g terhadap penyalahgunaan tenaga listrik · bermanfaat menunjang program penyuluhan hukum p2tl...
TRANSCRIPT
i
PENEGAKAN HUKUMTerhadap
PENYALAHGUNAANTENAGA LISTRIK
MARTHEN NAPANG
MA
RTH
EN
NA
PAN
GPenegakan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Tenaga Listrik
i
Judul :
PENEGAKAN HUKUM
Terhadap
PENYALAHGUNAAN TENAGA LISTRIK
Penulis : DR.cdt.Marthen Napang,SH.,MH.,MSI.
Designer : Udin Hasanudin,S.Mn.
Penerbit : YUSTICIA PRESS, Jl. Ince Nurdin No. 11
Makassar
Cetakan : Pertama Tahun 2008
Hak Cipta : Dilindungi Undang-Undang Ada Pada Penulis.
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)Perpustakaan Nasional RINapang, Marthen
Penegakan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Tenaga ListrikMarthen Napang -- Cet. 1 -- Makassar : Yusticia Press, 2007
BibliografiISBN 978-979-99208-2-9
i
PRAKATA
Sembah, sujud dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasihatas pertolonganNya jualah sehingga buku ini dapat tersusun dan terbit.
Ada banyak pihak yang berpartisipasi membantu penulis selama menyusun sampaipada penerbitan buku ini. Untuk itu dengan rasa haru dan tulus penulismengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Materi buku ini merupakan pengembangan dari salah satu makalah yang penulisbuat untuk memenuhi tugas akademik dalam Mata Kuliah Kapita Selekta HukumBisnis pada Program Doktor (S3) Ilmu Hukum UNPAD Tahun 2005. Kemudianpenulis padukan dengan hasil penyuluhan hukum Penertiban Pemakaian TenagaListrik (P2TL) di beberapa wilayah dan cabang PT PLN (Persero), antara lain:Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Selatan,Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Papua. Sehingga karya tulis inidiberi judul utama: Penegakan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Tenaga Listrik.
Untuk kesempurnaannya, penulis sangat mengharapkan koreksi dan sumbang-saran dari para pembaca yang budiman.
Kiranya dapat bermanfaat.
Jakarta, Medio 2008
Hormat Penulis
MARTHEN NAPANG
ii
KATA SAMBUTAN
Pertama-tama saya menyambut baik penulisan dan penerbitan buku yangberjudul: Penegakan Hukum Terhadap Penyalahgunaan Tenaga Listrik yangditulis oleh DR.cdt.Marthen Napang,SH.,MH.,MSi salah satu pengamat danpraktisi hukum yang menaruh perhatian pada masalah-masalah hukumketenagalistrikan..
Selain disusun sesuai kaidah-kaidah ilmiah, nilai lebih dari buku ini terdapat pulapada analisis-yuridis terhadap berbagai kendala dari penanganan kasusketenagalistrikan yang nyata dan banyak terjadi. Sehingga para pembacamendapat gambaran bagaimana mengatasi kendala dan meningkatkanpelaksanaan tugas P2TL yang dapat menunjang nilai bisnis (core bussines)perseroan.
Kemudian buku ini menjadi penting sebagai salah satu refrensi dari sangat sedikitbahan tertulis tentang PLN dan P2TL. Oleh karena itu sangat diharapkan dapatbermanfaat menunjang program penyuluhan hukum P2TL dilingkungan PLN.
Akhirnya, saya harapkan buku ini dapat memberi inspirasi bagi rekan-rekanyang lain untuk selalu berkarya memberikan yang terbaik bagi PLN.
Terima Kasih.Jakarta, Medio 2008
iii
DAFTAR ISI
PRAKATA ....................................................................................... iKATA SAMBUTAN ....................................................................... iiDAFTAR ISI ................................................................................... iiiI. PENGANTAR ......................................................................... 1II. TINJAUAN UMUM BUMN ................................................. 2
1. Sejarah Singkat ................................................................ 21.1. Masa Sebelum Kemerdekaan .................................... 21.2. Sesudah Kemerdekaan RI ......................................... 3
2. BUMN Sebagai Badan Usaha .......................................... 62.1. Subjek Hukum BUMN .............................................. 62.2. Tanggungjawab Pidana Badan Usaha ......................... 13
3. Bentuk Bentuk BUMN ..................................................... 173.1. Perusahaan Perseroan (Persero) ............................... 183.2. Perusahaan Umum (Perum) ........................................ 213.3. Perusahaan Jawatan (Perjan) ..................................... 23
III. BUMN PT PLN (PERSERO) ................................................................ 251. Akta Pendirian PT PLN (Persero) .................................... 25
1.1. Pihak Pendiri ............................................................. 261.2. Dasar Pendirian ......................................................... 271.3. Nama dan Tempat Kedudukan .................................. 281.4. Jangka Waktu Berdiri ................................................ 291.5. Maksud dan Lapangan Usaha ................................... 301.6. Modal dan Saham ..................................................... 321.7. Organ Persero .......................................................... 34
2. Perubahan Anggaran Dasar PT. PLN (Persero) ................ 362.1. Akta Perubahan Pertama 1998 ................................. 362.2. Akta Perubahan Kedua 2001 .................................... 40
3. Status Kepegawaian PLN ................................................ 494. Pemutusan Hubungan Kerja ............................................. 55
IV. PENEGAKAN HUKUM KETENAGALISTRIKAN ........... 631. Aspek Keperdataan ......................................................... 632. Aspek Kepidanaan ........................................................... 953. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik ................................ 974. Modus Operandi Penyalahgunaan Tenaga Listrik ............... 1065. Ikhtisar P2TL ................................................................... 114
PENUTUP ........................................................................................ 119DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 120
iv
LAMPIRAN - LAMPIRAN ...........................................................1. UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan .........................2. UU No.20 Tahun 2002 tentang Ketenagalisrikan ..........................3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994
Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik NegaraMenjadi Perusahaan Perseroan (Persero) ......................................
4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. ....................
5 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.02.P/451/M.PE/1991 tentang Hubungan Pemegang Kuasa Usaha KetenagalistrikanDan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk KepentinganUmum Dengan Masyarakat ..........................................................
6 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.03.P/451/M.PE/1991 Tentang Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik ..............
7 SK Dir PT PLN (Persero) No.109.K/039/DIR/1997 tentangKetentuan Jual Beli Tenaga Listrik dan Penggunaan Piranti TenagaListrik yang Berlaku di PT PLN (Persero) ....................................
8 SK Dir PT PLN (Persero) No.68K/010/DIR/2000 tentangPenertiban Pemakaian Tenaga Listrik, Tagihan Susulan dan PemutusanSambungan Tenaga Listrik ............................................................
122122143
197
203
230
238
247
266
1
PENEGAKAN HUKUM
Terhadap
PENYALAHGUNAAN TENAGA LISTRIK
I. PENGANTAR
Untuk meningkatkan fungsi pelayanan publik dalam rangkameningkatkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat yang lebih baik,pemerintah membentuk badan usaha-badan usaha yang bersifatkomersial dan/atau sosial serta dengan misi khusus, terutama dibidang ekonomi dan sumber daya alam yang menyangkut hajat hiduporang banyak.Namun demikian badan usaha negara yang dibentuk pemerintah initidak dimaksudkan sebagai upaya pemerintah mengendalikan ataumenguasai sektor swasta, ekonomi, perdagangan, dan pasar.Keberadaan badan usaha milik negara ini hendaknya menjadi pionirdan menciptakan iklim usaha yang sehat untuk mendorongpertumbuhan ekonomi dan perdagangan nasional.Sebenarnya badan usaha milik negara telah ada sejak Zaman sebelumkemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, namunpengaturannya lebih lengkap dalam peraturan perundangan besertaperaturan pelaksanaannya dilakukan setelah kemerdekaan.Salah satu BUMN yang dibentuk oleh Pemerintah adalah PT PLN(Persero). Keberadaan Perusahaan Listrik Negera ini telah lamaada yakni sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Keberadaannya tersebar diberbagai kota/daerahkepulauan Nusantara. Kemudian berkembang pesat seiring denganpesatnya perkembangan kebutuhan masyarakat akan tenaga listrik.
2
II. TINJAUAN UMUM BUMN
1. Sejarah Singkat
1.1. Masa Sebelum Kemerdekaan.
Pada masa ini terdapat 2 jenis badan usaha negara yangtunduk pada ketentuan hukum produk pemerintahan HindiaBelanda yang berbeda dengan sumber anggaran perusahaanyang berbeda, tetapi manajemennya di bawah pengawasandan pengelolaan langsung oleh Departemen terkait,sehingga keuntungan perusahaan menjadi bagian daripenerimaan negara.
Kedua jenis badan usaha milik negara tersebut adalah:(1) Badan Usaha yang tunduk pada IBW (Indonische
Bedrijven Wet).Ciri utama jenis badan usaha negara ini adalah modalperusahaan berasal dari keuangan negara yangdianggarkan atas persetujuan DPR. Sehingga badanusaha negara ini langsung berada dalamtanggungjawab pemerintah yang dilaksanakan olehDepartemen Keuangan. Keuntungan perusahaanmenjadi bagian penerimaan negara melaluiDepartemen Keuangan.
(2) Badan Usaha yang diatur oleh ICW (IndonischeCompabilities Wet).Jenis badan usaha negara ini mendapat modal darianggaran belanja masing-masing departemen yangbersangkutan atau yang membawahinya. Masing-masing departemen tersebut memasukkan anggaranbelanja badan usaha ini kedalam anggaran
3
departemennya. Sehingga keuntungan perusahaanmenjadi bagian dari penerimaan negara melaluimasing-masing departemen yang bersangkutan.
1.2. Sesudah Kemerdekaan RI
(1) Masa 1945 – 1960.
Jenis badan usaha yang berkembang pada masa iniadalah jenis badan usaha yang tunduk pada IBW. Bidangusahanya bersifat strategis menyangkut kepentinganpublik seperti: kelistrikan, pengangkutan laut, batubara,perkebunan, kesehatan. Saat itu terdapat 20 perusahaanyang tunduk pada IBW (Indonische Bedrijven Wet)yang berada di bawah tanggungjawab langsungpemerintah RI, yaitu:- Jawatan Pegadaian,- Perusahaan Garam dan Soda Negeri,- Pusat Perkebunan Negara,- Percetakan Negara,- Jawatan PTT,- Pelabuhan Tanjung Priok,- Pelabuhan Surabaya,- Pelabuhan Makassar,- Pelabuhan Semarang,- Pelabuhan Belawan,- Pelabuhan Teluk Bayur,- Pelabuhan Palembang,- Jawatan Kereta Api,- Perusahaan Reproduksi,- Tambang Timah Bangka,- Perusahaan Batubara Umbilin,
4
- Perusahaan Bukit Asam,- Pembuatan Sera dan Vaksin,- Penataran Angkatan Laut,- Perusahaan Negara Pembangkit Tenaga Listrik.
(2) Masa 1960 – 1969.
Pada Masa ini pemerintah RI mulai melakukannasionalisasi dibidang hukum badan usaha negaradengan mengundangkan Undang Undang Nomor 19Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara. BerdasarkanUndang Undang ini dilakukan perubahan hampir semuabadan usaha negara yang ada sebelumnya menjadiPerusahaan Negara (PN).Namun demikian masih dimungkinkan juga adanyabadan usaha negara dalam bentuk perusahaan PerseroanTerbatas (PT), seperti:- PT. Hotel Indonesia Internasional (PT.HII),- PT. Sarinah.Sedang badan usaha negara di bidang lembaga keuanganatau perbankan masing-masing dibentuk berdasarkanundang-undang tersendiri.
(3) Masa 1969 – sekarang.
Pada masa ini dikeluarkan beberapa Undang Undangbeserta peraturan pelaksanaannya yang mengaturtentang badan usaha milik negara dengan meliputi:bentuk-bentuk usaha, penertiban, pengelolaan,pembinaan, dan pengawasannya.
5
Pertama-tama diundangkan UU No.9 Tahun 1969tentang Penetapan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang Undang Nomor: 1 Tahun 1969 (LembaranNegara tahun 1969 Nomor:16, Tambahan LembaranNegara Nomor:2890) tentang Bentuk Bentuk UsahaNegara menjadi Undang Undang (Lembaran NegaraTahun 1969 No.40, Tambahan Lembaran NegaraNomor:2904).Disusul, Undang Undang Nomor:1 Tahun 1995 tentangPerseroan terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor3587). Selanjutnya disempurnakan lagi dengan UndangUndang Nomor: 19 Tahun 2003 tentang Badan UsahaMilik Negara.Berdasarkan undang-undang tersebut diatas, sejaktahun 1969 badan usaha milik negara terbagi dalam 3jenis bentuk usaha,yaitu:- Perusahaan Jawatan (Perjan),- Perusahaan Umum (Perum),- Perusahaan Persero (Persero).Kemudian diterbitkan lagi peraturan pelaksanaan dariUndang Undang BUMN, yaitu:- Peraturan Pemerintah Nomor:12 Tahun 1998
untuk Perusahaan Persero (Persero),- Peraturan Pemerintah Nomor:13 Tahun 1998
untuk Perusahaan Umum (Perum),- Peraturan Pemerintah Nomor:6 Tahun 2000 untuk
Perusahaan Jawatan (Perjan).
6
2. BUMN Sebagai Badan Usaha
2.1. Subjek Hukum BUMN
Peraturan perundang-undangan mengharuskan BadanUsaha Milik Negara harus berbentuk badan hukum. Akantetapi ternyata sampai sekarang para ahli dan peraturanperundang-undangan belum menyepakati satu rumusandefenisi tentang badan hukum yang dimaksud. Padahalrumusan tersebut sangat penting dalam menentukansubjektifitas-yuridis badan hukum dimaksud.Oleh karena itu untuk memahaminya perlu mengkaji teoridan pendapat para ahli tentang badan hukum.Menurut Prof. H. Man Suparman Sastrawidjaja,1 ) terdapatbeberapa teori dan pendapat para ahli yang dapatmembantu menjelaskan arti dan makna badan hukum(korporasi), yaitu:
(1) Beberapa pendapat ahli:
a. E. M. Meijers mengatakan bahwa badan hukummeliputi sesuatu yang menjadi pendukung hak dankewajiban.
b. Logemann mengatakan bahwa badan hukum adalahpersonifikasi yaitu suatu perwujudan ataupenjelmaan hak-kewajiban.
c. Utrecht berpendapat bahwa badan hukum yaitubadan yang menurut hukum berkuasa/berwenangmenjadi pendukung hak, atau badan hukum adalahsetiap pendukung hak yang tidak berjiwa
__________________________1) Sastrawidjaja, H. Man Suparman.2005. Kedudukan UNPAD sebagai Badan
Hukum Publik. Jurnal Penegak Hukum, Fakultas Hukum UNPAD, Bandung. Hal.2.
7
d. Bothingk menyebutkan bahwa badan hukumhanyalah suatu gambar yuridis tentang identitasbukan manusia yang dapat melakukan perbuatan-perbuatan
e. R. Subekti berpendapat bahwa badan hukum padapokoknya adalah suatu badan atau perkumpulanyang dapat memiliki hak-hak dan melakukanperbuatan seperti seorang manusia, sertamemiliki kekayaan sendiri, dapat digugat ataumenggugat didepan hakim
f. R. Rochmat Soemitro mengemukakan bahwabadan hukum ialah suatu badan yang dapatmempunyai harta, hak serta kewajiban sepertiorang pribadi.
g. Wiryono Prodjodikoro mengemukakan suatubadan hukum sebagai suatu badan yang disampingmanusia perseorangan juga dianggap dapatbertindak dalam hukum yang yang mempunyaihak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubunganhukum terhadap orang lain atau badan lain.
h. Menurut Sutan Remy Sjahdeini menjelaskan,korporasi dilihat dari bentuk hukumnya dapatdiberi arti yang sempit maupun arti yang luas.Menurut artinya yang sempit, korporasi adalahbadan hukum. Dalam artinya yang luas korporasidapat berbentuk badan hukum maupun bukan badanhukum.2 )
__________________________2) Sutan Remy Sjahdeini, 2006. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. Grafiti Pers,
Jakarta. Hal. 43.
8
i. Juga Sentosa Sembiring mengemukakan,mengingat rumusan perusahaan sendiri tidakdicantumkan dalam KUHDagang sebagaipengganti dari istilah pedagang dan bukanpedagang (ex Pasal 2-5 KUHD). Oleh karena itudalam kepustakaan Ilmu Hukum khususnya ahliHukum Dagang, mencoba memberikan kriteriaapa yang harus ada dalam suatu badan usaha atauperusahaan. Antara lain yaitu, dikemukakan harusada kontinuitas, tujuannya mencari keuntungan danada organisasi. 3 )
j. Berdasarkan pendapat para ahli dan KUHD dapatdisimpulkan adanya 4 unsur dari Badan Hukum,yaitu:a. adanya harta kekayaan sendiri yang terpisah
(Pasal 40 ayat (2) jo. Pasal 43 KUHD)b. mempunyai tujuan sendiri-tertentu (Makna
Pasal 45 KUHD)c. mempunyai kepentingan sendiri (Makna Pasal
43 & Pasal 45 KUHD)d. adanya organ atau organisasi yang teratur
(Makna Pasal 45 KUHD).
(2) Beberapa teori badan hukumOleh karena rumusan normative tentang badan hukumbelum ada, maka terdapat beberapa teori yangmencoba mencari dasar hukum dari suatu badanhukum, yaitu:
__________________________3) Sentosa Sembiring, 2005. Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang-
Undangan. Nuansa Aulia, Bandung. Hal. 1.
9
a. Teori Fiksi yang dipelopori oleh Friedrich CarlVon Savigny, yang berpendapat badan hukum itusemata-mata buatan negara saja. Sebetulnyamenurut alam hanya manusia saja sebagai subyekhukum, badan hukum itu hanya suatu fiksi saja,yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada tetapiorang menciptakan dalam bayangannya suatupelaku hukum (badan hukum) yang sebagai subjekhukum diperhitungkan sama dengan manusia.
b. Teori Harta Kekayaan Bertujuan dari Brinz.Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapatmenjadi subjek hukum. Tetapi juga tidak dapatdibantah adanya hak-hak atas suatu kekayaan,sedangkan tiada manusiapun yang menjadipendukung hak-hak itu. Adapun yang dinamakanhak-hak suatu badan hukum adalah hak-hak yangtidak ada yang mempunyainya dan sebagaipenggantinya adalah suatu harta kekayaan yangterikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaansuatu tujuan.
c. Teori Organ yang dipelopori oleh Otto VonGierke. Menurut pendapatnya badan hukum ituseperti manusia, sebagai suatu realitasesungguhnya sama seperti yang ada di dalampergaulan hukum. Dengan demikian menurut teoriorgan badan hukum bukan suatu khayalan tetapisuatu kenyataan. Oleh karena itu badan hukum jugamempunyai kehendak atau kemauan sendiri yangdibentuk melalui alat-alat perlengkapannya sepertipengurus atau anggota-anggotanya.
10
d. Teori Kekayaan Bersama yang dikemukakan olehRudolf Von Jhering yang menganggap badanhukum sebagai kumpulan manusia dankepentingan badan hukum adalah kepentinganseluruh anggotanya. Menurut teori ini badanhukum bukan abstraksi dan bukan organisme. Padahakekatnya hak dan kewajiban badan hukum adalahhak dan kewajiban anggota bersama-sama. Merekabertanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaanbadan itu adalah milik seluruh anggota.
e. Teori Kenyataan Yuridis yang dikemukakan olehE. M. Maijers dan juga di dukung oleh PaulSchoten. Teori kenyataan Yuridis merupakanpenghalusan dari teori organ. Menurut teori inibadan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit,riil, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayaltetapi suatu kenyataan yuridis. Teori ini dianggapyang terbaru dan dianggap yang paling dapatditerima karena dianggap riilnya atau nyatanyasuatu badan hukum landasannya adalah hukum.Dengan kata lain wujud riil atau nyata dari badanhukum seperti halnya riilnya manusia diberikanlandasan oleh hukum.
(3) Penggolongan badan hukum
Secara klasik badan hukum dapat digolongkankedalam:a. badan hukum publikb. badan hukum perdata
11
(4) Kriteria yang dapat digunakan untuk membedakanbadan hukum :a. berdasarkan terjadinya, atau berdasarkan
pendiriannya. Apabila badan hukum tersebut untukpendiriannya berlaku ketentuan hukum publik ataudidirikan oleh kekuasaan umum maka badanhukum tersebut merupakan badan hukum publik.Tetapi apabila badan hukum itu didirikan olehorang perorangan sehingga terhadapnya berlakuketentuan hukum tersebut termasuk badan hukumperdata.
b. Lapangan pekerjaannya dari badan hukum tersebut.Apabila lapangan pekerjaannya untuk kepentinganumum maka termasuk badan hukum publik.Apabila lapangan pekerjaannya untuk kepentinganorang perseorangan atau sekelompok orang sajamaka termasuk badan hukum perdata.
(5) Dalam Beberapa Perundangan
Dalam beberapa peraturan perundang-undanganterkait telah dijelaskan apa yang dimaksud suatu badanhukum (korporasi), yaitu:a. UU No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika:
“Korporasi adalah kumpulan terorganisir dari or-ang dan/atau kekayaan, baik merupakan badanhukum maupun bukan”.
b. UU No.31 Tahun 1999 Tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi yang telah diubah denganUU No.20 Tahun 2001:
12
“Korporasi adalah kumpulan orang dan/ataukekayaan yang terorganisir baik merupakan badanhukum maupun bukan badan hukum”.
c. UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak PidanaPencucian Uang yang telah diubah dengan UUNo.25 Tahun 2003:“Korporasi adalah kumpulan orang dan/ataukekayaan yang terorganisir baik merupakan badanhukum maupun bukan badan hukum”.
d. Rancangan KUHP Tahun 1987/1988 Pasal 120:“Korporasi adalah kumpulan terorganisir dari or-ang atau kekayaan baik merupakan badan hukumatau pun bukan”.
e. Rancangan KUHP 2004 Pasal 166:“Korporasi adalah kumpulan terorganisir dari or-ang dan/atau kekayaan, baik merupakan badanhukum maupun bukan badan hukum”.
f. UU No.3 Tahun 1982 Pasal 1 b. Tentang WajibDaftar Perusahaan :“Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yangmenjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetapdan terus menerus dan yang didirikan, bekerjaserta berkedudukan dalam wilayah NegaraRepublik Indonesia, untuk tujuan memperolehkeuntungan atau laba”.
13
g. UU No.8 Tahun 1997 Tentang DokumenPerusahaan:“Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yangmelakukan kegiatan secara tetap dan terusmenerus dengan tujuan memperoleh keuntunganatau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang-perorangan maupun badan usaha yang berbentukbadan hukum atau bukan badan hukum, yangdidirikan dan berkedudukan dalam wilayah NegaraRepublik Indonesia”.
2.2. Tanggungjawab Pidana Badan Usaha
Pesatnya bisnis dan ketatnya persaingan usahaperasuransian yang dilakukan oleh perusahaan asuransisebagai badan hukum tidak terlepas dari sengketa-sengketa yang bersifat pidana. Sehingga perlu jugamengkaji prinsip-prinsip pertanggungjawaban pidana daribadan hukum (korporasi) perusahaan asuransi.
Menurut Prof. B. Mardjono Reksodiputro dalam bukuProf. Muladi 4 ) dalam literature ilmu hukum pidanadikenal beberapa sistim pertanggungjawaban pidana darisuatu badan hukum (korporasi),yaitu:(1) Pengurus Badan Hukum (Korporasi) sebagai
pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab.(2) Badan Hukum (Korporasi) sebagai pembuat dan
pengurus bertanggungjawab.
__________________________4) Muladi.1991.Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana. Sekolah
Tinggi Hukum Bandung. Hal. 67.
14
(3) Badan Hukum (Korporasi) sebagai pembuat dan jugasebagai yang bertanggungjawab.Selanjutnya menurut Prof. Ruslan Saleh juga dalambuku Prof. Muladi 5 ) menyatakan dalam hal penguruskorporasi sebagai pembuat dan penguruslah yangbertanggungjawab, kepada pengurus korporasidibebankan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajibanyang dibebankan itu sebenarnya adalah kewajiban darikorporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajibanitu diancam dengan pidana. Sehingga dalam systemini terdapat alasan yang menghapuskan pidana.Sedangkan dasar pemikirannya adalah korporasi itusendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadapsuatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yangmelakukan delik itu. Dan karenanya penguruslah yangdiancam pidana dan dipidana.
Oleh Prof. Muladi 6 ) ditegaskan bahwa ketentuanyang mengatur hal tersebut diatas dianut olehKUHPidana, seperti misalnya Pasal 169 , Pasal 398dan Pasal 399 KUHPidana.
__________________________5) Ibid. Hal. 68.6) Ibid. Hal. 68.
15
Perkembangan hukum pidana nasional Indonesiamaupun internasional semakin bersifat terbukaterhadap system pertanggungjawaban pidana terhadapbadan hukum (korporasi) dan perorangan baik sebagaiindividu maupun dalam jabatan organisasi badanhukum atau organisasi pemerintahan/negara. Jabatan-jabatan tersebut tidak dapat menjadi alasan bagiindividu-individu tersebut membebaskan diri daripertanggungjawaban pidana tersebut.
Memang pada awalnya berkembang pandangan yangmenyatakan korporasi tidak dapat dimintakanpertanggungjawaban pidana karena dipandang bukansebagai pribadi.
Menurut Prof. J.E. Sahetapy 7 ) mereka yangmenentang dipidananya korporasi berpendirianbahwa korporasi dalam konteks pengertian badanhukum, tidak dapat dipidana. Korporasi bukan seorangpribadi, meskipun dalam kegiatannya ia mengadakanaktifitas sebagai seorang pribadi. Pendapat inimenganut asas societas universitas delinquere nonpotest (korporasi tidak dapat melakukan tindakpidana). Oleh karena itu dalam Kitab Undang UndangHukum Pidana hanya mengenal orang sebagai subjekhukum pidana, sedangkan korporasi bukan sebagaisubjek hukum pidana. 8 )
__________________________7) Sahetapy,J.E.2002.Kejahatan Korporasi.Refika Aditama,Bandung. Hal. 32.8) Arief Amrullah M,.2004. Kejahatan Korporasi. Bayumedia Publishing, Malang.
Hal. 208.
16
Namun demikian perkembangan hukum dankehidupan masyarakat menuntut korporasi dapatdipidana. Sebagaimana ditulis ahli hukum pidanaRemmelink, bahwa harus diakui hanya manusia yangmemungkin terjadinya suatu delik dan hanya manusiapula yang dapat dipidana, karenanya tuntutanpertanggungjawaban yang memunculkan rasa bersalahhanya mungkin dilakukan terhadap manusia. Akantetapi, lanjut Remmelink juka perihal menghukumatau menjatuhkan sanksi pidana dipandang sebagaisistim pengaturan masyarakat, maka disampingmanusia, korporasi juga selayaknya dapat dimintaidipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakannyadalam masyarakat.
Kemudian M. Arief Amrullah 9 ) merangkum beberapapendapat para ahli termasuk Remmelink diatasdengan mengatakan, di Belanda telah terjadiperkembangan sehubungan dengan ketentuan tentangkorporasi sebagai subjek hukum pidana. Sepanjangabad XX, korporasi telah menjadi sangat pentinguntuk mendukung industrialisasi, sehingga meskipunkitab undang-undang hukum pidana buatan tahun1886 masih berlaku. Akan tetapi, pembuat undang-undang harus mempertimbangkan kenyataan bahwamanusia dapat bertindak dalam lingkungan korporasi,yang dalam hukum perdata telah dipandang sebagaibadan hukum. Akhirnya, pada tahun 1976 pembentuk
__________________________9) Ibid. Hal. 255.
17
undang-undang memutuskan untuk mengubah Pasal51 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkanUndang-Undang tanggal 23 Juni 1976, LembaranNegara No.377. Menurut ketentuan yang baru itu,semuan tindak pidana dapat dilakukan oleh orang dankorporasi. Demikian juga, di Inggris, Australia, danAmerika Serikat. Sedangkan Jepang dan Finlandiatelah mengatur korporasi sebagai subjek hukumpidana. Dengan adanya RUU tentang KUHP 1999-2000 Indonesia telah mengatur korporasi sebagaisubjek hukum pidana.
3. Bentuk Bentuk BUMN
Sebagaimana ddiketahui pemerintah RI telah melakukanpenyederhanaan jenis-jenis BUMN melalui peraturanperundang-undangan. Melalui UU No.9 Tahun 1969 BUMNdikelompokkan menjadi 3 tiga jenis badan usaha , yaitu: Perjan(Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero(Perusahaan persero). Kemudian berdasarkan UU No.19 Tahun2003, dirampingkan lagi menjadi 2 jenis,yaitu: Perum(Perusahaan Umum) dan Persero (Perusahaan Persero). Perjan(Perusahaan Jawatan) tidak lagi dikategorikan sebagai badanusaha milik negara. Namun demikian sesungguhnya Perjan tetapmerupakan salah satu jenis BUMN karena modalnya berasal darikekayaan negara dan pengelolaannya oleh aparat negara. BahkanPerjan merupakan badan usaha yang murni 100% badan usahamilik negara. Sedang Perum dan Persero adalah BUMN yangkepemilikan dan manajemennya terbuka bagi pihak yang bukanpemerintah. Sehingga terjadi percampuran modal dan manajemenantara pemerintah dan swasta.
18
3.1. Perusahaan Perseroan (Persero).
Pendirian perusahaan persero dilakukan sesuai ketentuanUndang Undang Nomor:1 Tahun 1995 tentang PerseroanTerbatas (UUPT), yaitu didirikan berdasarkan AktaNotaris dengan pengesahan Menteri Hukum dan HAM.Namun demikian salah satu pengecualian dari perseroanBUMN dibanding perseroan terbatas (PT) adalahperusahaan perseroan BUMN dapat didirikan oleh 1(satu)orang yaitu: Pemerintah RI (Pasal 7 ayat 5 UUPT).Sedang Perseroan Terbatas (PT) lainnya harus sedikit-dikitnya dua orang dengan akta notaris (Pasal 7 ayat 1UUPT).
Akta Notaris tentang pendirian perusahaan perseroanmemuat Anggaran Dasar Perseroan. Dalam AnggaranDasar ini ditegaskan dan dijelaskan tentang pendirianperseroan, nama dan tempat kedudukan, jangka waktu:awal dan lamanya pendirian perseroan, Maksud dan tujuan,lapangan/bidang usaha, Modal, Saham-saham,Kepengurusan: Direksi dan Komisaris beserta tugas,wewenang dan tanggungjawabnya, Rapat UmumPemegang Saham (RUPS) dan Rapat-rapat lainnya, HakSuara dan Pengambilan Keputusan, Perubahan AnggaranDasar dan ketentuan lainnya yang spesifik sesuaikebutuhan pendirian perseroan. Dalam Anggaran Dasarini disebutkan identitas dan status orang yang mewakilipemerintah yang bertandatangan sebagai pendiri, dandisebutkan juga susunan kepengurusan (Manajemen)perseroan yang didirikan. Anggaran Dasar Persero iniberlaku sebagai undang-undang dasar bagi seluruh jajaranmanajemen dan karyawan.
19
Dalam Anggaran Dasar ini harus ditegaskan maksud dantujuan pendirian Persero BUMN sebagaimana yang telahditetapkan pendiri yaitu pemerintah. Sebagaimana yangditegaskan dalam UU No.19 Tahun 2003 dan PP No.12Tahun 1998 Pasal 4:
(1) Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah:a. menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu
tinggi dan berdaya saing kuat baik di pasar dalamnegeri ataupun internasional; dan
b. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilaiperusahaan.
(2) Persero dengan sifat usaha tertentu dapatmelaksanakan penugasan khusus untukmenyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, dengantetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatansebagaimana dimaksud dalamayat (1).
Dengan demikian program utama Persero BUMNadalah menyediakan barang dan atau jasa yang lakudijual di pasar dalam dan luar negeri dengankeuntungan yang sebesar-besarnya. Sedang PerseroBUMN dengan penugasan khusus melayanikepentingan publik tetap mengupayakan keuntungan.Dengan sifat penugasan khusus tetapi tetap dituntutmengejar keuntungan ini Persero BUMN yangbersangkutan mendapat subsidi dari pemerintah.Subsidi inilah yang menutupi biaya yang tidakkomersial yang dikeluarkan Persero dalammelaksanakan penugasan khusus melayanikepentingan publik. Semakin besar penugasan khususmelayani kepentingan publik, semakin besar subsidi
20
yang diberikan kepada Persero BUMN tersebut.Misalnya subsidi pemerintah kepada PT PLN(Persero) karena tarif dasar listrik (TDL) yangdipatok pemerintah lebih kecil dibanding biayaoperasional Persero PLN menyediakan danmenyalurkan tenaga listrik kepada anggota masyarakatpelanggannya. Sehingga makin kecil tarif dasar listrikyang ditetapkan pemerintah, semakin besar subsidiyang harus diberikan kepada Persero PLN.
Modal Persero terbagi atas saham-saham baiksebagian maupun seluruhnya dimiliki Negara. Modalyang berasal dari pemerintah merupakan penyertaanmodal secara langsung dari kekayaan negara yangdipisahkan.
Organ Persero terdiri atas Rapat Umum PemegangSaham (RUPS), Direksi dan Komisaris dengan tugas,kewenangan dan tanggungjawab masing-masing.Tetapi pemegang kekuasaan tertinggi dalampengambilan keputusan persero berada ditangan paraanggota/peserta RUPS.
Pegawai Persero tidak termasuk sebagai organPersero, melainkan merupakan pekerja Persero yangpengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hakserta kewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjiankerja sesuai dengan perundang-undangan di bidangketenagakerjaan.
Sekarang ini ketenagakerjaan diatur dalam:a. UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,b. UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial,c. UU No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/
Serikat Buruh.
21
3.2. Perusahaan Umum (Perum)
Pendirian Perum dilakukan berdasarkan PeraturanPemerintah Nomor:13 Tahun 1998. Dalam PeraturanPemerintah tersebut ditetapkan sekurang-kurangnya:a. Penetapan Pendirian PERUM,b. Penetapan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan
untuk penyertaan ke dalam modal Perum,c. Anggaran Dasar Perum,d. Penunjukan Menteri Keuangan selaku wakil
Pemerintah dan pendelegasian wewenang kepadaMenteri Tehnis dalam pelaksanaan pembinaan sehari-hari Perum.
Dalam Anggaran Dasar Perum sekurang-kurangnyamengatur:(1) Nama dan Tempat kedudukan Perum,(2) Maksud dan Tujuan serta Kegiatan usaha Perum,(3) Jangka waktu pendirian Perum,(4) Susunan dan Jumlah anggota Direksi dan Anggota
Dewan Pengawas,(5) Penetapan tata cara penyelenggaraan Rapat Direksi,
Rapat Dewan Pengawas, Rapat Direksi dan atauDewan Pengawas dengan Menteri Keuangan danMenteri Tehnis,
(6) Kekayaan Perum yang merupakan kekayaan Negarayang dipisahkan dan digunakan untuk membiayaikegiatan operasional Perum,
(7) Modal Perum tersebut tidak terbagi dalam saham-saham,
22
(8) Setiap tahun buku, Perum wajib menyisihkanjumlah tertentu dari laba bersih untuk: CadanganUmum, Penyusutan dan Pengurangan yang wajarlainnya,
(9) Sebesar 45% dari sisa penyisihan laba bersih diatasdigunakan untuk:a. Cadangan Umum,b. Sosial dan Pendidikan,c. Jasa Produksi,d. Sumbangan Dana Pensiun,e. Sokongan dan sumbangan ganti rugi,f. Dana Pembangunan Semesta.
(10) Status Kepegawaian Perum merupakan pekerjaPerum yang pengangkatan dan pemberhentian,kedudukan, hak serta kewajibannya ditetapkanberdasarkan perjanjian kerja sesuai denganperundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Sekarang ini ketenagakerjaan diatur dalam:(1) UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,(2) UU No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial,(3) UU No.21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/
Serikat Buruh.
23
3.3. Perusahaan Jawatan (Perjan).
Perusahaan Jawatan (Perjan) didirikan berdasarkanPeraturan Pemerintah Nomor:6 Tahun 2000. Oleh karenatidak diatur dalam UU No.19 Tahun 2003 TentangBUMN, maka keberadaannya tetap mengacuh pada UUNo.9 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Negara. SehinggaPerjan tetap dapat dipandang sebagai salah satu jenisBUMN. Bahkan merupakan BUMN yang murni 100%karena dari segi pendirian, pengelolaan dan permodalan(kepemilikan) seluruhnya dari pemerintah. Sehinggamaksud dan tujuan pendiriannya adalah untukmenyelenggarakan kegiatan usaha yang bertujuan untukkemanfaatan masyarakat umum, berupa penyediaan jasapelayanan yang bermutu tinggi dan tidak semata-matamencari keuntungan.Pendirian Perjan dilakukan berdasarkan peraturanpemerintah yang bersangkutan yang sekurang-kurangnyamemuat tentang;(1) Penetapan Pendirian Perjan,(2) Penetapan besarnya kekayaan Negara yang ada dalam
Perjan,(3) Anggaran Dasar Perjan,(4) Penunjukan Menteri yang bertanggungjawab dalam
pembinaan tehnis.Sementara dalam Anggaran Dasar Perjan sekurang-kurangnya memuat tentang:(1) Nama dan tempat kedudukan Perjan,(2) Maksud dan Tujuan serta kegiatan pelayanan Perjan,(3) Jangka waktu pendirian Perjan,
24
(4) Susunan dan Jumlah anggota Direksi dan anggotaDewan Pengawas,
(5) Penetapan tata cara penyelenggaraan Rapat Direksidan atau Dewan Pengawas dengan Menteri Keuangandan Menteri Tehnis.
