gambar wayang - gagrak surakarta

Upload: yoni-ahmad

Post on 09-Apr-2018

329 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    1/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B r a h m a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 23, 2007

    B r a h a l a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    2/388

    December 23, 2007

    B o m a n t a r a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    3/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B o m a n a r a k a s u r a - S o l oPosted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    4/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    5/388

    December 23, 2007

    B i s m a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    6/388

    Bisma (Sansekerta: Bhshma) terlahir sebagai Dewabrata (Sansekerta: Dvavrata), adalah salah satu tokoh utama

    dalam Mahabharata. Ia merupakan putera dari pasangan Prabu Santanu dan Satyawati. Ia juga merupakan kakek

    dari Pandawa maupun Korawa. Semasa muda ia bernama Dewabrata, namun berganti menjadi Bisma semenjak ia

    bersumpah bahwa tidak akan menikah seumur hidup. Bisma ahli dalam segala modus peperangan dan sangat

    disegani oleh Pandawa dan Korawa. Ia gugur dalam sebuah pertempuran besardi Kurukshetra oleh panah dahsyat

    yang dilepaskan oleh Srikandi dengan bantuan Arjuna. namun ia tidak meninggal pada saat itu juga. Ia sempat hidup

    selama beberapa hari dan menyaksikan kehancuran para Korawa. Ia menghembuskan nafas terkahirnya saat garis

    balik matahari berada di utara (Uttarayana).

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    7/388

    Arti nama

    Nama Bhishma dalam bahasa Sansekerta berarti Dia yang sumpahnya dahsyat (hebat), karena ia bersumpah akan

    hidup membujang selamanya dan tidak mewarisi tahta kerajaannya. Nama Dewabrata diganti menjadi Bisma karena

    ia melakukan bhishan pratigya, yaitu sumpah untuk membujang selamanya dan tidak akan mewarisi tahta ayahnya.

    Hal itu dikarenakan Bisma tidak ingin dia dan keturunannya berselisih dengan keturunan Satyawati, ibu tirinya.

    Kelahiran

    Bisma merupakan penjelmaan salah satu Delapan Wasu yang berinkarnasi sebagai manusia yang lahir dari

    pasangan Dewi Gangga dan Prabu Santanu. Menurut kitab Adiparwa, Delapan Wasu menjelma menjadi manusia

    karena dikutuk atas perbuatannya yang telah mencuri lembu sakti milik Resi Wasistha. Dalam perjalanannya menuju

    bumi, mereka bertemu dengan Dewi Gangga yang juga mau turun ke dunia untuk menjadi istri putera Raja Pratipa,

    yaitu Santanu. Delapan Wasu kemudian membuat kesepakatan dengan Dewi Gangga bahwa mereka akan

    menjelma sebagai delapan putera Prabu Santanu dan dilahirkan oleh Dewi Gangga. Bisma merupakan penjelmaan

    Wasu yang bernama Prabhata.

    Kehidupan awal

    Sementara tujuh kakaknya yang telah lahir meninggal karena ditenggelamkan ke sungai Gangga oleh ibu mereka

    sendiri, Bisma berhasil selamat karena perbuatan ibunya dicegah oleh ayahnya. Kemudian, sang ibu membawa

    Bisma yang masih bayi ke surga, meninggalkan Prabu Santanu sendirian. Setelah 36 tahun kemudian, Sang Prabu

    menemukan puteranya secara tidak sengaja di hilirsungai Gangga. Dewi Gangga kemudian menyerahkan anak

    tersebut kepada Sang Prabu, dan memberinya nama Dewabrata. Dewabrata kemudian menjadi pangeran yang

    cerdas dan gagah, dan dicalonkan sebagai pewaris kerajaan. Namun karena janjinya terhadap Sang Dasapati, ayah

    Satyawati (ibu tirinya), ia rela untuk tidak mewarisi tahta serta tidak menikah seumur hidup agar kelak keturunannya

    tidak memperebutkan tahta kerajaan dengan keturunan Satyawati. Karena ketulusannya tersebut, ia diberi nama

    Bisma dan dianugerahi agar mampu bersahabat dengan Sang Dewa Waktu sehingga ia bisa menentukan waktu

    kematiannya sendiri.

    Bisma memiliki dua adik tiri dari ibu tirinya yang bernama Satyawati. Mereka bernama Citrnggada dan Wicitrawirya.

    Demi kebahagiaan adik-adiknya, ia pergi ke Kerajaan Kasi dan memenagkan sayembara sehingga berhasil

    membawa pulang tiga orang puteri bernama Amba, Ambika, dan Ambalika, untuk dinikahkan kepada adik-adiknya.

    Karena Citrnggada wafat, maka Ambika dan Ambalika menikah dengan Wicitrawirya sedangkan Amba mencintai

    Bisma namun Bisma menolak cintanya karena terikat oleh sumpah bahwa ia tidak akan kawin seumur hidup. Demi

    usaha untuk menjauhkan Amba dari dirinya, tanpa sengaja ia menembakkan panah menembus dada Amba. Atas

    kematian itu, Bisma diberitahu bahwa kelak Amba bereinkarnasi menjadi seorang pangeran yang memiliki sifat

    kewanitaan, yaitu putera Raja Drupada yang bernama Srikandi. Kelak kematiannya juga berada di tangan Srikandi

    yang membantu Arjuna dalam pertempuran akbar di Kurukshetra.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    8/388

    Pendidikan

    Bisma mempelajari ilmu politik dari Brihaspati (guru para Dewa), ilmu Veda dan Vedangga dari Resi Wasistha, dan

    ilmu perang dari Parasurama (Ramaparasu; Rama Bargawa), seorang ksatria legendaris sekaligus salah satu

    Chiranjwin yang hidup abadi sejak zaman Treta Yuga. Dengan berguru kepadanya Bisma mahir dalam

    menggunakan segala jenis senjata dan karena kepandaiannya tersebut ia ditakuti oleh segala lawannya. Bisma

    berhenti belajar kepada Parasurama karena perdebatan mereka di asrama tentang masalah Amba. Pada saat itu

    dengan sengaja Bisma mendorong Parasurama sampai terjatuh, dan semenjak itu Parasurama bersumpah untuk

    tidak lagi menerima murid dari kasta Kshatriya karena membuat susah.

    Peran dalam Dinasti Kuru

    Di lingkungan keraton Hastinapura, Bisma sangat dihormati oleh anak-cucunya. Tidak hanya karena ia tua, namun

    juga karena kemahirannya dalam bidang militer dan peperangan. Dalam setiap pertempuran, pastilah ia selalu

    menang karena sudah sangat berpengalaman. Yudistira juga pernah mengatakan, bahwa tidak ada yang sanggup

    menaklukkan Bisma dalam pertempuran, bahkan apabila laskar Dewa dan laskarAsura menggabungkan kekuatan

    dan dipimpin oleh Indra, Sang Dewa Perang.

    Bisma sangat dicintai oleh Pandawa maupun Korawa. Mereka menghormatinya sebagai seorang kakek sekaligus

    kepala keluarga yang bijaksana. Kadangkala Pandawa menganggap Bisma sebagai ayah mereka (Pandu), yang

    sebenarnya telah wafat.

    Perang di Kurukshetra

    Saat perang antara Pandawa dan Korawa meletus, Bisma berada di pihak Korawa. Sesaat sebelum pertempuran, ia

    berkata kepada Yudistira bahwa dirinya telah diperbudak oleh kekayaan, dan dengan kekayaannya Korawa mengikat

    Bisma. Meskipun demikian, karena Yudistira telah melakukan penghormatan sebelum pertempuran, maka Bisma

    merestui Yudistira dan berdoa agar kemenangan berada di pihak Pandawa, meskipun Bisma sangat sulit untuk

    ditaklukkan. Bisma juga pernah berkata kepada Duryodana, bahwa meski dirinya (Bisma) memihak Korawa,

    kemenangan sudah pasti berada di pihak Pandawa karena Kresna berada di sana, dan dimanapun ada Kresna maka

    di sanalah terdapat kebenaran serta keberuntungan dan dimanapun ada Arjuna, di sanalah terdapat kejayaan.[2]

    Dalam pertempuran akbar di dataran keramat Kurukshetra, Bisma bertarung dengan dahsyat. Prajurit dan ksatria

    yang melawannya pasti binasa atau mengalami luka berat. Dalam kitab Bismaparwa dikatakan bahwa di dunia ini

    para ksatria sulit menandingi kekuatannya dan tidak ada yang mampu melawannya selain Arjuna ksatria berpanah

    yang terkemuka dan Kresna penjelmaanWisnu. Meskipun Arjuna mendapatkan kesempatan untuk melawan

    Bisma, namun ia sering bertarung dengan setengah hati, mengingat bahwa Bisma adalah kakek kandungnya sendiri.

    Hal yang sama juga dirasakan oleh Bisma, yang masih sayang dengan Arjuna, cucu yang sangat dicintainya.

