gambaran pola asuh ibu pada anak usia sekolah dasar...
TRANSCRIPT
Gambaran Pola Asuh Ibu pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan
Retardasi Mental Di SD Negeri Luar Biasa Semarang
SKRIPSI
“Untuk memenuhi Persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh:
HAFIZH QALBI
22020110141076
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT atas segala petunjuk dan bimbinganNya
sehingga skripsi ini bisa diselesaikan
Hadiah karya terindah yang saya berikan kepada:
Bapak, Bp. Nanang Hilal sebagai sosok bapak yang menjadi panutan
anaknya tiada henti memberikan dukungan dan semangat serta selalu
mendoakan anak-anaknya
Ibu, Ibu Supati sosok ibu yang lembut dan penyayang selalu
memberikan dukungan moral maupun spiritual kepada anak-anaknya.
Kakak saya Are Well Arifianto & Antik Angganis yang sangat saya
sayangi dan selalu menjadi motivasi saya.
Serta dukungan Teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu terima kasih atas segala bentuk dukungan maupun semangat
yang telah kalian berikan kepada saya
“Tidak ada kata terlambat untuk memulai ataupun
menyelesaikan segala sesuatu, Selesaikanlah kewajibanmu
sebelum menuntut hakmu, dan sebelum semua terlambat”
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian yang saya lakukan adalah
hasil karya sendiri. Tidak ada karya ilmiah atau sejenisnya yang diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan atau sejenisnya di Perguruan Tinggi manapun
seperti karya ilmiah yang saya susun.
Sepengetahuan saya juga, tidak ada karya ilmiah atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah karya ilmiah yang saya susun ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila pernyataan tersebut terbukti tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku
Semarang, januari 2017
Hafizh Qalbi
NIM 22020110141076
iv
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
GAMBARAN POLA ASUH IBU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
DENGAN RETARDASI MENTAL DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA
NEGERI SEMARANG
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : Hafizh Qalbi
NIM : 22020110141076
Telah disetujui dan dapat dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Pembimbing,
Ns. Zubaidah, S.Kep,M.Kep.Sp.Kep.An
NIP. 197310202006042001
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
ridho-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Gambaran Pola Asuh Ibu Pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Retardasi
Mental di Sekolah Dasar Luar Biasa Negri Semarang” dalam rangka untuk
memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan di Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bimbingan dan dukungan
dari berbagai pihak.Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Ns. Zubaidah, S.Kep,M.Kep.Sp.Kep.An selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan selalu
memberikan dukungan dalam proses penyusunan skripsi keperawatan
ini.
2. Bapak Dr. Untung Sujianto, S.Kep., M.Kes selaku Kepala Departemen
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
3. Ibu Sarah Ulliya, S.Kp.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
4. Ibu Ns. Elsa Naviati,M.Kep.Sp.Kep.An selaku penguji I dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Ns. Diyan Yuli Wijayati, S.Kep.,M.Kep selaku penguji II dalam
penyusunan skripsi ini.
vii
6. Pihak SLB N Semarang yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian skripsi.
7. bapak, ibu, kakak serta keluarga besar yang selalu mendoakan dan
memberikan semangat.
8. Sahabatku Jefri Adimas N, Garendra Graha S, Supar, Zendi Agta P,
Joni A, Singgih S, Rizkya, Ananda Arifin Z, Ade Purnawan yang
selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman kos mr.Monday dan semua teman di bengkel Chris Custom
yang selalu memotivasi untuk rajin konsul.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
demi perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat
memberikan inspirasi dan bermanfaat bagi para pembaca untuk
melakukan hal yang lebih baik lagi
Semarang, Januari 2017
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................
i
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................... v
KATA PENGANTAR............................................................................................. vii
DAFTAR ISI........................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xii
ABSTRAK............................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian................................................................................. 8
D. Manfaat penelitian............................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 10
A. Konsep Dasar...................................................................................... 10
1. Retardasi Mental............................................................................ 10
2. Polas Asuh Orang Tua................................................................... 14
B. Kerangka Teori.................................................................................... 20
ix
C. Pertanyaan Penelitian.......................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................... 22
A. Kerangka Konsep............................................................................... 22
B. Jenis dan Rancangan Penelitian.......................................................... 22
C. Populasi............................................................................................... 23
D. Sampel Penelitian................................................................................ 23
E. Kriteria Sampel.................................................................................... 24
F. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 25
G. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran...... 25
H. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data............................. 27
I. Pengolahan dan Analisa Data.............................................................. 31
J. Etika Penelitian.................................................................................... 34
BAB IV HASIL PENELITIAN............................................................................... 36
A. Karakteristik Demografi Responden................................................... 36
B. Pola Asuh Ibu...................................................................................... 38
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................... 41
A. Karakteristik Responden..................................................................... 41
B. Gambaran Pola Asuh ibu.................................................................... 45
x
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 51
A. Kesimpulan......................................................................................... 51
B. Saran.................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomer Tabel Judul Tabel Halaman
3.1 Variabel Penelitian, Definisi Operasional,
dan Skala Pengukuran
26
4.1 Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Usia ibu Anak Retardasi
Mental Kelas 1-6 Di SD LB Negeri
Semarang
36
4.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu
Anak Retardasi Mental Kelas 1-6 Di SD
LB Negeri Semarang
37
4.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Anak
Retardasi Mental Kelas 1-6 Di SD LB
Negeri Semarang
37
4.4 Distribusi Frekuensi Pola Asuh Yang
Diterapkan Oleh Ibu Anak Retarasi
Mental Kelas 1-6 Di SD LB Negeri
Semarang
38
4.5 Distribusi frekuensi pernyataan
responden mengenai pola asuh pada anak
usia sekolah dasar dengan retardasi
mental di SD LB Negeri Semarang
38
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Kerangka Teori 20
3.1 Kerangka Konsep 22
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Permohonan Ijin Pengambilan Data
Permohonan Ijin Penggunaan Kuesioner
Surat Balasan Ijin Penggunaan Kuesioner
Permohonan Ijin Ethical Clearence (EC)
Sertifikat Ethical Clearence (EC)
Permohonan Ijin Penelitian
Surat Balasan Ijin Penenlitian
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lembar Permohonan Sebagai Responden
Lembar Persetujuan Sebagai Responden
Lembar Kuesioner
Data Demografi
Hasil Distribusi Frekuensi Kuesioner Pola Asuh
Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Pola Asuh
Jadwal Konsultasi
xiv
Jurusan Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro
Semarang, januari 2017
ABSTRAK
Hafizh Qalbi
“Gambaran Pola Asuh Ibu pada Anak Umur Sekolah Dasar dengan
Retardasi Mental di SD LB Negeri Semarang”
52 halaman+6 tabel+2 gambar+17 lampiran
Retardasi mental berkaitan erat dengan keluarga atau orang tua. Peran ibu dalam
mengasuh anak dengan redartasi mental merupakan hal yang penting untuk
perkembangan anak. Di Semarang jumlah anak penyandang retardasi mental
sekitar 636 anak pada tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola
asuh yang diterapkan oleh ibu pada anak dengan retardasi mental usia sekolah
dasar di SD LB Negeri Semarang. Metode penelitian yang digunakan adalah
deskriptif survey. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Teknik
sampel yang digunakan adalah consecutive sampling yang melibatkan 120
responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa 74,2% responden berusia 26-35
tahun, 65,8% responden berpendidikan terakhir SMU, dan sebanyak 79,2%
responden bekerja. Hasil penelitian sebanyak 45% responden menerapkan pola
asuh otoritatif, 31,7% responden menerapkan pola asuh otoriter dan 23,3%
responden menerapkan pola asuh permisif. Hasil penelitian menunjukan bahwa
mayoritas orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif. Diharapkan peran
perawat mampu memberikan pendidikan kesehatan atau penyuluhan mengenai
pola asuh orang tua yang tepat, sehingga mampu memberikan dampak positif bagi
proses perkembangan anak dengan retardasi mental.
Kata Kunci: Retardasi mental, usia sekolah dasar, pola asuh.
Daftar Pustaka: 49 (1953-2016)
xv
Nursing Department
Medical Faculty
Diponegoro University
Semarang, January 2017
ABSTRACT
Hafizh Qalbi
“Overview Mother Parenting in Primary School Age Children with Mental
Retardation in Public Elementary School LB Semarang”
52 pages+6 tables+2 pictures+ 17 appendixes
Mental retardation is closely related to the family or parents. The role of mothers
in caring for children with mental redartasi is important for a child's development.
In Semarang, the number of children with mental retardation is around 636
children in 2012. This study aims to determine parenting adopted by mother of
children with mental retardation of primary school age in Public Elementary
School LB Semarang. This method research uses descriptive survey method. This
type of research is quantitative. Sampling technique use consecutive sampling that
involve 120 respondents. The research results show 74.2% of respondents is 26-
35 years old, 65.8% of respondents graduated from Senior High School, and
79.2% of respondents worked. The research results also show 45% of respondents
apply authoritative parenting, 31.7% of respondents apply authoritarian parenting
and 23.3% of respondents apply permissive parenting. The research results show
the majority of parents apply authoritative parenting. Expected role of nurses able
to provide right parents parenting health education or counseling, so it can give
positive impact for the development of children with mental retardation.
Keywords: Mental retardation, primary school age, parenting.
References: 49 (1953-2016)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Anak merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Orang tua
seharusnya bersyukur dapat mendapatkan anak dengan keadaan
bagaimanapun karena anak merupakan sebuah titipan Tuhan. Tidak semua
orang tua mempunyai anak yang sempurna dari kecacatan fisik maupun
mental. Orang tua akan merasa sedih ataupun kecewa ketika memiliki anak
yang mengalami retardasi mental.
Retardasi mental atau keterbelakangan mental adalah suatu kelainan
atau keterbatasan kemampuan secara klinis maupun sosial yang di akibatkan
oleh suatu gangguan dalam intelegensi yang kurang yang terjadi pada anak-
anak dari lahir dan perilaku adaptif yang dialami (penyesuaian diri)(1).
Adapun dalam bahasa jawa anak dengan retardasi mental di istilahkan dengan
tuna grahita yang artinya ketidakmampuan dalam memahami atau berpikir(1).
Keterbelakangan mental atau anak dengan retardasi mental merupakan
keterbatasan dalam fungsi intelektual dibawah rata-rata, dan dapat
berpengaruh dalam keterbatasan keterampilan adaptif seperti merawat diri,
keterampilan sosial, kesehatan dan keamanan, dan komunikasi dirinya
sendiri(2).
Penyandang retardasi mental dapat ditemui di negara maju maupun
negara berkembang. Angka kejadian retardasi mental diperkirakan 1% dari
populasi dunia (3). Retardasi mental sedikit lebih banyak dialami anak laki-
2
laki daripada anak perempuan. Diperkirakan sekitar 19 per 1000 kelahiran
hidup mengalami retardasi mental, sekitar 120 juta orang di dunia menderita
cacat ini (3). Angka kejadian retardasi mental di negara maju sekitar 1-3%, di
negara berkembang sekitar 4,6. Angka tersebut lebih tinggi di negara-negara
berkembang karena tingginya insiden cidera dan anoksia selama kelahiran
dan infeksi pada anak usia dini(4). Prevalensi retardasi mental di Amerika
Serikat diperkirakan sekitar 1% dalam populasi. Prevalensi retardasi mental
di Hong Kong diperkirakan sekitar 0,9-1,3% dari populasi umum(4).
Prevalensi retardasi mental di negara berkembang seperti india diperkirakan
sekitar 5,8 % dari populasi umum. Di Jamaica 17 dari 1000. Insiden tertinggi
pada masa anak sekolah dengan puncak umur 6 sampai 17 tahun(5).
Angka kejadian retardasi mental di Indonesia diperkirakan sekitar 1-3
% dari jumlah penduduk(6). Penyandang retardasi mental ringan sekitar 80%,
retardasi sedang sekitar 12% dan retardasi mental berat sekitar 8%. Di Jawa
Tengah penyandang retardasi mental sekitar 8.066 anak pada tahun 2008-
2010(6). Sedangkan di Semarang jumlah anak penyandang retardasi mental
sekitar 636 anak pada tahun 2012(7).