Kekayaan Perjan merupakan kekayaan Negara yangdikelola oleh Perjan dan dimanfaatkan sepenuhnya untukmembiayai kegiatan operasional Perjan. Seluruh modaldimiliki oleh Pemertintah dan merupakan kekayaanNegara yang dipisahkan serta tidak terbagi atas saham-saham.Penerimaan Perjan yang diperoleh sebagai imbalan jasapelayanan merupakan pendapatan fungsional, bukanmerupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).Pada setiap akhir tahun anggaran sisa penerimaan Perjanditetapkan penggunaannya oleh Menteri Keuangan atauyang dikuasakan untuk itu.Sedang kepegawaian Perjan terdiri dari:(1) Pegawai Perjan adalah Pegawai Negeri Sipil,(2) Pegawai Swasta. Pengangkatan Pegawai ini dilakukan
oleh Direksi atas persetujuan Menteri Tehnis danPegawai ini tunduk pada ketentuan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
25
III. BUMN PT PLN (PERSERO)
1. Akta Pendirian PT PLN (Persero).
Sebelumnya PT PLN (Persero) berbentuk Perusahaan Umumyang disebut Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara yangdirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun1990. Kemudian diubah bentuknya menjadi PerusahaanPerseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor23 Tahun 1994 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum(Perum) Listrik Negara Menjadi Perusahaan Perseroan(Persero). Pengalihan bentuk perusahaan ini tidak merubahstatusnya sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.Pembubaran sebagai Perum Listrik Negara terjadi bersamaandengan Pendiriannya sebagai Persero, PT PLN (Persero).Bersamaan dengan itu segala hak dan kewajiban, kekayaan sertapegawai Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara yang adapada saat pembubarannya, beralih kepada Perusahaan Perseroan(Persero) Listrik Negara yang baru tersebut.
Untuk mewujudkan perubahan bentuk badan usaha kelistrikandimaksud diatas, maka dibuatlah Akta Pendirian PerseroanTerbatas Perusahaan Perseroan (Persero) P.T. Perusahaan ListrikNegara – “P.T. PLN (Persero)” Nomor : 169 Tanggal 30 – 7 –1994 oleh dan dihadapan Sutjipto,SH Notaris di Jakarta.Kemudian Akta Notaris ini mendapat persetujuan MenteriKehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusannyatertanggal 1 Agustus 1994 Nomor: C2-11.519.HT.01.01 TH’94.Selanjutnya diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.ITanggal 13/9 – 1994 No.73. Pengumuman dalam Berita NegaraR.I. menurut pasal 38 dari Buku Undang-Undang Perniagaan.Setelah itu didaftarkan lagi dalam register untuk itu yang beradadi Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan di bawahNo.1385/APT/HKM/1994/PN/JAK.SEL, yang yurisdiksinyameliputi tempat kedudukan PT. PLN (Persero).
26
Akta Pendirian ini merupakan Anggaran Dasar PT. PLN (Persero)yang memuat aturan-aturan dasar sesuai prinsip-prinsip hukumperseroan yang berlaku, antara lain:
1.1. Pihak Pendiri.Dalam Akta Pendirian disebutkan adanya 2 orang pendiri,yaitu:a. Tuan Ida Bagus Sudjana, Menteri Pertambangan dan
Energi Republik Indonesia, dalam hal ini bertindakmewakli dan oleh karena itu untuk dan atas namaNegara Republik Indonesia, berdasarkan surat kuasadibuat secara di bawah tangan tertanggal 28 Juni 1994Nomor SKU/353/MK/1994 dari Menteri KeuanganRepublik Indonesia yang saat itu karena jabatannyatersebut berwenang untuk itu sesuai pasal 3 juncto pasal5 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969 danpasal 4 juncto pasal 5 PP Nomor23 Tahun 1994.
b. Tuan Bapak Lego Noormandiri,SH, Kepala Biro HukumDepartemen Pertambangan dan Energi, dalam hal inibertindak dalam jabatannya tersebut berdasarkan ataskekuatan Surat Penunjukan tertanggal 30 Juli 1994Nomor 3331/03/M.SJ/1994, berdasarkan pasal 5Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994.
Sepintas lalu pendirian PT PLN (Persero) oleh 2 orangdari instansi yang sama tersebut diatas dapat menimbulkanpertanyaan. Akan tetapi hal ini dilakukan untuk memenuhiketentuan hukum dalam Kitab Undang Undang HukumDagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23)yang mengatur syarat pendirian sebuah Perseroan Terbatasharus dilakukan 2 orang atau lebih. Pada saat ini belumdiundangkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentangPerseroan Terbatas, dimana pasal 7 ayat 5 yang
27
memberikan pengecualian terhadap pendirian PerseroanBUMN dapat dilakukan oleh 1 (satu) orang, yaituPemerintah RI. Sedang Perseroan Terbatas (PT) lainnyatetap didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih (Pasal 7 ayat1 UUPT).
1.2. Dasar Pendirian
Dalam Akta Pendirian ini diterangkan bahwa para pihakmenjalani perannya selaku pendiri dalam rangkamelaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam:- Undang-Undang Nomor 9 tahun 1969 Tentang Bentuk
Bentuk Usaha Negara,- Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang
Ketenagalistrikan,- Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969
Perusahaan Perseroan (Persero) juncto PeraturanPemerintah Nomor 24 tahun 1972 Tentang PerubahanAtas Ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor12 Tahun 1969.
- Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 TentangTata Cara Pembinaan dan Pengawasan PerusahaanJawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum) danPerusahaan Persaeroan (Persero), sebagaimana telahdiubah dan ditambah dengan Peraturan PemerintahNomor 28 tahun 1983,
- Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 TentangPenyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik,
- Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1994 TentangPengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) ListrikNegara Menjadi Perusahaan Perseroan,
28
- Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesiatanggal 28 Juni 1994 Tentang Penetapan ModalPerusahaan Perseroan (Persero) P.T. PerusahaanListrik Negara.
Ketentuan perundang-undangan dan peraturanpelaksanaannya diatas merupakan dasar hukum pendirianPT PLN (Persero), sekaligus menunjukan ciri utamaperseroan BUMN yang didirikan oleh pemerintah RI.Sedang dalam operasionalisasi perseroan Anggaran DasarPerseroan menjadi hukum dasar.
1.3. Nama dan Tempat Kedudukan.
Dalam anggaran dasar ini disebutkan nama perseroansecara lengkap: “Perusahaan Perseroan (Persero)P.T. Perusahaan Listrik Negera” atau disingkat“P.T. PLN (Persero)”. Nama persero ini belum memakaiistilah Terbuka (Tbk) dibelakang namanya karena masihmerupakan persero tertutup. Perseroan ini berkedudukandan berkantor pusat di Jakarta. Serta Kantor dan atauSatuan-Satuan Usaha satu tingkat di bawah kantor pusat ditempat-tempat lain di dalam maupun di luar wilayah negaraRepublik Indonesia. Kantor atau Satuan-Satuan Usaha dariperseroan tersebut akan ditetapkan oleh Direksi ataspersetujuan Dewan Komisaris (Pasal 1 AD & AktaPendirian).
29
Sebagaimana diketahui PT PLN (Persero) ini merupakanhasil dari perubahan/pengalihan bentuk usaha dariPerusahaan Umum (Perum) Listrik Negara yangberkedudukan Pusat di Jakarta dengan membuka kantor danunit-unit kerja/usaha yang tersebar di daerah lain di wilayahnegara RI. Oleh karena itu maka semua Kantor dan Unitkerja/usaha dari Perum Listrik Negara tersebut menjadiKantor dan Satuan-Satuan Usaha PT PLN (Persero)melalui penetapan Direksi dengan persetujuan DewanKomisaris PT PLN (Persero) yang susunannya untukpertama kali ditetapkan juga dalam Anggaran Dasar & AktaPendiriannya.
Selain itu Perseroan berwenang pula mendirikan AnakPerusahaan (Pasal 3 ayat 5 AD & Akta Pendirian). Namundemikian anak perusahaan ini berbeda dengan Kantor danSatuan-Satuan Usaha lainnya sebagaimana yang dimaksuddalam Pasal 1 diatas. Kalau Kantor dan Satuan-SatuanUsaha lainnya tersebut merupakan bagian dari strukturorganisasi perseroan. Sedang anak perusahaan berada diluar dari struktur organisasi perseroan.
1.4. Jangka Waktu Berdiri.
Dalam pasal 2 Anggaran Dasar dan Akta PendirianPerseroan ditegaskan perseroan didirikan untuk jangkawaktu 75 tahun lamanya, terhitung mulai hari perseroanmenjadi badan hukum. Hal ini berarti perhitungan dimulaipada saat perseroan mendapat persetujuan dari MenteriKehakiman RI melalui surat keputusannya tertanggal
30
1 Agustus 1994 Nomor C2-11.519.HT.01.01 TH’94.Pendirian perseroan untuk jangka waktu tertentu, yaitu 75tahun tersebut di atas adalah untuk memenuhi ketentuanPasal 46 KUHDagang yang mensyaratkan pendirianpersero harus didirikan untuk jangka waktu tertentu .Akan tetapi jangka waktu yang telah ditetapkan untukpendirian persero tersebut, mendapat pembatasan dalamKUHDagang. Dalam Pasal 47 KUHDagang ditegaskan,bahwa dalam hal perseroan mengalami kerugian yangmencapai 75% (tujuh puluh lima perser) dari Modalperseroan, maka perseroan itu bubar demi hukum.Berbeda dengan Pasal 6 UU No.1 Tahun 1995 tentangPerseroan Terbatas, yang menganut prinsip pada dasarnyaperseroan dapat didirikan untuk jangka waktu tidakterbatas, akan tetapi jiga didirikan untuk jangka waktutertentu, maka harus ditegaskan dalam Anggaran Dasarperseroan.Pada saat pendirian PT PLN (Persero) ini UU No.1 Tahun1995 tentang Perseroan Terbatas, belum diundangkan.
1.5. Maksud dan Lapangan Usaha.
Dalam pasal 3 ayat 1 Anggaran Dasar dan Akta Pendirianperseroan disebutkan Maksud dan Tujuan didirikannyaperseroan yaitu: berusaha dalam bidang penyediaan tenagalistrik bagi kepentingan umum dalam arti yang seluas-luasnya dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkanprinsip pengelolaan perusahaan.
31
Selanjutnya dalam pasal 3 ayat 2 disebutkan secara terincikegiatan usaha ketenagalistrikan yang dapatdiselenggarakan oleh perseroan. Kegiatan usaha tersebutmeliputi 3 jenis usaha,yaitu:a. Usaha penyediaan tenaga listrik yang meliputi kegiatan:
Pembangkitan tenaga listrik; Transmisi tenaga listrik; Distribusi tenaga listrik;
b. Usaha penunjang tenaga listrik yang meliputi kegiatan: Konsultasi yang berhubungan dengan
ketenagalistrikan. Pembangunan dan pemasangan peralatan
ketenagalistrikan. Pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan. Pengembangan tehnologi peralatan yang
menunjang penyediaan tenaga listrik.c. Melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham.Segala sesuatu dalam arti kata yang seluas-luasnya.Sedang jenis-jenis kegiatan lainnya yang dapatdilakukan perseroan adalah:a. melakukan perencanaan dan pembangunan sarana
penyediaan tenaga listrik serta pengembanganpenyediaan tenaga listrik (Pasal 3 ayat 5).
b. melakukan kegiatan kerjasama dengan badan lainatau pihak lain atau badan penyelenggara bidangkelistrikan di dalam maupun dari luar negeri (Pasal3 ayat 4 a.)
c. melakukan kegiatan-kegiatan lainnya sesuaikebutuhan (Pasal 3 ayat 4 b.).
32
d. Melakukan kegiatan-kegiatan lainnya melalui anakperusahaan yang didirikannya (Pasal 3 ayat 5).
1.6. Modal dan Saham.
Sebagaimana diketahui Modal perseroan adalah kekayaannegara yang dipisahkan yang terbagi dalam bentuk saham-saham. Oleh karena itu seluruh nilai nominal sahammerupakaan modal dasar dari perseroan. Dalam pasal 4Anggaran Dasar dan Akta Pendirian Persero dicantumkanmodal dasar PT PLN (Persero) pada saat pendiriannyaditetapkan sebesar Rp.63.000.000.000.000,00 (enampuluh tiga trilyun rupiah) yang terbagi dalam 63.000.000(enam puluh tiga juta) lembar saham yang terdiri dari13.000.000 (tiga belas juta) lembar saham prioritas dan50.000.000 (lima puluh juta) lembar saham biasa, masing-masing saham dengan nominal Rp.1.000.000,00 (satu jutarupiah).
Dari modal tersebut telah ditempatkan/diambil bagian dantelah disetorkan penuh oleh para pendiri sebesarRp.13.000.000.000.000,00 (tiga belas trilyun rupiah)yang terbagi dalam 13.000.000 (tiga belas juta) lembarsaham prioritas, dengan perincian:a. Negara Republik Indonesia sebanyak 12.999.999
lembar saham prioritas dengan nilai nominal seluruhsaham Rp.12.999.999.000.000,00.
b. Tuan Bapa Lego Noormandiri,SH sebanyak 1 (satu)lembar Saham prioritas dengan nilai nominalRp.1.000.000,-
33
Sedang modal dasar perseroan selebihnya sebesarRp.50.000.000.000.000,00 yang terbagi dalam50.000.000 (Lima puluh juta) lebar saham biasa, akanditempatkan dan disetorkan secara bertahap sesuaikebutuhan perseroan dan telah dikeluarkan seluruhnyaselambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) tahunterhitung sejak hari dan tanggal pengesahan akta pendirianpersero. Setiap kali dilakukan pengeluaran saham untukditempatkan dan disetorkan, para pendiri mendapatkesempatan pertama atau hak terlebih dahulu ataudidahulukan (preferentie)) untuk membeli saham-sahamyang dikeluarkan tersebut.
Meskipun modal yang telah ditempatkan dan disetorkanoleh Tuan Bapa Lego Noormandiri sebesar Rp.1.000.000,-yang terbagi dalam 1 (satu) saham prioritas tidakdisebutkan sebagai kekayaan negara yang dipisahkan,namun karena ia bertindak karena dan atas jabatannyasebagai aparat pemerintah yaitu sebagai Kepala BiroHukum Departemen Pertambangan dan Energi sesuai suratpenunjukan dari atasannya, maka modal tersebut adalah jugamerupakan kekayaan negara yang dipisahkan setidak-tidaknya merupakan kekayaan Departemen Pertambangandan Energi, bukan kekayaan pribadi Tuan Bapa LegoNoormandiri. Sehingga seluruh modal dan sahamPT PLN (Persero) merupakan kekayaan negara yangdipisahkan. Oleh karena Saham-saham sebagai modal dasarpersero seluruhnya masih dimiliki oleh Negara, makaPT PLN (Persero) masih merupakan persero tertutup,sehingga tidak memakai istilah Terbuka (Tbk) dibelakangnama persero.
34
Selanjutnya beberapa hal tentang Saham-saham seperti:perangkat saham, deviden, jenis saham, daftar saham,pemindahan-tanganan saham-saham, duplikat saham diaturdalam pasal-pasal 5,6,7,8 dan 9.
1.7. Organ Persero.
Secara struktural organ persero terdiri dari RUPS (RapatUmum Pemegang Saham), Direksi dan Dewan Komisaris.Perseroan dipimpin oleh Dewan Direksi yang terdiri dariseorang Direktur Utama dibantu sebanyak-banyaknya 5(lima) orang Direktur. Kepemimpinan atau manejerialDewan Direksi merupakan pengejawantahan dari AnggaranDasar dan RUPS persero. Sementara Dewan Komisarisyang terdiri dari seorang Komisari Utama dibantusekurang-kurangnya 2 (dua) orang atau sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, melakukan pengawasan terhadapDewan Direksi dalam menjalankan persero.
Pembukuan dan Tanggungjwab Keuangan DireksiKepengurusan, Tugas dan Wewenang, serta Rapat-rapatDewan Direksi diatur selengkapnya dalam pasal 10 s/dpasal 14. Sedang hal yang sama untuk Dewan Komisarisdiatur dalam pasal 15 s/d pasal 18. Berikutnya RUPS diaturdalam pasal 20 s/d 33. meliputi:- Rapat Umum Pemegang Saham,- Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham,- Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham,- Panggilan dan Tempat Rapat,- Pimpinan Rapat,- Keputusan Rapat dan Hak Suara,- Rapat Pemegang Saham Prioritas,
35
- Hak Suara Dalam Rapat Pemegang Saham Prioritas,- Pembagian Laba, Dana Cadangan,- Perubahan Anggaran Dasar,- Likuidasi,- Tempat Tinggal (Domisili),- Ketentuan Penutup.
Selanjutnya pada pasal 34 bagian akhir dari Anggaran Dasardan Akta Pendirian, disebutkan susunan anggota Direksidan anggota Dewan Komisaris untuk pertama kali.Pengangkatan mereka dilakukan oleh pendiri tidak melauimekanisme pengangkatan yang diatur dalam pasal 10 danpasal 15 Anggaran Dasar dan Akta Pendirian perserotentang cara pengangkatan Direksi dan Dewan Komisaris.Dalam pasal 34 disebutkan cara pengangkatan seperti inimerupakan penyimpangan (menyimpang) dari ketentuanpasal 10 dan pasal 15. Akan tetapi sesunguhnya merupakanhak alami dari para pendiri yang melekat pada AktaPendirian. Hak alami ini tidak ada kalau tidak ada AktaPendirian. Hak alami ini diperlukan untuk melengkapisyarat formil dari Akta Pendirian Persero( Pasal 8 ayat(1) b UUPT). Tanpa pengurus (Direksi dan Komisaris)sebuah persero atau badan hukum tidak dapat didirikan.Sedang pendirian persero disyaratkan harus dengan AktaNotaris. Oleh karena itu hak alami ini berakhir secaraformil pada saat persero atau badan hukum tersebutmendapat pengesahan/persetujuan dari Meneteri yangberwenang untuk itu,yaitu: Menteri Hukum dan HAMdahulu Menteri Kehakiman RI. Tetapi secara materil dapatjuga dipandang hak alami ini berakhir pada saat PersonilDireksi dan Dewan Komisaris menerima pengangkatan
36
mereka tersebut, karena pada umumnya pengangkatannyasudah dibahas dan diputuskan bersama oleh para pendiripersero jauh hari sebelum penandatanganan AktaPendirian. Kemudian personil-personil Direksi dan DewanKomisaris ini melakukan persiapan-persiapan pendirianpersero, mulai dari Notaris sampai pada pengesahan/persetujuan Menteri yang berwenang termasuk MenteriTehnis terkait lainnya. Bahkan lebih jauh lagi telahmempersiapkan program kerja dan pengadaan administrasiperkantoran: saham-saham dan pembukuan yang siapdilaksanakan setelah pelantikan atau peresmian perseroatau badan hukum tersebut. Rentetan aktifitas ini sudahmembawa akibat-akibat hukum yang harusdipertanggungjawabkan kepada pendiri dan dilaporkandalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Perubahan Anggaran Dasar PT. PLN (Persero).Setelah berlakunya Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995Tentang Perseroan Terbatas, PT PLN (Persero) telah 2 (dua)kali melakukan perubahan Anggaran Dasar,yaitu:
2.1. Akta Perubahan Pertama 1998.
Perubahan pertama kali dilakukan dalam rapat RUPSPersero yang diadakan pada hari Jumat,16 Januari 1998.Hasil RUPS tentang perubahan Angaran Dasar inidituangkan dalam Akta Notaris No.70 Tanggal 27 Januari1998 yang dibuat dan ditandatangani oleh dan dihadapanNy. Indah Fatmawati,SH Penggnati dari Ny.Poerbaningsih Adi Warsito,SH, Notaris di Jakarta.
37
Bentuk Akta Perubahan berupa Akta PernyataanKeputusan Rapat. Kemudian Perubahan yang dilaporkanmeliputi Pasal 1, Pasal 4 sampai dengan pasal 34 menjadiPasal 1, Pasal 4 sampai dengan pasal 32 sesuai standarakta model BUMN ketentuan Undang Undang No.1 tahun1995.
Akta Perubahan ini mendapat persetujuan berdasarkanSurat Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: C2-547HT.01.04.Th.98 Tanggal 5 Pebruari 1998. Kemudiandidaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai UU No.3Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan No.TDP.0903142 6296 di kantor Pendaftaran PerusahaanKodya Jakarta Selatan Nomor: 2190/DH.0903/11/98pada tanggal 17-2-1998. Selanjutnya diumumkan dalamTambahan Berita – Negara R.I Tanggal 12/5 – 1998No.38. Pengumunan dalam Berita Negara R.I. sesuaidengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-undang No.1Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Perubahan Anggaran Dasar perseroan ini dilakukan dalamRUPS Luar Biasa Perseroan dengan keputusan suara bulatmenyetujui:1. Pengubahan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha
Perseroan;2. Pengalihan/konvensi Dana Cadangan Perseroan
sebesar Rp.4.325.800.000.000,- (empat trilyun tigaratus dua puluh lima miliar delapan ratus juta rupiah),dijadikan sebagai tambahan Modal Disetor;
38
3. Peningkatan Modal ditempatkan / Disetor Perseroanyang semula sebesar Rp.13.000.000.000.000,00(tiga belas triliun rupiah) menjadiRp.17.325.800.000.000,00 (tujuh belas triliun tigaratus dua puluh lima miliar delapan ratus juta rupiah)yang penambahannya berasal dari pengalihan/konversiDana Cadangan Perseroan sebesarRp.4.325.800.000.000,00 (empat triliun tiga ratusdua puluh lima miliar delapan ratus juta rupiah);
4. Pengeluaran saham Perseroan yang masih dalamsimpanan (saham portepel) sebanyak 4.325.800(empat juta tiga ratus dua puluh lima ribu delapanratus) saham dengan nilai nominal setiap sahamRp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau sehargaRp.4.325.800.000.000,00 (empat triliun tiga ratusdua puluh lima miliar delapan ratus juta rupiah);
5. Pengubahan Saham Prioritas menjadi Saham Biasa;dan
6. Pengubahan dan penyesuaian seluruh ketentuan dalamAnggaran dasar Perseroan sesuai dengan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 ( seribu sembilan ratussembilan puluh lima ) tentang Perseroan terbatas;Hal-hal yang diubah dan disesuaikan tersebut, antaralain:a. Jangka waktu berdirinya perseroan adalah untuk
waktu yang tidak terbatas (Pasal 2 Akta Perubahan1998). Sebelum perubahan ini Perseroan didirikanuntuk jangka waktu 75 tahun. Sedangpenghitungannya mulai berdirinya adalah sejakperseroan mendapat status Badan Hukum padatanggal 1 Agustus 1994. Perolehan status inimelalui surat keputusan Menteri Kehakiman RItanggal 1 Agustus 1994 Nomor C2-11.519.HT.01.01 TH’94.
39
b. Maksud dan Tujuan serta kegiatan usaha diubahdan disesuaikan dengan rumusan kalimat yanglebih luas, sistimatis dan terperinci seperti:
“Maksud dan Tujuan Perseroan ialah: untukmenyelenggarakan usaha penyediaan tenaga listrikbagi kepentingan umum dalam jumlah dan mutuyang memadai serta memupuk keuntungan danmelaksanakan penugasan Pemerintah di bidangketenagalistrikan dalam rangka menunjangpembangunan dengan menetapkan prinsip-prinsipPerseroan Terbatas.”(Pasal 3 ayat 1 AktaPerubahan 1998).
Sedang dalam Anggaran Dasar dan Akta Pendirian1994, “melaksanakan penugasan Pemerintahdibidang ketenagalistrikan dalam rangkamenunjang pembangunan” belum dicantumkansebagai maksud dan tujuan Perseroan. Padahalperaturan perundan-undangan yang menjadi dasarpendiriannya “penugasan khusus dari pemerintahini” merupakan salah satu maksud dan tujuanpendirian PT PLN (Persero).
Hal ini memberi konsekuensi biaya penugasankhusus ditanggung Pemerintah. Pembiayaan dapatbersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan danBelanja Negara) dalam bentuk: Subsidi danAnggaran Proyek.
40
Dalam pasal 3 ayat 1 Anggaran Dasar dan AktaPendirian perseroan disebutkan Maksud danTujuan didirikannya perseroan yaitu: berusahadalam bidang penyediaan tenaga listrik bagikepentingan umum dalam arti yang seluas-luasnyadan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkanprinsip pengelolaan perusahaan.a. Dalam Akta Perubahan 1998 ini dicantumkan
pasal baru tentang Benturan Kepentingan(Pasal 14). Benturan kepentingan yangdimaksud adalah benturan kepentingan antaraPerseroan dengan salah satu atau lebih darianggota Direksi.Hal ini belum diatur didalam Anggaran Dasardan Akta Pendirian Perseroan.
b. Juga dalam Akta Perubahan 1998 dicantumkanpasal baru tentang Penggabungan, peleburan,dan pengambilalihan Perseroan (Pasal 29).Dalam Anggaran Dasar dan Akta PendirianPerseroan sebelumnya hal ini belum diatur.
2.2. Akta Perubahan Kedua 2001.Perubahan Anggaran Dasar Perseroan yang kedua kalinyadilakukan dalam Rpat Umum Pemegang Saham LuarBiasa PT PLN (Perser) pada tanggal 18-7-2001, Pukul13.00 WIB sampai 13.40 WIB, bertempat di RuangRapat Direktur Jendral Pembinaan BUMN DepkeuLantai 3 Gedung Keuangan Baru eks Balai Pustaka JalanDR. Wahidin Nomor 2 Jakarta Pusat. PernyataanKeputusan RUPS Luar Biasa ini dituangkan dalam AktaPerubahan Anggaran Dasar P.T. Perusahaan Listrik
41
Negara (Persero) Nomor 43 Tanggal 26 – 10 – 2001yang dibuat dan ditandatangani oleh dan dihadapanHaryono,SH Notaris di Jakarta.
Melalui Surat Keputusannya tanggal 13 November 2001Nomor C-13047 HT.01.04.TH.2001, Prof. DR. ROMLIATMASASMITA,SH.LLM selaku Direktur JenderalAdministrasi Hukum Umum atas nama Menteri Hukumdan HAM memberikan persetujuan/pengesahan atas AktaPerubahan yang diajukan kepadanya. Akta Perubahan inididaftarkan pada daftar Perusahaan sesuai UU No.3 Tahun1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan No. TDP090314026269 di Kantor Pendaftaran PerusahaanKodya Jakarta Selatan Nomor 088/RUB.09.03/I/2002tanggal 25 Januari 2002. Selanjutnya diumumkan dalamTambahan Berita – Negara R.I. Tanggal 23/4-2002No.33. Pengumuman dalam Berita-Negara R.I. sesuaidengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang No.1Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Perubahan Anggaran Dasar ini menyangkut perobahanModal yang ditempatkan dan disertor dalam Pasal 4. OlehRUPS Luar Biasa diputuskan dengan suara bulat hal-halsebagai berikut:1. Menyetujui kompensasi piutang pada Perseroan
sebesar Rp.28.781.354.789.452,40 (dua puluhdelapan triliun tujuh ratus delapan puluh satu miliartiga ratus lima puluh empat juta tujuh ratus delapanpuluh sembilan ribu empat ratus lima puluh duarupiah empat puluh sen) yang berasal dari tunggakanbunga sebesar Rp.15.744.405.955.300,20
42
(limabelas triliun tujuh ratus empat puluh empatmiliar empat ratus lima juta sembilan ratus limapuluh lima ribu tiga ratus rupiah dua puluh sen) dantunggakan denda sebesarRp.13.036.948.834.152,20 (tiga belas triliun tigapuluh enam miliar sembilan ratus empat puluhdelapan juta delapan ratus tiga puluh empat ribuseratus lima puluh dua rupiah dua puluh sen)dijadikan tambahan penyertaan modal Negara RIpada perseroan.
2. Menyetujui peningkatan Modal Ditempatkan danDisetor sebesar Rp.28.781.354.000.000,00 (duapuluh delapan triliun tujuh ratus delapan puluh satumiliar tiga ratus lima puluh empat juta) diambil dari28.781.354 (dua puluh delapan juta tujuh ratusdelapan puluh satu ribu tiga ratus lima puluh empat)saham dalam simpanan (portapel), dari semula Rp.17.325.800.000.000,00 (tujuh belas triliun tigaratus dua puluh lima miliar delapan ratus juta ru-piah) menjadi Rp.46.107.154.000.000,00 (empatpuluh enam triliun seratus tujuh miliar seratus limapuluh empat juta rupiah); Sehingga selanjutnya darimodal tersebut telah ditempatkan oleh pemegangsaham ialah Negara Republik Indonesia sebanyak46.107.154 (empat puluh enam juta seratus tujuhribu seratus lima puluh empat) saham atau sebesarRp.46.107.154.000.000,00 (empat puluh enamtriliun seratus tujuh miliar seratus lima puluh empatjuta rupiah);
43
3. Selisih nilai kompensasi sebagaimana dalam butir1, dikurangi dengan peningkatan modal ditempatkandan disetor perseroan sebagaimana dimaksud dalambutir 2 yaitu sebesar Rp.789.452.40 (tujuh ratusdelapan puluh ribu empat ratus lima puluh dua ru-piah empat puluh sen) dimasukkan sebagai danacadangan perseroan. Dengan adanya penambahanpenyetoran modal pemerintah tersebut di atas, makasusunan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 Anggaran Dasar Perseroan:a. Modal Dasar Perseroan ini ditetapkan sebesar
Rp.63.000.000.000.000,00 (enam puluh tigatriliun rupiah) terbagi atas 63.000.000 (enampuluh tiga juta) saham. Masing-masing sahamdengan nilai nominal Rp.1.000.000,00 (seriburupiah);
b. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkanoleh Negara Republik Indonesia sebanyak46.107.154 (empat puluh enam juta seratustujuh ribu seratus lima puluh empat) saham atausebesar Rp.46.107.154.000.000,00 (empatpuluh enam triliun seratus tujuh miliar seratuslima puluh empat juta rupiah);
c. Seratus persen (100%) atas modal yangditempatkan tersebut telah disetor penuh olehNegara Republik Indonesia dengan cara sebagaiberikut:
44
c.1. sebesar Rp.17.325.800.000.000,00(tujuh belas triliun tiga ratus dua puluhlima miliar delapan ratus juta rupiah)merupakan setoran modal lamasebagaimana telah diumumkan dalamBerita Negara Republik Indonesiatertanggal dua belas Mei seribu sembilanratus sembilan puluh delapan (12-5-1998)Nomor 38 Tambahan Nomor 2545/1998;
c.2. sebesar Rp.28.781.354.000.000,00 (duapuluh delapan triliun tujuh ratus delapanpuluh satu miliar tiga ratus lima puluhempat juta rupiah) berasal darikompensasi piutang Pemerintah padaperseroan;
Berdasarkan keputusan RUPS Luar Biasa diatasdapat diketahui:1. PT PLN (Persero) mempunyai utang kepada
Negara berupa:a. Tunggakan bunga
Sebesar Rp. 15.744.405.955.300,20b. Tunggakan denda
Sebesar Rp. 13.036.948.834.152,20Total Tunggakanbunga dan denda Rp. 28.781.354.789.452,40.Terbilang :(dua puluh delapan triliun tujuh ratus delapanpuluh satu miliar tiga ratus lima puluh empatjuta tujuh ratus delapan puluh sembilan ribuempat ratus lima puluh dua rupiah empatpuluh sen)
45
2. Utang Perseroan tersebut dibayar dengan caradimasukan/dikompensasikan sebagai modalperseroan atas nama Negara/Pemerintah.Sehingga perseroan tidak lagi memiliki utangberupa tunggakan bunga dan denda.
3. Nampak pemisahan negara sebagai pendiri danpemegang saham disatu pihak dan PT PLN(Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negaradipihak lain. Keduanya merupakan dua badanhukum yang berbeda. Sehingga diantarakeduanya dapat terjadi hubungan hukum denganhak dan kewajiban yang sama, sederajad dantimbal balik. Dalam hal di atas hubungan hukumutang-piutang disertai bunga dan denda.
4. Pengeluaran Modal Dasar persero PT PLN(Persero) dengan cara mengeluarkan saham-saham dari dalam simpanan (Portapel) untukdijadikan pembayaran (kompensasi) tunggakanbunga dan denda kepada Negara /Pemerintahselaku pendiri/pemegang saham tersebut,merupakan penambahan Modal yangditempatkan dan Modal yang disetor bagiPerseroan PT PLN (Persero).
5. Pengeluaran Modal Dasar dengan mengeluarkansaham-saham baru untuk pembayaran tunggakanbunga dan denda kepada pendiri dan pemegangsaham tersebut di atas dilakukan dalam RapatUmum Pemegang Saham (RUPS) yang sah dandinyatakan dalam perubahan Anggaran Dasarperseroan. Perubahan Anggaran Dasar ini tidakperlu mendapat pengesahan dari Menteri tetapi
46
cukup dilaporkan kepada Menteri Kehakimandan HAM yang berwenang, diumumkan dandidaftarkan secara sah. Sehingga telah sesuaidengan prinsip-prinsip perusahaan yang diaturdalam Pasal 15 Pasal 34 jo Pasal 36 UU No.1 Tahun1995 tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 28 ayat 2Anggaran Dasar PT PLN (Persero) 1998.
6. Berbeda dengan perubahan Anggaran DasarPerseroan pada tahun 1998 diwajibkan adanyapengesahan Menteri Hukum dan HAM karenaperubahannya menyangkut: maksud dan tujuanperseroan, kegiatan usaha perseroan, dan jangkawaktu berdirinya perseroan, sebagaimanadimaksud ketentuan Pasal 15 ayat (2) a,b,dan cUUPT.
7. Sisa modal dasar perseroan berupa saham-sahamyang masih tersimpan (portapel) atau yangbelum dikeluarkan untuk sebagai modal yangditempatkan dan disetorkan adalahRp.63.000.000.000.000,00 dikurangi modalyang telah ditempatkan dan disetor sebesarRp.46.107.154.000.000,00 sehingga sisa modaldasar atau saham yang masih dalam simpanan(portapel) = Rp.17.992.846.000.000,00 (tujuhbelas triliun sembilan ratus sembilan puluh duamilyar delapan ratus empat puluh enam juta ru-piah) yang terbagi atas 17.992.846 (tujuh belasjuta sembilan ratus sembilan puluh dua ribudelapan ratus empat puluh enam) saham dengannilai nominal masing masing saham sebesarRp.1.000.000,-(satu juta rupiah).
47
8. Perkembangan kebutuhan akan tenaga listriksebagai salah satu komoditas primadona untukkehidupan yang lebih baik, membuka peluangbisnis kelistrikan semakin strategis. Hal inimembutuhkan penambahan Modal DasarPT PLN (Persero) yang cukup besar.
9. Kesamaan besaran antara modal yangditempatkan dengan modal yang disetorkantersebut di atas, yaitu: sebesarRp.46.107.154.000.000,00 bersesuaian puladengan prinsip hukum perusahaan dalamketentuan Pasal 26 ayat 3 UU PT.
10.Oleh karena pemegang saham PT PLN (Persero)seluruhnya dimiliki oleh satu pihak,yaituPemerintah RI, maka dapat dilakukanPemanggilan RUPS tanpa melalui mekanismepanggilan yang ditur dalam Pasal 69 ayat (1) s/d(5) jo.Pasal 23 AD dan Pengambilan keputusanRUPS tanpa melalui Voting (pemungutan suara)yang diatur dalam Pasal 74 ayat (2), Pasal 75,Pasal 76 UU PT jo. Pasal 25 AD PT PLN(Persero).Dalam hal ini prinsip hukum yang palingmendasar adalah "keputusan tetap sah apabilaRUPS dihadiri oleh seluruh pemegang sahamyang mewakili saham dengan hak suara yang sahdan disetujui dengan suara bulat". Prinsip hukumini ditegaskan dalam Pasal 69 ayat (6) UUPT.
11. Sesuai dengan prinsip hukum : FiduciaryDuties of Companies Directors, sebagaimanayang terdapat dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 82dan Pasal 85 UUPT, Direksi bertanggungjawabsecara beritikad baik melaksanakan kewajiban
48
hukumnya mengurus perseroan sesuaikepentingan dan tujuan perseroan. Termasukpula mewakili perseroan di dalam maupun di luarpengadilan.
Menurut A.Partomuan Pohan 10), Fiduciary Dutiesof Direksi following duties:- fiduciary duties of loyalty and good faith
(article 1 (4) UUPT, article 82, article 85 (1))- duties of care and skillPrinsip hukum fiduciary duties of companies di-rectors diatas ditegaskan pula dalam Pasal 11 ayat1a s/d ayat 5 dan Pasal 12 ayat 2h AD PT PLN(Persero).Dengan demikian seluruh keputusan RUPS yangbersesuaian dengan kepentingan dan tujuanperseroan wajib hukumnya dilaksanakan olehDireksi.Dalam hal ini Direksi yang melaksanakan kewajibandan tanggungjwabnya mengurus dan melaksanakankeputusan RUPS yang bersesuai dengan kepentingandan tujuan perseroan, tidak dapat diberhentikan olehRUPS.Oleh karena itu meskipun dalam UUPT dan ADditegaskan RUPS adalah organ perseroan yangmemegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan danmemegang segala wewenang yang tidak diserahkankepada Direksi dan Komisaris, itu tidak berartikekuasaan dan wewenang RUPS tidak tak terbatas.Berdasarkan prinsip fuduciary duties, kekuasaan danwewenang RUPS sebebas dan sebatas sesuai dengankepentingan dan tujuan perseroan.__________________________
10) Pohan, A Partomuan,2007. Fiduciary Duties of Companies Directors. DiklatKonsultan Hukum Pasar Modal LMKA Pasar Modal – HKHPM,Jakarta. Hal. 6.