    Kresna yang menjadi kusir kereta Arjuna dalam peperangan, menjadi marah dengan sikap Arjuna yang masih segan

    untuk menghabisi nyawa Bisma, dan ia nekat untuk menghabisi nyawa Bisma dengan tangannya sendiri. Dengan

    mata yang menyorot tajam memancarkan kemarahan, ia memutar-mutarchakra di atas tangannya dan memusatkan

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    9/388

    perhatian untuk membidik leher Bisma. Bisma tidak menghindar, namun justru bahagia jika gugur di tangan

    Madhawa (Kresna). Melihat hal itu, Arjuna menyusul Kresna dan berusaha menarik kaki Kresna untuk menghentikan

    langkahnya.

    Dengan sedih dan suara tersendat-sendat, Arjuna berkata, O Kesawa (Kresna), janganlah paduka memalsukan

    kata-kata yang telah paduka ucapkan sebelumnya! Paduka telah mengucapkan janji bahwa tidak akan ikut

    berperang. O Madhawa (Kresna), apabila paduka melanjutkan niat paduka, orang-orang akan mengatakan bahwa

    paduka pembohong. Semua penderitaan akibat perang ini, hambalah yang harus menanggungnya! Hambalah yang

    akan membunuh kakek yang terhormat itu!

    Kresna tidak menjawab setelah mendengar kata-kata Arjuna, ia mengurungkan niatnya dan naik kembali ke atas

    keretanya. Kedua pasukan tersebut melanjutkan kembali pertarungannya.

    Kematian

    Sebelum hari kematiannya, Pandawa dan Kresna mendatangi kemah Bisma di malam hari untuk mencari tahu

    kelemahannya. Bisma mengetahui bahwa Pandawa dan Kresna telah masuk ke dalam kemahnya dan ia menyambut

    mereka dengan ramah. Ketika Yudistira menanyakan apa yang bisa diperbuat untuk menaklukkan Bisma yang

    sangat mereka hormati, Bisma menjawab: .. ketahuilah pantanganku ini, bahwa aku tidak akan menyerang

    seseorang yang telah membuang senjata, juga yang terjatuh dari keretanya. Aku juga tidak akan menyerang mereka

    yang senjatanya terlepas dari tangan, tidak akan menyerang orang yang bendera lambang kebesarannya hancur,

    orang yang melarikan diri, orang dalam keadaan ketakutan, orang yang takluk dan mengatakan bahwa ia menyerah,

    dan aku pun tidak akan menyerang seorang wanita, juga seseorang yang namanya seperti wanita, orang yang lemah

    dan tak mampu menjaga diri, orang yang hanya memiliki seorang anak lelaki, atau pun orang yang sedang mabuk.

    Dengan itu semua aku enggan bertarung

    Bisma juga mengatakan apabila pihak Pandawa ingin mengalahkannya, mereka harus menempatkan seseorang

    yang membuat Bisma enggan untuk bertarung di depan kereta Arjuna, karena ia yakin hanya Arjuna dan Kresna

    yang mampu mengalahkannya dalam peperangan. Dengan bersembunyi di belakang orang yang membuat Bisma

    enggan berperang, Arjuna harus mampu melumpuhkan Bisma dengan panah-panahnya. Berpedoman kepada

    pernyataan tersebut, Kresna menyadarkan Arjuna akan kewajibannya. Meski Arjuna masih segan, namun ia

    menuntaskan tugas tersebut. Pada hari kesepuluh, Srikandi menyerang Bisma, namun Bisma tidak melawan. Di

    belakang Srikandi, Arjuna menembakkan panah-panahnya yang dahsyat dan melumpuhkan Bisma. Panah-panah

    tersebut menancap dan menembus baju zirahnya, kemudian Bisma terjatuh dari keretanya, tetapi badannya tidak

    menyentuh tanah karena ditopang oleh puluhan panah yang menancap di tubuhnya. Namun Bisma tidak gugur

    seketika karena ia boleh menentukan waktu kematiannya sendiri. Bisma menghembuskan nafasnya setelah ia

    menyaksikan kehancuran pasukan Korawa dan setelah ia memberikan wejangan suci kepada Yudistira setelah

    perang Bharatayuddha selesai.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    10/388

    Bisma dalam pewayangan Jawa

    Antara Bisma dalam kitab Mahabharata dan pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan, namun tidak terlalu

    besar karena inti ceritanya sama. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh proses Jawanisasi,

    yaitu membuat kisah wiracarita dari India bagaikan terjadi di pulau Jawa.

    Riwayat

    Bisma adalah anak Prabu Santanu, Raja Astina dengan Dewi Gangga alias Dewi Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu

    kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Bharata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain

    Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacarin.

    Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana

    sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari

    perpecahan dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja.

    Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara untuk

    mendapatkan putri bagi Raja Hastina dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi

    Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya

    wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma

    pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi

    Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya juga mencintai

    Dewi Amba. Setelah roh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma

    suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan roh Dewi Amba menitis

    kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bharatayuddha.

    Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu

    Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan

    Dewi Durgandini atau Dewi Satyawati, istri Parasara yang telah berputra Resi Wyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia

    dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citrnggada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma

    seayah lain ibu.

    Setelah menikahkan Citrnggada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan

    anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda

    Citrnggada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wyasa-lah yang

    kemudian menurunkan Pandu dan Dretarata, orangtua Pandawa dan Kurawa.

    Demi janjinya membela Astina, Bisma berpihak pada Korawa dan mati terbunuh oleh Srikandi di perang

    Bharatayuddha.

    Bisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat

    terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Korawa memberinya tempat pembaringan mewah namun

    ditolaknya, akhirnya Pandawa memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah) (sarpatala). Tetapi ia

    belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayuddha.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    11/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B i s a w a r n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    12/388

    December 23, 2007

    B i m a w / l i n d u - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 23, 2007

    B i l u n g - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    13/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a y u - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    14/388

    December 23, 2007

    B a s u p a t i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    15/388

    December 23, 2007

    B a s u k u n t i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    16/388

    Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a s u k i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    17/388

    December 23, 2007

    B a s u d e w a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    18/388

    December 23, 2007

    B a r a t W a j a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    19/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a r a t a B r a n t a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    20/388

    December 23, 2007

    B a n u w a t i - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    21/388

    December 23, 2007B a n j a r a n j a l i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    22/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a n d o n d a r i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    23/388

    December 23, 2007

    B a n a p u t r a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    24/388

    December 23, 2007

    B a m b a n g W i ja n a r k o - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    25/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a l a u p a t a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    26/388

    December 23, 2007

    B a l a d e w a w / r a y u n g - S o l o Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    27/388

    December 23, 2007

    B a k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    28/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    29/388

    December 23, 2007

    B a g o n g d a d i R a t u - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    30/388

    December 23, 2007

    B a g a s p a t i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    31/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    B a d r a i n i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara B, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    32/388

    December 23, 2007

    A s w a t a m a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    33/388

    Dalam wiracarita Mahabharata, Aswatama (Sansekerta:Avatthm) atau Ashwatthaman (Sansekerta:

    Avatthman) adalah putera guru Dronacharya dengan Kripi. Sebagai putera tunggal, Dronacharya sangat

    menyayanginya. Ia juga merupakan salah satu dari tujuh Chiranjwin, karena dikutuk untuk hidup selamanya tanpa

    memiliki rasa cinta. Saat perang di Kurukshetra berakhir, hanya ia bersama Kretawarma dan Krepa yang bertahan

    hidup. Oleh karena dipenuhi dendam atas kematian ayahnya, ia menyerbu kemah Pandawa saat tengah malam dan

    melakukan pembantaian membabi buta.

    Aswatama dalam Mahabharata

    Sebagian kisah hidup Aswatama dimuat dalam kitab Mahabharata. Kisahnya yang terkenal adalah pembunuhan

    terhadap lima putera Pandawa dan janin yang dikandung oleh Utara, istri Abimanyu. Janin tersebut berhasil

    dihidupkan kembali oleh Kresna namun lima putera tidak terselamatkan nyawanya.

    Riwayat

    Aswatama merupakan putera dari Bagawan Drona dengan Kripi, adik Krepa. Semasa kecil ia mengenyam ilmu

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    34/388

    militer bersama dengan para pangeran Kuru, yaitu Korawa dan Pandawa. Kekuatannya hampir setara dengan

    Arjuna, terutama dalam ilmu memanah. Saat perang di antara Pandawa dan Korawa meletus, ia memihak kepada

    Korawa, sama dengan ayahnya, dan berteman dengan Duryodana.

    Aswatama adalah ksatria besar dan konon pernah membangkitkan pasukan Korawa dari duka cita dengan cara

    memanggil Narayanstra. Namun Kresna menyuruh pasukan Pandawa agar menurunkan tangan dan karenanya

    senjata itu berhasil diatasi. Ia juga memanggil Agneystra untuk menyerang Arjuna namun berhasil ditumpas

    dengan Brahmastra. Pertarungannya dengan Bima dalam Bharatayuddha berakhir secara skakmat.