Anak tuna grahita usia sekolah adalah anak dengan kemampuan
intelektualnya di bawah rata-rata(1). Hal ini ditandai dengan keterbatasan
kemampuan intelegensinya dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial berada
di sekolah baik sekolah umum maupun sekolah khusus(1). Periode usia
sekolah, merupakan periode yang dimulainya masuknya anak ke lingkungan
sekolah yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan dan
3
hubungan anak dengan orang lain(8). Pada anak yang tidak memiliki kelainan
anak akan mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya
masa kanak-kanak dan bergabung ke dalam kelompok sebayanya, yang
menjadi hubungan dekat pertama di luar keluarga(9). Berbeda dengan tumbuh
kembang anak dengan retardasi mental. Penelitian yang dilakukan oleh Emck
et al (10) anak dengan gangguan perkembangan baik mental, emosional, dan
perilaku akan mengalami atau memperlihatkan kemampuan motorik kasar
yang buruk dan mengalami masalah dengan persepsi diri terkait dengan
kemampuan motoriknya sesuai dengan indikasi dan spesifik karakteristik
gangguan perkembangan yang dialami anak.
Pada anak dengan gangguan perkembangan emosional maka anak
akan bermasalah dalam kesimbangan persepsi diri terhadap motorik. Anak
dengan gangguan perilaku memperlihatkan kemampuan dengan bola yang
kurang dan cenderuung dalam menilai kemampuannya(11). Sedangkan anak
dengan gangguan pervasif (contoh=autisme) akan memperlihatkan motorik
yang buruk dan tidak mampu meminimalisasi kemampuan motorik yang
dimiliki(11). Ciri-ciri anak tuna grahita secara fisik adalah penampilan fisik
yang tidak seimbang, pada masa pertumbuhan tidak mampu mengurus dirinya
sendiri, terlambat dalam perkembangan bicara dan bahasa, tidak perhatian
terhadap lingkungannya, koordinasi gerakan kurang, dan hipersalivasi(12).
Retardasi mental tidak dapat dipisahkan dari tumbuh kembang
seorang anak(13). Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak
secara garis besar yaitu faktor genetik/heredoonstitusional yang menentukan
4
sifat bawaan anak tersebut(13). Faktor yang kedua yang mempengaruhi yaitu
faktor lingkungan pada anak(12). Pada konteks tumbuh kembang lingkungan
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi. Hal ini dikarenakan lingkungan
merupakan suasana yang mempengaruh anak tersebut berada(12). Dalam hal
ini lingkungan sendiri berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak
untuk tumbuh kembang(13).
Lingkungan dalam arti keluarga dalam hal ini merupakan perananan
penting bagi tumbuh kembang anak dengan retardasi mental(13). Pola asuh
yang benar akan membentuk tumbuh kembang anak dengan retardasi mental
menjadi lebih baik karena keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali
menerima kehadiran anak(14). Pola asuh orang tua merupakan interaksi
antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan(14).
Pengasuhan ini orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma
yang ada dalam masyarakat(14).
Ibu merupakan peran utama yang memberikan pengasuhan kepada
anak(15). Peran ibu memiliki dampak terhadap anak, karena terdapat ikatan
batin antara anak dan ibu dari dalam kandungan(15). Ibu lebih
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh anak. Mulai dari
soal gosok gigi, ganti baju, menaruh sepatu di rak, dan makan sepulang
sekolah. Jadi, ibulah yang lebih banyak peranannya dalam menanamkan
segala tindakan yang nyata sehari-hari, termasuk juga cuci tangan sebelum
makan, cuci kaki sebelum tidur, dan kebiasaan lain(14). Peran ibu adalah
5
sebagai istri, ibu dari anak-anaknya, mengurus rumah tangga, sebagai
pengasuh, pendidik anak-anaknya, dan sebagai salah satu kelompok dari
peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya(14).
Pola asuh yang diterapkan oleh ibu banyak macamnya, karena berbeda
budaya berbeda juga karakter dalam mengasuh anaknya (15). Pola asuh ibu
meliputi pola asuh otoriter, pola asuh otoritatif (demokratis), dan pola asuh
permisif(16). Pola asuh permisif lebih memanjakan anaknya sehingga semua
kemauan dan kebutuhan anak akan dituruti mengakibatkan anak akan
tergantung pada orang lain(15). Berbeda dengan ibu tipe pola asuh yang
demokratis yang mendorong anak untuk mandiri tetapi orang tua tetap
menentukan batas dan kontrol sehingga akan menumbuhkan sikap
kepercayaan diri dan kemandirian pada anaknya (16). Sedangkan untuk pola
asuh otoriter cenderung memaksakan aturan secara ketata kepada anaknya
dan tak jarang juga dengan amarah yang mengakibatkan anak tidak bahagia,
ketakutan, minder, dan kemampuan komunikasi yang lemah (16).
Pola asuh yang diterapkan oleh ibu akan memberikan dampak kepada
anak(13). Faktor penerimaan kepada anak dengan pola asuh sangat
berhubungan(13). Orang tua yang tidak menerima anaknya mengalami tuna
grahita akan mempengaruhi faktor psikologis ibu. Ibu yang merasa stres
memiliki anak penyandang tuna grahita akan berdampak dengan perilaku
pada anak(15). Ibu juga memiliki peranan penting dalam perkembangan
emosi dan rasa simpati pada anaknya, apabila pola asuh yang diberikan salah
6
akan memberikan dampak perasaan anak untuk hidup bermasyarakat akan
kurang sehingga anak akan mengalami rasa percaya diri yang kurang(16).
Pola asuh demokratis dianggap lebih cocok untuk mengasuh anak
dengan retardasi mental, karena pola asuh demokrasis dapat mendorong anak
untuk mandiri dan orang tua tetap menentukan batas dan kontrol sehingga
dapat menambahkan kepercayaan pada anak(16). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (17) menunjukan hasil bahwa
adanya hubungan pola asuh demokratis dengan perkembangan sosial anak
dengan retardasi mental.
Hasil studi pendahuluan yang didapatkan dengan melakukan wawancara
kepada 7 orang tua murid dan guru sekolah mendapat hasil bahwa 2 orang tua
yang mengatakan mendidik anak dengan keras, dia tidak segan segan
memarahi anaknya jika anaknya melakukan hal yang menurut orang tua
kurang baik seperti anaknya tidak mau ditinggal pada saat di kelas sehingga
ibu memarahi anaknya. Orang tua juga memarahinya jika anak sulit
diperintah dalam memenuhi kebutuhan sehari harinya dirumah, seperti mandi
dan makan. 2 orang tua mengatakan mendidik anaknya dengan cara biasa
saja karena anaknya memang sangat susah diatur dan jarang sekali
mendengar nasehat dari orang tua, saat di rumah anak selalu usil dengan ayah
dan saudara kandungnya dan tidak mau mengalah. Anak terlihat bandel dan
usil terhadap teman kelasnya saat proses belajar mengajar berlangsung, 3
Orang tua mengatakan dia sangat memanjakan anaknya, apapun mau anak
selalu dia turuti bahkan sang suami pernah menasehati ibu untuk tidak terlalu
7
memanjakan anak, tapi tetap ibu tidak tega untuk tidak menuruti apa yang
anaknya inginkan. Dia selalu menuruti apa yang anaknya mau, saat di sekitar
rumah ada pedagang keliling apapun yang lewat, anak selalu meminta orang
tua membelinya. Hal tersebut juga terlihat selama anaknya bersekolah, ibu
menunggu sampai anak pulang. Anak tersebut terlihat rewel dikelas dan
sering meminta hal yang tidak perlu kepada guru, seperti minta dituliskan,
minta melihat ibu dari jendela, minta keluar kelas, bahkan sering minta
pulang.
Hasil wawancara dengan Guru didapatkan data bahwa mayoritas dari
murid SD N LB Semarang masih ditunggui orang tua namun ada beberapa
yang ditinggal karena kedua orang tuanya bekerja dan anak tidak rewel ketika
ditinggal oleh orang tuanya. Ada beberapa murid juga yang ditunggu oleh
neneknya dan tidak mau ditinggal, dan sering menangis jika tidak ditunggui
nenek. Selain itu juga terdapat beberapa murid yang dititipkan ketetangganya,
dikarenakan orang tua murid sibuk bekerja dan murid tersebut terkadang
bersikap tidak baik dengan teman. Namun ada juga beberapa murid yang
pintar dan beberapa menjuarai lomba, tidak rewel, dan tidak ditunggui orang
tuanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Retardasi mental ialah keadaan dengan inteligensi kurang (abnormal)
sejak masa perekembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanan) atau
keadaan kekurangan inteligensi sehingga daya guna sosial dan dalam
pekerjaan seseorang menjadi terganggu. Masalah retardasi mental berkaitan
erat dengan keluarga atau orang tua. Peran orang tua dalam mengasuh anak
8
dengan redartasi mental merupakan hal yang penting untuk perkembangan
anak. Pola asuh yang berbeda akan membentuk latar belakang anak yang
berbeda.
Hasil studi pendahuluan yang didapatkan dengan cara melakukan
wawancara kepada 7 orang tua muri dan guru sekolah. Ada 2 orang tua yang
mengatakan mendidik anak dengan keras, dia tidak segan segan memarahi
anaknya jika anaknya melakukan kesalahan. Ada juga 2 orang tua yang
mengatakan mendidik anaknya dengan cara biasa saja karena sudah mengerti
anaknya susah untuk diatur. 3 Orang tua mengatakan dia sangat memanjakan
anaknya, apapun mau anak selalu dia turuti.
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
penelitian yaitu bagaimana gambaran pola asuh ibu dengan anak usia sekolah
yang mengalami retardasi mental di Sekolah Negeri Luar Biasa Semarang.
C. TUJUAN
1. Tujuan umum :
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran
pola asuh ibu dengan anak retardasi mental di SD LB Negeri
Semarang
2. Tujuan khusus :
a. Mengidentifikasi karakteristik dengan ibu anak retardasi mental di
SD Luar Biasa Negeri Semarang
b. Mengidentifikasi gambaran pola asuh yang diterapkan oleh orang
tua pada anak usia sekolah dasar di SD Luar Biasa Negeri
Semarang.
9
D. MANFAAT
1. Bagi Institusi Tempat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pola
asuh ibu dengan anak retardasi mental yang terdapat di SD Luar Biasa
Negeri Semarang sehingga dapat memberikan informasi gambaran pola
asuh ibu.
2. Bagi Profesi Keperawatan
Penelitian ini diharap dapat memberikan informasi kepada perawat
keluarga maupun perawat anak tentang gambaran pola asuh ibu terhadap
anak dengan retardasi mental sehingga dapat menambah wawasan bagi
seorang perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan dan konseling
mengenai pola asuh pada orang tua dalam upaya peningkatan merawat
anak.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai referensi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang
sejenis, tentang hubungan pola asuh ibu dengan kemandirian anak
retardasi mental.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Retardasi Mental
a. Pengertian retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan dengan
intelegensia yang kurang sejak masa perkembangan (sejak lahir
atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perekembangan
mental yang kurang secara keseluruhannya, tetapi gejala utama
adalah intelegensia yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga
oligofrenia (oligo: kurang atau sedikit dan frenia: jiwa) atau tuna
mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum
yang berada dibawah rata-rata dan disertai dengan berkurangnya
kemapuan untuk menyesuaikan diri atau berperilaku adaptif(18).
Retardasi mental atau keterbelakangan mental adalah suatu
keadaan ketidak sempurnaan perkembangan kemampuan mental
yang mengakibatkan keterlambatan perkembangan gerak (motorik),
bicara, dan keterbatasan menyesuaikan diri dengan lingkungan(8).
Pengertian retardasi mental juga didefinisikan suatu
kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan
beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang
dianggap normal. Anak tidak mampu belajar dan beradaptasi
11
karena intelegensi yang rendah, biasanya IQ dibawah 70. Anak
akan mengalami gangguan perilaku adaptasi sosial. Yaitu anak
akan mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan masyarakat
sekitarnya, tingkah laku kekanak-kanakan tidak sesuai
umurnya(12).
b. Penyebab Retardasi mental
Secara garis besar faktor yang penyebab retardasi mental
dapat dibagi empat golongan, yaitu: (12)
1) Faktor genetik
Faktor genetik ini meliputi akibat adanya kelainan
kromosom, kelainan jumlah kromosom dan kelainan bentuk
kromosom.
