gatraedisi-v

4

Click here to load reader

Upload: witjak

Post on 10-Jun-2015

141 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GatraEdisi-V

Edisi

V/

GAT

RA

- ed

isi

13/

Mar

et 2

006

Suplemen ini dipersembahkan The Wahid Institute, bekerja sama dengan The Asia Foundation dan Majalah GATRA.Dapat dijumpai setiap bulan, pada pekan terakhir. Kritik dan saran kirim ke [email protected] - www.wahidinstitute.org

RATUSAN orang bersenjata pentungan,tombak, pedang, dan arit berteriak mengo-bar amarah. Sedut (bakar, red)! Seda’ (han-curkan, red)! Usir! Sesekali terdengar pekikAllahuakbar! Siang itu (4/2/06) merekapunya hajat besar, mengusir warga Ahma-diyah di Dusun Ketapang, Desa Gegerung,Kecamatan Lingsar, Kabupaten LombokBarat (Lobar).

Sejurus kemudian terlihat batu berham-buran. Kaca-kaca dan genting mulaipecah. Tiba-tiba, molotov dilempar. Bull…Api membumbung melalap puluhan rumahmilik 31 kepala keluarga pengikut aliranIslam yang pertama kali masuk ke Indone-sia pada 1925 itu.

Ratusan petugas Brimob dan SabharaPerintis dari Polres Mataram dan PoldaNusa Tenggara Barat (NTB) tak mampumenghalau massa. Warga Ahmadiyahmenggigil ketakutan dan putus asa. “Biarkami mati di sini saja pak. Hanya (rumah,red.) ini yang kami punya,” tangis seorangibu anggota Jemaah Ahmadiyah sambilmenggendong anaknya yang masih ber-umur dua tahun. Namun mereka tetapbertahan di rumahnya sebelum akhirnyadievakuasi ke Asrama Transito, kantorDinas Transmigrasi NTB.

Pengusiran terhadap warga Ahmadiyahberulang terjadi di NTB. Pada 2001 wargaAhmadiyah di Desa Pemongkong, Kecama-tan Keruak, Kabupaten Lombok Timurdiserang warga sekitar. Begitu pula padaSeptember 2002, sekitar 300 warga harusmeninggalkan Ahmadiyah Pancor, LombokTimur. Dilanjutkan Juni 2003, sebanyak35 Kepala Keluarga (KK) Ahmadiyah diSambi Elen diusir warga. Pengusiran wargaAhmadiyah juga terjadi di Sumbawa dansejumlah tempat lainnya di NTB. Sebanyak127 warga di Dusun Ketapang yang diusirbeberapa waktu lalu merupakan wargaAhmadiyah yang terusir dari LombokTimur.

Asa untuk hidup tenang telah putus.Tidak heran mereka berupaya mencarisuaka politik. “Mencari suaka adalah jalan

terakhir kalaum e m a n gpemerintah Indone-sia sudah benar-benar tidak maumelindungi kami,”ujar Shamsir Ali ,penasehat organi-sasi AhmadiyahNTB.

Menurut pengasuh Pondok Pesantrenal-Madany Lombar, Tuan Guru Haji(TGH) Muhammad Subhi As-Sasaki, yangmendorong kekerasan atas Ahmadiyah diLobar adalah fatwa MUI yang meng-hukumi Ahmadiyah sebagai sesat danSurat Keputusan (SK) Bupati yangmelarang mereka hidup di Kabupaten itu.Para pemimpin agama daerah itukemudian memprovokasi masyarakatuntuk mengusir mereka. “Ini sungguh-sungguh pelanggaran kemanusia-an,”ujarnya prihatin (lihat: Berguru Toleransi diNegeri Wahabi).

Namun TGH Mahally Fikri, WakilKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI)Lombar mempunyai pandangan berbeda.“Warga sudah lama menolak keberadaananggota Ahmadiyah. Apalagi, PemerintahKabupaten (Pemkab) Lobar telah menya-takan ajaran Ahmadiyah sebagai terlarangdalam SK Bupati Lobar No. 35/2001,”katanya kepada Liputan6 SCTV. Instruksipelarangan tersebut diterbitkan setelahPemkab Lobar berkoordinasi dengan MUILobar dan Departemen Agama.