    Kabar angin yang salah mengenai kematiannya dalam perang di Kurukshetra membuat ayahnya meninggal di

    tangan pangeran Drestadyumna. Aswatama yang menaruh dendam mendapat izin dari Duryodana untuk membunuh

    Drestadyumna secara brutal setelah perang berakhir secara resmi. Saat akhir peperangan, Aswatama berjanji

    kepada Duryodana bahwa ia akan membunuh Pandawa, dan menyerang kemah Pandawa saat tengah malam,

    namun karena kesalahan ia membunuh 5 putera Pandawa dengan Dropadi (Pancawala).

    Pandawa yang marah dengan perbuatan tersebut memburu Aswatama dan akhirnya ia bertarung dengan Arjuna.Saat pertarungan, Aswatama memanggil senjata Brahmashira yang sangat dahsyat, yang dulu ingin ditukar dengan

    chakra milik Kresna namun tidak berhasil. Dengan senjata itu ia menyerang Arjuna dan Arjuna membalasnya dengan

    mengeluarkan senjata yang sama. Takut akan kehancuran dunia, Bagawan Byasa menyuruh agar kedua ksatria

    tersebut mengembalikan senjatanya kembali. Sementara Arjuna berhasil melakukannya, Aswatama (yang mungkin

    kurang pintar) tidak bisa melakukannya dan diberi pilihan agar senjata menyerang target lain untuk dihancurkan.

    Dengan rasa dendam, Aswatama mengarahkan senjata menuju rahim para wanita di keluarga Pandawa. Di antara

    mereka adalah Utara, menantu Arjuna.

    Oleh karena itu Utara tidak bisa melahirkan Parikesit, putera Abimanyu, yang kelak akan meneruskan keturunan para

    Pandawa bersaudara. Senjata Brahmastra berhasil membakar si jabang bayi, namun Kresna menghidupkannya lagi

    dan mengutuk Aswatama agar menderita kusta dan mengembara di bumi selama 3.000 tahun sebagai orang

    buangan tanpa rasa kasih sayang. Dalam versi lain, dipercaya bahwa ia dikutuk agar terus hidup sampai akhir

    zaman Kali Yuga.

    Aswatama juga harus menyerahkan batu permata berharga (Mani) yang terletak di dahinya, yaitu permata yang

    membuatnya tidak takut terhadap segala senjata, penyakit, atau rasa lapar, dan membuatnya tak takut terhadap para

    Dewa, danawa, dan naga.

    Aswatama dalam pewayangan Jawa

    Riwayat hidup Aswatama dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab

    Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut

    meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.

    Riwayat

    Aswatama adalah putra Bagawan Drona alias Resi Drona dengan Dewi Krepi, putri Prabu Purungaji dari negara

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    35/388

    Tempuru. Ia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika awal mengandung dirinya, Dewi Krepi sedang beralih

    rupa menjadi kuda Sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona) terbang menyeberangi

    lautan.

    Aswatama dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya memihak para Korawa pada perang Bharatayuddha.

    Ketika ayahnya, Resi Drona menjadi guru Keluarga Pandawa dan Korawa di Hastinapura, Aswatama ikut serta

    dalam mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan. Ia memiliki sifat pemberani, cerdik dan pandai mempergunakan

    segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah

    Cundamanik.

    Cerita dalam khazanahSastra Jawa Baru dikenal sebagai lakon wayang: Aswatama Gugat.

    Aswatama pada kesempatan itu ingin membalas dendam kematian ayahnya, bagawan Drona. Pada perang

    Bharatayuddha, Drona gugur karena disiasati oleh para Pandawa. Mereka berbohong bahwa Aswatama telah

    gugur, tetapi yang dimaksud bukan dia melainkan seekorgajah yang bernama Hestitama (Hestiberarti Gajah)

    namun terdengar seperti Aswatama. Lalu Drona menjadi putus asa setelah ia menanyakannya kepada Yudistirayang dikenal tak pernah berbohong pun mengatakan iya.

    Aswatama juga merasa kecewa dengan sikap Prabu Duryudana yang terlalu membela Prabu Salya yang dituduhnya

    sebagai penyebab gugurnya Adipati Karna. Aswatama memutuskan mundur dari kegiatan perang Bharatayudha.

    Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Astina, secara bersembunyi

    Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Astina. Ia berhasil membunuh Drestadyumena (pembunuh ayahnya,

    Resi Drona), Pancawala (putra Prabu Puntadewa), Dewi Banowati (Janda Prabu Duryodana) dan Dewi Srikandi,

    sebelum akhirnya ia mati oleh Bima, badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.

    December 23, 2007

    A s w a n i k u m b a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    36/388

    Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A s w a n i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    37/388

    December 23, 2007

    A s w a n - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    38/388

    December 23, 2007

    A s m a r a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    39/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    40/388

    A r j u n a w i j a y a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    41/388

    December 23, 2007

    A r j u n a s a s r a b a h u - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 23, 2007

    A r j u n a p a t i - S o l o

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    42/388

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A r j u n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    43/388

    December 23, 2007

    A r i m u k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    44/388

    December 23, 2007

    A r i m b i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    45/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A r i m b i R a s e k s i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    46/388

    December 23, 2007

    A r i m b a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    47/388

    December 23, 2007

    A n t r a k a w u l a n - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    48/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    49/388

    December 23, 2007

    A n t a w i r y a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 23, 2007

    A n t a s e n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    50/388

    December 23, 2007

    A n t a r e j a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    51/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A n t a g o p a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    52/388

    December 23, 2007

    A n t a b o g a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    53/388

    December 23, 2007

    A n o m a n - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    54/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    An j a n i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    55/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    56/388

    December 23, 2007

    A n i m a n d a y a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    57/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    An i l a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    58/388

    December 23, 2007

    A n g k a w i j a y a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    59/388

    December 23, 2007

    A n g g r a i n i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    60/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A n g g i s r a n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    61/388

    December 23, 2007

    A n g g i r a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    62/388

    December 23, 2007

    A n g g a w a n g s a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    63/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A n g g a d a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    64/388

    December 23, 2007

    A n d r i k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    65/388

    December 23, 2007

    A m o n g m u r k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    66/388

    Gagrak SurakartaArchived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A m o n g d e n t a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    67/388

    December 23, 2007

    A m b i k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    68/388

    Dalam Mahabharata, Ambika merupakan puteri dari Raja Kasi dan istri dari Wicitrawirya, Raja Hastinapura.

    Bersama dengan saudaranya, Amba dan Ambalika, ia direbut oleh Bisma dalam sebuah sayembara (Bisma

    menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka). Bisma mempersembahkan mereka

    kepada Satyawati untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum

    memberikan keturunan bagi Ambika.

    Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi

    Weda Wyasa (Bagawan Byasa) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Sesuai dengan keinginan

    Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi kedua istri Wicitrawirya untuk menganugerahkan mereka masing-masing

    seorang putera. Ketika Byasa mengunjungi Ambika, ia melihat rupa Byasa sangat menakutkan dan penampilannya

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    69/388

    sangar dengan mata yang menyala-nyala. Dalam keadaannya yang ketakutan, ia menutup matanya dan tidak berani

    membukanya. Maka dari itu, Dretarastra (puteranya), ayah para Korawa, terlahir buta.

    Setelah kelahiran Dretarastra, ketika Satyawati meminta Byasa untuk mengunjungi Ambika untuk kedua kalinya,

    Ambika tidak mau datang dan mengirimkan pelayan menggantikan dirinya. Maka si pelayan melahirkan Widura, yang

    kemudian diasuh sebagai adik Dretarastra dan Pandu.

    Ambika hidup beberapa lama sampai memiliki cucu, yaitu Pandawa dan Korawa. Ketika Pandu mangkat, Satyawati

    mengajak Ambika untuk mengasingkan diri ke dalam hutan bersama-sama, demi meninggalkan kehidupan duniawi.

    Keinginan tersebut disetujui oleh Ambika. Bersama dengan Ambalika, mereka bertiga pergi ke dalam hutan

    meninggalkan Hastinapura, dan membiarkan penerus Dinasti Kuru menentukan nasibnya sendiri.

    December 23, 2007

    A m b a l i k a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    70/388

    Dalam Mahabharata, Ambalika merupakan puteri Raja Kasi dan istri dari Wicitrawirya, Raja Hastinapura.

    Bersama dengan saudaranya, yaitu Amba dan Ambika, ia direbut oleh Bisma dalam sebuah sayembara (Bisma

    menantang para raja dan pangeran yang berkumpul lalu menaklukkan mereka.) Bisma mempersembahkan mereka

    kepada Satyawati untuk dinikahkan kepada Wicitrawirya. Namun Wicitrawirya wafat dalam usia muda sebelum

    memberikan keturunan kepada Ambalika.

