gambar iv.21 hubungan kondisi pengudaraan dan … ini menunjukkan pola yang sama dengan teori, yaitu...
TRANSCRIPT
Gambar IV.21 Hubungan kondisi pengudaraan dan effluen S
reaktor
Gambar IV.17-IV.19 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga reaktor, dimana
konsumsi bahan organik
melambat 30 cm berikutnya. Pola ini menunjukkan pola laju penyisihan bahan
organik dengan tipikal orde laju pertama. Hal ini diperkuat dengan Gambar IV.20
yang menunjukkan rata
statistik dengan menggunakan t
signifikan antar ketiga reaktor. Hal ini menunjukkan
pengaruh pengudaraan pada kinerja reaktor secara keseluruhan,
terlihat hubungan secara langsun
sampel dengan pola degradasi COD yang terjadi.
Pola konsumsi yang mengikuti orde kesatu berhubungan dengan kecenderungan
mikroorganisme untuk mengkonsumsi bahan organik yang lebih mudah untuk
didegradasi, dan melambat sehubungan semakin kompleksnya komposisi bahan
organik yang harus dikonsumsi.
83
Hubungan kondisi pengudaraan dan effluen SCOD untuk ketiga
reaktor
IV.19 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga reaktor, dimana
konsumsi bahan organik terutama terjadi pada 60 cm di bagian bawah reaktor dan
melambat 30 cm berikutnya. Pola ini menunjukkan pola laju penyisihan bahan
organik dengan tipikal orde laju pertama. Hal ini diperkuat dengan Gambar IV.20
yang menunjukkan rata-rata konsentrasi SCOD di tiap ketinggian.
statistik dengan menggunakan t-tes menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antar ketiga reaktor. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya
pengaruh pengudaraan pada kinerja reaktor secara keseluruhan,
terlihat hubungan secara langsung antara kondisi pengudaraan saat pengambilan
sampel dengan pola degradasi COD yang terjadi.
Pola konsumsi yang mengikuti orde kesatu berhubungan dengan kecenderungan
mikroorganisme untuk mengkonsumsi bahan organik yang lebih mudah untuk
didegradasi, dan melambat sehubungan semakin kompleksnya komposisi bahan
organik yang harus dikonsumsi.
untuk ketiga
IV.19 menunjukkan pola yang sama untuk ketiga reaktor, dimana
i bagian bawah reaktor dan
melambat 30 cm berikutnya. Pola ini menunjukkan pola laju penyisihan bahan
organik dengan tipikal orde laju pertama. Hal ini diperkuat dengan Gambar IV.20
di tiap ketinggian. Hasil pengujian
tes menunjukkan adanya perbedaan yang
kemungkinan adanya
pengaruh pengudaraan pada kinerja reaktor secara keseluruhan, meskipun tidak
g antara kondisi pengudaraan saat pengambilan
Pola konsumsi yang mengikuti orde kesatu berhubungan dengan kecenderungan
mikroorganisme untuk mengkonsumsi bahan organik yang lebih mudah untuk
didegradasi, dan melambat sehubungan semakin kompleksnya komposisi bahan
IV.5.5 Resume kondisi kontinyu
Resume perbandingan efisiensi untuk parameter kenaikan oksigen terlarut,
penyisihan amonium dan penyisihan SCOD untuk R1, R2 dan R3 ditunjukkan
pada Gambar IV.22.
Gambar IV.22 Perbandingan efisiensi untuk parameter
pada ketiga reaktor
Hasil percobaan secara kontinyu untuk pada konsentrasi S
menunjukkan perbedaan kinerja untuk parameter oksigen terlarut, amonium, TSS
dan efisiensi penyisihan S
beberapa parameter menunjukkan perbedaan yang kecil, tetapi dengan uji statistik
didapatkan perbedaan tersebut
lain selain pengudaraan yang digunakan, maka diduga perbedaan yang terjadi
terutama akibat kondisi pengudaraan yang dilakukan berpengaruh pada kondisi di
dalam reaktor, sehingga secara keseluruhan untuk parameter yang teramati
terdapat perbedaan-perbedaan. Faktor lain yang diperkirakan juga berpengaruh
adalah temperatur reaktor.
Perbandingan hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian
menggunakan reaktor BAF oleh Mann & Stephenson (1997) dan Wang et al
(2006) ditunjukkan pada Tabel IV.4.