Terbitnya SK Bupati itu menunjukkandengan jelas kacaunya sistem regulasi diIndonesia. Bagaimana ada SK Bupatidapat bertentangan dengan konstitusi?“Pada praktiknya ada banyak peraturanyang bertentangan dengan konstitusi yangmenjamin kebebasan beragama. Tidakberagama saja tidak boleh diusir, apalagiorang beragama,” kata Wakil KetuaKomnas HAM Zumrotin K. Soesilo (lihat:Penyerangan Terus Terjadi Karena PemerintahTidak Tegas).

Padahal Presiden Susilo BambangYudhoyono telah memberi sinyal yang jelasmengenai keharusan negara memberiperlindungan kepada warganya. “Indonesiatidak menganut istilah agama yang diakuiatau tidak diakui negara. Negara tidak akanpernah mencampuri ajaran agama. Tugasnegara adalah memberikan perlindungandan pelayanan,” kata Presiden dalamPerayaan Imlek 2557 di Jakarta (4/2/06).

Ucapan presiden itu dapat diartikan,pemerintah tidak mendiskriminasi agamadan kepercayaan warganya. Anehnya,Menteri Agama, Maftuh Basyuni, justruminta Ahmadiyah keluar dari Islam danmembuat agama baru. “Ahmadiyah itu jelasaliran sesat. Permasalahan akan selesai bilamereka membuat agama baru dan janganmenggunakan Islam. Kalau masih ngaku Is-lam, maka bisa dituduh melakukanpenodaan agama,” ujarnya.

Pernyataan Menag itu dinilai naif,karena mentang-mentang berkuasa dapatmemerintahkan orang untuk membentukagama baru. “Masak menteri dapat memu-tuskan sebuah agama baru. Enak sajanyuruh-nyuruh ,” kata Ketua Umum PBAhmadiyah Abdul Basith.

Pandangan dan perlakuan diskriminatifmengakibatkan, Jemaah Ahmadiyah berniatmeminta suaka ke luar negeri. “Jika peme-rintah tidak sanggup lagi menjamin kesela-matan kami, terbangkan kami ke kedutaanasing seperti Kanada atau Australia yangbisa memberi suaka kepada kami”,demikian bunyi petisi yang dibacakanseorang perwakilan warga AhmadiyahLombar, Zainal Abidin.

Ancaman suaka politik dari warga

Menanti Negara BernyaliPemerintah berjanji akan terus melindungi kebebasanberagama. Nyatanya, cenderung mengikuti arus besar.Kekerasan tak mampu dihentikan. Suaka politik jadi jalankeluar?

Jemaah Ahmadiyah Indonesia dalam sebuah acaradok. www.ahmadiyya.or.id

Page 2: GatraEdisi-V

Edisi V/ GATR

A - edisi 13/ Maret 2006

Redaktur Ahli: Lies Marcoes-Natsir, Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy, Budhy Munawar-RachmanSidang Redaksi: Rumadi, Abd. Moqsith Ghazali I Staff Redaksi: Gamal Ferdhi, M. Subhi Azhari, Nurul H. Maarif | Desain: Widhi Cahya

Ahmadiyah ini menjadi bola panas. Isu inibisa menjadi citra buruk pemerintah Indone-sia yang dianggap tidak mampu melindungikeamanan warganya. “Saya kira ini satusinyal kalau pemerintah Indonesia tidakmampu lagi atau tidak berkeinginan melin-dungi hak minoritas untuk hidup aman.Sesuatu yang sangat buruk untuk Indone-sia”, ujar Indonesianis Martin vanBruinessen kepada Radio Netherland (6/2/06).

Niatan suaka itu dinilai DepartemenLuar Negeri mengada-ada. Suaka hanya bisadiberikan bila negara tidak mampu lagimemberi perlindungan dan kekerasan itudilakukan oleh negara. ”Kasus Ahmadiyahadalah konflik antar masyarakat, danAhmadiyah tidak menghadapi pengejaranoleh negara,” kata Juru Bicara DepartemenLuar Negeri Desra Percaya di Bogor, JawaBarat, Minggu (5/2/2006).

Menurutnya, berdasarkan KonvensiJenewa 1951 tentang Pemberian StatusSuaka, suaka dapat diberikan kepadamereka yang ketakutan karena menghadapiancaman pengejaran oleh aparatpemerintahnya karena empat hal yaitumasalah agama, etnis, kelompok, dan afiliasipolitik.