2) Faktor prenatal
Yang dimaksud dalam faktor ini adalah keadaan
tertentu yang telah diketahui ada sebelum atau pada saat
kelahiran tetapi tidak dapat dipastikan sebabnya.
3) Faktor perinatal
Faktor perinatal ini meliputi faktor proses kelahiran
yang lama misalnya plasenta previa, rupture tali umbilicus,
posisi janin yang abnormal seperti letak bokong atau
melintang, abnormal uterus dan kelaian bentuk jalan lahir serta
kecelakaan pada waktu lahir dan distress fetal
12
4) Faktor pascanatal
Yang dimaksud factor pascanatal adalah akibat infeksi
(meningitis,ensefalitis, meningoensefalitis dan infeksi), trauma
dan tumor otak, adanya kelaian tulang tengkorak, dan terdapat
kelainan endokrin dan metabolik, keracunan pada otak, serta
faktor sosio-budaya.
c. Tingkatan retardasi mental
Mental retardasi berdasarkan The ICD-10 Classification of
Mental and Behavioural Disorder, WHO, Geneva tahun 1994
dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (11)
1) Mild retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai
retardasi mental dapat dididik (educable). Anak mengalami
gangguan bahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk
keperluan bicara sehari-hari dan untuk mengurus diri sendiri
secara independen (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun
tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran
normal. Kesulitan utama biaanya terlihat pada pekerjaan
akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam
membaca maupun menulis. Dalam konteks sosiokultural yang
memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada
masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan
13
sosial, akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal
tidak mampu menguasai masalah perkawinan atau mengasuh
anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya
2) Moderate retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai
retardasi mental dapat dilatih (trainable). Pada kelompok ini
anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman
dan penggunaan bahasa, serta pencapaian akhirnya terbatas.
Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan
motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa
diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya.
Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar
dasar-dasar membaca, menulis dan berhitung
3) Severe retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama
dengan retardasi mental sedang dalam hal gambaran klinis,
penyebab organik, dan keadaan-keadaan yang terkait.
Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini
biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau
adanya defisit neurologis
4) Profound retardation (retardasi mental sangat berat), IQ <20
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis
anak sangat terbatas kemampuannya dalam mengerti dan
14
menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat
terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk
komunikasi nonverbal yang sangat elementer
d. Tanda dan gejala retardasi mental
Penundaan pencapaian peristiwa-peristiwa perkembangan
merupakan gejala utama retardasi mental. Walaupun anak kecil
dengan gangguan berat menunjukan keterlambatan kemampuan
psikomotor yang nyata pada umur tahun pertamanya, namun anak
dengan retardasi mental sedang yang khas, perkembangan
motoriknya tampak normal dan datang dengan kemampuan bicara
dan berbahasa yang terlambat pada masa anak belajar berjalan-
jalan. Sebaliknya, anak retardasi mental ringan, mungkin tidak
dicurigai sampai sesudah masuk sekolah, meskipun peran serta
pada sekolah taman kanak-kanak atau program perawatan anak
menunjukan ketidaksesuaian dalam kemapuan anak prasekolah
dengan kemampuan yang jelas di bawah rata-rata(19).
2. Pola asuh orang tua
a. Definisi pola asuh
Pola asuh adalah suatu model atau cara mendidik anak yang
merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha
membentuk pribadi anak yang sesuai dengan harapan masyarakat
pada umumnya(20). Gunarso (2000) mengemukakan bahwa pola
asuh tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih pendidik
15
dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana pendidik
memperlakukan anak didiknya(21).
Pola pengasuhan anak sangat bergantung pada nilai-nilai
yang ada di dalam keluarga(22). Pengasuhan orang tua kepada
anaknya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan fisik, dan
meningkatkan kesehatan anak, memfasilitasi perkembangan anak
sesuai dengan tahap perkembangan dan mendorong anak dalam
peningkatan kemapuan perilaku sesuai dengan nilai agama dan
budaya yang diyakini(22).
b. Macam-macam pola asuh
Menurut Baumrin dalam Santrock (2002), gaya pengasuhan orang
tua terdiri dari(23).
1) pengasuhan otoritatif (demokratis)
Gaya pengasuhan otoritatif mendorong anak untuk
mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali pada
tindakan mereka. Orang tua yang menerapkan gaya
pengasuhan otoritatif akan lebih hangat dan penyayang kepada
anaknya, dan tindakan verbal yang ditunjukan oleh orang tua
dengan gaya pengasuhan ini adalah memberi dan menerima.
Orang tua yang otoritatif menunjukan kesenangan dan
dukungan sebagai respons terhadap perilaku konstruktif anak.
Orang tua mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri,
dan berorientasi pada prestasi anaknya.
16
2) Pengasuhan otoritarian (otoriter)
Pengasuhan otoritarian merupakan gaya pengasuhan
yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak
atau memaksa anak untuk menuruti arahan mereka dan
menghormati pekerjaan dan upaya mereka. Orang tua yang
memiliki gaya pengasuhan otoritarian menerapkan batas dan
kendali yang tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan
verbal.
Orang tua yang otoritarian cenderung memaksakan
aturan yang kaku tanpa menjelaskan kepada anak dan
terkadang juga menunjukan amarah kepada anaknya. Anak
dari orang tua yang menerapkan pola pengasuhan otoritarian
sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika
membandingkan diri dengan orang lain, tidak mampu memulai
aktifitas, dan memiliki kemampuan kominikasi yang lemah.
3) Pola asuh permisif
Pola asuh permisif merupakan gaya pengasuhan dimana
orang tua sangat terlibat dengan anak, namun sedikit sekali
menuntut atau mengendalikan anak. Orang tua yang permisif
memanjakan dan mengijinkan anak melakukan apa saja yang
mereka inginkan.
17
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh(22,24)
1) Usia orang tua
Usia yang terlalu muda atau tertalu tua, mungkin tidak
dapat menjalankan peran pengasuhan secara optimal karena
dalam hal ini diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Usia
orang tua yang memiliki anak usia sekolah dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu usia dewasa awal (18-24 tahun), dewasa
pertengahan (25-38 tahun), dan usia dewasa akhir (39-65
tahun).
2) Keterlibatan ayah
Kedekatan hubungan ayah dan anak sama pentingnya
dengan kedekatan ibu dengan anak karena hal ini berhubungan
dengan mendidik dan mengasuh anak. Ayah dapat dilibatkan
dalam pengasuhan anak sedini mungkin agar tercipta kedekatan
hubungan dengan baik antara anak dan orang tua di masa
depan. Ayah dapat dilibatkan dalam pengasuhan anak saat bayi
seperti mengganti popok maupun mengajak bermain anak.
3) Pendidikan orang tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan
anak akan mempengaruhi kesiapan orang tua dalam
menjalankan peran pengasuhan. Upaya yang dapat dilakukan
untuk lebih siap dalam menjalankan peran orang tua adalah
dengan terlibat aktif dalam setiap upaya pendidikan anak,
18
mengamati segala sesuatu yang berorientasi pada masalah
anak, menjaga kesehatan anak dengan mencari pelayanan
imunisasi, memberikan nutrisi yang adekuat dan selalu
berupaya menyediakan waktu untuk anak.
4) Pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak
Orang tua yang telah mempunyai pengalaman
sebelumnya dalam merawat anak akan lebih siap menjalankan
peran pengasuhan dan lebih rileks. Orang tua juga akan labih
mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan
perkembangan anak yang normal.
5) Stress orang tua
Stress yang dialami oleh ayah atau ibu atau oleh
keduanya akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam
menjalankan peran pengasuhan. Terutama dalam kaitannya
dengan strategi koping yang dimiliki dalam menghadapi
permasahan anak. Meskipun demikian, kondisi anak juga dapat
menyebabkan stress pada orang tua, misalnya anak dengan
temperamen yang sulit atau anak dengan masalah
keterbelakangan mental.
6) Hubungan suami-istri
Hubungan yang kurang harmonis antara suami dan istri
akan berdampak pada kemampuan mereka dalam menjalankan
perannya sebagai orang tua dan merawat serta mengasuh anak
19
dengan penuh rasa bangga karena satu sama lain dapat saling
memberi dukungan dan menghadapi segala masalah dengan
koping positif
20
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori(11,12,22,23)
Pola asuh
1. Pola asuh
demokratis/otoritatif
2. Pola asuh otoriter
3. Pola asuh
permisif/memanjakan
Faktor yang mempengaruhi pola
asuh
1. Usia orang tua
2. Keterlibatan ayah
3. Pendidikan orang tua
4. Pengalaman dalam
mengasuh anak
5. Stress orang tua
6. Hubungan suami istri
Retardasi Mental
1. Retardasi mental ringan
2. Retardasi mental sedang
3. Retardasi mental berat
4. Retardasi mental sangat
berat
Faktor-faktor menyebabkan
retardasi mental
1. Faktor genetik
2. Faktor prenatal
3. Faktor perinatal
4. Faktor pascanatal
21
C. Pertanyaan penelitian
Bagaimana gambaran pola asuh orang tua kepada anak usia sekolah
dasar dengan retardasi mental di SD N LB Semarang?
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dan hal-hal
khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi maka konsep tidak dapat
langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati atau diukur melalui
konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variabel. Variabel adalah simbol
atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep. Variabel adalah
sesuatu yang bervariasi.
Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pola asuh orang
tua pada anak dengan retardasi mental di SD LB Negeri semarang
Skema 3.1
Kerangka Konsep
B. Jenis dan rancangan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimen. Desain
yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi
mengenai fenomena atau seperangkat peristiwa atau kondisi populasi saat itu, baik
Pola asuh orang tua kepada anak dengan retardasi
mental
23
yang berupa faktor resiko, efek atau hasil.(24,25) Metode penelitian ini
membuat gambaran suatu keadaan secara objektif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode survey,
merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan terhadap sekumpulan obyek
yang biasanya cukup banyak dalam jangka waktu tetentu.(26) Metode ini
mengumpulkan informasi dari tindakan seseorang, pengetahuan, kemauan,
pendapat, perilaku, nilai. Metode yang digunakan dalam pengumpulan survei
salah satunya yaitu dengan penyebaran kuesioner.(27)
C. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.(28)
Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti.(29)
Populasi dalam
penelitian ini adalah orang tua murid yang anaknya mengalami retardasi mental
kelas 1-6 di SD LB N Semarang.
D. Sampel Penelitian
Sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan
kemampuan mewakili.(27) Teknik sampling adalah teknik yang digunakan untuk
mengambil sampel dalam populasi.(27) Teknik sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah consecutive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti.(27)
Untuk menentukan
jumlah sampel penelitian adalah dengan menggunakan rumus metode penelitian
deskriptif.(27) :
24
Keterangan :
n : Besar sampel
N: Besar populasi
d : Tingkat kepercayaan yang diinginkan
n = 108,02 = 108 orang n’= = 120 orang
Jadi besar sampel minimal setelah dihitung dengan rumus metode
penelitian deskriptif adalah sebesar 108 orang. Jumlah sampel untuk antisipasi
drop out ditambah sebesar 10% dari jumlah sampel minimal sehingga didapatkan
hasil besar sampel dari populasi 148dengan signifikasi kesalahan 5% + drop out
menjadi 120 orang.
25
E. Kriteria sampel
Supaya hasil penelitian ini mencapai tujuan, maka penentuan sampel yang
dikehendaki harus sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti.
Penentuan sampel dilakukan dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum dari subjek penelitian dalam
suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.(28)
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
Ibu dengan anak retaradasi mental dan sebagai pengasuh utama di SD LB N
Semarang.
Bisa membaca dan menulis
Kriteria eksklusi merupakan kriteria untuk menghilangkan atau mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.(28)
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
Orang tua yang sakit saat penelitian
F. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD LB N Semarang. Waktu penelitian
dilakukan setelah mendapat ijin dari tempat yang dituju untuk penelitian. Proses
penelitian ini dilakukan bulan November 2016.