49
3. Status Kepegawaian PLNSejak berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003Tentang BUMN, terjadi perubahan yang signifikan menyangkutstatus hukum Pegawai dilingkungan BUMN termasukdilingkungan kerja PT PLN (Persero). Sebelum berlakunya UUTentang BUMN ini semua Pegawai BUMN termasuk PT PLN(Persero) disamakan dengan Pegawai Negeri Sipil, karenasahamnya hampir 100% dimiliki oleh Negara. Oleh karena itupengangkatan dan pemberhentian serta eselonisasi PegawaiBUMN tidak lagi mengacu pada peraturan-peraturan hukum yangberlaku bagi Pengawai Negeri Sipil. Tetapi sudah berpedomanpada:a. UU Nomor:13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.b. UU Nomor:2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial.
Dengan demikian Pegawai BUMN tidak lagi bertanggungjawablangsung kepada aparat pemerintah yang terkait, melainkanberada dalam pengelolaan dan pengaturan manajemen BUMNyang bersangkutan. Dalam hal ini hubungan kerja diatur dalamKesepakatan Kerja Bersama atau Peraturan Perusahaan danPerjanjian Kerja.
Hubungan kerja antara Karyawan BUMN dengan Pemberi Kerjaadalah hubungan industrial sebagaimana yang diatur dalam UUNo.13 Tahun 2003.
Dalam Pasal 1 diatur hal-hal pokok menyangkut ketenagakerjaan,antara lain:
50
a. angka 15 Hubungan Kerja adalah hubungan antara penguasahadengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yangmempunyai unsure pekerja, upah, dan perintah.
b. angka 16 Hubungan Industrial adalah suatu sistim hubunganyang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksibarang dan/atau jasa yang terdiri dari unsure pengusaha,pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nila-nilaiPancasila dan Undang-Undang dasar Negera RepublikIndonesia Tahun 1945.
c. Angka 3 Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerjadengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
d. angka 4 Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha,badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakantenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalambentuk lain.
e. Angka 14 Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuatsyarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
f. angka 20 Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuatsecara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja dan tata tertib perusahaan.
g. angka 21 Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yangmerupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikatburuh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yangtercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidangketenagakerjan dengan pengusaha, atau beberapa pengusahaatau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.
51
h. Angka 22 Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaanpendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusahaatau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikatpekerja/serikat buruh karena adalah perselisihan mengenaihak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusanhubungan kerja serta perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
i. Angka 25 Pemutusan hubungan kerja adalah adalahpengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yangmengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Dasar Hukum Status Kepegawaian BUMN
Dalam Pasal 87 UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMNdinyatakan:(1) Karyawan BUMN merupakan pekerja BUMN yang
pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dankewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerjabersama sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
(2) Karyawan BUMN dapat membentuk serikat pekerja sesuaidengan peraturan perundang-undangan.
(3) Serikat pekerja wajib memelihara keamanan dan ketertibandalam perusahaan, serta meningkatkan disiplin kerja.
52
Kemudian dalam bagian penjelasan pasal 87 diterangkan:
Ayat (1)Dengan status kepegawaian BUMN seperti ini, bagi BUMN tidakberlaku segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagipegawai negeri.Perjanjian kerja bersama dimaksud dibuat antara pekerja BUMNdengan pemberi kerja yaitu manajemen BUMN.
Ayat (2)Cukup jelas.
Ayat (3)Cukup jelas.
Bahkan sebelumnya hal tersebut telah diatur dalam PeraturanPemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang PerusahaanPerseroan (Persero), yaitu:
Pasal 37
Bagi PERSERO tidak berlaku:a. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negarasebagaimana telah diubah dengan Keputusan PresidenNomor 24 Tahun 1995;
b. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualandan atau Pemindahtanganan Barang barang yang dimiliki/dikuasai Negara;
c. Segala ketentuan eselonisasi jabatan yang berlaku bagipegawai negeri;
53
Pasal 38
Pegawai PERSERO merupakan pekerja PERSERO yangpengangkatan dan pemberhentian, kedudukan, hak sertakewajibannya ditetapkan berdasarkan perjanjian kerja sesuaidengan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.Selanjutnya Sastrawidjaja, Man Suparman 11) , dapat disimulkanbahwa status hukum karyawan BUMN menurut UU BUMNadalah merupakan pekerja BUMN yang berdasarkan:a. Perjanjian kerja bersama antara serikat pekerja dengan
BUMN.b. Perjanjian kerja secara individual antara tenaga kerja dengan BUMN.Dengan demikian terdapat 3 pilar Hukum Ketenagakerjaan/Kepegawaian yang diatur dalam Undang-Undang KetenagakerjaanJo. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara bagi PLN, yaitu:a. Perjanjian Kerja
Perjanjian Kerja (tertulis) sekurang-kurangnya memuat(Pasal 54):a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat, pekerja/ buruh;c. jabatan atau jenis pekerjaan;d. tempat pekerjaan;e. besarnya upah dan cara pembayarannya;f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha dan pekerja/ buruh;g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;h. tempat tinggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
__________________________11 Sastrawidjaja, Man Suparman, 2004. Status Hukum Karyawan BUMN Setelah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. SeminarSosialisasi Program dan Kebijakan Kementrian BUMN 2004,Bandung. Hal. 11.
54
Perjanjian kerja dibuat atas Kesepakatan Pekerja / Buruh danPengusaha, tidak dapat ditarik/ dibatalkan secara sepihak,dapat dibuat untuk waktu tertentu dan waktu tidak tertentusesuai jenis pekerjaan (Pasal 52 Jo. Pasal 56 Jo. Pasal 59).
b. Peraturan PerusahaanPeraturan Perusahaan (tertulis) sekurang-kurangnya memuat(Pasal 111):a. hak dan kewajiban pengusaha;b. hak dan kewajiban pekerja/ buruh;c. syarat kerja;d. tata tertib perusahaan; dane. jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan.Peraturan Perusahaan ini dibuat sepihak Pengusaha dan wajibdisahkan oleh Menteri / Pejabat yang ditunjuk, berlakumaksimal 2 (dua) tahun setelah itu harus diperbaharui, tidakberlaku lagi bila ada Perjanjian Kerja Bersama (Pasal 109Jo. Pasal 108 Jo. Pasal 111 ayat 3 Jo. Pasal 108 ayat 2).
c. Perjanjian Kerja BersamaPerjanjian Kerja Bersama (tertulis) paling sedikit memuat(Pasal 124):a. hak dan kewajiban pengusaha;b. hak dan kewajiban serikat pekerja/ serikat buruh serta
Pekerja / Buruh;c. jangka waktu dan tinggal mulai berlaku Perjanjian Kerja
Bersama; dand. tanda tangan para pihak Pembuat Perjanjian Kerjasama.
55
Perjanjian Kerja Bersama dibuat secara musyawarah olehpengusaha dan serikat pekerja/buruh, bila musyawarah gagaldiselesaikan melalui prosedur penyelesaian perselisihanhubungan industrial, masa berlaku maksimal 2 (dua) tahundan dapat dipepanjang maksimal 1 (satu) tahun lagi, berlakusejak ditandatangani atau waktu lain yang ditentukan dalamperjanjian kerja bersama dan didaftarkan oleh pengusaha padainstansi terkait (Pasal 116 Jo. Pasal 117 Jo. Pasal 123Jo. Pasal 132).
4. Pemutusan Hubungan KerjaSebagaimana diketahui pengangkatan, pemberhentian,kedudukan, hak dan kewajiban kepegawaian BUMN telahmengacu pda UU Ketenagakerjaan.Akan tetapi perlu diketahui pula bahwa sesuai Putusan MahkamahKonstitusi RI dalam perkara Nomor: 012/PUU-I/2003 tanggal28 Oktober 2004, terdapat beberapa pasal yang dinyatakan tidakmengikat secara hukum yaitu: Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160,Pasal 170 dan Pasal 171.Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut pada dasarnya memberiperlindungan hukum bagi hak-hak asasi pekerja mendapatkan danmempertahankan pekerjaannya dari keterbasannya sebagaiseorang manusia. Kadang kala keterbatasan sebagai seorangmanusia yang tidak sempurna menyebabkan seorang pekerjatidak terlepas dari pelbagai peristiwa kehidupannya termasukperistiwa-peristiwa pidana. Peristiwa-peristiwa pidana yangmenimpa pekerja inilah dicegah untuk tidak menjadi alasan bagiPengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja yang sah.
56
UU Ketenagakerjaan mengatur cara dan alasan-alasan mengkhirihubungan kerja yang dapat dilakukan oleh Pengusaha, Pekerjadan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan insudtrial,yaitu:1. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha
Alasan-alasan yang dapat menjadi dasar melakukan PHK olehPengusaha, antara lain :a. Pekerja / Buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya
karena ditahan yang berwajib selama 6 bulan terkait dugaantindak pidana (Pasal 160 ayat 3).Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang perhargaan masa kerja 1 kali- Uang penggatian hak (Pasal 160 ayat 7 Jo. Pasal 156)- Bantuan bagi keluarga Pekerja/Buruh antara 25%-
50% upah tanggungan (Pasal 160 ayat 1)b. Pekerja / Buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya
karena ditahan yang berwajib selama kurang 6 bulan telahada putusan pengadilan pidana yang menyatakan bersalah( Pasal 160 ayat 5).Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang perhargaan masa kerja 1 kali- Uang penggatian hak (Pasal 160 ayat 7 Jo. Pasal 156)- Bantuan bagi keluarga Pekerja/Buruh antara 25%-
50% upah tanggungan (Pasal 160 ayat 1)c. Pekerja/Buruh melanggar ketentuan-ketentuan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjiankerja bersama, dengan telah mendapat surat peringatansebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut, Tenggang waktuantara masing-masing peringatan 6 bulan atau yangditentukan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaanatau Perjanian Kerja Bersama (Pasal 161).
57
Pekerja/Buruh berhak atas:- Uang Pesangon sebanyak 1 kali;- Uang penghargaan masa kerja 1 kali;- Uang pengantian hak(Pasal 161 ayat 3 Jo. Pasal 156)
d. Perusahaan berbah satus : Penggabungan, Pelemburan,Kepemilikan. (Pasal 163)Pekerja / Buruh berhak atas :- Uang pesangon sebanyak 1 kali kalau setuju di PHK
atau 2 kali kalau tidak setuju.- Uang penghargaan masa kerja 1 kali kalau setuju di
PHK atau 2 kali kalau tidak setuju.- Uang pengganti hak(Pasal 163 ayat 1 dan ayat 2 Jo. Pasal 156)
e. Perusahaan Tutup karena merugi 2 tahun terus-menerusatau keadaan memaksa (force majure) (Pasal 164 ayat1).Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang pesangon 1 kali;- Uang penghargaan sebanyak 1 kali;- Uang penggantian hak(Pasal 163 ayat 1 dan ayat 2 Jo. Pasal 156)
f. Perusahaan tutup karena melakukan efisiensi (Pasal 164ayat 3)Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang pesangon 2 kali;- Uang penghargaan sebanyak 1 kali;- Uang penggantian hak(Pasal 164 ayat 3 dan ayat 2 Jo. Pasal 156)
58
g. Perusahaan Pailit (Pasal 165)Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang pesangon 1 kali;- Uang penghargaan sebanyak 1 kali;- Uang penggantian hak(Pasal 165 dan ayat 2 Jo. Pasal 156)
h. Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun (Pasal 167)Pekerja/ Buruh peserta Program Pensiun TanggunganPerusahaan berhak atas :- Manfaat pensiun uang selisih/kekurangan jika manfaat
pensiun lebih kecil dari pesangon- Uang Penggantian Hak- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 1 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)Pekerja/ Buruh peserta Program Pensiun Tanggunganbersama Pengusaha dan pekerja berhak atas :- Seluruh Manfaat pensiun- Uang selisih kekurangan dari premi pensiun yang
dibawa pengusaha dengan uang pesangon.- Uang Penggantian hak.- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 3 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)Pekerja/ Buruh bukan peserta Program Pensiun berhakatas :- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 1 kali- Uang penggantian hak- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 5 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)
59
i. Pekerja/Buruh mengajukan Permohonan PHK dengandalil tidak berhak pada Lembaga PenyelesaianPerselisihan Hubungan Industrial (Pasal 169)Pekerja/Buruh berhak atas:- Uang Pengantian Hak(Pasal 169 ayat 3 Jo. Pasal 156)
2. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh.
Alasan-alasan yang dapat menjadi dasar melakukan PHK olehPekerja/Buruh, antara lain:a. Pekerja/Buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
(Pasal 162)Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang Pisah yang diatur dalam Perjanjian kerja,
Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama.- Uang penggantian hak(Pasal 162 Jo. Pasal 156)
b. Pekerja/Buruh dikualifikasikan mengundurukan dirikarena mangkir kerja selama 5 hari kerja atau lebihberturut-turut tanpa alasan yang sah (Pasal 168)Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang Pisah sesuai Perjanjian kerja, Peraturan
Perusahaan atau perjanjian kerja bersama.- Uang penggantian hak(Pasal 168 ayat 3 Jo. Pasal 156)
c. Pekerja /Buruh memasuki usia Pensiun (Pasal 167)Pekerja/ Buruh peserta Program Pensiun TanggunganPerusahaan berhak atas :- Manfaat pensiun uang selisih/kekurangan jika manfaat
pensiun lebih kecil dari pesangon
60
- Uang Penggantian Hak- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 1 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)Pekerja/ Buruh peserta Program Pensiun Tanggunganbersama Pengusaha dan pekerja berhak atas :- Seluruh Manfaat pensiun- Uang selisih kekurangan dari premi pensiun yang
dibawa pengusaha dengan uang pesangon.- Uang Penggantian hak.- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 3 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)Pekerja/ Buruh bukan peserta Program Pensiun berhakatas :- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 1 kali- Uang penggantian hak- Jaminan Hari Tua yang bersifat wajib(Pasal 167 ayat 5 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)
d. Pengusaha terbukti melakukan perbuatan tercela terhadappekerja/Buruh (Pasal 169)Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 1 kali- Uang penggantian hak(Pasal 167 ayat 5 dan ayat 6 Jo. Pasal 156)
e. Pekerja / Buruh mengalami sakit berkepanjangan yangmembuat tidak dapat melakukan pekerjaannya melampauidiatas 12 bulan (Pasal 172)
61
Pekerja/ Buruh berhak atas :- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 2 kali- Uang penggantian hak sebanyak 1 kali (Pasal 172 Jo. Pasal 156)
f. Pekerja /Buruh mengalami cacat akibat kecelakaan kerjayang mebuatnya tidak dapat melakukan pekerjaanyamelampaui batas 12 bulan (Pasal 172).- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 2 kali- Uang penggantian hak sebanyak 1 kali (Pasal 172 Jo. Pasal 156)
g. Pekerja/Buruh meninggal dunia (Pasal 166)- Uang pesangon sebanyak 2 kali- Uang penghargaan masa kerja 1 kali- Uang penggantian hak sebanyak 1 kali (Pasal 166 Jo. Pasal 156)
3. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh oleh PihakKetiga Menurut ketentuan Pasal 136 ayat 1 UUKetenagakerjaan, prosedur PHK :a. Bipartit - Musyawarah (Pasal 136 ayat 1 Jo. Pasal 3 &
Pasal 6 UU No.2/2004)b. Disnaker : Konsiliasi, Arbitrasi, Mediasi (Pasal 4 UU
No.2/2004).c. Pengadilan ( Pasal 81-115 UU No.2/ 2004 Jo. Pasal 136
ayat 2 UU No.13/2003)d. Kepolisian (Pasal 183 – Pasal 188 UU No.13/2003 dan
Pasal 122 UU No.2/2004)
62
Sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan dan UU BUMN,pengangkatan, pemberhentian, kedudukan, hak dan kewajibanpegawai PT PLN (Persero) mengacu pada UU No.13/2003tentang Ketenagakerjaan dan UU No.2/2004 TentangPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Dengan demikian Pegawai PT PLN (Persero) berstatusPegawai Persero, dimana semua hal menyangkut hubunganinsdustrial dan kepegawaian PT PLN (Persero) diatur dalamPerjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama yang berlakudilingkungan PT PLN (Persero).
Perjanjian kerja merupakan dasar hubungan antara PT PLN(Persero) dengan pegawainya, namun demikian segala halmenyangkut keberadaan pegawai dan PT PLN (Persero) diaturdidalam Perjanjian Kerja Bersama yang tidak bolehbertentangan dengan ketentuan UU Ketenagakerjaan danPenyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Perjanjian Kerja dan Perjanjian Kerja Bersama ini lebihbersifat demokratis dan bottom up, karena dibuat secaramusyawarah dengan tetap mengutamakan kepentingan pekerjadisesuaikan kepentingan visi dan misi perusahaan.
63
IV. PENEGAKAN HUKUM KETENAGALISTRIKAN
Mahkamah Konstitusi RI telah membatalkan UU No.20 Tahun 2002tentang Ketenagalistrikan. Sehingga pengaturan Oleh karena ituKetentuan Pidana pada Pasal 60 dan Pasal 65 UU No.20 Tahun 2002yang mengatur mengenai penyalahgunaan tenaga listrik danpengrusakan instalasi listrik baik yang dilakukan oleh seseorang-perorangan maupun korporasi-badan hukum tidak berlaku lagi, kinikembali pada Ketentuan Pidana pada Pasal 19 UU No.15 Tahun1985 yang mengatur mengenai Pencurian Tenaga Listrik yangdilakukan oleh “Barangsiapa” dengan merujuk khusus pada Pasal362 KUHPidana.
Terhadap Kasus Perdata Kelistrikan.Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut tidak berdampakyuridis yang berarti terhadap semua perkara perdata yangsedang berjalan pada semua tingkat peradilan karena gugatankonvensi maupun rekonvensi yang diajukan PLN terhadappihak lainnya didasarkan pada: Perbuatan Melawan Hukumsesuai Pasal 1365 KUHPerdata dan Surat Keputusan DireksiNo.068K/010/DIR/2000 tanggal 26 April 2000 yang dibuattidak berdasarkan UU No.20 Tahun 2002.
Terhadap Kasus Pidana Kelistrikan.Terhadap kasus pidana kelistrikan yang sedang dalam proseshukum di Pengadilan pada semua tingkat peradilan tetapberjalan sesuai prosedur hukum (hukum acara pidana) yangbelaku. Tuntutan pertanggungjawaban pidana kepadaTerdakwa berdasarkan pasal 60 atau pasal 65 UU No.20/2002yang telah dibatalkan tersebut tetap sah dan tidak dapatmenjadi alasan gugurnya perkara pidana atau dibebaskannyaterdakwa dari segala dakwaan atau tuntutan hanya karena telahdibatalkannya UU No.20/2002 tersebut.
64
Terhadap kasus pidana kelistrikan yang masih pada tahaplaporan pidana, penyelidikan, penyidikan, atau prapenuntutanseharusnya dilakukan penyesuaian-penyesuaian sesuaidengan Ketentuan Pidana menurut UU No.15/1985 yangmerujuk pada Pasal 362 KUHPidana.Namun dalam keadaan demikian Majelis Hakim memberikanpertimbangan yang paling menguntungkan Terdakwa.
1. Aspek KeperdataanHubungan Hukum PLN dan Pelanggan adalah hubunganhukum JUAL-BELI TENAGA LISTRIK dilakukanberdasarkan:(1) Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)
No.109.K/039/DIR/1997 Tanggal 27 November1997 Tentang Ketentuan Jual Beli Tenaga ListrikDan Penggunaan Piranti Tenaga Listrik yang Berlakudi PT PLN (Persero). Kemudian disahkan olehDirektur Jenderal Listrik dan Pengembanagan Energisebagaimana dinyatakan dalam SuratNomor:679504/600.3/97 Tanggal 19 Desember1997.Dalam Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)ini di atur beberapa ketentuan pokok sehubungandengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik(SPJBTL), terutama:a. Tentang Bentuk dan Syarat Administrasi
SPJBTL.b. Tentang Hak dan Kewajiban Pelanggan.c. Tentang Hak dan Kewajiban PLNd. Tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik
(P2TL).
65
Ad. a. Tentang Bentuk dan Syarat SPJBTL.Meskipun dalam Pasal 10 ayat (3) SuratKeputusan Direksi ini ditegaskan bentukperjanjian jual beli tenaga listrik (SPJBTL)akan di atur tersendiri oleh Direksi, namundalam ketentuan–ketentuan selanjutnyatelah tergambar bentuk SPJBTL adalahsecara tertulis dengan memuat beberapa halyang menjadi syarat-syarat pokokterbentuknya sebuah perjanjiansebagaimana yang di atur dalam Pasal 1320Kitab Undang Undang Hukum Perdata(KUHPerdata), yaitu:(1) adanya sepakat jual beli tenaga listrik
antara Pelanggan dan PLN, sepakat manadiberikan secara sadar tanpa paksaanataupun akal-akalan satu terhadap yanglain.
(2) Pelanggan dan PLN adalah orang-orang/pihak-pihak yang mempunyai kecakapanmembuat perjanjian jual beli tenagalistrik, keduanya merupakan subjekhukum yang sah;
(3) Perjanjian Jual Beli yang disepakatiPelanggan dan PLN menyangkut haltertentu, yaitu: jual beli tenaga listrik;
(4) Tenaga Listrik yang dijual/disalurkanPLN kepada Pelanggan adalah tenagalistrik yang diperoleh/dikelola sesuaikewenangannya yang diatur dalam
66
ketentuan-ketentuan hukumketenagalistrikan, dan tenaga listrikyang dijual/disalurkan PLN kepadaPelanggan adalah tenaga listrik yangditerima Pelanggan secara sah dandigunakan sesuai peruntukkanpembeliannya. Perolehan danpemanfaatan tenaga listrik yangdiperjualbelikan tersebut dilakukansecara sah sesuai ketentuan hukum danasas keadilan-kepantasan. TenagaListrik yang diperjual belikan tersebutdimaksudkan untuk menguntungkan bagiPLN dan Pelanggan serta tidakmerugikan kepentingan umum dannegara.
Berikut ini dikutip beberapa Pasal terkaitsehubungan dengan bentuk dan syaratSPJBTL, yaitu:- Pasal 10 :
(2) Untuk mendapatkan
penyambungan baru atau
penambahan daya, calon
P e l a n g g a n / P e l a n g g a n
mengajukan permintaan secara
lisan atau tertulis.
(3) Apabila permintaan dimaksud
dalam ayat (1) Pasal ini dapat
dipenuhi, dibuat perjanjian
jual beli Tenaga Listrik antara
67
calon Pelanggan/Pelanggan
dengan PLN.
(4) Bentuk perjanjian dimaksud
ayat (2) Pasal ini diatur
tersendiri oleh Direksi.
- Pasal 12 :Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (2) Keputusan ini
mencantumkan sekurang-
kurangnya:
i. Para Pihak;
ii. Peruntukan penggunaan
Tenaga Listrik;
iii. Golongan tarif;
iv. Daya Tersambung;
v. Tegangan nominal pasokan
listrik;
vi. Frekuensi nominal pasokan
listrik;
vii. Sambungan Tenaga Listrik;
viii. Hak dan Kewajiban
Pelanggan;
ix. Hak dan kewajiban PLN;
x. Sanksi-sanksi.
- Pasal 13:1.Setiap penyimpangan atas
pelaksanaan perjanjian jual beli
Tenaga Listrik merupakan
pelanggaran perjanjian.
68
2.Perjanjian jual-beli Tenaga
Listrik dapat berakhir karena:
a. Atas permintaan Pelanggan;
atau
b. Sanksi pelanggaran
perjanjian yang berupa
Pemutusan Rampung; atau
c. Keputusan Pengadilan;
(5) Dengan berakhirnya perjanjian jual
beli Tenaga Listrik, masing-masing
pihak tetap bertanggungjawab atas
kewajiban yang belumdipenuhi.
(6) Apabila perjanjian jual beli Tenaga
Listrik berakhir sebagai akibat dari
ketentuan yang diatur dalam ayat (2)
Pasal ini maka BP yang telah dibayar
tidak dapat dikembalikan, kecuali hal-
hal tertentu yang dinyatakan lain
dalam perjanjian jual beli Tenaga
Listrik.
69
Ad. b. Tentang Hak dan Kewajiban Pelanggan.Dalam Surat Keputusan Direksi ini,dicantumkan 2 Pasal ketentuan tentang hak-hak Pelanggan dan 2 Pasal ketentuan tentangkewajiban-kewajiban Pelanggan. Olehkarena yang diperjualbelikan adalah TenagaListrik dengan spesifikasinya sebagai bendatak berwujud sehingga pemindahan hak ataskebendaannya dari PLN kepada Pelanggandilakukan melalui perangkat peralatankhusus,yaitu Instalasi Listrik, makaPelanggan berhak memperoleh TenagaListrik dengan mutu dan keandalan yang baikdan secara berkesinambungan, berhak ataspelayanan perbaikan peralatan InstalasiListrik untuk menjaga kesinambunganpenyaluran Tenaga Listrik, dan berhakmendapat kompensasi berupa reduksimanakala Tenaga Listrik yang dibeliPelanggan tidak dapat disalurkan PLN dalamwaktu 3x24 Jam. Kemudian hak-hak inidilengkapi dengan Kewajiban-kewajibanPelanggan dalam 2 Pasal terpisah berupa:Kewajiban Pelanggan membayar hargaTenaga Listrik yang dipakainya sesuaitagihan listrik setiap bulan dari PLN atauwaktu-waktu tertentu, kewajibanmenyediakan tempat pemasangan peralatanInstalasi dan menjaganya, dan kewajibanmemberi ijin bagi PLN memasuki tempattersebut untuk melakukan upaya
70
pemasangan, pemeriksaan, perbaikan, danpengamanan peralatan Instansi Listrik.
Berikut ini dikutip beberapa Pasal terkaitsehubungan dengan Hak dan KewajibanPelanggan, yaitu:
Pasal 16:(1) Pelanggan mempunyai hak untuk
mendapatkan:a. pelayanan Tenaga Listrik secara
berkesinambungan dengan mutusebagaimana dimaksud Pasal 3Keputusan ini dan keandalan yangbaik;
b. Pelayanan perbaikan dengan segeraterhadap gangguan dalam rangkapenyediaan Tenaga Listrik atauterhadap penyimpangan atas mutuTenaga Listrik yang disalurkan;
c. Pelayanan informasi dan penjelasanmengenai hal-hal yang berkaitandengan perjanjian jual-beli TenagaListrik.
(2) Pelanggan berhak mendapat kompensasiberupa reduksi Biaya Beban ataspenghentian penyaluran Tenaga Listrikyang berlangsung terus menerusmelebihi waktu 3 x 24 (tiga kali duapuluh empat) jam yang besarnya sesuaidengan ketentuan yang berlaku, kecuali
71
bila penghentian penyaluran TenagaListrik disebabkan hal-hal sebagaimanadimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf c dan dKeputusan ini.
Pasal 17:(1) Calon Pelanggan/Pelanggan wajib
menyediakan tempat/ruang/tanah yangmemenuhi syarat untuk peletakanperalatan Instalasi milik PLN yangdiperlukan dalam penyaluran TenagaListrik kepada Pelanggan yangbersangkutan.
(2) Ketentuan tentang penyerahan hakmenggunakan tempat/ruang/tanahtersebut ayat (1) Pasal ini diaturtersendiri oleh Direksi.
(3) Calon Pelanggan/Pelanggan wajibmemberi ijin kepada PLN untuk:a. Memasuki ataupun melintas di atas
atau di bawah persil/bangunan sesuaidengan peraturan yang berlaku;
b. Memasang SL;c. Memeriksa dan menertibkan
Instalasi PLN yang terpasang padapersil/bangunan Pelanggan;
d. Melakukan pekerjaan, memperbaiki,merubah dan mengambil sebagianatau sekuruh SL;
72
e. Menebang atau memotong pohon-pohon/tanaman pada persil/bangunanPelanggan yang dapat membahayakanatau mengganggu kelangsunganpenyaluran Tenaga Listrik.
Pasal 18:
Pelanggan berkewajiban untuk:a. Menjaga Instalasi PLN, yang terpasang
di persil dan atau bangunan Pelanggandalam rangka penyaluran Tenaga Listrikkepadanya agar selalu dalam keadan baikdan segera melaporkan bila ditemukankelainan atau kerusakan;
b. Menggunakan Tenaga Listrik sesuaiklasifikasi golongan tarif yangditetapkan;
c. Menjaga penggunaan Piranti TenagaListrik sehingga memenuhi ketentuandalam Pasal 7 Keputusan ini.
Pasal 19 :
Pelanggan berkewajiban melunasi tagihan-tagihan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14Keputusan ini dengan cara, jumlah danjadwal sebagaimana ketentuan yang berlakudi PLN.
73
Ad. c. Tentang Hak dan Kewajiban PLN.
Begitupun Surat Keputusan Direksi inimengatur Hak-hak dan Kewajiban-kewajibanPLN dalam Pasal-pasal tersendiri.Disebutkan Hak-hak PLN meliputi: Hakuntuk melakukan upaya-upaya: memasukipersil dan bangunann Pelanggan,menghentikan penyaluran tenaga listrik,serta menentukan sistem penyambungan,memeriksa pemanfaatan instalasi dan tenagalistrik. Sedang Kewajiban PLN antara lain:menyalurkan tenaga listrik kepadaPelanggan, melakukan perbaikan ataupenggantian peralatan instalasi listrik,memberitahukan perencanaan pemadamanlistrik sesuai keperluannya, dan memberireduksi akibat pemadaman terus-menerusselama kurun waktu tertentu.
Berikut ini dikutip beberapa Pasal terkaitsehubungan dengan Hak dan KewajibanPLN, yaitu:
Pasal 20 :(1) Dalam rangka penyediaan dan
penyaluran Tenaga Listrik kepadaPelanggan, PLN berhak untuk:a. Melintasi sungai atau danau baik
diatas maupun di bawah permukaan;b. Melintasi laut baik diatas maupun di
bawah permukaan;
74
c. Melintasi jalan umum dan jalankereta api;
d. Masuk ketempat umum atauperorangan dan menggunakannnyauntuk sementara waktu;
e. Menggunakan tanah, melintas diatasatau di bawah tanah;
f. Melintas diatas atau di bawahbangunan yang dibangun diatas ataudi bawah tanah;
g. Menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalanginya;
(2) Ketentuan lebih lanjut tentangpenggunaan hak-hak tersebut ayat (1)Pasal ini akan diatur dan dilaksanakandengan memperhatikan peraturanperundangan yang berlaku;
Pasal 21 :(1) PLN berhak untuk menghentikan
penyaluran Tenaga Listrik seketika jikaterjadi salah satu dari hal-hal sebagaiberikut:a. Hal-hal yang membahayakan
kepentingan dan keselamatanumum;
b. Terjadi gangguan pada Instalasi PLNyang diakibatkan oleh kegagalanoperasi peralatan;
75
c. Keadaan-keadaan yang telahdisepakati dalam perjanjian jual beliTenaga Listrik.
(2) Penghentian sementara penyaluranTenaga Listrik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) Pasal ini dan atau Pasal 4ayat (2) huruf c dan d Keputusan initidak memberikan hak kepadaPelanggan untuk menuntut ganti rugidalam bentuk apapun kepada PLN.
(3) PLN berhak untuk menghentikanpenyaluran Tenaga Listrik untuksementara yang diperlukan dalamrangka pelaksanaan pekerjaan instalasi.
Pasal 22:(1) PLN berhak menentukan sistem
penyambungan kepada InstalasiPelanggan/calon Pelanggan.
(2) PLN berhak melakukan pemeriksaanatas Instalasi Pelanggan maupunpemanfaatan Tenaga Listrik olehPelanggan.
Pasal 23 :(1) PLN menyalurkan Tenaga Listrik
dengan mutu dan keandalansebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (2)dan Pasal 4 Keputusan ini.
76
(2) Untuk menjamin kelangsunganpenyaluran Tenaga Listrik PLNmelaksanakan pekerjaan pemeliharaanatas seluruh Instalasi PLN secaraberkala.
Pasal 24:
Apabila penyaluran Tenaga Listrik perludihentikan karena sesuatu hal yang telahdirencanakan, sekurang-kurangnya 1x24jam sebelumnya PLN memberitahukankepada Pelanggan.(1) PLN melakukan perbaikan/penggantian
atas gangguan/kerusakan pada SL, atauAPP atau Perlengkapan APP yangdilaporkan Pelanggan dengan segera.
Pasal 25 :(1) PLN bertanggungjawab atas kerugian
terhadap jiwa, kesehatan dan ataubarang yang rusak sebagai akibatkelalaiannya sesuai peraturanperundang-undangan yang berlaku.
(2) Dalam hal terjadi pemadaman secaraterus-menerus yang melewati batas3x24 jam maka PLN memberikanreduksi atas beaya beban yangdiperhitungkan dengan Tagihan Listrikbulan yang bersangkutan kecuali bilapenghentian penyaluran TenagaListrik disebabkan hal-hal
77
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2)huruf c dan d Keputusan ini.
(3) Besarnya reduksi dimaksud ayat (1)Pasal ini sesuai TDL yang berlaku.
Ad. d. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik(P2TL).
Sebagaimana diketahui pengalihan hak ataskebendaan Tenaga Listrik sebagai benda takberwujud adalah melalui perangkat peralataninstalasi listrik. Oleh karena untuk menjagadan meningkatkan kelangsungan pasokantenaga listrik dengan mutu dan keandalannya,maka PLN melakukan upaya-upayaPenertiban Pemakaian Tenaga Listrik(P2TL). Upaya-upaya P2TL ini dengan caramemeriksa dan menertibkan penggunaanperalatan instalasi listrik yang berfungsiutama menyalurkan dan mencatat jumlahtenaga listrik yang tersalur ke Pelangganyang sehari-harinya berada dalam persil/bangunan Pelanggan. P2TL ini merupakanhak PLN sebagaimana diatur dalam Pasal 26s/d 30 jo. Pasal 20 s/d Pasal 23 Jo. Pasal31 Surat Keputusan Direksi ini. Selanjutnyauntuk efektifitas pelaksanaan hak P2TL,Direksi PT PLN (Persero) kemudianmenerbitkan Surat KeputusanNomor:068.K/010/DIR/2000 Tanggal 26April 2000Tentang Penertiban Pemakaian
78
Tenaga Listrik, Tagihan Susulan danPemutusan Sambungan Tenaga Listrik.
(2) Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiRepublik Indonesia.
Hubungan keperdataan antara PT PLN (Persero)dengan Pelanggan sebelumnya telah turut diaturdalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi,kemudian menjadi landasan hukum diterbitkannyaSurat Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor:109.K/039/DIR/1997 Tentang Ketentuan Jual BeliTenaga Listrik dan Penggunaan Piranti Tenaga ListrikYang Berlaku di PT PLN (Persero). Kedua PeraturanMenteri Pertambangan dan Energi terseburt adalah:a. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor: 02.P/451/M.PE/1991 Tanggal 26 April1991 tentang Hubungan Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan UmumDengan Masyarakat.
b. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor: 03.P/451/M.PE/1991 Tanggal 26 April1991 tentang Persyaratan Penyambungan TenagaListrik.
Ad.a. Peraturan Menteri Pertambangan danEnergi Nomor: 02.P/451/M.PE/1991Tanggal 26 April 1991.
Dalam peraturan Menteri ini, ditegaskanketentuan keharusan membuat perjanjian jualbeli tenaga listrik antara PLN dan Pelanggan.Dalam perjanjian jual beli tenaga listriktersebut harus memuat Hak dan KewajibanPLN dan Pelanggan, sanksi-sanksi dan hargajual tenaga listrik.
79
Walaupun disebutkan dalam peraturanmenteri ini, bahwa bentuk perjanjian jual belitenaga listrik berbentuk selain Perjanjian,juga berbentuk Formulir. Namun oleh karenaSurat Keputusan Direksi PT PLN (Perserto)Nomor: 109.K/039/DIR/1997 tanggal 27November 1997 sebagai peraturanpelaksanaan baru mengatur tentang jual belitenaga listrik dalam bentuk Surat Perjanjian,yaitu Surat Perjanjian Tenaga Listrik(SPJBTL), maka perjanjian jual beli tenagalistrik dalam bentuk Formulir belum dapatdilaksanakan. Bahkan seyoryanya tidakdilakukan karena tidaklah praktismencantumkan hak dan kewajiban para pihak,sanksi dan harga jual tenaga listrik denganspesifikasi-spesifikasi lainnya yangsedemikian banyak hanya dalam sebuahFormulir. Selain itu secara umum “suratberbentuk formulir” diperuntukan hanyamemuat keterangan-keterangan sepihak daripihak yang mengisi formulir. Sedang secarahukum “surat berbentuk perjanjian atau SuratPerjanjian” dibuat setidak-tidaknya oleh2(dua) pihak dan kekuatan keberlakuannyaadalah sebagai undang-undang antara parapihak yang membuatnya (sesuai Pasal 1338KUHPerdata), sehingga lebih sempurnasebagai alat bukti adanya perikatan hukumantara dua pihak : PLN dan Pelanggan dalamjual beli tenaga listrik. Bahkan untukmengantisipasi perkembangankemasyarakatan yang semakin kritis danselektif dalam penegakan hukum, makasebaiknya SPJBTL tersebut dibuat dalambentuk surat perjanjian oleh pejabat negara
80
yang berwenang untuk itu, yaitu: oleh Notarisyang ditunjuk khusus untuk itu. SehinggaSPJBTL tersebut menjadi “Surat Perjanjianyang Otentik” yang mempunyai nilaipembuktian paling sempurna secara hukum.
Demikianpun sebaiknya rumusan hak dankewajiban Pelanggan dan PLN beserta sanksi-sanksi yang dicantumkan dalam SPJBTLadalah rumusan yang terdapat dalam SuratKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor: 109.K/039/Dir/1997. Rumusantersebut merupakan rumusan kembali secaraterinci berdasarkan rumusan yang tidak salingbertentangan dengan ketentuan PeraturanMenteri ini. Begitupun rumusan ketentuantentang P2TL yang sebaiknya dicantumkandalam SPJBTL adalah rumusan ketentuanP2TL yang terdapat dalam Surat KeputusanDireksi Nomor: 068.K/010/DIR/2000karena dibuat khusus dan lebih lengkaptentang prosedure dan persyaratan sertalarangan-larangan beserta segala akibathukumnya yang terkait dengan P2TL.
