimfa instar pertama disebut crawler, aktif bergerak mencari tempat makan
disekitar tulang daun. Individu jantan melalui empat stadia hidup yaitu telur,
nimfa, pupa dan imago. Stadium imago jantan memiliki satu pasang sayap, aktif
terbang mendekati betina dewasa (Triharso,1996)
Tanaman inang yang penting secara ekonomi antara lain pepaya, kembang sepatu,
alpukat, jeruk, kapas, tomat, terung, lada, buncis dan kacang hijau, ubi jalar,
mangga, cherry, dan delima. Di Indonesia, kutu putih pepaya ditemukan
menyerang 20 jenis tanaman lain selain pada tanaman pepaya. Selain menyerang
tanaman pertanian, kutu putih pepaya juga menyerang gulma, yaitu Abutilon
indicum, Achyranthus aspera, Cleome viscosa, Commelina benghalensis,
Convolvulus arvensis, Euphorbia hirta, Phyllanthus niruri, Leucas aspera,
Ocimum sanctum, Parthenium hysterophorus, Tridax procumbens, Trianthema
portulacastrum, dan Canthium inerme (Untung,2003)
Gejala serangan hampir sama dengan hama putih palsu, yaitu adanya bagian daun
yang berwarna putih memanjang sejajar dengan tulang daun. Bedanya hama putih
akan memotong daun sepanjang 2–4 cm kemudian menggulungnya dan larva
sembunyi dalam gulungan tersebut. Gulungan daun yang berisi larva dapat
menempel pada daun padi atau mengapung diatas permukaan air. Larva makan
dari dalam gulungan daun setelah gulungan yang berisi larva itu menempel pada
daun dan larva mengeluarkan kepala dan thorak untuk makan. Perpindahan larva
sangat dibantu adanya genangan air pada petakan sawah. Hama putih ditemui di
areal berbagai pertanaman padi di Indonesia: Jawa, Sumatra, Sulawesi, Nusa
Tenggara dan Irian. Pada pertanaman padi di Sidomulyo, Oransbari Kabupaten
Manokwari, Nympula depuntalis termasuk hama yang populasinya tinggi
(Rubatzky,1997)
Pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami berupa musuh alami untuk kutu
putih pepaya di daerah asalnya di Meksiko adalah Acerophagus papayae,
Anagyrus loecki, Pseudoleptomastix mexicana. Coccinellid predator yang
digunakan untuk mengendalikan kutu putih adalah Cryptolaemus montrouzieri
(Coleoptera: Coccinellidae). Musuh alami untuk kutu putih pepaya yang
ditemukan di wilayah Bogor untuk golongan predator terdiri dari Ordo Diptera
dari Famili Syrphidae; Ordo Coleoptera dari Famili Coccinellidae; dan Ordo
Neuroptera dari Famili Chrysopidae. Dari golongan parasitoid yang ditemukan
adalah Ordo Hymenoptera dari Famili Encyrtidae, Braconidae, Scelionidae, dan
Eulophidae. Predator yang ditemukan dari wilayah Bogor sama dengan yang
ditemukan di Sukabumi yaitu Scymnus sp., Curinus coeruleus, Chilocorus sp. Dan
Cryptolaemus montrouzieri. Selain parasitoid dan predator, ditemukan juga
cendawan yang menyerang kutu putih pepaya. Cendawan yang ditemukan
menginfeksi kutu putih pepaya merupakan cendawan Ordo Entomophthorales.
Pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida berbahan aktif
imidakloprid secara tunggal dapat menurunkan populasi hama hingga 40% setelah
empat kali aplikasi, sedangkan aplikasi yang dikombinasikan dengan air sabun
mampu menekan populasi hama hingga 60. Meskipun demikian, selain tidak
efisien karena berbiaya tinggi, pengendalian dengan pestisida, sebagaimana
dipraktekkan sebagian petani pepaya di Indonesia, tidak dapat menekan populasi
kutu putih di lapangan. Bahkan dalam waktu singkat, serangan hama meluas lintas
pulau. Lapisan lilin di permukaan tubuh kutu putih merupakan perisai yang
mampu melindungi kutu putih dari zat toksik insektisida.
h. Hama Thrips
Kingdom : Animalia
Divisi : Anthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Tysanoptera
Famili : Tripidae
Genus : Thrips
Spesies : Thrips parvispinus
Panjang thrips antara 1-1,2 mm, berwarna hitam, bergaris merah atau tidak bercak
merah. Nimfa (thrips muda) berwarna putih atau putih kekuningan, tidak bersayap
dan kadang-kadang berbercak merah. Thrips dewasa bersayap dan berambut
berumbai-rumbai. Telur thrips berbentuk seperti ginjal atau oval (Pracaya,2007)
Thrips mengisap cairan pada permukaan daun dimana daun yang telah diisap
menjadi berwarna putih seperti perak karena udara masuk ke dalamnya. Bila
terjadi serangan hebat, daun menjadi kering dan mati. Tanaman muda yang
terserang akan layu dan mati (Pracaya,2007)
Pengendalian: (1) tanaman yang kekurangan air lebih banyak diserang thrips.