G. Variabel penelitian, Definisi Operasional dan Skala pengukuran
1. Variabel Penelitian
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki anggota
26
lain. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pola
asuh Ibu kepada anak usia sekolah dasar dengan retardasi mental.(31)
2. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel,
sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.(31)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
1
2
Pola asuh ibu
Tingkat
Pendidikan
Upaya
dalam
merawat,
mengasuh,
dan
mendidik
anak sesuai
tingkatan
usia,
pendidikan
dan
pekerjaan
orang tua
Jenjang
sekolah
formal
terakhir
yang
ditempuh
sampai
responden
tamat/lulus
Kuisoner pola
asuh dalam
bentuk multiple
choice (a,b,c)
yang mewakili
pernyataan jenis
pola asuh
manakah yang
diterapkan ibu
apakah pola
asuh otoritatif,
otoriter dan
permisif dengan
total 29
pertanyaan.
Kuesioner
karakteristik
demografi
Pengkategorian pola asuh:
(30)
Hasil terdistribusi normal
dengan nilai 1,425 (nilai
maximum : 87 dan nilai
minimum : 78), nilai mean
83,38 :
1. Pola asuh permisif :
Skor <82
2. Pola asuh Otoriter :
skor 85> x >82
3. Pola asuh otoritatif :
skor >85
4.
Digolonglan menjadi 7,
yaitu:
1. Tidak sekolah
2. Lulus SD
3. Lulus SMP /SLTP
4. Lulus SMA/ SLTA
5. Lulus Diploma/D3
6. Lulus S1
7. Lulus S2 atau S3
Ordinal
Ordinal
27
3
4
Usia
responden
Pekerjaan
responden
Periode
dalam tahun
berdasarkan
ulang tahun
terakhir.
Responden
berdasarkan
jenis
pekerjaan
utama saat
ini
Kuesioner
karakteristik
demografi
Kuesioner
karakteristik
demografi
Usia responden
digolongkan menjadi 5,
yaitu(35):
1. Remaja akhir (17-25)
2. Dewasa awal (26 – 35)
3. Dewasa akhir (36 – 45)
4. Lansia awal (46-55)
5. Lansia akhir (56-65)
Digolongkan menjadi 2:
1. Bekerja: PNS,
Karyawan swasta,
wiraswasta, petani,
pedagang, pekerjaan
lain)
2. Tidak Bekerja: Ibu
rumah tangga dan
Pensiunan
Ordinal
Nominal
H. Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
1. Instrumen Penelitian
Penenlitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner dan alat tulis.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan 2 kuesioner yang terdiri
dari:
a. Kuesioner I
Kuesioner I meliputi data demografi. Kuesioner ini digunakan untuk
mengetahui karakteristik responden yang mempunyai anak retardasi mental
yang terdiri dari: usia ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan.
28
b. Kuesioner II
Kuesioner II yaitu kusioner pola asuh orang tua. Kuesioner ini
digunakan untuk menentukan jenis pola asuh orang tua yang memiliki anak
retardasi mental. Kuesioner ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
mewakili pola asuh yang diterapkan oleh orang tua pada anak tunagrahita
yaitu otoritatif (demokratis), otoritarian (otoriter), dan permisif dengan
jumlah pertanyan 29 item yang dibuat oleh Supar pada tahun 2014 pada
penelitiannya tentang hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat
kemandirian anak dengan retardasi mental. Peneliti sudah mendapatkan ijin
penggunaan dari peneliti sebelumnya. Setiap 1 pertanyaan terdapat 3 pilihan
jawaban multiple choice (a,b,c) yang mewakili tipe pola asuh orang tua.
2. Uji Validitas Dan Reliabilitas
Instrumen penelitian atau kuesioner yang telah dibuat, perlu dilakukan
uji validitas dan reabilitasnya untuk mendapatkan data yang valid dan
reliabel. Instrumen yang telah valid dan reliabel dalam pengumpulan data
diharapkan mendapat data yang valid, reliabel dan objektif.
a) Uji validitas
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam
suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel.
Validitas didefinisikan sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
29
Uji Validitas kuesioner dikatakan valid jika nilai thitung > ttabel atau rhitung >
rtabel maka pertanyaan tersebut dinyatakan valid, sedangkan apabila thitung <
ttabel atau rhitung < rtabel berarti pertanyaannya tidak valid.
Hasil olah data kuesioner ini setelah dilakukan uji validitas oleh Supar(34)
pada tahun 2014 didapatkan hasil uji validitas kepada 30 responden dengan
besar rhitung 0,413-0,885, dan dari 30 item pertanyaan yang telah dibuat
oleh supar, didapatkan 29 item pertnyaan yang valid.
b) Uji reliabilitas
Reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan
konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan
konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan
disusun dalam suatu bentuk kuesioner.
Uji reliabilitas dapat dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh
butir pertanyaan untuk lebih dari satu variabel, namun sebaiknya uji
reliabilitas sebaliknya dilakukan pada masing-masing variabel pada lembar
kerja yang berbeda sehingga dapat diketahui konstruk variabel mana yang
tidak reliabel.
Adapun kriteria yang didapat dalam uji reliabilitas yang telah dilakukan
pada kuisioner yang telah dibuat pada 2014, yaitu suatu instrumen
dinyatakan reliabel dan dapat digunakan dalam penelitian jika nilai
Cronbach’s Alpha lebih ≥ konstanta (0,6). Apabila nilai Cronbach’s Alpha
< konstanta (0,6) maka instrumen tidak reliabel.(28)
30
Hasil uji reliabilitas yang diperoleh dari proses analisa data yang
dilakukan oleh Supar(34) menggunakan Cronbach’s Alpha nilai dari
kuesioner pola asuh orang tua adalah 0.952 yang artinya kuesioner ini
dinyatakan reliabel karena nilai α > 0.6.
3. Cara Pengumpulan Data
a. Peneliti mengajukan permohonan ethical clearance di Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
b. Setelah mendapat sertifikat Ethical Clearance, Peneliti mengajukan
permohonan izin ke Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro untuk melakukan penelitian di SD LB N Semarang.
c. Peneliti meminta ijin untuk mengambil data jumlah siswa SD dari kelas 1-6
di SD LB N Semarang.
d. Pengajuan ijin penelitian ke SD LB N Semarang
e. Peneliti menentukan responden dengan melihat catatan daftar siswa
retardasi mental yang sekolah di SD LB N Semarang yang sesuai kriteria
inklusi yang sudah ditentukan.
f. Peneliti meminta ijin untuk penelitian kepada SD LB N Semarang untuk
mengambil data tentang pola asuh orang tua dengan anak retardasi mental
dari kelas 1-6.
g. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan persamaan persepsi
terkait dengan materi dan prosedur pengisian kuesioner kepada asisten
penelitian yang membantu pembagian kuesioner berjumlah dua orang.
31
h. Peneliti dibantu oleh 2 orang asisten penelitian dalam menjelaskan tujuan,
manfaat, dan prosedur pengisian kuesioner dari penelitian ini dan meminta
orang tua ikut berpartisipasi dalam penelitian ini dengan menandatangani
lembar persetujuan.
i. Peneliti melakukan pengambilan data tentang pola asuh orang tua dari kelas
1-6 dengan membagikan kuesioner kepada orang tua.
j. Setelah pengisian kuesioner yang dipandu peneliti selesai dilakukan,
kuesioner dicek kembali dan apabila belum lengkap maka responden
diminta untuk melengkapinya.
I. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Data yang terkumpul diolah terlebih dahulu dengan menggunakan
bantuan komputer. Tujuannya untuk menyedarhanakan seluruh data yang
terkumpul, menyajikan data dengan susunan yang baik dan rapi. Pengolahan
data menggunakan teknik skoring.(32) Pengolahan data merupakan proses
untuk memperoleh data atau ringkasan data dari sekelompok data mentah
dengan menggunakan rumus tertentu untuk memperoleh data yang diperlikan.
Proses pengolahan data terdapat 5 tahapan, yaitu
a. Editing (memeriksa data)
Proses editing dilakukan setelah data dikumpulkan kepada peneliti dan
kemudian peneliti melakukan pengecekan terhadap kuesioner dari responden,
memastikan apakah responden telah memberikan jawaban sesuai dengan
32
jumlah pernyataan, kemudian memastikan jawaban responden relevan antara
pernyataan yang diajukan dengan jawaban yang tertulis.
b. Coding
Coding merupakan suatu proses pemberian tanda atau kode pada setiap
jawaban dengan menggunakan angka pada hasil penelitian untuk memudahkan
saat proses analisa data. Pemberian kode pada penelitian ini yaitu:
1) Pemberian koding pada kuesioner data demografi
Usia orang tua:
17-25 tahun diberi kode 1
26-35 tahun diberi kode 2
36-45 tahun diberi kode 3
46-55 tahun diberi kode 4
56-65 tahun diberi kode 5
Jenis kelamin anak:
Laki-laki diberi kode 1, perempuan diberi kode 2
Pendidikan:
Tidak tamat diberi kode 1, SD diberi kode 2, SMP diberi kode 3, SMU
diberi kode 4, Akademi/PT Diploma diberi kode 5, S1 diberi kode 6, S2
atau S3 diberi kode 7.
Pekerjaan:
Bekerja (PNS, karyawan swasta, wiraswasta, petani, pedagang, pekerjaan
lain) diberi kode 1, tidak bekerja (Ibu rumah dan pensiunan) diberi kode 2
33
2) Pemberian kode pada kuesioner pola asuh
Kategori pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga yaitu pola asuh otoritatif,
pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif.
Untuk jawaban nomor 1-29
a) Pernyataan pola asuh permisif diberi kode 1
b) Pernyataan pola asuh otoriter diberi kode 2
c) Pernyataan pola asuh otoritatif diberi kode 3
c. Tabulating
Tabulating adalah hasil dari kuesioner dimasukan ke dalam suatu tabel
sesuai dengan jenis pertanyaannya, untuk mengetahui jumlah jawaban pada
setiap kategori pertanyaan.
d. Entry
Entri data jawaban yang sudah diberi kode katagori kemudian
dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Memasukkan
data melalui pengolahan di komputer
e. Cleaning
Melakkan pengecekan kembali data yang sudah di entry, apakah sudah
benar atau belum. Peneliti memeriksa kembali data yang sudah di entry dan
mengoreksi data bila ditemukan penomoran yang salah atau ada huruf-huruf
yang kurang jelas.
34
2. Analisa Data
Analis data dalam penelitian ini yaitu Analisa univariat bertujuan untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian.
Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya.. Pada umumnya dalam
analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari setiap
variable.(33)
Distribusi frekuensi terdiri atas pola asuh orang tua (pola asuh otoritatif,
pola asuh otoriter, dan pola asuh permisif), dan karakteristik responden ( usia
bapak/ibu, jenis kelamin anak, pendidikan, dan pekerjaan) yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
J. Etika Penelitian
Penelitin ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan (KEPK) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan RSUP dr
Kariadi Semarang dengan nomer surat 1.005/EC/FK-RSDK/XI/2016.
memperhatikan beberapa aspek etika penelitian dalam keperawatan, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Informed consent
Peneliti memberikan lembar informed consent sebelum pengambilan data
dilakukan. Tujuan informed consent yaitu supaya subjek penelitian mengerti
maksud dan tujuan penelitian. Bila responden tidak bersedia, maka peneliti
harus menghormati hak responden.(32)
35
2. Anonimity (tanpa nama)
Peneliti memberikan jaminan kepada responden dengan tidak
mencantumkan nama responden secara terang pada lembar alat ukur dan hanya
mencantumkan kode tertentu pada lembar pengumpulan data.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan
dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dengan cara data disajikan dalam bentuk
pdf dan dilindungi dengan kode sehingga hanya peneliti yang bisa melihat hasil
penelitiannya.(26)
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan tanggal 30 November- 1 Desember 2016 di SD
LB Negeri Semarang. Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari siswa kelas
1-6 yang mengalami retardasi mental yang berjumlah 120 orang dan memenuhi
kriteria inklusi peneliti. Data diperoleh dengan cara peneliti menyebarkan
kuesioner kepada ibu siswa di SD LB Negeri Semarang dan ada yang dilakukan di
rumah responden.