Namun dalam pandangan Koordinator

Markas Komunitas Utan Kayu di Jl. Utan KayuNo. 68 H, akan diserbu massa pada Minggu (4/9/2005) malam. Kabar itu sampai di telingaWalikota Jakarta Timur H. Kusnan A. Halim M.Si.Ia segera mengontak Camat Matraman Drs.Herril Astapradja untuk mengantisipasikemungkinan terjadinya aksi kekerasan.

“Sebagai camat, saya segera turun. Saya tidakingin ada yang mengganggu warga saya. Itumenjadi tekad saya selama menjabat,” tutur Herrilkepada Subhi Azhari dari The WAHID Institute,Selasa (14/2/2006).

Herril segera berkoordinasi dengan anggotaMusyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika),yaitu Kapolsek Matraman Kompol Sularno danDanramil 02 Matraman Kapten (Inf) Soedar,untuk megantisipasi tindak anarkisme yangmenggangu wilayahnya.

Benar saja, di lokasi kejadian terlihat puluhanorang dari Forum Umat Islam (FUI) Utan Kayu.Dengan dalih mendukung Fatwa MUI yangmengharamkan liberalisme, pluralisme dansekularisme, mereka berupaya mengusir JaringanIslam Liberal (JIL).

Mereka membawa spanduk bertuliskan, “JIL

Tidak Ingin Ada Anarki di Kecamatan Matraman

dijalankan Herril saat bertugas di wilayahsebelumnya. “Saya melakukan itu bukanmentang-mentang camat. Bagi saya, jabatanadalah amanah,” kata ayah tiga anak yangpernah bertugas sebagai Sekretaris CamatSenen Jakarta (1995-1998), Wakil CamatCempaka Putih Jakarta (1998-2000), WakilCamat Kemayoran Jakarta (2000-2003) danWakil Camat Makasar Jakarta Timur (2003-2004).

Kita berharap sikap Camat Matramanmenjamin hak warganegara berkeyakinan inimenjadi teladan para kolega dan atasannya.[]

Drs. Herril Astapradja:

Haram, Darah Ulil Halal” dan “Kami MendukungFatwa MUI dan Mendesak Muspika Matramanuntuk Mengusir JIL dan Antek-anteknya”.

Tuntutan itu tak serta-merta dikabulkan Herril.Alasannya sederhana tapi berarti, ia harusbertindak sesuai hukum. “Soal JIL ada yang tidakberkenan, silahkan saja! Itu urusan masing-masing.Tapi harus sesuai hukum. Saya dididik danditugaskan demikian,” tegas alumni Institut IlmuPemerintahan tahun 1990 ini.

Herril menolak sikapnya diartikan sebagaipembelaan kepada JIL. “Saya hanya menjalankantugas. Sebagai kepala wilayah, kewajiban sayamenjamin setiap anggota masyarakat merasa amandan tenteram.”

Jaminan itu, menurut Herril, diperintahkankonstitusi, karena anggota JIL juga warga negara.Dengan penuh resiko, Herril memutuskan, JIL tidakdapat dilarang karena sah berdasarkan hukum.“Saat saya bilang JIL tak melanggar hukum, orang-orang itu (FUI Utan Kayu, red) teriak‘copot..copot..’. Emang mereka siapa? Copot-mencopot itu kan urusan pimpinan yang di atas,”tutur pria kelahiran Pontianak, 25 April 1957 ini.

Tak hanya di Matraman, ketegasan seperti ini

Camat Matraman Herril Astapradja (tengah) saatjumpa pers di Komunitas Utan Kayu bersamaGoenawan Mohamad.

Kontras Usman Hamid, syarat Ahmadiyahmendapat suaka seperti terdapat dalamKonvensi Jenewa telah terpenuhi. “Cukupalasan bagi pengikut Ahmadiyah memintasuaka, bila pemerintah benar-benar tidakdapat menjamin perlindungan politik,hukum dan keamanan mereka,” katanya.