Keharusan memuat ketentuan-ketentuantersebut diatas dalam SPJBTL oleh peraturanmenteri ini, adalah sesuai pula denganmaksud dan tujuan dari laranganmencantumkan klausula baku dalam suatusurat perjanjian, sebagaimana yang diaturdalam ketentuan Pasal 18 Undang UndangRI Nomor: 8 Tahun 1999 tentangPerlindungan Konsumen. Pelanggaranketentuan tentang klausula baku inimerupakan suatu tindak pidana khusus bagi
81
pelaku usaha dengan ancaman pidana penjarapaling lama 5 (lima) tahun atau pidana dendapaling banyak Rp.2.000.000.000,00 (duamilyar rupiah), sesuai ketentuan Pasal 62 ayat1 Undang Undang Perlindungan Konsumen.
Berikut ini dikutip ketentuan Pasal yangterkait dengan keharusan membuat perjanjianjual beli tenaga listrik, yaitu:
Pasal 6 :(1) Setiap peminta Tenaga Listrik wajib
memenuhi persyaratan yang ditetapkanPengusaha yang telah disahkan DirekturJenderal.
(2) Penyediaan Tenaga Listrik olehPengusaha dan pemanfaatannya olehPelanggan harus diatur dalam perjanjianjual beli Tenaga Listrik dalam bentukperjanjian atau formulir yang disediakanPengusaha.
(3) Perjanjian atau formulir sebagaimanatermaksud pada ayat (2) Pasal ini harusmemuat antara lain hak dan kewajibanPengusaha dan Pelanggan sesuaiPeraturan Menteri ini serta sanksi-sanksidan harga jual Tenaga Listrik sesuaiperaturan yang berlaku.
82
Selanjutnya Pasal 2 dan Pasal 3 mengatur hakdan kewajiban PLN yang harus dicantumkandalam Surat Perjanjian Jual Beli TenagaListrik (SPJBTL), yaitu:
Bagian Pertama Tentang Hak Pengusaha.
Pasal 2 :(1) Dalam menyediakan Tenaga Listrik
kepada Pengusaha diberikan Hak untuk:a. memasuki tempat umum atau
bangunan atau persil Peminta TenagaListrik, memasuki tempat InstalasiPelanggan, InstalasiKetenagalistrikan yang dipergunakanoleh masyarakat, dan menggunakanuntuk sementara waktu atau setiapkali diperlukan, untuk melakukanpekerjaan penyediaan/penyambunganTenaga Listrik dan pemeriksaanInstalasi Pengusaha, denganmengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. melintas di atas atau di bawahbangunan atau persil Peminta TenagaListrik, Pelanggan dan Masyarakatyang dibangun di atas atau di bawahtanah;
83
c. menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalangiInsatalasi dengan mengindahkanperaturan perundang-undangan yangberlaku;
d. melaksanakan pekerjaanpenyambungan BL ke InstalasiPeminta Tenaga Listrik dan atauPelanggan dari Instalasi Pengusahayang berada di atas bangunan ataupersil Peminta Tenaga Listrik danatau Pelanggan, denganmengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. memeriksa Instalasi Pelanggan, baiksebelum maupun sesudah mendapatSL dari Pengusaha sesuai peraturanInstalasi Ketenagalistrikan yangberlaku;
f. mengambil tindakan atas pelanggaranyang dilakukan oleh Pelanggan dalamsetiap perjanjian jual beli TenagaListrik antara lain berupa tagihansusulan, dan kemudian diikuti denganpemutusan sementara untuk jangkawaktu yang dapat ditetapkan olehPengusaha maksimum selama 2(dua) bulan. Ketentuan mengenaihal-hal tersebut di atas ditetapkanoleh Pengusaha dan disahkan olehDirektur Jenderal;
84
g. menetapkan tindakan penertiban ataspemakaian Tenaga Listrik secaratidak sah dan melaporkannya kepadaInstansi yang berwajib sebagai tindakpidana pencurian. Ketentuanpenertiban atas pemakaian TenagaListrik tersebut ditetapkanPengusaha dan disahkan oleh DireturJenderal;
h. menetapkan pembayaran biayapenyambungan Tenaga Listrik yangdibebankan kepada Peminta TenagaListrik dan biaya tambahan dayalistrik kepada Pelanggan yang akanmenambah daya sesuai ketentuanbiaya penyambungan yang ditetapkanMenteri;
i. menetapkan biaya lain yangdibebankan kepada Peminta TenagaListrik dan atau Pelanggan yangditetapkan Pengusaha, dan disahkanDirektur Jenderal.
(2) Disamping hak sebagaimana termaksudpada ayat (1) Pasal ini kepada Pengusahadiberikan hak untuk memutus SL dalamhal-hal sebagai berikut:a. apabila terjadi bencana alam atau
keadaan tertentu lain yangmengakibatkan pemanfaatan TenagaListrik dapat membahayakankeselamatan umum;
85
b. apabila Instalasi Pengusaha danInstalasi Pelanggan tidak aman dandapat mengakibatkan bahaya dan/ataumengganggu pemanfaatan TenagaListrik;
c. apabila terdapat hal-hal pada InstalasiPelanggan maupun pada sambunganrumah, Alat Pembatas dan atau AlatPengukur yang dapat merugikanPengusaha atas pemakaian tenagalistrik oleh Pelanggan yangbersangkutan.
(3) Pemutusan SL sebagaimana termaksudpada ayat (2) Pasal ini dan akibat yangditimbulkan, antara lain gangguanterhadap kesehatan, jiwa, kerugian barangatau harta, tidak memberikan hak kepadaPelanggan atau Masyarakat untukmenuntut ganti rugi;
(4) Pengusaha tidak bertanggungjawabterhadap bahaya yang timbul terhadapkesehatan, nyawa dan barang, karenapenggunaan Tenaga Listrik yang tidaksesuai dengan peruntukannya atau salahdalam pemanfaatrannya.
(5) Hak Pengusaha lainnya dapat diatur lebihlanjut oleh Pengusaha dan disahkanDirektur Jenderal.
86
Bagian Kedua Tentang KewajibanPengusaha.
Pasal 3 :(1) Dalam menyediakan Tenaga Listrik
Pengusaha wajib melakukan hal-halsebagai berikut:a. memberikan pelayanan yang baik;b. menyediakan Tenaga Lisatrik secara
berkesinambungan dengan mutu dankeandalan yang baik sebagaimanadiatur dalam Peraturan Menteritentang Persyaratan PenyambunganTenaga Listrik;
c. melakukan perbaikan, apabila terdapatgangguan Tenaga Listrik atau apabilavariasi Tegangan Rendah melampauibatas sebagaimana termaksud dalamPeraturan Menteri tentangPersyaratan Penyambungan TenagaListrik;
d. bertanggungjawab atas semuakerugian atau bahaya terhadap jiwa,kesehatan dan barang yang rusakkarena kelalaiannya sesuai peraturanperundang-undangan yang berlaku;
e. memberikan kompensasi berupareduksi apabila terjadi penghentiansementara penyaluran Tenaga Listrik,yang berlangsung secara terus-menerus melebihi jangka waktu 3 x
87
24 (tiga kali dua puluh empat) jam,dengan ketentuan bahwa peraturanpelaksanaannya diatur Pengusaha dandisahkan Direktur Jenderal.
(2) Dalam melakukan penghentiansementara penyaluran Tenaga Listriksesuai rencana Pengusaha, Pengusahaterlebih dahulu harus memberitahukankepada Pelanggan selambat-lambatnya24 (duapuluh empat) jam sebelumterjadinya penghentian sementaratersebut, dengan ketentuan bahwa carapemberitahuannya diatur Pengusaha.
Selain itu, juga diatur ketentuan tentangHak dan Kewajiban Masyarakat danPelanggan dalam Pasal 4 dan Pasal 5sebagaimana dikutip berikut ini.
Bagian Pertama Tentang Hak Masyarakat danPelanggan.
Pasal 4 :(1) Masyarakat di daerah usaha Pengusaha,
berhak mendapatkan Tenaga Kerja yangdisediakan Pengusaha setelahmemenuhi persyaratan penyambunganTenaga Listrik.
88
(2) Pelanggan mempunyai hak untuk:a. mendapatkan pelayanan yang baik;b. mendapatkan Tenaga Listrik secara
berkesinambungan dengan mutu dankeandalan yang baik;
c. mendapatkan pelayanan untukperbaikan terhadap gangguanpenyediaan Tenaga Listrik ataupenyimpangan atas mutu TenagaListrik yang disalurkan.
Bagian Kedua Tentang KewajibanPelanggan.
Pasal 5 :(1) Kewajiban pelanggan adalah:
a. melaksanakan pengamanan terhadapbahaya yang mungkin timbul sebagaiakibat pemanfaatan Tenaga Listrik;
b. menjaga dan memelihara keamananInstalasi Pelanggan;
c. menjaga keamanan Alat Pembatasdan atau Alat Pengukur Pengusahayang terpasang pada bangunan ataupersil Pelanggan;
d. menggunakan Tenaga Listrik sesuaidengan peruntukkannya;
e. mentaati persyaratan penyambunganTenaga Listrik sebagaimana diaturdalam Peraturan Menteri tentangPersyaratan Penyambungan TenagaListrik;
89
f. memenuhi ketentuan PeraturanInstalasi Ketenagalistrikan yangberlaku;
g. mengizinkan Pengusaha untukmelaksanakan haknya sebagaimanatermaksud dalam Pasal 2 PeraturanMenteri ini.
(2) Pelanggan bertanggungjawab ataskesalahannya yang mengakibatkankerugian terhadap Pengusaha.
(3) Pelanggan bertanggungjawab atasbahaya terhadap kesehatan, jiwa danbarang yang timbul karena penggunaanTenaga Listrik yang tidak sesuai denganperuntukannya atau salah dalampemanfaatannya.
Ad.b. Peraturan Menteri Pertambangan danEnergi Nomor: 03.P/451/M.PE/1991Tanggal 26 April 1991 tentangPersyaratan Pengambungan TenagaListrik.
Dalam peraturan Menteri ini diaturpersyaratan tehnis penyambungan danpenyaluran tenaga listrik. Sebelumpenyambungan dan penyaluran dilakukanpersyaratan tehnis ini terlebih dahulu harusdipenuhi. Persyaratan tehnis tersebutmenggambarkan spesifikasi tenaga listriksebagai benda tak berwujud. Sehinggamemerlukan Instalasi dan piranti tenagalistrik yang diatur khusus. Oleh karena ituperaturan-peraturan tersebut seygyanyatertampung juga dalam SPJBTL.
90
Selain itu dalam Pasal 14 peraturan Menteriini ditegaskan sanksi bagi siapapun yangmelakukan penyambungan dan/ataupenyaluran tenaga listrik tanpa hak.. Sanksitersebut berupa ancaman tindak pidanapencurian.
Pasal 14 :
Barang siapa yang menyambung dan/ataumenyalurkan Tenaga Listrik tanpa alas hakyang sah diancam dengan tindak pidanapencurian sebagaimana termaksud dalamKitab Undang Undang Hukum Pidana.
Penyambungan dan atau penyaluran tenagalistrik tanpa hak atau tanpa alas hak yang sahini dapat terjadi, antara lain :- Pelaku yang bukan pelanggan melakukan
penyambungan langsung dengan caramencantolkan kabel listrik pada kabellistrik atau instalasi listrik milik PLNyang menyebabkan tenaga listrik tersalurdari Kabel atau instalasi milik PLNketempat lain yang diinginkan pelakumelalui kabel yang dicantolkannyatersebut.
- Pelaku selaku pelanggan maupun bukanpelanggan melakukan penyambungankabel listrik pada kabel listrik atauinstalasi listrik yang ada pada bangunan/persil pelanggan yang menyebabkantenaga listrik tersalur ketempat pelakubukan pelanggan melalui sambungan kabeltersebut.
91
Walaupun tenaga listrik yang tersalur ketempat pelaku yang bukan pelanggan tetaptercatat/terukur pada KWH Meter pelanggandan Rekening Tagihannya dilunasi olehpelanggan, namun tetap merupakan suatuperbuatan melawan hukum karenapenyambungan dilakukan secara tanpa hakdan terdapat tenaga listrik tersalur danterpakai oleh pihak yang tidak berhak karenabukan pelanggan.
Pelaku yang melakukan penyambungan danatau penyaluran tenaga listrik secara tidaksah tersebut di atas dapat diancam dengantindak pidana pencurian sebagaimana diaturdalam KUHPidana.
Terhadap Pelaku yang melakukan pencantolankabel tersebut diatas dapat dituntut tindakpidana pencurian listrik sebagaimana diaturdalam Pasal 362 KUHPidana.
Terhadap Pelanggan yang menyambung kabeldan menyalurkan tenaga listrik ke Pihak yangBukan Pelanggan tersebut diatas, keduanyadapat dituntut tindak pidana pencurian listriksebagaimana diatur dalam Pasal 362KUHPidana juncto Pasal 55 atau Pasal 56KUHPidana.
92
Prinsip-Prinsip Hukum Perikatan.
Hubungan hukum antara PLN dan Pelanggandalam SPJBTL yang berbentuk SuratPerjanjian bukan formulir yang dibuat sesuaiketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, berlakusebagai undang-undang bagi PLN danPelanggan yang harus dilaksanakan secaraitikad baik oleh PLN dan Pelanggan,sebagaimana penegasan Pasal 1338KUHPerdata.
Pasal 1320 KUHPerdata :
Untuk sahnya persetujuan-persetujuandiperlukan empat syarat:(1) Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya :
(2) Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan :
(3) Suatu hal tertentu:
(4) Suatu sebab yang halal:
Pasal 1338 KUHPerdata:
Semua persetujuan yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya Persetujuan ini
tidak dapat ditarik kembali selain dengan
sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang oleh undang-undang
dinyatakan cukup untuk itu.
93
Persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
2. Aspek KepidanaanPenegakan hukum terhadap tindak pidanakelistrikan dapat dilakukan berdasarkan:
a. Pasal 19 UU No.15/1985 jo. Pasal 362
KUHPidana:
- Pasal 19 UU No.15/1985:Barang siapa yang menggunakan tenaga
listrik yang bukan haknya merupakan tindak
pidana pencurian sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Pasal 362 KUHPidana:Barangsiapa mengambil suatu barang, yangsama sekali atau sebagian termasukkepunyaan orang lain, dengan maksud akanmemiliki barang itu dengan melawan hak,dihukum, karena pencurian, dengan hukumanpenjara selama-lamanya lima tahun ataudenda sebanyak-banyaknya Rp 900.-
b. Pasal 408 & Pasal 409 KUHPidana:
- Pasal 408 KUHPidana:Barangsiapa dengan sengaja dan dengan
melawan hak membinasakan, merusakkan atau
membuat sehingga tidak dapat digunakan lagi,
pekerjaan jalan kerata api, trem, kawat tele-
gram-telpon atau listrik, atau pekerjaan untuk
menahan air, pembagian air atau pembuangan
94
air, pipa gas atau air, atau selokan (jalan
membuang kotoran) jika buatan, saluran atau
selokan itu dipergunakan untuk keperluan
umum, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.
- Pasal 409 KUHPidana:Barangsiapa karena salahnya menyebabkan
sesuatu pekerjaan yang tersebut dalam pasal
diatas sampai binasa, rusak atau tidak dapat
dipakai lagi, dihukum kurungan selama-lama
satu bulan atau denda sebanyak-
banyaknyaRp1.500,-
c. Putusan-Putusan HR:
- HR 24 Mei 1937:Pada pencurian aliran listrik tidaklah penting
apakah orang yang menghidupkan aliran dan
dengan demikian mengambil energi, telah
perbuat demikian untuk dipakai bagi
kepentingannya sendiri ataupun untuk
dikumpulkan bagi kepentingan sendiri.
Pencurian sendiri telah selesai pada saat
diambilnya aliran listrik itu.
- HR 9 November 1931:Barangsiapa bertentangan dengan syarat-
syarat pemberian gas diluar alat meter,
memperoleh gas milik Kotapraja, adalah
pelaku pencurian gas. Tidaklah penting siapa
yang telah mengadakan alatnya itu.
95
d. Pertanggungjawaban Pidana Badan Hukum
(Korporasi):
Dalam literatur ilmu hukum pidana dikenal beberapasistim pertanggungjawaban pidana dari suatu BadanHukum (Korporasi), yaitu:a. Pengurus Badan Hukum (Korporasi) sebagai
pembuat dan penguruslah yang bertanggungjawab;b. Badan Hukum (Korporasi) sebagai pembuat dan
pengurus bertanggungjawab;c. Badan Hukum (Korporasi) sebagai pembuat dan
juga sebagai yang bertanggungjawab;Perkembangan hukum pidana nasional RI maupuninternasional semakin bersifat terbuka terhadapsistem pertanggungjawaban pidana terhadap BadanHukum (Korporasi) dan perorangan baik sebagaiindividu maupun dalam jabatan organisasi BadanHukum atau organisasi negara. Karena jabatannya ituindividu tersebut dituntut pertanggungjawaban pidana,bukan menjadi alasan membebaskan diri dari tuntutanhukum.
3. Penertiban Pemakaian Tenaga ListrikPenertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) diaturbersamaan dengan Tagihan Susulan dan PemutusanSambungan Tenaga Listrik didalam Surat KeputusanDireksi PT PLN (Persero) Nomor:068.K/010/DIR/2000 Tanggal 26 April 2000.
96
Dalam Bab I Pasal 1 dijelaskan maksud dari beberapaistilah yang saling terkait diantaranya:a. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik selanjutnya
disingkat “P2TL” adalah pemeriksaan oleh PLNterhadap Instalasi Listrik PLN dan InstalasiPelanggan dalam rangka Penertiban PemakaianTenaga Listrik (ayat 18).
b. Instalasi PLN adalah instalasi milik PLN sampaidengan Alat Pembatas atau Alat Pengukur atauAlat Pembatas dan Alat Pengukur (ayat 7).
c. Instalasi Pelanggan adalah instalasi milik atau yangdikuasai Pelanggan sesudah Alat Pembatas atauAlat Pengukur atau Alat Pembatas dan AlatPengukur milik PLN (ayat 8).
d. Alat Pembatas adalah alat milik PLN untukmembatasi daya listrik yang dipakai Pelanggan (ayat9).
e. Alat Pengukur adalah alat milik PLN untukmengukur daya dan energi listrik yang dipakaiPelanggan (ayat 10).
f. APP adalah Alat Pembatas dan Alat Pengukur (ayat11).
g. Perlengkapan APP adalah peralatan pendukunguntuk mengoperasikan APP yang meliputi antara lainkotak/lemari, trafo arus, trafo tegangan, voltmeter, Ampere meter, saklar waktu, terminal,pengawatan semua peralatan dan kunci (ayat 14).
h. Kotak APP adalah suatu kotak tempat dipasangnyaAPP yang didalamnya berisi blok jepit untukmenghubungkan terminal-terminal APP (ayat 15).
97
i. Lemari APP adalah suatu lemari tempat dipasangnyaAPP dan sebagian atau seluruh Perlengkapan APP(ayat 16).
j. Segel adalah suatu alat yang dipasang oleh PLN padaAPP dan Perlengkapan APP sebagai pengamanan APPdan Perlengkapan APP (ayat 19).
k. Tanda Tera adalah alat yang dipasang pada AlatPengukur oleh instansi yang berwenang sesuaidengan peraturan perundang-undangan yang berlakusebagai pengamanan kebenaran pengukuran.
l. Jaringan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut“JTL” adalah sistim penyaluran /pendistribusianTenaga Listrik yang dapat dioperasikan denganTegangan Rendah, Tegangan Menengah, TeganganTinggi, atau Tegangan Ekstra Tinggi.
m. Sambungan Tenaga Listrik yang selanjutnyadisebut “SL” adalah penghantar dibawah atau diatastanah termasuk peralatannya sebagai bagian instalasiPLN yang merupakan sambungan antara JaringanTenaga Listrik milik PLN dengan Instalasi Pelanggan(ayat 13).
Kriteria Pelanggaran Atas Perjanjian Jual BeliTenaga Listrik bila ditemukan salah satu ataubeberapa keadaan sebagai berikut (Pasal 2):a. Segel rusak atau putus atau terbuka atau tidak sesuai
dengan aslinya;b. APP rusak atau hilang atau tidak bekerja sebagaimana
mestinya;
98
c. Perlengkapan APP rusak atau hilang atau tidakbekerja sebagaimana mestinya;
d. Penggunaan Tenaga Listrik yang tidak sesuai denganperuntukkannya;
e. Penghantar fasa tertukar dengan penghantar netral;f. Terdapat Sambungan Langsung;
Ruang Lingkup Tugas dan Tanggungjawab P2TL(pasal 3) meliputi:a. Melakukan pemeriksaan terhadap JTL, SL, APP dan
Perlengkapan APP serta Instalasi Pelanggan dalamrangka menertibkan pemakaian Tenaga Listrik olehPelanggan,
b. Melakukan pemutusan Sementar, PemutusanSambungan Langsung, Pemutusan Rampung.
c. Melakukan pengambilan peralatan-peralatan, segel,tanda tera APP yang tidak sesuai aslinya atau tidakberfungsi.
d. Melakukan pemeriksaan atas pemanfaatan TenagaListrik.
e. Membuat laporan dan berita acara pelaksanaan P2TL.
Tata Cara Pelaksanaan P2TL (Bab III Pasal 4}dilakukan dengan:a. Surat Tugasb. Tanda Pengenal dan Pakaian Dinasc. Formulir-Formulir P2TLd. Peralatan kerjae. Bersikap Sopanf. Menjaga keamanan instalasi dan keselamatan umum.
99
Jenis & Penggolongan Pelanggaran besertaTagihan Susulannya:a. Pasal 9 : Pelanggaran Gol.A, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 16b. Pasal 10: Pelanggaran Gol.B, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 17c. Pasal 11: Pelanggaran Gol.C, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 18d. Pasal 12: Pelanggaran Gol.D, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 19e. Pasal 13: Pelanggaran Gol.E, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 20f. Pasal 14: Pelanggaran Gol.F, dengan Tagihan Susulan
sesuai Pasal 21
Peningkatan pemberdayaan pelaksanaan P2TL tersebutdiatas dapat dilakukan dengan menjalin kerjasamakemitraan dengan beberapa instansi, sepert:i:1. Instansi Terkait:
a. Kemitraan dengan Pengadilanb. Kemitraan dengan Kejaksaan: MoUc. Kemitraan dengan Kepolisian: MoUd. Kemitraan dengan Kantor Hukum
2. Kegiatan Kemitraan:a. Penyuluhanb. Penyelidikanc. Penyidikand. Penuntutane. Upaya Hukum: Banding, Kasasi, PK & Eksekusi
100
Dengan demikian dapat disimupulkan, bahwapemakaian tenaga listrik yang tidak sesuai denganperaturan perundang-undangan merupakan perbuatanmelawan hukum yang dapat berdampak yuridis berupatuntutan pertanggungjawaban pidana dan/atau perdataterhadap pelakunya.
Ketentuan Pidana dalam UU No.15 Tahun 1985yang merujuk pada KUHPidana masih cukupmemadai, sehingga Pembatalan UU No.20 Tahun2002 oleh Mahkamah Konstitusi RI hendaknyatidak menghambat upaya pemberantasan tindakpidana di bidang kelistrikan kedepan.
Efektifitas pemberantasan tindak pidanakelistrikan lebih banyak ditentukan oleh upayakemitraan PLN dengan instansi terkait terutamapetugas penyelidik dan penyidik dari kepolisiandan penuntut umum dari kejaksaan.
Laporan Pidana terhadap hasil temuan P2TL atauOPAL berdasarkan Pasal 19 UU No.85 Tahun 1985jo.Pasal 408 jo. Pasal 409 KUHPidana lebih efektifmemberikan efek jerah terhadap pelaku tindak pidanakelistrikan.
Terhadap hasil temuan P2TL atau OPAL sebaiknyadilakukan Laporan Pidana berdasarkan Pasal 19 UUNo.85 Tahun 1985 jo. Pasal 362 jo. Pasal 408 jo.Pasal 409 KUHPidana, maupun gugatan gantikerugian terhadap pelakunya.
101
Sikap Resistensi Pelanggan Terhadap P2TL.Pada umumnya Para Pelanggan menolak hasil temuanTim P2TL yang disusul dengan sanksi membayar dendaberupa Tagihan Susulan. Penolakan Pelanggan yangbersangkutan diekspresikan dengan berbagai cara,diantaranya:a. Mengajukan Laporan Pidana di Kantor Polisi terhadap
Tim P2TL, dengan alasan sangkaan Tim P2TL telahmelakukan perbuatan tidak menyenangka (melanggarPasal 335 KUHPidana, atau memasuki pekaranganrumah tanpa izin pemilik rumah (melanggar Pasal 167KUHPidana), atau memberi keterangan palsu atautandatangan palsu dalam Berita Acara P2TL(melanggar Pasal 263 KUHPidana).
b. Mengajukan Gugatan Perdata di Pengadilan Negeridisertai Permohonan Provisionil yangmemerintahkan : memerintahkan PLN melakukanpenyambungan kembali aliran tenaga listrik yangtelah diputus kepada Pelanggan, atau melarang PLNmelakukan pemutusan aliran tenaga listrik kepadaPelanggan, sampai adanya putusan Pengadilan yangtelah berkekuatan hukum tetap.
c. Mengajukan Gugatan Class Action di PengadilanNegeri disertai Permohonan Provionil sepertitersebut diatas.
d. Mengajukan Gugatan Legal Standing di PengadilanNegeri disertai Permohonan Provisionil sepertitersebut diatas.
102
e. Mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara di PengadilanTata Usaha Negara disertai Permohonan Provisionilyang memerintahkan menunda pelaksanaan keputusanpejabat PLN untuk melakukan pemutusan alirantenaga listrik kepada Pelanggan yang bersangkutan,sampai adanya Putusan Pengadilan yang berkekuatanhukum tetap.
f. Melakukan ancaman atau tindak kekerasan terhadapdiri maupun keluarga petugas P2TL.
Terhadap sikap perlawanan Pelanggan diatas, perludilakukan upaya-upaya antisipatif berupa:a. Melakukan pelaksanaan P2TL secara intensif dan
cermat sesuai aturan yang berlaku.b. Mengajukan perlawanan hukum terhadap putusan
Provisionil, jika perlu disertai gugatan balik diPengadilan Negeri yang bersangkutan.
c. Mengajukan perlawanan hukum terhadap putusanProvisionil di Pengadilan Tata Usaha Negara yangbersangkutan.
d. Melaporkan kepada Kepolisian atas setiap bentukancaman maupun tindak kekerasan terhadap diripetugas P2TL maupun keluarganya.
e. Mengupayakan kerjasama PLN – POLRI untukmelatih dan mempersiapkan Petugas P2TL sebagaiPolisi Khusus yang berwenang melakukan penegakanhukum yang bersifat: pengaturan, pengawasan,pencegahan dan penindakan Administrasi/Represifnon yusticial sesuai Kitab Undang Undang HukumAcara Pidana (KUHAP). Sehingga Berita Acara Hasil
103
temuan P2TL beserta tindakan pengambilan-penyitaan barang oleh P2TL , dan pemberianketerangan maupun kesaksian oleh Petugas P2TLsemakin kuat secara hukum. Sehingga terhindar puladari kemungkinan dilapor sebagai tersangka dikepolisian. Juga merupakan proteksi yuridis terhadapPetugas P2TL dari kemungkinan dilaporkan pidanaoleh Pelanggan.Pelatihan Polisi Khusus ini dimungkinkan oleh Pasal3 ayat 1.a Undang Undang RI Nomor: 2 Tahun 2002tentang Kepolisian Negara RI, jo. Surat DEOPSPOLRI No.Pol.: B/1566/VI/2003/Sdeops Tanggal17 Juni 2003 tentang Tugas dan Fungsi KepolisianKhusus (Polsus) dan PPNS.
f. Menggunakan salah satu prinsip hukum pidanasebagaimana yang diatur dalam Pasal 50 KUHPidanayang menegaskan:“Barang siapa melakukanperbuatan untuk menjalankan peraturanundang-undang, tidak boleh dihukum.”Meskipun status kepegawaian PLN dalam hal iniPetugas P2TL adalah Pegawai persero (swasta), akantetapi oleh karena mereka adalah orang-orang (unsurbarangsiapa) yang dalam melaksanakan tugas,tanggungjawab dan kewajiban hukumnya melakukanupaya P2TL berdasarkan peraturan undang-undangdan peraturan pelaksanaannya, maka Petugas P2TLtidak boleh dihukum.
104
Peraturan Perundang-undangan dan peraturanpelaksanaannya yang dijalankan oleh Petugas P2TLantara lain:- UU No.15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan.- Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2005
tentang Perubahan Atas Peraturan PemerintahNo.10 Tahun 1989 tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik: Angka 14 Pasal 25.
- Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNo.02.P/1991 Tanggal 26 April 1991 tentangHubungan Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umumdengan Massyarakat : Passl 2 (1) e,f,g.
- Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)No.068.K/2000 tanggal 26 April 2000 tentangPenertiban Pemakaian Tenaga Listrik, TagihanSusulan dan Pemutusan Sambungan TenagaListrik: Pasal 26 – Pasal 30 + Pasal 31 – Pasal37.
- Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)No.109.K/039/DIR/1997 Tanggal 27 November1997 tentang Ketentuan Jual Beli Tenaga Listrikdan Penggunaan Piranti Tenaga Listrik YangBerlaku di PT PLN (Persero): Bab VI dan BabVII.Dengan demikian hendaknya Tim Petugas P2TLdiperlengkapi dengan Surat Tugas yangdidalamnya dicantumkan peraturan perundang-undangan ketenagalistrikan beserta peraturanpelaksanaannya tersebut diatas. Selain itu dalamSurat Tugas P2TL tersebut dicantumkan Pasal 50KUHPidana. Sehingga setiap petugas P2TLbenar-benar mendapat perlindungan hukum(pidana).
105
Dengan demikian pula diharapkan AparatKepolisian dapat memahami posisi hukum setiappetugas P2TL yang dilapor-pidanakan olehPelanggan yang resisten atau keberatan karenaterkena penindakan P2TL. Bagaimanapun jugapetugas P2TL melakukan sebagian tugas dantanggungjawab kepolisian dalam menanggulangisuatu tindak pidana. Dalam hal ini tindak pidanapenyalahgunaan tenaga listrik: Pencurian Listrikdan Pengrusakan peralatan-instalasi listrik.Apalagi antara telah ada Kesepahaman-Bersama(Memori of Understanding – MoU) antaraDireksi PT PLN (Persero) dengan KepalaKepolisian RI tentang Operasi Pencurian Listrik(OPAL).Penegakan hukum P2TL sangat diperlukanmengingat kerugian negara yang ditimbulkannyasangat besar, dan meluas pada semakinterbatasnya penyediaan tenaga listrik ditengah-tengah semakin bertumbuhnya kebutuhan listrikanggota masyarakat untuk kehidupan yang lebihbaik.
Terhadap hasil temuan pelanggaran ataupenyalagunaan tenaga listrik oleh Pelanggan,dilakukan tindak lanjut hasil temuan P2TL tersebutdengan cara:a. Mengajukan Surat Tagihan pembayaran Tagihan
Susulan yang dikenakan terhadap Pelanggan yangbersangkutan.
b. Mengajukan Laporan Polisi terhadap Pelanggan yangbersalah dan harus bertanggungjawab.
106
c. Mengajukan Gugatan ganti-rugi terhadap Pelangganyang bersangkutan di Pengadilan Negeri.
4. Modus Operandi Penyalahgunaan Tenaga Listrik
Listrik merupakan salah satu benda tidak berwujud yangpengadaan dan pemanfaatannya sangat terkait denganperkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologikelistrikan. Sehingga penyalahgunaannya (maupunpemanfaatannya) dilakukan dengan cara-cara yang terkaitdengan ilmu pengetahuan dan tehnologi kelistrikan, dariyang paling sederhana-konvensional hingga yangtercanggih. Berbagai modus operandi penyalahgunaantenaga listrik yang umum dikenal dengan pencurianlistrik. Namun dengan sangat jelas dan lebih lengkapdikemukakan oleh Lilik Syafruddin....), sebagai berikut:
1. Menyambung langsung sebelum APP
Apabila S // maka kontak K masuk, arus/beban tidakseluruhnya masuk Kwhm karena sebagian instalasirumah dipasok dari saluran yang melalui kontaktor.Ada perbedaan arus masuk dan keluar APP.
K
MCB
L1
L2S
KwhMKwhm
K
__________________________12 Lilik Safrudin Ismail, 2007. P2TL sebagai Tindakan Represif untuk menurunkan
Susut Distribusi. Penyuluhan Hukum P2TL. Hal. 4 - 10.
107
Kasus pencurian tersebut dapat diantisipasi denganmemasang ELCB (Earth Leakage Circuit Breaker)pada kotak APP, dimana fungsi ELCB akanmemutuskan kontak/MCB bila terjadi perbedaan arus/beban pada penghantar phasa dan netral.
2. Memutus kabel Current Transformer (CT) atauPotensial Transformer (PT)
Apabila kabel CT/PT diputus, arus/beban tidakseluruhnya masuk Kwhm, yang terukur di Kwhmtergantung berapa phasa yang diputus.
BEBAN
Kwh meter
CT
PT
DiputusDiputus
Pengamanan kabel sekunder CT/PT sampai terminalKwhm harus dilindungi secara baik, dimana kerusakanpada jalur kabel sekunder CT/PT dapat dideteksi.
3. Mempengaruhi Kwhm secara magnetic.
Apabila magnet yang cukup kuat ditempelkan diluarkotak Kwhm, maka secara magnetic mempengaruhijalannya piringan Kwhm. Modus ini dilakukan padawaktu malam hari/diluar kontrol PLN.
Telah ada kotak Kwhm yang anti magnetic, sehinggapencurian dengan modus seperti ini dapat dihindari.
108
MCB
L1
Diluar kwhm ditempelkan magnet yg cukup kuatkwhm
4. Penon aktifan penghantar netral.
Penghantar netral diputus permanen (S1). S2 berfungsi memutus/menghubungkan
penghantar netral ke Kwhm. Bila S2 di "On" kan, Kwhm berputar, bila di "off"
kan Kwhm tidak berputar. Dengan S1 di "off" kan, terjadi perbedaan arus
masuk dan arus keluar pada Kwhm.
MCB
L
KwhMKwhm
S 1 S 2
Kasus pencurian tersebut dapat diantisipasi denganmemasang ELCB (Earth Leakage Circuit Breaker)pada kotak APP, dimana fungsi ELCB akanmemutuskan kontak/MCB bila terjadi perbedaan arus/beban pada penghantar phasa dan netral.
5. Membalik penghantar phasa menjadi penghantarnetral.
Penghantar phasa instalasi pelanggan menjadipenghantar netral & ditanahkan melalui S2.
109
Bila MCB atau S1 di "off" kan dan S2 di "On" kan,Kwhm tidak berputar karena tidak ada arusmengalir ke Kwhm.
Bila MCB dan S1 di "On" kan dan S2 di "off" kanKwhm berputar.
MCB
L
KwhMKwhm
S2
S1
Kasus pencurian tersebut dapat diantisipasi denganmemasang ELCB (Earth Leakage Circuit Breaker)pada kotak APP, dimana fungsi ELCB akanmemutuskan kontak/MCB bila terjadi perbedaan arus/beban pada penghantar phasa dan netral.
6. Mempengaruhi sudut phasa arus.
Pembebanan open-delta akan terjadi : Arus yang mengalir pada 2 (dua) coil arus Kwhm
adalah selisih secara vektoris arus phasa - phasasedangkan tegangan yang dirasakan oleh coiltegangan Kwhm adalah phasa - netral.
Akibatnya terjadi pergeseran sudut phasa antarategangan dan arus pada coil tegangan dan coil arusKwhm, sehingga momen energi yang terjadi padapiringan Kwhm :- Coil R = PR = Vr.Irs Cos (30?- Q)- Coil S = PS = Vs.Isr Cos (30?+ Q)
Power Factor dapat diatur dengan beban induktifsehingga salah satu menghasilkan momen energinegatip atau piringan Kwhm berputar kekirisedangkan yang satu lagi menghasilkan momenpositip.
110
Momen gaya yang memutar piringan Kwhm adalahselisih kedua momen gaya tersebut.
MM
Kwh meter
rR
RST
N
Trafo las
Berdasarkan analisa dan uji coba di laboratorium,Kwhm tipe non absolut yang saat ini dipakai PLN,dapat diganti dengan Kwhm tipe absolut (mis. typeMC-3).Kwhm tipe absolut tidak terpengaruh dengan arahdaya yang diukurnya, bahkan jika terbalikpunpengawatannya akan tetap mengukur Kwh yang dipakaisecara keseluruhan.Daya pada fasa R dan S adalah penjumlahan dari keduavektor daya dengan variabel : tegangan, arus dan CosQ. Sedangkan arah momen gaya ditentukan olehbesarnya sudut (Q), dan besar sudut tersebut yangdengan menggunakan beban induktif hingga didapatnilai sudut yang menghasil kan momen gaya yangsaling berlawanan pada fasa R dan S.
Irs
It
Vt
Isr
Is Vs
Ir
(30o –
(30o + Q)
Vr
Q
111
Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No.109.K/039/DIR/1997 Pada pasal 7 tidak menyebutkanbatasan Cos Q yang diijinkan peralatan listrik yangdipunyai oleh pelanggan.Namun pada pada Keputusan Direksi PT PLN(Persro) No.68.K/010/DIR/2000, tersiratperhitungan tagihan susulan golongan C, power faktordihitung = 0,85.Didalam pasal-pasal SPJBTL besarnya power faktorperlu dicantumkan sehingga kasus seperti diatas dapatdikatagorikan sebagai tindakan pencurian aliranlistrik.
