gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi...
TRANSCRIPT
1
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA MAKANAN DAN
MINUMAN YANG DIJUAL OLEH PENJUAL DI KELURAHAN
MUSTIKA JAYA BEKASI TAHUN 2017
Skripsi
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Inayah Robbaniyah
NIM 1113101000083
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018 M / 1439 H
ii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, November 2017
Inayah Robbaniyah, NIM : 1113101000083
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA MAKANAN DAN
MINUMAN YANG DIJUAL OLEH PENJUAL DI KELURAHAN
MUSTIKA JAYA BEKASI TAHUN 2017
( xv + 80 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 6 lampiran)
ABSTRAK
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan perlu
mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di Indonesia. Salah
satunya, yaitu penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di sekitar area bermain outdoor anak di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel makanan didapatkan hasil sebanyak 3
sampel positif mengandung Rhodamin B. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna
Rhodamin B pada makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017 hingga September 2017.
Sampel responden dalam penelitian ini adalah semua penjual makanan dan
minuman berwarna merah di Kelurahan Mustika Jaya yang berjumlah 33 orang.
Sampel makanan dan minuman dipilih dengan metode non-probability sampling.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian ini menunjukan 15,2% makanan dan minuman
mengandung Rhodamin B. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan
Rhodamin B memiliki pengetahuan kategori sedang, sikap positif, pendidikan
tamat SMA dan sumber informasi melalui media dan teman. Sebagian besar
responden yang menggunakan Rhodamin B memiliki pengetahuan kategori
kurang, sikap negatif, pendidikan tamat SD dan sumber informasi melalui teman
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk mengadakan inspeksi
berkelanjutan di tempat-tempat umum yang menjadi tempat strategis bagi para
penjual makanan dan minuman, melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada
produsen pewarna pangan dan penjual makanan dan minuman.
Kata Kunci : Rhodamin B, Makanan dan Minuman, Pengetahuan, Sikap
Daftar Bacaan : 80 (1985-2017)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
MAJOR OF PUBLIC HEALTH
DEPARTEMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduate Thesis, November 2017
Inayah Robbaniyah, NIM : 1113101000083
AN OVERVIEW OF FACTORS AFFECTING THE USE OF RHODAMIN
B COLOR OFFICES ON FOOD AND BEVERAGE SOLD BY THE
SELLER IN MUSTIKA JAYA VILLAGE, BEKASI IN 2017
( xv + 80 pages, 13 tables, 2 charts, 6 attachments)
ABSTRACT
Food safety is a very important issue and needs to get the main attention in
supervision, particularly in Indonesia. One of them is the use of Food
Supplemental Materials (FSM). Preliminary study conducted around children's
outdoor play area in Mustika Jaya village with 10 food samples obtained result of
3 positive samples containing Rhodamin B. This research aims to know the
overview of factors affecting the use of rhodamin b color offices on food and
beverage sold by the seller in mustika jaya village, Bekasi in 2017
This is a quantitative research with cross sectional study design. This
research was conducted in July 2017 until September 2017. The respondents in
this study were all red food and drink sellers in Mustika Jaya village which
amounted to 33 people. Food and beverage samples were selected by non-
probability sampling method. Data analysis was done by using univariate.
The results of this study showed that 15.2% of food and beverages
containing Rhodamine B. Most respondents who did not use Rhodamine B had
knowledge of moderate categories, positive attitudes, high school education and
information sources through media and friends. Most of the respondents who used
Rhodamin B had less knowledge, negative attitudes, primary school education and
information sources through friends. It is recommended to the Public Health
Office of Bekasi City to hold the sustainable inspection in public places which
become the strategic place for food and beverage sellers, to socialize and train the
food coloring producers, food and beverage sellers.
Keywords : Rhodamine B, Food and beverage, Knowledge, Attitude
References : 80 (1985-2017)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Name : Inayah Robbaniyah
Gender : Female
Birthday : February 1995
Religion : Islam
Nationality : Indonesia
Phone Number : 085716856070
Email : [email protected]
Formal Education
Islamic State University of Syarif Hidayatullah
(Major of Public Health )
2013-present
1 Tambun Selatan Public Senior High School 2010-2013
Al-Kahfi Islamic Boarding School 2007-2010
Thariq Bin Ziyad Islamic Elementary School 2001-2007
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan skripsi dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penggunaan Zat Warna Rhodamin B Pada Makanan Dan
Minuman Yang Dijual Oleh Penjual Di Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun
2017”.
Laporan Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat guna mendapatkan
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
guna menerapkan dan mengembangkan ilmu yang penulis peroleh selama masa
kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan tulisan ilmiah yang rapih dan
sistematik sehingga dapat memudahkan pembaca memahaminya. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian laporan skripsi ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan bagi
penulis guna menyempurnakan laporan skripsi ini.
Dalam penulisan laporan skripsi ini, penulis menyampaikan penulis
ucapan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan dari segala pihak sehingga
dapat menyelesaikan laporan penelitian, khususnya kepada:
viii
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing yang juga telah
memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan laporan skripsi ini.
4. Orang tua saya yang telah memberikan dukungan doa, waktu, material dan
moral yang sangat banyak membantu penulis dalam penyelesaian laporan
skripsi ini.
5. Teman-teman peminatan kesehatan lingkungan 2013 yang selalu mendoakan
dan memberikan dukungan.
Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran serta pencerahan khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, aamiin.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 5
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................................ 6
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 7
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 7
x
BAB II .................................................................................................................... 9
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 9
2.1 Pengertian Keamanan Pangan............................................................................... 9
2.2 Pengertian Pangan .................................................................................................. 9
2.3 Zat Pewarna ........................................................................................................... 10
2.3.1 Pengertian Zat Pewarna ........................................................................ 10
2.3.2 Tujuan Penambahan Zat Pewarna......................................................... 10
2.3.3 Klasifikasi Zat Pewarna ........................................................................ 11
2.3.4 Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan ............................ 12
2.3.5 Jenis-Jenis Pewarna Sintetik ................................................................ 13
2.4 Dampak Kesehatan yang disebabkan oleh Pewarna Sintetik Rhodamin B .. 14
2.5 Definisi Penjual Makanan ................................................................................. 16
2.6 Perilaku ............................................................................................................... 17
2.6.1 Pengertian Perilaku ............................................................................... 17
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku ......................................... 18
2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Rhodamin B ............... 24
BAB III ................................................................................................................. 28
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........................... 28
3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................. 28
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................. 29
BAB IV ................................................................................................................. 32
METODE PENELITIAN ................................................................................... 32
4.1 Desain Penelitian ................................................................................................ 32
xi
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................... 32
4.3 Populasi Sampel ................................................................................................. 32
4.3.1 Populasi ................................................................................................. 32
4.3.2 Sampel .................................................................................................. 33
4.4 Sumber Data Penelitian ...................................................................................... 35
4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................................. 35
4.6 Cara Pengumpulan Data ..................................................................................... 38
4.7 Manajemen Data .................................................................................................. 39
4.8 Analisis Data ......................................................................................................... 42
BAB V ................................................................................................................... 43
HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 43
5.1. Penggunaan Rhodamin B ................................................................................... 43
5.2 Pengetahuan .......................................................................................................... 43
5.3 Sikap ....................................................................................................................... 47
5.4 Pendidikan ............................................................................................................. 50
5.5 Sumber Informasi ................................................................................................. 51
BAB VI ................................................................................................................. 52
PEMBAHASAN .................................................................................................. 52
6.1 Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 52
6.2 Penggunaan Rhodamin B .................................................................................... 52
6.3 Pengetahuan Penjual Makanan dan Minuman .................................................. 56
6.4 Sikap Penjual Makanan dan Minuman .............................................................. 60
6.6 Pendidikan Penjual Makanan dan Minuman .................................................... 63
xii
6.7 Sumber Informasi ................................................................................................. 65
BAB VII ............................................................................................................... 68
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 68
7.1 Simpulan ................................................................................................................ 68
7.2 Saran ....................................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71
LAMPIRAN ......................................................................................................... 80
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis Pewarna Sintetik yang diizinkan di Indonesia ............................. 13
Tabel 1.2 Jenis Pewarna Sintetik yang Tidak diizinkan di Indonesia ................... 14
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 29
Tabel 4.1 Sampel Makanan dan Minuman ........................................................... 34
Tabel 4.2 Variabel Pertanyaan .............................................................................. 37
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner ............................................................... 38
Tabel 4.4 Hasil Uji Reabilitas Kuesioner .............................................................. 39
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Rhodamin B di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ......................................................................... 44
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ......................................................................... 45
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi Tahun 2017........................................................................................ 47
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ......................................................................... 50
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ........................................................ 51
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori……………………………………………………….28
Bagan 3.1 Kerangka Konsep…………………………………………………….29
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Kuesioner
Lampiran 2 Hasil Analisis Kandungan Rhodamin B
Lampiran 3 Dokumentasi
Lampiran 4 Output SPSS Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Output SPSS Hasil Penelitian
Lampiran 6 Surat Peminjaman dan bekerja di Laboratorium
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di
Indonesia. Banyak penyakit-penyakit yang beredar bersumber dari makanan
dimana konsumen kurang menyadari makanan yang biasa dikonsumsi
kemungkinan tidak higienis atau tidak sehat. Kurangnya perhatian terhadap
hal ini sering berdampak pada kesehatan. Salah satunya, yaitu penggunaan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal dan pola
konsumsi yang tidak seimbang juga berdampak buruk bagi kesehatan
(BPOM, 2011).
Di Indonesia penyalahgunaan pemakaian BTM yang terkandung di
dalam makanan terdapat 72.08% yang positif memakai BTM yang tidak
diizinkan dari survei oleh BPOM dilakukan di 6 ibukota, yaitu DKI Jakarta,
Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, pada tahun 2008-
2010 menunjukkan bahwa 17.26-25.15% kasus ini terjadi di Indonesia
dengan meningkatnya penggunaan BTM yang tidak diizinkan (Sumantri,
2007)
Dalam empat tahun terakhir, sejak tahun 2011 – 2014, hasil
intensifikasi pengawasan pangan jelang dan selama ramadhan menunjukkan
pangan Tanpa Izin Edar (TIE) menjadi temuan paling banyak. Pada tahun
2015 ini tren temuan masih menunjukkan hal yang sama. Hasil pengawasan
2
takjil pada tahun 2015 dari 7.806 sampel diketahui 7.126 sampel (91,29%)
memenuhi syarat dan 680 sampel (8,71%) tidak memenuhi syarat. Hasil
pengawasan menunjukkan bahwa pewarna tekstil Rhodamin B menjadi bahan
berbahaya yang paling banyak disalahgunakan dalam pangan. Secara rinci,
285 sampel pangan ditemukan mengandung Rhodamin B, 211 sampel pangan
mengandung Formalin, 162 sampel pangan mengandung Boraks dan 5
sampel pangan mengandung Methanil Yellow (BPOM, 2015)
Di Kota Bekasi, berdasarkan penuturan dari Kepala Surveilens Dinas
Kesehatan Kota Bekasi, Bapak Sardi menjelaskan bahwa masih
ditemukannya sebagian makanan dan minuman yang mengandung tambahan
zat adiktif, berupa Rhodamin B dan Metanil Yellow. Rhodamin B adalah
salah satu zat pewarna sintetik yang biasa digunakan pada industri tekstil dan
kertas. Namun, penggunaan Rhodamin B dalam makanan masih banyak
ditemukan dilapangan.
Berdasarkan Profil Kota Bekasi tahun 2016, Kota Bekasi dikatakan
sebagai penyangga DKI Jakarta sebelah timur. Salah satu Kecamatan terluas
di Kota Bekasi adalah Kecamatan Mustika Jaya dengan luas 2.473 hektar.
atau 11,75 persen luas wilayah Kota Bekasi. Kelurahan Mustika Jaya sendiri
merupakan pusat dari Kecamatan Mustika jaya. Di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi didominasi dengan komplek perumahan, area bermain
outdoor anak serta area hiburan yang setiap hari dikunjungi oleh anak-anak
dan orang tua sehingga hal ini membuat area di sekitar tempat tersebut
menjadi tempat yang strategis untuk penjual makanan dan minuman
3
menjajakkan dagangannya. Banyaknya makanan dan minuman yang dijual
dikhawatirkan dapat mengandung Rhodamin B sehingga hal ini dapat
membahayakan para konsumen terutama adalah anak-anak.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan
April tahun 2017 di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi. Makanan dan
minuman yang dijual di area tersebut antara lain gulali, harum manis, sosis,
saos, kue basah, kerupuk serta minuman berwarna maupun es dimana
beberapa makanan dan minuman tersebut mungkin menggunakan pewarna
sintetik berbahaya. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekitar area
bermain outdoor anak di wilayah Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel
makanan didapatkan hasil sebanyak 3 sampel positif mengandung Rhodamin
B yang dilarang penggunaannya. Sampel yang positif mengandung Rhodamin
B, yaitu gulali, kerupuk berwarna pink dan saos makanan.