A. Karakteristik demografi responden
1. Usia
Tabel 4.1.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ibu Anak Retardasi
Mental Kelas 1-6 Di SD LB Negeri Semarang, Bulan November Tahun
2016 (n=120
Usia Ibu Frekuensi Persentase
Remaja akhir (17-25 Tahun)
Dewasa awal (26-35 Tahun)
Dewasa akhir (36-45 Tahun)
20
89
11
16,7%
74,2%
9,2%
Total 120 100 %
Tabel 4.1. menunjukan bahwa mayoritas usia ibu murid adalah 26-
35 tahun (74,2%)
37
2. Pendidikan
Tabel 4.2.
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu Anak Retardasi Mental Kelas 1-6 Di
SD LB Negeri Semarang, Bulan November Tahun 2016 (n=120)
Pendikan Frekuensi Persentase
SMP
SMU
Akademik / D3
S1
27
79
6
8
22,5%
65,8%
5,0%
6,7%
Total 120 100%
Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar pendidikan ibu
murid paling bayak yaitu SMU (65,8%) dan tidak ada yang tidak tamat
sekolah.
3. Pekerjaan
Tabel 4.3.
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Anak Retardasi Mental Kelas 1-6 Di
SD LB Negeri Semarang, Bulan November Tahun 2016 (n=120)
Pekerjaan Frekuensi Persentase
Bekerja
Tidak Bekerja
95
25
79,2%
20,8%
Total 120 100%
Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar ibu murid memiliki
status pekerjaan, presentasenya adalah (79,2%).
38
B. Pola asuh ibu
Tabel 4.4.
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Yang Diterapkan Oleh Ibu Anak Retarasi
Mental Kelas 1-6 Di SD LB Negeri Semarang, Bulan Novsember Tahun 2016
(n=120)
Pola asuh Frekuensi Persentase
Pola asuh otoritatif
Pola asuh otoriter
Pola asuh Permisif
54
38
28
45,0%
31,7%
23,3%
Total 120 100%
Dari Tabel 4.4 hasil distribusi frekuensi jawaban responden per item
diatas dapat disimpulkan bahwa mayoritas ibu menerapkan pola asuh
otoritatif.
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi pernyataan responden mengenai pola asuh pada anak
usia sekolah dasar dengan retardasi mental di SD LB Negeri Semarang.
Bulan November 2016 (n=120)
Pernyataan Membiarkan Memarahi Menasehati
Personal Sosial dan Kemandirian
Ketika anak tidak mau mandi 4 (3,3%) 24 (2%) 92 (76,7%)
Ketika anak tidak mau sikat gigi 2 (1,7%) 13 (10,8%) 105 (87,5%)
Ketika anak mengompol 2 (1,7%) 16 (13,3%) 102 (85%)
Ketika rambut anak berantakan 5 (4,2%) 12 (10%) 103 (85,8%)
Ketika anak ditemani BAB 1 (0,8%) 12 (10%) 107 (89,2%)
Ketika anak tidak mau makan sendiri 1 (0,8%) 14 (11,7%) 105 (87,5%)
Ketika anak tidak mau minum sendiri 1 (0,8%) 12 (10%) 107 (89,2%)
Ketika anak makan berantakan 1 (0,8%) 14 (11,7%) 105 (87,5%)
Ketika anak makan tidak dihabiskan 1 (0,8%) 15 (12,5%) 104 (86,7%)
Ketika kamar anak berantakan 5 (4,2%) 4 (3,3%) 111 (92,5%)
Ketika mainan anak berantakan 6 (5%) 10 (8,3%) 104 (86,7%)
Ketika anak tidak bisa menyapu lantai 1 (0,8%) 5 (4,2%) 114 (95%)
Ketika anak bertengkar dengan
temannya
1 (0,8%) 8 (6,7%) 111 (92,5%)
Bicara dan Bahasa
Ketika anak berkata kotor 4 (3,3%) 10 (8,3%) 106 (88,3%)
39
Pernyataan Memberi
hadiah
Membiarkan Memuji
Personal Sosial dan Kemandirian
Ketika anak mampu pulang sendiri 2 (1,7%) 3 (2,5%) 115 (95,8%)
Ketika anak mampu membantu
menyediakan makanan bagi anggota
keluarga lain
1 (0,8%) 12 (10%) 107 (89,2%)
Ketika anak mampu berpergian ke
tempat umum sendiri
9 (7,5%) 5 (4,2%) 106 (88,3%)
Ketika anak mampu pergi ke warung
terdekat
7 (5,8%) 10 (8,3%) 103 (85,8)
Bicara dan Bahasa
Ketika anak dapat membaca 2 (1,7%) 2 (1,7%) 116 (96,7%)
Motorik Halus
Ketika anak dapat menulis 1 (0,8%) 1 (0,8%) 118 (98,3%)
Ketika anak mampu memegang alat
makan sendiri
2 (1,7%) 12 (10%) 106 (88,3%)
Pernyataan Memakaikan Memarahi Mengajari
Personal Sosial dan Kemandirian
Ketika anak tidak mampu memakai
baju
3 (2,5%) 5 (4,2%) 112 (93,3%)
Ketika anak tidak bisa mengancing
baju
3 (2,5%) 1 (0,8%) 116 (96,7%)
Ketika anak tidak bisa memakai celana
sendiri
4 (3,3%) 5 (4,2%) 111 (92,5%)
Ketika anak tidak bisa memakai sepatu 3 (2,5%) 1 (0,8%) 116 (96,7%)
Ketika anak tidak bisa melepaskan
pakaiannya sendiri
3 (2,5%) 19 (15,8%) 98 (81,7%)
Ketika anak tidak bisa mencuci piring 1 (0,8%) 9 (7,5%) 110 (91,7%)
Bicara dan Bahasa
Ketika anak kesusahan
mengungkapkan kata – kata
1 (0,8%) 9 (7,5%) 110 (91,7%)
Ketika anak salah menyebutkan kata 3 (2,5%) 10 (8,3%) 107 (89,2%)
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa berdasarkan pernyataan yang telah
dijawab oleh ibu yang menerapkan pola asuh otoritatif kepada anak dapat
dilihat pada pernyataan yang masuk pada kelompok aspek perkembangan
personal sosial dan kemandirian, yaitu ketika anak tidak bisa memakai sepatu
sendiri, ibu mengajari cara memakai sepatu sebanyak 116 (96,7%).
40
Adapun pernyataan dimana ibu menerapkan pola asuh otoriter
pada pernyataan ketika anak tidak bisa melepaskan pakaiannya sendiri, ada
19 (15,8%) ibu memarahi anak. Hasil jawaban lain menunjukkan ibu
menerapkan pola asuh permisif yaitu pada item pernyataan ketika mainan
anak berantakan, ibu yang membiarkannya sebanyak 6 (5%).
Dari hasil distribusi frekuensi jawaban responden per item diatas
dapat disimpulkan bahwa mayoritas ibu menerapkan pola asuh otoritatif,
namun ada bebeerapa ibu yang menerapkan pola asuh lain (pola asuh permisif
dan otoriter) pada item- item pernyataan tertentu.
41
BAB V
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas orang tua
(responden) berada pada rentang usia 26-35 tahun yang merupakan
masa dewasa awal. Fase dewasa awal merupakan tahap awal dalam
membangun sebuah keluarga, masa produktif untuk bekerja dan
hubungan sosial yang luas.(15) Masa dewasa awal ini biasanya individu
mulai matang dalam berfikir dan bersikap. (36)
Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa
mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan
pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis.(36) Sikap yang
mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus
dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga
yang baru. Belajar mengasuh anak-anak. (45)
Adapun tugas perkembangan dewasa awal setelah menikah,
mereka akan saling menerima dan memahami pasangan masing-masing,
saling menerima kekurangan dan saling membantu membangun rumah
tangga. Terkadang terdapat permasalahan yang tidak bisa diselesaikan,
sehingga berakibat pada perceraian. Ini terjadi pada beberapa orang tua
usia dewasa awal yang belum memiliki kesiapan atau ketidak dewasaan
42
dalam menanggapi masalah yang dihadapi bersama.(45)
Pada tugas perkembangan masa dewasa awal setelah berumah
tangga, seseorang akan berusaha mengelolah rumah tangganya, dia akan
berusaha membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah
tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup.
Pada dewasa awal mereka akan menyesuaikan diri dan bekerja sama
dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga dapat melahirkan,
membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga.
Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua
ataupun saudara-saudaranya yang lain.(45)
2. Pendidikan Terakhir Responden
Mayoritas pendidikan orang tua adalah SMU(65,8%). Orang tua
dengan pendidikan terakhir SMU secara teori sudah memiliki pergaulan dan
tingkat pendidikan yang cukup baik.(38) Latar belakang pendidikan orang
tua dapat mempengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun non
formal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua
kepada anaknya. (46) Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan
yang baik cenderung mempunyai peranan yang baik dalam pengasuhan anak
karena dengan keterlibatan aktif dalam upaya mendidik anaknya.(24)
Pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar anak menjadi
dewasa.(46) Pendidikan dan pengalaman orang tua juga mempengaruhi
kesiapan orang tua dalam merawat anaknya, sehingga semakin tinggi
43
pendidikan semakin bertambah pengetahuannya, karena pengatahuan didapat
salah satunya dari pendidikan terakhir yang telah ditempuh.(44)
3. Pekerjaan Responden
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data 79,2% ibu yang
bekerja, dan 20,8% Ibu yang tidak bekerja. Biasanya dalam keluarga
jika ibu ikut serta mencari nafkah untuk membantu perkonomian
keluarga terdapat kesepakatan dengan suami, seperti penelitian yang
sudah dilakukan adi wibowo dalam penelitian tentang pengasuhan ibu
bekerja. ibu membuat kesepakatan dengan suami untuk saling berbagi
tugas tanpa mengabaikan pekerjaan. Sehingga meskipun disibukkan
dengan pekerjaan tetap tidak mengabaikan aktivitas pengasuhan yang
menjadi prioritas utama. (47)
Pekerjaan dianggap sebagai mata pencaharian bagi setiap
individu, maka bila orang tua merasa sukses dalam suatu
pekerjaannya ia akan menunjukkan reinforcement (penguat) yang
baik, salah satunya ditunjukkan dalam penerapan pola asuh, misalnya
dengan memberikan keleluasaan penuh kepada anak.(43) Sebaliknya,
bila orang tua merasa tidak sukses dalam pekerjaannya biasanya akan
menunjukkan reinforcement yang kurang baik pula diantaranya
dengan menunjukkan sikap yang sewenang-wenang kepada anak.(14)
Adapun orang tua dengan status ekonomi yang tinggi lebih cenderung
memanjakan anaknya.(39) Sebaliknya dengan orang tua yang merasa
tidak sukses dalam pekerjaannya maka orang tua cenderung berbuat
44
sewenang-wenang. (39) Ibu bekerja juga dapat memberikan rasa aman
dan kasih sayang terhadap anak. Sejalan dengan hal tersebut, ibu memiliki
harapan dan tindakan yang sesuai untuk mendidik anak hingga mereka
dapat mencapai cita-cita yang diinginkan.(47)
Pada orang tua dengan anak berkebutuhan khusus tentu akan
melakukan beberapa penyesuaian, dikarenakan orang tua dengan anak
berkebutuhan khusus akan mengalami krisis psikologi dan krisis
kesejahteraan hidup. Untuk penyesuaian dengan adanya krisis
kesejahteraan hidup salah satunya adalah keikut sertaan ibu membantu
suami dalam mencari nafkah(48). Pada penyesuaian krisis psikologi orang
tua juga membutuhkan penyesuaian. Melakukan pekerjaan dan melakukan
aktifitas akan menjadikan active coping, dan akan mengurangi stres,
Seperti penelitian yang telah dilakukan Rini mengenai hubungan antara
active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak
retardasi mental, disebutkan bahwa orang tua yang mempunyai anak
retardasi mental akan mengalami stres. Oleh karena itu dibutuhkan active
coping untuk mengurangi stres yang dialami orang tua. (49)
45
B. Pola Asuh Orang Tua
Hasil penelitian menunjukkan ibu yang menerapkan pola asuh
otoritatif terhadap anaknya sebanyak 45% responden, yang menerapkan
pola asuh otoriter terhadap anaknya sebanyak 31,7% responden dan
sebanyak 23,3% responden menerapkan pola asuh permisif kepada
anaknya. Hal tersebut dibuktikan dengan jawaban ibu pada kuisioner yang
telah dibagikan.