    Setelah kematian Wicitrawirya, ibunya Bisma yaitu Satyawati, mengajukan permohonan pertamanya kepada Resi

    Weda Wyasa (Bagawan Byasa) untuk melanjutkan garis keturunan Dinasti Kuru. Sesuai dengan permohonan

    Satyawati, Sang Bagawan mengunjungi istri Wicitrawirya untuk menganugerahi mereka seorang putera. Ambalika

    disuruh oleh Satyawati untuk terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putera yang buta seperti yang telah

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    71/388

    dilakukan oleh Ambika (Ambika melahirkan putera buta bernama Dretarastra). Karena taat dengan perintah

    mertuanya, ia terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan yang luar biasa.

    Maka dari itu, Pandu (puteranya), ayah para Pandawa, terlahir pucat.

    Ambalika hidup beberapa lama di Hastinapura sampai ia memiliki cucu, yaitu para Pandawa dan Korawa. Ketika

    puteranya yang bernama Pandu telah wafat, perasaan Ambalika terpukul. Atas saran dari Satyawati, Ambalika

    meninggalkan kehidupan duniawi dan pergi ke dalam hutan. Bersama dengan Ambika, mereka betiga meninggalkan

    para penerus Dinasti Kuru di Hastinapura.

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A m b a - S o l o Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    72/388

    Amba (Sansekerta: Amb) adalah puteri sulung dari raja di Kerajaan Kasi dalam wiracarita Mahabharata. Bersama

    dengan tiga adiknya yang lain, yaitu Ambika dan Ambalika, Amba diboyong ke Hastinapura oleh Bisma untuk

    diserahkan kepada Satyawati dan dinikahkan kepada adiknya yang bernama Wicitrawirya, raja Hastinapura.

    Amba dalam Mahabharata

    Penolakan Bisma

    Kedua adik Amba menikah dengan Wicitrawirya, namun hati Amba tertambat kepada Bisma. Amba berkata,

    Dewabrata, saya tidak mau diberikan kepada adikmu. Tujuanmu dahulu adalah mengambil kami bertiga untukmu,

    dan ayahku memberikan kami untukmu saja, setelah sayembara itu.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    73/388

    Bisma yang bersumpah untuk tidak kawin seumur hidup, menolak untuk menikah dengan Amba karena takut

    melanggar sumpah. Namun kemanapun ia pergi, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma mengungsi ke tempat

    gurunya, yaitu Rama Bargawa atau Parasurama. Cukup lama ia tinggal di sana, jauh dari Hastinapura, meninggalkan

    keluarganya. Parasurama heran dengan puteri cantik yang selalu mengikuti Bisma. Atas penjelasan Bisma,

    Parasurama tahu bahwa puteri cantik tersebut bernama Amba. Parasurama membujuk Bisma agar mau menikahi

    Amba. Karena terus-menerus mengatakan sesuatu yang membuat Bisma tidak nyaman, Bisma mendorong guurnya

    tersebut hingga jatuh. Semenjak itu, Parasurama mengusir Bisma dan bersumpah bahwa ia tidak akan menerima

    murid dari kastaKshatriya lagi.

    Kematian Amba

    Dalam pengembaraan Bisma, Amba selalu mengikutinya. Akhirnya Bisma menodongkan panah ke arah Amba, untuk

    menakut-nakutinya agar ia segera pergi. Namun Amba berkata, Dewabrata, saya mendapat bahagia atau mati,

    karena tanganmu. Saya malu jika harus pulang ke tempat orang tuaku ataupun kembaliHastinapura. Dimanakah

    tempat bagiku untuk berlindung?

    Bisma terdiam mendengar perkataan Amba. Lama ia merentangkan panahnya sehingga tangannya berkeringat.

    Panah pun terlepas karena tangannya basah dan licin oleh keringat. Panahnya menembus dada Amba. Dengan

    segera Bisma membalut lukanya. Ia menangis tersedu-sedu. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Amba

    berpesan kepada Bisma, bahwa ia akan menjelma sebagai anak Raja Drupada yang banci, yang ikut serta dalam

    pertempuran akbar antara Pandawa dan Korawa.

    Setelah Amba berpesan kepada Bisma untuk yang terakhir kalinya, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya,

    seperti tidur nampaknya. Dalam kehidupan selanjutnya, Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi, yang memihak

    Pandawa saat perang di Kurukshetra. Srikandi adalah anak Raja Drupada dari Kerajaan Panchala yang berkelamin

    netral atau waria (wanita+pria).

    Amba dalam pewayangan Jawa

    Kisah hidup Amba antara kitab Adiparwa (buku pertama Mahabharata) dan pewayangan Jawa memiliki beberapa

    perbedaan, seperti misalnya nama-nama tokoh maupun kerajaan di India yang diubah agar bernuansa Jawa, namun

    perbedaan tersebut tidak terlalu besar karena inti ceritanya sama.

    Riwayat Amba

    Dewi Amba adalah putri sulung dari tiga bersaudara, putri Prabu Darmahumbara, raja negara Giyantipura dengan

    peramisuri Dewi Swargandini. Kedua adik kandungnya bernama: Dewi Ambika (Ambalika) dan Dewi Ambiki

    (Ambaliki).

    Dewi Amba dan kedua adiknya menjadi putri boyongan Resi Bisma (Dewabrata), putra Prabu Santanu dengan Dewi

    Jahnawi (Dewi Gangga) dari negara Astina yang telah berhasil memenangkan sayembara tanding di negara

    Giyantipura dengan membunuh Wahmuka dan Arimuka. Karena merasa sebelumnya telah dipertunangkan dengan

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    74/388

    Prabu Citramuka, raja negara Swantipura, Dewi Amba memohon kepada Dewabrata agar dikembalikan kepada

    Prabu Citramuka.

    Persoalan mulai timbul. Dewi Amba yang ditolak oleh Prabu Citramuka karena telah menjadi putri boyongan,

    keinginannya ikut ke Astina juga ditolak Dewabarata. Karena Dewi Amba terus mendesak dan memaksanya,

    akhirnya tanpa sengaja ia tewas oleh panah Dewabrata yang semula hanya bermaksud untuk menakut-nakutinya.

    Sebelum meninggal Dewi Amba mengeluarkan kutukan, akan menuntut balas kematiannya dengan perantaraan

    seorang prajurit wanita, yaitu Srikandi.

    Kutukan Dewi Amba terhadap Dewabrata menjadi kenyataan. Dalam perang Bharatayuda arwahnya menjelma

    dalam tubuh Dewi Srikandi yang berhasil menewaskan Resi Bisma (Dewabrata).

    December 23, 2007

    A g n y a n a w a t i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    75/388

    December 23, 2007

    A d i r a t a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak SurakartaNo Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    76/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 23, 2007

    A d i m a n g g a l a - S o l o

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    77/388

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 23, 2007

    Ab i y a s a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    78/388

    December 23, 2007

    A b i y a s a R a j a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    79/388

    Abiyasa atau Byasa (Sansekerta: Vysa) (dalam pewayangan disebut Resi Abyasa) adalah figur penting dalam

    agama Hindu. Beliau juga bergelarWeda Wyasa (orang yang mengumpulkan berbagai karya para resi dari masa

    sebelumnya, membukukannya, dan dikenal sebagai Weda. Beliau juga dikenal dengan nama Krishna Dwaipayana.

    Beliau adalah filsuf, sastrawanIndia yang menulis epos terbesar di dunia, yaitu Mahabharata. Sebagian riwayat

    hidupnya diceritakan dalam Mahabharata. Dalam Mahabharata, dapat diketahui bahwa orangtua Resi Byasa adalah

    Bagawan Parasara dan Dewi Satyawati (alias Durgandini atau Gandhawati).

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    80/388

    Kelahiran

    Dalam kitab Mahabharata diketahui bahwa orangtua Byasa adalah Resi Parasara dan Satyawati. Diceritakan bahwa

    pada suatu hari, Resi Parasara berdiri di tepi Sungai Yamuna, minta diseberangkan dengan perahu. Satyawati

    menghampirinya lalu mengantarkannya ke seberang dengan perahu. Di tengah sungai, Resi Parasara terpikat oleh

    kecantikan Satyawati. Satyawati kemudian bercakap-cakap dengan Resi Parasara, sambil menceritakan bahwa ia

    terkena penyakit yang menyebabkan badannya berbau busuk. Ayah Satyawati berpesan, bahwa siapa saja lelaki

    yang dapat menyembuhkan penyakitnya boleh dijadikan suami. Mendengar hal itu, Resi Parasara berkata bahwa ia

    bersedia menyembuhkan penyakit Satyawati. Karena kesaktiannya sebagai seorang resi, Parasara menyembuhkan

    Satyawati dalam sekejap.