Penggunaan bahan tambahan makanan (BTM), zat pewarna sintetik
khususnya yang illegal, seperti Rhodamin B (pewarna merah pada tekstil)
dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam
jangka panjang menyebabkan kelainan-kelainan pada organ tubuh manusia.
Rhodamin B (pewarna merah berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan
iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati dan kanker hati (Elfansha,
2006) Perlu diketahui pula bahwa Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek
akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksiknya.
Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna (BPOM, 2015)
4
Makanan dan minuman yang mengandung bahan tambahan berbahaya
tidak lepas dari perilaku pedagang dalam mengolah atau menjual makanan
dan minuman. Pedagang memiliki peranan yang penting dalam menyediakan
makanan yang sehat dan bergizi (Yasmin dkk, 2010). Menurut Maulana
(2009) perilaku positif dapat terbentuk jika dipengaruhi oleh pengetahuan dan
sikap positif. Namun, secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup
perilaku positif juga dapat terbentuk.
Menurut Susanna dan Hartono (2003) penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya, seperti formalin dan Rhodamin B oleh produsen pangan jajanan
adalah salah satu contoh rendahnya tingkat pengetahuan produsen mengenai
keamanan pangan jajanan. Hal ini dapat juga disebabkan karena pendidikan
pedagang makanan sebagian besar berpendidikan tamat SMA yang minim
informasi tentang kesehatan. Fasilitas sanitasi sebagian besar belum
memenuhi persyaratan kesehatan. Namun, ternyata masih ada produsen yang
sengaja menambahkan zat warna Rhodamin B untuk produknya walaupun
telah dilarang penggunaannya.
Selain itu, Sugiyatmi (2006) menyatakan pedagang yang memiliki
pengetahuan dan sikap dengan kategori kurang kebanyakan melakukan
praktek pembuatan pangan jajanan dengan kategori kurang. Hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Novita dan Retno (2013) menunjukkan
mayoritas penjual berpengetahuan kurang 53,8%, memiliki sikap yang baik
53,8% dan pada sampel jajanan tidak ditemukan pemakaian Rhodamin B.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekitar area
bermain outdoor anak di wilayah Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel
makanan didapatkan hasil sebanyak 3 sampel positif mengandung Rhodamin
B yang dilarang penggunaannya. Sampel yang positif mengandung
Rhodamin B, yaitu gulali, kerupuk berwarna pink dan saos makanan.
Penggunaan pewarna sintesik oleh penjual makanan dan minuman harus
diimbangi dengan pengetahuan dan sikap dari para penjual makanan dan
minuman terhadap dampak penggunaan pewarna Rhodamin B itu sendiri.
Belum adanya penelitian yang terpublikasi di jurnal kimia dan makanan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi
tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran penggunaan Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual makanan dan minuman di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B ?
3. Bagaimana gambaran sikap penjual makanan dan minuman di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B ?
6
4. Bagaimana gambaran pendidikan penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B?
5. Bagaimana gambaran sumber informasi penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna
Rhodamin B pada makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran penggunaan Rhodamin B dalam makanan dan
minuman yang dijual penjual makanan di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi
2. Mengetahui gambaran pengetahuan penjual makanan di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
3. Mengetahui gambaran sikap penjual makanan di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
4. Mengetahui gambaran pendidikan penjual makanan di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
7
5. Mengetahui gambaran sumber informasi penjual makanan di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bekasi
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengambil
kebijakan terhadap pengawasan keamanan pangan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran
faktor-faktor lain yang mempengaruhi penggunaan Rhodamin B pada
makanan dan minuman.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017 hingga September
2017. Variabel yang diteliti yaitu penggunaan Rhodamin B, pengetahuan,
sikap, pendidikan dan sumber informasi. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah penjual makanan dan minuman berwarna merah di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi yang berjumlah 33 orang. Sampel responden dalam
penelitian ini adalah semua penjual makanan dan minuman berwarna merah
di Kelurahan Mustika Jaya yang berjumlah 33 orang. Sampel makanan dan
8
minuman dipilih dengan metode non-probability sampling. Sumber data
dihasilkan dari data hasil uji laboratorium tentang penggunaan zat pewarna
Rhodamin B dan data hasil kuesioner. Analisis data dilakukan dengan cara
univariat.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keamanan Pangan
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di
Indonesia. Banyak penyakit-penyakit yang beredar bersumber dari makanan
dimana konsumen kurang menyadari makanan yang biasa dikonsumsi
kemungkinan tidak higienis atau tidak sehat. Kurangnya perhatian terhadap
hal ini sering berdampak pada kesehatan, contohnya adalah keracuan
makanan akibat tidak higienisnya proses pengolahan sampai dengan
penyajiannya dan penggunaan bahan kimia berbahaya yang beresiko
menimbulkan penyakit bahkan membuat kematian. Selain itu, penggunaan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal penggunaan
dan pola konsumsi yang tidak seimbang juga berdampak buruk bagi
kesehatan (BPOM, 2011).
2.2 Pengertian Pangan
Pangan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa
inggris disebut Street food menurut Food and Agriculture Organization
didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual
oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum
lain yang langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa persiapan atau pengolahan
lebih lanjut (Judarwanto, 2009). Dalam Pasal 1 UU No.7/1996, disebutkan
bahwa pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
10
baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan atau minuman.
2.3 Zat Pewarna
2.3.1 Pengertian Zat Pewarna
Zat pewarna makanan merupakan suatu benda berwarna yang
memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya (Lee et al,
2005). Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan. Warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Warna dari suatu produk
makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat
penting (deMan, 1997).
2.3.2 Tujuan Penambahan Zat Pewarna
Adapun tujuan dari penambahan zat pewarna makanan menurut
Winarno (2002), yaitu:
1. Memberikan kesan menarik bagi konsumen
2. Menyeragamkan dan menstabilkan warna makanan
3. Menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan
penyimpanan
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan karena meskipun makanan tersebut lezat, tetapi
11
penampilannya tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan
selera orang yang memakannya menjadi hilang (Moehyl, 2000).
2.3.3 Klasifikasi Zat Pewarna
1. Zat Pewarna Tambahan Alami
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat
pewarna alami yang berasal dari (ekstrak pigmen dari tumbuh-
tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa
zat pewarna, seperti jff-karoten dan kantaxantin yang telah dapat
dibuat secara sintetik. Zat pewarna alami juga menghasilkan
karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila
dibandingkan dengan zat pewarna sintetik. Oleh karena itu, zat ini
tidak digunakan sesering zat pewarna sintetik. Contoh : daun suji
untuk warna hijau, daun jambu/daun jati untuk warna merah dan
kunyit untuk warna kuning. Satu-satunya zat pewarna uncertified
yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon
Black. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih
banyak daripada zat pewarna sintetik untuk menghasilkan tingkat
pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi
perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan.
(Winarno, 2002).
2. Zat Pewarna Tambahan Sintetik
Seiring semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, zat
warna hasil rekayasa teknologi pun semakin berkembang. Oleh
12
karena itu, berbagai zat warna sintetik diciptakan untuk berbagai
jenis keperluan misalnya untuk tekstil, kulit, peralatan rumah tangga
dan sebagainya (Djalil dkk, 2005). Karakteristik dari zat pewarna
sintetik adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki
variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Di samping itu, penggunaan zat pewarna sintetik
pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi
produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Contohnya : Rhodamin B, Methanil Yellow
(Winarno, 2002).
2.3.4 Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah
mengeluarkan surat keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik
yang diizinkan serta yang dilarang digunakan dalam makanan pada
tanggal 1 Juni 1979 No. 235/Menkes/Per/VI/79. Kemudian disusul
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985
No. 293/Menkes/Per/V/85 yang berisikan jenis pewarna yang dilarang
serta yang terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas
maksimum penggunaan dan pewarna yang diizinkan di Indonesia.
Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis zat pewarna yang
diizinkan oleh pemerintah dan yang sudah dilarang penggunaannya
menurut Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
13
2.3.5 Jenis-Jenis Pewarna Sintetik
Tabel 2.1 Jenis Zat Warna Sintetik yang diizinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna
(C.I,N0)
Amaran Amaranth : CI food
Red 9
16185
Biru Berlian Briliant blue FCF
:CI
42090
Eritrosin Food red 2 45430
Hijau FCF Erithrosin :CI 42053
Hijau s Food red 14 Fast
green CFC
44090
Indigotin Food Green 73015
Ponceau 4R Green 4 Indigotin :
CI Food
16255
Kuning Blue I Ponceau 4R:
CI Food red 7
74005
Kuinelin Quineline yellow
Yellow FCF CI.
Food Yellow 3
15980
Kuning CFC Sunset yellow FCF
CI. Food Yellow 3
-
Riboflavin Riboflavina 19140
Tartrazine Tartrazine -
Sumber : Peraturan Menkes RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
14
Tabel 1.2 Jenis Pewarna Sintetik yang Tidak diizinkan di
Indonesia
Bahan Pewarna Nomor Indeks
Warna (C.I. No)
Citrus red No. 2 12156
Ponceau 3R (Red G) 16155
Ponceau SX (Food Red No. 1) 14700
Rhodamin B (Food Red No. 5) 45170
Guinea Green B (Acid Green No. 3) 42085
Magenta (Basic Violet No. 14) 42510
Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270
Butter Yellow (Solvent yellow No.
2)
11020
Sudan I (Food yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D&C Yellow
No. 1)
41000
Oil Oranges SS (Basic Yellow N0. 2) 12100
Oil Oranges XO (Solvent Oranges No.
7)
12140
Oil yellow B (Solvent Oranges No.
5)
11380
Oil yellow OB (Solvent Oranges No.
6)
11390
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88
2.4 Dampak Kesehatan yang disebabkan oleh Pewarna Sintetik Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal
berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
(Trestiati, 2003). Rhodamin B dibuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik
15
anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan
(Sihombing, 1985). Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit,
kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis,
sabun dan bulu (Merck Index dalam Utami dan Andi, 2009).
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena
Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji
toksisitas Rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah
membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut (BPOM, 2015). Hasil suatu
penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, Rhodamin B
menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis
dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan
hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan
hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma
(Cahyadi, 2006).
Hasil Penelitian Budiarso dkk (1983), diacu dalam Muchtadi &
Nienaber, (1997) juga menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat toksik,
dengan bukti bahwa Rhodamin B dapat menghambat pertumbuhan hewan
percobaan (mencit dan tikus). Penggunaan Rhodamin B pada makanan
dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati maupun kanker. Menurut (Vries, 1996) pewarna sintetik dan produk
metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar memungkinkan
toksik dan menyebabkan kanker, deformasi dan lain-lain.
16
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian Rhodamin B akan
muncul jika zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang, tetapi perlu
diketahui pula bahwa Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika
tertelan sebanyak 500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksiknya. Efek
toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna (BPOM, 2015).
Selain itu, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Apabila Rhodamin
B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada
saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan ditandai
urin yang berwarna merah ataupun merah muda. Apabila menghirup
Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa terjadinya
iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula, apabila zat kimia ini
mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena
Rhodamin B juga kan mengalami iritasi yg ditandai dengan mata kemerahan
dan timbunan cairan atau edema pada mata (Cahyadi, 2006).
2.5 Definisi Penjual Makanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098 tahun 2003 tentang
persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran, penjual makanan
adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan, sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran
dari penjual makanan sangatlah besar peranannya.
17
2.6 Perilaku
2.6.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata
lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini,
perilaku kesehatan dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif
dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti
pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan
bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain, yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge,
attitude dan practice (Sarwono, 2004).
Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert) dan
perilaku terbuka (overt), tetapi sebenernya perilaku adalah totalitas
yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan kata lain,
perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas
seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan
eksternal. Benyamin Bloom (1908) membedakan adanya 3 area
18
wilayah, ranah atau domain perilaku, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor atau peri cipta, peri rasa dan peri tindak (Notoatmodjo,
2010).