Kekerasan fisik dan psikis ataskelompok kepercayaan dan minoritas tidakhanya dirasakan Jemaah Ahmadiyah.Berbagai agama, kepercayaan dan keyakinanbanyak yang hingga kini mengalamidiskriminasi. Semisal kepercayaanTolottang di Sulawesi Selatan, Parmalim diSumatera Utara, Kaharingan diKalimantan, Wetu Telu di Lombok, danSunda Wiwitan di Kuningan terusmengalami kekerasan terselubung. Merekadiberi dua pilihan, dimasukkan dalam limaagama resmi yang diakui pemerintah ataudianggap sesat sehingga dipaksameninggalkan keyakinannya.

Kelompok masyarakat yang tidak maumencantumkan agama yang diakui pemerin-tah juga tidak bisa mendapatkan pelayananhak-hak sipilnya, seperti pencatatan perka-winan, akte kelahiran, KTP dan sebagainya.Kebijakan diskriminatif seperti ini jelasmerupakan kejahatan yang disponsorinegara (state-sponsored evi l) . Karenanya,

diskriminasi negara ini tidak bisadibiarkan.

Status Ahmadiyah yang diangap‘barang haram’, pernah juga dirasakanKonghucu. Gara-gara rezim Orde Baruberseberangan dengan Republik RakyatCina, tempat kelahiran agama tersebut,seluruh aktivitas peribadatan Konghucudiberangus lewat Instruksi Presiden(Inpres) No. 14/ 1967 tentang Agama,Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.Pemeluk agama itu dapat merayakankembali Imlek secara terbuka setelahPresiden Abdurrahman Wahid (GusDur) mencabut Inpres Soeharto itudengan Keputusan Presiden (Keppres)No. 6/ 2000.

Di tengah kian menguatnya aruspenyeragaman tafsir agama, dibutuhkanpemimpin negara yang konsisten menja-ga keragaman bangsa, tanpa khawatirpopularitasnya menurun. Apalaginegara telah menjamin dalam UUD1945 dan UU No. 30/1999 yangmelindungi hak-hak setiap orang untukberagama menurut keyakinannya. Jaditinggal menjalankan amanat konstitusiitu.

“Pemerintah penakut. Isinya orangpenakut semua tidak berani mene-

Gamal Ferdhi, Nurul Huda

Page 3: GatraEdisi-V

Edisi

V/

GAT

RA

- ed

isi

13/

Mar

et 2

006

Suplemen ini dipersembahkan The Wahid Institute, bekerja sama dengan The Asia Foundation dan Majalah GATRA.Dapat dijumpai setiap bulan, pada pekan terakhir. Kritik dan saran kirim ke [email protected] - www.wahidinstitute.org

Gamal Ferdhi, Ahmad Suaedy, Rumadi

Zumrotin K. SoesiloBagaimana Komnas HAM memandang kekerasan atas namaagama belakangan ini, termasuk pada Ahmadiyah?Sejak saya masuk Komnas HAM pada 2002, kita sudah menurunkan timuntuk kasus kekerasan terhadap Ahmadiyah di Selong Lombok. KomnasHAM menemukan korban jiwa, luka dan harta benda termasuk rumah.Karena tidak mendapatkan rasa aman, beberapa warga Ahmadiyahmemindahkan sekolah anak-anaknya ke Tasikmalaya. Kira-kira 2003, giliranAhmadiyah Jawa Barat diserang. Sesudah itu sepi lagi. Lalu muncul kasusParung yang cukup besar akhir 2005. Dan awal 2006 ini, terjadi lagi diMataram.Saat Ahmadiyah Parung diserang, saat itu juga Ahmadiyah Pontianakdiserang. Cuma tidak diekspos. Karena ingin mendapat kepastian hukum,Ahmadiyah di Pontianak membawa kasus penyerangan itu ke pengadilan.Di pengadilan mereka menang. Tapi yang lainnya tidak ada yangmemproses secara hukum.

Menurut pandangan Komnas HAM, hal ini bisa terus-menerus terjadikarena sikap tidak tegas pemerintah, baik itu Depag atau yang lain.

Komnas HAM sendiri sangat tegas, kebebasan beragama dan berkeyakinanitu dilindungi konstitusi yang berarti dijamin negara. Agama dan keyakinanapapun dijamin hak hidupnya di Indonesia.