84
Resume kondisi kontinyu
Resume perbandingan efisiensi untuk parameter kenaikan oksigen terlarut,
penyisihan amonium dan penyisihan SCOD untuk R1, R2 dan R3 ditunjukkan
Perbandingan efisiensi untuk parameter-parameter
pada ketiga reaktor
Hasil percobaan secara kontinyu untuk pada konsentrasi SCOD teoritis 300 mg/l
menunjukkan perbedaan kinerja untuk parameter oksigen terlarut, amonium, TSS
dan efisiensi penyisihan SCOD pada R1, R2, dan R3. Meskipun secar
beberapa parameter menunjukkan perbedaan yang kecil, tetapi dengan uji statistik
didapatkan perbedaan tersebut cukup signifikan. Oleh karena tidak ada variabel
lain selain pengudaraan yang digunakan, maka diduga perbedaan yang terjadi
akibat kondisi pengudaraan yang dilakukan berpengaruh pada kondisi di
dalam reaktor, sehingga secara keseluruhan untuk parameter yang teramati
perbedaan. Faktor lain yang diperkirakan juga berpengaruh
adalah temperatur reaktor.
hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian
menggunakan reaktor BAF oleh Mann & Stephenson (1997) dan Wang et al
(2006) ditunjukkan pada Tabel IV.4.
Resume perbandingan efisiensi untuk parameter kenaikan oksigen terlarut,
penyisihan amonium dan penyisihan SCOD untuk R1, R2 dan R3 ditunjukkan
yang diamati
teoritis 300 mg/l
menunjukkan perbedaan kinerja untuk parameter oksigen terlarut, amonium, TSS
pada R1, R2, dan R3. Meskipun secara rata-rata
beberapa parameter menunjukkan perbedaan yang kecil, tetapi dengan uji statistik
Oleh karena tidak ada variabel
lain selain pengudaraan yang digunakan, maka diduga perbedaan yang terjadi
akibat kondisi pengudaraan yang dilakukan berpengaruh pada kondisi di
dalam reaktor, sehingga secara keseluruhan untuk parameter yang teramati
perbedaan. Faktor lain yang diperkirakan juga berpengaruh
hasil yang diperoleh pada penelitian ini dengan penelitian
menggunakan reaktor BAF oleh Mann & Stephenson (1997) dan Wang et al
85
Tabel IV.4 Perbandingan hasil Penelitian dengan penelitian lain sejenis
Penelitian ini
Mann &
Stephenson
(1997)
Wang et al.
(2006)
inlet R1 R2 R3 inlet outlet inlet outlet
Reaktor SAB BAF BAF
Jenis limbah buatan, sukosa asli, domestik buatan, sukrosa
Laju aerasi 3.5 l/menit 4 l/menit 4 l/menit
Mode - intermit
2-2
intermit
4-4
menerus menerus menerus
Media - terapung bioball terapung, PP terapung, lava
SCOD (mg/l) 337 58 66 44 150 32 165,8 33,05
Amonium 2,41 0,54 1,18 1,61 21,2 17,9 38,2 18.9
DO 3,4 4,56 4,23 5,07 1,1 7,6 1,2 5,5
T (oC) 22-23,8 16,5-17,5 15-20,5
pH 7,4 7,2 7,1
Perbandingan tersebut menunjukkan efisiensi yang tidak berbeda terlalu jauh
untuk penyisihan rata-rata SCOD dan amonium dengan kedua penelitian yang
dibandingkan. Perbedaan yang cukup terlihat adalah pada peningkatan oksigen
terlarut. Kondisi ini terjadi terutama akibat temperatur penelitian yang berbeda,
dimana kedua penelitian yang dibandingkan menggunakan kontrol temperatur,
sehingga temperatur reaktor relatif konstan.
IV.6 Kinetika penyisihan bahan organik
IV.6.1 Batch
Bentuk paling sederhana untuk perhitungan kinetika penyisihan bahan organik
adalah dengan pendekatan perhitungan reaksi orde ke-1 pada kondisi reaktor
batch. Beberapa referensi menjelaskan bahwa pendekatan ini yang paling
mendekati kondisi reaktor SAB. Pengamatan pada kondisi penyisihan SCOD pada
penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan teori, yaitu penyisihan SCOD
berlangsung sesuai dengan orde ke-1.
Perhitungan untuk mendapatkan kinetika penyisihan bahan organik secara batch
dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sampel SCOD secara batch. Hasil
sampling dan pengujian ditunjukkan pada Gambar IV.3. Nilai SCOD yang
86
diperoleh untuk tiap waktu sampling dibandingkan dengan nilai SCOD awal dan
diplot terhadap waktu.