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku
Perilaku adalah unik dan individual. Setiap individu memiliki
perilakunya sendiri yang berbeda dengan individu lain, termasuk
termasuk pada kembar identik sekalipun. Perilaku tidak selalu
mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak
selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Namun, secara
minimal jika didasari pengetahuan yang cukup, perilaku positif yang
terbentuk relatif lebih lama. Menurut Green (1980) ia menyatakan
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh ketiga faktor. Faktor
tersebut, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor
penguat (Maulana, 2009). Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku
seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila
didasari oleh tingkat pengetahuan yang baik. Pengetahuan juga akan
berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Pengetahuan dan sikap
merupakan faktor yang mendasari terjadinya perubahan perilaku
seseorang
Piaget (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa dalam
otak manusia terdapat tahap pemrosesan informasi yang berbentuk
tingkah laku sebagai hasil akhirnya. Hal tersebut memiliki arti bahwa
terdapat model pemrosesan informasi dalam konsep perkembangan
19
kognitif. Pendekatan tersebut merumuskan bahwa kognitif manusia
merupakan sistem yang terdiri dari tiga bagian yakni input, proses dan
output. Sumber informasi pada dasarnya dapat mempengaruhi
perilaku seseorang karena setiap informasi yang diterima akan
diproses dalam otak sehingga mempengaruhi aspek
kognitif/pengetahuan seseorang yang pada akhirnya akan berdampak
pula pada perilaku seseorang.
Menurut Purwanto (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku sebagai berikut :
A. Faktor Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat
dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor
internal yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis
kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia. Faktor-
faktor tersebut sebagai berikut :
1) Jenis Ras/ Keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah
laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras,
karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid
antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol
dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri
ramah, senang bergotong royong, agak tertutup/pemalu dan
20
sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras
lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.
2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara
lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan
pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan
karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma
pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan
perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderung berperilaku atau
bertindak atas pertimbangan rasional.
3) Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku
seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang
pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis.
Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul,
humoris, ramah dan banyak teman.
4) Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia
yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi
serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang
datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya,
sehingga corak dan kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan
21
fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian
tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh
terhadap perilaku sehari-harinya.
5) Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu
untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik
tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat
dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi
oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana
seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah
terutama dalam mengambil keputusan.
6) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus,
misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah
raga, dan sebagainya.
B. Faktor Eksternal
1) Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar
mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah
seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan
sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang.
22
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya
dengan orang yang berpendidikan rendah.
2) Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku
sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang
diyakininya.
3) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat
atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam
kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup
pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa
dengan tingkah laku orang Papua.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku
individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau
tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus
berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan
dapat dikuasainya.
5) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan
tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
23
tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi perilaku seseorang.
Menurut Rakhmat (2003) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu :
A. Faktor Personal :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia,
bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis.
Menurut Wilson, perilaku social dibimbing oleh aturan-aturan
yang sudah deprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
2. Faktor Sosiopsikologis
a. Komponen Afektif : Aspek emosional dari faktor
sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya
dengan faktor biologis.
b. Komponen Kognitif : Aspek intelektual yang berkaitan
dengan apa yang diketahui manusia.
c. Komponen Konatif : Aspek volisional yang
berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak.
B. Faktor Situsional :
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia
adalah faktor situasional. Menurut pendekatan ini, perilaku
24
manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor
situasional ini berupa :
a. Faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang.
b. Faktor temporal, misal keadaan emosi.
c. Suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
d. Teknologi.
e. Faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan
karakteristik sosial individu.
f. Lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap
lingkungannya.
g. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.
2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Rhodamin B
1. Pengetahuan
Susanna dan Hartono (2003) menyatakan penyalahgunaan bahan
kimia berbahaya, seperti formalin dan Rhodamin B oleh produsen
pangan jajanan adalah salah satu contoh rendahnya tingkat
pengetahuan produsen mengenai keamanan pangan jajanan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Astuti dkk (2010) menyatakan
produsen yang mempunyai pengetahuan baik tentang larangan
penggunaan Rhodamin B serta bahayanya cenderung tidak
menggunakan zat warna Rhodamin B dalam terasi yang
diproduksinya. Sebaliknya, produsen yang mempunyai
pengetahuan kurang tentang Rhodamin B menggunakan zat warna
25
Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Sejalan dengan
penelitian Handayani, dkk (2009) pengetahuan mempengaruhi
penggunaan pewarna sintetis berbahaya.
2. Sikap
Sugiyatmi (2006) menyatakan 68,8% dari pembuat pangan
memiliki sikap terhadap penggunaan pewarna terlarang dalam
kategori kurang. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Novita dan Retno (2013) menunjukkan mayoritas penjual memiliki
sikap yang baik 53,8% dan pada sampel jajanan tidak ditemukan
pemakaian Rhodamin B. Pramastuty (2016) menyatakan ada
hubungan antara sikap penjual makanan dan jajanan dengan
keberadaan zat pewarna dan pengawet terlarang pada makanan
jajanan.
3. Pendidikan
Menurut Pujiastuti (2002) tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap penggunaan zat
pewarna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pramastuty
(2016) ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan keberadaan
zat pewarna dan pengawet terlarang pada makanan jajanan.
Menurut Mubarak dan Cahyati (2009) seseorang akan lebih
rasional dan terbuka mengakses informasi dari luar apabila
semakin tinggi pendidikan yang dicapai di bangku sekolah,
meskipun informasi terkait bahan kimia berbahaya, seperti
26
Rhodamin B, boraks dan formalin mungkin tidak diajarkan di
setiap tingkat pendidikan formal. Hasil penelitian Hidayah dkk
(2017) menunjukkan bahwa responden penelitian sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan rendah (93,5%). Penjual makanan
jajanan biasanya adalah masyarakat yang tingkat pendidikannya
rendah, sehingga kurang memperhatikan tingkat keamanan pangan
yang dibuat dan dijualnya (Sugiyatmi, 2006). Penggunaan bahan
pewarna dan pengawet terlarang banyak dilakukan oleh responden
yang berpendidikan tidak tamat SMA. Analisis dengan pengujian
Chi-square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan keberadaan zat pewarna dan pengawet
terlarang pada makanan jajanan yang dijual di pasar-pasar
tradisional Kota Semarang (p= 0,005) (Pramastuty, 2007).
4. Sumber Informasi
Responden akan mengerti tentang bahan tambahan makanan
berbahaya apabila pernah mendapat informasi tersebut dan
responden tidak akan paham tentang bahan tambahan makanan
berbahaya apabila tidak pernah mendapat informasi tersebut.
Sebanyak 42,9% responden mendapatkan informasi terkait bahan
tambahan makanan berbahaya dari media cetak dan elektronik,
responden lainnya mengatakan memperoleh informasi bahan
tambahan makanan berbahaya dari keluarga dan tenaga kesehatan
maupun teman. Menurut Pujiastuti (2002) hanya 16 % yang pernah
27
mendapatkan informasi dari kabupaten, kelurahan, sekolah dan
perindustrian serta 5% lainnya mendapat informasi dari teman dan
keluarga dan masih terdapat lebih dari 50% responden yang belum
pernah mendapatkan informasi mengenai bahan tambahan pangan
secara khusus.
2.7 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Penggunaan Rhodamin
B pada makanan dan
minuman
Keterangan
Diteliti
Tidak diteliti
Dampak Terhadap
Kesehatan
Kanker
Pada Hati
- Pengetahuan
- Sikap
- Pendidikan
- Sumber
Informasi
Iritasi
Pada Hati
Iritasi Pada
Saluran
Pencernaan
Iritasi Pada
Saluran
Pernafasan
28
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-
faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada
makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi namun tidak melihat hubungan dari kedua variabel
tersebut. Variabel yang diteliti terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku yaitu terdiri dari pengetahuan, sikap, pendidikan dan sumber
informasi penjual makanan dan minuman.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Pengetahuan
Penggunaan zat
warna Rhodamin
B pada makanan
dan minuman
Sikap
Pendidikan
Sumber Informasi
29
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Penggunaan
Rhodamin B pada
makanan dan
minuman
Keberadaan secara kualitatif
Rhodamin B pada makanan
dan minuman
Uji
Laboratorium
(kualitatif)
Tes Kit
Rhodamin B
(Reagent )
1. Ya
2. Tidak Ordinal
2. Pengetahuan Kemampuan penjual makanan
dan minuman dalam menjawab
pertanyaan yang terkait dengan
zat pewarna dan dampak
penggunaan zat pewarna sintetik
Wawancara Kuesioner 0. Kurang =
prosentase
jawaban benar
<55%
1. Sedang =
prosentase
jawaban benar
56-74%
Ordinal
30
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
2. Baik =
prosentase
jawaban benar
75-100%
(Nursalam, 2007)
3. Sikap Pernyataan yang menunjukkan
persetujuan/ tidak
persetujuannya terhadap
penggunaan pewarna sintetik
yang berbahaya pada makanan
dan minuman
Wawancara Kuesioner 1. Sikap Negatif =
skor T < nilai
mean/median
2. Sikap Positif =
skor T ≥ nilai
mean/median
(Azwar, 2011)
Ordinal
4. Pendidikan Status pendidikan akhir yang
ditempuh responden
Wawancara Kuesioner 1.Tidak Tamat SD
2.Tamat SD
3.Tamat SMP
4. Tamat SMA
Ordinal
31
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
5. Sumber
Informasi
Akses informasi terkait
penggunaan pewarna
Wawancara Kuesioner 1.Teman
2.Media
3.Orang tua
Nominal
32
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional. Dalam penelitian ini akan dipelajari gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada penjual makanan yang berjualan di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi, kemudian pemeriksaan zat warna
makanan dan minuman dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan waktu penelitian pada bulan Juli-
September tahun 2017.
4.3 Populasi Sampel
4.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2014) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam
penelitian ini adalah penjual makanan dan minuman berwarna merah
di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi yang berjumlah 33 orang.
33
4.3.2 Sampel
1. Sampel responden
Penjual makanan dan minuman yang akan dijadikan sebagai sampel
responden dalam penelitian ini akan ditentukan dengan cara
estimasi (Lameshow dkk, 1997)
n =
Keterangan :
n = besar sampel minimum
= nilai distribusi normal baku pada tertentu (95% = 1,96)
P = nilai proporsi populasi (0,50)
d = derajat penyimpangan terhadap populasi (15% = 0,15)
N = besar populasi ( 33 penjual)
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut diperoleh besar
sampel minimum adalah 13 penjual namun karena jumlahnya yang
relatif kecil maka sampel dipilih dengan metode sampel jenuh yaitu
teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi dijadikan
sampel (Sugiyono, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah semua
penjual makanan dan minuman berwarna merah di Kelurahan
Mustika Jaya yang berjumlah 33 orang. Pengambilan sampel
menggunakan total sampling.
34
2. Sampel makanan dan minuman
Sampel makanan dan minuman dipilih dengan metode non-
probability sampling adalah teknik yang tidak memberi
peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel dengan didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti,
berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2005). Sampel makanan nonlabel yang
diduga mengandung Rhodamin B sehingga diambil sampel dengan
ciri-ciri berwarna merah, berasa manis, atau berwarna merah dan
manis.
Tabel 2.1 Sampel Makanan dan Minuman
Responden Makanan dan Minuman
1 Es doger 1
2 Es susu I
3 Es susu II
4 Kue bolu kukus I
5 Kue bolu lapis
6 Es doger II
7 Es susu III
8 Harum manis
9 Kue bakpau
10 Saos siomay I
11 Saos pentol korek
12 Saos baso ayam
13 Saos cilung
14 Saos siomay II
15 Es salju I
16 Es kopyor
17 Saos bakso unyil
35
Responden Makanan dan Minuman
18 Gulali I
keripik gulali I
19 Es susu IV
20 Agar –agar
21 Saos siomay III
22 Saos cilok
23 Saos bakso tusuk
24 Gulali II
Kerupuk gulali II
25 Saos bakso ayam II
26 Mie
27 Es doger III
28 Kue bolu kukus II
29 Kue telur
Astor
30 Es dawet
31 Es susu
32 Saos cilok II
33 Es salju II
4.4 Sumber Data Penelitian
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari data hasil uji
laboratorium tentang penggunaan zat pewarna Rhodamin B dan data hasil
kuesioner tentang pengetahuan, sikap, pendidikan dan sumber informasi
penjual makanan dan minuman.
4.5 Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan sebagai instrumen untuk variabel pengetahuan
dan sikap penjual terkait penggunaan pewarna pada makanan dan
36
minuman. Kuesioner ini mengacu pada Sugiyatmi (2006) dalam tesisnya
yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik
Boraks dan Pewarna Pada Pangan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di
Pasar-Pasar Kota Semarang”.
Tabel 4.2 Variabel Pertanyaan
Variabel Pertanyaan
Pendidikan A1
Sumber Informasi A2
Pengetahuan B1-B10
Sikap C1-C10
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi bivariat pearson. Hasil
pengujian validitas dapat dilihat pada kolom corrected item-total
correlation dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut
dibandingkan dengan nilai R tabel. Item kuesioner dalam uji validitas
dikatakan valid jika nilai R hitung > R tabel pada signifikasi 5%.
