gaya pemanggungan teater mikro di smk negeri 1 tuban
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : MOCH MABRURI, AUTAR ABDILLAH, http://ejournal.unesa.ac.idTRANSCRIPT
ABSTRAK
GAYA PEMANGGUNGAN TEATER MIKRO DI SMK NEGERI 1 TUBAN
Nama : Moch. Mabruri
No. Reg : 092134034
Jurusan : Sendratasik
Fakultas : Bahasa Dan Seni
Nama Lembaga : Universutas Negeri Surabaya
Seni teater merupakan sebuah miniatur kehidupan yang terdiri dari simbol- simbol yang menyusun pencapaian dalam kehidupan manusia, membentuk nilai moral, etika dan religi manusia. Teater Mikro termasuk salah satu kelompok teater sekolah di Tuban yang mampu bertahan dan mewadahi kreatifitas sebuah pertunjukan teater dengan penyatuan dua idiom berbeda hingga mempunyai keunikan sebagai identitas mereka. Gaya pemanggungan yang menyatukan idiom teater Barat dan Timur (teater rakyat) ini yang menjadikan Mikro sebagai sebuah bentuk pertunjukan baru yang dirasa perlu adanya perhatian lebih mendalam.
Beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini yakni; 1) bagaimana gaya pemanggungan teater Mikro di SMK Negeri 1 Tuban?, 2) bagaimana konsistensi penggunaan gaya pemanggungan pada teater Mikro?, 3) apa kontribusi gaya pemanggungan teater mikro pada teater sekolah di daerah Tuban.
Penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif ini mengguakan metode observasi, wawancara, dan pendokumentasian dengan teknik open coding, axial coding, dan selective coding. Metode tersebut merupakan cara yang digunakan oleh peneliti untuk mendiskripsikan gaya pemanggungan teater Mikro yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini.
Hasil analisis dalam penelitian ini meliputi; 1) Gaya pemanggungan teater Mikro dapat disimpulkan sebagai gaya pemanggungan teater rakyat kota yang memadukan teknik pemanggungan teater barat dengan pola permainan, kostum, musik, serta material cerita teater rakyat; 2) Eksistensi gaya pemanggungan teater Mikro terdapat pada ketahanan dalam penggunaan metode teater rakyat kota yang dikembangkan dari proses endapan emosional anggota dan pelatih hingga di- buktikan dengan program kerja yang nyata; 3) kontribusi gaya pemanggungan teater rakyat kota ini berperan dalam memperkaya warna dan bentuk karya seni teater sekolah serta menghapus paradikma masyarakat khususnya pelajar bahwa teater rakyat telah usang di makan zaman.
Kata kunci : Gaya pemanggungan, Teater Mikro Tuban.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seni Teater merupakan salah satu bentuk seni yang memiliki potensi tinggi
untuk mendorong aspek-aspek kemanusiaan atau dapat dikatakan juga teater
merupakan sarana memanusiakan manusia. Hal tersebut membantu seseorang
untuk memahami aspirasi serta motivasi kehidupan dari seni teater yang
sebenarnya. Dengan demikian teater merupakan tiruan kehidupan manusia yang
diproyeksikan di atas pentas dengan realitas pertunjukan yang diperindah.
Keberadaan seni teater sendiri sebagai salah satu bentuk pertunjukan
bergantung pada masyarakat dan kebudayaan masa itu dengan penopangnya ialah
kelompok-kelompok teater, baik di sanggar-sanggar umum maupun di bawah
naungan lembaga pendidikan atau sekolah. Salah satu kelompok teater teater
sekolah yang sedang giat-giatnya mendalami kegiatan berteater adalah teater
Mikro Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Tuban.
Teater Mikro adalah sebuah nama teater sekolah di Kota Tuban yang
dibina oleh R. W. Adhyaksa dan berdiri pada tanngal 31 Agustus 2004, hingga
saat ini usia teater Mikro kurang lebih sudah 9 tahun. R. W. Adhyaksa
mengatakan bahwa untuk tetap bisa bertahan menjadi sebuah organisasi yang
bernaung di bawah lembaga pendidikan, maka teater Mikro harus memiliki
progam kerja yang nyata dan terus berusaha mendapatkan prestasi dengan cara
mengikuti event-event lomba baik tingkat daerah ataupun provinsi1. Biarpun
demikian, dalam penggarapan sebuah karya seni teater, teater Mikro selalu
1 Wawancara terbuka di Diknas Pendidikan pada rabu, 2 Januari 2013 pukul 19.15 Wib.
mengekspresikan dan mempertahankan karakteristik berteaternya dengan
kreativitas serta problematika yang ada di lingkungan pelajar adalah tujuan utama
dari organisasi ini.
Dalam penggarapan sebuah karya seni teater, teater Mikro selalu
menggunakan sebuah naskah sebagai acuan dasar penggarapannya. Meski teater
Mikro selalu menggunakan naskah sebagai acuan proses, namun dalam
penggarapan sebuah karya teater dapat dikatakan teater Mikro memiliki gaya
pemanggungan yang unik. Pembuktian itu nampak pada formula bentuk setting
multi fungsi yang dihadirkan, seperti adanya sebuah trap kayu (kayu berbentuk
persegi empat) yang digunakan sebagai pengganti setting yang sesungguhnya,
seperti kursi, meja, tempat tidur, batu, maupun tangga.