7. Injeksi arus pada CT.
Dalam rangkaian pengukuran diinjeksi arusdengan menggunakan generator arus.
Injeksi arus dihubungkan pada 2 (dua) titik : A(pentanahan titik bintang sekunder CT) dan B (titikbintang Kwhm yang ditanahkan).
Polaritas arus injeksi berlawanan dengan polaritasarus beban dari CT.
Arus yang dirasakan kwhm adalah selisih arusbeban dari CT dengan arus injeksi dari generatorarus.
Kwh meter
R
S
TA
B
Gen. Arus
112
Kasus ini dapat dicegah dengan tidak mentanahkantitik binang pada terminal Kwhm/tidak disambungkandengan box APP (box APP tipe IIF).
8. Melubangi kotak Kwhm, sewaktu-waktu pelangganmemasukkan benda yang dapat menghambat putaranpiringan Kwhm.
9. Memasang alat "Hemat Energi' diinstalasi pelanggan,dimana pada prinsipnya power faktor (Cos Q)diperkecil sehingga pengukuran Kwhm lebih kecildari yang seharusnya.
Bahkan dibeberapa Unit PLN alat tersebutdirekomendasikan untuk dipakai pelanggan.Keputusan Direksi PT PLN (Persro) No.109.K/039/DIR/1997 Pada pasal 7 tidak menyebutkan batasanCos Q yang diijinkan peralatan listrik yang dipunyaioleh pelanggan.Namun pada pada Keputusan Direksi PT PLN(Persro) No.68.K/010/DIR/2000, tersiratperhitungan tagihan susulan golongan C, power faktor(Cos Q) dihitung = 0,85.Didalam pasal-pasal SPJBTL besarnya power faktorperlu (Cos Q) dicantumkan sehingga kasus sepertidiatas dapat dikatagorikan sebagai tindakan pencurianaliran listrik.
M CB
L
KwhMKwhm
Hemat Energi
113
V = 220 Volt
I = 10 A
Cos
Contoh V x I Cos Q dengan angka-angka & misalkan Resistance jaringan 1 Ohm :
1) 220 x 10 x 0,85 = 1870 Watt, susut jaringan = 102 x 1 = 100 Watt 2) 220 x 17 x 0,50 = 1870 Watt, susut jaringan = 172 x 1 = 289 watt
Kesimpulan : dengan beban pelanggan lebih tinggi ( Arus (I) lebih tinggi,
Cos Q2= 0,5
I = 17 A
Jika disimak secara saksama beberapa modusoperandi penyalahgunaan tenaga listrik tersebut diatas, maka tindakan penyalahgunaan tenaga listriktersebut memenuhi kriteria perbuatan pelanggaranketenagalistrikan sebagaimana yang diatur dalamPasal 2 Surat Keputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor:068K/010/DIR/2000 tanggal 26 April 2000yang menyebutkan unsur-unsur pelanggaran, yaitu:a. Segel rusak atau putus atau terbuka atau tidak
sesuai dengan aslinya;b. APP rusak atau hilang atau tidak bekerja
sebagaimana mestinya;c. Perlengkapan APP rusak atau hilang atau tidak
bekerja sebagaimana mestinya;d. Penggunaan Tenaga Listrik yang tidak sesuai
dengan peruntukkannya;e. Penghantar fasa tertukar dengan penghantar
netral;f. Terdapat Sambungan Langsung;
114
Selain itu juga memenuhi unsur-unsur Pasal 362KUHPidana tentang pencurian, yaitu:a. Mengambil;b. Sesuatu barang;c. Barang itu seluruhnya atau sebagian milik orang
lain;d. Diambil untuk dimiliki secara melawan hukum.
5. Ikhtisar Materi P2TL
I. PERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK(PJBTL)· Keharusan PJBTL : Pasal 6 (2) Peraturan
Menteri PE No.02P/1991· Bentuk PJBTL - Pasal 6 (2) :
- Surat PerjanjianAturan Pelaksanaannya, SK Dir. No.109.K/1997 Psl 10,12,13.
- FormulirBelum ada aturan pelaksanaannya.
· Perbandingan secara Yuridis :- Pihak Perjanjian : 1338 KUHPerdata- Kekuatan Hukum Berlakunya : 1338
KUHPerdata- Kekuatan Hukum Pembuktiannya :- Jika Di-Notariat-kan ( ? ) :
Nilai Pembuktiannya,Menghindari Klausula Baku (Psl.18 jo.Psl.62 UU No.8/1999),Tenaga Listrik sbg benda tidak berwujud.
115
· ISI SPJBTL :- Menurut Peraturan Menteri PE No.02.P/
1991 Pasal 6 (3),- Menurut SK Dir. No.109.K/1997 Pasal 12
& 13.
II. TINDAK PIDANA KETENAGALISTRIKAN· Pencurian Listrik :
Menurut UU No.15/1985 Psl.19 jo. Psl. 362KUHPidana : Pidum,Menurut UU No.20/2002 Psl 60 & Psl 65 :Pidsus.
Perbandingan yuridisnya:- Sistim Pembuktian- Pelaku- Ancaman Pidana Denda
· Pengrusakan Peralatan Instalasi :Pasal 408 KUHPidana,Pasal 409 KUHPidana,Putusan HR 29 Mei 1937,Putusan HR 9 November 1931.Peraturan MPE No.3.P/1991 Psl 14: Pencuriansbgmn KUHP.
Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2005tentang Perubahan Atas Peraturan PemerintahNo.10 Tahun 1989 tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik: Bagian PenjelasanAngka 14 Pasal 25 huruf c sebagai TindakPidana Pencurian.
116
III. PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGALISTRIK (P2TL)· Dasar Hukum P2TL :
- SK Dir. No.068.K/2000 Psl 26 – Psl 30 +Psl 31 – Psl 37,
- Peraturan MPE No.02.P/1991: Psl 2 (1)e,f,g.
- Peraturan Pemerintah RI No.3 Tahun 2005tentang Perubahan Atas PeraturanPemerintah No.10 Tahun 1989 tentangPenyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik:Angka 14 Pasal 25.
- KUHPidana Psl 50 : “Barang siapamelakukan perbuatan untukmenjalankan peraturan undang-undang,tidak boleh dihukum.”
· Sikap Resistensi (Perlawanan) PelangganTerhadap Tim P2TL:a. Laporan Pidana :
- Perbuatan Tidak Menyenangkan (Psl335 KUHPidana),
- Memasuki Pekarangan Tanpa Izin (Psl167 KUHPidana),
- Pemberian Keterangan Palsu (263KUHPidana),
- Pemerasan (Psl. 368 KUHPidana).b. Gugatan Perdata : Provisic. Gugatan TUN : Provisid. Ancaman Kekerasan Pisike. Penafsiran Istilah :
a. Pelanggaran Bukan KesalahanPelanggan,
b. Rekening Lisrik selalu lunas, kenapa adaTagihan Susulan
117
c. Bayar dulu baru tidak diputus ataudisambung,
d. Saksi Tandatangan Berita Acara,tapitidak tahu isinya.
e. Tidak terikat karena tidak tandatanganBerita Acara.
f. Tidak tahu soal ketenagalistrikan.g. Bukan identitas pelanggan.h. Dilarang rusak kunci gardu, segel, tanda
tera, KWhM dll.i. Dilarang masuk gardu.j. Pemakaian turun naik secara signifikan
sesuai pemakaian.k. Pelanggan tidak berada ditempat.l. Petugas P2TL bukan penyidik, tidak
berhak sita barang.m. Petugas P2TL tidak berhak uji tera.n. Kerusakan karena P2TL lalai melakukan
pemeliharaan.
· Upaya Antisipatif PLN:a. Melaksaanakan P2TL secara Intensif &
selengkap mungkin,b. Laporan Pidana : Pencurian Listrik &
Pengrusakan Peralatan Instansi,c. Gugatan Perdata : Ganti rugi – TS & Bungad. Polisi Khusus :
a. Proteksi yuridis dari ResistensiPelanggan,
b. Nilai yuridis BA,c. Nilai yuridis pengambilan barang sbg
bukti,d. Pelatihan & Pengangkatannya : Kapolri
atau Kapolda,
118
e. Kerjasama Tim P2TL : - Kejaksaan- Biro Hukum
ESDM
IV. Contoh Kasus:· Surat Tugas Tim P2TL : - Pasal 50 KUHPidana· Masuk Pekarangan Pelanggan: -
Pemberitahuan ke Pelanggan· Pemeriksaan Instalasi : - Saksi Pihak
Pelanggan· Temuan Tim P2TL :
- Berita Acara- Pengambilan Barang sebagai bukti
· Tindak Lanjut : - Tagihan Susulana. Pemutusan Sementarab. Pemutusan Rampungc. Pidana Pencurian Listrik & Pengrusakan
Instalasid. Perdata Ganti Rugi
119
PENUTUP
PT PLN (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara(BUMN) didirikan sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan danpemegang izin usaha ketenagalistrikan Nasional. Untuk itu berusahadalam bidang penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum dalamarti yang seluas-luasnya dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkanprinsip pengelolaan perusahaan.
Perkembangan kebutuhan akan tenaga listrik sebagai salah satukomoditas primadona untuk kehidupan yang lebih baik, membukapeluang bisnis kelistrikan semakin strategis. Hal ini membutuhkanpenambahan Modal Dasar PT PLN (Persero) yang cukup besar.
Penetapan tarif dasar listrik negara oleh Presiden atas usul Menteriterkait (ESDM) yang didasarkan atas pertimbangan kepentingan dankemampuan masyarakat sangat mempengaruhi tingkat kemampuanpersero untuk memupuk keuntungan guna meningkatkan nilaiperusahaan.
Penetapan tarif dasar listrik yang tidak sebanding dengan biayaoperasional pengadaan dan penyaluran tenaga listrik, membawakonsekuensi pemberian subsidi pemerintah kepada PT PLN (Persero).Penegakan hukum P2TL sangat diperlukan mengingat kerugian negarayang ditimbulkannya sangat besar, dan meluas pada semakin terbatasnyapenyediaan tenaga listrik ditengah-tengah semakin bertumbuhnyakebutuhan listrik anggota masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik.Untuk itu perlindungan hukum (pidana) terhadap setiap personil petugasP2TL sangat menunjang "spirit" pelaksanaan penegakan hukum terhadaptindak pidana penyalahgunaan tenaga listrik.
120
DAFTAR PUSTAKA
Arief Amrullah M, 2004. Kejahatan Korporasi. Bayumedia Publish-ing, Malang.
Lilik Safrudin Ismail, 2007. P2TL sebagai Tindakan Represif untukmenurunkan Susut Distribusi. Penyuluhan Hukum P2TL.
Muladi.1991.Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum
Pidana. Sekolah Tinggi Hukum Bandung.Pohan, A Partomuan,2007. Fiduciary Duties of Companies Directors.
Diklat Konsultan Hukum Pasar Modal LMKA PasarModal – HKHPM,Jakarta.
Sastrawidjaja, Man Suparman, 2005. Kedudukan UNPAD sebagai
Badan Hukum Publik. Jurnal Penegakan Hukum,FakultasHukum UNPAD.
————————— 2004. Status Hukum Karyawan BUMN Setelah
Berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
Tentang BUMN. Seminar Sosialisasi Program danKebijakan Kementrian BUMN 2004,Bandung.
Sahetapy,J.E.2002.Kejahatan Korporasi.Refika Aditama,Bandung.Sentosa Sembiring, 2005. Hukum Perusahaan Dalam Peraturan
Perundang-undangan. Nuansa Aulia, Bandung.Sutan Remy Sjahdeini, 2006. Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi. Grafiti Pers, Jakarta.Kitab Undang Undang Hukum PerdataKitab Undang Undang Hukum DagangUU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan TerbatasUU No.20 Tahun 2002 tentang KetenagalisrikanUU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan
121
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1994Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik NegaraMenjadi Perusahaan Perseroan (Persero)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.02.P/451/M.PE/1991tentang Hubungan Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan DanPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan UmumDengan Masyarakat
Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.03.P/451/M.PE/1991Tentang Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik
SK Dir PT PLN (Persero) No.109.K/039/DIR/1997 tentang KetentuanJual Beli Tenaga Listrik dan Penggunaan Piranti Tenaga Listrik yangBerlaku di PT PLN (Persero)
SK Dir PT PLN (Persero) No.68K/010/DIR/2000 tentang PenertibanPemakaian Tenaga Listrik, Tagihan Susulan dan Pemutusan SambunganTenaga Listrik
122
Lampiran 1UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 15 TAHUN 1985TENTANG
KETENAGALISTRIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, gunamewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiildan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa tenaga listrik sangat penting artinya bagi peningkatankesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untukmendorong peningkatan kegiatan ekonomi pada khususnya, dan olehkarenanya usaha penyediaan tenaga listrik, pemanfaatan, danpengelolaannya perlu ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalamjumlah yang cukup dan merata dengan mutu pelayanan yang baik;
c. bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang berkesinambungandi bidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimalmemanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenagalistrik, sehingga menjamin tersedianya tenaga listrik;
d. bahwa untuk mencapai maksud tersebut di atas dan karena Ordonansitanggal 13 September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangandan Penggunaan Saluran untuk Penerangan Listrik dan PemindahanTenaga dengan Listrik di Indonesia yang dimuat dalam Staatsblad Tahun1890 Nomor 190 yang telah beberapa kali diubah, terakhir denganOrdonansi tanggal 8 Pebruari 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor63) yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dankebutuhan pembangunan di bidang ketenagalistrikan, perlu disusunUndang-undang tentang Ketenagalistrikan;
123
Mengingat :Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan
dan pemanfaatan tenaga listrik.2. Tenaga listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang
dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macamkeperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat.
3. Penyediaan tenaga listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai dari titikpembangkitan sampai dengan titik pemakaian.
4. Pemanfaatan tenaga listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai darititik pemakaian.
5. Kuasa Usaha Ketenagalistrikan adalah kewenangan yang diberikan olehPemerintah kepada badan usaha milik negara yang diserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik untukkepentingan umum, dan diberi tugas untuk melakukan pekerjaan usahapenunjang tenaga listrik.
6. Izin Usaha Ketenagalistrikan adalah izin yang diberikan oleh Pemerintahkepada koperasi atau swasta untuk melakukan usaha penyediaan tenagalistrik untuk kepentingan umum atau kepada koperasi, swasta, dan badanusaha milik negara atau lembaga negara lainnya untuk melakukan usahapenyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
7. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenaga-listrikan.
124
BAB IILANDASAN DAN TUJUAN
PEMBANGUNAN KETENAGALISTRIKAN
Pasal 2Pembangunan ketenagalistrikan berlandaskan asas manfaat, asas adil dan merata,asas kepercayaan pada diri sendiri, dan kelestarian lingkungan hidup.
Pasal 3Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraandan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatankegiatan ekonomi.
BAB IIISUMBER ENERGI UNTUK TENAGA LISTRIK
Pasal 4(1) Sumber daya alam yang merupakan sumber energi yang terdapat di
seluruh Wilayah Republik Indonesia dimanfaatkan semaksimal mungkinuntuk berbagai tujuan termasuk untuk menjamin keperluan penyediaantenaga listrik.
(2) Kebijaksanaan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untuk tenagalistrik ditetapkan Pemerintah dengan memperhatikan aspek keamanan,keseimbangan, dan kelestarian lingkungan hidup.
BAB IVPERENCANAAN UMUM KETENAGALISTRIKAN
Pasal 5(1) Pemerintah menetapkan rencana umum ketenagalistrikan secara
menyeluruh dan terpadu.(2) Dalam menyusun rencana umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pemerintah wajib memperhatikan pikiran dan pandangan yang bidupdalam masyarakat.
125
BAB VUSAHA KETENAGALISTRIKAN
Pasal 6(1) Usaha ketenagalistrikan terdiri dari :
a. usaha penyediaan tenaga listrik;b. usaha penunjang tenaga listrik.
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)huruf a dapat meliputi jenis usaha :a. pembangkitan tenaga listrik;b. transmisi tenaga listrik;c. distribusi tenaga listrik.
(3) Usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)huruf b meliputi:a. konsultansi yang berhubungan dengan ketenagalistrikan;b. pembangunan dan pemasangan peralatan ketenagalistrikan;c. pemeliharaan peralatan ketenagalistrikan;d. pengembangan teknologi peralatan yang menunjang penyediaan
tenaga listrik.Pasal 7
(1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh Negara dandiselenggarakan oleh badan usaha milik negara yang didirikanberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaiPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
(2) Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih meratadan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaantenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), baik untukkepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri, sepanjang tidakmerugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenagalistrik berdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
(3) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dikecualikan bagi usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingansendiri yang jumlah kapasitasnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
126
Pasal 8Pemberian Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
Ketentuan mengenai usaha penunjang tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 10Untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan usaha penyediaan tenaga listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang belum atau tidak dapatdilaksanakan sendiri, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dapat bekerja-sama dengan badan usaha lain setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 11(1) Untuk kepentingan umum, Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan
dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umumdalam melaksanakan usaha-usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) diberi kewenangan untuk :a. melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah
permukaan;b. melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;c. melintasi jalan umum dan jalan kereta api.
(2) Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturanperundang-undangan yang berlaku, untuk kepentingan umum PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum juga diberi kewenanganuntuk :a. masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya
untuk sementara waktu;b. menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah;c. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas
atau di bawah tanah;d. menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang
menghalanginya.
127
Pasal 12(1) Untuk kepentingan umum, mereka yang berhak atas tanah, bangunan,
dan tumbuh-tumbuhan mengizinkan Pemegang Kuasa Usaha Ketenaga-listrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk KepentinganUmum melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalamPasal 11 ayat (2), dengan mendapatkan imbalan ganti rugi kecuali tanahNegara, bagi Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepadaPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum baru dapat melakukanpekerjaannya setelah ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)diselesaikan.
Pasal 13Kewajiban untuk memberi ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12tidak berlaku terhadap mereka yang mendirikan bangunan, menanam tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain di atas tanah yang akan atau sudah digunakan untukusaha penyediaan tenaga listrik dengan tujuan untuk memperoleh ganti rugi.
Pasal 14Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksud dalamPasal 12 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
BAB VIHUBUNGAN ANTARA PEMEGANG KUASA USAHA
KETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN USAHAKETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGANMASYARAKAT DALAM USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
Pasal 15(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum wajib :a. menyediakan tenaga listrik;b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat;c. memperhatikan keselamatan kerja dan keselamatan umum.
128
(2) Ketentuan tentang hubungan antara Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan UntukKepentingan Umum dengan masyarakat yang menyangkut hakkewajiban, dan tanggung jawab masing-masing diatur dengan PeraturanPemerintah.
Pasal 16Pemerintah mengatur harga jual tenaga listrik.
BAB VIIPENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
Pasal 17Syarat-syarat penyediaan, pengusahaan, pemanfaatan, instalasi, dan standardisasiketenagalistrikan diatur oleh Pemerintah.
BAB VIIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 18(1) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap
pekerjaan dan pelaksanaan usaha ketenagalistrikan.(2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1)terutama meliputi keselamatan kerja, keselamatan umum,pengembangan usaha, dan tercapainya standardisasi dalam bidangketenagalistrikan.
(3) Tata cara pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IXKETENTUAN PIDANA
Pasal 19Barang siapa menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya merupakan tindakpidana pencurian sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang HukumPidana.
129
Pasal 20(1) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa Kuasa
Usaha Ketenagalistrikan atau Izin Usaha Ketenagalistrikan, dipidanadengan pidana penjara selama-lamanya 6 (enam) tahun atau dendasetinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagiusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri sebagaimanadimaksud dalam Pasal 7 ayat (3).
(3) Barang siapa melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tidak memenuhikewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dipidanadengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun atau dendasetinggi-tingginya Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan dicabutUsaha Ketenagalistrikannya.
Pasal 21(1) Barang siapa karena kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorang
karena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya5 (lima) tahun.
(2) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan olehPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7(tujuh) tahun.
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemegang KuasaUsaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikanjuga diwajibkan untuk memberi ganti rugi.
(4) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksuddalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha
Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang tidak menaatiketentuan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1)dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan ataudenda setinggi-tingginya Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenakanpidana tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
130
Pasal 23(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, dan
Pasal 21 adalah kejahatan.(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah
pelanggaran.
BAB XPENYIDIKAN
Pasal 24(1) Selain pejabat penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana,
penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya dapat juga dilakukan olehPejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diangkat sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang :a. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;b. melakukan penelitian terhadap orang atau badan yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan;c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan
sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidangketenagalistrikan;
d. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapatbahan bukti dan melakukan penyitaan terhadap bahan yangdapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang ketenagalistrikan;
e. melakukan tindakan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
BAB XIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25Dengan berlakunya Undang-undang ini peraturan pelaksanaan di bidangketenagalistrikan yang telah dikeluarkan berdasarkan Ordonansi tanggal 13September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan PenggunaanSaluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di
131
Indonesia (“Bepalingen omtrent den aanleg en het gebruik van geleidingen voorelectrische verlichting en het overbrengen van kracht door middel van electriciteitin Nederlandsch-Indie”) yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1980 Nomor 190yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonan- si tanggal 8 Pebruari1934 yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, tetap berlaku,sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini atau belum diganti ataudiubah berdasarkan Undang-undang ini.
BAB XIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 26Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi tanggal 13September 1890 tentang Ketentuan Mengenai Pemasangan dan PenggunaanSaluran untuk Penerangan Listrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik diIndonesia (“Bepalingen omtrent den aanleg en het gebruik van geleidingen voorelectrische verlichting en het overbrengen van kracht door middel van electriciteitin Nederlandsch-Indie”) yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari1934 yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, dinyatakan tidakberlaku lagi.
Pasal 27Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1985PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTODiundangkan di Jakartapada tanggal 30 Desember 1985MENTERI/SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO, S.H.
132
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 15 TAHUN 1985
TENTANGKETENAGALISTRIKAN
UMUM
Dalam upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupanbangsa, tenaga listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi negarasebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hiduporang banyak perlu dipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.Di samping itu tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalampembangunan nasional pada umumnya dan sebagai salah satu pendorong kegiatanekonomi pada khususnya dalam rangka mewujudkan masyarakat adil danmakmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Mengingat arti penting dan jangkauan ketenagalistrikan sebagaimanadimaksud di atas, maka penyediaan tenaga listrik dikuasai Negara, yangpelaksanaannya dilakukan oleh badan usaha milik negara melalui pemberianKuasa Usaha.
Penyelenggaraan usaha penyediaan tenaga listrik yang cukup dalam jumlah, mutu,dan keandalannya dengan harga yang terjangkau masyarakat merupakan masalahutama yang perlu diperhatikan seiring dengan upaya pemanfaatan semaksimalmungkin sumber-sumber energi bagi penyediaan tenaga listrik dengan tetapmemperhatikan keamanan, keseimbangan, dan kelestarian lingkungan hidup.Badan usaha milik negara yang melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrikdibentuk untuk itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlakusebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan.Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata dan untuklebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik baikuntuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan sendiri, sepanjang tidakmerugikan kepentingan negara, dapat diberikan kesempatan yang seluas-luasnyakepada koperasi dan badan usaha lain untuk menyediakan tenaga listrikberdasarkan Izin Usaha Ketenagalistrikan.
133
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum, dalam melaksanakan usahapenyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum diberikan kewenangan untukmelakukan perbuatan tertentu sepanjang tidak bertentangan dan denganmemperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku misalnya masukke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk sementara waktu,menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah, melintas di atas ataudi bawah bangunan yang dibangun di atas atau di bawah tanah, dan menebangatau memotong tumbuh-tumbuhan yang mengahalanginya.Kewenangan tersebut diberikan demi untuk kepentingan umum dalam rangkamenunjang kelancaran pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik itu sendiri.Namun demikian, karena tujuan pembangunan ketenagalistrikan untukkesejahteraan dan kemakmuran rakyat, maka dalam Undang-undang ini jugaditegaskan hak-hak rakyat dan kewajiban Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan UntukKepentingan Umum terhadap rakyat. Di samping itu, apabila badan usaha lainbaik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukumdan perorangan yang mendapatkan Izin Usaha Ketenagalistrikan UntukKepentingan Sendiri dalam melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrikmempunyai kelebihan tenaga listrik, maka kelebihan tenaga listriknya dapat dijualuntuk kepentingan umum. Untuk itu badan usaha lain tersebut harus mengajukanIzin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum terlebih dahulu kepadaPemerintah.Hak-hak rakyat sebagaimana dimaksud di atas, antara lain untuk mendapatkanganti rugi yang layak dan adil atas tanah atau kerusakan bangunan dalam rangkapelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik. Di samping itu rakyat berhak pulamendapatkan pelayanan yang wajar untuk memperoleh tenaga listrik, denganmempertimbangkan kemampuan yang ada.Karena tujuan pembangunan ketenagalistrikan untuk kesejahteraan dankemakmuran rakyat, maka harga jual tenaga listrik diatur oleh Pemerintah agardapat terjangkau oleh rakyat dalam bentuk harga yang wajar.Dalam Undang-undang ini, selain diatur hak dan kewajiban Pemegang KuasaUsaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan sertamasyarakat yang menggunakan tenaga listrik, juga diatur sanksi yang cukupberat terhadap tindak pidana yang menyangkut ketenagalistrikan, mengingat sifatbahaya dari tenaga listrik dan akibat yang ditimbulkannya.
134
Mengenai kelalaian yang mengakibatkan matinya orang diatur secara khususdalam Undang-undang ini, sedang ketentuan mengenai kejahatan terhadap nyawa,penganiayaan dan yang menyebabkan lukanya seseorang disebabkan karenatenaga listrik atau karena penyalahgunaan tenaga listrik sepanjang tidak diaturdalam Undang-undang ini berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam KitabUndang-undang Hukum Pidana, sedangkan penggantian kerugian sebagai akibatdari hal tersebut di atas disesuaikan dengan Undang-undang yang berlaku. Disamping itu pembinaan dan pengawasan merupakan hal yang tidak dapatdiabaikan dan dalam Undang-undang ini mendapat perhatian, denganmemberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menetapkan pedomannyaserta melakukan pengendalian, bimbingan, dan penyuluhan. Undang-undang inidimaksudkan sebagai pengganti Ordonansi tanggal 13 September 1890 tentangKetentuan Mengenai Pemasangan dan Penggunaan Saluran untuk Peneranganlistrik dan Pemindahan Tenaga dengan Listrik di Indonesia (“Bepalingen omtrentden aanleg en het gebruik van geleidingen voor electrische verlichting en hetoverbrengen van kracht door middel van electriciteit in Nederlandsch Indie”)yang dimuat dalam Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190 yang telah beberapakali diubah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 8 Pebruari 1934 yang dimuatdalam Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63, yang selama ini digunakan sebagaipedoman pengaturan di bidang ketenagalistrikan, karena tidak sesuai lagi denganperkembangan keadaan, sekaligus dalam rangka pembinaan hukum nasionalsebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
PASAL DEMI PASALPasal 1
Angka 1Dalam Undang-undang ini digunakan istilah ketenagalistrikan,bukan listrik, kelistrikan, ataupun tenaga listrik karena :a. listrik berarti meliputi tenaga listrik (“electric power”)
dan juga listrik untuk kepentingan komunikasi danelektronika (“electronics’);
b. kelistrikan berarti hal-hal yang menyangkut listrik;c. tenaga listrik berarti hanya terbatas pada pengertian
tenaganya (“power”);d. ketenagalistrikan berarti segala sesuatu yang
menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listriktermasuk usaha penunjangnya.
135
Angka 2Cukup jelas
Angka 3Titik pembangkitan adalah instalasi di mana tenaga listrikdibangkitkan.Titik pemakaian adalah instalasi di mana tenaga listrik tersebutsiap untuk dimanfaatkan.
Angka 4Cukup jelas
Angka 5Cukup jelas
Angka 6Cukup jelas
Angka 7Cukup jelas
Pasal 2Pengertian pembangunan dalam pasal ini meliputi pengembangan danpengusahaannya.Asas manfaat yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan ketenagalistrikanharus dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dankemakmuran rakyat.Asas adil dan merata yaitu bahwa hasil-hasil pembangunanketenagalistrikan yang dicapai dalam pembangunan harus dapat dinikmatisecara merata oleh seluruh rakyat.Asas kepercayaan kepada diri sendiri yaitu bahwa segala usaha dankegiatan dalam pembangunan ketenagalistrikan harus mampumembangkitkan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.Pelaksanaan pembangunan ketenagalistrikan harus dilakukan denganmemperhatikan keseimbangan sumber daya alam dan kelestarianlingkungan hidup.
Pasal 3Cukup jelas
Pasal 4Ayat (1)
Jenis sumber daya alam yang merupakan sumber energi yangada dalam wilayah Negara Republik Indonesia, antara lain,adalah batu bara, minyak dan gas bumi, mineral radioaktif, air,panas bumi, sinar surya, angin, panas lautan, kayu, tumbuh-tumbuhan, dan biomassa lainnya serta sumber alam hewani.
136
Sumber energi yang terdapat dalam alam ini, yaitu sumber energiprimer, ada yang langsung dapat digunakan (misalnya batubaradan kayu) dan ada yang harus diubah lebih dahulu menjadi energisekunder sebelum dapat digunakan.Salah satu bentuk energi sekunder yang dikenal adalah tenagalistrik. Sumber-sumber energi primer tersebut di atas, baik yangtelah maupun yang belum diserahkan pengelolaannya kepadaDepartemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemendimanfaatkan semaksimal mungkin untuk menjamin penyediaantenaga listrik.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 5Ayat (1)
Rencana umum ketenagalistrikan adalah rencana yang terpadumeliputi ruang lingkup nasional, yang berisi kebijaksanaan,sasaran, dan sarana pengembangan ketenagalistrikan sebagaipenjabaran Garis-garis Besar Haluan Negara yang digunakansebagai pedoman pelaksanaan bagi Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan.Rencana umum termaksud, yang dinamakan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional, antara lain berisi perkiraankebutuhan tenaga listrik, sasaran penyediaan tenaga listrikmenurut sektor pemakai, daerah, jumlah desa dan rumah tanggayang akan memperoleh listrik (“electrification ratio”), saranapenyediaan tenaga listrik, jenis sumber energi primer, dan danayang tidak diperlukan.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 6Ayat (1)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
137
Ayat (2)Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Cukup jelasHuruf c
Cukup jelasAyat (3)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cCukup jelas
Huruf dCukup jelas
Pasal 7Ayat (1)
Tenaga listrik mempunyai kedudukan yang penting dalamkehidupan masyarakat, karena menguasai hajat hidup orangbanyak, oleh karena itu usaha penyediaan tenaga listrik padadasarnya dilakukan oleh negara.
Ayat (2)Di samping badan usaha milik negara sebagai Pemegang KuasaKetenagalistrikan, sepanjang tidak merugikan kepentinganNegara, kepada koperasi dan badan usaha lain baik yangberbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badanhukum, diberikan kesempatan seluas-luasnya berdasarkan IzinUsaha Ketenagalistrikan, guna meningkatkan kemampuannegara dalam memenuhi kebutuhan listrik secara merata.Dalam melaksanakan peranan tersebut di atas, koperasi danbadan usaha lain dapat melakukan kerjasama dengan badanusaha lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Ayat (3)Cukup jelas
138
Pasal 8Izin Usaha Ketenagalistrikan kepada koperasi dan badan usaha lainnyadiberikan dengan cara sesederhana mungkin dengan memperhatikan asaspemerataan.
Pasal 9Cukup jelas
Pasal 10Kerjasama yang dilakukan oleh Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dengan badan usaha lain dimaksudkan untukmenunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya berdasarkan peraturanperundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 11Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan kepentingan umum ialah bahwa usahaketenagalistrikan tersebut dilaksanakan untuk kepentinganmasyarakat.
Ayat (2)Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang IzinUsaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalammelaksanakan kewenangannya wajib menunjukkan surat kuasa/izin usaha atau salinannya yang sah kepada mereka yang berhakatas tanah, bangunan, dan tumbuh-tumbuhan, denganmemberitahukan tentang maksud dan tempat-tempat pekerjaanyang akan dilakukan.
Pasal 12Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelasAyat (3)
Yang dimaksud dengan “diselesaikan” ialah bahwa ganti rugiatas harga yang layak telah dibayar lunas atau telah mendapatkanpenggantian dalam bentuk lain, misalnya antara lain ditukardengan tanah di tempat lain yang sepadan atau seimbang.
139
Pasal 13Pengertian “akan digunakan” meliputi jangka waktu sejak ditetapkannyaKeputusan Kepala Daerah mengenai rencana penggunaan tanah untukusaha penyediaan tenaga listrik sampai berakhirnya batas waktu yangditetapkan. Pada jangka waktu tersebut pemegang hak atas tanah tidakdiizinkan untuk mengadakan perubahan mengenai hak atas tanah,bangunan, dan tumbuh-tumbuhan di atasnya. Apabila jangka waktu yangditetapkan dalam Keputusan tersebut telah dilampaui dan ternyatapembangunan sarana untuk usaha penyediaan tenaga listrik tidak jadidilaksanakan, maka Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atauPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan wajib memberikan ganti rugiatas pembatalan penggunaan tanah yang bersangkutan. Orang-orangyang bertujuan untuk memperoleh ganti rugi, dengan mendirikanbangunan atau menanam tumbuh-tumbuhan di atas tanah yang akan atausudah digunakan untuk usaha penyediaan tenaga listrik, tidak diberikanganti rugi.
Pasal 14Cukup jelas
Pasal 15Ayat (1)
Penyediaan tenaga listrik kepada masyarakat oleh PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk kepentingan Umum wajib diberikandengan mutu dan keandalan yang baik dan dengan pelayananyang cepat, mudah, dan layak.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 16Dalam mengatur dan menetapkan harga jual tenaga listrik, Pemerintahsenantiasa memperhatikan kepentingan rakyat serta kemampuan darimasyarakat. Tingkat harga berpedoman pada kaidah-kaidah industridan niaga yang sehat dengan memperhatikan antara lain hal-hal sebagaiberikut :a. atas dasar biaya produksi dengan memperhatikan efisiensi
pengusahaan;b. kelangkaan sumber energi primer yang digunakan;c. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai;d. tersedianya sumber dana untuk investasi.
140
Untuk memenuhi permintaan tenaga listrik dari semua kelompok pemakaimenurut sifat dan penggunaannya diadakan berbagai macam golonganpemakai berdasarkan sifat pemakaiannya.Harga jual tenaga listrik antara Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan ditetapkanoleh Pemerintah atas dasar kesepakatan kedua belah pihak.Penjualan atau pembelian tenaga listrik ke atau dari luar negeri diaturoleh Pemerintah.
Pasal 17Pengusahaan adalah segala kegiatan usaha dan pengelolaan sarana yangmenyangkut pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.Instalasi adalah bangunan sipil dan elektromekanik, mesin-mesin,peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untukpembangkitan, transformasi, penyaluran, distribusi, dan pemanfaat “ap-pliances”) tenaga listrik.Standardisasi adalah standardisasi sistem, standardisasi instalasi,standardisasi peralatan, dan standardisasi pemanfaat tenaga listrik.
Pasal 18Ayat (1) dan Ayat (2)
Pembinaan dan pengawasan merupakan suatu urutan prosesyang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam melakukan pembinaandan pengawasan Pemerintah menetapkan pedoman untukmelakukan pengendalian, bimbingan, dan penyuluhan sertamengawasinya atas pekerjaan dan pelaksanaan usahaketenagalistrikan dalam mencapai tujuan usahanya termasukpengembangan usahanya secara berhasil guna dan berdaya guna.
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 19Cukup jelas
Pasal 20Ayat (1)
Sanksi pidana yang diberikan cukup berat mengingat sifat bahayadari tenaga listrik dan akibat yang dapat ditimbulkan cukup luas.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
141
Pasal 21Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelasAyat (3)
Ganti rugi dalam ayat (1) dimaksudkan santunan, bukan gantirugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Ayat (4)Cukup jelas.
Pasal 22Ayat (1)
Kewajiban tersebut dalam Pasal 15 ayat (1) pada hakikatnyamelekat pada Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan sejak diberikan KuasaUsaha dan Izin Usaha, namun ketentuan ini baru dapatditerapkan bila Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk KepentinganUmum tidak memenuhi kewajiban sesudah ada hubungan hukumdengan masyarakat pelanggan.
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 23Ayat (1)
Cukup jelasAyat (2)
Cukup jelasPasal 24
Ayat (1)Penyidikan atas perbuatan pidana yang diatur dalam Undang-Undang ini memerlukan keahlian dalam bidang ketenagalistrikan,sehingga perlu adanya petugas khusus untuk melakukanpenyidikan di samping penyidik yang biasanya bertugas menyidiktindak pidana. Petugas yang dimaksud adalah antara lain pegawaiyang bertugas di Instansi yang bertanggung jawab di bidangketenagalistrikan. Sedangkan yang dimaksud dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku ialah Undang-undang Nomor8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana beserta peraturanpelaksanaannya.