Sebaliknya, dikatakan tidak valid jika nilai R tabel > R hitung pada
signifikasi 5%. Item yang tidak valid dapat diperbaiki atau dapat dibuang
(Hastono, 2006). Adapun hasil uji validitas sebagaimana data dalam
tabel berikut :
37
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner
Nomor
Item
Rhitung Rtabel 5%
(N=15)
Keterangan
B1 0,581 0,514 Valid
B2 0,754 0,514 Valid
B3 0,701 0,514 Valid
B4 0,648 0,514 Valid
B5 0,625 0,514 Valid
B6 0,648 0,514 Valid
B7 0,701 0,514 Valid
B8 0,581 0,514 Valid
B9 0,648 0,514 Valid
B10 0,814 0,514 Valid
C1 0,616 0,514 Valid
C2 0,606 0,514 Valid
C3 0,586 0,514 Valid
C4 0.750 0,514 Valid
C5 0,707 0,514 Valid
C6 0,539 0,514 Valid
C7 0,651 0,514 Valid
C8 0,616 0,514 Valid
C9 0,524 0,514 Valid
C10 0,659 0,514 Valid
Hasil perhitungan uji validitas sebagaimana tabel di atas
menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini
valid dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian karena nilai
Rhitung > Rtabel pada signifikasi 5%.
a. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha. Hasil
pengujian reliabilitas dapat dilihat pada kolom Cronbach’s alpha.
Instrumen dapat dikatakan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari R
tabel ( Hastono, 2006).
38
Table 4.4 Hasil Uji Reabilitas Kuesioner
Rhitung Rtabel 5%
(N=15)
Keterangan
0,737 0,514 Reliabel
Hasil uji reabilitas diperoleh nilai koefisien reabilitas sebesar
0,737. Berdasarkan nilai koefisien reabilitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa kuesioner dalam penelitian reliabel sehingga dapat digunakan
sebagai instrumen penelitian.
2. Lembar hasil analisis kandungan Rhodamin B pada makanan dan minuman.
3. Seperangkat alat dan bahan analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan pewarna Rhodamin B pada makanan dan minuman.
4.6 Cara Pengumpulan Data
4.6.1 Wawancara
Wawancara digunakan untuk menggali data tentang pengetahuan,
sikap, pendidikan dan sumber informasi penjual makanan dan minuman
terhadap penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman.
4.6.2 Uji Laboratorium
Uji laboratorium pada penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data ada atau tidaknya pewarna Rhodamin B pada
makanan dan minuman. Analisis kandungan Rhodamin B dilakukan
dengan penggunaan Reagent.
1. Alat dan Bahan
- Sendok Makan (1 buah)
39
- Sendok Teh (1 buah)
- Batang Pengaduk
- Tabung Uji Reaksi/Botol (2 Buah)
- Gelas Becker
- Pipet tetes
- Reagent A, B, B2
- Air Mendidih (10 ml)
- Sampel makanan dan minuman
2. Cara Kerja
a. Jika bahan uji berupa cairan, ambil 5 ml (1 sendok makan) untuk
pengujian.
b. Tambahkan 1 tetes reagent A dan reagent B, dan 4 tetes Reagent
B2 ke botol uji atau tabung reaksi yang sudah berisi campuran
reagent.
c. Masukkan 1 sendok makan (± 5 ml) cairan uji ke dalam botol uji
atau tabung reaksi yang sudah berisi campuran reagent.
d. Kocok sebentar dan diamkan campuran sekitar 10-20 menit.
e. Bila warna cairan uji berubah menjadi ungu berarti cairan uji
positif megandung pewarna sintesis merah (Rhodamin B).
4.7 Manajemen Data
Data hasil penelitian akan diolah menggunakan SPSS (Statistic Pacakge for
Social Science). Tahapan pengolahan data yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
40
1. Penyuntingan (editing)
Dalam tahap penyuntingan ini dilakukan pemeriksaan antara lain
kesesuaian jawaban dan kelengkapan pengisian. Dalam proses
penyuntingan tidak dilakukan penggantian atau penafsiran jawaban.
2. Pemberian Skor (Scoring)
- Pengetahuan : Apabila menjawab benar mendapat skor 1 dan apabila
menjawab salah mendapat skor 0, setelah itu total skor dibandingkan
dengan prosentase jawaban benar.
- Sikap : Sangat Setuju = 1, Setuju = 2, Netral = 3, Tidak Setuju = 4,
Sangat Tidak Setuju = 5, Setelah itu total skor dibandingkan dengan
nilai mean/median.
3. Pengkodean (coding)
Peneliti akan mengklasifikasi jawaban yang ada menurut macamnya.
Berikut adalah pengkodean dari masing-masing variabel :
No Variabel Pengkodean
1. Penggunaan Rhodamin B oleh
penjual makanan dan minuman
“Ya”=”[0]” dan “Tidak”=”[1]”.
2. Pengetahuan penjual makanan
dan minuman
“Kurang” = ”[0]” jika prosentase
jawaban benar 75-100%;
No Variabel Pengkodean
“Sedang” = “[1]” jika prosentase
jawaban benar 56-74%
“Baik” = “[2]” jika prosentase
41
jawaban benar <55%.
3. Sikap penjual makanan dan
minuman
“Negatif” = “[0]; “Positif” =
“[1]” jika jumlah skor responden
≥ mean/median
5. Pendidikan penjual makanan
dan minuman
“Tidak Tamat SD” = “[1]”;
“Tamat SD” = “[2]”, “Tamat
SMP” = “[3]”, “Tamat SMA” =
“[4]”
Sumber Informasi penjual
makanan dan minuman
“Teman” = “[1]”; “Media” =
“[2]”; “Orang tua” = “[3]”.
4. Entry
Setelah itu, memasukkan data yang telah diolah sesuai kebutuhan
analisanya.
5. Cleaning
Membersihkan data dan memeriksa data yang di entry kedalam komputer.
Dengan mengacu pada kuesioner yang telah diisi maka dilakukan
pemilihan variabel yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Kemudian
variabel-variabel tersebut diberi kode tertentu sesuai dengan analisa. Pada
tahp ini dilakukan pengecekan ulang data yang telah dimasukkan agar
tidak terjadi kesalahan, yaitu dengan mengetahui missing data, variasi data
dan konsistensi data. Cleaning data dibantu dengan software statistik pada
42
komputer dan perhitungan secara manual dengan menggunakan kertas
pensil.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
masing-masing variabel, yang kemudian disajikan dalam tabel dan
narasi. Kelompok variabel disajikan dalam bentuk tabel penggunaan
Rhodamin B, pengetahuan, sikap, pendidikan, sumber informasi penjual
makanan dan minuman, Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
tabel distribusi dan persentase.
43
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Penggunaan Rhodamin B
Distribusi penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman
di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi ditunjukkan, seperti pada
Tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Rhodamin B di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Ya 5 15,2
Tidak 28 84,8
Total 33 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sampel yang mengandung
Rhodamin B lebih sedikit dibandingkan dengan sampel yang tidak
menggunakan Rhodamin B. Adapun sampel mengandung Rhodamin B,
yaitu harum manis, kerupuk gulali, saos pentol korek, es salju dan kue
kering telur berwarna merah muda.
5.2 Pengetahuan
Distribusi pengetahuan responden di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.2
44
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Kurang 17,9 60,0
Sedang 46,4 20,0
Baik 35,7 20,0
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 13
orang (46,4%) memiliki pengetahuan tentang pewarna dalam kategori
sedang, sedangkan sebagian besar responden yang menggunakan
Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki pengetahuan
tentang pewarna dalam kategori kurang.
Pengetahuan Menjawab benar tentang
pengetahuan
Tidak
menggunakan
Rhodamin B
Menggunakan
Rhodamin B
Jenis pewarna yang dapat
digunakan untuk makanan dan
minuman
82,1% 40%
Dalam pembuatan makanan dan
minuman, bolehkah menggunakan
pewarna
64,3% 20%
Pewarna yang paling baik
digunakan dalam pembuatan
makanan dan minuman
78,6% 80%
45
Pengetahuan Menjawab benar tentang
pengetahuan
Tidak
Menggunakan
Rhodamin B
Menggunakan
Rhodamin B
Pewarna yang membahayakan
kesehatan
75,0% 80%
Bolehkah zat warna Rhodamin B
ditambahkan didalam makanan dan
minuman
64,3% 20%
Bolehkah pewarna buatan
ditambahkan dalam pembuatan
makanan dan minuman
82,1% 80%
Efek penggunaan pewarna yang
tidak diperbolehkan bagi kesehatan
71,4% 40%
Rhodamin B merupakan zat warna
yang dilarang atau tidak
57,1% 20%
Rhodamin B merupakan pewarna
untuk makanan atau tidak
60,7% 40%
Rhodamin B merupakan jenis
pewarna berbahaya atau tidak
71,4% 40%
Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin
B telah menjawab pertanyaan dengan benar bahwa cap kupu-kupu
merupakan jenis pewarna yang dapat digunakan untuk makanan dan
minuman, pewarna alami merupakan pewarna yang paling baik
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman, pewarna-
pewarna tertentu saja yang membahayakan kesehatan, Rhodamin B
merupakan pewarna yang tidak boleh ditambahkan ke dalam
pembuatan makanan dan minuman, pewarna buatan boleh
46
ditambahkan dalam pembuatan makanan dan minuman tetapi bukan
merupakan pewarna yang dilarang dan tidak berlebihan
penggunaannya serta penggunaan pewarna yang tidak diperbolehkan
dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan, Rhodamin B
merupakan pewarna yang dilarang untuk makanan dan minuman,
Rhodamin B bukan pewarna untuk makanan dan minuman serta
Rhodamin B merupakan pewarna berbahaya bagi kesehatan apabila
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman.
Sebagian besar responden yang menggunakan Rhodamin B
masih menjawab pertanyaan dengan salah bahwa pewarna sumba dan
pewarna Rhodamin B merupakan jenis pewarna untuk makanan dan
minuman, dalam pembuatan makanan dan minuman boleh
ditambahkan pewarna asal sedikit tanpa melihat apakah pewarna
tersebut dilarang atau tidak, tidak ada pewarna yang membahayakan
kesehatan, Rhodamin B merupakan pewarna yang boleh ditambahkan
dalam pembuatan makanan dan minuman, efek penggunaan pewarna
yang tidak diperbolehkan tidak ada pengaruhnya bagi kesehatan,
Rhodamin B merupakan pewarna yang tidak dilarang untuk pembuatan
makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan pewarna untuk
makanan dan minuman serta pewarna Rhodamin B tidak berbahaya
apabila digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman.
47
5.3 Sikap
Distribusi sikap responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Negatif 46,4 60,0
Positif 53,6 40,0
Total 100,0 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 15
orang (53,6%) memiliki sikap tentang penggunaan pewarna dalam
kategori positif, sedangkan sebagian besar responden yang
menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki
sikap tentang penggunaan pewarna dalam kategori negatif.
Sikap Menjawab tidak setuju
Tidak
menggunakan
Rhodamin B
Menggunakan
Rhodamin B
Penggunaan pewarna terlarang pada
makanan dan minuman tidak
berbahaya bagi kesehatan
71,4% 80%
Apabila ada pewarna yang lebih
murah dan lebih mahal maka akan
menggunakan pewarna yang lebih
murah
64,3% 40%
48
Sikap Menjawab Tidak Setuju
Tidak
Menggunakan
Rhodamin B
Menggunakan
Rhodamin B
Dalam pembuatan makanan dan
minuman boleh menggunakan
sembarang pewarna
92,9% 100%
Pewarna merah mencolok tidak
berbahaya apabila digunakan dalam
makanan dan minuman
67,9% 40%
Dalam pembuatan makanan dan
minuman boleh menggunakan
pewarna berlebihan
75,0% 100%
Pewarna mencolok baik digunakan di
dalam pembuatan makanan dan
minuman
75,0% 40%
Rhodamin B pewarna yang baik
digunakan dalam makanan dan
minuman mencolok
71,4% 40%
Apabila saya mengetahui penggunaan
Rhodamin B, saya akan tetap
menggunakan pewarna tersebut
89,3% 100%
Penggunaan pewarna pada makanan
dan minuman dilakukan supaya
pembeli lebih tertarik jadi wajar kalau
pakai pewarna berlebihan
53,6% 20%
Pewarna yang berlebihan dalam
pembuatan makanan dan minuman
tidak dapat berdampak buruk bagi
kesehatan
89,3% 80%
49
Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin
B telah memiliki sikap bahwa penggunaan pewarna terlarang pada
makanan dan minuman dapat berbahaya bagi kesehatan, penjual akan
lebih memilih pewarna yang lebih mahal dibandingkan dengan
pewarna yang lebih murah untuk pembuatan makanan dan
minumannya, dalam pembuatan makanan dan minuman tidak boleh
menggunakan sembarang pewarna, pewarna merah mencolok apabila
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman dapat
membahayakan kesehatan, pewarna mencolok tidak baik digunakan
dalam pembuatan makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan zat
pewarna mencolok yang tidak baik digunakan dalam pembuatan
makanan dan minuman, penjual tidak akan menggunakan Rhodamin B
setelah mengetahui bahaya dari penggunaan pewarna tersebut, tidak
wajar menggunakan pewarna yang berlebihan supaya menarik minat
pembeli serta menghindari penggunaan pewarna berlebihan sebab
dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Sebagian besar responden yang menggunakan Rhodamin B
masih memiliki sikap bahwa akan lebih memilih pewarna yang lebih
murah untuk digunakan dalam pembuatan makanan dan minumannya
apabila terdapat pewarna yang lebih murah dan lebih mahal,
penggunaan pewarna merah mencolok dalam pembuatan makanan dan
minuman tidak membahayakan kesehatan, pewarna yang mencolok
merupakan pewarna yang baik digunakan di dalam pembuatan
50
makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan pewarna yang
mencolok yang baik digunakan dalam pembuatan makanan dan
minuman serta penggunaan pewarna yang berlebihan wajar digunakan
karena untuk membuat pembeli lebih tertarik.