    Setelah lamaran disetujui oleh orangtua Satyawati, Parasara dan Satyawati melangsungkan pernikahan. Kedua

    mempelai menikmati malam pertamanya di sebuah pulau di tengah sungai Yamuna, konon terletak di dekat kota

    Kalpi di distrik Jalaun di Uttar Pradesh, India. Di sana Resi Parasara menciptakan kabut gelap nan tebal agar pulau

    tersebut tidak dapat dilihat orang. Dari hasil hubungannya, lahirlah seorang anak yang sangat luar biasa. Ia diberinama Krishna Dwaipayana, karena kulitnya hitam (krishna) dan lahir di tengah pulau (dwaipayana). Anak tersebut

    tumbuh menjadi dewasa dengan cepat dan mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang resi.

    Weda Wyasa

    Umat Hindu memandang Krishna Dwaipayana sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian (Catur

    Weda), dan oleh karena itu ia juga memiliki nama Weda Wyasa yang artinya Pembagi Weda. Kata Wyasa berarti

    membelah, memecah, membedakan. Dalam proses pengkodifikasian Weda, Wyasa dibantu oleh empat

    muridnya, yaitu Pulaha, Jaimini, Samantu, dan Wesampayana.

    Telah diperdebatkan apakah Wyasa adalah nama seseorang ataukah kelas para sarjana yang membagi Weda.

    Wisnupurana memiliki teori menarik mengenai Wyasa. Menurut pandangan Hindu, alam semesta adalah suatu

    siklus, ada dan tiada berulang kali. Setiap siklus dipimpin oleh beberapa Manu, satu untuk setiap Manwantara, yang

    memiliki empat zaman, disebut Catur Yuga (empat Yuga). Dwapara Yuga adalah Yuga yang ketiga. Purana (Buku 3,

    Ch 3) berkata:

    Dalam setiap zaman ketiga (Dwapara), Wisnu, dalam diri Wyasa, untuk menjaga kualitas umat manusia, membagi

    Weda, yang seharusnya satu, menjadi beberapa bagian. Mengamati terbatasnya ketekunan, energi, dan dengan

    wujud yang tak kekal, ia membuat Weda empat bagian, sesuai kapasitasnya; dan raga yang dipakainya, dalam

    menjalankan tugas untuk mengklasifikasi, dikenal dengan nama Wedawyasa

    Tokoh Mahabharata

    Selain dikenal sebagai tokoh yang membagi Weda menjadi empat bagian, Byasa juga dikenal sebagai penulis

    (pencatat) sejarah dalam Mahabharata, namun ia juga merupakan tokoh penting dalam riwayat yang disusunnya itu.

    Ibunya (Satyawati) menikah dengan Santanu, Raja Hastinapura. Dari perkawinannya lahirlah Citrnggada dan

    Wicitrawirya. Citrnggada gugur dalam suatu pertempuran, sedangkan Wicitrawirya wafat karena sakit. Karena

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    81/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    82/388

    A b i m a n y u - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

    Abimanyu (Sansekerta: abhimanyu) adalah seorang tokoh dari wiracaritaMahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari

    salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam

    wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di

    Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu

    menikah dengan Utara, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia

    gugur.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    83/388

    Arti nama

    Abimanyu terdiri dari dua kata Sansekerta, yaitu abhi(berani) dan manyu(tabiat). Dalam bahasa Sansekerta, kata

    Abhimanyusecara harfiah berarti ia yang memiliki sifat tak kenal takut atau yang bersifat kepahlawanan.

    Kelahiran, pendidikan, dan pertempuran

    Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi

    mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam

    rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna

    berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi

    tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.

    Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang

    bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya

    menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan

    keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan

    masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.

    Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang

    gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-

    ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa

    setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.

    Kematian Abimanyu

    Pada hari ketiga belas Bharatayuddha, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang

    melingkar yang dikenal sebagai Chakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan

    Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi.

    Namun, pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan laskar Samsaptaka. Oleh karena Pandawa sudah

    menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan namun mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang

    masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Chakrawyuha namun tidak

    tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam

    formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi

    itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.

    Pada hari penting itu, Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. pandawa

    bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya di dalam formasi, namun mereka dihadang oleh Jayadrata,

    Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa kecuali Arjuna, hanya untuk satu

    hari. Abimanyu ditinggal sendirian untuk menangkis serangan pasukan Korawa.

    Abimanyu membunuh dengan bengis beberapa ksatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu

    Laksmana. Setelah menyaksikan putera kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    84/388

    pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan baju zirah Abimanyu, atas nasihat

    Drona, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya

    dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putera Dursasana mencoba untuk bertarung dengan tangan kosong

    dengan Abimanyu. Namun tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara

    serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur

    berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putera Dursasana dengan cara

    menghancurkan kepalanya dengan gada.

    Arjuna membalas dendam

    Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak

    menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian

    bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam. Menanggapi hal itu, pihak

    Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi

    Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga

    matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan

    kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah

    tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan

    peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan

    dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari

    muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata.

    Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari

    sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata.

    Penjelasan mengenai kematiannya

    Abimanyu adalah inkarnasi dari putera Dewa bulan. Ketika Sang Dewa bulan ditanya oleh Dewa yang lain mengenai

    kepergian puteranya ke bumi, ia membuat perjanjian bahwa puteranya tinggal di bumi hanya selama 16 tahun

    sebagaimana ia tak dapat menahan perpisahan dengan puteranya. Abimanyu berusia 16 tahun saat ia terbunuh

    dalam pertempuran.

    Putera Abimanyu, yaitu Parikesit, lahir setelah kematiannya, dan menjadi satu-satunya kesatria Keluarga Kuru yang

    selamat setelah Bharatayuddha, dan melanjutkan garis keturunan Pandawa. Abimanyu seringkali dianggap sebagai

    ksatria yang terberani dari pihak Pandawa, yang sudi melepaskan hidupanya saat peperangan dalam usia yang

    masih sangat muda.

    Abimanyu dalam pewayangan Jawa

    Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai putra Arjuna, merupakan tokong penting. Di bawah ini

    dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama di India.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    85/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    86/388

    membunuh Abimanyu harus memutus langsangyang ada didadanya, kemudian Abimanyupun gugur oleh gada Kyai

    Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, ksatria Banakeling.

    SLOKA mengisahkan kematian Abimanyu

    Ngk Sang Dharmasut tgg mulati tingkahi glarira ntha Korawa, pan tan hana Sang Wrkodara

    Dhanajaya wnanga rummpakang glar. Nghing Sang Prthasutbhimanyu makusra rumusaka glar mah

    dwija, manggh wruh lingirng rusak mwang umasuk tuhu i wijili rddha tan tama

    Smpun mangkana ighra shasa masuk marawaa ri glar mah dwija. Sang Prthtmaja ra sra rumusuk

    sakksika linacaran panah, ira ngwyuha lilang tkap Sang Abhimanyu tka ri kahanan Suyodhana. ang

    Hyang Droa Krppulih karaa Sang Kurupati malay marnusi.

    da tan dwlwang i atru akti mangaran Krtasuta sawatk Wrhadbala. Mwang Satyarawa ra mnta kna

    tan panguili pinanah linacaran. Lwan wra wiesha putra Kuruntha mati malara kokalan panah. Kyti ng

    Korawa wanga Lakshmanakumra ngaranika kaish Suyodhana.

    Ngk ta krodha sakorawlana manah panahira lawan awa sarathi. Tan wktn tang awak tangan suku gigir

    aa wadana linaksha kinrpan. Mangkin Prthasutajwalmurk anyakra makapalaga punggling laras.

    Dhramk mangusiranggtm atn pjaha makiwuling Suyodhana.

    Ri pati Sang Abhimanyu ring rangga. Tnyuh araras kadi waling tahas mas. Hanana ngaraga klaning

    pajang lk. inaah alindi sahantimun ginintn.

    Terjemahan :

    Pada saat itu Yudistira tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada

    padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu Abimanyu yang bersedia

    merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan

    memasuki formasi tersebut, hanya saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.

    Setelah demikian, mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan

    dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut dengan tembakanpanah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut hancur sampai ke pertahanan Duryodana.

    Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri

    dan tidak dikejar lagi.

    Dengan ini tak dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan keluarga

    Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak sebelum dapat menimbulkan

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    87/388

    kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia

    tertusuk panah. Putera tersebut sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Lakshmanakumara,

    yang disayangi Suyodhana.

    Pada waktu itu seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya merekamemanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki, punggung, dada, dan muka

    Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu makin semangat. Ia memegang cakramnya dan

    dengan panah yang patah ia mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari

    keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.

    Ketika Abimanyu terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan lumut

    dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah tercabik-cabik, sehingga menjadi halus

    seperti mentimun.

    December 22, 2007

    A b i l a w a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara A, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    88/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    89/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    N a r a y a n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 24, 2007

    N a r a y a n a J a n g k a h - S o l o

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    90/388

    Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta

    No Comments

    December 24, 2007

    N a r a s o m a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    91/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    N a r a d a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    92/388

    December 24, 2007

    N a k u l a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara N, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    93/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    94/388

    binatang pengerat dari Mesir. Nakula juga dapat berarti cerpelai, atau dapat juga berarti tikus benggala. Nakula

    juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.