Gaya pemanggungan yang teater Mikro lakukan ini sudah dimulai dari
awal teater Mikro berdiri dan tetap bertahan hingga saat ini. Sebuah pertanyaan
yang menarik adalah bagaimana kelompok ini menjadikan sebuah karya teater,
menjadi media kreativitas serta alat untuk mengkritisi suatu masalah yang terjadi
di sekitarnya dengan lawakan-lawakan dalam setiap pemangungannya, serta
dengan musik yang mengiringi permainan teater Mikro yang selalu menjadi ciri
khas teater Mikro. Gaya pemanggungan teater Mikro bisa dikatakan kombinasi
antara gaya pemanggungan Teater Barat (konvensi realis) dengan Teater Rakyat
(tradisional).
Gaya pemanggungan teater Mikro yang memadukan antara gaya Teater
Barat dan Teater Rakyat memiliki keistimewaan sesuai takaran yang tepat dengan
semua elemen di dalamnya. Unsur tarian, semangat permainan teater rakyat, serta
lawakan yang disisipkan di setiap pemanggungannya tak pernah ditinggalkan
dengan sesekali menggunakan bahasa asli daerah Tuban. Begitu pula dengan
ilustrasi musik yang menyatu dengan seimbang dalam penyajian diatas pentas
yang selalu menghadirkan warna yang lain, hingga menjadi suatu gaya
pemanggungan yang dinantikan masyarakat Tuban.
KAJIAN PUSTAKA
1. Kajian Teoritis
1.1. Konvesi Pemanggungan Teater
Konvensi pemanggungan adalah sebuah kesepakatan bersama yang
mempermudah seseorang untuk mendefinisikan sebuah bentuk pemanggungan
yang sedang disaksikan. Menurut Yudiaryani (2002: 356) pendekatan
konvensi pemanggungan pertunjukan teater ada empat macam yakni:
1. Kesepakatan tentang aturan permainan yang di tentukan melalui hubungan
penonton dan panggung. Beberapa konvensi dapat diterjemahkan dengan
mendefinisikan tekstur, serta pemilihan materi dan teknik permainan.
Misalnya konvensi empat dinding menyebabkan konvensi panggung
disusun bedasarkan tiga dinding seperti halnya untuk empat dinding.
2. Kesepakatan yang berdasarkan pada konvensi diawali dari norma-norma
yang disetujui dari mereka yang terlibat didalamnya. Naik turun dan tutup
bukanya layar adalah standar konvensi mulai dan diakhiri adegan, bahkan
pemanggungan. Lampu padam terkadang menjadi pengganti layar.
3. Kesepakatan baik yang tertulis maupun tidak, menjadi bukti hilangnya
kesadaran intensional individu. Intensi individu terlebur dalam
kemasyarakatan beserta konvensi yang ada didalamnya. Sepanjang
konvensi itu menghadirkan makna, maka konvensi tersebut akan menemui
kemapanannya.
4. Sebenarnya tidak ada kesepakatan yang terselisir didalamnya. Cukuplah
dikatakan bahwa kesepakatan hadir berkat adanya pengalaman serta ob-
servasi yang perlahan membentuk ‘kordinasi keseimbangan’. Kesepakatan
hadir berkat kebiasaan yang selalu muncul berulang-ulang. Kebiasaan
inilah yang mendorong munculnya konvensi.
1.2. Gaya Pemanggungan Teater
Menurut Abdillah (2008: 108), “konvensi panggung memengaruhi
seluruh aspek yang ada di atas panggung. Sedangkan gaya pemanggungan
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya karya drama, gagasan
sutradara, kecenderungan penonton, dan situasi yang muncul dari
keinginan para pelaku teater untuk membangun teater sesuai dengan warna
kultural dan ciri suatu pertunjukan”.
Gaya merupakan ungkapan pandangan dunia, filosofi sebuah sudut
pandang. Ketika beberapa seniman memiliki kesamaan dalam pemikiran
dan sosial politik tertentu, atau kebiasaan berpikir secara filosofi yang
sama, maka mereka memiliki gaya yang sama untuk mengekspresikan diri
mereka. Gaya dalam produksi panggung biasanya merupakan penyesuaian
antara visi penulis, harapan penonton, dan selera yang di inginkan oleh
sutradara, aktor, dan penata artistik.2
Menurut pandangan Awuy (1999: 214), “Teater rakyat kota adalah
eskapisme, yang diartikan melarikan diri dari kehidupan keras di kota-kota
yang sedang tumbuh. Estetika teater ini menggunakan idiom teater Barat
dengan teater Tradisional. Teater Barat diwujudkan dengan panggung
proscenium, berlatar layar, adekan atau babak dibuka dan ditutup dengan
layar, alur lakon berdasarkan karya sastra tertulis. Sedangkan ciri
2 Yudiaryani dalam buku Panggung Teater Dunia halaman 361 tahun 2002.
tradisionalnya nampak dalam gado-gado suasana sedih dan gembira dalam
satu lakon”.
Menurut Kernoddle, sepeti dikutip Yudiaryani (2002: 359)
“terdapat dua macam gaya yaitu: gaya presentasi dan gaya representasi.
Gaya presentasi adalah gaya yang berusaha menghadirkan seluruh
kenyataan keseharian di atas panggung apa adanya. Sedangkan gaya
representasi merupakan keinginan seniman untuk menghadirkan panggung
sebagai interpretasi seluruh formula dan unsur-unsur pemanggungan yang
secara kesejarahan telah hadir”.