142
Ayat (2)Cukup jelas
Pasal 25Cukup jelas
Pasal 26Cukup jelas
Pasal 27Cukup jelas
143
Lampiran 2UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20 TAHUN 2002TENTANG
KETENAGALISTRIKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :a. bahwa tenaga listrik sangat bermanfaat untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkanperekonomian dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmuryang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa penyediaan tenaga listrik perlu diselenggarakan secara efisienmelalui kompetisi dan transparansi dalam iklim usaha yang sehat denganpengaturan yang memberikan perlakuan yang sama kepada semua pelakuusaha dan memberikan manfaat yang adil dan merata kepada konsumen;
c. bahwa dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga listrik nasional danpenciptaan persaingan usaha yang sehat, perlu diberi kesempatan yangsama kepada semua pelaku usaha untuk ikut serta dalam usaha di bidangketenagalistrikan;
d. bahwa penyediaan tenaga listrik perlu senantiasa memperhati-kankelestarian fungsi lingkungan hidup, konservasi energi dan diversifikasienergi sebagaimana digariskan dalam kebijakan energi nasional,keselamatan umum, tata ruang wilayah, dan pemanfaatansebesar-besarnya barang dan jasa produksi dalam negeri yang kompetitifdan menghasilkan nilai tambah agar dapat menghasilkan pengembanganindustri ketenagalistrikan nasional;
e. bahwa ada wilayah tertentu yang berada pada tahap pem-bangunanyang berbeda dan bahwa sebagian anggota masyarakat berada padatingkat perekonomian yang belum mapan sehingga kepentinganmasyarakat tersebut perlu dilindungi;
144
f. bahwa hak, kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyediaan danpemanfaatan tenaga listrik perlu dilaksanakan dengan baik;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hurufa, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, Undang-undang Nomor15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tidak sesuai lagi denganperkembangan ketenagalistrikan sehingga perlu membentukUndang-undang tentang Ketenagalistrikan yang baru;
Mengingat :Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan PerubahanKeempat Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan persetujuanDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :UNDANG_UNDANG TENTANG KETENAGALISTRIKAN.
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:1. Ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan
dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik.2. Tenaga Listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan,
ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tidaktermasuk listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.
3. Penyediaan Tenaga Listrik adalah pengadaan tenaga listrik mulai darititik pembangkitan sampai dengan titik pemakaian.
4. Pemanfaatan Tenaga Listrik adalah penggunaan tenaga listrik mulai darititik pemakaian.
145
5. Konsumen adalah setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrikdari pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk digunakansebagai pemanfaatan akhir dan tidak untuk diperdagangkan.
6. Sistem Tenaga Listrik adalah rangkaian instalasi tenaga listrik daripembangkitan, transmisi, dan distribusi yang dioperasikan secara serentakdalam rangka penyediaan tenaga listrik.
7. Pembangkitan Tenaga Listrik adalah kegiatan memproduksi tenagalistrik.
8. Transmisi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatusumber pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen,atau penyaluran tenaga listrik antarsistem.
9. Distribusi Tenaga Listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari sistemtransmisi atau dari sistem pembangkitan kepada konsumen.
10. Penjualan Tenaga Listrik adalah suatu kegiatan usaha penjualan tenagalistrik kepada konsumen.
11. Usaha Penjualan Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usahapenjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung padategangan rendah.
12. Agen Penjualan Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usahapenjualan tenaga listrik kepada konsumen yang tersambung padategangan tinggi dan tegangan menengah.
13. Pengelola Pasar Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usahauntuk mempertemukan penawaran dan permintaan tenaga listrik.
14. Pengoperasian Sistem Tenaga Listrik adalah suatu kegiatan usaha untukmengendalikan dan mengkoordinasikan antarsistem pem-bangkitan,transmisi, dan distribusi tenaga listrik.
15. Pengelola Sistem Tenaga Listrik adalah penyelenggara kegiatan usahapengoperasian sistem tenaga listrik yang bertanggung jawab dalammengendalikan dan mengkoordinasikan antarsistem pembangkitan,transmisi, dan distribusi, serta membuat rencana pengembangan sistemtenaga listrik.
16. Jaringan Transmisi Nasional adalah jaringan transmisi tegangan tinggi,ekstra tinggi, dan/atau ultra tinggi untuk menyalurkan tenaga listrik bagikepentingan umum yang ditetapkan Pemerintah sebagai jaringan transmisinasional.
146
17. Rencana Umum Ketenagalistrikan adalah rencana pengem-bangansistem penyediaan tenaga listrik yang meliputi bidang pembangkitan,transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang diperlukan untuk memenuhikebutuhan tenaga listrik di suatu wilayah, antarwilayah, atau secaranasional.
18. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik adalah izin untuk melakukan usahapenyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum.
19. Izin Operasi adalah izin untuk mengoperasikan instalasi penyediaantenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
20. Instalasi Tenaga Listrik adalah bangunan sipil, elektromekanik, mesin,peralatan, saluran, dan perlengkapannya yang digunakan untukpembangkitan, konversi, transmisi, distribusi, dan peman-faatan tenagalistrik.
21. Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah usaha yang menunjangpenyediaan tenaga listrik.
22. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah izin untuk melaksanakansatu atau lebih kegiatan usaha penunjang tenaga listrik.
23. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidangketenagalistrikan.
24. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat yang terdiri atas Presiden dan paraMenteri yang merupakan perangkat Negara Kesatuan Republik Indo-nesia.
25. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat DaerahOtonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
26. Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik adalah badan Pemerintah yangmemiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusanyang independen untuk melaksanakan pengaturan dan pengawasanpenyediaan tenaga listrik.
27. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk BadanUsaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi atau swasta,yang didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku, menjalankan jenis usaha bersifat tetap dan terus menerus,bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia.
28. Badan Usaha Milik Negara adalah Badan Usaha yang oleh Pemerintahdiserahi tugas semata-mata untuk melaksanakan usaha penyediaantenaga listrik untuk kepentingan umum.
147
29. Badan Usaha Milik Daerah adalah Badan Usaha yang oleh PemerintahDaerah diserahi tugas melaksanakan usaha ketenagalistrikan.
30. Koperasi adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang seorang ataubadan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkanprinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yangberdasar atas asas kebersamaan yang lingkup usahanya di bidangketenagalistrikan.
31. Swasta adalah badan hukum yang didirikan dan berdasarkan hukum diIndonesia yang berusaha di bidang ketenagalistrikan.
32. Pemanfaat Tenaga Listrik adalah semua produk atau alat yang dalampemanfaatannya menggunakan tenaga listrik untuk berfungsinya produkatau alat tersebut.
33. Ganti kerugian hak atas tanah adalah penggantian atas nilai tanah berikutbangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanahsebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
34. Kompensasi adalah pemberian sejumlah uang kepada pemegang hakatas tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda lain yang terkait dengantanah tanpa dilakukan pelepasan atau penyerahan hak atas tanah,bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang terkait dengantanah.
BAB IIASAS DAN TUJUAN
Pasal 2Penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan menganut asas manfaat, efisiensi,berkeadilan, kebersamaan, optimasi ekonomis dalam pemanfaatan sumber daya,berkelanjutan, percaya dan mengandalkan pada kemampuan sendiri, keamanandan keselamatan, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 3(1) Penyelenggaraan usaha ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin
tersedianya tenaga listrik dalam jumlah cukup, kualitas yang baik, danharga yang wajar untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuranrakyat secara adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatanekonomi yang berkelanjutan.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), usahaketenagalistrikan mendorong Badan Usaha di dalam negeri menjadi lebihefisien dan mandiri agar mampu berperan dan bersaing di dalam dan diluar negeri.
148
BAB IIIPEMANFAATAN SUMBER ENERGI
UNTUK PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK
Pasal 4(1) Pembangkitan tenaga listrik memanfaatkan seoptimal mungkin sumber
energi primer, baik yang tak terbarukan maupun yang terbarukan denganmemperhatikan keekonomiannya yang terdapat di wilayah NegaraKesatuan Republik Indonesia.
(2) Kebijakan penyediaan dan pemanfaatan sumber energi untukpembangkitan tenaga listrik ditetapkan Pemerintah denganmemperhatikan aspek keamanan, keseimbangan, dan kelestarian fungsilingkungan hidup.
(3) Guna menjamin ketersediaan energi primer untuk pembangkitan tenagalistrik, diprioritaskan penggunaan sumber energi setempat dengankewajiban mengutamakan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
BAB IVRENCANA UMUM KETENAGALISTRIKAN
Pasal 5(1) Pemerintah Daerah menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan
Daerah.(2) Pemerintah menetapkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional.(3) Dalam menyusun Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pemerintah wajibmempertimbangkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah danpendapat serta masukan dari masyarakat.
(4) Menteri menetapkan pedoman tentang penyusunan Rencana UmumKetenagalistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 6(1) Pengelola Sistem Tenaga Listrik membuat Rencana Pengem-bangan
Sistem Tenaga Listrik dengan memperhatikan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2).
149
(2) Pada wilayah yang tidak atau belum dapat menerapkan kompetisi, BadanUsaha yang memiliki wilayah usaha wajib membuat Rencana PenyediaanTenaga Listrik berdasarkan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat(2).
Pasal 7Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana pembangunan saranapenyediaan tenaga listrik untuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu,pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik di daerah yang belum berkembang,pembangunan tenaga listrik di daerah terpencil, dan pembangunan listrikperdesaan.
BAB VUSAHA KETENAGALISTRIKAN
Bagian PertamaJenis Usaha
Pasal 8(1) Usaha ketenagalistrikan terdiri dari Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
dan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.(2) Usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
meliputi jenis usaha:a. Pembangkitan Tenaga Listrik;b. Transmisi Tenaga Listrik;c. Distribusi Tenaga Listrik;d. Penjualan Tenaga Listrik;e. Agen Penjualan Tenaga Listrik;f. Pengelola Pasar Tenaga Listrik; dang. Pengelola Sistem Tenaga Listrik.
(3) Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)terdiri atas Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik dan Industri PenunjangTenaga Listrik.
(4) Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat(3) meliputi jenis usaha:a. konsultasi dalam bidang tenaga listrik;b. pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik;
150
c. pengujian instalasi tenaga listrik;d. pengoperasian instalasi tenaga listrik;e. pemeliharaan instalasi tenaga listrik;f. penelitian dan pengembangan;g. pendidikan dan pelatihan; danh. usaha jasa lain yang secara langsung berkaitan denganpenyediaan tenaga listrik.
(5) Industri Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat(3) meliputi jenis usaha:a. Industri Peralatan Tenaga Listrik; danb. Industri Pemanfaat Tenaga Listrik.
Bagian KeduaIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan
Izin Operasi
Pasal 9
(1) Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 ayat (2) di wilayah yang menerapkan kompetisi dapatdilaksanakan oleh Badan Usaha setelah mendapatkan Izin UsahaPenyediaan Tenaga Listrik sesuai dengan jenis usahanya dari BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dibedakan atas:a. Izin Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik;b. Izin Usaha Transmisi Tenaga Listrik;c. Izin Usaha Distribusi Tenaga Listrik;d. Izin Usaha Penjualan Tenaga Listrik;e. Izin Usaha Agen Penjualan Tenaga Listrik;f. Izin Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik; dang. Izin Usaha Pengelola Sistem Tenaga Listrik.
(3) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalamayat (2) dapat dikeluarkan setelah memenuhi persyaratan teknis danpersyaratan administratif serta kelengkapan izin lainnya.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan dan pemberianIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalamayat (1) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar TenagaListrik.
151
(5) Untuk Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik, sebelum diterbitkan IzinUsaha Penyediaan Tenaga Listrik, terlebih dahulu dikeluarkan izin prinsipkepada Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan administratifdan persyaratan teknis.
(6) Apabila dalam batas waktu yang ditetapkan, pemegang izin prinsip atauIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik tidak dapat merealisasikan kegiatanusahanya, izin prinsip atau Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrikdimaksud dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 10
Dalam hal kompetisi tidak atau belum dapat diterapkan, Izin Usaha PenyediaanTenaga Listrik dikeluarkan secara transparan dan akuntabel masing-masing oleh:a. Bupati atau Walikota, untuk usaha penyediaan tenaga listrik di dalam
daerahnya masing-masing yang tidak terhubung dengan Jaringan TransmisiNasional sesuai dengan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah;
b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas kabupaten ataukota, baik sarana maupun energi listriknya, yang tidak terhubung denganJaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana UmumKetenagalistrikan Daerah;
c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik lintas propinsi, baik saranamaupun energi listriknya, yang tidak terhubung ke dalam JaringanTransmisi Nasional atau usaha penyediaan tenaga listrik yang terhubungdengan Jaringan Transmisi Nasional sesuai dengan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional; atau
d. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh BadanUsaha Milik Negara sesuai dengan Rencana Umum KetenagalistrikanNasional.
Pasal 11
(1) Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukanberdasarkan Izin Operasi.
(2) Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikeluar-kanmasing-masing oleh:a. Bupati/Walikota, apabila fasilitas instalasinya berada di dalam
daerah kabupaten/kota;
152
b. Gubernur, apabila fasilitas instalasinya mencakup lintaskabupaten/kota dalam satu provinsi; atau
c. Menteri, apabila fasilitas instalasinya mencakup lintas provinsi.Pasal 12
(1) Pemegang Izin Operasi dalam wilayah yang telah menerapkan kompetisidapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umum setelahmendapat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dari Badan PengawasPasar Tenaga Listrik.
(2) Pemegang Izin Operasi dalam wilayah yang tidak atau belum menerapkankompetisi dapat menjual kelebihan tenaga listrik untuk kepentingan umumsetelah mendapat persetujuan dari pejabat sebagaimana dimaksud dalamPasal 10.
Pasal 13(1) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dapatmenyampaikan teguran tertulis, menangguhkan kegiatan, membekukankegiatan, atau mencabut Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 atau Izin Operasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berdasarkan:a. pelanggaran terhadap salah satu persyaratan yang tercantum
dalam izin;b. pengulangan pelanggaran atas persyaratan izin; dan/atauc. tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan berdasarkan
Undang-undang ini.(2) Sebelum melaksanakan pencabutan Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik atau Izin Operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik, Pemerintah, atau Pemerintah Daerahterlebih dahulu memberikan kesempatan selama jangka waktu tertentukepada Badan Usaha untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 14Ketentuan lebih lanjut mengenai Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 serta Izin Operasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
153
Bagian KetigaUsaha Penyediaan Tenaga Listrik di
Wilayah Kompetisi
Pasal 15(1) Penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi dilakukan secara
bertahap dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.(2) Syarat-syarat untuk penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:a. tingkat harga jual tenaga listrik telah mencapai keekonomiannya;b. kompetisi pasokan energi primer;c. telah dibentuk Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik;d. kesiapan aturan yang diperlukan dalam penerapan kompetisi;e. kesiapan infrastruktur, perangkat keras dan perangkat lunak sistem
tenaga listrik;f. kondisi sistem yang memungkinkan untuk dilakukannya kompetisi;g. kesetaraan Badan Usaha yang akan berkompetisi; danh. syarat-syarat lain yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua Badan
Pengawas Pasar Tenaga Listrik.Pasal 16
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat(2) dilakukan secara terpisah oleh Badan Usaha yang berbeda.
Pasal 17(1) Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan kompetisi.(2) Badan Usaha di bidang pembangkitan tenaga listrik di satu wilayah
kompetisi dilarang menguasai pasar berdasarkan Undang-undang ini.(3) Larangan penguasaan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
meliputi segala tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktikmonopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat antara lain meliputi:a. menguasai kepemilikan;b. menguasai sebagian besar kapasitas terpasang pembangkitan tenaga
listrik dalam satu wilayah kompetisi;c. menguasai sebagian besar kapasitas pembangkitan tenaga listrik
pada posisi beban puncak;d. menciptakan hambatan masuk pasar bagi Badan Usaha lainnya;e. membatasi produksi tenaga listrik dalam rangka mempengaruhi
pasar;
154
f. melakukan praktik diskriminasi;g. melakukan jual rugi dengan maksud menyingkirkan usaha
pesaingnya;h. melakukan kecurangan usaha; dan/ataui. melakukan persekongkolan dengan pihak lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai larangan penguasaan pasar sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18(1) Usaha Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf b tidak dikompetisikan.(2) Usaha Transmisi Tenaga Listrik yang tersambung dengan Jaringan
Transmisi Nasional bersifat terbuka dan memberikan perlakuan setaraterhadap Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik.
(3) Usaha Transmisi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberi-kankesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4) Badan Usaha Transmisi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuh-anjaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha bagiBadan Usaha Transmisi Tenaga Listrik.
Pasal 19(1) Usaha Distribusi Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf c tidak dikompetisikan.(2) Usaha Distribusi Tenaga Listrik bersifat terbuka dan memberikan
perlakuan setara kepada Usaha Penjualan Tenaga Listrik dan AgenPenjualan Tenaga Listrik.
(3) Usaha Distribusi Tenaga Listrik dilaksanakan dengan memberi-kankesempatan pertama kepada Badan Usaha Milik Negara.
(4) Badan Usaha Distribusi Tenaga Listrik wajib memenuhi kebutuhanjaringan baru sesuai dengan rencana pengembangan sistem tenaga listrik.
(5) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik menetapkan wilayah usaha BadanUsaha Distribusi Tenaga Listrik.
Pasal 20(1) Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf d melakukan penjualan tenaga listrik kepada konsumenyang tersambung pada jaringan tegangan rendah dalam wilayah usahatertentu.
155
(2) Wilayah usaha untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik sebagai-manadimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar TenagaListrik.
(3) Usaha Penjualan Tenaga Listrik dapat membeli tenaga listrik dari pasartenaga listrik dan/atau secara bilateral dari pembangkit lain.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembelian tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Keputusan Ketua BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 21(1) Agen Penjualan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf e melakukan pelayanan penjualan tenaga listrik kepadakonsumen yang tersambung pada tegangan tinggi dan tegangan menengah.
(2) Dengan seizin Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, Agen PenjualanTenaga Listrik dapat melakukan penjualan tenaga listrik kepadakonsumen yang tersambung pada tegangan rendah.
(3) Penjualan tenaga listrik untuk konsumen oleh Agen Penjualan TenagaListrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilakukanberdasarkan kompetisi.
(4) Agen Penjualan Tenaga Listrik membeli tenaga listrik dari pasar tenagalistrik dan/atau secara bilateral dari pembangkit tenaga listrik lain.
Pasal 22(1) Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf f dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dantidak berpihak dalam memberikan pelayanan pengelolaan pasar tenagalistrik kepada Badan Usaha yang melakukan transaksi melalui jaringantransmisi tenaga listrik.
(2) Pengelola Pasar Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usaha yangbertransaksi dalam pasar tenaga listrik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas PasarTenaga Listrik.
Pasal 23(1) Pengelola Pasar Tenaga Listrik berfungsi untuk mempertemukan
penawaran dan permintaan tenaga listrik sesuai dengan aturan pasaryang mendorong efisiensi, keekonomian serta iklim kompetisi yang sehat.
156
(2) Ketentuan mengenai aturan pasar sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar TenagaListrik dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
(3) Pengelola Pasar Tenaga Listrik bertugas :a. melakukan koordinasi dengan Pengelola Sistem Tenaga Listrik
dalam penyaluran tenaga listrik;b. mengesahkan harga pasar tenaga listrik dan besarnya tenaga listrik
yang disalurkan;c. memberikan informasi hasil transaksi kepada semua pelaku transaksi
pasar tenaga listrik;d. menyelesaikan semua transaksi pasar tenaga listrik;e. menyelesaikan perselisihan antarpelaku pasar yang timbul dalam
proses transaksi tenaga listrik;f. membuat laporan transaksi dari penjual dan pembeli kepada Badan
Pengawas Pasar Tenaga Listrik; dang. melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan pasar
tenaga listrik yang ditentukan oleh Badan Pengawas Pasar TenagaListrik.
Pasal 24(1) Pengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf g dilaksanakan oleh Badan Usaha yang akuntabel dantidak berpihak dalam memberikan pelayanan operasi sistem tenaga listrikkepada Badan Usaha yang melakukan transaksi melalui jaringan transmisitenaga listrik.
(2) Pengelola Sistem Tenaga Listrik dibiayai bersama oleh Badan Usahayang bertransaksi dalam pasar tenaga listrik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas PasarTenaga Listrik.
Pasal 25(1) Pengelola Sistem Tenaga Listrik berfungsi mengelola operasi sistem
tenaga listrik untuk memperoleh sistem yang andal, aman, dan bermutusesuai dengan aturan jaringan transmisi tenaga listrik yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai aturan jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Ketua BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik.
157
(3) Pengelola Sistem Tenaga Listrik bertugas:a. membuat rencana pengembangan sistem tenaga listrik;b. menjaga tingkat keamanan, mutu, dan keandalan sistem tenaga listrik
sesuai dengan standar yang berlaku;c. membuat prakiraan beban dan rencana pembebanan pembangkit
tenaga listrik berdasarkan informasi Pengelola Pasar Tenaga Listrik;d. mengkoordinasikan rencana pemeliharaan pembangkit dan jaringan
transmisi tenaga listrik;e. memberikan perintah operasi kepada pembangkit dan transmisi
tenaga listrik;f. memberikan informasi kepada Pengelola Pasar Tenaga Listrik untuk
penyelesaian transaksi jual beli tenaga listrik;g. menjamin pasokan tenaga listrik; danh. melakukan tugas lain yang berkaitan dengan pengelolaan sistem
tenaga listrik yang ditetapkan dengan Keputusan Ketua BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 26Kepemilikan Badan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik dan Badan UsahaPengelola Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)diatur dengan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 27Persyaratan dan tata cara pengadaan dan pengangkatan pegawai Pengelola PasarTenaga Listrik dan Pengelola Sistem Tenaga Listrik ditetapkan dengan KeputusanKetua Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 28(1) Dalam hal kegiatan Usaha Transmisi Tenaga Listrik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b, Pengelola Pasar Tenaga Listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f, dan PengelolaSistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)huruf g belum siap untuk dipisahkan, ketiga kegiatan usaha tersebut dapatdilakukan secara bersama dalam satu Badan Usaha dengan fungsi danperan yang terpisah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
(2) Dalam hal kegiatan Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f dan Pengelola Sistem TenagaListrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf g belumsiap untuk dipisahkan, kedua kegiatan usaha tersebut dapat dilakukansecara bersama dalam satu Badan Usaha dengan fungsi dan peran yangterpisah dan dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara.
158
(3) Ketentuan mengenai penggabungan dan pemisahan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan KetuaBadan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 29(1) Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dilarang melakukan
penggabungan usaha dalam suatu jaringan terinterkoneksi pada wilayahyang dikompetisikan yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaanpasar dan persaingan usaha yang tidak sehat.
(2) Penggabungan usaha dalam suatu wilayah yang dikompetisi-kan yangmendorong efisiensi, tetapi tidak mengganggu kom-petisi, dapatdilakukan dengan persetujuan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Bagian KeempatUsaha Penyediaan Tenaga Listrik di Wilayah yang
Tidak atau Belum Menerapkan Kompetisi
Pasal 30(1) Di wilayah yang tidak atau belum dapat menerapkan kompetisi karena
kondisi tertentu, usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 ayat (2) dapat dilakukan secara terintegrasi.
(2) Kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalamayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha MilikDaerah, koperasi, swasta, atau swadaya masyarakat yang ditetapkanoleh Pemerintah.
(3) Dengan pertimbangan pengembangan sistem ketenagalistrikan yang lebihefisien, kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dilaksanakan dengan memberikan kesempatan pertamakepada Badan Usaha Milik Negara.
(4) Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi,swasta, atau swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) wajib memenuhi kebutuhan tenaga listrik di dalam wilayah usahanya.
(5) Dalam hal Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah,koperasi, swasta, atau swadaya masyarakat sebagaimana dimaksuddalam ayat (4) tidak dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik, makaPemerintah Daerah atau Pemerintah berkewajiban memenuhinya.
159
Bagian KelimaUsaha Penunjang Tenaga Listrik
Pasal 31(1) Kegiatan Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (3) dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha setelahmendapatkan Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik dari PemerintahDaerah.
(2) Ketentuan mengenai Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagai-manadimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ketentuan mengenai Izin UsahaPenunjang Tenaga Listrik diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Untuk jenis-jenis Usaha Penunjang Tenaga Listrik sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 ayat (3) yang berkaitan dengan jasa konstruksi diaturtersendiri dalam undang-undang di bidang jasa konstruksi.
BAB VIHAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZINUSAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
DAN KONSUMEN TENAGA LISTRIK
Bagian PertamaHak dan Kewajiban Pemegang
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Pasal 32(1) Untuk kepentingan umum, pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik dalam melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diberikewenangan untuk :a. melintas sungai atau danau baik di atas maupun di bawah permukaan;b. melintas laut baik di atas maupun di bawah permukaan; danc. melintas jalan umum dan jalan kereta api.
(2) Sepanjang tidak bertentangan dan dengan memperhatikan peraturanperundang-undangan yang berlaku, untuk kepen-tingan umum pemegangIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik juga diberi kewenangan untuk :a. masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakan-nya
untuk sementara waktu;
160
b. menggunakan tanah, melintas di atas atau di bawah tanah;c. melintas di atas atau di bawah bangunan yang dibangun di atas atau
di bawah tanah; dand. memotong dan/atau menebang tanaman yang menghalangi-nya.
(3) Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik harus mendapatpersetujuan terlebih dahulu dari pihak yang berhak atas tanah, bangunan,dan/atau tanaman.
Pasal 33Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik wajib :a. menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan
yang berlaku;b. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan
memperhatikan hak-hak konsumen sesuai peraturan perundang-undanganyang berlaku di bidang perlindungan konsumen; dan
c. memperhatikan keselamatan ketenagalistrikan.
Bagian KeduaHak dan Kewajiban Konsumen Tenaga Listrik
Pasal 34(1) Konsumen tenaga listrik mempunyai hak untuk:
a. mendapat pelayanan yang baik;b. mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan
keandalan yang baik;c. memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar;d. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga
listrik; dane. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan
kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang IzinUsaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diaturdalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
(2) Konsumen tenaga listrik mempunyai kewajiban :a. melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul
akibat pemanfaatan tenaga listrik;b. menjaga keamanan instalasi ketenagalistrikan;c. memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya; dand. membayar uang langganan atau harga tenaga listrik sesuai ketentuan
atau perjanjian.
161
(3) Konsumen tenaga listrik bertanggung jawab apabila karena kelalaiannyamengakibatkan kerugian pada pemegang Izin Usaha Penyediaan TenagaListrik.
(4) Konsumen tenaga listrik wajib menaati persyaratan teknis di bidangketenagalistrikan.
BAB VIIPENGGUNAAN TANAH OLEH PEMEGANG
IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK
Pasal 35(1) Untuk kepentingan umum, pihak yang berhak atas tanah, bangunan,
dan tanaman mengizinkan pemegang Izin Usaha Penyediaan TenagaListrik melaksanakan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalamPasal 32 ayat (2), dengan mendapatkan ganti kerugian hak atas tanahatau kompensasi.
(2) Ganti kerugian hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah untuk tanah yang dipergunakan secara langsung oleh pemegangIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, dan untuk bangunan dan tanamandi atas tanah dimaksud.
(3) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sebagaiakibat dari berkurangnya nilai ekonomis atas tanah, bangunan dantanaman yang dilintasi transmisi tenaga listrik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perhitungan kompensasi sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(5) Apabila tanah yang digunakan pemegang Izin Usaha Penyediaan TenagaListrik terdapat bagian-bagian tanah yang dikuasai oleh pemegang hakatas tanah atau pemakai tanah negara, sebelum memulai kegiatan,pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik wajib menyelesaikanmasalah tanah tersebut sesuai peraturan perundang-undangan di bidangpertanahan.
(6) Dalam hal tanah yang digunakan pemegang Izin Usaha PenyediaanTenaga Listrik terdapat tanah ulayat dan yang serupa dari masyarakathukum adat sepanjang kenyataannya masih ada, penyelesaiannyadilakukan oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik denganmasyarakat hukum adat yang bersangkutan sesuai peraturanperundang-undangan di bidang pertanahan dengan memperhatikanketentuan hukum adat setempat .
162
Pasal 36Kewajiban untuk memberi ganti kerugian hak atas tanah atau kompensasisebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) tidak berlaku terhadap merekayang sengaja mendirikan bangunan, menanam tanaman dan lain-lain di atas tanahyang sudah memiliki izin lokasi untuk usaha penyediaan tenaga listrik dan sudahdiberikan ganti rugi atau kompensasi.
Pasal 37(1) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti kerugian hak atas tanah
atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
(2) Ganti kerugian hak atas tanah atau kompensasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 35 dibebankan kepada pemegang Izin Usaha PenyediaanTenaga Listrik.
BAB VIIIHARGA JUAL TENAGA LISTRIK
Pasal 38(1) Harga Jual Tenaga Listrik di sisi pembangkit tenaga listrik dan harga jual
tenaga listrik untuk konsumen tegangan tinggi dan konsumen teganganmenengah didasarkan pada kompetisi yang wajar dan sehat serta diawasioleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(2) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen tegangan rendah diatur olehBadan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
(3) Dalam hal kompetisi baru diterapkan pada pembangkit, harga jual tenagalistrik untuk konsumen diatur oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 39(1) Penetapan biaya penyediaan fasilitas untuk menjaga mutu dan keandalan
tenaga listrik dilakukan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrikberdasarkan kontrak antara Pengelola Sistem Tenaga Listrik denganBadan Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik dan Badan Usaha TransmisiTenaga Listrik.
(2) Pengelola Pasar Tenaga Listrik membayar biaya sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) kepada Badan Usaha Pembangkitan Tenaga Listrik danBadan Usaha Transmisi Tenaga Listrik yang bersangkutan melaluiPengelola Sistem Tenaga Listrik.
163
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme dan besar pembayaransebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur denganPeraturan Pemerintah.
Pasal 40Penetapan harga sewa jaringan transmisi dan harga sewa jaringan distribusi tenagalistrik dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Pasal 41Dalam hal kompetisi tidak atau belum dapat diterapkan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 30 ayat (1), harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur olehPemerintah atau Pemerintah Daerah.
Pasal 42Harga Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal41, biaya penyediaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan hargasewa jaringan transmisi dan harga sewa jaringan distribusi tenaga listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dinyatakan dalam mata uang Rupiah.
Pasal 43Dalam mengatur harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 41, Pemerintah, Pemerintah Daerah atau BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:a. kepentingan nasional;b. kepentingan konsumen;c. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat;d. biaya produksi;e. efisiensi pengusahaan;f. kelangkaan dan sifat-sifat khusus sumber energi primer yang digunakan;g. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem yang dipakai;h. biaya pelestarian fungsi lingkungan hidup;i. kemampuan masyarakat; danj. mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik.
Pasal 44Ketentuan mengenai harga jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal38 dan Pasal 41 serta harga sewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 diaturlebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 45Ketentuan mengenai jual beli tenaga listrik antarnegara diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.
164
BAB IXPENERIMAAN NEGARA
Pasal 46(1) Penerimaan negara di sektor ketenagalistrikan berasal dari penerimaan
perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.(2) Penerimaaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berupa pungutan sarana transmisi dan pungutan sarana distribusitenaga listrik.
(3) Pungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan untukpengembangan jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik di wilayahyang belum berkembang.
(4) Tata cara, penetapan besaran, pengenaan, pemungutan, dan penggunaanPenerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat(2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XLINGKUNGAN HIDUP DAN
KESELAMATAN KETENAGALISTRIKAN
Pasal 47Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan yangdisyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
Pasal 48(1) Setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan
mengenai keselamatan ketenagalistrikan.(2) Ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi standardisasi, pengamanan instalasitenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untuk mewujudkankondisi andal dan aman bagi instalasi dan kondisi aman dari bahayabagi manusia serta kondisi akrab lingkungan.
(3) Setiap instalasi tenaga listrik yang akan beroperasi wajib memiliki sertifikatlaik operasi.
(4) Setiap pemanfaat tenaga listrik yang akan diperjualbelikan wajib memilikitanda keselamatan.
(5) Setiap tenaga teknik dalam usaha ketenagalistrikan wajib memilikisertifikat kompetensi.
165
(6) Ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan, sertifikat laik operasi,tanda keselamatan, dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksuddalam ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan PeraturanPemerintah.
BAB XIPEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK
UNTUK KEPENTINGAN LAIN
Pasal 49(1) Jaringan tenaga listrik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan di luar
penyaluran tenaga listrik.(2) Pemanfaatan jaringan tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan dengan izin pemilik jaringan.(3) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh Menteri.
BAB XIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 50(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Badan Pengawas Pasar Tenaga
Listrik melakukan pembinaan dan pengawasan umum terhadap usahaketenagalistrikan sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) terutama meliputi:a. keselamatan pada keseluruhan sistem penyediaan tenaga listrik;b. pengembangan usaha;c. optimasi pemanfaatan sumber energi setempat, termasuk
pemanfaatan energi terbarukan;d. aspek lindungan lingkungan;e. pemanfaatan proses teknologi yang bersih, ramah lingkungan dan
berefisiensi tinggi pada pembangkitan tenaga listrik;f. pemanfaatan barang dan jasa dalam negeri, termasuk rekayasa dan
kompetensi tenaga teknik;g. keandalan dan kecukupan penyediaan tenaga listrik; danh. tercapainya standardisasi dalam bidang ketenagalistrikan.
(3) Tata cara pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
166
BAB XIIIBADAN PENGAWAS PASAR TENAGA LISTRIK
Pasal 51(1) Untuk mengatur dan mengawasi terselenggaranya kompetisi penyediaan
tenaga listrik, dibentuk satu badan yang disebut Badan Pengawas PasarTenaga Listrik.
(2) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalamayat (1) berfungsi mengatur dan mengawasi usaha penyediaan tenagalistrik di wilayah yang telah menerapkan kompetisi.
Pasal 52Untuk melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik bertugas dan berwenang :a. menjabarkan dan menerapkan kebijakan umum Pemerintah dalam
pengaturan usaha penyediaan tenaga listrik;b. mencegah persaingan usaha tidak sehat;c. mengatur harga jual tenaga listrik pada Usaha Penjualan Tenaga Listrik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), biaya penyediaan fasilitasuntuk menjaga mutu dan keandalan sistem tenaga listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 39, dan harga sewa transmisi dan harga sewa distribusitenaga listrik sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 40;
d. memantau dan mengawasi pelaksanaan ketentuan mengenai pungutan saranatransmisi dan pungutan sarana distribusi tenaga listrik sebagaimana dimaksuddalam Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3);
e. mengawasi harga jual tenaga listrik pada sisi yang dikompetisi-kan padaUsaha Pembangkitan dan Agen Penjualan Tenaga Listrik sebagaimanadimaksud dalam Pasal 38 ayat ( 1);
f. mengatur dan mengawasi Usaha Pengelola Pasar Tenaga Listrik dan UsahaPengelola Sistem Tenaga Listrik;
g. menetapkan wilayah Usaha Distribusi Tenaga Listrik dan Usaha PenjualanTenaga Listrik;
h. menerbitkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk setiap jenis UsahaPenyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
i. i. memastikan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan danketentuan izin dipatuhi oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
j. melakukan dengar pendapat dengan publik dan menetapkan aturanpenanganan pengaduan konsumen.
167
k. memfasilitasi penyelesaian perselisihan yang timbul dalam kompetisi danpelayanan;
l. menerapkan sanksi administratif kepada pemegang Izin Usaha PenyediaanTenaga Listrik atas pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangandan perizinan; dan
m. menjamin pasokan tenaga listrik.Pasal 53
Untuk wilayah yang tidak atau belum dapat menerapkan kompetisi, fungsipengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dilaksanakan oleh Pemerintahatau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.
Pasal 54Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik mengambil keputusan secara akuntabeldan tidak memihak serta menjelaskan secara transparan segala pertimbangandalam pengambilan keputusannya.
Pasal 55(1) Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik bertanggung jawab kepada
Presiden.(2) Anggota Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik paling sedikit terdiri
atas 5 (lima) orang dan paling banyak terdiri atas 11 (sebelas) orang.(3) Ketua dipilih dari dan oleh anggota Badan Pengawas Pasar Tenaga
Listrik, yang merangkap sebagai anggota.(4) Anggota Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik diangkat oleh Presiden
atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.(5) Masa jabatan anggota Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik adalah 5
(lima) tahun dan dapat diangkat kembali maksimal 1 (satu) kali masajabatan berikutnya.
(6) Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongandalam keanggotaan Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, maka masajabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.
Pasal 56Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi, tata kerja, uraian tugas, keanggotaan,kode etik, dan sistem penggajian Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik diaturdengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 57Anggaran untuk pelaksanaan tugas Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrikdiperoleh dari:a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; danb. sumber-sumber lain yang diperbolehkan sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
168
BAB XIVPENYIDIKAN
Pasal 58(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnyadi bidang ketenagalistrikan, diberi wewenang khusus sebagai Penyidiksebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana,untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang ketenagalistrikan.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)berwenang:a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana dalam kegiatan usahaketenagalistrikan;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau Badan Usaha yangdiduga melakukan tindak pidana dalam kegiatan usahaketenagalistrikan;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atautersangka dalam perkara tindak pidana dalam kegiatan usahaketenagalistrikan;
d. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melaku-kan tindakpidana dalam kegiatan usaha ketenagalistrikan;
e. melakukan pemeriksaan sarana dan prasarana kegiatan usahaketenagalistrikan dan menghentikan penggunaan peralatan yangdiduga digunakan untuk melakukan tindak pidana;
f. menyegel dan/atau menyita alat kegiatan usaha ketenagalistrikan yangdigunakan untuk melakukan tindak pidana sebagai alat bukti; dan
g. mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungan-nyadengan pemeriksaan perkara tindak pidana dalam kegiatan usahaketenagalistrikan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)memberitahukan dimulainya penyidikan perkara pidana kepada PejabatPolisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan yang berlaku.
(4) Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
169
BAB XVKETENTUAN PIDANA
Pasal 59(1) Setiap orang yang memberikan informasi palsu, kesaksian palsu, atau
menahan informasi berkaitan dengan usaha ketenaga-listrikan yangmerugikan kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melanggar prinsip kompetisi yang sehat, khususnyadalam melakukan persekongkolan usaha untuk memperolehkeistimewaan atau menghimpun kekuatan monopoli sebagaimanadimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 52 huruf b, dipidana dengan pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 60(1) Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya dengan
maksud untuk memanfaatkan secara melawan hukum, dipidana karenamelakukan pencurian dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahundan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan rusaknya instalasitenaga listrik milik pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listriksehingga mempengaruhi kelangsungan penyediaan tenaga listrik dipidanadengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mengakibatkanterputusnya aliran listrik sehingga merugikan masyarakat dipidana denganpidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyakRp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 61(1) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalamPasal 9 ayat (1) dan Pasal 10, dipidana dengan pidana penjara palinglama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (limaratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa IzinOperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, dipidana dengan pidanapenjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyakRp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
170
(3) Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tidakmemenuhi kewajiban terhadap yang berhak atas tanah, bangunan, dantanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidanapenjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyakRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(4) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dikenakansanksi tambahan berupa pencabutan Izin Usaha Penyediaan TenagaListrik atau Izin Operasi.