Sebanyak 31,7% responden menerapkan pola asuh otoriter, dapat
dilihat dari hasil pengisian kuesioner bahwa ibu cenderung memarahi
ketika anak berbuat salah dan mengangap anak bisa melakukan sendiri
setiap aktifitasnya. Adapun pernyataan dimana ibu menerapkan pola
asuh otoriter atau cenderug memarahi anak, yaitu pada item pernyataan
ketika anak mengompol, ada 16 (13,3%) ibu yang memarahi anaknya.
Pada pernyataan ketika anak mampu membantu menyediakan makanan
bagi anggota keluarga lain, orang tua mebiarkan saja tanpa melakukan
pujian atau memberinya hadiah sebanyak 12 (10%), dan pada pernyataan
ketika anak tidak bisa melepaskan pakaiannya sendiri, ada 19 (15,8%) ibu
memarahi anak. Dari pernyataan diatas juga dapat disimpulkan tingginya
presentase orang tua bersikap tegas dan cenderung memarahi pada 3
pernyataan dalam aspek perkembangan personal sosial dan kemandirian
anak,
46
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh wijayaningrum
mengenai pola asuh ibu dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus,
pola asuh otoriter hanya mendapat prosentase 3,2 %.(14) Pada penelitian
ini presentase pola asuh otoriter pada anak dengan retardasi mental
terbilang tinggi yaitu mencapai 31,7 %. Hal ini bisa disebabkan karena
stress orang tua, stress yang dialami oleh ayah atau ibu atau oleh keduanya
akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan peran
pengasuhan.(22) Terutama dalam kaitannya dengan strategi koping yang
dimiliki dalam menghadapi permasahan anak.(22) Meskipun demikian,
kondisi anak juga dapat menyebabkan stress pada orang tua, misalnya
anak dengan temperamen yang sulit atau anak dengan masalah
keterbelakangan mental. (24)
Pada penelitian yang telah dilakukan Rini mengenai hubungan
antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu yang memiliki
anak retardasi mental, Semakin tinggi active coping maka stres
pengasuhan ibu yang memiliki anak retardasi mental akan semakin rendah,
sebaliknya semakin rendah active coping maka stres pengasuhan ibu yang
memiliki anak retardasi mental akan semakin tinggi.(49)
Pola asuh otoriter merupakan gaya pengasuhan yang membatasi
dan menghukum, dimana orang tua mendesak atau memaksa anak untuk
menuruti aturan orang tua.(22) Orang tua cenderung tidak memberikan
kesempatan anak untuk berargumen atau berdebat dengan orang tua.
Orang tua lebih meberikan aturan yang ketat kepada anaknya, sehingga
47
ketika anak berbuat salah langsung memarahi anak.(23) orang tua
menghukum secara paksa ketika anak tidak sesuai dengan aturan orang
tua. Hukuman tidak harus berupa hukuman fisik tetapi mungkin bisa
berupa penarikan diri dari kasih sayang ataupun penghargaan. Penerapan
pola asuh ini akan berdampak pada anak mereka yang cenderung menjadi
sensitif, pemalu,menyadari diri sendiri, cepat lelah, tunduk, sopan, jujur
dan dapat diandalkan tetapi mudah dikontrol.(24)
Pada penelitian ini juga di dapatkan hasil 23,3% orang tua pada
penelitian ini menerapkan pola asuh permisif. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan banyaknya ibu yang menyatakan, ketika mainan anak
berantakan, ibu yang membiarkannya sebanyak 6 (5%). Pada pernyataan
ketika anak mampu berpergian ke tempat umum sendiri, ibu yang
memanjakannya anak dengan memberikan hadiah sebanyak 9 (7,5%), pada
pernyataan ketika anak tidak bisa memakai celana sendiri, ada 4 (3,3%)
ibu yang memanjakan anak dengan memakaikannya. Pada ketiga
pernyataan diatas juga masuk pada aspek perkembangan personal sosial
dan kemandirian anak, seharusnya orang tua lebih demokratis dalam
menerapkan pola asuh. Karena pola asuh demokratis dapat meningkatnak
kemandirian anak. (34)
Pola asuh permisif yaitu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat
terlibat dengan anak, namun sedikit sekali menuntut atau mengendalikan
anak. (23) Orang tua dengan pola asuh permisif lebih memanjakan
anaknya serta cenderung menuruti kemauan anak. Orang tua lebih
48
memberlakukan kebebasan dalam bertindak, kurang bisa mendisiplinkan
anak, serta tidak memberikan alasan-alasan atau aturan - aturan mengapa
anak tersebut boleh atau tidak melakukan sesuatu, sehingga anak tidak bisa
bertanggung jawab dan tidak menghormati dan secara umum tidak
mematuhi aturan karena orang tua tidak menjadi role model bagi anak.(24)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Teviana dan Yusiana bahwa orang
tua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung tingkat kreatifitas anak
rendah karena anak akan menjadi cenderug nakal, manja, lemah dan
tergantung pada orang lain.(43)
Ibu yang menerapkan pola asuh otoritatif kepada anak dapat dilihat
dari pernyataan ketika anak bertengkar dengan temannya, ibu yang
menasehati anaknya sebanyak 111 (92,5%). Pada pernyataan ketika anak
dapat menulis ibu yang memuji anaknya sebanyak 118 (98,3%), dan pada
pernyataan ketika anak tidak bisa memakai sepatu sendiri, ibu mengajari
cara memakai sepatu sebanyak 116 (96,7%).
Ada 2 pernyataan yang masuk dalam aspek perkembangan personal
sosial dan kemandirian yaitu ketika anak bertengkar dengan temannya dan
ketika anak tidak dapat memakai sepatu. Pola asuh otoritatif sangat tepat
diterapkan, karena pola asuh otoritatif dapan meningkatkan hubungan
sosial. (16) Pada satu pernyataan diatas masuk pada aspek perkembangan
motorik halus, pola asuh otoritatif juga dapat meningkatkan emotional
quotient (eq). (17)
49
Pada pola asuh otoritatif orang tua lebih menggabungkan antara
pola asuh otoriter dan permisif, karena orang tua tidak memberikan aturan
yang mutlak kepada anak yang harus dipenuhi tetapi tetap memperhatikan
kontrol yang kuat kepada anaknya. Orang tua lebih mengarahan anaknya,
mendengarkan alasan dan pikiran anak. (24) Pada penelitian yang telah
dilakukan oleh farid mengenai pola asuh orang tua terhadap anak
bekebutuhan khusus di dapatkan hasil presentase tertinggi adalah pola
asuh otoritatif. Karena pola asuh otoritatif memberikan efek yang baik
untuk tumbuh kembang anak, juga berhubungan dengan tingkat
kemandirian anak.(44)
Pola asuh otoritatif ini lebih menekankan rasio dan pemikiran yang
diharapkan anak lebih saling memahami. Orang tua dan anak saling
menghormati setiap pendapat perbedaan ataupun menyuarakan
keberatannya terhadap standar atau peraturan keluarga. Standar realistis
orang tua dan harapan yang masuk akal akan membuat anak mempunyai
harga diri yang lebih tinggi, dan sangat interaktif dengan orang lain. (24)
Seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh supar tentang skripsinya
mengenai hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat kemandirian
anak, didapatkan hasil presentase tertinggi adalah pola asuh otoritatif
dengan presentase 80,3% dengan banyaknya orang tua yang menerapkan
pola asuh otoritatif tingkat kemandirian anak juga lebih tinggi, yang
presentase tingkat kemandirian anak adalah 52,5. (34) Pada penelitian
supar juga menyimpulkan terdapat hubungan antara pola asuh orang tua
50
dengan tingkat kemandirian anak dengan retardasi mental sedang.(34)
Hasil penelitian ini dipengaruhi juga oleh tingkat pendidikan
orang tua. Penelitian Galih menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat kuat antara tingkat pendidikan orang tua dengan pola asuh anak.
Orang tua dengan tingkat pendidikan yang rendah lebih memilih tipe
pola asuh otoriter untuk diterapkan kepada anak, sedangkan orang tua
dengan tingkat pendidikan yang tinggi lebih memilih tipe pola asuh
demokratis atau ororitatif.(37)
Penelitian Kharmina juga menyebutkan bahwa terdapat hasil yang
positif dan signifikan pada tingkat pendidikan orang tua terhadap pola
asuh pada anak. Tingkat pendidikan yang baik pada orang tua akan
menghasilkan pola asuh yang lebih baik pula terhadap anak, dan prosentase
tertinggi pola asuh yang sangat baik ada pada orang tua dengan pendidikan
terakhir SMU.(37)
Selain tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua juga
berpengaruh pada pola asuh kepada anaknya, namun hasil penelitian Putra
menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan pola asuh antara ibu bekerja
dan ibu yang tidak bekerja pada pertumbuhan anak.(41) Berdasarkan
hasil penelitian Ahsan didapatkan data bahwa pola asuh orang tua (ibu)
yang bekerja sebanyak 75% termasuk dalam pola asuh baik, Penelitian ini
dilakukan pada responden yang 55% memiliki 2 anak. Orang tua yang
mempunyai 2 anak termasuk orang tua yang ideal, karena bisa
memikirkan tingkat perekonomian yang semakin sulit, sebagian besar
51
orang tua memprogramkan cukup memiliki 2 anak. Harapannya supaya
tidak ada masalah tumbuh kembang pada anak mereka.(43) Penelitian
Purba menunjukkan bahwa ibu yang bekerja cenderung lebih
demokratis, sedangkan ibu yang tidak bekerja cenderung lebih otoriter
dan permisif daripada ibu yang bekerja.(42)
Keseimbangan yang tepat antara kendali dan otonomi, akan
memberikan anak kesempatan untuk membentuk kemandirian. Orang tua
yang otoritatif cenderung melibatkan anak dalam kegiatan memberi dan
menerima secara verbal dan memperbolehkan anak mengutarakan
pandangan mereka.(22) Adanya diskusi dalam keluarga membantu anak
memahami hubungan sosial dan apa yang dibutuhkan untuk menjadi
orang yang kompeten secara sosial. Kehangatan dan keterlibatan orang tua
yang diberikan oleh orang tua yang otoritatif membuat anak lebih bisa
menerima pengaruh orang tua.(23)
52
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Gambaran Pola Asuh Ibu
pada Anak Usia Sekolah Dasar dengan Retardasi Mental di SD LB Negeri
Semarang”, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Usia responden mayoritas ada pada rentang usia 26-35 tahun
yaitu sebanyak 74,2% responden.
2. Pendidikan terakhir yang ditempuh responden yaitu mayoritas
berpendidikan terakhir SMU sebanyak 65,8 % responden.
3. Status pekerjaan responden yaitu bekerja sebanyak 79,2%
responden.
4. Mayoritas responden (orang tua) dalam penelitian ini menerapkan
pola asuh otoritatif terhadap anak.
53
B. Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas orang tua
menerapkan pola asuh otoritatif. Tetapi ada beberapa orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter dan permisif. Saran yang dapat diberikan
oleh peneliti adalah sebagai berikut :
1. Orang Tua
Bagi ibu yang masih menerapkan pola asuh otoriter dan
permisif sebaiknya mulai belajar mengganti pola
pengasuhannya dengan pola asuh otoritatif. Ibu dengan pola
asuh otoritatif membuat proses tumbuh kembang anak
khususnya dengan retardasi mental akan jauh lebih baik.
Adapun dampak pada anak dari pola asuh otoritatif jauh lebih
banyak dampak positifnya, Seperti anak menjadi lebih mandiri
dan kreatif, Karena sebenarnya pola asuh otoritatif adalah
perpaduan dari pola asuh otoriter dan permisif
2. Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil dari penelitian ini di harapkan bisa menjadi acuan
data dalam melakukan sosialisasi atau pendidikan kesehatan
terkait dengan pola asuh. Khususnya pada anak dengan
retardasi mental.
