gambaran perilaku jajan pada murid sekolah dasar di kota medan tahun 2010

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tanjung (2008) sebanyak 78,6% murid SD jajan setiap hari di sekolah. Padahal kualitas jajanan di sekolah-sekolah rendah. Hal ini dibuktikan oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (POM) Republik Indonesia (2007) yang mana melaporkan hasil monitoring Jajanan Anak Sekolah (JAS) yang meliputi jenis pangan jajanan yang sering tidak memenuhi syarat (TMS), karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas, penyalahgunaan bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikrobiologi yang mencerminkan kualitas mikrobiologi pangan jajanan anak sekolah. Monitoring ini dilakukan oleh Badan POM RI pada tahun 2006 dengan hasil yaitu: 1. Proporsi sampel JAS yang memenuhi persyaratan adalah sebesar 50,57% 2. Warna merah minuman, sirup ataupun es masing-masing sebanyak 20%, 7%, dan 13% disebabkan oleh penambahan rhodamin B. 3. Penggunaan siklamat yang melebihi batas maksimum pada es lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada minuman merah, sirup, jeli, ataupun agar, yaitu lebih dari 50%. 4. Sampel minuman merah dan es memliki persentase TMS di atas 59%. 5. Kurang dari 6% sampel mie dan bakso mengandung formalin. Hasil survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap jajanan anak sekolah di 4.500 SD di Indonesia menyatakan bahwa antara 3-20% jajanan anak sekolah masih mengandung bahan kimia berbahaya (Kementerian

Upload: yan-indra-fajar-sitepu

Post on 19-Jan-2016

345 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

GAMBARAN

TRANSCRIPT

Page 1: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tanjung (2008) sebanyak 78,6% murid SD jajan setiap hari di

sekolah. Padahal kualitas jajanan di sekolah-sekolah rendah. Hal ini dibuktikan oleh Balai Pengawas

Obat dan Makanan (POM) Republik Indonesia (2007) yang mana melaporkan hasil monitoring

Jajanan Anak Sekolah (JAS) yang meliputi jenis pangan jajanan yang sering tidak memenuhi syarat

(TMS), karena penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas, penyalahgunaan

bahan berbahaya yang seharusnya tidak boleh digunakan dalam pangan, serta cemaran mikrobiologi

yang mencerminkan kualitas mikrobiologi pangan jajanan anak sekolah. Monitoring ini dilakukan

oleh Badan POM RI pada tahun 2006 dengan hasil yaitu: 1. Proporsi sampel JAS yang memenuhi

persyaratan adalah sebesar 50,57% 2. Warna merah minuman, sirup ataupun es masing-masing

sebanyak 20%, 7%, dan 13% disebabkan oleh penambahan rhodamin B. 3. Penggunaan siklamat

yang melebihi batas maksimum pada es lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada minuman

merah, sirup, jeli, ataupun agar, yaitu lebih dari 50%. 4. Sampel minuman merah dan es memliki

persentase TMS di atas 59%. 5. Kurang dari 6% sampel mie dan bakso mengandung formalin. Hasil

survei Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terhadap jajanan anak sekolah di 4.500 SD di

Indonesia menyatakan bahwa antara 3-20% jajanan anak sekolah masih mengandung bahan kimia

berbahaya (Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2010). Laporan kegiatan pengawasan obat

dan makanan tahun 2006 Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Semarang

menyebutkan sekitar 66,7% makanan dan jajanan anak sekolah di Jateng tidak memebuhi syarat

kesehatan (Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, 2010). Penjaja makanan tidak

menutup makanan jajanan secara sempurna, tidak memilki fasilitas kesehatan yang mendukung

seperti sarana air bersih. tempat pembuangan sampah yang kurang memadai, sehingga penyajian

makanan jajanannya belum memenuhi syarat kesehatan. Tanjung (2008) melaporkan hasil

pemeriksaan laboratorium terhadap sampel makanan jajanan yaitu mie dan sirup terbukti tercemar E.

coli. Sejauh ini sudah ada tindakan intervensi kepada jajaran sekolah dan pemberdayaan kantin

sekolah menjadi “Kantin Sehat Sekolah”. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Pusat