Untuk itu, tanaman tomat harus disiram dengan air yang cukup; (2) gulma di areal
tanaman tomat harus dibersihkan agar tidak menjadi tempat berlindung thrips; (3)
disemprot dengan insektisida, misalnya Diazinon, Malathion dan Monocrotophos
(Pracaya,2007)
i. Pengerek Daun Angsana (Liriomyza huidobrensis)
Kingdom : Animalia
Divisi : Anthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Trypetidae
Genus : Liriomyza
Spesies : Liriomyza huidobrensis
Ciri-cirinya mempunyai sayap transparan sepanjang 5-7 mm, panjang badan 6-8
mm. Perut berwarna coklat muda dengan garis melintang berwarna coklat tua,
dada berwarna coklat tua dengan bercak kuning atau putih. Belatung muda
berwarna putih, tetapi bila dewasa berwarna kekuning-kuningan. Panjang
belatung ± 1 cm. Belatung ini terletak di dalam daging buah. Telur lalat berukuran
kecil-kecil, panjangnya ± 1,2 mm, kedua ujungnya runcing, dan berwarna putih
(Pracaya,2007)
Tanaman inang bisa berada di daun angsana dan tanaman tomat. Gejala yang
ditimbulkan pada buah tomat menjadi busuk karena terserang cendawan atau
bakteri. Bila buah dibuka akan kelihatan ada belatung berwarna putih. Belatung
dewasa berwarna kekuning-kuningan dan bila disentuh akan melenting sejauh ±
30 cm untuk menyelamatkan diri (Pracaya,2007)
Pengendalian: (1) pada waktu mencangkul, tanah harus dibalik dan dibiarkan
beberapa hari sampai beberapa minggu agar terkena sinar matahari sehingga pupa
lalat mati; (2) ditangkap dengan menggunakan umpan yang dapat memikat lalat
jantan; (3) buah yang terserang segera dipetik dan dibakar; (4) gulma di daerah
pertanaman tomat harus selalu dibersihkan (Pracaya,2007)
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat pada prkatikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian beberapa terdiri dari berbagai teknik seperti teknis, hayati,
biologi, kimia, mekanis dan racutan
2. Riptortus linearis disebut dengan kepik penghisap polong kedelai karena hama
ini menyerang polong kedelai, dan sering juga disamakan dengan walang
sangit.
3. Racutan adalah memetik seluruh buah yang ada di pohon kopi pada akhir
panen.
4. Pengendalian hama dengan menggunakan insektisida kurang dianjurkan karena
bisa merusak ekologi dan bisa menyebabkan ledakan hama lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bassiana Untuk Pengendalian Hayati Hama Penggerek Buah Kopi,
Hypothenemus Hampei. Pelita Perkebunan10(3): 92-99.
Borror. 1979. An Introduction To the Study Of Insect Fifth edition. College
Publish. New york
Jumar. 1997. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta. Jakarta.
Nurzaizi H. 1986. Pengamatan Hama Nacoleia Octasema Meyrick (Lepidoptera:
Pyralidae) Dan Erionota Thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae)
Pada Tanaman Pisang Di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon Jawa
Barat [Laporan Praktek Lapang]. IPB Press. Bogor
Pracaya. 1991. Hama Dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pracaya. 2007. Hama Dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta
Prayogo, Yusmani dan Suharsono. 2005. Optimalisasi Pengendalian Hama
Pengisap Polong Kedelai (Riptortus Linearis) Dengan Cendawan
Entomopatogen Verticillium Lecanii. Jurnal Litbang Pertanian 24 (4),
2005. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.
Malang.
Purseglove, J W. 1987. Tropical Crops Dicotyledons. Copublished in the United
States. New York
Rubatzky, dkk. 1997. Sayuran Dunia. ITB Press. Bandung
Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
Untung. 2003. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta
LAMPIRAN