Pasal 62(1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan matinya
seseorang karena tenaga listrik, dipidana dengan pidana penjara palinglama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratusjuta rupiah).
(2) Apabila kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan olehpemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan pemegang IzinOperasi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahundan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemegang IzinUsaha Penyediaan Tenaga Listrik dan pemegang Izin Operasi jugadiwajibkan untuk memberi ganti rugi.
(4) Penetapan, tata cara, dan pembayaran ganti rugi sebagaimana dimaksuddalam ayat (3) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Pasal 63Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha penunjang tenaga listrik tanpa izinsebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) diancam dengan pidana kurunganpaling lama 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah).
Pasal 64Setiap orang yang memproduksi, mengedarkan, atau memperjual-belikanpemanfaat listrik yang tidak memiliki tanda keselamatan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 48 ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 65(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini dilakukan
oleh Badan Usaha, pidana dikenakan terhadap Badan Usaha dan ataupengurusnya.
171
(2) Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Badan Usaha, pidana yangdijatuhkan kepada Badan Usaha berupa pidana denda, dengan ketentuanpaling tinggi pidana denda ditambah sepertiganya.
Pasal 66(1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61,
dan Pasal 62 adalah kejahatan.(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dan Pasal 64 adalah
pelanggaran.
BAB XVIKETENTUAN PERALIHAN
Pasal 67Pada saat Undang-undang ini berlaku :a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk Badan Pengawas
Pasar Tenaga Listrik; danb. dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun telah ada wilayah yang
menerapkan kompetisi terbatas di sisi pembangkitan.Pasal 68
Pada saat Undang-undang ini berlaku, terhadap Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan (PKUK) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undangNomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dianggap telah memiliki izinyang terintegrasi secara vertikal yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi,dan penjualan tenaga listrik dengan tetap melaksanakan tugas dan kewajibanpenyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sampai dengandikeluar-kannya Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik berdasarkanUndang-undang ini.
Pasal 69Pada saat Undang-undang ini berlaku :a. peraturan pelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telah dikeluarkan
tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini ataubelum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini;
b. Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum yang telahdikeluarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentangKetenagalistrikan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya kecuali padawilayah yang telah ditetapkan sebagai wilayah yang menerapkan kompetisi,Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum diperbaharui menjadiIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai dengan bidang usahanya;
172
c. Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiri yang telahdikeluarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentangKetenagalistrikan tetap berlaku sampai habis masa berlakunya; dan
d. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik yang telah dikeluarkan berdasarkanUndang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan tetapberlaku sampai habis masa berlakunya.
BAB XVIIKETENTUAN PENUTUP
Pasal 70Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 15Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317), dinyatakantidak berlaku.
Pasal 71Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.
Disahkan di Jakartapada tanggal 23 September 2002
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,ttdMEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakartapada tanggal 23 September 2002SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,ttdBAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002NOMOR 94
173
PENJELASANATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR 20 TAHUN 2002
TENTANGKETENAGALISTRIKAN
UMUMBahwa tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk memajukan kesejahteraanumum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, guna mewujudkan suatumasyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkanPancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam upaya memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupanbangsa, tenaga listrik sebagai bagian dari cabang produksi yang penting baginegara sangat menunjang upaya tersebut. Sebagai salah satu hasil pemanfaatankekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak, tenaga listrik perludipergunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata, adil, danuntuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik,dapat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Badan Usaha MilikNegara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi atau Swasta untuk menyediakantenaga listrik berdasarkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik. Untukpenyediaan tenaga listrik skala kecil, prioritas diberikan kepada Badan Usahakecil dan menengah.
Bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan danberwawasan lingkungan di sektor ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuksecara optimal dan efisien memanfaatkan sumber energi domestik serta energiyang bersih dan ramah lingkungan, dan teknologi yang efisien guna menghasilkannilai tambah untuk pembangkitan tenaga listrik sehingga menjamin tersedianyatenaga listrik yang diperlukan.
Undang-undang ini merupakan landasan dan acuan bagi pelaksanaanrestrukturisasi sektor ketenagalistrikan agar pengelolaan usaha di sektor ini dapatdilaksanakan secara lebih efisien, transparan dan kompetitif. Kompetisi usahapenyediaan tenaga listrik dalam tahap awal diterapkan pada sisi pembangkitan
174
dan di kemudian hari sesuai dengan kesiapan perangkat keras dan perangkatlunaknya akan diterapkan di sisi penjualan. Hal ini dimaksudkan agar konsumenlistrik memiliki pilihan dalam menentukan pasokan tenaga listriknya yangmenawarkan harga paling bersaing dengan mutu dan pelayanan lebih baik.
Perkembangan penerapan kompetisi di sisi penjualan dimulai pada konsumenbesar yang tersambung pada tegangan tinggi, yang kemudian pada konsumentegangan menengah. Untuk mengatur dan mengawasi penyediaan tenaga listrikdi daerah yang telah menerapkan kompetisi dibentuk Badan Pengawas PasarTenaga Listrik. Badan ini yang mengeluarkan aturan yang diperlukan dalammenunjang mekanisme pasar meliputi aturan jaringan (Grid Code), aturandistribusi (Distribution Code), aturan pentarifan (Tariff Code), aturan untuk lelangpengadaan instalasi/sarana penyediaan tenaga listrik (Procurement and Com-petitive Tendering Code) dan lain-lain, termasuk penegakan hukumnya (lawenforcement). Dengan adanya Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, akanmengurangi peranan Pemerintah dalam penetapan regulasi bisnis ketenagalistrikan,namun tidak mengurangi kewenangan Pemerintah sebagai pembuat kebijakan.
Dalam Undang-undang ini selain diatur hak dan kewajiban pengusaha danmasyarakat yang menggunakan tenaga listrik, juga diatur sanksi terhadap tindakpidana yang menyangkut ketenagalistrikan mengingat sifat bahaya dari tenagalistrik dan akibat yang ditimbulkannya. Di samping itu, untuk menjaminkeselamatan manusia di sekitar instalasi, keselamatan pekerja, keamanan instalasidan kelestarian fungsi lingkungan, usaha penyediaan tenaga listrik dan pemanfaatantenaga listrik harus memenuhi ketentuan mengenai keselamatan ketenagalistrikan.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Cukup jelas
Pasal 2Cukup jelas
Pasal 3Cukup jelas
175
Pasal 4 Ayat (1)
Yang dimaksud sumber energi primer tak terbarukan antara lain meliputiminyak bumi, gas bumi, dan batubara, sedangkan sumber energi primerterbarukan antara lain meliputi tenaga air, angin, surya, panas bumi, dan biomassa.
Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelasPasal 5
Ayat (1)Mengingat keadaan ketenagalistrikan yang khas di setiap daerah,Pemerintah Daerah dengan melibatkan pihak-pihak terkait termasukDewan Perwakilan Rakyat Daerah dan memperhatikan keadaan sosialekonomi daerahnya menyusun Rencana Umum KetenagalistrikanDaerah masing-masing. Rencana tersebut mencakup antara lain prakiraankebutuhan tenaga listrik, potensi sumber energi primer, dan jalur lintasantransmisi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah.
Ayat (2)Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional merupakan kebijakan umumdi bidang ketenagalistrikan yang mencakup antara lain, prakiraankebutuhan dan penyediaan tenaga listrik, penetapan Jaringan TransmisiNasional, kebijakan investasi dan pendanaan, kebijakan pemanfaatansumber energi baru dan terbarukan.Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional dimutakhirkan setiap tahununtuk menampung perkembangan yang terjadi.Ayat (3)
Cukup jelasAyat (4)Pedoman ini diperlukan sebagai acuan penyusunan Rencana UmumKetenagalistrikan Daerah agar dapat diintegrasikan ke dalam RencanaUmum Ketenagalistrikan Nasional.
176
Pasal 6 Ayat (1)
Rencana Pengembangan Sistem Tenaga Listrik disusun untuk memenuhikebutuhan tenaga listrik jangka pendek antara lain dengan menetapkantingkat keandalan dan pengadaan fasilitas untuk menjaga mutu dankeandalan.
Ayat (2)Rencana Penyediaan Tenaga Listrik dari badan usaha selaku pemegangIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik yang memiliki wilayah usahamerupakan kewajiban dalam upaya pemenuhan kebutuhan tenaga listrikmasyarakat dalam wilayah usahanya.
Pasal 7 Cukup jelasPasal 8 Cukup jelasPasal 9 Ayat (1)
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik memuat paling sedikit nama danalamat badan usaha, jenis usaha yang diberikan, kewajiban dalampenyelenggaraan usaha, syarat-syarat teknis, dan sanksi.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Persyaratan administratif meliputi antara lain data perusahaan,kemampuan finansial, dan kepemilikan perusahaan.Persyaratan teknis meliputi antara lain hasil studi kelayakan yangmencakup spesifikasi teknis yang berkaitan dengan jenis usaha dananalisis mengenai dampak lingkungan.Izin lainnya adalah izin yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Ayat (4)Syarat Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik mencakup persyaratanadministratif dan persyaratan teknis sesuai jenis usahanya, sertakelengkapan izin lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Ayat (5)Izin prinsip dimaksudkan untuk memberikan kepastian usaha dalampelaksanaan lebih lanjut rencana kegiatan usaha.
177
Ayat (6) Cukup jelasPasal 10 Cukup jelasPasal 11 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kepentingan sendiri adalah penyediaan tenagalistrik yang tidak mengandung transaksi jual beli tenaga listrik.Izin Operasi dalam ketentuan ini hanya untuk jumlah kapasitas tertentudan dimaksudkan agar instalasi tenaga listrik memenuhi persyaratankeselamatan ketenagalistrikan, termasuk keamanan instalasi, keselamatankerja, keselamatan umum, dan lindungan lingkungan.Izin Operasi adalah izin untuk mengoperasikan instalasi pembangkittenaga listrik untuk kepentingan sendiri.
Ayat (2) Cukup jelasPasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Pemegang Izin Operasi yang menjual kelebihan listriknya untukkepentingan umum harus mempunyai Izin Usaha Penyediaan TenagaListrik.
Pasal 13 Ayat (1)
Pemberian sanksi dilaksanakan sesuai dengan jenis dan tingkatpelanggaran yang dilakukan.
Ayat (2)Jangka waktu yang diberikan kepada Badan Usaha disesuaikan denganjenis dan tingkat kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 14Peraturan Pemerintah memuat substansi pokok antara lain perizinan,persyaratan kelengkapan izin lainnya, pertimbangan pemakaian sumberenergi primer, perihal penjualan tenaga listrik, syarat-syarat teknis, bataskapasitas minimum pembangkit untuk Izin Operasi dan wajib daftar,persyaratan administratif, pengawasan, dan penerapan sanksi.
178
Pasal 15 Ayat (1)
Penetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik dilakukansecara bertahap berdasarkan tingkat kesiapan usaha penyediaan tenagalistrik antara lain cadangan daya yang cukup, jaringan transmisi danjaringan distribusi yang luas, serta penanganan masalah biaya yangmungkin timbul sebagai akibat adanya perubahan kebijakan Pemerintahdan tidak menjadi tanggung jawab pelaku usaha (stranded cost).Penerapan kompetisi dimulai dari wilayah yang sistem tenaga listriknyasudah siap secara teknis. Penerapan kompetisi tersebut dimulai dari sisipembangkitan tenaga listrik.
Ayat (2)Huruf a
Yang dimaksud tingkat harga jual tenaga listrik telahmencapai keekonomiannya adalah harga jual tenagalistrik yang dapat menutupi biaya produksinya ditambahkeuntungan yang wajar. Besarnya keuntungan yangwajar tersebut ditetapkan oleh Pemerintah.
Huruf bTidak ada lagi energi primer yang mendapatkan subsidi.
Huruf c Cukup jelasHuruf d
Aturan dalam ketentuan ini antara lain aturan pasar,aturan distribusi, dan aturan penjualan tenaga listrik.
Huruf ePerangkat keras meliputi antara lain sistem komputerdan perlengkapannya, sistem komunikasi untuk prosestransaksi tenaga listrik. Perangkat lunak meliputi antaralain program komputer untuk pelaksanaan pasar tenagalistrik, program untuk penyelesaian transaksi dan sistemorganisasi.
Huruf fTidak ada kendala teknis sistem tenaga listrik yangmenyebabkan pasar tidak berfungsi secara baik.
179
Huruf gKesetaraan dalam ketentuan ini dimaksudkan agar tidakterjadi pemberian perlakuan istimewa terhadap BadanUsaha yang berkompetisi.
Huruf h Cukup jelas
Pasal 16Untuk terselenggaranya kompetisi yang adil dan sehat, usaha penyediaantenaga listrik perlu dilakukan secara terpisah oleh badan usaha yangberbeda.
Pasal 17 Ayat (1)
Penerapan kompetisi di sisi pembangkitan dimaksudkan agarmendapatkan harga pembangkitan tenaga listrik yang lebih murah.Ayat (2)Larangan untuk mendominasi pangsa pasar tenaga listrik dimaksudkanagar tercipta kompetisi yang sehat dan adil.Yang dimaksud dengan satu wilayah kompetisi adalah satu wilayah yangditetapkan oleh Pemerintah sebagai wilayah kompetisi. Pertimbangandalam menetapkan suatu wilayah kompetisi antara lain mencakupkapasitas pembangkit, tingkat kebutuhan tenaga listrik, kesiapan sisteminterkoneksi, dan aspek sosial ekonomi.
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelasPasal 18 Ayat (1)
Usaha Transmisi Tenaga Listrik dalam suatu wilayah usaha tidak dapatdikompetisikan karena bersifat monopoli alamiah sehingga diatur olehBadan Pengawas Pasar Tenaga Listrik.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Dalam hal Badan Usaha Milik Negara tidak mampu untuk melakukaninvestasi, Badan Usaha Milik Negara dalam pengembangan usahatransmisi dapat bekerja sama dengan badan usaha lain dengan polakemitraan.
180
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1)
Usaha distribusi tenaga listrik tidak dapat dilakukan kompetisi karenabersifat monopoli alamiah.
Ayat (2)Yang dimaksud bersifat terbuka adalah penggunaan jaringan distribusitenaga listrik dapat dilakukan oleh semua badan usaha.
Ayat (3)Dalam hal diperlukan investasi baru, Badan Usaha Milik Negara dapatmembiayai sendiri atau bekerja sama dengan badan usaha lain denganpola kemitraan atau dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah.
Ayat (4)Pemenuhan kebutuhan jaringan baru merupakan kewajiban Badan UsahaDistribusi Tenaga Listrik dalam memenuhi kebutuhan tenaga listrik diwilayah usahanya sepanjang secara teknis dan ekonomis memungkinkan.
Ayat (5)Cukup jelas
Pasal 20 Ayat (1)
Pada dasarnya usaha penyediaan tenaga listrik untuk konsumen yangtersambung dengan tegangan rendah tidak dikompetisikan. Pelayanankepada konsumen tegangan rendah dilakukan oleh Usaha PenjualanTenaga Listrik. Apabila Usaha Penjualan Tenaga Listrik belum merupakanusaha yang terpisah dari Usaha Distribusi, penyelenggaraannya dapatdilakukan dengan pembukuan yang terpisah.Konsumen tegangan rendah dapat mempunyai pilihan dari Agen PenjualanTenaga Listrik yang sudah memiliki izin dari Badan Pengawas PasarTenaga Listrik untuk memperoleh pasokan tenaga listrik dengan mutu,harga, dan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhannya.Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dalam suatukawasan terbatas pada daerah yang telah menerapkan kompetisi dapatdilakukan oleh pemilik atau pengelola kawasan yang sekarang sudahberoperasi. Konsumen pada kawasan terbatas tersebut dapatmempunyai pilihan dari Agen Penjualan Tenaga Listrik untuk memperoleh
181
pasokan tenaga listrik dengan mutu, harga, dan pelayanan yang lebihbaik sesuai dengan kebutuhannya.Jaringan transmisi dan/atau distribusi dalam kawasan terbatas tersebutbersifat terbuka dan setara yang pengelolaannya dilakukan oleh UsahaTransmisi Tenaga Listrik dan/atau Usaha Distribusi Tenaga Listrik yangmemiliki wilayah usaha pada daerah tersebut.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pembangkit lain adalah pembangkit tenaga listrikyang tidak masuk ke pasar, baik skala besar, menengah maupun kecil.
Ayat (4)Ketentuan mengenai pembelian memuat antara lain, kapasitas, jumlahenergi listrik, dan waktu pembelian.
Pasal 21 Ayat (1)
Selain pembelian tenaga listrik dari Agen Penjualan Tenaga Listrik,konsumen tegangan tinggi dan/atau menengah dapat melakukanpembelian tenaga listrik secara bilateral dari pembangkit tenaga listriklain yang tidak masuk ke pasar tenaga listrik.
Ayat (2)Pertimbangan dalam pemberian izin kepada Agen Penjualan TenagaListrik untuk melayani konsumen tegangan rendah adalah berdasarkanadanya permintaan konsumen tegangan rendah untuk mendapatkan mututenaga listrik yang lebih baik dan pelayanan khusus.
Ayat (3)Kompetisi dalam penjualan tenaga listrik dimaksudkan agar adapersaingan mutu, pelayanan, dan harga tenaga listrik yang ditawarkansehingga konsumen mempunyai pilihan dalam memperoleh pasokantenaga listrik.
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 22Ayat (1)Pengelola Pasar Tenaga Listrik tidak bersifat mencari keuntungan danpembiayaannya didasarkan pada biaya yang dikeluarkan.
Ayat (2) Cukup jelas
182
Ayat (3) Cukup jelasPasal 23 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Aturan pasar memuat ketentuan antara lain persyaratan peserta pasar,aturan pengukuran, aturan pengesahan harga pasar, harga maksimum,aturan kontrak bilateral dan pasar kompetisi, aturan tagihan danpembayaran, aturan biaya sewa jaringan transmisi tenaga listrik danfasilitas untuk menjaga mutu dan keandalan sistem, serta aturanpenyelesaian transaksi.Ketentuan peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lainundang-undang yang berkaitan dengan anti monopoli dan persainganusaha tidak sehat.
Ayat (3)Huruf aKoordinasi dengan Pengelola Sistem Tenaga Listrik
dimaksudkan agar transaksi pasar tenaga listrik dapat direalisasikanpenyaluran tenaga listriknya oleh Pengelola Sistem Tenaga Listrik sesuaidengan kondisi sistem berdasarkan prinsip transparansi, objektivitas,dan independensi.
Huruf bPengelola Pasar Tenaga Listrik mencatat dan mengesahkan harga
pasar tenaga listrik dan besarnya tenaga listrik yang disalurkan sertawaktu terjadinya transaksi kepada badan usaha yang bertransaksi.
Huruf cInformasi hasil transaksi pasar disampaikan kepada semua
pelaku pasar dan masyarakat untuk menjamin transparansi.Huruf dPengelola Pasar Tenaga Listrik menyelesaikan semua transaksi
pasar tenaga listrik termasuk proses pembayaran dari Agen PenjualanTenaga Listrik dan Usaha Penjualan Tenaga Listrik serta pembayarankepada Pembangkit, Transmisi, Distribusi, dan Pengelola Sistem TenagaListrik.
Huruf ePerselisihan yang mungkin terjadi antara lain adanya perbedaan
dalam data transaksi penjualan dan pembelian tenaga listrik.
183
Huruf fLaporan transaksi pasar tenaga listrik yang dilakukan secara
berkala diperlukan oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik untukpengawasan pelaksanaan kompetisi yang sehat.
Yang dimaksud dengan tugas lain adalah tugas-tugas di luar yangditentukan dalam pasal ini yang sejalan dengan dinamika pasar tenagalistrik.
Pasal 24 Ayat (1)
Pengelola Sistem Tenaga Listrik tidak bersifat mencari keuntungan danpembiayaannya didasarkan pada biaya yang dikeluarkan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelasPasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)
Aturan jaringan transmisi tenaga listrik memuat persyaratan antara lainaturan manajemen jaringan, aturan penyambungan, aturan operasi, aturanperencanaan pembebanan pembangkitan, aturan pengukuran, dan aturankebutuhan data.
Ayat (3)Huruf aRencana pengembangan sistem tenaga listrik yang diusulkan
oleh Pengelola Sistem Tenaga Listrik disahkan oleh Badan PengawasPasar Tenaga Listrik. Rencana ini merupakan penjabaran dari RencanaUmum Ketenagalistrikan Nasional untuk menjamin kelangsungan operasisistem sesuai dengan perkembangan pertumbuhan beban tenaga listrik.
Huruf bTingkat keamanan merupakan kekuatan sistem tenaga listrik
untuk menghadapi gangguan; tingkat keandalan merupakan kemampuansistem tenaga listrik dalam memasok kebutuhan tenaga listrik; tingkatmutu merupakan kualitas listrik yang dihasilkan dalam bentuk tegangandan frekuensi tenaga listrik.
184
Huruf cPrakiraan beban tenaga listrik merupakan prakiraan kebutuhan
sistem tenaga listrik sebagai bahan untuk perencanaan operasi pembangkittenaga listrik.
Huruf dRencana pemeliharaan pembangkit dan transmisi tenaga listrik
bertujuan agar penyediaan tenaga listrik sepanjang waktu berada padatingkat keandalan yang terjamin.
Huruf ePerintah operasi berupa pembebanan riil dan pemasukan/
pengeluaran pembangkit dan transmisi tenaga listrik dari sistem tenagalistrik.
Huruf fPengelola Sistem Tenaga Listrik memberikan informasi
pembebanan setiap saat dari pembangkit kepada Pengelola PasarTenaga Listrik.
Huruf gDalam jangka pendek, jaminan pasokan tenaga listrik secara
operasional merupakan tanggung jawab Pengelola Sistem Tenaga Listrik. Huruf h
Yang dimaksud dengan tugas lain adalah tugas-tugas di luar yangditentukan dalam pasal ini yang sejalan dengan dinamika teknologijaringan tenaga listrik.
Pasal 26Dalam ketentuan yang diatur oleh Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrikdicantumkan adanya ketentuan tentang intervensi dari Pemerintah dalamkeadaan darurat.
Pasal 27 Cukup jelasPasal 28 Ayat (1)
Pada dasarnya usaha transmisi tenaga listrik, pengelola pasar tenagalistrik, dan pengelola sistem tenaga listrik dilaksanakan secara terpisah.Apabila secara teknis operasional belum siap dan mengingat perannyayang sangat vital, kegiatan Usaha Transmisi Tenaga Listrik, PengelolaanPasar Tenaga Listrik dan Pengelolaan Sistem Tenaga Listrik dilakukansecara bersama oleh Badan Usaha Milik Negara.
185
Ayat (2)Apabila secara teknis operasional pengelolaan pasar tenaga listrik danpengelolaan sistem tenaga listrik belum dapat dipisahkan mengingatperannya yang sangat vital di dalam penyelenggaraan pasar tenaga listrikyang sehat, kegiatan pengelolaan pasar dan pengelolaan sistem tenagalistrik dilakukan secara bersama oleh Badan Usaha Milik Negara.
Ayat (3)Ketentuan ini memuat substansi pokok antara lain kriteria kesiapan, tugasdan fungsi, organisasi, dan pembiayaan.
Pasal 29 Cukup jelasPasal 30 Ayat (1)
Kondisi tertentu yang dimaksud dalam ayat ini antara lain faktor geografisdan/atau sosial-ekonomi. Yang dimaksud secara terintegrasi adalahkepemilikan secara vertikal sarana penyediaan tenaga listrik mulai daripembangkitan tenaga listrik sampai dengan penjualan tenaga listrikkepada konsumen.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Badan Usaha Milik Negara yang dimaksud merupakan Badan Usahayang ditugasi oleh Pemerintah untuk melaksanakan penyediaan tenagalistrik di wilayah yang tidak atau belum menerapkan kompetisi.
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Kewajiban Pemerintah Daerah atau Pemerintah sesuai denganyurisdiksinya.
Pasal 31 Ayat (1)
Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik memuat paling sedikit nama danalamat Badan Usaha, jenis usaha yang diberikan, klasifikasi usaha,kewajiban dalam penyelenggaraan usaha, syarat teknis, dan sanksi.
Ayat (2)Peraturan Pemerintah memuat substansi pokok antara lain persyaratanumum, klasifikasi, sertifikasi, dan pengawasan usaha.
186
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 32 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah segala kegiatan yangdilakukan oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dalamrangka pelayanan kepada masyarakat.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 33 Huruf a
Yang dimaksud dengan standar mutu dan keandalan adalah persyaratan teknis antara lain tentang tegangan, frekuensi, dankontinuitas.
Huruf bCukup jelas
Huruf cYang dimaksud dengan keselamatan ketenagalistrikan adalah kondisiandal bagi instalasi, kondisi aman bagi manusia serta kondisi akrablingkungan.
Pasal 34 Ayat (1)
Huruf aCukup jelas
Huruf bCukup jelas
Huruf cYang dimaksud dengan harga yang wajar adalah harga pada
tingkat keekonomiannya antara lain dengan mempertimbangkan biayainvestasi, biaya operasi dan keuntungan tertentu serta tidak mengandungunsur eksploitasi dari perusahaan.Huruf d
Cukup jelas
187
Huruf eDalam perjanjian jual beli tenaga listrik, pemegang Izin Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik yang menjual tenaga listrik kepada konsumenmencantumkan standar pelayanan, formulasi besarnya ganti rugi dan carapembayarannya.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4)Yang dimaksud dengan persyaratan teknis antara lain Persyaratan UmumInstalasi Listrik dan standar bidang ketenagalistrikan.
Pasal 35 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Tanah yang secara langsung dipergunakan oleh pemegang Izin UsahaPenyediaan Tenaga Listrik antara lain untuk pembangkitan tenaga listrik,tapak menara transmisi, gardu induk dan gardu distribusi.
Ayat (3)Kompensasi hanya diberikan satu kali kepada pemegang hak atas tanah,bangunan dan tanaman sebelum pembangunan saluran transmisi tenagalistrik yang bersangkutan. Kompensasi ditetapkan berdasarkan indeksyang mencerminkan berkurangnya nilai ekonomis tanah, bangunan,dan tanaman.
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Pemegang hak atas tanah adalah orang atau badan hukum yang memilikihak atas tanah yang sudah terdaftar atau bersertifikat, atau tanah bekasmilik adat yang belum terdaftar atau belum bersertifikat.Pemakai tanah negara adalah orang atau badan hukum yang mendirikanbangunan atau memanfaatkan tanah tersebut tetapi belum diberikan hakatas tanahnya atau belum bersertifikat.
188
Yang dimaksud dengan menyelesaikan masalah adalah sudahdilaksanakan-nya pembayaran ganti kerugian hak atas tanah ataukompensasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlakudengan mempertimbangkan asas keadilan dan kepastian bagi masyarakatyang menggunakan tanah negara tersebut.
Ayat (6)Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayatdari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Hak ulayat adalahkewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukumadat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hiduppara warganya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniahturun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebutdengan wilayah yang bersangkutan. Masyarakat hukum adatadalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnyasebagai warga bersama persekutuan hukum karena kesamaan tempattinggal ataupun atas dasar keturunan.Keberadaan tanah ulayat ditentukan berdasarkan peraturan daerahsetempat.
Pasal 36Izin lokasi bukan bukti pemilikan/penguasaan hak atas tanah. Sepanjangpemegang hak atas tanah belum mendapatkan ganti kerugian hak atastanah atau kompensasi sesuai peraturan perundang-undangan yangberlaku, yang bersangkutan masih dapat mendirikan bangunan ataumenanami tanaman di atas tanah yang terkena izin lokasi tersebut.Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebelumditerbitkan izin lokasi, pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrikmemberitahukan secara tertulis kepada masyarakat setempat danmengadakan inventarisasi terhadap status hak atas tanah yang terkenaizin lokasi.Bangunan yang baru dibangun dan/atau tanaman yang baru ditanam diatas tanah yang sudah memiliki izin lokasi dan sudah diberikan gantikerugian hak atas tanah , maka terhadap bangunan dan/atau tanamanyang baru tersebut tidak mendapatkan ganti kerugian hak atas tanah.
Pasal 37 Cukup jelas
189
Pasal 38 Ayat (1)
Harga jual tenaga listrik untuk konsumen terdiri dari biaya beban (Rp/kVA) dan biaya pemakaian (Rp/kWh). Khusus untuk konsumen industridan komersial, selain biaya beban dan biaya pemakaian, dapat mencakupbiaya pemakaian daya reaktif (Rp/kVArh) dan biaya kVA maksimum.
Ayat (2)Harga jual tenaga listrik untuk konsumen tegangan rendah terdiri daribiaya beban (Rp/kVA) dan biaya pemakaian (Rp/kWh), atau dibayarberdasarkan harga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan batasan dayayang dipakai.
Ayat (3)Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur oleh Badan PengawasPasar Tenaga Listrik karena pada tahapan ini kompetisi belumditerapkan di sisi penjualan tenaga listrik, namun baru di sisi pembangkitan.
Pasal 39 Ayat (1)
Fasilitas untuk menjaga mutu dan keandalan tenaga listrik antara lainmeliputi sarana pengaturan tegangan dan frekuensi, sarana penyediaandaya reaktif dan sarana pemulihan operasi sistem setelah pemadaman.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 40Pengaturan harga sewa jaringan transmisi dan harga sewa jaringandistribusi dimaksudkan untuk pengembalian biaya investasi dan biayaoperasi yang wajar.
Pasal 41Harga jual tenaga listrik diatur masing-masing oleh Pemerintah atauPemerintah Daerah sesuai kewenangannya dalam pemberian izin usahapenyediaan tenaga listrik.
Pasal 42 Cukup jelasPasal 43 Cukup jelas
190
Pasal 44Peraturan Pemerintah memuat antara lain ketentuan mengenai komponenharga dan tatacara penetapan harga jual tenaga listrik.
Pasal 45Peraturan Pemerintah memuat antara lain aspek keamanan nasional,aspek teknis keandalan sistem, dan aspek komersial.
Pasal 46 Ayat (1)
Penerimaan perpajakan dilaksanakan sesuai peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)Pungutan ini dikenakan kepada Badan Usaha di wilayah kompetisi dantidak diperkenankan untuk dibebankan kepada konsumen teganganrendah. Pungutan ini adalah di luar sewa jaringan transmisi dan sewajaringan distribusi tenaga listrik.
Ayat (3)Wilayah yang belum berkembang antara lain wilayah yang belumtersambung dengan Jaringan Transmisi Nasional, wilayah yang jaringandistribusi tenaga listriknya belum merata, dan daerah terpencil.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 47 Cukup jelasPasal 48 Ayat(1)
Cukup jelas Ayat (2)
Di samping untuk keamanan instalasi tenaga listrik, keselamatanketenaga-listrikan dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepadamasyarakat untuk mendapatkan rasa aman, rasa nyaman, dan kesehatanserta kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai standar yang berlaku.
Ayat (3)Instalasi dimaksud harus didukung oleh peralatan dan lengkapan listrikyang memenuhi standar peralatan di bidang ketenagalistrikan.Sertifikat laik operasi diterbitkan oleh lembaga sertifikasi yangberwenang, dimaksudkan sebagai sarana untuk menjamin terpenuhinyaketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
191
Ayat (4)Tanda keselamatan dibubuhkan pada pemanfaat listrik yang telah lulusuji keselamatan pada laboratorium yang berakreditasi.
Ayat (5)Tenaga listrik mempunyai potensi bahaya bagi keselamatan manusiasehingga pembangunan dan pengoperasian instalasi tenaga listrik harusdilakukan oleh tenaga teknik yang memenuhi standar kompetensi yangdipersyaratkan. Pengertian sertifikat kompetensi adalah tanda buktipengakuan atas kompetensi dan kemampuan melaksanakan satupekerjaan yang mencakup pengetahuan, keterampilan, keahlian, dansikap kerja sesuai standar yang ditetapkan.
Ayat (6)Peraturan Pemerintah ini memuat substansi pokok mengenai ketentuanantara lain pemanfaatan tenaga listrik, instalasi tenaga listrik, tenaga teknik,pengujian, inspeksi, sertifikasi, pembinaan dan pengawasan, serta sanksiterhadap pelanggaran ketentuan keselamatan ketenagalistrikan.
Pasal 49 Ayat (1)
Dengan berkembangnya teknologi, penggunaan jaringan tenaga listrikdapat dimanfaatkan untuk keperluan lain selain penyaluran tenaga listrik,antara lain untuk mentransmisikan data, internet, multimedia, dantelekomunikasi.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 50 Ayat (1)
Pembinaan dan pengawasan merupakan suatu urutan proses yang tidakdapat dipisah-pisahkan yang meliputi pengendalian, bimbingan, danpenyuluhan serta pengawasan atas pekerjaan dan pelaksanaan usahaketenagalistrikan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel,termasuk pengawasan yang dilakukan oleh inspektur ketenagalistrikan.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Peraturan Pemerintah ini memuat substansi pokok antara lain organisasi,tugas dan fungsi, dan tatacara dan syarat-syarat pelaksanaan.
192
Pasal 51 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Pengaturan dan pengawasan dimaksudkan agar kompetisi terselenggaradengan adil, mendorong terciptanya penyediaan tenaga listrik yangefisien, mempromosikan investasi baru secara berkelanjutan danmenetapkan tingkat pengembalian investasi yang wajar bagi pelaku pasaryang monopoli alamiah serta melindungi kepentingan masyarakat.
Pasal 52 Huruf a
Kebijakan umum sektor ketenagalistrikan, termasuk pengaturan usahapenyediaan tenaga listrik ditetapkan oleh Pemerintah. Untuk menerapkankebijakan umum Pemerintah, Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrikmerinci kebijakan tersebut untuk operasionalisasinya.
Huruf bTindakan persaingan usaha tidak sehat antara lain upaya pelaku usahadalam merekayasa kekuatan monopoli, oligopoli, kartel, danpemboikotan.
Huruf cPenetapan harga pada segmen usaha yang bersifat monopoli alamiahdimaksudkan agar Badan Usaha tidak dapat sewenang-wenangmenetapkan harga.
Huruf dCukup jelas
Huruf eDengan kompetisi, harga jual tenaga listrik terbentuk melalui mekanismepasar, namun demikian pengawasan harus dilakukan untuk menjagapersaingan yang sehat.
Huruf fDalam suatu wilayah yang menerapkan kompetisi, hanya ada satu UsahaPengelola Pasar Tenaga Listrik dan satu Usaha Pengelola Sistem TenagaListrik sehingga unsur biaya yang akan dibebankan ke dalam harga jualtenaga listrik diatur formulasinya dan diawasi tingkat biayanya.
193
Huruf gUsaha Distribusi Tenaga Listrik dan Usaha Penjualan Tenaga Listrikbersifat monopoli di suatu wilayah tertentu yang telah menerapkankompetisi. Oleh karena dalam suatu wilayah kompetisi terdapatbeberapa badan usaha distribusi dan usaha penjualan, maka perluditetapkan cakupan wilayah usahanya.
Huruf hCukup jelas
Huruf iCukup jelas
Huruf jCukup jelas
Huruf k Cukup jelas Huruf l
Sanksi administratif antara lain berupa teguran, pembekuan usaha,pencabutan izin usaha dan denda administratif.
Huruf mBadan Pengawas Pasar Tenaga Listrik bertanggung jawab menjaminpasokan agar mekanisme pasar tenaga listrik berlangsung secara sehatuntuk menjaga keseimbangan pasokan dan kebutuhan tenaga listrik.
Pasal 53Mengingat kondisi geografis wilayah Indonesia yang berbentukkepulauan dan konsentrasi penduduk yang tidak merata, tidak semuawilayah Indonesia dapat menerapkan kompetisi. Untuk itu, Pemerintahdan Pemerintah Daerah tetap mempunyai kewenangan dalam pengaturantenaga listrik di wilayah tersebut sesuai kewenangannya dalam pemberianIzin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
Pasal 54Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik berperan menjaga keseimbanganantara kepentingan konsumen dan kepentingan produsen tenaga listrik.Oleh karena itu, Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik dalampengambilan keputusannya harus akuntabel dan tidak berpihak.Yang dimaksud proses pengambilan keputusan yang transparan antaralain pengambilan keputusan melalui dengar pendapat dengan publik danmengumumkan hasil keputusan beserta alasannya kepada publik secaraberkala.
194
Pasal 55 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Jumlah keanggotaan harus ganjil agar apabila terjadi pemungutan suaradapat diambil suara terbanyak. Pada saat pengusulan, calon anggotatidak dapat berasal dari Badan Usaha Tenaga Listrik atau sudah tidakberafiliasi dengan Badan Usaha Tenaga Listrik.
Ayat(3) Cukup jelas Ayat (4)
Mengingat tugas dan fungsi Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrikmenyangkut kepentingan masyarakat luas, sehingga pengangkatananggotanya perlu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia. Persetujuan diberikan setelah dilakukan ujikemampuan dan kelayakan terhadap calon anggota Badan PengawasPasar Tenaga Listrik.
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Cukup jelas
Pasal 56Peraturan Pemerintah dimaksud diterbitkan paling lambat 1 (satu) tahunsetelah Undang-undang ini diundangkan.
Pasal 57 Cukup jelasPasal 58 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelasCukup jelasCukup jelasCukup jelasYang dimaksud menghentikan penggunaan peralatan yang didugadigunakan untuk melakukan tindak pidana termasuk penghentian aliranlistrik.