Contoh ploting untuk R1 ditunjukkan pada pada Gambar IV.23.
Gambar IV.23 Penentuan kinetika laju reaksi Batch pendekatan dengan Orde 1
untuk Reaktor 1
Dari ploting tersebut didapatkan konstanta reaksi orde pertama untuk reaktor 1
(kR1) tersebut adalah 0.143. Hasil perhitungan yang lain untuk R2 didapatkan nilai
kR2=0.147 dan untuk reaktor 3 didapatkan nilai kR3=0.129. Sehingga dengan
perhitungan sederhana ini didapatkan konstanta laju reaksi untuk R3 lebih rendah
dibanding dengan R1 dan R2. Rendahnya nilai k pada R3 ini dapat diartikan
dibandingkan dua reaktor yang lain, efisiensi R3 lebih rendah, meskipun
perbedaan tersebut tidak terlalu jauh.
Sebagai perbandingan, digunakan kinetika dengan pendekatan Monod.Pendekatan
Monod menggunakan asumsi konsentrasi biofilm merata pada setiap biofilm,
walaupun asumsi ini tidak tepat menurut di dalam Mann & Stephenson (1997).
Penggunaan Kinetika ini hanyalah sebagai pembanding penggunaan reaksi orde
ke-1. Tingkat kesalahan yang tinggi disebabkan oleh asumsi utama meratanya
pertumbuhan biofilm dan konversinya ke dalam bentuk satuan massa per volume.
y = 0.143x
R² = 0.946
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
0 5 10 15 20
-ln
(C/C
0)
Jam
R1
87
Kinetika Monod dihitung dengan menggunakan pendekatan persamaan III.13.
Contoh Ploting hasil percobaan batch dengan nilai R2 tertinggi pada R1
ditunjukkan pada Gambar IV.24.
Gambar IV.24 Penentuan kinetika laju reaksi Batch dengan pendekatan Kinetika
Monod
Perbandingan untuk nilai kinetika orde ke-1 dan kinetika Monod ditunjukkan pada
Tabel IV.5.
Tabel IV.5 Perbandingan hasil perhitungan reaktor Batch
Reaktor
Kinetika Batch
Orde 1 Monod
k R2 a=rsmax b=-Ks R
2
1 0,143 0,946 0,012 32,38 0.843
2 0,146 0,987 0,011 6,814 0,536
3 0,129 0,988 0,009 69,17 0,524
Tabel IV.5 menunjukkan nilai korelasi yang tinggi dengan pendekatan kinetika
orde ke-1 dibandingkan dengan pendekatan kinetika Monod. Hal ini memperkuat
pernyataan Mann dan Stephenson (1997) di atas, bila pendekatan empiris akan
memberikan hasil yang lebih memuaskan.
y = 0.012x + 32.38
R² = 0.843
0.000
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
0 5000 10000 15000 20000
(Cs0
-Cs)
/ln
(Cs0
/Cs)
t*CB/ln(Cs0/Cs)
R1
88
IV.6.2 Kinetika Kontinyu
Tujuan dari perhitungan kinetika secara kontinyu adalah untuk melihat
perbandingan kinerja reaktor. Untuk perhitungan kinetika digunakan pendekatan
secara empiris dengan persamaan II.7, sebagaimana penurunannya dijelaskan
pada Lampiran I, akan didapatkan nilai konstanta biomassa k* dan nilai konstanta
media n untuk tiap reaktor. Nilai inilah yang digunakan sebagai dasar penilaian
kinerja reaktor.
Percobaan kontinyu dilakukan dengan melakukan secara seri, yaitu tiga kali
running menggunakan tiga beban organik yang berbeda yaitu 300, 400 dan 500
mg/l COD dengan limbah buatan sukrosa.
Sampel diambil di empat titik sampling yaitu pada bagian inlet, P1, P2 dan outlet.
Sampling diambil tiga kali untuk tiap beban, kecuali untuk beban 300 mg/l yang
diambil 6 kali. Nilai range hasil sampling ditunjukkan pada Tabel IV.6 berikut ini.
Tabel IV.6 Range nilai Efluen SCOD dari hasil sampling (semua satuan dalam
mg/l)
Beban
Influen
R1 R2 R3
Rata-Rata Range Rata-Rata Range Rata-Rata Range
300 58 40-73 66 28-98 54 33-58
400 76 71-85 84 79-87 73 60-74
500 107 102-112 116 100-122 101 92-106
Data-data yang diperoleh dari sampling kemudian diolah dengan menggunakan
perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 1. Berikut ini diberikan
contoh untuk Reaktor 1 pada Beban 300 mg/l.