54
3. Peneliti Selanjutnya
Saran peneliti untuk peneliti yang lain adalah hasil
penelitian ini bisa di buat untuk acuan dalam melakukan
penelitian. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
sehingga gambaran pola asuh disajikan dalam bentuk
pernyataan yang ada di dalam kuesioner. Peneliti yang lain bisa
menggunakan metode yang lain seperti melakuan wawancara
langsung kepada responden untuk penelitian, dengan
menggunakan metode tersebut mungkin bisa lebih baik lagi
dalam menggambarkan pola asuh orang tua kepada anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tassé MJ, Thomson, JR, Mclaughin C. Practice guidelines in working
with individuals who have developmental disabilities. Concord, NC: PBH.
2006
2. Soedjatmiko, Kadim M, Madiyono B, Said M. Behavior and emotional
problem in children with mental retardation. Paediatrica Indonesiana
;44:5-6. 2004
3. Koirala, NR, Kumar A, Dhas, Bhagat SK. The prevalence of mental
retardation by gender, age, and age of diagnosis at Nobel Medical College,
Biratnagar. Journal of Nobel Medical College;1:77-81. 2012
4. Tang KM, Chen TY, Lau VW, Wu MM. Clinical profile of young children
with mental retardation and developmental delay in hong kong. Hong
Kong Med J;14(2):97-102. 2008
5. Kumar SG, Das A, Kotian MS. Prevalence and pattern of mental disability
using Indian disability evaluation assessment scale in a rural community of
Karnataka. Indian J Psychiatry. 2008 Jan-Mar; 50(1): 21-23. 2008
6. Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah. Data penyandang masalah
kesejahteraan sosial 2010. Diunduh pada tanggal 24 Mei 2016 di
www.jatengprov.go.id
7. TKPK Povinsi Jawa Tengah. Series wilayah menurut indicator
kesejahteraan sosial: cacat mental retardasi (Tuna Grahita) [Online].
Diakses pada tanggal 24 Mei 2016 di http://tkpkjateng.com
8. Sunaryo. Psikologi untuk keperawatan. Hal. 185. Jakarta: EGC. 2004
9. Rosnawati A. Pendidikan anak berkebutuhan khusus tunagrahita. Jakarta:
Luxima. 2013
10. Emck C, Bosscher R, Beek P, Doreleijers T. Gross motor perfomance
and self perceived moto competence ini children with emotional,
behavioral and pervasive developmental disorder. A revie. Developmental
Medicine & Child Neurology, 51 :501-527.2009
11. Muttaqin A. Buku ajar keperawatan klien dengan gangguan system
persarafan. Jakarta: Salemba Medika. 2008
12. Sularyo TS, Kadim M. Retardasi mental. Seri Pediatri; 2(3):170-7;2000
13. Tandry N. Menganal tahap tumbuh kembang anak & permasalahannya.
Jakarta: Libri. 2011
14. Wijayaningrum NB. Gambaran pola asuh orang tua pada anak usia
prasekolah di tk melati putih banyumanik. PSIK FK UNDIP. 2013
15. Ika FA, Latifah L, Husdayani DN. Hubungan tipe pola asuh orang tua
dengan emotional quotient (eq) pada anak usia prasekolah (3-5 tahun) di tk
islam al-fattah sumampir purwokerto utara. Jurnal Keperawatan
Soederman;5(1). 2010
16. Suriyani S. Hubungan pola asuh orang tua terhadap tingkat prestasi anak
retardasi mental ringan di sekolah luar biasa c (slb-c) Sumber Dharma
Malang. 2011 di akses tanggal 9 desember 2013
17. Wahyuni S, Mato R. Hubungan pola asuh orang tua terhadap
perkembangan sosial anak retardasi mental di slb (c) ypplb Cendrawasih
Makasar. 2012;1(C); 1-9
18. Siti S. Retardasi mental. Fakultas kedokteran gigi Universitas Sumatera
utara medan.2010. http://www.google.com
19. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson.
Vol. 1. Ed. 15. Jakarta: EGC; 1999
20. Bimo W. Bimbingan konseling (Studi dan karir). Yogyakarta: Andi; 2010
21. Gunarso YSY. Azas psikologi keluarga idaman. hlm 44.Jakarta; BPR
Gunung Mulia; 2000
22. Supartini Y. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC;
2004
23. Santrock W. Life-span Development: Perkembangan masa hidup. Edisi 5.
Volume 1. Jakarta: Erlangga; 2002
24. Wong DL, Eaton, MH, Wilson, D, Winkelstein, ML, Schwartz, P. Buku
ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC; 2009
25. Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta:
Sagung Seto. 2002
26. Hidayat AA. Riset keperawatan dan teknik penulisan Ilmiah Ed. 2. Jakarta
: Salemba Medika. 2007
27. Setiadi. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
2007
28. Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian Ilmu
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.2008
29. Wasis. Pedoman riset praktis untuk profesi keperawatan. Jakarta: EGC.
2008
30. Riwidikdo H. Statistika kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendekia. 2008
31. Thoha T. Kapita selekta pendidikan islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
1997
32. Arikunto S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta : PT
Asdi Mahasatya. 2006
33. Notoatmojo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka. 2010
34. Supar. Hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian
pada anak retardasi mental sedang kelas 1-6 di SLB Yayasan Pendidikan
Anak Cacat (YPAC) Semarang. 2014
35. DEPKES RI. Kategori umur. 2009. Diunduh pada tanggal 24 April 2013
di www.scribd.com
36. Potter AG, Perry AG, Patricia A. Buku ajar fundamental keperawatan
.Vol. 1. Ed. 4. Alih Bahasa : Yasmin Asih dkk. Jakarta: EGC. 2005.
37. Galih J. Pengaruh tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh anak
pada masyarakat Desa Capurejo Kecamatan Boja Kabupaten Kendal. 2009.
38. Kharmina N. Hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan
orientasi pola asuh anak di Desa Losari Kidul Kecamatan Losari
Kabupaten Brebes. Undergraduate thesis. Universitas Semarang. 2011.
39. Hanif. Perbedaan tingkat agresivitas pada Siswa SMU Muhammadiyah I
Yogyakarta berdasarkan pada pola asuh dan jenis pekerjaan orang tua.
Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 6. No. 2. 2009.
40. Putra HP. Perbedaan pola asuh Ibu bekerja dan Ibu tidak bekerja dalam
pencapaian tumbuh kembang anak usia 4-6 Tahun di TK Al-Azhar
Yogyakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. 2007.
41. Purba HI. Perbedaan pola asuh anak oleh ibu yang bekerja dan ibu yang
tidak bekerja pada Suku Jawa di Desa Kedai Damar Kecamatan Tebing
Tinggi. 2011. Diakses tanggal 5 Juni 2013.
42. Teviana F, Yusiana, MA. Pola asuh orang tua terhadap tingkat kreatifitas
anak. Jurnal STIKES Juli 2012.
43. Ahsan A, Dian S, Adisantika A, Ayu RA. Hubungan antara pola asuh
orang tua (ibu) yang bekerja dengan tingkat kecerdasan moral anak usia
prasekolah (4-5) tahun di TK Mutiara Indonesia Kedungkandang Malang.
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. 2016.
44. Farid AFR. Pola asuh orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus
bergabung di Pusat Layanan Difabel UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2015.
45. Robert JH. Human development and education. 1953
46. Hurlock EB. Perkembangan anak (child development) jilid 2. Jakarta:
PT. Erlangga. 1997.
47. Adi W. Proses pengasuhan ibu bekerja. Jurnal UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. 2012.
48. Nurul H. Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus.
Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Gresik. 2011
49. Rini P. Hubungan antara active coping dengan stres pengasuhan pada ibu
yang memiliki anak retardasi mental. Fakultas Psikologi UII Yogyakarta.
2007
Lampiran 1 : Permohonan Ijin Pengambilan Data
Lampiran 2 : Permohonan Ijin Penggunaan Kuesioner
Lampiran 3 : Surat Balasan Ijin Penggunaan Kuesioner
Lampiran 4 : Permohonan Ijin Ethical Clearence (EC)
Lampiran 5 : Sertifikat Ethical Clearence (EC)
Lampiran 6 : Permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Balasan Ijin Penenlitian
Lampiran 8 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
Lampiran 9 : Lembar Permohonan Sebagai Responden
Kepada :
Yth. Calon Responden
Di Semarang
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang :
Nama : Hafizh Qalbi
NIM : 22020110141076
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran pola asuh ibu
pada anak usia sekolah dasar dengan retardasi mental di SD LB N
Semarang”. Penelitian ini tidak berakibat negatif pada responden dan informasi
yang diberikan akan dirahasiakan untuk kepentingan penelitian.
Apabila saudara menyetujui maka saya mohon saudara untuk bersedia
menandatangani lembar persetujuan. Peran serta saudara merupakan sumbangan
yang berarti dalam dunia ilmu pengetahuan.
Tanpa partisipasi saudara, penelitian ini tidak akan berhasil sesuai
harapan. Atas segala bantuannya kami ucapkan terimakasih.
Peneliti
(Hafizh Qalbi)
Lampiran 10 : Lembar Persetujuan Sebagai Responden
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia untuk
menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro yang bernama Hafizh
Qalbi dengan judul “Gambaran pola asuh ibu pada anak usia sekolah dasar
dengan retardasi mental di SD LB N Semarang”.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif
terhadap saya. Oleh karena itu saya bersedia menjadi responden pada penelitian
ini.
Semarang , 2016
Responden
( . . . . . . . . .. . . . . . . )
(tanpa nama)
Lampiran 11 : Lembar Kuesioner
KUESIONER
GAMBARAN POLA IBU PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR
DENGAN RETARDASI MENTAL KELAS 1-6 DI SLB NEGERI
SEMARANG
No. Responden: (Diisi oleh peneliti)
KUESIONER I
DATA DEMOGRAFI RESPONDEN
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan memberi tanda Cek ( √ ) pada jawaban
yang dianggap paling sesuai
1. Usia Bapak/Ibu : tahun
2. Usia anak : tahun
3. Jenis kelamin anak : Laki-laki Perempuan
4. Pendidikan : SD SMP SMU
Diploma Sarjana S1 Sarjana S2
Sarjana S3 Tidak tamat
5. Pekerjaan : PNS Swasta
Wiraswasta Pedagang
Ibu rumah tangga Petugas kesehatan
Guru Lain-lain sebutkan: ….
KUESIONER II
POLA ASUH ORANG TUA
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda silang ( X ) pada pilihan jawaban yang dipilih
Setiap pertanyaan hanya diisi dengan satu jawaban
Jawablah semua pertanyaan yang tersedia
Jawablah semua pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan anda.