Pengembangan Kualitas Jasmani sejak 2009 melaksanakan Program Pembinaan Keamanan Pangan

Jajanan Anak Sekolah, melalui Penataan Kantin Sehat di Sekolah dengan pemberian Block Grant

Page 2: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

serta penyuluhan/bimbingan teknis kepada kepala sekolah, guru, dan pengelola kantin yang ada di

sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan di seluruh provinsi di Indonesia, dan pada tahap pertama/tahun

2009 dipilih satu kabupaten/kota di setiap provinsi untuk percontohan dan direncanakan akan

dilanjutkan pada tahun-tahun yang akan datang (Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat Republik Indonesia, 2010). Di Sumatera Utara ada empat sekolah yang menjadi sekolah

percontohan, keempatnya berada di kabupaten Deli Serdang. Karena banyaknya makanan jajanan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan, penulis ingin mengetahui sejauh mana perilaku jajan murid-

murid SD di beberapa SD di kota Medan terhadap makanan jajanna.

1.2. Rumusan Masalah

Dari penjelasan di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : Bagaimana

perilaku jajan pada murid Sekolah Dasar di Beberapa SD di Kota Medan tahun 2010?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku jajan murid di beberapa Sekolah Dasar di kota Medan tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah uang jajan sehari murid SD.

2. Untuk mengetahui alasan jajan murid SD.

3. Untuk mengetahui berapa persen murid SD yang sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah.

4. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara teman sebaya dengan perilaku jajan

5. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara sarapan pagi, jumlah uang jajan, dan lamanya

menonton televisi dengan perilaku jajan murid

SD.

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk:

1. Untuk murid SD di masing-masing sekolah:

Untuk meningkatkan kesadaran mereka dalam memilih jajanan yang bergizi dan sehat.

Page 3: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

2. Untuk peneliti:

Untuk menambah pengetahuan mengenai perilaku jajan pada murid SD, dan dengan melakukan

penelitian, diharapkan peneliti dapat mengimplementasikan pelajaran yang diperoleh di bangku

kuliah ke dalam penelitian sebenarnya dalam masyarakat.

3. Untuk pihak sekolah:

Bahan masukan untuk melakukan perbaikan dalam mengelola lingkungan sekolahnya, terutama

kantin dan penjaja makanan di lingkungan sekolahnya.

Page 4: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Pengertian Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2005) dan Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2005) perilaku adalah

suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan yang merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Dengan demikian,

perilaku manusia terjadi melalui proses: Stimulus → Organisme → Respons, sehingga disebut teori

“S-O-R”. Ada dua jenis respons, yaitu:

a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-

rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respons-

respons yang relatif tetap. Misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan atau

mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih.

b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang

kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut

reinforcing stimuli atau reinforcer, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya,

apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons

terhadap gaji yang cukup (stimulus). Kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus

untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforcer untuk

memperoleh promosi pekerjaan.

2.1.2. Pembagian Perilaku

Berdasarkan teori “S-O-R” di atas perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati

orang lain (dari luar) secara jelas. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian,

perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

“unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan

sikap.

Page 5: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

b. Perilaku terbuka ( Overt Behavior)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau

praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau “observable behavior”. Contoh, seorang ibu

hamil memeriksakan kehamilannya ke puskesmas, seorang anak menggosok gigi setelah

makan, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut adalah bentuk tindakan nyata, dalam bentuk

kegiatan atau dalam bentuk praktik (practise). 2.1.3. Domain Perilaku Domain perilaku

berdasarkan Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2005) yang telah dikembangkan

untuk kepentingan pendidikan praktis, dibagi dalam tiga tingkat ranah perilaku sebagai

berikut:

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek

melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Secara garis

besar ada enam tingkat pengetahuan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya

setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa jamban adalah tempat membuang

air besar.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar

dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikannya secara

benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara

pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M

(mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus

menutup, menguras, dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat

menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang

lain. Misalnya, seseorang yang telah paham tentang proses pencernaan, ia harus dapat

membuat pencernaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau di mana saja. Orang

Page 6: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

yang telah paham metodologi penelitian, ia akan mudah membuat proposal peelitian di

mana saja, dan seterusnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan,

kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu

masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah

sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan

atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes agepty

dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi,

dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau

meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat atau

meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau

didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi bekaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan jastifikasi atau

penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di

masyarakat. Misalnya, seorang ibu dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana.