5.4 Pendidikan
Distribusi pendidikan responden di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.4
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Tidak Tamat SD 14,3 -
Tamat SD 28,6 60,0
Tamat SMP 21,4 20,0
Tamat SMA 35,7 20,0
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa mayoritas pendidikan
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B adalah tamat SMA,
yaitu sebanyak 10 orang (35,7%) dan minoritas pendidikan responden
yang tidak menggunakan Rhodamin B adalah tidak tamat SD, yaitu
sebanyak 4 orang (14,3%), sedangkan mayoritas pendidikan
responden yang menggunakan Rhodamin B adalah tamat SD, yaitu
sebanyak 3 orang (60,0%).
51
5.5 Sumber Informasi
Distribusi sumber informasi responden di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi terkait penggunaan pewarna pada makanan dan
minuman ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Teman 46,4 60,0
Media 46,4 40,0
Orang Tua 7,1 -
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa mayoritas sumber
informasi responden yang tidak menggunakan Rhodamin B terkait
penggunaan pewarna didapatkan dari teman dan media, yaitu
sebanyak 13 orang (46,4%) dan minoritas sumber informasi
didapatkan dari orang tua, yaitu sebanyak 2 orang (7,1%), sedangkan
mayoritas sumber informasi responden yang menggunakan
Rhodamin B terkait penggunaan pewarna didapatkan dari teman,
yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) dan minoritas sumber informasi
didapatkan dari media, yaitu sebanyak 2 orang (40,0%).
52
BAB VI
PEMBAHASAN
5.1 Keterbatasan Penelitian
1. Hasil penelitian ini dipengaruhi oleh sensitivitas alat uji Rapid Test kit
yang digunakan.
2. Hasil penelitian sangat dipengaruhi kejujuran responden dalam menjawab
kusioner dan jawaban responden yang tergantung pada pemahaman
resonden terhadap pertanyaan pada kuesioner.
6.2 Penggunaan Rhodamin B
Penggunaan Rhodamin B di Indonesia ke dalam suatu makanan
dilarang oleh pemerintah karena Rhodamin B merupakan salah satu pewarna
sintetis yang dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan serta pewarna
yang sebenarnya digunakan untuk kertas dan tekstil. Rhodamin B
Berdasarkan lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan
Makanan Nomor : 00386/C/SK/ II/90 ada beberapa zat warna yang dilarang
digunakan dalam makanan, obat ataupun pada kosmetik (Badan POM, 2012).
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.1 dari 33 responden
diketahui bahwa 15,2% makanan dan minuman yang dijual di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya menggunakan Rhodamin B. Pada tahun 2011-2013,
BPOM masih menemukan pewarna bukan untuk pangan salah satunya
adalah Rhodamin B. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pewarna sintetik
berbahaya masih sering ditemukan penggunaannya oleh penjual makanan dan
minuman. Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Andi (2009)
53
menghasilkan 15 dari 41 jajanan yang di jual di Kecamatan Laweyan
Kotamadya Surakarta positif mengandung Rhodamin B. Penelitian yang
sama dilakukan oleh Paratmanitya dan Veriani (2016) dari 15 sampel yang
diuji kandungan Rhodamin B, terdapat 7 sampel (46,7%) positif mengandung
Rhodamin B, yaitu makanan dan minuman jenis jelly dan es. Sementara
penelitian yang dilakukan di Sumatera Utara menunjukkan bahwa 3 dari 28
sampel mengandung Rhodamin B (Silalahi dan Fathur, 2011). Penelitian
yang dilakukan Akbar (2012) di Jakarta Pusat juga memberikan hasil yang
hampir sama, yaitu 2 dari 20 sampel yang diuji (10%) dinyatakan positif
mengandung Rhodamin B.
Zat pewarna Rhodamin B sangat berbahaya bagi kesehatan.
Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang lama dapat
mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker (Yuliarti, 2017). Pada
umumnya, bahaya akibat pengonsumsian Rhodamin B akan muncul jika zat
warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang, tetapi perlu diketahui pula
bahwa Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak
500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksiknya. Efek toksik yang mungkin
terjadi adalah iritasi saluran cerna. Penggunaan zat pewarna ini dilarang di
Eropa mulai 1984 karena Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab
kanker) yang kuat. Uji toksisitas Rhodamin B yang dilakukan terhadap
mencit dan tikus telah membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut
(BPOM, 2015). Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap
mencit, Rhodamin B menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal
54
menjadi nekrosis dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi.
Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang
melakukan pinositosis) dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan
sitolisis dari sitoplasma (Cahyadi, 2006).
Rhodamin B merupakan pewarna yang bersifat karsinogen dan
dilarang penggunaannya oleh pemerintah untuk makanan dan minuman
sehingga dapat dilakukan analisis laboratorium secara kualitatif sederhana
saja dan tidak perlu melakukan analisis secara kuantitatif karena
keberadaannya pada makanan dan minuman yang dilarang oleh pemerintah
serta dapat menjadi pemicu kanker. Terlepas apakah seseorang yang
mengonsumsi Rhodamin B tersebut beberapa tahun kedepan akan mengalami
kanker atau tidak. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 Rhodamin B termasuk kedalam jenis pewarna sintetik
yang tidak diizinkan penggunaannya di Indonesia. Penyediaan dan
penggunaan peralatan Uji Cepat (Rapid Test Kit) oleh semua pihak untuk
mengetahui kandungan bahan kimia berbahaya pada pangan menjadi salah
satu cara yang dianjurkan BPOM untuk mencegah meluasnya penggunaan
bahan tambahan non pangan (BPOM RI & 30 Balai Besar / Balai POM,
2009).
Menurut Astuti dan Wulandari (2010) masih ditemukannnya
penggunaan pewarna sintetik berbahaya pada produk berwarna dikarenakan
lebih menarik dan lebih murah serta 86% produsen menyatakan penggunaan
pewarna karena permintaan konsumen. Banyak produsen memakai
55
Rhodamin B karena harganya murah dan warnanya mencolok sehingga
membuat pembeli lebih tertarik (Pujiastuti, 2002). Nuraini (2007)
mengatakan adanya peran psikologis pada warna sehingga membuat anak-
anak akan memilih produk pangan tersebut.
Pada umumnya, seperti pewarna tekstil dan bahan kimia berbahaya
yang dijual di pasaran baik yang berbentuk bubuk ataupun liquid tidak
memiliki petunjuk ukuran penggunaannya sehingga membuat produsen
pangan hanya mengira-ngira dalam pemakaiannya (Rahayu dkk, 2012).
Rhodamin B pada saat ini banyak digunakan sebagai pewarna
makanan dikarenakan umumnya mempunyai warna yang lebih cerah, lebih
stabil dalam penyimpanan, harganya lebih murah dan produsen pangan
belum menyadari bahaya dari pewarna tersebut (Listiana, 2009). Bahan
pewarna yang banyak digunakan dalam pembuatan makanan jajanan pada
umumnya berupa sumba. Bahan pewarna ini mudah diperoleh dan murah
harganya. Pembuat makanan jajanan tradisional pada umumnya tidak
mengetahui jenis pewarna yang terdapat di dalam sumba. Para pembuat
makanan mengetahui sumba merupakan pewarna makanan, dapat memberi
warna yang menarik pada makanan, murah, dan banyak dijual di warung-
warung dan toko-toko. Ketidaktahuan mereka telah menggunakan beberapa
bahan pewarna yang dilarang untuk digunakan dalam makanan (Sugiyatmi,
2006).
Agar penggunaan bahan pewarna berbahaya tidak semakin meluas
maka diharapkan pemerintah dapat melakukan peningkatan pengawasan
56
terhadap produk makanan yang dijual di wilayah tersebut serta melakukan
peningkatan intensifikasi pengawasan pangan tidak hanya di sekolah-sekolah.
Namun, juga di tempat-tempat umum yang menjadi tempat strategis bagi para
penjual pangan untuk menjual makanan dan minumannya. Selain itu,
memberikan edukasi tentang gizi dan keamanan pangan serta penggunaan
BTP pada pangan, memberikan pembinaan mengenai keamanan pangan dan
penggunaan BTP kepada penjual makanan serta pengawasan terhadap toko-
toko dan warung- warung yang menjual pewarna makanan. Dampak negatif
penggunaan pewarna perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
6.3 Pengetahuan Penjual Makanan dan Minuman
Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu
untuk terbentuknya tindakan seseorang yang mencakup kemampuan kognitif,
afektif dan psikomotorik. Pengetahuan yang dilihat dari kemampuan kognitif
seseorang mencakup kemampuan untuk mengetahui, memahami,
mengaplikasi, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi suatu hal.
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2 dari 28 responden yang
tidak menggunakan Rhodamin B diketahui bahwa sebagian besar, yaitu
sebanyak 13 orang (46,4%) memiliki pengetahuan dalam kategori sedang,
sedangkan untuk penjual makanan dan minuman yang menggunakan
Rhodamin B dari 5 responden diketahui bahwa sebagian besar penjual
makanan dan minuman, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki
pengetahuan kategori kurang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan (Astuti, dkk 2010) pengetahuan responden tentang Rhodamin B
57
sebagian besar dikategorikan sedang sebanyak 13 orang (43,3%), sedangkan
hasil penelitian Novita dan Retno (2013) menunjukkan mayoritas penjual
berpengetahuan kurang 53,8%. Dari hasil skor total dalam menjawab
kuesioner 61,9% responden memiliki tingkat pengetahuan kurang mengenai
Rhodamin B, formalin dan boraks (Irawan dan Luh Seri, 2016).
Perbandingan antara pengetahuan penjual makanan dan minuman yang
tidak menggunakan Rhodamin B dengan yang menggunakan Rhodamin B
akan terlihat. Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dan sikap merupakan
faktor yang mendasari terjadinya perubahan perilaku seseorang. Penjual
makanan dan minuman yang tidak menggunakan Rhodamin B sebagian besar
memiliki pengetahuan dalam kategori sedang. Hal ini menjadi salah satu
faktor penjual tersebut tidak menggunakan Rhodamin B karena para penjual
sudah mengetahui jenis pewarna apa yang dapat digunakan untuk pembuatan
makanan dan minuman, Rhodamin B bukan merupakan pewarna yang boleh
digunakan untuk pembuatan makanan dan minuman serta penggunaan
pewarna yang berlebihan harus dihindari sebab dapat berdampak buruk bagi
kesehatan, meskipun masih terdapat penjual makanan dan minuman yang
memiliki pengetahuan dalam kategori sedang dan baik tetapi menggunakan
Rhodamin B karena menurut Aminah dan Hidayah (2012) para pedagang
memperoleh pengetahuan keamanan pangan dari informasi mulut ke mulut.
Namun, dalam hal pengaplikasiannya sulit dilakukan. Hal ini terjadi
dikarenakan produsen ingin menampilkan dagangannya tetap menarik dengan
cita rasa dan biaya yang rendah.
58
Selain itu, pengetahuan tidak terlepas dari pendidikan. Pendidikan
secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi
orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Utami dan Andi
(2009) mengatakan pendidikan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi
rendahnya pengetahuan pedagang tentang pewarna alami dan sintetik serta
pewarna yang tidak diizinkan. Demikian juga pada penelitian ini, sebagian
besar penjual makanan dan minuman yang menggunakan Rhodamin B
memiliki pendidikan tamat SD sehingga hal ini juga mempengaruhi
rendahnya pengetahuan penjual makanan dan minuman akan penggunaan
Rhodamin B dan pewarna sintetik lainnya.