Hasil sampling untuk tiap ketinggian pada beban 300 mg/l menunjukkan profil
penurunan beban organik untuk orde ke-1 sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
IV.25. Nilai R2 sebesar 0,864 menunjukkan penjelasan hubungan antara
penyisihan SCOD pada profil ketinggian reaktor lebih sesuai menggunakan
pendekatan orde ke-1 dibandingkan dengan pendekatan orde lain.
89
Gambar IV.25 Konsentrasi SCOD vs ketinggian reaktor pada R1
Data hasil percobaan ini kemudian diploting antara H vs ln(S) yang menghasilkan
kemiringan garis m1. Dari gambar di bawah ini didapatkan nilai kemiringan garis
m= -0.023
Gambar IV.26 Hasil percobaan R1 ln(S/S0) vs H
Ploting dilakukan juga untuk beban 400 dan 500, sehingga didapatkan nilai m2
dan m3. Nilai m1, m2 dan m3 yang didapatkan kemudian digunakan untuk
menghitung nilai k* dan n. Hasil Ploting untuk R1 pada Gambar IV.27 didapatkan
nilai n=0,625 dan nilai k= 31.
Perhitungan nilai n dan k* yang lain ditunjukkan pada Gambar IV.28 dan IV.29,
sedangkan ringkasan nilai n dan k* ditunjukkan pada Tabel IV.7.
y = 441.4e-0.02x
R² = 0.864
0
100
200
300
400
500
0 20 40 60 80 100
SC
OD
,m
g/l
H, cm
y = -0.023x + 0.019
R² = 0.970
-2.500
-2.000
-1.500
-1.000
-0.500
0.000
0.500
0 20 40 60 80 100
ln(S
/S0)
H, cm
Gambar IV.27 Penentuan nilai n dan k
Gambar IV.28 Penentuan nilai n dan k
Gambar IV.29 Penentuan nil
90
Penentuan nilai n dan k* Reaktor 1
Penentuan nilai n dan k* Reaktor 2
Penentuan nilai n dan k* Reaktor 3
91
Tabel IV.7 Ringkasan Nilai Parameter Kinetika untuk tiga Parameter
Parameter R1 R2 R3
n 0.63 0.66 0.8
k* 31 35 34
R2 0.993 0.906 0.868
Nilai k* mengindikasikan keseluruhan unjuk kerja reaktor untuk penyisihan SCOD
dan sebagai kontrol laju penyisihan di setiap titik ketinggian reaktor pada tiap
konsentrasi SCOD influen. Semakin tinggi nilai k* akan menghasilkan nilai
efisiensi penyisihan SCOD yang semakin besar. Sedangkan nilai konstanta media n
mengindikasikan variasi laju penyisihan SCOD pada beban SCOD yang masuk, atau
dengan kata lain stabilitas pada proses. Nilai n yang kecil menunjukkan variasi
yang besar pada penyisihan SCOD di dalam range konsentrasi influen SCOD yang
kecil, dan akan menunjukkan kinerja yang kurang bagus apabila konsentrasi air
limbah sangat bervariasi, misalnya saat terjadi beban kejut (shock loading).
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai k* dan n yang tidak jauh berbeda untuk
ketiga reaktor. Nilai k* pada R1, R2 dan R3 yang tidak tidak berbeda jauh untuk
ketiga reaktor mengindikasikan performa ketiga reaktor yang tidak terlalu jauh.
Sedangkan apabila di lihat dari nilai konstanta media, walaupun digunakan jenis
media yang sama, tetapi menghasilkan nilai konstanta yang berbeda. Hal ini
menunjukkan perbedaan yang terjadi lebih disebabkan oleh kondisi internal
reaktor, terutama aliran yang ada didalamnya, dan bukan karena materi media.
Nilai n yang lebih besar pada R3 menunjukkan variasi effluen yang dihasilkan
oleh reaktor ini lebih kecil dari dua reaktor lainnya, sehingga kemungkinan untuk
menahan beban kejut juga lebih besar.
Apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Mann & Stephenson (1997) (Tabel
II.8) untuk konstanta media menunjukkan kemiripan sifat media bioball dengan
media sunken yang digunakan pada percobaan tersebut, walaupun secara fisik
media bioball adalah termasuk di dalam media terapung. Hal ini menunjukkan
konstanta media lebih condong pada bagaimana pengaruh media tersebut pada
keseluruhan kinerja reaktor, dan tidak hanya sekedar kesamaan fisik.