2. Sikap ( attitude )

Campbell (1950) dalam Notoatmodjoe (2005) mendefinisikan sikap sebagai “ An

individual’s attitude is sundrome of response consistency with regard to object.” Jadi,

sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Seperti

halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan dimana saling

berunut, yaitu: (Notoatmodjo, 2005)

a. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek).

Page 7: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

c. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain

terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Sikap yang sudah positif terhadap suatu

objek, tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata, hal ini disebabkan oleh:

a) Sikap, untuk terwujud di dalam suatu tindakan bergantung pada situasi pada saat

itu.

b) Sikap akan diikuti atau tidak pada suatu tindakan mengacu pula pada banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang.

Pengukuran terhadap sikap ini dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-

pernyataan yang bersifat hipotesis, kemudian dikenakan pendapat responden

( Notoatmodjo, 2005).

3. Tindakan atau praktik (Practice)

Dalam terbentuknya tindakan diperlukan faktor lain, yaitu adanya fasilitas atau sarana dan

prasarana. Seorang ibu hamil sudah tahu bahwa periksa hamil itu penting untuk

kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa hamil. Agar sikap itu

meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, posyandu, atau puskesmas yang

dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak,

kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksa kehamilannya. Tingkatan praktik atau

tindakan menurut kualitasnya dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a) Praktik terpimpin (guided response)

Page 8: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada

tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksa kehamilannya

tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya. Seorang anak kecil

menggosok gigi namun masih selalu diingatkan oleh ibunya, adalah masih disebut

praktik atau tindakan terpimpin.

b) Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabia subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara

otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya, seorang ibu selalu

membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang, tanpa harus menunggu perintah dari

kader atau petugas kesehatan. Seorang anak secara otomatis menggosok gigi setelah

makan, tanpa disuruh oleh ibunya.

c) Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang

dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan

modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas. Misalnya, menggosok gigi,

bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik yang benar. Seorang ibu

memasak memilih bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut

murah harganya (Notoatmodjo, 2005).

2.2. Makanan Jajanan

2.2.1. Pengertian Makanan Jajanan

Menurut Widodo dalam Tanjung (2008) makanan jajanan yang dijual oleh pedangan kaki lima

atau dalam istilah lain disebut “street food”, menurut FAO didefinisikan sebagai makanan dan

minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat

keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan

lebih lanjut. Jajanan kaki lima dapat menjawab tantangan mayarakat terhadap makanan yang

murah, mudah, menarik, dan bervariasi. 2.2.2. Jenis Makanan Jajanan Menurut Widyakarya

Nasional Pangan dan Gizi (1998) dalam Lubis (2007) jenis-jenis makanan jajanan adalah sebagai

berikut:

a. Makanan jajanan yang berbentuk panganan, misalnya kue-kue kecil, pisang goreng, kue putu,

kue bugis, atau sebagainya.

Page 9: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

b. Makanan jajanan yang diporsikan (menu utama) seperti pecal, mie bakso, nasi goreng, mie rebus

dan sebagainya.

c. Makanan jajanan yang berbentuk minuman seperti es krem, es campur, jus buah, dan sebagainya.

2.2.3. Manfaat dan Bahaya Makanan Jajanan

Menurut Wardiatmo dan Ridwan (1987) dalam Lubis (2007) manfaat makanan jajanan untuk anak

sekolah adalah sebagai sarapan pagi dan makanan selingan di antara makanan yang utama. Menurut

Hermina (2004) dalam Ginting (2007) makanan juga dapat memberikan tambahan gizi jika memiliki

mutu, gizi, dan kebersihan yang baik. Menurut Sihaldi (2004) dalam Ginting (2007) makanan jajanan

yang bervariasi akan menumbuhkan kebiasaan penganekaragaman makanan sejak kecil.