Apa maksud kata ‘menjamin’dalam konstitusi?Artinya, masyarakat bisa melakukanapapun dan bisa bersosialisasi ditempat tinggalnya. Bukan hanyadilindungi saat penyerangan sepertievakuasi. Evakuasi itu hanya perlin-dungan dalam arti fisik. Jadi masalahnya,pertama, good will pemerintah tidak ada.Kedua, sikap keragu-raguan dan ketidakberanian menghadapi tekanandari kelompok yang melakukan penyerangan itu.Apakah negara dapat menjamin?Saya tidak yakin negara, dalam hal ini polisi, bisa melindungi.Ketidakmampuan itu terjadi karena adanya keragu-raguan. Di satusisi dia akan melakukan perlindungan, tapi di sisi lain ada produkhukum yang belum clear seperti fatwa MUI, pernyataan menteriagama, SKB, putusan pengadilan di Lombok Barat yang menyatakanAhmadiyah dilarang di daerah itu.Bukankah polisi juga selalu menggunakan pasal penodaanagama?Pasal itu menurut saya masih belum clear. Penegak hukum itu bertugasmemberikan perlindungan kepada masyarakat. Jadi mereka harusmemahami pasal-pasal UUD 45 yang berkaitan dengan kebebasanberagama yang dijamin negara.Produk hukum lain yang membuat polisi ragu?Syariatisasi Peraturan Daerah (Perda) juga salah satu penyebab.Betapa runyamnya negara ini jika daerah bisa mengeluarkan larangan

Kekerasan atas nama agama terus bermunculan. Salah satu penyebabnyaadalah ketidaktegasan pemerintah menindak para pelaku. Berikutpernyataan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KomnasHAM) Zumrotin K. Soesilo kepada Nurul Huda Maarif dari the WAHIDInstitute

Penyerangan Terus Terjadi Karena Pemerintah Tidak TegasZumrotin K. Soesilo Wakil Ketua Komnas HAM

GEMURUH sorak memenuhi ruangan yangdipadati ribuan pemeluk agama Khonghucu diPlenary Hall, JCC, Senayan, dalam peringatanIMLEK 2557, 4 Februari lalu. Pasalnya amanatPresiden Susilo Bambang Yudoyono pada acaraitu benar-benar memberikan janji sejuk bagisebagian besar etnis Tionghoa yang selama inididiskriminasi.

“Di negeri kita tidak dianut istilah agama yangdiakui atau tidak diakui negara. Prinsip yang dianutUUD adalah negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat sesuai dengan kepercaya-annya itu. Negara tidak akan pernah mencampuriajaran agama. Tugas negara adalah memberikanperlindungan, pelayanan, serta membantu pem-bangunan dan pemeliharaan sarana peribadatanserta mendorong pemeluk agama yang bersang-kutan menjadi pemeluk agama yang baik,” kataPresiden.

Ironisnya pada hari yang sama, terjadi pengusirandan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah diLombok Barat. Menurut Antara, 25 siswa anakwarga Ahmadiyah tidak berani masuk sekolahkarena diancam dan diolok-olok. Bahkan sampaihari keempat, tak seorang pejabat daerah, propinsimaupun pusat menjengkuk mereka.

Kepada Elshinta di Jakarta, juru bicara PemkabLombok Barat Basirun Anwar menyatakan,tindakan terhadap pemeluk Ahmadiyah itu adalahpenegakan hukum berdasarkan SK Bupati LobarNo. 35 Tahun 2001 yang melarang keberadaanAhmadiyah. Jika ingin tinggal di sana, merekaharus pindah agama. Kebijakan ini seolahmementahkan pidato Presiden di atas.

Ironi Beragama di Negeri PancasilaAhmad Suaedy, Direktur Eksekutif The Wahid Institute

Peristiwa itu menambahrangkaian kekerasanterhadap penganutkeyakinan minoritas dinegeri ini. Sejak lama,kekerasan juga menimpa aliran dankepercayaan asli daerah tertentu yang notabeneindigenous belief Indonesia.

Pemerintah harus mengatasi masalah ini jikamasih berpijak pada konstitusi. Kepala Negarawajib menyampaikan sikapnya yang eksplisittentang Surat Keputusan(SK) oleh beberapakepala daerah atas pelarangan aliran tertentudan pembiaran kekerasan, bahwa SK-SK dankekerasan itu sungguh bertentangan denganjiwa bangsa yang ber-Pancasila dan beragama.