Gaya dalam kamus sendiri mempunyai arti kata kekuatan yang di
interpretasikan sebagai sebuah ciri yang melekat pada karya suatu
kelompok kesenian. Sedangkan pemanggungan sendiri mempunyai arti
perbuatan yang di interpretasikan sebagai sebuah satu kesatuan tindakan
atau yang dihadirkan oleh sebuah pertunjukan. Baik gaya presentasi
maupun gaya representasi keduanya mencoba untuk menemukan metode
gaya pemangguang masing-masing untuk menyampaikan sebuah visi dari
segala eleman pertunjukan dengan penikmatnya.
1.3. Teater
Menurut pengertiannya, Teater berasal dari bahasa Yunani dari
kata Theatron yang mempunyai arti Seeing Place atau lebih dikenal
dengan tempat tontonan. Theatron pada zaman Yunani digunakan untuk
menggambarkan bangku-bangku yang berputar setengah lingkaran dan
mendaki kearah bukit yang berfungsi sebagai tempat duduk penonton
ketika drama Yunani klasik berlangsung (Yudiaryani. 2002: 1).
RMA. Harymawan (1988: 2) menyebutkan pengertian teater dibagi
menjadi dua yakni:
1. Dalam arti luas: teater adalah segala tontonan yang dipertunjukkan di
depan orang banyak. Misalnya wayang wong, ketoprak, ludrug,
srandul, membai randai, makyong, arja, rangda, reog, lenong, topeng,
dagelan, sulapan, akrobatik dan sebagainya.
2. Dalam arti sempit: drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media; percakapan, gerak dan laku
didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor (layar dan
sebagainya), didasarkan pada naskah yang tertulis (hasil seni sastra)
dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.
Sebenarnya letak perbedaan antara drama dan teater adalah pada
makna dan fungsinya. Drama lebih kepada bentuk sastranya atau tekstual
sedangkan teater lebih kepada pertunjukannya. Akan tetapi karena yang
ditampilkan dalam drama adalah dialog, maka bahasa drama tidak sebaku
bahasa puisi, dan lebih cair dari pada bahasa prosa. Sebagai potret atau
tiruan kehidupan, dialog drama banyak berorientasi pada dialog yang
hidup dalam masyarakat.
Menurut Professor Alvin B. yang dikutip oleh Abdillah (2008: 1),
”kata “drama” berasal dari kata draomai (kata kerja: dran) dalam bahasa
Yunani, karenan berasal dari kata kerja dran yang berarti berbuat (“to do”)
atau bertindak (“to act”). Di samping itu, drama juga selalu dikaitkan
dengan istilah play (permainan), naskah, lakon, cerita, tonil, sandiwara,
hingga teater. Drama juga terkait dengan disiplin ilmu lainnya yang
serumpun seperti sastra, serta berdampak pula dengan tari, musik, dan seni
rupa, serta beberapa ilmu sosial lainnya”.
1.4. Konvensi Pemanggungan Teater Tradisional
Menurut Awuy (1999: 214), Teater Tradisional merupakan suatu
bentuk seni teater yang dihasilkan oleh kreatifitas kebersamaan
masyarakat suku bangsa Indonesia dari daerah etnis tertentu dan bertolak
dari sastra lisan yang berakar dan bersumber dari budaya masyarakat etnis
lingkungannya”. Beberapa seni teater tradisional yang kebanyakan
disajikan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan sang pencipta serta
tidak adanya aturan-aturan yang umumnya terjadi pada teater moderen.
Unsur religi tersebut yang membentuk teater tradisional memiliki
fungsi yang lebih digunakan sebagai sarana ritual dan tidak dapat
sembarangan waktu dilakukan. Sebuah teater tradisional harus dilakukan
dengan adanya suatu alasan, suatu maksud yang berhubungan dengan
spiritual dan kepercayaan mereka.
1.5. Konvensi Pemanggungan Teater Rakyat
Menurut pandangan Sumardjo (2004: 18), “teater rakyat lahir di
tengah-tengah masyarakat dan masih menunjukkan kaitan dengan upacara
adat dan keagamaan. Meskipun demikian fungsi pokoknya sudah
merupakan hiburan yang ditonton secara gratis oleh masyarakat dan para
undangan. Sedang yang menyelenggarakan menanggung semua
pembiayaan.”
Menurut pandangan Sumardjo (2004: 18), “unsur teater rakyat
yang pokok adalah cerita, pelaku, dan penonton. Unsur cerita dapat
diperpanjang ataupun diperpendek menurut respon dan suasana
penontonnya. Cerita dibawakan dengan akting (pemeranan) atau dengan
menari dan menyanyi. Para pelaku berkostum sesuai dengan refrensi
budaya masyarakatnya, meskipun tetap ada acuan terhadap tradisi lama.”
Tradisi lama yang dimaksudkan disini adalah sebuah kebiasaan
masyarakat yang melekat dan diakui sebagai milik masyarakat itu sendiri.
Hal itu menciptakan sebuah warna hiburan yang melebur dengan penikmat
atau penontonnya sebagai teater rakyat.
1.6. Folklor
Menurut Alan yang dikutip Danandjaja (2007: 1) “folk adalah
sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenalan fisik, sosial, dan
kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya”.
Sedangakan lor sendiri disini disebutkan sebagai tradisi dari folk itu
sendiri. Hal itu menujukan bahwa folklore berkembang dan menjadi
sebuah kebuyaan baru di masyarakat pribumi.