Ketersediaan informasi dan tingkat pendidikan penjual makanan dan
minuman yang masih rendah juga dapat mempengaruhi pengetahuan penjual
makanan dan minuman akan zat warna yang diperbolehkan. Selain itu,
penjual makanan dan minuman yang menggunakan Rhodamin B sebagian
besar memiliki pengetahuan dalam kategori kurang sehingga mempengaruhi
penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman yang dijualnya. Para
penjual mengetahui bahwa pewarna sumba dan Rhodamin B merupakan
pewarna yang dapat digunakan untuk makanan dan minuman, pewarna boleh
digunakan dalam makanan dan minuman tanpa melihat apakah pewarna
tersebut dilarang atau tidak, Rhodamin B merupakan pewarna yang boleh
digunakan untuk pembuatan makanan dan minuman, efek dari penggunaan
pewarna yang berlebihan tidak berdampak bagi kesehatan serta Rhodamin B
59
merupakan pewarna yang tidak dilarang dan tidak berbahaya apabila
digunakan di dalam makanan dan minuman. Hal ini diperkuat dengan
penyataan Sugiyami (2006) para pembuat makanan mengetahui sumba
merupakan pewarna makanan, dapat memberi warna yang menarik pada
makanan, murah, dan banyak dijual di warung-warung dan toko-toko.
Ketidaktahuan mereka telah menggunakan beberapa bahan pewarna yang
dilarang untuk digunakan dalam makanan. Selain pengetahuan yang rendah
terhadap bahan tambahan pangan dan bahan berbahaya, menurut Purtiantini
(2010) pengetahuan selain didapatkan secara eksternal, tetapi juga didapatkan
secara internal, yaitu berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman
hidup. Pengetahuan juga dipengaruhi oleh lingkungan, seperti ketika
seseorang bergaul dengan yang temannya yang memiliki pengetahuan yang
kurang maka akan cenderung mengikuti dan akhirnya memiliki pengetahuan
yang kurang juga. Hal ini disebabkan karena lingkungan merupakan seluruh
kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar
manusia serta pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan serta
perilaku orang atau kelompok (Wawan A dan Dewi, 2010).
Menurut Sugiyatmi (2006) adanya kemungkinan faktor lain yang
mempengaruhi, yaitu ketersediaan zat warna di toko-toko terdekat. Dalam
hal ini, penjual bahan kimia juga menjadi prioritas utama. Penjual zat warna
perlu mendapatkan informasi yang benar mengenai zat warna yang
diperbolehkan untuk pangan karena dianggap lebih mengetahui oleh
produsen, dengan ini penjual berkewajiban memberikan informasi yang
60
sebenarnya mengenai zat warna yang boleh digunakan. Hal ini menunjukkan
pembinaan terhadap penjual makanan dan minuman dan sosialisasi mengenai
bahan tambahan pangan (BTP) seperti penggunaan bahan pewarna pada
makanan dan minuman masih diperlukan. Materi mengenai bahan tambahan
pangan (BTP) cukup banyak serta terus berkembang sesuai kemajuan ilmu
dan teknologi sehingga pembinaan maupun penyuluhan diserta penyampaian
informasi mengenai perkembangan bahan tambahan pangan khususnya ilmu
teknologi pangan umumnya harus dilakukan secara terus menerus dan
pembinaan serta pemberian edukasi tidak hanya kepada penjual makanan dan
minuman tetapi juga kepada para penjual pewarna.
6.4 Sikap Penjual Makanan dan Minuman
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.3 dari 28 responden
yang tidak menggunakan Rhodamin B diketahui bahwa sebagian besar, yaitu
sebanyak 15 orang (53,6%) memiliki sikap tentang penggunaan pewarna
dalam kategori positif, sedangkan untuk penjual makanan dan minuman yang
menggunakan Rhodamin B dari 5 responden diketahui bahwa sebagian besar
penjual makanan dan minuman, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki
sikap tentang penggunaan pewarna dalam kategori negatif.
Hal yang sama ditunjukkan Novita dan Retno (2013) sebagian besar
pedagang memiliki sikap yang baik 53,8%. Hasil yang sama juga didapatkan
Asmarani (2013) sebagian besar responden telah memiliki sikap yang baik
(65,7%), sedangkan Sugiyatmi (2006) menyatakan 68,8% dari pembuat
pangan memiliki sikap terhadap penggunaan pewarna terlarang dalam
61
kategori kurang. Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) sikap bukan
merupakan pelaksanaan motif tertentu melainkan kesiapan atau kesediaan
dalam bertindak. Sikap masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan
reaksi terbuka. Menurut Notoatmodjo (2007) sikap responden pada setiap
pernyataan sudah baik apabila nilai pada rentang skala likert berada pada
rentang setuju atau sangat setuju.
Menurut Astuti dan Wulandari (2010) salah satu yang menjadi
pertimbangan sikap produsen yang masih negatif adalah pewarna Rhodamin
B yang lebih tahan lama dibandingkan dengan zat pewarna alami sehingga
lebih menarik bagi para pembeli dan harga Rhodamin B yang relatif lebih
murah dibandingkan dengan zat warna alami sehingga akan lebih
menguntungkan bagi para produsen. Demikian juga pada penelitian ini,
sebagian besar penjual makanan dan minuman yang memiliki sikap yang
negatif menganggap bahwa pewarna mencolok baik digunakan dalam
pembuatan makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan pewarna
mencolok yang baik digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman,
para penjual lebih memilih menggunakan pewarna yang lebih murah
dibandingkan dengan pewarna yang lebih mahal dan para penjual
menganggap bahwa penggunaan pewarna yang berlebihan wajar digunakan
karena untuk menarik minat pembeli.
Sikap juga mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan seseorang
terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman, atau dari orang yang dekat
dengan kita. Orang-orang yang berada disekitar kita akan membuat kita
62
menerima atau menolak sesuatu (Contento 2007), meskipun penjual makanan
dan minuman yang menggunakan Rhodamin B mayoritas memiliki sikap
negatif namun terdapat pula yang memiliki sikap positif tidak menutup
kemungkinan untuk memiliki sikap positif karena adanya pengaruh dari
media elektronik maupun massa serta pengaruh dari teman yang memiliki
pengetahuan baik tentang pemilihan zat warna yang diperbolehkan
menimbulkan responden yang memiliki pengetahuan kurang tersebut
mengikuti sikap yang dimiliki oleh temannya dan lama kelamaan responden
yang memiliki pengetahuan yang kurang tersebut akan memiliki sikap yang
positif, seperti temannya yang berpengetahuan baik.
Pengetahuan produsen yang masih rendah tentang pewarna yang
diperbolehkan maupun dilarang menjadi kemungkinan penyebab sikap dan
perilaku yang masih tidak konsisten. Dengan kata lain, adanya kemauan
menggunakan zat warna yang tidak berbahaya bagi kesehatan (zat warna
yang diperbolehkan) oleh produsen. Akan tetapi, produsen tidak memiliki
kemampuan untuk membedakan zat warna yang diperbolehkan dan dilarang
sehingga perlu ada perlu ada peningkatan pengetahuan untuk produsen
(Pujiatuti, 2002). Menurut Purwanto (2012) pengetahuan mengenai suatu
objek baru menjadi sikap apabila pengetahuan itu disertai kesiapan untuk
bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek tersebut sehingga dapat
dikatakan pengetahuan saja belum menjadi penggerak.
Dari hasil wawancara Astuti dkk (2010) diketahui bahwa produsen
memiliki kemauan untuk menggunakan zat warna yang diperbolehkan untuk
63
makanan, tetapi harga yang lebih mahal menjadi alasan mereka untuk tetap
menggunakan zat warna yang tidak diperbolehkan. Selain itu, zat warna
untuk makanan mempunyai warna yang kurang menarik/ mudah memudar
sehingga konsumen tidak menyukainya, meskipun demikian mereka memiliki
keinginan untuk menggunakannya dengan syarat hal ini harus dilakukan oleh
semua. Hal ini menunjukkan pembinaan kepada penjual makanan dan
minuman serta praktek penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) masih
diperlukan karena masih ditemukannya penggunaan Rhodamin B oleh
penjual makanan dan minuman yang dapat dikatakan memiliki sikap yang
positif.
6.5 Pendidikan Penjual Makanan dan Minuman
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.4 dari 28 responden
yang tidak menggunakan Rhodamin B diketahui bahwa mayoritas pendidikan
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B adalah tamat SMA, yaitu
sebanyak 10 orang (35,7%), sedangkan untuk penjual makanan dan minuman
yang menggunakan Rhodamin B dari 5 responden diketahui bahwa mayoritas
pendidikan responden yang menggunakan Rhodamin B adalah tamat SD, yaitu
sebanyak 3 orang (60,0%). Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2017)
sebagian besar penjual memiliki tingkat pendidikan rendah (93,5%).
Sehingga dapat terlihat perbandingan antara mayoritas pendidikan
penjual makanan dan minuman yang tidak menggunakan Rhodamin B dengan
yang menggunakan Rhodamin B. Menurut Pujiastuti (2002) tingkat
pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
64
terhadap penggunaan zat pewarna. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan
Purwanto (1999) inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar.
Hasil dari proses belajar mengajar adalah seperangkat perubahan perilaku.
Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya
dengan orang yang berpendidikan rendah.
Menurut Susanna dan Hartono (2003) pendidikan pedagang makanan
yang sebagian besar berpendidikan rendah yang minim informasi kesehatan
dapat menjadi salah satu penyebab masih terdapat penyalahgunaan terhadap
bahan kimia berbahaya, seperti formalin dan Rhodamin B. Menurut Mubarak
dan Cahyati (2009) seseorang akan lebih rasional dan terbuka mengakses
informasi dari luar apabila semakin tinggi pendidikan yang dicapai di bangku
sekolah, meskipun informasi terkait bahan kimia berbahaya, seperti Rhodamin
B, boraks dan formalin mungkin tidak diajarkan di setiap tingkat pendidikan
formal. Sejalan dalam penelitian ini mayoritas pendidikan penjual makanan
dan minuman yang menggunakan Rhodamin B tamat SD sehingga informasi
yang didapatkan juga hanya sedikit, sedangkan penjual makanan dan
minuman yang memiliki pendidikan tamat SMA akan lebih terbuka dan
mudah untuk menyerap informasi terkait penggunaan bahan kimia berbahaya.
Makin tinggi pendidikan seseorang makin tinggi kemampuan yang
diperoleh. Sebaliknya, makin rendah pendidikan seseorang makin sedikit
kemampuan yang diperoleh. Adanya kemampuan yang tinggi memungkinkan
seseorang dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan praktik yang mereka
65
lakukan (Sugiyatmi, 2006). Makin tinggi pendidikan penjual makanan dan
minuman maka penjual tersebut akan lebih mengetahui bahaya penggunaan
Rhodamin B dan mempraktikkannya untuk tidak menggunakan Rhodamin B
di dalam makanan dan minuman yang dijualnya. Menurut Notoadmodjo
(2003) pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi
persepsi seseorang untuk menerima ide-ide baru. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka orang tersebut akan mudah untuk menerima
informasi. Sejalan dalam penelitian ini pendidikan penjual makanan dan
minuman yang hanya tamat SD mempengaruhi pula persepsinya akan
penggunaan Rhodamin B sehingga dalam praktiknya menggunakan Rhodamin
B pada makanan dan minuman yang dijualnya. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pramastuty (2007) Penggunaan bahan pewarna dan pengawet
terlarang banyak dilakukan oleh responden yang berpendidikan tidak tamat
SMA.
6.6 Sumber Informasi
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.5 dari 28 responden
yang tidak menggunakan Rhodamin B diketahui bahwa mayoritas sumber
informasi responden yang tidak menggunakan Rhodamin B terkait
penggunaan pewarna didapatkan dari teman dan media, yaitu sebanyak 13
orang (46,4%), sedangkan untuk penjual makanan dan minuman yang
menggunakan Rhodamin B dari 5 responden diketahui bahwa mayoritas
sumber informasi responden yang menggunakan Rhodamin B terkait
penggunaan pewarna didapatkan dari teman, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%).
66
Penjual yang tidak menggunakan Rhodamin B mendapatkan sumber
informasi yang berasal dari media dan teman. Menurut Muliadi N (2008)
media cetak dan elektronik merupakan sumber informasi yang dapat
dipertanggung jawabkan sebagai hasil publikasi resmi. Hal ini yang menjadi
salah satu faktor penjual makanan dan minuman mayoritas tidak
menggunakan Rhodamin B karena akses informasi yang didapatkan utuh dan
dapat dipertanggung jawabkan. Selain, karena media massa merupakan
sumber informasi yang dapat dipertanggung jawabkan tetapi hal ini diperkuat
dengan pernyataan Glanz, dkk (2007) cues to action atau isyarat untuk
bertindak dapat diartikan sebagai segala hal baik kejadian, orang maupun
benda yang dapat membuat seorang individu bergerak untuk melakukan suatu
perubahan misalnya laporan media, saran dari orang lain seperti tenaga
kesehatan maupun kampanye kesehatan dari media massa sehingga
mempengaruhi perilaku penjual makanan dan minuman untuk tidak
menggunakan Rhodamin B, sedangkan untuk penjual makanan dan minuman
yang menggunakan Rhodamin B mayoritas mendapatkan sumber informasi
dari teman.