Baliwati (2004) dalam Kesumawati (2009) mengemukakan bahwa makanan jajanan mengandung

bahan pengawet buatan dan zat warna buatan yang bisa membahayakan tubuh manusia sehingga

dalam jangka pendek dapat menimbulkan gejala-gejala sangat umum seperti pusing, mual, muntah,

diare, atau bahkan kesulitan buang air besar.

2.2.4. Bahan Aditif pada Makanan dan Kesehatan

1. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive)

a. Pewarna Buatan

Beberapa pewarna buatan yang

direkomendasikan oleh Depkes RI tertera

dalam tabel berikut ini: Tabel 2.1. Beberapa

Pewarna Buatan yang Direkomendasikan oleh

Depkes RI No

Nama Batas Maksimum

Penggunaan

1 Merah (45430) 0,1 g/kg (Es krim), 0,2-

0,3 g/kg (Jem, Jeli, saus,

Buah Kalengan)

2 Hijau (42053) 0,1 g/kg (es krim) 0,2 kg

(Jeli, Buah Kalengan),

Page 10: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

0,3 g/kg (acar)

3 Kuning 15985 0,1 g/kg (Es krim), 0,2

g/kg (Jeli, Buah

Kalengan), 0,3 g/kg

(acar)

4 Cokelat (20285) 0,07g/kg (minuman

ringan), 0,3 g/kg

(makanan lainnya)

5 Biru (42090) 0,1 g/kg (es krim), 0,2

g/kg (deli, buah

kalengan), 0,3 g/kg

(acar)

Page 11: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Rancangan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan metode cross sectional analitic, dimana peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat, artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan.

3.3. Tempat dan Waktu penelitian

3.3.1. Tempat Penelitian

Tempat ini dilakukan di Sekolah Dasar

3.3.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada tanggal

3.4.Populasi Dan Sampel

3.4.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa yang terdaftar di Sekolah Dasar

3.4.2. Sampel

Penelitian ini adalah siswa sekolah dasar yang terpilih.

a. Kriteria Inklusi

Page 12: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

Siswa laki-laki dan perempuan kelas yang terpilih dan mau menjadi

responden.

b. Kriteria Eksklusi

Siswa yang tidak bersedia untuk diteliti.

3.1. Teknik pengumpulan data

Selanjutnya kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengikuti

pola yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992), yakni melalui: 1). Wawancara, 2).

Observasi, 3). Studi dokumentasi.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan jenis wawancara dengan pedoman

umum dimana peneliti dilengkapi panduan wawancara yang sangat umum yang hanya akan

mencantumkan isu-isu yang harus diteliti tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin

tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Peneliti juga akan menggunakan model pertanyaan open

question dan close question di dalamnya. Peneliti juga menyertakan metode wawancara dengan

menggunakan pedoman wawancara konvensasional yang informal, dimana proses wawancara ini

didasarkan penuh pada perkembangan pertanyaan secara spontan dalam interaksi alamiah.

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan jenis observasi non partisipan, dimana observer

tidak ikut terlibat penuh dalam kegiatan observasi tersebut. Peneliti mendeskripsikan setting

yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas,

dan makna kejadian dari perspektif merekam yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut.

Page 13: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2008. Gizi Anak. In: Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Palembang: Bagian Ilmu

Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 75.

Balai POM RI, 2007. Jajanan Anak Sekolah. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu 1.

Available from: www.pom.go.id/surv/events/jas2007Vol2.pdf [Accesed 4 May 2010]

Bradbury, Kirsten, 1998. Peer Influences on Risk-Taking in Middle Childhood. Blacksburg:

Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University. Available from:

www.sholar.lib.vt.edu/theses/available/etd.051199-094949/.../etd.pdf [Accesed 9 December

2010]

Budianto, A, 2009. Pengawetan, Pengolahan Makanan dan Permasalahannya. Dasar-dasar Ilmu

Gizi. Malang: UMM Press. 205-209

Depkes R.I Badan Peneltian dan Pengembangan kesehatan. Manfaat Sarapan Setiap Pagi.