    Nakula dalam Mahabharata

    Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi.

    Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan tugasnya dan

    selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap senda gurau yang terasa serius. Nakula juga

    memiliki kemahiran dalam memainkan senjata pedang.

    Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa)

    meninggal karena meminum air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepada

    Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh

    Yudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera

    Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna, maka tidak ada lagi

    putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.

    Ketika para Pandawa harus menjalani masa penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat

    kuda dengan nama samaran Grantika. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra, dan

    memenangkan perang besar tersebut.

    Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri AstadasaparwaMahabharata, diceritakan bahwa

    Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya,

    Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke

    tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan

    tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?. Yudistira yang bijaksana menjawab,

    Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula

    sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya

    hidup sampai di sini. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan

    mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah

    Nakula mencapai kedamaian.

    Nakula dalam pewayangan Jawa

    Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat

    dipergunakan sebagai obat). Ia merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan

    permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar

    bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu

    dengan Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan Arjuna

    Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata

    panah dan lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia mepunyai Aji

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    95/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    96/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    97/388

    December 24, 2007

    M u s t a k a w e n i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara M, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    98/388

    December 24, 2007

    M i n t a r a g a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara M, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    99/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007L e s m a n a M a n d r a k u m a r a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    100/388

    December 24, 2007

    L a w a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    101/388

    December 24, 2007

    L a k s m a n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara L, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    102/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    103/388

    December 24, 2007

    K u s y a R a m a k u s y a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    104/388

    December 24, 2007

    K u n t i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    105/388

    Kunti (Sansekerta: Kunt) dalam kisah Mahabharata adalah puteri dari Prabu Kuntiboja. Ia adalah saudara dari

    Basudewa yang merupakan ayah dari Baladewa, Kresna dan Subadra. Ia juga adalah ibu daripada Yudistira,

    Werkodara, dan Arjuna dan juga adalah istri pertama Pandu Dewanata. Selain itu Kunti juga ibu dari Karna.

    Sepeninggal Pandu Dewanata, ia mengasuh Nakula dan Sadewa, anak Pandu Dewanata dari Dewi Madri. Seusai

    Bharatayuddha, ia dan iparnya Dretarastra, Gandari, dan Widura pergi bertapa sampai akhir hayatnya.

    Asal-usul

    Ayah Kunti adalah Raja Surasena dari Wangsa Yadawa, dan saat bayi ia diberi nama Pritha. Ia merupakan adik

    Basudewa, ayah Kresna. Kemudian ia diadopsi oleh Raja Kuntiboja yang tidak memiliki anak, dan semenjak itu ia

    diberi nama Kunti. Setelah Kunti menjadi puterinya, Raja Kuntibhoja dianugerahi anak.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    106/388

    Masa muda

    Pada saat Kunti masih muda, ia diberi sebuah mantra sakti oleh Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewi

    sesuai dengan yang dikehendakinya. Pada suatu hari, Kunti ingin mencoba anugerah tersebut dan memanggil salah

    satu Dewa, yaitu Surya. Surya yang merasa terpanggil, bertanya kepada Kunti, apa yang diinginkannya. Namun

    Kunti menyuruh Sang Dewa untuk kembali ke kediamannya. Karena Kunti sudah memanggil dewa tersebut agar

    datang ke bumi namun tidak menginginkan berkah apapun, Sang Dewa memberikan seorang putera kepada Kunti.

    Kunti tidak ingin memiliki putera semasih muda, maka ia memasukkan anak tersebut ke dalam keranjang dan

    menghanyutkannya di sungai Aswa. Kemudian putera tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura

    yang bernama Adirata, dan anak tersebut diberi nama Karna.

    Kehidupan selanjutnya

    Kemudian, Kunti menikahi Pandu, seorang raja di Hastinapura. Pandu juga menikahi Madri sebagai istri kedua,

    namun tidak mampu memiliki anak. Akhirnya Pandu dan kdua istrinya hidup di hutan. Disanalah Kunti mengeluarkan

    mantra rahasianya. Ia memanggil tiga Dewa dan meminta tiga putera dari mereka. Putera pertama diberi nama

    Yudistira dari Dewa Yama, kedua bernama Bima dari Dewa Bayu, dan yang terakhir bernama Arjuna dari Dewa

    Indra. Kemudian Kunti memberitahu mantra tersebut kepada Madri. Madri memangil Dewa Aswin dan menerima

    putera kembar, dan diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal dengan nama Pandawa.

    Setelah kematian Pandu dan Madri, Kunti mengasuh kelima putera tersebut sendirian. Sesuai dengan amanat Madri,

    Kunti berjanji akan memperlakukan Nakula dan Sadewa seperti puteranya sendiri. Setelah pertempuran besardi

    Kurukshetra berkecamuk dan usianya sudah sangat tua, Kunti pergi ke hutan bersama dengan ipar-iparnya yang lain

    seperti Dretarastra, Widura, dan Gandari untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Mereka menyerahkan kerajaan

    kepada Yudistira. Di dalam hutan, Kunti dan yang lainnya terbakar oleh api suci mereka sendiri dan wafat di sana.

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K u m b a y a n a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    107/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    108/388

    December 24, 2007

    K u m b a K u m b a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    109/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K r e s n a w / R o n d o n - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    110/388

    Kresna atau Krishna (Devanagari: dilafalkan ka) adalah salah satu Dewa yang banyak dipuja oleh umat Hindu

    karena dianggap merupakan aspek dari Brahman.[1]

    Ia disebut pula Nryana, yaitu sebutan yang merujuk kepada

    perwujudan Dewa Wisnu yang berlengan empat di Waikuntha. Ia biasanya digambarkan sebagai sosok pengembala

    muda yang memainkan seruling (seperti misalnya dalam Bhagawatapurana) atau pangeran muda yang memberikan

    tuntunan filosofis (seperti dalam Bhagawad Gita). Dalam Agama Hindu pada umumnya, Kresna dipuja sebagai

    awataraWisnu, yang dianggap sebagai Dewa yang paling hebat dalam perguruan Waisnawa. Dalam tradisi Gaudiya

    Waisnawa, Kresna dipuja sebagai sumber dari segala awatara (termasuk Wisnu).

    Menurut Mahabharata, Kresna berasal dari Kerajaan Surasena, namun kemudian ia mendirikan kerajaan sendiri

    yang diberi nama Dwaraka. Dalam wiracaritaMahabharata, ia dikenal sebagai tokoh raja yang bijaksana, sakti, dan

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    111/388

    berwibawa. Dalam ajaran agama Hindu, ia dikenal sebagai awatara Dewa Wisnu yang kedelapan. Dalam Bhagawad

    Gita, beliau adalah perantara kepribadian Brahman (Tuhan Yang Maha Esa) yang menjabarkan ajaran kebenaran

    mutlak (dharma) kepada Arjuna. Beliau mampu menampakkan secercah kemahakuasaan Tuhan yang hanya

    disaksikan oleh tiga orang pada waktu perang keluarga Bharata akan berlangsung. Ketiga orang tersebut adalah

    Arjuna, Sanjaya putera Widura, dan Byasa. Namun Sanjaya dan Byasa tidak melihat secara langsung, melainkan

    melalui mata batin mereka yang menyaksikan perang Bharatayuddha.

    Asal usul nama Krishna

    Dalam bahasa Sansekerta, kata Krishna berarti hitam atau gelap, dan kata ini umum digunakan untuk

    menunjukkan pada orang yang berkulit gelap. Dalam Brahma Samhita dijabarkan bahwa Krishna memiliki warna kulit

    gelap bersemu biru langit.[3]

    Dan umumnya divisualkan berkulit gelap atau biru pekat. Sebagai Contoh, di Kuil

    Jaganatha, di Puri, Orissa, India (nama Jaganatha, adalah nama yang ditujukan bagi Krishna sebagai penguasa

    jagat raya) di gambarkan memiliki kulit gelap berdampingan dengan saudaranya Baladewa dan Subadra yang

    berkulit cerah.