Pengaruh dari teman menjadi hal yang sangat penting karena teman
yang menggunakan pewarna yang tidak diperbolehkan atau teman yang
memiliki pengetahuan yang kurang akan penggunaan zat warna dapat
mempengaruhi responden sehingga responden tersebut mengikuti perilaku
yang dimiliki oleh temannya dan lama kelamaan responden yang
mendapatkan informasi dari temannya tersebut akan memiliki perilaku yang
67
negatif juga karena informasi yang didapatkan hanya dari mulut ke mulut.
Menurut Aminah dan Hidayah (2012) para pedagang memperoleh sumber
informasi keamanan pangan dari informasi mulut ke mulut dan dalam
pengaplikasiannya tetap menggunakan bahan pewarna berbahaya.
Sejalan dengan yang dikemukakan Wawan dan Dewi (2010) bahwa
hal ini disebabkan karena lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang ada disekitar manusia dan
pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang
atau kelompok (Wawan A dan Dewi, 2010). Pengaruh informasi yang tidak
benar dapat memberikan dampak buruk bila tidak diimbangi dengan informasi
yang tepat dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan ( Santrock, 2007).
Adanya informasi yang salah membuat responden menggunakan Rhodamin B
pada makanan dan minuman yang dijualnya. Adanya pengaruh informasi yang
tidak tepat dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan akan
membuat responden terpengaruh untuk meniru kebiasaan – kebiasaan yang
tidak baik seperti menggunakan Rhodamin B pada makanan dan minuman
yang dijualnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Glanz, dkk (2008) sumber
informasi merupakan bagian dari variabel cues to action sehingga sumber
informasi merupakan salah satu komponen kecil yang mempengaruhi
perilaku.
68
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Makanan dan minuman yang dijual oleh Penjual Makanan dan minuman
di wilayah Kelurahan Mustika Jaya yang menggunakan Rhodamin B
sebesar 15,2% (kerupuk gulali, saos pentol korek, harum manis, es salju
dan kue kering telur berwarna merah muda).
2. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu
sebanyak 13 orang (46,4%) memiliki pengetahuan tentang pewarna dalam
kategori sedang, sedangkan sebagian besar responden yang menggunakan
Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki pengetahuan
tentang pewarna dalam kategori kurang.
3. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu
sebanyak 15 orang (53,6%) memiliki sikap tentang penggunaan pewarna
dalam kategori positif, sedangkan sebagian besar responden yang
menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki
sikap tentang penggunaan pewarna dalam kategori negatif.
4. Mayoritas pendidikan responden yang tidak menggunakan Rhodamin B
adalah tamat SMA, yaitu sebanyak 10 orang (35,7%), sedangkan
mayoritas pendidikan responden yang menggunakan Rhodamin B adalah
tamat SD, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%).
5. Mayoritas sumber informasi responden yang tidak menggunakan
Rhodamin B terkait penggunaan pewarna didapatkan dari Teman dan
69
Media, yaitu sebanyak 13 orang (46,4%), sedangkan mayoritas sumber
informasi responden yang menggunakan Rhodamin B terkait penggunaan
pewarna didapatkan dari teman, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%)
7.2 Saran
1. Untuk Dinas Kesehatan Kota Bekasi
a. Dinas Kesehatan dapat terus mengadakan inspeksi secara
berkelanjutan tidak hanya di sekolah-sekolah, tetapi juga di
tempat-tempat umum yang menjadi tempat yang strategis bagi
penjual makanan dan minuman untuk berjualan.
b. Memberikan edukasi kepada para penjual makanan dan minuman
mengenai kegunaan, ciri dan jenis makanan yang mengandung
Rhodamin B serta bahaya konsumsi zat tersebut bagi kesehatan.
c. Melakukan sosialisasi dan pembinaan tidak hanya kepada penjual
makanan dan minuman, tetapi juga kepada para penjual bahan
pewarna tentang macam-macam pewarna yang dilarang dan
bahayanya bagi kesehatan.
d. Melakukan pengawasan terhadap penggunaan pewarna terlarang,
termasuk pengawasan terhadap pewarna sumba dan pewarna
berbahaya lainnya yang dijual di warung-warung atau toko-toko.
2. Untuk Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian lebih lanjut
untuk mendapatkan informasi lebih dalam lagi alasan penjual makanan
dan minuman yang memiliki pengetahuan dengan kategori baik dan sikap
70
positif, tetapi masih menggunakan Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijualnya serta dapat melakukan penelitian lebih lanjut
terkait faktor-faktor lain yang mempengaruhi penggunaan Rhodamin B.
71
DAFTAR PUSTAKA
Agristika, A. (2015). Hubungan Pengatahuan dan Sikap Pedagang Jajanan Anak
Sekolah Dasar Negeri Terhadap Perilaku Penggunaan Pewarna Rhodamin
B di Kecamatan Sukarame Bandar Lampung Tahun 2015.
Ainurrohmah, S. (2011). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap dengan
Praktik Mengkonsumsi Jajanan yang Mengandung Bahan Tambahan
Makanan di MI Miftakhul Akhlaqiyah Kecamatan Ngaliyan Semarang
Tahun 2011. Program S1 Kesehatan Masyarakat Universitas Dian
Nuswantoro.
Akbari, I. (2012). Identifikasi Jajanan Anak Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat
yang Mengandung Rhodamin B dan Methanil Yellow Tahun 2012.
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT
Rineke Cipta.
Asmarani. (2013). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pedagang Jajanan dengan
Penggunaan Bahan Pewarna Sintesis pada Jajanan Anak Sekolah di
Beberapa Sekolah Dasar di Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang.
Astuti, R dkk. (2010). Penggunaan Zat Warna Rhodamin B pada Terasi
Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Produsen Terasi di Desa Bonang
Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Jurnal Litbang Universitas
Muhammadiyah Semarang. Vol 6 No. 2 .
Azwar, S. (2005). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Azwar, S. (2011). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
72
Babu, S. and S. Shenolikar. (1995). Health and Nutritional Implications of Food
Colours. Ind. J. Med. Res., 102:245-249.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia dan 30 Balai
Besar/Balai POM. (2009). Food Watch : Sistem Keamanan Pangan
Terpadu Pangan Jajanan Anak Sekolah (Vol.1). Direktorat Surveilan dan
Penyuluhan Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan
Pangan dan Bahan Berbahaya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2011). Pentingnya Promosi
Keamanan Pangan di Sekolah untuk Menyelamatkan Generasi Penerus.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). (2011).
Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM). (2012).
Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). (2012) . Bahaya Rhodamin B
sebagai Pewarna pada Makanan . Online.
http://ik.pom.go.idwpcontentuploads20111Bahaya- Rhodamin-B-sebagai-
Pewarna-padaMakanan.pdf . Diakses pada 23 Februari 2017
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ( BPOM). 2013. Laporan
Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). (2015). Intensifikasi Pengawasan
Ramadhan Badan POM 2015 : Temuan di dominasi Pangan Ilegal, Pangan
Mengandung Bahan Berbahaya Menurun. Deputi Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
73
Cahyadi. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Pangan. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Contento, I.R. (2007). Nutrition Education : Linking Research, Theory, and
Practice, Sudbury : Jones and Barlett Publishers
deMan. (1997). Kimia Makanan. Terjemahan Hadi Purnomo. Bandung : Penerbit
ITB.
Djalil, dkk. (2005). Identifikasi Zat Warna Kuning Metanil (Methanyl Yellow)
dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) pada Berbagai
Komposisi Larutan Pengembang, Jurnal Farmasi Indonesia Fakultas
Farmasi UMP, Purwokerto (Vol. 3 No 2) hal 28-29
Depdiknas (2003). Pembelajaran Cooperative Learning. Jakarta : Kementrian
Pendidikan Nasional
Februhantaty, J dan Iswarawanti. ( 2004). Amankah Makanan Jajanan Anak
Sekolah Indonesia. Diakses pada tanggal 21 Desember 2017 melalui
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid097726693,98302
Fitriani dan Septian A. (2015). Hubungan Antara Pengetahuan dengan Sikap
Anak Usia Sekolah Akhir (10-12 Tahun) Tentang Makanan Jajanan di SD
Negeri II Tagog Apu Padalarang Kabupaten Bandung Barat Tahun 2015.
Glanz, K., Rimer, B., Viswanath, K. (2008). Health Behavior and
Health Education: Theory, Research, and Practice. 4 th Edition. USA:
Jossey- Bass
Hastono, Sutanto P. (2006). Analisis Data. Jakarta : Universitas Indonesia, Hal 60
dan 62.
Hidayah, dkk. (2017). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Penjual Es
Campur Tentang Zat Pewarna Berbahaya dengan Kandungan Rhodamin B
74
dalam Buah Kolang Kaling di Kota Padang. Jurnal Kesehatan Universitas
Andalas
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor: 00386/C/
200 Jurnal Promkes, Vol. 1, No. 2 Desember 2013: 192–200 SK/II/90
tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor :
239/Menkes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu yang Dinyatakan
Sebagai Bahan Berbahaya.
Iqbal, M dkk. (2007). Promosi Kesehatan : Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalm Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Irawan dan Luh S. (2016). Prevalensi Kandungan Rhodamin B, Formalin dan
Boraks Pada Jajanan Kantin Serta Gambaran Pengetahuan Pedagang
Kantin di Sekolah Dasar Kecamatan Susut Kabupaten Bangli. E-Jurnal
Medika Universitas Udayana (Vol. 5 No. 11).
Judarwanto, W. (2009). Perilaku Makan Anak Sekolah. Direktorat Bina Gizi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Online.
http://www.pdpersi.co.id. Diakses pada 20 Februari 2017.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098 Tahun 2003
Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Laraswati,Y. (2006). Keamanan Terasi ditinjau dari Penggunaan Bahan
Tambahan Pewarna dan Pengawet. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya
Husada Semarang.
Lee H, et al. (2005). B-Carotene inhibits inflammatory gene expression in
lipopolysaccharide-stimulated macrophages by suppressing redox-based
NF-kB activation. Experiment Mol Med. 37 (4): 322- 34.
75
Listiana, W. (2009). Pemakaian Zat Pewarna Makanan Pada Makanan. Online.
http://www.kedokteranhewan-uwks.co.cc/2009/07/. Diakses pada 2 Maret
2017
Maulana. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Meliono, I. (2007). MPKTI Modul I. Jakarta : Lembaga Penerbitan FE UI.
Moehyl, S. (2000). Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta :
Bharata.
Moleong, Lexy. J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Mubarak, I.W. dan Cahyati N. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan
Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Muchtadi, D dan N.L.P.Nienaber, (1997). Toksisitas Bahan Terlarang untuk
digunakan dalam Makanan dan Minuman. Makalah disampaikan pada
Temu Karya Penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM) oleh Industri
pangan. 25 Februari. FATETA-IPB. Kerjasama Kantor Menteri Negara
Urusan Pangan dengan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi., Jakarta
Mujianto. (2010). Pola kebiasaan Jajan Murid Sekolah Dasar dan Ketersediaan
Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah di Propinsi Jawa
Tengah dan D.I Yogyakarta. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan
Tradisional. Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik
Indonesia.
Nasution. (2003). Metode Research. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Noriko, dkk. (2011). Studi Kasus Terhadap Zat Pewarna , Pemanis Buatan dan
Formalin pada Jajanan Anak di SDN Telaga Murni 03 dan Tambun 04
Kabupaten Bekasi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi
Universitas (Vol 1. No 2).
76
Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2010). Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta
: PT Rineka Cipta.
Novita, S dan Retno Adriyani. (2013). Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pedagang
Jajanan Tentang Pemakaian dan Natrium Siklamat Rhodamin B . Jurnal
Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga. Jurnal Promkes (Vol. 1 No. 2) hal 192-200.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Octaviana, A. (2011). Pengetahuan, Sikap dan Praktek Gizi Siswa Sekolah
Menengah Pertama Terhadap Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP) Pada Makanan Jajanan. Departemen Gizi Masyarakat Institut
Pertanian Bogor.
Pramastuty, dkk (2017). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberadaan Zat
Pewarna dan Pengawet Terlarang Pada Makanan Jajanan di Pasar-Pasar
Tradisional Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
Paratmanitya, Yhona dan Veriani Aprilia. (2016). Kandungan Bahan Tambahan
Pangan Berbahaya pada Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar di
Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia (Vol. 4 No 1), hal
49-55.