Avalaible from: http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/sarapan090207.htm

[Accesed: 5 December 2010]

Ginting, E, 2007. Gambaran Kebiasaan Jajan Murid SDN 040454 Sempajaya Kecamatan

Berastagi Kabupaten Karo 2007. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, 2010. Banyak Jajanan Anak Sekolah

Mengandung Bahan Kimia Berbahaya. Available from:

http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/banyak-jajanan-anak-sekolah-

mengandung-bahan-kimia-berbahaya-2/ [Accesed 4 May 2010]

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2010. Available from:

www.menkokesra.go.id [Accesed 4 May 2010]

Page 14: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

Kesumawati, E, 2009. Gambaran Konsumsi Makanan Jajanan dan Morbiditas Diare di SD N

Banmati 03 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Available from:

http://etd.eprints.ums.ac.id/5924/1/J300060021.PDF [Accesed 4 May 2010]

Lahey, Benjamin B, 2004. Developmental Psychology. In: Lahey, Benjamin B. Psychology An

Introduction. 8th Ed. Boston: The McGraw-Hill Companies. 333-351.

Lestari, 2008. Hubungan Pola Konsumsi Makanan Jajanan dengan Morbiditas dan Status Gizi

Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kartasura. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Surakarta. Available from:

www.etd.eprints.ums.ac.id/2776/1/J310040008.pdf [Accesed 4 May 2009]

Lubis, M ,2007. Perilaku Konsumsi Sarapan Pagi dan Makanan Jajanan serta Status Gizi Siswa

SLTP Negeri 17 dan SLTP Perguruan Budisatrya di Kecamatan Medan Tembung Tahun

2006. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S, 2005. Konsep Perilaku Kesehatan. In: Notoatmodjo,Soekdjo. Promosi

Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: P.T. Rineka Cipta. 43-56.

Notoatmodjo, S, 2005. Teknik Pengambilan Sampel. In: Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi

Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rieneka Cipta. 87, 91.

Papalia, Diane E, et.al, 2007. Physical and Cognitive Development in Middle Childhood. In:

Papalia, Diane E, et,al. Human Development. 10th Ed. Boston: The McGraw-Hill

Companies. 319.

Pratomo, Hadi dan Sudarti, 1986. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: Depdikbud, 24-27.

Raharjo, T. B. ,2008. Pengaruh Iklan Makanan Ringan Terhadap Sikap Konsumtif Anak-Anak

SD. In: Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Unila, 2008. 243-250.

Availble from: http://lemlit.unila.ac.id/file/arsip 2009/PROSIDING dies ke-43 UNILA

2008/ARTIKEL Pdf/Teguh BR 243-250.pdf [accesed 4 May 2010]

Simanjorang, N,1997. Hubungan Kebiasaan Makan Sebelum Berangkat Sekolah dan Jajan

dengan Indeks Prestasi Murid SD Masuk Pagi dan Masuk Siang di SD Negeri No. 066056

Page 15: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

Perumnas Mandala Medan Tahun 1997. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Universitas Sumatera Utara.

Suci, E.S.T, 2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta. Psikobuana Vol.1

(1):29-38.

Tanjung, T.P, 2007. Hubungan Konsumsi Makanan Jajanan dengan Kejadian Diare dan Status

Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Simalungun. Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

Wahyuni, Arlinda Sari. Statistika Kedokteran (Disertai Aplikasi dengan SPSS). Jakarta:

Bamboedoea Communication, 116

Page 16: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010

LAMPIRAN:

KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN PERILAKU JAJAN PADA MURID

SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN TAHUN 2010

Persetujuan Setelah Penjelasan

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

dengan ini menyatakan SETUJU untuk menjawab pertanyaan yang tertera pada

kuesioner-kuesioner untuk disertakan ke dalam data penelitian yang berjudul Gambaran Perilaku

Jajan pada Murid Sekolah Dasar di Kota Medan Tahun 2010.

Medan, 32 Agustus 2010

Peneliti, Yang membuat pernyataan,

(..................................)

Page 17: Gambaran Perilaku Jajan Pada Murid Sekolah Dasar Di Kota Medan Tahun 2010