Arti folklor secara keseluruhan menurut pendapat Danandjaja
(2007: 2) sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan
diwariskan turun temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun
contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic devices).
PEMBAHASAN
1. Konvensi Pemanggungan Teater Mikro
Konvensi pemanggungan adalah salah satu unsur teater yang sangat
penting dari sebuah pertunjukan. Dari konvensi itulah dapat diketahui secara
mudah bentuk teater apa yang disajian. Konvensi sendiri dapat diartikan sebagai
sebuah kesepakatan yang tercipta dari perjalanan suatu bentuk yang terus menerus
dan dapat diterima oleh masyarakatnya. Dalam hal ini konvensi pertunjukan teater
mengacu pada empat pengertian yakni:
1.1. Sutradara
Sutradara adalah pemimpin kelompok yang dianggap mampu
untuk menafsirkan sebuah naskah sera mengkordinasikan kelompok itu
hingga sampai pada harapan penonton. Dalam teater Mikro sutradara
sangatlah berperan penting sebagai jembatan yang mewadai semua unsur
pertunjukan serta eksistensinya. R. W. Adhyaksa mengatakan, bahwa apa
yang telah diperoleh teater Mikro saat ini tak dapat dipungkiri dari
kegigihan dari sutradara yang mengolah mereka. menurut R. W. Adhyaksa
, teater Mikro adalah sebuah sistem regenerasi yang diturunkan dari
generasi sebelumnya kepada kenerasi saat ini. Hal itu dibuktikan dari
alumnus teater Mikro yang tetap merelakan waktu untuk membimbing
generasi dibawah mereka.
1.2. Aktor
Aktor merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah
pertunjukan teater. Seperti apapun keinginan penulis maupun sutradara
tanpa adanya kesepakatan dengan seorang aktor pertunjukan itu tidak-lah
mungkin mencapai suatu kesempurnaan yang di inginkan. Dalam pola
pertunjukan yang di dimiliki oleh teater Mikro, seorang aktor berperan
sebagai jembatan yang menjembatani antara keinginan penulis sutrada
serta harapan penonton itu sendiri. Melihat dari pola latihan yang diamati
penulis selama melakuakan proses penelitian. Teater Mikro memberikan
kebebasan kepada para aktor dalam mengekspresikan diri mereka. hal itu
dilakukan dengan tetap menanamkan kontroling yang dilakukan oleh
sutradara dengan cara mengevaluaisi setiap aktor di setiap penghujung
rutinitas latian. Masukan terhadap evaluasi yang dilakukan itulah yang
memberikan arahan tentang ke-mana mereka membawa sebuah karya
teater yang akan disajikan dalam satu kesatuan pertunjukan. Hal itu
menumbuhkan sebuah kontiunitas pola permainan yang memiliki warna
yang mendasar pada setiap pementasannya.
1.3. Penata artistik
Penata Artistik adalah seorang yang memimpin dan
mempertimbangkan semua saran yang diberikan oleh para kordinator
penata elemen artistik. Dalam hal ini elemen artistik dapat dibagai menjadi
lima unsur yakni:
1.3.1. Setting
Sebuah ciri yang melekat dalam penciptaan setting yang
dilakukan oleh teater Mikro selain setingg milti fungsi ialah sebuah
dekor tiang yang ditasnya di hias oleh kain yang disusun dari
berbagai macam warna dari kain perca yang mengingatkan
penonton kepada sebuah budaya tradisi daerah yang ada di Kota
Tuban saat melaksanakan arakan kitanan seorang anak laki-laki di
masa lalu.
1.3.2. Lighting
Dalam sebuah pertunjukan teater Mikro, hampir tak bisa
lepas dari unsur pencahayaan. Karena selain sebagai penerangan
lighting disini juga digunakan sebagai pengganti layar sebagai
penanda dimulai dan diahirinya sebuah pementasan. Lighting juga
salah satu pendukung dari pembentuk suasana, serta pemunculan
nlai estetik dimana latar waktu cerita dapat di tunjukan dari
penerangan ini.
1.3.3. Kostum
Kostum yang sering digunakan teater Mikro lebih banya
pada bentuk kostum tradisi daerah setempat dengan naskah yang
banyak mereka adaptasi dengan cerita masa ke-kinian. Adapun
kostum realis yang mereka hadirkan saat tidak melakukan adaptasi
naskah juga lebih banyak menggunakan kostum sehari-hari, yang
banyak mereka dapatkan dari meminjam ataupun milik pribadi
anggota teater Mikro. Hal ini menjadi pembuktian dari royallitas
yang teater Mikro miliki.
1.3.4. Make-up
Make-up adalah salah satu elemen pendukung yang
membantu untuk menghadirkan sebuah tokoh baru yang di
visualisasikan diatas pentas. Dalam sebuah pementasan naskah
yang berjudul “asylum” karya R.W. Adiaksa yang dipentaskan
tahun 2007. Dari pementasan tersebut sangat terlihat bahwa make
up yang dihadirkan tidak mampu untuk menjadi sarana
pembentukan tokoh baru yang diinginkan. Seperti petani yang
hanya menggunakan bedak padat dan tabur tanpa adanya dimensi
ruang dan waktu pada tokoh tersebut. Begitu pula dengan
pertunjukan dengan naskah “bratayuda” karya Ir. R. W. Adhyaksa
VIII yang mengangkat cerita Ramayana yang diadaptasi pada
cerita zaman kekinian. Tokoh-tokoh yang dihadirkan dengan
kemasan make-up pewayangan tersebut tidak memiliki banyak
pertimbangan ruang dan waktu. Hal itu menjadikan aktor yang
memainkan peran seorang tokoh cerita nampak dibuat-buat dan
terlihat tidak seperti yang seharusnya.