Ironi lainnya, para penyerang dan kebijakankepala daerah yang melarang keyakinan tertentuitu mendasarkan pada fatwa MUI -lembaga yangdibiayai dengan uang rakyat- yang menye-satkan mereka.

Karenanya, reformasi dalam kebijakan negaratentang agama tidak cukup berhenti padapraktek pelayanan, tapi juga harusmentransformasi paradigma fungsi kelemba-gaan seperti MUI dan Depag sebagai pelayanrakyat Indonesia tanpa kecuali.

Rencana menuntut kursi atau direktorat pemelukKonghucu sebagaimana agama lain di Depagsebaiknya ditunda. Bahkan saya berharapmereka mencoba ikut memperjuangkan aliran-aliran dan keyakinan lain agar diperlakukansejajar, seperti 6 keyakinan yang telahtercantum dalam UU No.5/1969.***

gakkan UUD 45,” kata mantan PresidenGus Dur yang gusar karena penyeranganterhadap Jemaah Ahmadiyah terjadiberulang kali tanpa ada tindakanpencegahan dari aparat.

Layak Gus Dur menilai seperti itu,karena saat menjadi presiden dia beranimengambil kebijakan tidak populer untukmenjaga keragaman. Salah satunya adalahmencabut Keppres No. 264/1962 yangmelarang organisasi agama Baha’i melaluiKeppres No. 69/2000. “Saya mencabutkeputusan itu, karena menurut sayabertentangan dengan UUD,” tegas mantanKetua Umum PBNU tiga periode ini.

Harus diakui, kini sulit menemukanprofil pejabat negara dan agamawan yangberani ‘pasang badan’ untuk menjagakeragaman, walau bukan tidak ada (lihat:Tak Ingin Ada Anarki di KecamatanMatraman). Saat ini pemerintah harusmenghentikan diskriminasi dan kekerasan.Itulah bentuk perlindungan kepada warganegara. Jika tidak, jangan salahkan wargaAhmadiyah dan penganut keyakinanminoritas lainnya minta suaka politik.Bagaimana Pak Presiden?[]

Page 4: GatraEdisi-V

Edisi V/ GATR

A - edisi 13/ Maret 2006

Redaktur Ahli: Lies Marcoes-Natsir, Yenny Zannuba Wahid, Ahmad Suaedy, Budhy Munawar-RachmanSidang Redaksi: Rumadi, Abd. Moqsith Ghazali I Staff Redaksi: Gamal Ferdhi, M. Subhi Azhari, Nurul H. Maarif | Desain: Widhi Cahya

terhadap suatu agama. Jika tiba-tiba misalnya Jatimmelarang orang Tengger beragama sepertiagamanya sekarang. Desentralisasi itu hanya padahal-hal tertentu.Karena itu, Menteri Dalam Negeri harusnya segeramenertibkan Perda seperti itu. Kalau tidak, kasusLombok akan merembet ke tampat lain. Betapahancurnya masyarakat minoritas.Menteri Agama mengatakan Ahmadiyahharus menjadi agama baru?Menurut saya, dia tidak faham UUD 45. Seseorangtidak boleh dipaksa pindah keyakinan ataumengganti agama baru karena tidak diakui.Bahkan orang yang tidak punya keyakinan jugapunya hak hidup.Apa konsekuensi pernyataan Menag itu?Menurut saya itu (Menag, red) bisa di-PTUN-kan.Kalau Menteri Agama menggunakan acuanajaran Islam, bukan UUD 45?Negara kita kan bukan Negara Islam. Negara kitanegara hukum dan bukan hukum Islam. Ini yangharus ditegakkan.Dan memang, ada pemeluk Islam yang radikal,tapi itu hanya segelintir. Saya yakin di Indonesiaini masih lebih banyak Islam toleran. Cuma sajatidak terekspos. Islam yang moderat ini tidakterorganisir. Saat ini mereka harus berbicara.