77
Pemerintah Kota Bekasi. (2014). Profil Kelurahan Mustika Jaya. Online.
https://mustikajaya.bekasikota.go.id/read/334/profil-kelurahan-
mustikajaya#.WWBnpRWGPIU. Diakses pada 17 Mei 2017.
Pemerintah Kota Bekasi. (2016). Profil Kota Bekasi. Online.
https://bekasikota.go.id. Diakses pada 17 Mei 2017.
Pujiastuti, Z. (2002). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian
Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pada Produk Kerupuk di Kecamatan
Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Tesis Program Studi Magister Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Purtiantini. (2010). Hubungan Pengetahuan dan Sikap mengenai Pemilihan
Makanan Jajanan dengan Perilaku Anak Memilih Makanan di SDIT
Muhammadiyah Al Kautsar Gumpang Kartasura. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Purwanto. (2012). Pengantar Perilaku Manusia Untuk Keperawatan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rahayu, dkk. (2012). Keamanan Pangan dalam Rangka Peningkatan Daya Saing
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Untuk Penguatan Ekonomi Nasional.
Disampaikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 20-21
November.
Rakhmat, Jalaludin (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Republik Indonesia, (2004). Peraturan Pemerintah Menteri Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Kamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Republik Indonesia, (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 033 Tahun 2012 Tentang Bahan Tamabahan Pangan yang
diperbolehkan.
Santrock, John W. (2010). Remaja. Edisi 11. Jilid 2. Jakarta : Erlangga
78
Saifuddin. (2008). Food Aditives. Malang : Angkasa Putra.
Sarwono. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Sihombing. (1985). Observasi Penggunaan Dua Pewarna Sintetik dalam Panganan
di Jakarta. Jakarta : Majalah Kesehatan Indonesia Tahun XVI No. 2.
Singarimbun, M dan Sofyan. (2009). Metode Penelitian Survei. Jakarta : PT.
Pustaka LP3S.
Silalahi, J dan Fathur R. (2011). Analisis Rhodamin B pada Jajanan Anak Sekolah
Dasar di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumatera Utara. J Indon Med
Assoc. 2011;61:293–8.
Siregar, dkk. (2013). Analisis Kandungan Rhodamin B dan Pemanis Buatan
(Sakarin) Pada Buah Semangka ( Citrullus Lanatus) yang di Jual di Pasar
Tradisional dan Pasar Moderen Kota Medan Tahun 2013. Universitas
Sumatera Utara.
Soekanto. (2002). Sosiologi Sebagai Pengantar. Jakarta : CV Rajawali.
Sugiyatmi, Sri. (2006). Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik
Boraks dan Pewarna Pada Pangan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di
Pasar-Pasar Kota Semarang. Tesis. Program Pasca Sarjana, magister
Kesehatan Lingkungan, Universitas Diponegoro.
Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alphabeta
Sumantrirohmah, A. (2007). Analisis Makanan. Yogyakarta : Gadjahmada
University Press.
Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Susanna, Dewi dan Budi Hartono. (2003). Sanitasi dan Higiene. Surabaya : SIC.
79
Sutopo, H. 2006. Metode Penelitian Kualitatif : Dasar Teori dan Terapannya
dalam Peneltian. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Trestiati. (2003). Analisis Rhodamin B Pada Makanan dan Minuman Jajanan
Anak SD (Studi Kasus: sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih
Kabupaten Bandung). Departemen Teknik Lingkungan.
Utami, Wahyu dan Andi Suhendi. (2009). Analisis Rhodamin B dalam Jajanan
Pasar dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Penelitian Sains
dan Teknologi (Vol. 10, No. 2), hal 148-155.
Vries, J. (1996). Food Safety and Toxicity. London : CRC.
Walgito. (2009). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : CV. Andi Offset
Wawan dan Dewi. (2010). Teori & Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika.
Winarno. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Inayah Robbaniyah
NIM : 1113101000083
Saya adalah mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang
“Gambaran Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Zat Warna
Rhodamin B Pada Makanan Dan Minuman Yang Dijual Oleh Penjual Di
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman berdasarkan
pengetahuan dan sikap penjual makanan mengenai penggunaan pewarna pada
makanan di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi. Untuk terlaksananya
penelitian ini saya mengharapkan kepada anda sebagai responden dalam
penelitian ini dengan menjawab pertanyaan yang ada pada kuesioner dengan jujur.
Informasi yang ada berikan akan dijaga kerahasiaannya. Penelitian ini
hanya akan dipergunakan untuk kepentingan pendidikan serta pengembangan
ilmu pengetahuan. Atas bantuan dan kerja samanya, saya ucapkan terima kasih.
Tangerang selatan, Juni 2017
Peneliti Responden
(Inayah Robbaniyah) ( )
82
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
A. Identitas Responden (Diisi oleh
peneliti)
A1 Nama Responden [ ]
A2 Pendidikan Terakhir
1. Tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
[ ]
A3 Sumber informasi
1. Teman
2. Media ( cetak/elektronik)
3. Orang tua
[ ]
B. Pengetahuan Mengenai Pewarna Sintetik
B1 Jenis pewarna apa yang dapat digunakan dalam
pembuatan makanan dan minuman? (sambil
menunjukkan beberapa jenis pewarna)
1. pewarna 1
2. pewarna 2
3. pewarna 3
[ ]
B2 Dalam pembuatan makanan dan minuman, bolehkah
menggunakan pewarna?
1. Tidak boleh
2. Boleh asal sedikit
3. Boleh asal bukan yang dilarang dan tidak berlebihan
[ ]
B3 Manakah diantara pewarna-pewarna ini yang paling
baik dalam pembuatan makanan dan minuman?
1. Pewarna kain
2. Pewarna sintetik
3. Pewarna alami
[ ]
83
B4 Adakah pewarna yang membahayakan kesehatan ?
1. Tidak ada pewarna yang membahayakan kesehatan
2. Pewarna-pewarna tertentu membahayakan kesehatan
3. Semua pewarna membahayakan kesehatan
[ ]
B5 Bolehkah dalam pembuatan makanan dan minuman
ditambahkan zat warna ini? (sambil menunjukkan zat
warna Rhodamin B)
1. Tidak boleh
2. Boleh
[ ]
B6 Bolehkah pewarna buatan ditambahkan dalam
pembuatan makanan dan minuman?
1. Tidak boleh
2. Boleh
3. Boleh asal bukan yang dilarang dan tidak berlebihan
[ ]
B7 Bagaimana efek penggunaan pewarna yang tidak
diperbolehkan bagi kesehatan?
1. Baik bagi kesehatan
2. Tidak ada pengaruhnya bagi kesehatan
3. Buruk bagi kesehatan
[ ]
B8 Menurut Bapak/Ibu apakah zat warna ini dilarang atau
tidak? (sambil menunjukkan zat warna Rhodamin B)
1. Ya
2. Tidak
[ ]
B9 Menurut Bapak/Ibu, pewarna ini untuk makanan atau
tidak? (sambil menunjukkan zat warna Rhodamin B)
1. Ya
2. Tidak
[ ]
B10 Menurut Bapak/Ibu jenis pewarna ini berbahaya atau
tidak jika digunakan dalam makananan dan minuman?
(sambil menunjukkan zat warna Rhodamin B)
1. Berbahaya
[ ]
84
2. Tidak berbahaya
C. Sikap Terhadap Penggunaan Pewarna Sintetik pada Makanan dan
Minuman
Pilihlah salah satu jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
N = Netral
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan SS S N TS STS
C1 Penggunaan pewarna
terlarang pada makanan dan
minuman tidak berbahaya
bagi kesehatan
[ ]
C2 Apabila ada pewarna yang
lebih murah dan lebih mahal,
maka saya akan
menggunakan pewarna yang
lebih murah
[ ]
C3 Dalam pembuatan makanan
kita boleh menggunakan
sembarang pewarna
[ ]
C4 Pewarna merah mencolok
apabila digunakan dalam
pembuatan makanan dan
minuman dapat
membahayakan kesehatan
[ ]
C5 Dalam pembuatan makanan
dan minuman boleh
menggunakan pewarna
berlebihan
[ ]
85
C6 Pewarna mencolok baik
digunakan di dalam
pembuatan makanan dan
minuman
[ ]
C7 Rhodamin B zat pewarna
mencolok yang baik di
gunakan dalam makanan dan
minuman mencolok
[ ]
C8 Apabila saya mengetahui
bahaya penggunaan
Rhodamin B, saya akan tetap
menggunakan pewarna
tersebut
[ ]
C9 Penggunaan pewarna pada
makanan dan minuman
dilakukan supaya pembeli
lebih tertarik untuk membeli
jadi, wajar kalo pakai
pewarna berlebihan
[ ]
C10 Pewarna yang berlebihan
tidak perlu dihindari dalam
pembuatan makanan dan
minuman sebab tidak
berdampak buruk bagi
kesehatan
[ ]
86
Lampiran 2
Hasil Analisis Kandungan Rhodamin B
( Uji Test Kit Rhodamin B)
Responden Makanan dan Minuman Hasil
1 Es doger 1 -
2 Es susu I -
3 Es susu II -
4 Kue bolu kukus I -
5 Kue bolu lapis -
6 Es doger II -
7 Es susu III -
8 Harum manis +
9 Kue bakpau -
10 Saos siomay I -
11 Saos pentol korek +
12 Saos baso ayam -
13 Saos cilung -
14 Saos siomay II -
15 Es salju I +
16 Es kopyor -
17 Saos bakso unyil -
18 Gulali I
keripik gulali I
-
-
19 Es susu IV -
20 Agar –agar -
21 Saos siomay III -
22 Saos cilok -
23 Saos bakso tusuk -
24 Gulali II -
Kerupuk gulali II +
25 Saos bakso ayam II -
26 Mie -
27 Es doger III -
28 Kue bolu kukus II -
29 Kue telur
Astor
+
-
87
30 Es dawet -
31 Es susu -
32 Saos cilok II -
33 Es salju II -
88
Lampiran 3
Dokumentasi
Suasana area
bermain outdoor
anak
Suasana area
bermain outdoor
anak
Suasana Penjualan
Makanan dan
Minuman
Suasana
Penjualan
Makanan dan
Minuman
Alat dan Bahan
Cara Kerja Metode
Kualitatif
Cara Kerja
Metode Kualitatif
Sampel Sampel Sampel Sampel
Sampel Sampel Sampel
89
Contoh Perubahan Warna
Contoh Perubahan Warna
Contoh Perubahan Warna
Contoh Perubahan
Warna
Sampel Cara Kerja
Metode Kualitatif
90
Lampiran 4
91
92
Lampiran 5
Tidak Menggunakan Rhodamin B
93
Menggunakan Rhodamin B
94
Tidak menggunakan Rhodamin B
95
B8
B9
B10
96
C1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 20 71.4 71.4 71.4
Setuju 8 28.6 28.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
C2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 18 64.3 64.3 64.3
Setuju 10 35.7 35.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
C3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 26 92.9 92.9 92.9
Setuju 2 7.1 7.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
C4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 19 67.9 67.9 67.9
Setuju 9 32.1 32.1 100.0
Total 28 100.0 100.0
97
C5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 21 75.0 75.0 75.0
Setuju 7 25.0 25.0 100.0
Total 28 100.0 100.0
C6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 21 75.0 75.0 75.0
Setuju 7 25.0 25.0 100.0
Total 28 100.0 100.0
C7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 20 71.4 71.4 71.4
Setuju 8 28.6 28.6 100.0
Total 28 100.0 100.0
C8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 25 89.3 89.3 89.3
Setuju 3 10.7 10.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
98
C9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 15 53.6 53.6 53.6
Setuju 13 46.4 46.4 100.0
Total 28 100.0 100.0
C10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 25 89.3 89.3 89.3
Setuju 3 10.7 10.7 100.0
Total 28 100.0 100.0
Menggunakan Rhodamin B
99
100
B8
B9
B10
C1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 4 80.0 80.0 80.0
Setuju 1 20.0 20.0 20.0
Total 5 100.0 100.0
101
C2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 2 40.0 40.0 40.0
Setuju 3 60.0 60.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
C3
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak Setuju 5 100.0 100.0 100.0
C4
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 2 40.0 40.0 40.0
Setuju 3 60.0 60.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
C5
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak Setuju 5 100.0 100.0 100.0
C6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 2 40.0 40.0 40.0
Setuju 3 60.0 60.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
102
C7
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 2 40.0 40.0 40.0
Setuju 3 60.0 60.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
C8
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Tidak Setuju 5 100.0 100.0 100.0
C9
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 1 20.0 20.0 20.0
Setuju 4 80.0 80.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
C10
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Tidak Setuju 4 80.0 80.0 80.0
Setuju 1 20.0 20.0 100.0
Total 5 100.0 100.0
103
Lampiran 6
104
105