1.3.5. Musik
Pementasan teater Mikro, musik menjadi sebuah unsur
majib yang tidak boleh ditinggalkan. Teater Mikro selalu
menggunakan unsur musik sebagai pembangun suasana awal dan
langkah permainan selanjutnya. Musik yang digunakan teater
Mikro lebih cenderung meng-kombinasikan anatara isntrumen
musik modern dengan tradisi kedaerahan. Dalam hal ini musik
yang digunakan adalah musik perkusi.
2. Gaya Pemanggungan Teater Mikro di SMK Negeri 1 Tuban
Jika konvensi mengontrol hubungan antara teknik penciptaan artistik
panggung dengan horizon harapan penonton, maka gaya menentukan secara tepat
bagaimana menggunakan teknik, kualitas, serta materi konvensi sebagai sebuah
metode atau cara untuk menghardirkan sebuah pertunjukan melalui penyesuaian
visi penulis, keinginan sutradara, akting aktor, penata artistik, dan irama
permainan hingga tidak membosankan dengan harapan penonton.
Gaya pemangguangan dalam teater Mikro dapat diklarifikasikan sebagai
gaya representasi. Gaya representasi merupakan keinginan kreator untuk
menghadirkan panggung sebagai interpretasi seluruh formula dan unsur-unsur
pemanggungan yang secara keseluruhan telah hadir. Aktor dengan pola
permainannya, artistik dengan komposisinya, serta semua unsur yang ada didalam
pertunjukan yang disajikan dalam audio visual tersebut. Setiap unsur yang
digunakan dapat dikatakan indah apabila unsur itu mampu menghidupkan setiap
bagian pertunjukan dengan perananya masing-masing. Dalam gaya
pemanggungan teater Mikro dapat ditemukan beberapa hal yang menjadi identitas
serta ketertarikan penonton yakni:
2.1. Teater Rakyat Kota
Teater rakyat kota yang dimaksudkan adalah perpaduan idiom
antara teater Barat dengan teater Rakyat daerah setempat yang
dikombinasikan menjadi suatu komposisi pertunjukan yang seutuhnya.
Teater ini berkembang atas dasar kesepakatan antara penonton dengan
tontonan.
Teater rakyat kota dalam teater Mikro sangat jelas dapat dirasakan
dari berbagai unsur yang terdapat didalam-nya. Unsur-unsur tersebut
menyatu dengan semua dimensi dalam pertunjukan, hingga membuat
pertunjukan teater Mikro dapat dinikmati oleh semua penonton yang ada
di lingkup pertunjukan tersebut. Beberapa pepaduan unsur teater barat dan
teater tradisioanal rakyat yang menjadikan teater Mikro sebagai teater
eskapisme yakni:
1. Penggunaan panggung proscenium dengan layar hitam di kedua sisi
panggung yang menjadi pembatas antara penonton dengan tontonan.
2. Penggunaan lampu dengan berbagai alat bantu dengan warna-warna
yang dihadirkan untuk menunjang suasana pertunjukan dan sebagai
gambaran keadaan serta sebagai penanda dimulai maupun diahirinya
pertunjukan.
3. Penggunaan naskah sebagai acuan cerita dalam pertunjukan.
4. Penggunaan make-up dan kostum kedaerahan (daerah setempat) yang
digunakan dalam setiap pertunjukannya.
5. Penggunaan instrumen musik tradisional rakyat setempat berupa musik
tabuh atau pukul yang selalu digunakan dalam unsur musikalitas
permainan hingga menjadikan pertunjukan sangat meriah dengan
iringan musiknya seperti; 1.) kentongan (musik patrol dari akar dan
batang bambu); 2.) syaron dan peking atau balungan yang digunakan
untuk iringan melodinya; 3.) Gong (gamelan jawa) yang digunakan
untuk penanda awal musik dimulai dan sebagai instrument bas dalam
permainan music; 4.) senar dram; 5.) flour atau jidor; 6.) 3 gallon yang
disusun dengan kerangka kayu dan karet ban bekas sebagi instrument
pukul penyerupai kuarto; 7.) simbal; 8.) bonang jawa; 9.) marsingbell
seperti kulintang yang terbuat dari logam; 10.) jimbe; 11.) dan sesekali
menggunakan instrumen musik digital sebagai penunjang suasananya.
6. Penggunaan bahasa daerah setempat yang sering digunakan terutama
saat dimasukannya juke pada saat lawakan atau humoris.
7. Pemilihan cerita dari folklore atau sastra lisan daerah yang sering di
mainkan diatas pentas.
8. Penggunaan tarian dengan kreasi baru maupun pemasukan tarian
tradisi daerah setempat yang dipadukan dengan tarian modern yang
selalu digunakan.
9. Penggunaan setting yang mempunyai sifat multi fungsi seperti trap
(level kayu) yang digunakan sebagai simbolkan, sebuah penggambaran
tempat tidur, batu besar, jalan raya dan banyak yang lainnya.