    Nama lain

    Kresna sebagai Awatara sekaligus orang bijaksana memiliki banyak sekali nama panggilan sesuai dengan

    kepribadian atau keahliannya. Nama panggilan tersebut digunakan untuk memuji, mengungkapkan rasa hormat, dan

    menunjukkan rasa persahabatan atau kekeluargaan. Nama panggilan Kresna di bawah ini merupakan nama-nama

    dari kitab Mahabarata dan Bhagawad Gita versi aslinya (versi India). Nama panggilan Kresna adalah:

    Achyuta (Acyuta, yang tak pernah gagal)

    Arisudana (penghancur musuh)

    Bhagavn (Bhagawan, kepribadian Tuhan Yang Maha Esa)

    Gopla (Pengembala sapi)

    Govinda (Gowinda, yang memberi kebahagiaan pada indria-indria)

    Hrishikesa (Hri-sikesa, penguasa indria)

    Janardana (juru selamat umat manusia)

    Kesava (Kesawa, yang berambut indah)

    Kesinishdana (Kesi-nisudana, pembunuh raksasa Kesi)

    M

    dhava (Madawa, suami Dewi Laksmi)Madhusdana (Madu-sudana, penakluk raksasa Madhu)

    Mahbhu (Maha-bahu, yang berlengan perkasa)

    Mahyogi (Maha-yogi, rohaniawan besar)

    Purushottama (Purusa-utama, manusia utama, yang berkepribadian paling baik)

    Varshneya (Warsneya, keturunan wangsa Wresni)

    Vsudeva (Wasudewa, putera Basudewa)

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    112/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    113/388

    orang-orang sekitar. Kamsa yang mengetahui bahwa Kresna telah kabur terus mengirimkan rakshasa (seperti

    misalnya Aghasura) untuk membinasakannya. Sang raksasa akhirnya terkalahkan di tangan Kresna dan kakaknya,

    Balarama. Beberapa di antara kisah terkenal tentang keberanian Kresna terdapat dalam petualangan ini serta

    permainannya bersama para gopidi desa, termasuk Radha. Kisah yang menceritakan permainannya bersama para

    gopikemudian dikenal sebagai Rasa lila.

    Kresna Sang Pangeran

    Kresna yang masih muda kembali ke Mathura, dan menggulingkan kekuasaan pamannya Kamsa sekaligus

    membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta kembali kepada ayah Kamsa, Ugrasena, sebagai Raja para Yadawa. Ia

    sendiri menjadi pangeran di kerajaan tersebut. Dalam masa ini ia menjadi teman Arjuna serta para pangeran

    Pandawa lainnya dari Kerajaan Kuru, yang merupakan saudara sepupunya, yang tinggal di sisi lain Yamuna.

    Kemudian, ia memindahkan kediaman para Yadawa ke kota Dwaraka (di masa sekarang disebut Gujarat). Ia

    menikahi Rukmini, puteri dari Bhishmaka dari Kerajaan Widarbha.

    Menurut beberapa sastra, Kresna memiliki 16.108 istri, delapan orang di antaranya merupakan istri terkemuka,

    termasuk di antaranya Radha, Rukmini, Satyabama, dan Jambawati. Sebelumnya 16.000 istri Kresna yang lain

    ditawan oleh Narakasura, sampai akhirnya Kresna membunuh Narakasura dan membebaskan mereka semua.

    Menurut adat yang keras pada waktu itu, seluruh wanita tawanan tidak layak untuk menikah sebagaimana mereka

    masih di bawah kekuasaan Narakasura, namun Kresna dengan gembira menyambut mereka sebagai puteri

    bangsawan di kerajaannya. Dalam tradisi Waisnawa, para istri Kresna di Dwarka dipercaya sebagai penitisan dari

    berbagai wujud Dewi Lakshmi.

    Bharatayuddha dan Bhagawad Gita

    Kresna merupakan saudara sepupu dari kedua belah pihak dalam perang antara Pandawa dan Korawa. Ia

    menawarkan mereka untuk memilih pasukannya atau dirinya. Para Korawa mengambil pasukannya sedangkan

    dirinya bersama para Pandawa. Ia pun sudi untuk menjadi kusir kereta Arjuna dalam pertempuran akbar. Bhagavad

    Gt merupakan wejangan yang diberikan kepada Arjuna oleh Kresna sebelum pertempuran dimulai.

    Kehidupan di kemudian hari

    Setelah perang, Kresna tinggal di Dwaraka selama 36 tahun. Kemudian pada suatu perayaan, pertempuran meletus

    di antara para Yadawa yang saling memusnahkan satu sama lain. Lalu kakak Kresna Balarama melepaskan raga

    dengan cara melakukan Yoga. Kresna berhenti menjadi raja kemudian pergi ke hutan dan duduk di bawah pohonmelakukan meditasi. Seorang pemburu yang keliru melihat sebagian kaki Kresna seperti rusa kemudian

    menembakkan panahnya dan menyebabkan Kresna mencapai keabadian. Menurut Mahabharata, kematian Kresna

    disebabkan oleh kutukan Gandari. Kemarahannya setelah menyaksikan kematian putera-puteranya

    menyebabkannya mengucapkan kutukan, karena Kresna tidak mampu menghentikan peperangan. Setelah

    mendengar kutukan tersebut, Kresna tersenyum dan menerima itu semua, dan menjelaskan bahwa kewajibannya

    adalah bertempur di pihak yang benar, bukan mencegah peperangan.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    114/388

    Menurut referensi dari Bhagawatapurana dan Bhagawad Gita, ditafsirkan bahwa Kresna wafat sekitar tahun 3100

    SM.[6]

    Ini berdasarkan deskripsi bahwa Kresna meninggalkan Dwarka 36 tahun setelah peperangan dalam

    Mahabharata terjadi. Matsyapurana mengatakan bahwa Kresna berusia 89 tahun saat perang berkecamuk. Setelah

    itu Pandawa memerintah selama 36 tahun, dan pemerintahan mereka terjadi saat permulaan Kali Yuga. Selanjutnya

    dikatakan bahwa Kali Yuga dimulai saat Duryodana dijatuhkan ke tanah oleh Bima berarti tahun 2007 sama dengan

    tahun 5108 (atau semacam itu) semenjak Kali Yuga.

    Hubungan keluarga

    Ayah Kresna adalah Prabu Basudewa, yang merupakan saudara lelaki (kakak) dari Kunti atau Partha, istri Pandu

    yang merupakan ibu para Pandawa, sehingga Kresna bersaudara sepupu dengan para Pandawa. Saudara misan

    Kresna yang lain bernama Sisupala, putera dari Srutadewa atau Srutasrawas, adik Basudewa. Sisupala merupakan

    musuh bebuyutan Kresna yang kemudian dibunuh pada saat upacara akbar yang diselenggarakan Yudistira.

    Kresna dalam pewayangan Jawa

    Dalam pewayangan Jawa, Prabu Kresna merupakan Raja Dwarawati, kerajaan para Yadu dan merupakan titisan

    Dewa Wisnu. Kresna adalah anak Basudewa, Raja Mandura. Ia (dengan nama kecil Narayana) dilahirkan sebagai 3

    bersaudara dengan kakaknya dikenal sebagai Baladewa (Kakrasana) dan adiknya dikenal sebagai Subadra, yang

    tak lain adalah isteri dari Arjuna. Ia memiliki tiga orang isteri dan tiga orang anak. Isteri isterinya adalah Dewi

    Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Satyabama. Anak anaknya adalah Raden Boma Narakasura, Raden Samba,

    dan Siti Sundari.

    Pada perang Bharatayuddha, beliau adalah sais atau kusirArjuna. Ia juga merupakan salah satu penasihat utama

    Pandawa. Sebelum perang melawan Karna, atau dalam babak yang dinamakan Karna Tanding sebagai sais Arjuna

    beliau memberikan wejangan panjang lebar kepada Arjuna. Wejangan beliau dikenal sebagai Bhagawad Gita.

    Kresna dikenal sebagai seorang yang sangat sakti. Ia memiliki kemampuan untuk meramal, mengubah bentuk

    menjadi raksasa, dan memiliki bunga Wijaya Kusuma yang dapat menghidupkan kembali orang yang mati. Ia juga

    memiliki senjata yang dinamakan Cakrabaswara yang mampu digunakan untuk menghancurkan dunia, pusaka-

    pusaka sakti, antara lain Senjata Cakra, Kembang Wijayakusuma, Terompet kerang (Sangkala) Pancajahnya, Kaca

    paesan, Aji Pameling dan Aji Kawrastawan.

    Setelah meninggalnya Prabu Baladewa (Resi Balarama), kakaknya, dan musnahnya seluruh Wangsa Wresni, Prabu

    Kresna menginginkan moksa. Ia wafat dalam keadaan bertapa dengan perantara panah seorang pemburu bernama

    Jara yang mengenai kakinya.