Bisakah Jamaah Ahmadiyah memintasuaka politik?Bisa! Kalau negara tidak bisa memberikan jaminankeamanaan buat mereka, meskipun itu konflikhorizontal. Dan menurut saya, harusnyapemerintah hati-hati dalam hal ini. Apabila merekaserius meminta suaka maka dalam percaturaninternasional itu sangat jelek bagi Indonesia. Inimenunjukkan negara melanggar HAM by admisionkarena negara tidak memberikan rasa aman padamasyarakat.Bagaimana seharusnya negara?Ada beberapa hal. Sekarang saatnya perundang-undangan yang tidak cocok dengan konstitusiharus direvisi atau dikaji ulang MahkamahKonstitusi. Misalnya pengakuan hanya kepadaenam agama (Islam, Katolik, Kristen, Hindu,Buddha, dan Konghucu) yang bertentangandengan UUD 45.Ada juga hal yang berkaitan dengan diskriminasikewarganegaraan. Misalnya, Catatan Sipil tidakmau mencatat perkawinan pemeluk Konghucu.Berkaitan dengan konstitusi, negara tidak cukupsebatas mengeluarkan UU ratifikasi tentang haksipil politik dan ekonomi sosial budaya, tapiharus mensosial isasikan petunjukpelaksanaannya kepada semua aparat dari levelpusat hingga desa.[]

TUAN Guru Haji (TGH) Muhammad Subhi As-Sasaky (30). Dari namanya dapat diterka ia aslisuku Sasak di Pulau Lombok. Di samping mengajardi pesantren miliknya, Al-Madany di bilangan Pelu-as, Kuripan Utara, Lombok Barat, sehari-hari priaberkacamata ini aktif berdiskusi, menjadinarasumber di berbagai forum dan media massa.Bahkan Selaparang TV di Lombok Timur menda-puknya sebagai narasumber dalam forum agamamingguan.

Subhi As-sasaky juga membentuk kelompokdiskusi Tafaqquh Fiddin yang anggotanya tuan gurumuda, guru agama, serta aktivis. Selain itu, jika terjadikasus kemanusiaan di Lombok, pendapatnya kerapdiminta Komnas HAM di Jakarta.

Pada kasus pengusiran Jamaah Ahmadiyah diLombok Timur tahun 2002 lalu, ia bergabungdengan aktivis mahasiswa dan LSM di Lombokuntuk mengadvokasi korban. Tak hanya itu,kelompok ini juga mengadvokasi berbagai kasuskekerasan di pulau itu.

“Saya belajar agama berbagai mazhab. Tidak adayang membolehkan kekerasan kepada orang lain,”kata Subhi kepada Ahmad Suaedy dari the WAHIDInstitute di pesantrennya.

Saat kasus pengusiran dengan kekerasan muslimAhmadiyah dari perumahan BTN Bumi Asri,Lombok Barat, awal Februari lalu, Subhi bersamagerakan demokrasi di Lombok mengeluarkan PetisiAnak Bangsa. Isinya mempertanyakan sikap MajelisUlama Indonesia (MUI) yang menolak dialogdengan Ahmadiyah dengan alasan telah sesat, danpemerintah daerah yang melarang eksistensiorganisasi itu di Lombok Barat, serta penyerangyang garang.

Kekerasan atas Ahmadiyah di Lobar didorongfatwa MUI yang menghukumi Ahmadiyah sebagai

Berguru Toleransi di Negeri Wahabi

sesat dan SuratKeputusan (SK)Bupati Lobar yangmelarang merekahidup di Kabupa-t e n i t u . “ I n ibenar-benar di luarperikema-nusiaan,”tegas staf ahlibidang kajiangender dan Islam LBH APIK di Mataram.“Beberapa orang Ahmadiyah stres berat,bahkan gila, dan ada yang keguguran karenaserangan itu,” lanjutnya.

Setelah menamatkan Aliyah di PesantrenIshlahuddiny, Kediri, Lombok Barat, Subhilangsung belajar di Ma’had Al-Jufry, Madinah.Di samping belajar berbagai mazhab danpemikiran Islam di pesantren itu, selama 8 tahunia berguru kepada ulama berbagai aliran disekitar Madinah. “Saya mendatangi lebih dari40 guru dengan mengayuh sepeda,” kenangayah seorang putra ini.

Mulai dari guru yang bermazhab Salafiyah,Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Wahabiyah, berbagaialiran tasawwuf dan fiqh hingga ilmu mantiqdan falsafah telah dijajakinya. “Semua alirandalam Islam ada di Arab Saudi, tetapi karenapemerintahannya Wahabi, aliran itu jadi taktampak,” lanjutnya.