10. Pola permainan teater rakyat dengan sesekali berdialog langsung
dengan audiens sehingga menghapuskan dimensi tontonan dengan
penonton atau bisa juga dikatakan penonton di ikutsertakan dengan
pertunjukan yang sedang berlangsung.
Seperti apa yang terlihat dalam pertunjukan yang dilakukan oleh
teater Mikro, dapat dikatakan bahwa teater Mikro adalah salah satu bentuk
teater rakyat kota. Hal itu sesuai dengan takaran yang telah dijelaskan
sebelumnya. Menurut informan, keberanian teater Mikro yang selalu
menggunakan sebuah folklore dalam sebuah karya seni teater adalah poin
sendiri yang membuat Mikro dapat selalu diterima di hati penikmatnya.3
Penggarapan dengan menyatukan elemen tradisional dengan pola
panggung teater barat di teater Mikro inilah yang sangat mnguntungkan
teater Mikro di event perlombaan yang ada di daerah tuban yang sesuai
dengan kreteria perlombaan pada teater sekolah saat ini4.
2.2. Tarian Dalam Teater Mikro
Tari adalah sebuah bentuk karya seni yang menggunakan media
gerak dan ekspresi yang melalui sterelisasi untuk menyampaikan pesan
dan kesannya. Dalam sebuah pertunjukan teater tradisional rakyat yang
didasari dari sebuah ritual atau sebuah media kepercayaan/religi, sangatlah
3 Fahmi selaku pengamat seni teater di tuban mengatakan bahwa dari dasar itulah teater Mikro dapat dikatakan sebagai endapan atau revolusi dari perkembangan teater tradisonal di dalam era moderenisasi ini. Fahmi menyebutkan bahwa hal itu sangatlah baik karena selain dapat melestarikan budaya daerah khususnya di daerah tuban, hal itu juga dapat menjadikan sebuah teater menjadi hal yang positif di mata mayarakat yang tealah banyak memandang seni teater sebagai sebuah hal yang mempunyai dampak negative dari para pelakunya. Wawancara dengan fahmi pada sabtu, tanggal 27 April 2013 jam 22.00 Wib di Gedung Budaya Loka Tuban.4 Wawancara dengan Djoko Sutopo pelaku seni teater di daerah tuban pada jumat, 3 Mei 2013 jam 10.00 Wib di kediamannya, Perum. Permata Bonang desa Perbon Tuban.
kental dengan unsur tarian di dalamnya. Tarian yang digunakan teater
Mikro lebih kepada fungsi sebagai hiburan yang mengutamakan keindahan
dalam setiap geraknya.
Setiap pertunjukan teater Mikro selalu menggunakan sebuah tarian
sejak 2007 hingga sekarang5. Hal ini membuktikan bahwa gaya
pemanggungan teater Mikro adalah sebuah bentuk pemanggungan teater
rakyat kota yang menggabungkan antara idiom teater Rakyat dengan teater
Barat.
2.3. Bentuk Permainan Musik Teater Mikro
Musik dalam teatar Mikro sangat identik dengan instrument musik
tradisional daerah setempat seperti; gamelan jawa, jimbe, kentongan (musik patrol
dari akar dan batang bambu), saron dan peking atau balungan yang digunakan
untuk iringan melodinya, Gong (gamelan jawa) digunakan untuk penanda awal
musik dimulai dan sebagai instrument bas dalam permainan musik, senar dram,
flour atau jidor, 3 gallon yang disusun sebagi instrument pukul. Simbal atau ceng-
ceng, bonang jawa, marsingbell seperti kulintan yang terbuat dari logam, dan
sesekali menggunakan instrumen musik digital sebagai penunjang suasananya.
Semua instrumen pukul tersebut dimainkan dengan sangat rapi sehingga
menghasilkan sebuah irama musik yang mempunyai pola tradisional dengan
kemeriahan-nya serta dengan sepirit tradisional yang dihasilkan. Hal itu menjadi
5 Tarian yang digunakan sangat beragam, mulai dari tarian-tarian yang popular di kalangan remaja saat ini ampai dengan tarian tradisional yang telah di kresai kembali oleh sutradara saat melakukan proses latian rutin di setiap harinya. Hal ini dikatakan oleh angga saat wawancara pada selasa, 16 April 2013 jam 17.00 Wib di SMK Negeri 1 Tuban.
sebuah pembuktian teater rakyat yang dimasukan dalam pola permainan teater
Mikro di setiap pertunjukannya.
2.4. Kostum
Dalam sebuah penggarapan seni teater yang di lakukan oleh teater Mikro,
kostum menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi pula. Berdasarkan apa yang
telah dijelaskan terdahulu bahwa bentuk pertunjukan teater Mikro mempunyai
pendekatan terhadap teater rakyat kota yang menggambungkan idiom teater
Rakyat dengan teater Barat yang menghasilkan sebuah visual kostum tradisi
daerah setempat dengan pendekatan pada zaman kerajaan dengan acuan naskah
ataupun sastra lisan atau folklore.
Kostum yang digunakan teater Mikro tidak harus mengacu pada bentuk-
bentuk yang diharuskan oleh naskah yang digarap. Tetapi lebih pada kemana
naskah itu oleh pertunjukan yang dimainkannya6. Hal itu menjadikan pola
permainan teater Mikro sangat fleksibel dan mudah untuk dibawa kemanapun
guna kepentingan pementasan.