92
Kemungkinan yang lain adalah karakteristik luas permukaan media terapung pada
percobaan Mann & Stephenson (1997) lebih efektif dibandingkan dengan media
bioball yang digunakan di dalam penelitian ini.
IV.6.3 Resume Kinetika
Secara umum dapat dilihat nilai kinetika laju reaksi untuk ketiga reaktor tidak
memberikan perbedaan yang signifikan baik secara batch maupun secara
kontinyu. Dengan menggunakan pendekatan orde pertama untuk reaktor batch
didapatkan konstanta laju reaksi sebesar 0,129-0,143.
Sedangkan apabila digunakan pendekatan empiris dengan percoabaan secara
kontinyu, didapatkan didapatkan nilai konstanta biomasa k* yang menunjukkan
efisiensi yang tidak berbeda antara R1, R2, dan R3. Sedangkan dari parameter
nilai konstanta media menunjukkan ketahanan R3 yang lebih baik dibandingkan
R1 dan R2 terhadap variasi beban yang masuk.
IV.7 Hidrodinamika
Reaktor SAB dan TF menunjukkan karakteristik yang mirip, walaupun TF bukan
reaktor terendam. Kondisi ini dapat dilihat dari uji perunut untuk reaktor TF dan
SAB yang menunjukkan profil aliran plug flow (Mann & Stephenson, 1997).
Kondisi hidrodinamika di dalam reaktor memang paling tepat diamati dengan
metode tracer. Karena adanya beberapa keterbatasan, maka untuk kondisi
hidrodinamika hanya diamati secara visual menggunakan pewarna. Pewarna yang
digunakan adalah pewarna buatan untuk makanan. Uji ini dilakukan pada akhir
masa penelitian. Seri gambar hasil penggunaan pewarna ini dapat dilihat Pada
Gambar IV.30.
Penggunaan pewarna untuk melihat pola aliran pada reaktor menunjukkan pada
kondisi tanpa pengudaraan aliran limbah cenderung mengalir ke arah ke bagian
aerator, kemudian naik dan menyebar di bawah media. Aliran kemudian naik ke
arah effluen dengan menunjukkan pola aliran plug flow.
93
Gambar IV.30 Penggunaan pewarnaan untuk melihat pola aliran pada reaktor
Terdapat pola yang sama untuk R1, R2 dan R3 pada saat tidak dilakukan
pengudaraan. Pada saat pengudaraan diberikan maka kondisi yang terjadi tidak
lagi sepenuhnya menunjukkan aliran plug flow, tetapi juga menunjukkan pola
percampuran complete mix. Hal yang sama sebenarnya juga teramati pada
percobaan untuk reaktor tipe terendam yang lain, yaitu Aerated Submerged Fixed-
Film-Filter (ASFFR) menunjukkan pola aliran yang terjadi pada reaktor ASFFR
lebih mirip dengan model pola aliran Continous strirred tank reactor (CSTR) di
dalam rangkaian seri (Hamoda, 1989).
Dapat dimungkinkan pula pada saat terjadi pengudaraan akan terjadi penambahan
pengadukan dan adanya jalan pintas, tetapi hal ini terutama terjadi pada
penggunaan media tenggelam dibandingkan dengan penggunaan floating media
94
IV.8 Mikroorganisme di dalam reaktor
Seperti yang telah dijelaskan didalam Bab II, ada beberapa kesulitan di dalam
mengidentifikasikan mikroorganisme yang terdapat di dalam biofilm dengan
metode konvensional yang ada oleh karena biofilm tidak dengan mudah
ditumbuhkan dengan metode konvensional (Wagner et al., 1993 di dalam
Wingender & Flemming, 2001). Identifikasi hanya dapat dilakukan dengan teknik
yang lebih modern.
Oleh karena itu identifikasi mikroorganisme yang dilakukan hanya dengan
melakukan dugaan mikroorganisme yang aktif. Metode yang dilakukan adalah
dengan mengambil sampling air dan media dari reaktor dan diperiksakan ke Lab
Bakteriologi Biofarma.
Hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti antara
nikroorganisme di R1, R2 dan R3. Di dalam air sampel didapatkan kelompok
bakteri patogen antara lain Bacillus sp, Pseudomonas sp, Enterobacter cloacaeae,
dan Enterobacter agglomerans. Kelompok bakteri di dalam air limbah didalam
reaktor terutama didominasi oleh bakteri heterotrof. Tetapi kelompok bakteri yang
mendominasi biofilm tidak teridentifikasi di dalam penelitian ini