Ia juga menulis berbagai makalah dan bukudalam bahasa Indonesia maupun Arab. Diantaranya al-Mulakhkhash ‘an-Nathiq fi’ Ilm al-Manthiq; Nadzm al-Syajarah: Sirah Nabawiyah;Qa’idah al-Fiqhiyyah dan banyak lagi tentangberbagai cabang ilmu dalam Islam dan masalahsosial.[]

Problem

Kebebasan B

eragama Pasca Pem

ilu 2004

Tahun 200421/2, Bandung, Gereja Gerakan Pantekosta ditutupMuspika.22/3, Bandung, GPII Sidang Penuaian ditutup MUIberdasarkan Surat No. 01/MUI-DS/2004.3/10, Ciledug, Bangunan sekolah Sang Timur yangdigunakan sebagai tempat ibadah umat Katolik SantaBernadette ditutup FPI Karang Tengah.Tahun 200523/2, Banggai Kepulauan, Polisi menangkap Zikrullahbin Ali Taetang dengan tuduhan menyebarkan Islamaliran sesat kepada masyarakat animisme.7/5, Malang, Pencetus shalat dua bahasa M. YusmanRoy difatwa sesat oleh MUI Malang dan MUI JawaTimur. Roy divonis 2 tahun penjara.14/5, Indramayu, Gereja Kristen Kemah Daud ditutupdan tiga pembina Minggu Ceria ditangkap dengantuduhan pemurtadan dan Kristenisasi16/5, Probolinggo, MUI Probolinggo memfatwa sesatM. Ardi Husen, Pimpinan Yayasan Kanker dan NarkobaCahaya Alam.31/5, Surabaya, Polisi menghentikan ritual di Ponpes AlMardhyah karena tidak memiliki ijin, setelah dinilai sesatoleh warga.15/7, Parung, Ratusan massa Gerakan Umat Islamdipimpin Habib Abdurrahman Assegaf merusakKampus al-Mubarak milik Jemaat Ahmadiyah.16/7, Bandung, Gereja Sidang Jemaat Allah dan HuriaKristen Batak Protestan ditutup Muspika.27/7, Bandung, Gereja Kristen Pasundan ditutup massa.29/7, Brebes, Kepolisian dan Pemerintah KabupatenBrebes membubarkan ajaran Kanjeng Patih Kala Janggelpimpinan Kasnawi setelah difatwa sesat MUI.31/7, Semarang, Tempat Pembinaan Iman Gereja IsaAlmasih dibongkar Camat.7/8, Purwakarta, Gereja Kristen Kemah Daud ditutupFPI.14/8, Bandung, Gereja Anglikan, Gereja SidangPantekosta, Gereja Pantekosta di Indonesia, GSPDI,GKI Anugrah, dan Gereja Bethel Injil Sepenuh diserangmassa dan ditutup.22/8, Padang, Forum Tokoh Peduli Syariah SumaetraBarat mengultimatum LSM PUSAKA, untukmenghentikan aktivitas memperjuangkan pluralisme.22/8, Bandung, Gereja Kristen Pasundan Dayeuhkolotditutup massa.4/9, Jakarta Timur, Sekelompok orang mendatangiKomunitas Utan Kayu menuntut pembubaranJaringan Islalm Liberal14/11, Sumedang, MUI Kec Paseh menyesatkan ajaranHusnul Huluq. Massa membakar rumah pengikut ajaranitu.29/12, Jakarta, Lia Eden ditahan Polda Metro Jaya atassangkaan penodaan agama. Ia dijerat pasal 156 a, 157,335, dan 336 KUHP.Tahun 200617/1, Polmas, Ajarkan shalat bersiul, Sumardi ditahandengan tuduhan sesat.4/2, Lom Bar, Jemaat Ahmadiyah di BTN Bumiasri diserbumassa.17/2, Bulukumba, Penyegelan tempat ibadat oleh Bupatiatas desakan massa Laskar Jundullah dan Ormas Islamyang tergabung dalam Ikatan Aliansi Gerakan MuslimBulukumba.22/2, Bulukumba, Ketua Komite Penegakan Syariat IslamBulukumba, Zainal Abidin dan puluhan masamendatangi kantor LSM LAPAR di Bulukumba. Merekamengitimidasi agar LSM itu menghentikan aktivitasnyakarena dinilai tidak memperjuangkan syariat Islam.(Diolah dari berbagai sumber)

Gamal Ferdhi, Nurul H. Maarif