2.5. Material Cerita Dalam Teater Mikro
Material cerita yang digunakan teater Mikro banyak di ambil dari sastra
lisan daerah ditulis oleh RW.A. Dyaksa selaku Pembina teater Mikro seperti
Ningrat, Jonggrang Menyikap Malam, Bratayuda dan lain-lain. Selain naskah
yang digarap dari karya RW. A. Dyaksa, banyak juga naskah lain yang digunakan
teater Mikro dalam acuan pertunjukannya. Naskah-naskah tersebut dimainkan
6 Wawancara dengan angga selaku sutradara pada selasa, 16 April 2013 jam 17.00 Wib di SMK Negeri 1 Tuban .
dengan penuh perhitungan yang dikemas secara harmonis dalam bentuk teater
rakyat kota yang tak jarang naskah yang digarap melalui proses adaptasi dari
anggota teater Mikro sendiri.
3. Konsistensi Gaya Pemanggungan Teater Mikro
Konsistentensi gaya pemanggungan teater Mikro terletak pada semua
usaha yang dilakukan untuk menjaga sebuah ketetapan dalam menggunakan
sebuah bentuk pemanggungan yang dihadirkan melalui elemen yang terdapat
dalam sebuah pertunjukan. Menurut R.W.A. Dyaksa, kratifitas itu muncul bukan
hanya dari proses berfikir yang tidak di ikuti oleh sebuah bentuk usaha yang
nyata, tetapi proses kreatifitas itu dapat hadir dan di peroleh dari semua hal yang
dilakukan untuk menciptakan sebuah trobosan baru yang pada ahirnya dapat di
nikmati bersama7. Hal itulah yang menjadikan teater Mikro dapat menyesuaikan
sebuah penggarapan teater tanpa harus menghilangkan identitasnya dalam pola
penyajian teater eksapisme selalu menjadi hal yang menarik dalam penyajiannya.
Pembuktian yang sangat jelas bahwa pola pertunjukan teater Mikro
mempunyai pondasi dari serapan-serapan yang di dapat melalui pencarian panjang
dengan munculnya ide dan gagasan baru yang muncul dari melihat, berlatih, serta
berfikir untuk tetap dalam jalur yang dapat di nikmati oleh masyarakt di
sekitarnya. Beberapa proses pencarian itu dilakukan dengan berlatih di pesisir
pantai, serta dilakukannya proses pencarian musikalitas yang terjadwal dalam
skedul latian rutinitas setiap hari tanpa mengenal rasa lelah. Pencarian bentuk
7 Wawancara pada R.W.A. Dyaksa senin, 9 April 2013 di perumahan Gedong Ombo Tuban.
gerak pemain serta penaripun juga di jadwalkan pada hari jumat dan sabtu yang
dilakukan selesai jam sekolah.
Bukan hanya berhenti di situ, pembuatan sebuah skedul progam kerja juga
tatap dilakukan setiap tahunnya untuk tetap menghidupkan teater khususnya di
daerah Tuban. Progam tersebut seperti kegitan rutinitas setiap tahun untuk
memperingati hari ulang tahun teater Mikro. Hal itu juga menjadi salah satu
bentuk eksistensi yang paling nyata dalam progam kerja teater Mikro. Tentu saja
program tersebut di iringi dengan prestasi yang terus diraih teater Mikro yang
menjadi sebuah point pokok akan keberlangsungan teater Mikro.
Menurut informan, tidak bisa dipungkiri bahwa sebuah organisasi teater
yang ber-naung dibawah lembaga Sekolah haruslah tetap bisa menghasilkan
sebuah prestasi dan progam yang nyata bagi lembaga dan anggota organisasi
tersebut. Beberapa prestasi yang pernah di peroleh teater Mikro seperti juara
umum di tingkat Kabupaten Tuban yang telah dipertahankan sejak tahun 2007
hingga saat ini. Bukan hanya itu, tetapi prestasi tingkat Regional Jawa Timurpun
tak jarang teater Mikro dapatkan.8.
4.4. Kontribusi Gaya Pemanggungan Teater Mikro
Kontribusi gaya pemanggungan teater Mikro ialah dimana masyarakat
yang khususnya teater sekolah di Kabupaten Tuban mendapatkan serapan dari apa
yang telah dilakukan teater Mikro dengan metode atau pola gaya
pemanggunganya. Hal itu dapat berupa sebuah pola penggarapan, teknis
8 Wawancara dengan RW. A. Dyaksa pada sabtu, 9 Maret 2013 jam 18.30 Wib di kediaman beliau.
permainan, bentuk pertunjukan, warna penyajian teater sekola, serta kontribusi
bagi sekolah dan masyarakat disekitarnya.
Menurut informan, banyak yang mengatakan bahwa pola penggarapan
teater Mikro yang paling menarik adalah dimana teater Mikro dalam mewadahi
bentuk kreatifitas dengan memadukan antara teater Rakyat dengan teater Barat9.
Beberap juga mengatakan bahwa tarian serta keaktoran pada teater Mikro-lah
yang sangat baik10. Hal itu menunjukan bahwa konsistensi gaya pemanggungan
teater Mikro telah memberikan dampak yang positif kepada para pelaku seni
teater di Kabupaten Tuban, khususnya pada kalangan teater Sekolah.
Sebuah kontribusi yang nyata bagi teater sekolah di Kabupaten Tuban
yang dihasilkan oleh teater Mikro adalah bertambah kaya serta dinamisnya
hubungan antar teater sekolah yang menghasilkan warna berbeda pada masing-
masing kelompok sehingga penikmat seni tidak mendapatkan sebuah suguhan
pertunjukan yang baku dan terasa monoton.