    Kresna dalam Bhagawad Gita

    Kresna dianggap sebagai penjelmaan Sang Hyang Triwikrama, atau gelarBhataraWisnu yang dapat melangkah di

    tiga alam sekaligus. Ia juga dipandang sebagai perantara suara Tuhan dalam menjalankan misi sebagai juru selamat

    umat manusia, dan disetarakan dengan segala sesuatu yang agung. Kutipan di bawah ini diambil dari kitab

    Bhagawad Gita (percakapan antara Kresna dengan Arjuna) yang menyatakan Sri Kresna sebagai Awatara.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    115/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    116/388

    December 24, 2007

    K r e p a R e s i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    117/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K r e p a M u d a - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    118/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    119/388

    December 24, 2007

    K i m i n d a m a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    120/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K e s a w a s i d i - S o l oPosted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    121/388

    December 24, 2007

    K e n y a w a n d u - S o lo

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    122/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    123/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K e k a y i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    124/388

    December 24, 2007

    K a r t a p i y o g a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    125/388

    December 24, 2007

    K a r t a n a d i - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    126/388

    Gagrak Surakarta

    Archived Posts from this Category

    December 24, 2007

    K a r t a m a r m a - So l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    127/388

    December 24, 2007

    K a r n a - S o l o

    Posted by topmdi under Aksara K, Gagrak Surakarta

    No Comments

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    128/388

    Karna (Sansekerta: ; Kara) alias Radheya adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata yangterkenal. Ia sebenarnya adalah masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa, yaitu Yudistira, Werkodara dan Arjuna

    (Nakula dan Sadewa bukan saudara langsung Karna, melainkan saudara tirinya).

    Dalam bahasa Sansekerta, nama Karna secara harfiah berarti telinga. Dalam makna yang tersirat, kata Karna

    dapat juga berarti terampil atau pandai. Karna juga menyandang nama Radheya saat masih kecil. Nama itu

    diberikan oleh orangtua tirinya, yaitu Adirata dan Radha. Nama Radheya secara harfiah berarti putera Radha.

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    129/388

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    130/388

    mengatakan bahwa ia sebenarnya ibunya. Kunti menyuruh Karna agar memihak Pandawa. Karna mengatakan

    bahwa ia hanya mengakui Radha sebagai ibunya dan tetap memihak Kurawa. Karna juga mengatakan, bahwa ia

    hanya mau membunuh Arjuna, bukan Pandawa yang lain.

    Berguru pada Parasurama

    Karena ingin menjadi seorang kesatria, Karna berguru kepada Parasurama. Parasurama adalah seorang Brahmana-

    Kshatriya yang sudah sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman

    Treta Yuga (zaman Ramayana) sampai zaman Dwapara Yuga (zaman Mahabharata). Parasurama memiliki

    pengalaman yang buruk dengan kasta ksatria, dan sejak itu ia enggan untuk mengajar para kesatria. Karna yang

    sebenarnya seorang kesatria, menyamar sebagai seorang brahmana agar mendapat pendidikan dari Parasurama.

    Pada suatu hari, saat Parasurama ingin beristirahat, Karna melayaninya dengan membiarkan sang guru tertidur di

    pahanya. Ketika Parasurama sedang tertidur, datanglah seekor serangga menggigit kaki Karna. Karna tidak ingin

    membiarkan gurunya terbangun, maka ia biarkan serangga tersebut mengigit kakinya. Darah segar mengucur dari

    kaki Karna, namun ia tidak bergeming. Saat Parasurama terbangun, ia terkejut karena melihat kaki Karna

    mengeluarkan banyak darah. Ia kemudian bertanya pada Karna, kenapa ia tidak mengusir laba-laba tersebut dan

    membiarkan serangga itu mengigit kakinya. Karna menjawab, bahwa ia tidak ingin membiarkan gurunya terbangun.

    Parasurama berkata, Kekuatan seperti itu hanya dimiliki oleh kaum kesatria, dan bukan seorang brahmana. Engkau

    telah berbohong kepadaku dengan menyamar sebagai anak brahmana. Aku mengutukmu agar kelak segala ilmu

    yang kuberikan kepadamu tidak akan berguna saat kau sangat membutuhkannya.

    Setelah menerima kutukan tersebut, Karna sedih dan meninggalkan asrama gurunya dengan hati hancur. Setelah

    berjalan tanpa tujuan, Karna duduk di tepi pantai sambil termangu-mangu memikirkan jati dirinya. Dia duduk di sana

    untuk beberapa lama, kemudian bangun lalu pergi. Ketika ia kembali ke tempat tersebut, ia melihat sesosok binatang

    yang berlalu cepat sekali. Karena ia merasa bahwa hewan tersebut adalah seekor rusa, ia melepaskan anak

    panahnya ke arah sosok tersebut. Ketika ia mendekatinya, ia terkejut bahwa yang dipanahnya bukanlah seekor rusa,

    melainkan sapi milik seorang brahmana. Karna meminta maaf kepada si pemilik sapi sebab ia telah ceroboh, tetapi

    brahmana itu tida memafkannya, malah sebaliknya menjadi sangat marah. Brahmana tersebut berkata, Apabila

    engkau berperang melawan musuhmu yang hebat, roda keretamu akan terjerembab ke tanah. Dan karena engkau

    telah membunuh sapiku yang sedang lengah, engkau juga akan dibunuh oleh musuhmu sangat engkau lengah.

    Setelah mendengar kutukan yang ditujukan kepadanya, Karna lunglai. Lalu ia pulang menemui Radha, ibu yang

    sangat dicintainya. Di sana ia menceritakan segala kisah sedih yang menimpa dirinya. Akhirnya Karna bertekad

    bahwa ia akan pergi mengadu nasib di Hastinapura, ibukota kerajaan para keturunan Kuru.

    Penobatan sebagai Raja Angga/Awangga

    Di Hastinapura diadakan pertandingan dan adu kekuatan untuk menunjukkan bahwa pendidikan para pangeran di

    sana sudah berhasil. Karna yang percaya diri datang ke stadion dimana pertandingan diadakan dan menantang

    Arjuna ketika Arjuna sedang menunjukkan kepandaiannya dalam ilmu memanah. Para hadirin yang ada di stadion

  • 8/8/2019 Gambar Wayang - Gagrak Surakarta

    131/388

    heran melihat Karna yang berani menantang Arjuna, kesatria bangsa Kuru. Saat melihat Karna, Kunti menjadi

    lunglai.

    Arjuna menerima tantangan Karna untuk menunjukkan yang terbaik. Ketika kedua kesatria bersiap-siap, Krepa naik

    ke atas panggung dan menanyakan identitas Karna. Ia juga berkata bahwa Karna boleh bertanding dengan Arjuna

    apabila mereka sederajat. Setelah mendengar kata-kata Krepa, Karna diam dan menunduk malu sebab ia

    merupakan seorang anak kusir. Duryudana yang bersimpati, berdiri dan berkata, Guruku, keberanian bukanlah milik

    para kesatria saja. Tetapi kalau Arjuna ini dijadikan patokan bahwa seorang kesatria harus bertarung dengan

    kesatria, maka keinginanmu akan kupenuhi. Kami akan menobatkan pendatang baru itu sebagai Raja

    Angga/Awangga, sebab kerajaan itu belum memiliki raja.

    Akhirnya pada saat itu juga, Karna dinobatkan menjadi Raja Angga/Awangga. Para brahmana membacakan weda-

    weda dan Duryudana memberi mahkota, pedang, dan air penobatan kepada Karna. Karna terharu dengan

    kemurahan hati Duryodana. Balasan yang diinginkan oleh Duryudana hanyalah persahabatan yang kekal. Semenjak

    persahabatan itu terjalin, Yudistira merasa cemas sebab kekuatan sepupunya yang jahat (Korawa) menjadi semakinkuat karena dibantu oleh Karna, kesatria yang setara dengan Arjuna.

    Penolakan Drupadi

    Pada saat Karna sudah cukup dewasa, ia mengikuti sebuah sayembara di Kerajaan Panchala. Sayembara tersebut

    memperebutkan puteri Drupadi. Para Pandawa turut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar

    dengan pakaian kaum brahmana. Sebuah ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, di

    bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan tersebut. Para hadirin yang mengikuti sayembara harus

    menembak mata ikan yang berputar tersebut hanya dengan melihat pantulannya di bawah kolam.

    Banyak kesatria yang gagal melakukannya, hingga Karna tampil ke muka. Ia memusatkan pikirannya pada bayangan

    ikan tersebut dan mengarahkan panahnya ke atas, namun pandangannya ke bawah, tertuju pada bayangan ikan

    yang terpantul pada air kolam. Kemudian Karna melepaskan panahnya dan menembus mata ikan tersebut. Sesuai

    dengan aturan, Karna berhasil memenangkan sayembara tersebut dan Drupadi berhak menjadi istrinya. Namun

    Drupadi menolak hasil sayembara tersebut, karena ia tidak mau menikah dengan Karna yang seorang anak kusir.

    Mendengar hal itu, Karna menjadi sakit hati dan menerima keputusan tersebut, namun dalam hatinya ia sangat

    marah.

    Beberapa versi mengatakan bahwa Karna tidak mampu untuk menaklukkan tantangan tersebut, hanya Arjuna yang

    sangggup melakukannya.

    Peran Karna dalam Bharatayuddha

    Kresna mengetahui bahwa Karna adalah Pandawa sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna-lah

    pemilik Panah Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak Pandawa pada Bharatayuddha mendatang dan

    ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti. Karna pun memelas setelah ia melihat

    ibunya menangis namun ia menganjurkan