1. Ketika anak tidak mau mandi
a. Saya menasehati untuk mandi
b. Saya membiarkan saja
c. Saya memarahi anak saya
2. Ketika anak tidak mau sikat gigi
a. Saya membiarkan saja
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya menasehati untuk sikat gigi
3. Ketika anak mengompol
a. Saya menasehati anak saya
b. Saya membiarkan, karena wajar jika anak-anak mengompol
c. Saya memarahi anak saya
4. Ketika rambut anak berantakan
a. Saya membiarkan saja
b. Saya memarahi
c. Saya menasehati agar menyisir rambutnya sendiri
5. Ketika anak minta ditemani BAB
a. Saya menasehati agar BAB sendiri
b. Saya menuruti anak saya
c. Saya mengatakan tidak
6. Ketika anak tidak mau makan sendiri
a. Saya menyuapi anak saya
b. Saya memarahi
c. Saya menasehati untuk makan sendiri
7. Ketika anak tidak mau minum sendiri
a. Saya menasehati agar minum sendiri
b. Saya meminumkan anak saya
c. Saya memarahi anak saya
8. Ketika anak makan berantakan
a. Saya membiarkan saja, karena itu wajar
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya menasehati anak saya
9. Ketika anak saya makan tidak dihabiskan
a. Saya menasehati untuk menghabiskan makanannya dengan mencoba
menyuapinya
b. Saya membiarkan saja
c. Saya memarahi anak saya
10. Ketika anak saya mampu memegang alat makan sendiri
a. Saya memberikan hadiah
b. Saya pikir itu wajar
c. Saya memuji anak saya
11. Ketika anak saya tidak bisa memakai baju
a. Saya mengajari/membimbingnya
b. Saya memakaikan baju
c. Saya memarahi anak saya
12. Ketika anak saya tidak bisa mengancingkan baju
a. Saya mengancingkan baju anak saya
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya mengajari/membimbingnya
13. Ketika anak saya tidak bisa memakai celana sendiri
a. Saya mengajari/membimbingnya
b. Saya mamakaikan celana ke anak saya
c. Saya memarahi anak saya
14. Ketika anak saya tidak bisa memakai sepatu
a. Saya memakaikan sepatu ke anak saya
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya mengajari/membimbing anak saya
15. Ketika anak saya tidak bisa melepaskan pakaiannya sendiri
a. Saya mengajarinya/membimbinganya
b. Saya melepaskan pakaian anak saya
c. Saya memarahi anak saya
16. Ketika anak saya kesusahan mengungkapkan kata-kata
a. Saya membiarkan saja
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya mengajari/membimbing anak saya
17. Ketika anak saya salah menyebutkan kata
a. Saya mengajari/membimbing anak saya
b. Saya membiarkan saja
c. Saya memarahi anak saya
18. Ketika anak saya berkata kotor
a. Saya membiarkan saja
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya menasehati anak saya untuk tidak berkata kotor
19. Ketika anak saya dapat membaca
a. Saya memuji anak saya
b. Saya memberikan hadiah
c. Saya membiarkan saja, karena itu sudah seharusnya
20. Ketika anak saya dapat menulis
a. Saya memberikan hadiah
b. Saya membiarkan saja, karena itu sudah seharusnya
c. Saya memuji anak saya
21. Ketika anak saya bertengkar dengan temannya
a. Saya menasehati anak saya
b. Saya langsung mengajak anak saya pulang
c. Saya memarahi anak saya
22. Ketika anak mampu pergi ke warung terdekat
a. Saya memberikan hadiah
b. Saya berfikir itu wajar karena sudah seharusnya
c. Saya memuji anak saya
23. Ketika anak saya mampu pulang sendiri
a. Saya memuji anak saya
b. Saya memberikan hadiah
c. Saya berfikir itu wajar karena sudah seharusnya
24. Ketika kamar anak saya berantakan
a. Saya selalu membereskan
b. Saya memarahi dan membiarkan anak saya berusaha sendiri
c. Saya menasehati untuk membereskannya
25. Ketika mainan anak saya berantakan
a. Saya menasehati untuk membereskannya
b. Saya membereskannya
c. Saya memarahi anak saya
26. Ketika anak saya tidak bisa menyapu lantai
a. Saya membiarkan saja
b. Saya memarahi anak saya
c. Saya tidak pernah menyuruh menyapu lantai karena saya tahu
keterbatasan anak saya
27. Ketika anak saya tidak bisa mencuci piring
a. Saya mengajari anak saya
b. Saya selalu mencuci piring anak saya
c. Saya memarahi anak saya
28. Ketika anak saya mampu membantu menyediakan makanan bagi anggota
keluarga yang lain
a. Saya memberikan hadiah
b. Saya berfikir itu wajar karena sudah seharusnya
c. Saya memuji anak saya
29. Ketika anak mampu bepergian ke tempat umum sendiri
a. Saya memuji anak saya
b. Saya memberikan hadiah
c. Saya berfikir itu wajar karena itu sudah seharusnya
TERIMAKASIH BANYAK ATAS PARTISIPASINYA….
Lampiran 12 : Data Demografi
Usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 17-25 20 16.7 16.7 16.7
26-35 89 74.2 74.2 90.8
36-45 11 9.2 9.2 100.0
Total 120 100.0 100.0
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid SMP 27 22.5 22.5 22.5
SMA 79 65.8 65.8 88.3
D3 6 5.0 5.0 93.3
S1 8 6.7 6.7 100.0
Total 120 100.0 100.0
Pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Bekerja 95 79.2 79.2 79.2
Tidak Bekerja 25 20.8 20.8 100.0
Total 120 100.0 100.0
Lampiran 13 : Hasil Distribusi Frekuensi Kuesioner Pola Asuh
Frequency Table
P1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 4 3.3 3.3 3.3
otoriter 24 20.0 20.0 23.3
otoritatif 92 76.7 76.7 73.4
Total 120 100.0 100.0 100.0
P2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 2 1.7 1.7 1.7
otoriter 13 10.8 10.8 12.5
otoritatif 105 87.5 87.5 85.8
Total 120 100.0 100.0 100.0
P3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 2 1.7 1.7 1.7
otoriter 16 13.3 13.3 15.0
otoritatif 102 85.0 85.0 83.3
Total 120 100.0 100.0 100.0
P4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 5 4.2 4.2 4.2
otoriter 12 10.0 10.0 14.2
otoritatif 103 85.8 85.8 81.6
Total 120 100.0 100.0 100.0
P5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 12 10.0 10.0 10.8
otoritatif 107 89.2 89.2 88.4
Total 120 100.0 100.0 100.0
P6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif
otoriter
1
15
0.8
12.5
0.8
12.5
0.8
12.5
otoritatif 105 87.5 87.5 86.7
Total 120 100.0 100.0 100.0
P7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 12 10.0 10.0 10.8
otoritatif 107 89.2 89.2 88.4
Total 120 100.0 100.0 100.0
P8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 14 11.7 11.7 12.5
otoritatif 105 87.5 87.5 86.7
Total 120 100.0 100.0 100.0
P9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif
otoriter
1
16
0.8
13.3
0.8
13.3
0.8
13.3
otoritatif 104 86.7 86.7 85.9
Total 120 100.0 100.0 100.0
P10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 2 1.7 1.7 1.7
otoriter 12 10.0 10.0 11.7
otoritatif 106 88.3 88.3 86.6
Total 120 100.0 100.0 100.0
P11
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 3 2.5 2.5 2.5
otoriter 5 4.2 4.2 6.7
otoritatif 112 93.3 93.3 90.8
Total 120 100.0 100.0 100.0
P12
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 3 2.5 2.5 2.5
otoriter 1 0.8 0.8 3.3
otoritatif 116 96.7 96.7 94.2
Total 120 100.0 100.0 100.0
P13
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 4 3.3 3.3 3.3
otoriter 5 4.2 4.2 7.5
otoritatif 111 92.5 92.5 89.2
Total 120 100.0 100.0 100.0
P14
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 3 2.5 2.5 2.5
otoriter 1 .8 .8 3.3
otoritatif 116 96.7 96.7 94.2
Total 120 100.0 100.0 100.0
P15
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 3 2.5 2.5 2.5
otoriter 19 15.8 15.8 18.3
otoritatif 98 81.7 81.7 79.2
Total 120 100.0 100.0 100.0
P16
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 9 7.5 7.5 8.3
otoritatif 110 91.7 91.7 90.9
Total 120 100.0 100.0 100.0
P17
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 3 2.5 2.5 2.5
otoriter 10 8.3 8.3 10.8
otoritatif 107 89.2 89.2 86.7
Total 120 100.0 100.0 100.0
P18
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 4 3.3 3.3 3.3
otoriter 10 8.3 8.3 11.7
otoritatif 106 88.3 88.3 85.0
Total 120 100.0 100.0 100.0
P19
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 2 1.7 1.7 1.7
otoriter 2 1.7 1.7 3.3
otoritatif 116 96.7 96.7 95.0
Total 120 100.0 100.0 100.0
P20
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 1 0.8 0.8 1.7
otoritatif 118 98.3 98.3 97.5
Total 120 100.0 100.0 100.0
P21
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 1 0.8 0.8 0.8
otoriter 8 6.7 6.7 7.5
otoritatif 111 92.5 92.5 91.7
Total 120 100.0 100.0 100.0
P22
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 7 5.8 5.8 5.8
otoriter 10 8.3 8.3 14.2
otoritatif 103 85.8 85.8 80.0
Total 120 100.0 100.0 100.0
P23
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 2 1.7 1.7 1.7
otoriter 3 2.5 2.5 4.2
otoritatif 115 95.8 95.8 94.1
Total 120 100.0 100.0 100.0
P24
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 5 4.2 4.2 4.2
otoriter 4 3.3 3.3 7.5
otoritatif 111 92.5 92.5 88.3
Total 120 100.0 100.0 100.0
P25
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 6 5.0 5.0 5.0
otoriter 10 8.3 8.3 13.3
otoritatif 104 86.7 86.7 81.7
Total 120 100.0 100.0 100.0
P26
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif
otoriter
1
6
0.8
5.0
0.8
5.0
0.8
5.0
otoritatif 114 95.0 95.0 94.2
Total 120 100.0 100.0 100.0
P27
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif
otoriter
1
10
0.8
8.3
0.8
8.3
0.8
8.3
otoritatif 110 91.7 91.7 90.9
Total 120 100.0 100.0 100.0
P28
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif
otoriter
1
13
0.8
10.8
0.8
10.8
0.8
10.8
otoritatif 107 89.2 89.2 88.4
Total 120 100.0 100.0 100.0
P29
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid permisif 9 7.5 7.5 7.5
otoriter 5 4.2 4.2 11.7
otoritatif 106 88.3 88.3 80.8
Total 120 100.0 100.0 100.0
Lampiran 14 : Hasil Uji Normalitas Data Kuesioner Pola Asuh
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
TOTAL
N 120
Normal Parametersa Mean 83.3814
Std. Deviation 1.42532
Most Extreme Differences Absolute .180
Positive .083
Negative -.180
Kolmogorov-Smirnov Z 1.769
Asymp. Sig. (2-tailed) .067
a. Test distribution is Normal.
Lampiran 15 : Jadwal Konsltasi
No. Tanggal Materi Konsultasi Dosen Keterangan
1 15
Desember
2015
Konsul Judul Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
2 22
Desember
2015
Konsul Judul Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Acc
3 6 Janari
2016
Konsul Bab I Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
4 15 Januari
2016
Konsul Bab I Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
5 8 februari
2016
Konsul Bab I Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
6 17 Mei
2016
Konsul Bab I Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
7 15 Juni
2016
Konsul Bab I Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Lanjut Bab II
8 17 Juni
2016
Konsul Bab II Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
9 22 Juni
2016
Konsul Bab II Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
10 24 Juni
2016
Konsul Bab II Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Lanjut Bab III
11 26 Juni
2016
Konsul Bab III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
12 1 Juli
2016
Konsul Bab III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
13 6 Juli
2016
Konsul Bab III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
14 21 Juli
2016
Konsul Bab III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
15 28 Juli
2016
Konsul Bab III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Lanjut
Menggabungkan
Bab I,II,III
16 16
Agustus
2016
Konsul Bab I,II,III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
17 19
Agustus
2016
Konsul Bab I,II,III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
18 7
September
2016
Konsul Bab I,II,III Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Acc Seminar
Proposal
19 23
September
2016
Konsul Revisian Seminar Ns. Elsa Naviati,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
20 29
September
2016
Konsul Revisian Seminar Ns. Elsa Naviati,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Acc
21 29
September
2016
Konsul Revisian Seminar Ns. Diyan Yuli
Wijayati,
S.Kep.,M.Kep
Revisi
22 4 Oktober
2016
Konsul Revisian Seminar Ns. Diyan Yuli
Wijayati,
S.Kep.,M.Kep
Acc
23 12
Oktober
2016
Menyerahkan
Permohonan Ethical
clearance
Prof. Dr. dr.
Suprihati, M.Sc,
Sp.THT-KL(K)
Diterima
24 19
Oktober
2016
Konsul Ethical clearance Prof. Dr. dr.
Suprihati, M.Sc,
Sp.THT-KL(K)
Revisi
25 14
November
2016
Konsul Ethical clearance Prof. Dr. dr.
Suprihati, M.Sc,
Sp.THT-KL(K)
Revisi
26 21
November
2016
Konsul Ethical clearance Prof. Dr. dr.
Suprihati, M.Sc,
Sp.THT-KL(K)
Acc
27 14
Desember
2016
Konsul Bab III dan IV Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
28 24
Desember
2016
Konsul Bab III dan IV Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Acc Bab III,
revisi Bab
IV,Lanjut Bab V
dan VI
29 25
Desember
2016
Konsul Bab IV,V dan VI Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
30 28
Desember
2016
Konsul Bab IV,V dan VI Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
31 3 Januari
2017
Konsul Bab IV,V dan VI Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Revisi
32 5 Januari
2017
Konsul Bab IV,V dan VI Ns. Zubaidah,
S.Kep.,
M.Kep.Sp.Kep.An
Acc