Menurut Jai, Pembina salah satu kelompok teater sekolah, mengatakan
bahwa sedikit banyak pola permainan yang dimiliki oleh teater Mata memiliki
kesamaan yang cukup banyak dengan teater Mikro. Hal itu mungkin menjadi
suatu kewajaran karena teater Mata masihlah tergolong kelompok teater sekolah
yang masih sangat muda di bandingkan teater Mikro. Selain itu teater Mikro
9 Wawancara dengan Djoko Sutopo pada jumat, 3 mei 2013 jam 10.Wib di kediamannya Perum. Permata bonang10 Wawancara dengan beberpa anggota teater sekolah pada acara pentas bareng di Dinas Pendidikan Kabupaten tupan pada 2 januari 2013 dan pada kegiatan pentas teater oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten tuaban pada tanggal 27 April 2013 di Gedung Budaya Loka Tuban.
adalah salah satu kelompok teater yang membantu berdirinya teater Mata di SMK
TJP Tuban dan mulai tahun 2009 teater Mata bekerja sama dengan teater Mikro
yang ahirnya meminta bantuan untuk bisa latihan bersama pada jadwal yang telah
ditentukan tersebut11.
Bukan hanya dalam pengadobsian pola gaya pemanggunagan pada bentuk
pertunjukan saja, tetapi dari gaya pemanggungan yang dilakukan oleh teater
Mikro, dapat menghapuskan pola berfikir siswa dan pelaku seni teater bahwa
kesenian daerah juga patut untuk diperhatikan dan bahkan dikombinasikan dengan
konsep modernitas dalam ber-teater.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, teater Mikro juga cukup berperan
aktif memberikan kontribusi pencitraan bagi Kabupaten Tuban. Hal itu dibuktikan
dengan berbagai prestasi yang didapatkan dari event daerah maupun tingkat
Regional. Seperti halnya yang dikatakan oleh Fahmi selaku pengamat seni teater
di daerah Tuban, bahwa teater Mikro adalah salah satu teater sekolah yang
menjadi panutan dari beberapa kelompok teater di Tuban. bukan karena mereka
yang terbaik tetapi lebih karena seringnya teater Mikro mendapatkan nominasi
juara dalam setiap event yang diadakan. Hal itu diperoleh karena keberanian teater
Mikro yang mengkombinasikan antara unsur folklore dengan pertujukan masa
kini dalam setiap pertunjukannya, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah
bentuk pementasan teater baru dengan gayanya sendiri12.
11 Wawancara dengan Jai di SMA Negeri 2 Tuban pada sabtu, 27 April 201312 Wawancara dengan Fahmi pada sabtu, 27 April 2013 jam 22.00 Wib di Gedung Budaya Loka.
SIMPULAN DAN SARAN
1 Simpulan
Bentuk pemanggungan teater rakyat kota yang menggunakan pola
representatif, nampak jelas pada bentuk permainan serta unsur atistik yang
selalu mempunyai fungsi lebih dari bentuk yang dihadirkan. Terlihat
dengan kemeriahan penyajian yang mengambil suatu spririt pertunjukan
teater Rakyat yang menyatu dalam sebuah sajian antara penonton dengan
tontonan. Tarian yang kaya bentuk gerak serta musik yang meriah melebur
menjadi satu kesatuan pertunjukan. Hal itu menjadikan penonton merasa
dekat dan pertunjukan sangat hangat saat dinikmati dalam kebersamaan
yang diciptakan dari dialog pemain dengan penonton di dalam satu
pertunjukan tersebut.
2. Saran
Gaya pemanggungan teater Mikro sebagai teater rakyat kota
sangatlah menarik apa bila diakukan dengan bimbingan serta arahan yang
tepat. Hal itu Nampak pada setiap sajian yang di gelar oleh teater Mikro,
tetapi akan lebih baik lagi dalam penyajian teater Mikro juga
memperhatikan pola warna suara dan make-up yang sekiranya masih perlu
didalami guna mennyempurnakan sebuah hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, Autar. 2008. Dramaturgi 1. Surabaya: UNESA Press
Awuy, Tommy F., 1999. Teater Indonesia: Konsep, Sejarah, Problema. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta
Arikunto, Suharsimi, 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta
Bungin, Burhan, 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group
Danandjaja, James, 2007. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press
Harymawan, RMA. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Komunikasi, Kantor Informasi. 2005. Selayang Padang Tuban. Tuban: Pemerintah Kabupaten Tuban.
Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka
Rendra. 2007. Seni Drama Untuk Remaja. Jakarta: Burungmerak Press
Sumardjo, Jakob. 2006. Estetika Paradok. STSI Bandung: Sunan Ambu press
. 2004. Perkembangan Teater dan Drama Indonesia. Bandung: STSI Press
. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung: ANGKASA
Waluyo, Herman J, Prof. Dr. 2001. Drama: Teaori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia
Yudiaryani. 1999. Panggung Teater Dunia. Jogjakarta: Pustaka Gondo Suli
http//teater.cv.Tuban.co.id, diakses pada 22 Desember 2012
http://Mikro.taroomedia.com/ , diakses pada 22 Desember 2012
http://smkn1tuban.sch.id/html/profil.php?id=profil&kode=12&profil=Sejarah%20Singkat, diakses pada tgl 17 april 2013