195
Cukup jelasCukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 59Cukup jelas
Pasal 60Ayat (1)Penggunaan atau pemanfaatan jaringan tenaga listrik tanpa hakdikategorikan tindak pidana berdasarkan ayat ini.
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Pasal 61 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik dan pemegang IzinOperasi tetap diwajibkan menyelesaikan ganti kerugian atau kompensasiyang berhubungan dengan tanah, bangunan, dan atau tanaman.
Ayat (4)Cukup jelas
Pasal 62 Cukup jelasPasal 63 Cukup jelasPasal 64 Cukup jelasPasal 65 Cukup jelasPasal 66 Cukup jelas
196
Pasal 67 Huruf a
Pada saat belum ada wilayah yang menerapkan kompetisi maka BadanPengawas Pasar Tenaga Listrik melakukan langkah-langkah persiapanyang diperlukan, termasuk penyiapan peraturan, antara lain, aturan pasar,aturan jaringan, aturan distribusi, dan aturan pentarifan.Sebelum terbentuknya Badan Pengawas Pasar Tenaga Listrik, fungsipengaturan dan pengawasan serta persiapan untuk penerapan kompetisidilakukan Pemerintah.
Huruf bPenetapan wilayah yang menerapkan kompetisi tenaga listrik dilakukansecara bertahap disesuaikan dengan kesiapan sistem tenaga listrik yangbersangkutan dan syarat-syarat kompetisi lain yang ditetapkan dalamPeraturan Pemerintah.
Pasal 68Tugas dan kewajiban penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umumsebagaimana dimaksud dalam pasal ini meliputi :1. menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus
memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.2. mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang
memadai dengan tujuan untuk :a. meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara
adil dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi;b. mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai
pengembangan tenaga listrik untuk melayani kebutuhanmasyarakat.
3. merintis kegiatan-kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listriksebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
Pasal 69 Cukup jelasPasal 70 Cukup jelasPasal 71 Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 4226
197
Lampiran 3PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 23 TAHUN 1994
TENTANGPENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
LISTRIK NEGARAMENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensidan efektivitas usaha penyediaan tenaga listrik,maka Perusahaan Umum (PERUM) ListrikNegara yang didirikan dengan PeraturanPemerintah Nomor 17 Tahun 1990 dinilaimemenuhi persyaratan untuk dialihkanbentuknya menjadi Perusahaan Perseroan(PERSERO) sebagaimana dimaksud dalamUndang-undang Nomor 9 Tahun 1969;
b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut,pengalihan bentuk Perusahaan Umum(PERUM) Listrik Negara menjadi PerusahaanPerseroan (PERSERO), perlu ditetapkandengan Peraturan Pemerintah.
Mengingat : 1. pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang
(Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23)sebagaimana telah beberapa kali diubah,terakhir dengan Undang-undang Nomor 4Tahun 1971 (Lembaran Negara Tahun 1971Nomor 20, Tambahan Lembaran NegaraNomor 2959);
198
3. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentangPenetapan Peraturan Pemerintah PenggantiUndang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentangBentuk-Bentuk Usaha Negara (LembaranNegara Tahun 1969 Nomor 16 TambahanLembaran Negara Nomor 2890) MenjadiUndang-undang (Lembaran Negara Tahun1969 Nomor 40, Tambahan LembaranNegara Nomor 2904);
4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985tentang Ketenagalistrikan (Lembaran NegaraTahun 1985 Nomor 74, Tambahan LembaranNegara Nomor 3317);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1969tentang Perusahaan Perseroan (PERSERO)(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 21,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2894)sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor24 Tahun 1972 (Lembaran Negara Tahun1972 Nomor 32, Tambahan LembaranNegara Nomor 2987);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983tentang Tata Cara Pembinaan danPengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN),Perusahaan Umum (PERUM) dan PerusahaanPerseroan (PERSERO) (Lembaran NegaraTahun 1983 Nomor 3, Tambahan LembaranNegara Nomor 3246) sebagaimana telahdiubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor28 Tahun 1983 (Lembaran Negara Tahun1983 Nomor 37);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989tentang Pemanfaatan dan Penyediaan TenagaListrik (Lembaran Negara Tahun 1989Nomor 24, Tambahan Lembaran NegaraNomor 3394);
199
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIKINDONESIA TENTANG PENGALIHANBENTUK PERUSAHAAN UMUM (PERUM)LISTRIK NEGARA MENJADI PERUSAHAANPERSEROAN (PERSERO).
BAB IPENGALIHAN BENTUK DAN PEMBUBARAN
Pasal 11. Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara yang didirikan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadiPerusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalamUndang-undang Nomor 9 Tahun 1969 sebagai Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan.
2. Dengan dialihkan bentuk Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negaramenjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana dimaksud dalamayat (1), Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara dinyatakan bubarpada saat pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut, denganketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawaiPerusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara yang ada pada saatpembubarannya, beralih kepada Perusahaan Perseroan (PERSERO) yangbersangkutan.
BAB IIMAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 adalah :1. Menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum dan sekaligus
memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.2. Mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang
memadai dengan tujuan untuk :a. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi;
200
b. Mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembanganpenyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat.
3. Merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik.4. Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan
tenaga listrik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IIIMODAL PERSERO
Pasal 31. Modal Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang di tempatkan dan
disetorkan pada saat pendiriannya berasal dari kekayaan Negara yangtertanam dalam Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara.
2. Nilai kekayaan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkanoleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan bersama olehDepartemen Keuangan dan Departemen Pertambangan dan Energi.
3. Ketentuan-ketentuan lain mengenai permodalan Perusahaan Perseroan(PERSERO) diatur dalam Anggaran Dasarnya, termasuk ketentuanmengenai modal dasar Perusahaan Perseroan (PERSERO) yang terbagiatas saham-saham sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor12 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan PemerintahNomor 24 Tahun 1972.
4. Neraca pembukaan Perusahaan Perseroan (PERSERO) ditetapkan olehMenteri Keuangan.
BAB IVPELAKSANAAN PENDIRIAN PERSERO
Pasal 4Pelaksanaan pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1874) Nomor 23) sebagaimana telahbeberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam PeraturanPemerintah Nomor 12 Tahun 1969 sebagaimana telah diubah dengan PeraturanPemerintah Nomor 24 Tahun 1972.
201
Pasal 51. Menyelesaikan pendirian Perusahaan Perseroan (PERSERO) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dikuasakan kepada Menteri Keuangan.2. Menteri Keuangan dapat menyerahkan kuasa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dengan disertai hak substitusi kepada MenteriPertambangan dan Energi dengan ketentuan bahwa rancangan AnggaranDasar Perusahaan Perseroan (PERSERO) tersebut harus mendapatpersetujuan terlebih dahulu dari Mentei Keuangan.
BAB VKETENTUAN PENUTUP
Pasal 6Terhitung sejak berdirinya Perusahaan Perseroan (PERSERO) dandibubarkannya Perusahaan Umum (PERUM) Listrik Negara, PeraturanPemerintah Nomor 17 Tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 7Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintahini diatur oleh Menteri Keuangan dan Menteri Pertambangan dan Energi, baiksecara bersama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Pasal 8Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiaporang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah inidengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 16 Juni 1994PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd
S O E H A R T O
202
Diundangkan di JakartaPada tanggal 16 Juni 1994MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
Ttd
M O E R D I O N O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1994NOMOR 34
Jakarta, 7 april 2005Salinan sesuai dengan aslinyaDeputi Sekretaris KabinetBidang Hukum danPerundang-undangan,
Lambock V. Nahattands
203
Lampiran 4PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2005TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAHNOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan penyediaan tenagalistrik untuk kepentingan umum, perlu meningkatkanperan serta koperasi, Badan Usaha Milik Negara,Badan Usaha Milik Daerah, swasta, swadayamasyarakat, dan perorangan dalam penyediaan tenagalistrik;
b. bahwa untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerahdi bidang ketenagalistrikan perlu memberikan peranPemerintah Daerah dalam penyediaan tenaga listrik;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud dalam huruf a dan b serta dalam rangkamenciptakan kepastian hukum dan kepastian berusahadi bidang ketenagalistrikan, perlu menetapkanPeraturan Pemerintah tentang Perubahan atasPeraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentangPenyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentangKetenagalistrikan (Lembaran Negara Republik In-donesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3317);
204
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentangPenyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3394);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANGPERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAHNOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANG PENYEDIAANDAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK.
“Pasal IBeberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan TenagaListrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3394), diubah sebagai berikut :1. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai
berikut :“Pasal 2
(1) Penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrikdilaksanakan berdasarkan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional.
(2) Menteri menetapkan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional denganmempertimbangkan masukan dari PemerintahDaerah dan masyarakat.
(3) Penyediaan tenaga listrik dilakukan denganmemanfaatkan seoptimal mungkin sumber energiprimer yang terdapat di wilayah Negara KesatuanRepublik Indonesia.
205
(4) Guna menjamin ketersediaan energi primer untukpenyediaan tenaga listrik untuk kepentinganumum, diprioritaskan penggunaan sumber energisetempat dengan kewajiban mengutamakanpemanfaatan sumber energi terbarukan.”
2. Di antara Pasal 2 dan Pasal 3 disisipkan 1 (satu) pasal,yakni Pasal 2A, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal 2APemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakandana pembangunan sarana penyediaan tenaga listrikuntuk membantu kelompok masyarakat tidak mampu,pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik didaerah yang belum berkembang, pembangunan tenagalistrik di daerah terpencil, perbatasan antar negara danpembangunan listrik perdesaan.”
3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 3(1) Usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan oleh
Negara dan diselenggarakan oleh Badan UsahaMilik Negara yang ditetapkan dengan PeraturanPemerintah sebagai Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan untuk melaksanakan usahapenyediaan tenaga listrik untuk kepentinganumum.
(2) Menteri menetapkan daerah usaha dan/ataubidang usaha Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan.”
4. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 5(1) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
disusun berdasarkan Rencana UmumKetenagalistrikan Nasional.
206
(2) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listriksebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakansebagai pedoman pelaksanaan penyediaan tenagalistrik bagi Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajibmembuat Rencana Usaha Penyediaan TenagaListrik di daerah usahanya untuk disahkan olehMenteri.
(4) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum yang memiliki daerah usahawajib membuat Rencana Usaha PenyediaanTenaga Listrik di daerah usahanya yang disahkanoleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikotasesuai kewenangannya untuk dijadikan bahanpertimbangan bagi pemberian izin usahaketenagalistrikan serta digunakan sebagai saranapengawasan berkala atas pelaksanaan kegiatanPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan yangbersangkutan.
(5) Menteri menetapkan pedoman penyusunanRencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.
(6) Dalam hal Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikanuntuk Kepentingan Umum tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Rencana UsahaPenyediaan Tenaga Listrik, Menteri, Gubernur,atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannyadapat memberikan sanksi administratif berupa :a. peringatan tertulis;b. penangguhan kegiatan; atauc. pencabutan izin.”
5. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
207
“Pasal 6(1) Sepanjang tidak merugikan kepentingan Negara,
Izin Usaha Ketenagalistrikan diberikan kepadakoperasi dan badan usaha lain untuk melakukanusaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentinganumum atau usaha penyediaan tenaga listrik untukkepentingan sendiri.
(2) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang dapat melakukan usaha penyediaantenaga listrik untuk kepentingan umum meliputiBadan Usaha Milik Daerah, swasta, swadayamasyarakat dan perorangan.
(3) Badan usaha lain sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang dapat melakukan usaha penyediaantenaga listrik untuk kepentingan sendiri meliputiBadan Usaha Milik Negara, Badan Usaha MilikDaerah, swasta, swadaya masyarakat,perorangan atau lembaga negara lainnya.
(4) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untukKepentingan Umum sebagaimana dimaksud padaayat (1) dan ayat (2) dikeluarkan oleh:a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan
tenaga listrik baik sarana maupun energilistriknya berada dalam daerahnya masing-masing yang tidak terhubung ke dalamJaringan Transmisi Nasional.
b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenagalistrik lintas kabupaten atau kota baik saranamaupun energi listriknya yang tidak terhubungke dalam Jaringan Transmisi Nasional.
c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listriklintas provinsi baik sarana maupun energilistriknya yang tidak terhubung ke dalamJaringan Transmisi Nasional atau usahapenyediaan tenaga listrik yang terhubung kedalam Jaringan Transmisi Nasional.
208
(5) Jaringan Transmisi Nasional sebagaimanadimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf bditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(6) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganSendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (3) dikeluarkan oleh:a. Bupati/Walikota, untuk usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yangfasilitas instalasinya berada di dalam daerahkabupaten/kota;
b. Gubernur, untuk usaha penyediaan tenagalistrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitasinstalasinya mencakup lintas kabupaten/kotadalam satu provinsi;
c. Menteri, untuk usaha penyediaan tenaga listrikuntuk kepentingan sendiri yang fasilitasinstalasinya mencakup lintas provinsi.
(7) Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganSendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danayat (3) hanya dapat diberikan di suatu daerahusaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikanatau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum dalam hal :a. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan
atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikanuntuk Kepentingan Umum tersebut nyata-nyata belum dapat menyediakan tenagalistrik dengan mutu dan keandalan yang baikatau belum dapat menjangkau seluruh daerahusahanya, atau
b. pemohon Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Sendiri dapat menyediakanlistrik secara lebih ekonomis.
(8) Permohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepent ingan Umum dan Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiridiajukan dengan melengkapi persyaratan admin-istratif dan teknis.
209
(9) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksudpada ayat (8) meliputi :a. identitas pemohon;b. akta pendirian perusahaan;c. profil perusahaan;d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dane. kemampuan pendanaan.
(10) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud padaayat (8) meliputi :a. studi kelayakan;b. lokasi instalasi termasuk tata letak (gambar
situasi);c. diagram satu garis (single line diagram);d. jenis dan kapasitas usaha;e. keterangan/gambar daerah usaha dan
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;f. jadwal pembangunan;g. jadwal pengoperasian; danh. izin dan persyaratan lain sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.(11) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
huruf e dan ayat (10) huruf e tidak berlaku bagipermohonan Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Sendiri.
(12) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9)huruf b dan huruf c tidak berlaku bagi pemohonIzin Usaha Ketenagalistrikan oleh swadayamasyarakat dan perorangan.
(13) Izin Usaha Ketenagalistrikan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) hanya dapat dialihkankepada pihak lain sesudah mendapat persetujuantertulis dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(14) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara perizinanditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
210
6. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 11(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum yang memiliki jaringantransmisi tenaga listrik wajib membukakesempatan pemanfaatan bersama jaringantransmisi.
(2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum yang memiliki daerah usahaharus menjamin kecukupan pasokan tenaga listrikdi dalam masing-masing daerah usahanya.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum yang memiliki daerah usaha,dalam melakukan usaha penyediaan tenaga listrikuntuk kepentingan umum dapat melakukanpembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringandari koperasi, Badan Usaha Milik Daerah,swasta, swadaya masyarakat, dan perorangansetelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur,atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(4) Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah, swasta,swadaya masyarakat, dan perorangansebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajibmemiliki Izin Usaha Ketenagalistrikan sesuaidengan jenis usahanya.
(5) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringansebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukanmelalui pelelangan umum.
(6) Pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksudpada ayat (3) dapat dilakukan melalui penunjukanlangsung dalam hal:a. pembelian tenaga listrik dari pembangkit
tenaga listrik yang menggunakan energiterbarukan, gas marjinal, batubara di muluttambang, dan energi setempat lainnya;
211
b. pembelian kelebihan tenaga listrik; atauc. sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi
krisis penyediaan tenaga listrik.(7) Kondisi krisis penyediaan tenaga listrik
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf cditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya atas usulPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atauPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum.
(8) Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringansebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5),dan ayat (6) tetap memperhatikan kaidah-kaidahbisnis yang sehat dan transparan.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedurpembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringanditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
7. Ketentuan Pasal 13 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 13(1) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk
Kepentingan Sendiri sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) yangmempunyai kelebihan tenaga listrik dapat menjualkelebihan tenaga listriknya kepada PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan atau PemegangIzin Usaha Ketenagalistrikan untuk KepentinganUmum atau masyarakat setelah mendapatpersetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
(2) Penjualan kelebihan tenaga listrik kepadamasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dilakukan dalam hal daerah tersebut belumterjangkau oleh Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan atau Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum.”
212
8. Ketentuan Pasal 15 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 15(1) Tenaga listrik yang disediakan untuk kepentingan
umum, wajib diberikan dengan mutu dankeandalan yang baik.
(2) Ketentuan tentang mutu dan keandalansebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkanoleh Menteri.”
9. Ketentuan Pasal 21 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 21(1) Setiap usaha penyediaan tenaga listrik wajib
memenuhi ketentuan mengenai keselamatanketenagalistrikan.
(2) Ketentuan keselamatan ketenagalistrikansebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputistandardisasi, pengamanan instalasi tenaga listrikdan pengamanan pemanfaat tenaga listrik untukmewujudkan kondisi andal dan aman bagi instalasidan kondisi aman dari bahaya bagi manusia sertakondisi akrab lingkungan.
(3) Pekerjaan instalasi ketenagalistrikan untukpenyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik harusdikerjakan oleh Badan Usaha Penunjang TenagaListrik yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasiyang terakreditasi.
(4) Dalam hal di suatu daerah belum terdapat BadanUsaha Penunjang Tenaga Listrik yang telahdisertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya dapat menunjuk Badan UsahaPenunjang Tenaga Listrik.
(5) Dalam hal belum ada lembaga sertifikasi yang telahdiakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya dapat menunjuk lembagasertifikasi.
213
(6) Pemeriksaan dan pengujian instalasi penyediaantenaga listrik dan instalasi pemanfaatan tenagalistrik tegangan tinggi dan tegangan menengahdilaksanakan oleh lembaga inspeksi teknik yangdiakreditasi oleh lembaga yang berwenang.
(7) Pemeriksaan instalasi pemanfaatan tenaga listrikkonsumen tegangan rendah dilaksanakan olehsuatu lembaga inspeksi independen yang sifatusahanya nirlaba dan ditetapkan oleh Menteri.
(8) Pemeriksaan instalasi tegangan rendah yangdimiliki oleh konsumen tegangan tinggi dan/ataukonsumen tegangan menengah dilakukan olehlembaga inspeksi sebagaimana dimaksud padaayat (6).
(9) Setiap tenaga teknik yang bekerja dalam usahaketenagalistrikan wajib memiliki sertifikatkompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.
(10) Untuk jenis-jenis usaha penunjang tenaga listriksebagaimana dimaksud pada ayat (3) yangberkaitan dengan jasa konstruksi diatur tersendiridalam peraturan perundang-undangan di bidangJasa Konstruksi.”
10. Ketentuan Pasal 22 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 22(1) Instalasi ketenagalistrikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (3) harus sesuai denganStandar Nasional Indonesia BidangKetenagalistrikan.
(2) Setiap instalasi ketenagalistrikan sebelumdioperasikan wajib memiliki sertifikat laik operasi.”
11. Ketentuan Pasal 23 diubah, sehingga berbunyisebagai berikut :
“Pasal 23Ketentuan mengenai perencanaan, pemasangan,pengamanan, pemeriksaan, pengujian dan uji laikoperasi instalasi ketenagalistrikan diatur denganPeraturan Menteri.”
214
12. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu)pasal, yakni Pasal 23A, sehingga berbunyi sebagaiberikut:
“Pasal 23APemanfaatan instalasi ketenagalistrikan untukkepentingan di luar penyaluran tenaga listrik harusmendapat izin Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya sebagaimanadimaksud dalam Pasal 6 ayat (4).”
13. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 24(1) Menteri dapat memberlakukan Standar Nasional
Indonesia di bidang ketenagalistrikan sebagaistandar wajib.
(2) Setiap peralatan tenaga listrik wajib memenuhiStandar Nasional Indonesia yang diberlakukanwajib dan dibubuhi tanda SNI.
(3) Setiap pemanfaat tenaga listrik wajib memenuhiStandar Nasional Indonesia yang diberlakukanwajib dan dibubuhi Tanda Keselamatan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata carapembubuhan tanda SNI dan Tanda Keselamatandiatur dengan Peraturan Menteri.”
14. Ketentuan Pasal 25 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 25(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum dalam menyediakan tenagalistrik berhak untuk :a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang
diperlukan oleh masyarakat, baik sebelummaupun sesudah mendapat sambungan tenagalistrik;
b. mengambil tindakan atas pelanggaranperjanjian penyambungan listrik olehkonsumen; dan
215
c. mengambil tindakan penertiban ataspemakaian tenaga listrik secara tidak sah.
(2) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum tidak bertanggung jawab atasbahaya terhadap kesehatan, nyawa, dan barangyang timbul karena penggunaan tenaga listrik yangtidak sesuai dengan peruntukannya atau salahdalam pemanfaatannya.
(3) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum dalam menyediakan tenagalistrik wajib :a. memberikan pelayanan yang baik;b. menyediakan tenaga listrik secara terus
menerus dengan mutu dan keandalan yangbaik;
c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguantenaga listrik;
d. bertanggung jawab atas segala kerugian ataubahaya terhadap nyawa, kesehatan, danbarang yang timbul karena kelalaiannya; dan
e. melakukan pengamanan instalasiketenagalistrikan terhadap bahaya yangmungkin timbul.”
15. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 32(1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur
dan ditetapkan dengan memperhatikankepentingan dan kemampuan masyarakat.
(2) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yangdisediakan oleh Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden atasusul Menteri.
216
(3) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yangdisediakan oleh Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umumditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya dalam pemberianizin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat(4).
(4) Menteri dalam mengusulkan harga jual tenagalistrik untuk konsumen sebagaimana dimaksudpada ayat (2) memperhatikan hal-hal sebagaiberikut :a. kaidah-kaidah industri dan niaga yang sehat;b. biaya produksi;c. efisiensi pengusahaan;d. kelangkaan sumber energi primer yang
digunakan;e. skala pengusahaan dan interkoneksi sistem
yang dipakai; danf. tersedianya sumber dana untuk investasi.”
(5) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota dalammenetapkan harga jual tenaga listrik untukkonsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3),memperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksudpada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f.
(6) Dalam menentukan harga jual tenaga listrik untukkonsumen tidak mampu, Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya selainmemperhatikan hal-hal sebagaimana dimaksudpada ayat (4) huruf a sampai dengan huruf f,mempertimbangkan juga kemampuanmasyarakat.”
16. Di antara Pasal 32 dan Pasal 33 disisipkan 1 (satu)pasal, yakni Pasal 32A, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 32A(1) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringan
tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal11 ayat (3) dinyatakan dengan mata uang rupiah.
217
(2) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringantenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat disesuaikan berdasarkan perubahanunsur biaya tertentu atas dasar kesepakatanbersama yang dicantumkan dalam perjanjian jualbeli tenaga listrik atau perjanjian sewa jaringantenaga listrik.
(3) Harga jual tenaga listrik atau harga sewa jaringantenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus mendapatkan persetujuan Menteri,Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya.”
17. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 35(1) Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai
kewenangannya sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 ayat (4) melakukan pengawasan umumterhadap usaha penyediaan dan pemanfaatantenaga listrik.
(2) Pengawasan umum sebagaimana dimaksud padaayat (1) meliputi:a. keselamatan pada keseluruhan sistem
penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik;b. aspek lindungan lingkungan;c. pemanfaatan teknologi yang bersih, ramah
lingkungan dan berefisiensi tinggi padapembangkitan tenaga listrik;
d. kompetensi tenaga teknik;e. keandalan dan keamanan penyediaan tenaga
listrik;f. tercapainya standardisasi dalam bidang
ketenagalistrikan.(3) Dalam rangka pengawasan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Menteri menetapkanPedoman Umum Pengawasan Ketenagalistrikan.”
218
18. Ketentuan Pasal 36 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut:
“Pasal 36(1) Dalam melakukan pengawasan umum, Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya melakukan pemeriksaan atasdipenuhinya syarat-syarat keselamatanketenagalistrikan baik oleh Pemegang KuasaUsaha Ketenagalistrikan dan Pemegang IzinUsaha Ketenagalistrikan maupun pemanfaattenaga listrik.
(2) Dalam melakukan pengawasan umumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri,Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya menugaskan kepada InspekturKetenagalistrikan untuk melakukan pemeriksaanatas dipenuhinya syarat-syarat aman, andal danakrab lingkungan pada instalasi ketenagalistrikan.
(3) Pengawasan atas pemenuhan syarat keselamatankerja dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.”
19. Ketentuan Pasal 37 diubah, sehingga berbunyi sebagaiberikut:
“Pasal 37Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 35 Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya mengadakankoordinasi dengan instansi lain yang bidang tugasnyaberkaitan dengan usaha penyediaan tenaga listrik.
20. Di antara Pasal 37 dan Pasal 38 disisipkan 1 (satu)pasal, yakni Pasal 37A, sehingga berbunyi sebagaiberikut :
“Pasal 37A(1) Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan wajib
melaporkan kegiatan usahanya setiap 3 (tiga)bulan kepada Menteri.
219
(2) Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untukKepentingan Umum dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Sendiriwajib melaporkan kegiatan usahanya setiap 3(tiga) bulan kepada Menteri, Gubernur, atauBupati/Walikota sesuai kewenangannya.”
Pasal IIDengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturanpelaksanaan di bidang ketenagalistrikan yang telahdikeluarkan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan ataubelum diubah dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal IIIPeraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggalditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Pemerintah ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara RepublikIndonesia.
Ditetapkan di Jakartapada tanggal 16 Januari 2005PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakartapada tanggal 16 Januari 2005MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.Dr. HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005NOMOR 5
220
PENJELASANATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 3 TAHUN 2005
TENTANGPERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 10 TAHUN 1989 TENTANGPENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN TENAGA LISTRIK
UMUMUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang dibentukuntuk menggantikan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentangKetenagalistrikan telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikatoleh putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnyauntuk mengisi kekosongan hukum, menurut putusan Mahkamah Konstitusi,Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 berlaku kembali.Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan danPemanfaatan Tenaga Listrik sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dibentuk berdasarkan sistempenyelenggaraan Pemerintahan Negara yang sentralistik dengan menitikberatkankewenangan dan tanggung jawab penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrikpada Pemerintah Pusat. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun2004 tentang Pemerintahan Daerah terjadi perkembangan keadaan, perubahanketatanegaraan serta tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah menurut asasotonomi dan tugas pembantuan berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.Sehubungan dengan perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan tersebut,daerah memiliki kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan dalampenyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik guna memberi pelayanan, peningkatanperan serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan padapeningkatan kesejahteraan rakyat. Selain hal tersebut di atas dengan dibentuknyaberbagai peraturan lainnya yang terkait dengan kegiatan di bidangketenagalistrikan, maupun untuk mewujudkan pelaksanaan kebijakan otonomidaerah dalam perizinan, perencanaan, dan pendanaan di bidang ketenagalistrikandan meningkatkan partisipasi koperasi, Badan Usaha Milik Negara, Badan UsahaMilik Daerah, swasta, swadaya masyarakat dan perorangan dalam penyediaaantenaga listrik serta untuk meningkatkan kepastian hukum dan kepastian berusahadi bidang ketenagalistrikan, perlu mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 10Tahun 1989.
221
Perubahan materi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 antaralain sebagai berikut :1. Kewenangan Menteri menetapkan daerah usaha dan/atau bidang usaha
Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK);2. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) disusun dengan
mempertimbangkan masukan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat;3. Penggunaan energi terbarukan menjadi prioritas utama;4. Peran Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan dana
pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik pada daerah yang belumberkembang, daerah terpencil, dan untuk membantu kelompok masyarakattidak mampu;
5. Koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), swasta, swadayamasyarakat dan perorangan dapat menjadi Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum dengan Izin Usaha ditetapkanoleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya;
6. Jaringan Transmisi untuk kepentingan umum dapat digunakan oleh BadanUsaha lain selain pemilik jaringan tersebut;
7. Pembelian tenaga listrik dan/atau sewa jaringan dilakukan melaluipelelangan umum dan dalam hal tertentu dapat dilakukan melaluipenunjukan langsung;
8. Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh PemegangKuasa Usaha Ketenagalistrikan ditetapkan oleh Presiden berdasarkan usulMenteri.
9. Harga jual tenaga listrik untuk konsumen yang disediakan oleh PemegangIzin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum ditetapkan olehMenteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.
10. Keselamatan Ketenagalistrikan meliputi standardisasi, pengamanan instalasitenaga listrik dan pengamanan pemanfaat tenaga listrik.
PASAL DEMI PASALPasal I
Angka 1Pasal 2
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
222
Ayat (3)Yang dimaksud dengan sumber energi primer meliputi energitak terbarukan dan energi terbarukan. Energi primer takterbarukan antara lain minyak bumi, gas bumi, dan batubara,sedangkan sumber energi primer terbarukan antara lain tenagaair, angin, surya, panas bumi, dan biomasa.
Ayat (4)Cukup jelas
Angka 2Pasal 2A
Cukup jelasAngka 3
Pasal 3Cukup jelas
Angka 4Pasal 5
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Bagi Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan, perubahanrencana penyediaan tenaga listrik setelah pemberian IzinUsaha Ketenagalistrikan wajib mendapatkan pengesahankembali oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuaikewenangannya.
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Huruf a
Peringatan tertulis dilakukan apabila Pemegang IzinUsaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumtidak membuat dan/atau tidak melaksanakan RencanaPenyediaan Tenaga Listrik.
223
Huruf bPenangguhan kegiatan dilakukan apabila PemegangIzin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umumsetelah mendapat teguran tertulis tetap tidak membuatdan/atau tidak melaksanakan Rencana PenyediaanTenaga Listrik.
Huruf cPencabutan izin dilakukan apabila Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan untuk Kepentingan Umum tetap tidakmenaati persyaratan selama masa penangguhan.
Angka 5Pasal 6
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Yang dimaksud Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalamketentuan ini adalah BUMN yang bukan ditetapkan sebagaiPemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Cukup jelas
Ayat (7)Yang dimaksud belum dapat menjangkau seluruh daerahusahanya adalah:1. belum mempunyai/memiliki kapasitas tenaga listrik yang
dibutuhkan di daerah usahanya;2. belum tersedianya sarana penyediaan tenaga listrik.
Ayat (8)Cukup jelas
Ayat (9)Cukup jelas
224
Ayat (10)Cukup jelas
Ayat (11)Cukup jelas
Ayat (12)Cukup jelas
Ayat (13)Cukup jelas
Ayat (14)Cukup jelas
Angka 6Pasal 11
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Cukup jelas
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Yang dimaksud dengan kondisi krisis penyediaan tenaga listrikadalah kondisi dimana kapasitas penyediaan tenaga listriktidak mencukupi kebutuhan beban di daerah tersebut, yangdapat disebabkan antara lain karena pertumbuhan bebanyang jauh melampaui kemampuan penyediaan tenaga listrik,bencana alam, dan adanya konflik/kerusuhan.
Ayat (7)Cukup jelas
Ayat (8)Cukup jelas
Ayat (9)Cukup jelas
Angka 7Pasal 13
Cukup jelas
225
Angka 8Pasal 15
Ayat (1)Mutu dan keandalan antara lain tingkat variasi perubahan naikturunnya frekuensi sistem, atau perubahan naik turunnyategangan pada titik pemakaian, ataupun jumlah dan lamaterhentinya penyediaan tenaga listrik (gangguan).
Ayat (2)Penetapan mutu dan keandalan oleh Menteri mengingat mutudan keandalan sistem ketenagalistrikan sangat dinamis dansecara teknis mutu dan keandalan tidak sama di setiap daerahsehingga tidak dapat diberlakukan secara nasional.
Angka 9Pasal 21
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Disamping untuk keamanan instalasi tenaga listrik,keselamatan ketenagalistrikan dimaksudkan pula untukmemberi perlindungan kepada masyarakat untukmendapatkan rasa aman, rasa nyaman, dan kesehatan sertakelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai standar yangberlaku.
Ayat (3)Yang dimaksud dengan Badan Usaha Penunjang TenagaListrik adalah badan usaha yang diberi izin untuk melakukanpekerjaan perencanaan pembangunan dan pemasanganinstalasi ketenagalistrikan.
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Cukup jelas
Ayat (7)Cukup jelas
Ayat (8)Cukup jelas
226
Ayat (9)Peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam adalahperaturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Ayat (10)Cukup jelas
Angka 10Pasal 22
Ayat (1)Instalasi ketenagalistrikan dimaksud harus didukung olehperalatan dan pemanfaat listrik yang memenuhi standar dibidang ketenagalistrikan.
Ayat (2)Sertifikat laik operasi diterbitkan oleh lembaga sertifikasi(lembaga inspeksi) yang berwenang, dimaksudkan sebagaisarana untuk menjamin terpenuhinya ketentuan andal, aman,dan akrab lingkungan bagi instalasi ketenagalistrikan.
Angka 11Pasal 23
Cukup jelasAngka 12
Pasal 23ADengan berkembangnya teknologi, penggunaan jaringantenaga listrik dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain selainpenyaluran tenaga listrik, antara lain untuk mentransmisikandata, internet, telekomunikasi, multimedia, dan informatika.
Angka 13Pasal 24
Ayat (1)Yang diberlakukan sebagai standar wajib adalah SNI yangberkaitan dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan danfungsi lingkungan hidup di bidang ketenagalistrikan.
Ayat (2)Tanda SNI yang dibubuhkan pada peralatan tenaga listrik,menunjukan bahwa peralatan tersebut telah memenuhipersyaratan mutu yang termuat dalam SNI.
Ayat (3)Tanda Keselamatan dibubuhkan pada pemanfaat tenagalistrik, menunjukan bahwa pemanfaat tersebut telah memenuhipersyaratan keselamatan yang dimuat dalam SNI.
227
Ayat (4)Cukup jelas
Angka 14Pasal 25
Ayat (1)Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Tindakan adalah antara lain pemutusan sementara alirantenaga listrik.
Huruf cTindakan penertiban yang dimaksud misalnyapencabutan kabel-kabel yang dipasang untukmendapatkan tenaga listrik secara tidak sah. Terhadappemakaian yang tidak sah itu sendiri pada dasarnyadapat dilaporkan kepada pihak yang berwajib sebagaitindak pidana pencurian.
Ayat (2)Yang dimaksud dengan bahaya terhadap kesehatan ataunyawa adalah karena akibat sengatan, terbakar, terlukalainnya oleh tenaga listrik.
Ayat (3)Huruf a
Cukup jelasHuruf b
Cukup jelasHuruf c
Cukup jelasHuruf d
Kelalaian ini dapat terjadi baik dalam arti sewaktupelaksanaan pekerjaan atau tidak segera dilakukantindakan pengamanan perbaikan, sementara laporanatau informasi mengenai hal tersebut telah diberikan,ataupun karena tindakan-tindakan lain yang dapatmenimbulkan kerugian selama pemberian pelayanantenaga listrik.
Huruf eCukup jelas
228
Angka 15Pasal 32
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Yang dimaksud dengan harga jual tenaga listrik untukkonsumen adalah harga yang dibayar pelanggan ataspenggunaan tenaga listrik yang dapat terdiri dari biaya beban(Rp/kVA) dan/atau biaya pemakaian (Rp/kWh), dan biayapemakaian daya reaktif (Rp/kVArh) atau dibayar berdasarkanharga langganan (Rp/bulan) sesuai dengan batasan daya yangdipakai.
Ayat (3)Yang dimaksud harga jual tenaga listrik untuk konsumen dalamketentuan ini sama dengan penjelasan pada ayat (1).
Ayat (4)Cukup jelas
Ayat (5)Cukup jelas
Ayat (6)Yang dimaksud dengan konsumen tidak mampu adalahkonsumen listrik dengan daya tersambung sampai dengan 450VA yang pemakaiannya sampai dengan 30 kWh perbulan.
Angka 16Pasal 32 A
Cukup jelasAngka 17
Pasal 35Cukup jelas
Angka 18Pasal 36
Ayat (1)Cukup jelas
Ayat (2)Cukup jelas
Ayat (3)Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalahperaturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
229
Angka 19Pasal 37
Cukup jelasAngka 20
Pasal 37ACukup jelas
Pasal IICukup jelas
Pasal IIICukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIANOMOR 4469
230
Lampiran 5MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGINomor : 02 P/451/M.PE/1991
TENTANG
HUBUNGAN PEMEGANG KUASA USAHAKETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANG IZIN USAHA
KETENAGALISTRIKAN UNTUK KEPENTINGAN UMUMDENGAN MASYARAKAT
MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,
Menimbang : Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal-pasal 27, 28 dan29 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989dipandang perlu untuk menetapkan pengaturanmengenai hubungan Pemegang izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum DenganMasyarakat dalam suatu Peraturan MenteriPertambangan dan Energi ;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 (LNTahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989(LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor3394) ;
3. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984tanggal 6 Maret 1984 ;
4. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988tanggal 21 Maret 1988 ;
5. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor 01 P/40/M.PE/1990 tanggal 16 Juni1990;
231
M E M U T U S K A N :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTAMBANGANDAN ENERGI TENTANG HUBUNGANPEMEGANG KUASA USAHAKETENAGALISTRIKAN DAN PEMEGANGIZIN USAHA KETENAGALISTRIKAN UNTUKKEPENTINGAN UMUM DENGANMASYARAKAT.
B A B I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan :a. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
ketenagalistrikan ;b. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab
dalam bidang ketenagalistrikan ;c. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang
dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk semuakeperluan dan bukan untuk listrik yang digunakan dalam komunikasiatau isyarat ;
d. Pengusaha adalah Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan yangdidirikan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku danPemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umumtermasuk Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan UntukKepentingan Sendiri yang menjual kelebihan tenaga listriknyakepada masyarakat.
e. Peminta Tenaga Listrik adalah setiap orang atau Badan Usaha atauBadan/Lembaga lainnya yang meminta sambungan tenaga listrik dariinstalasi Pengusaha ;
f. Pemakai Tenaga Listrik adalah setiap orang atau Badan Usaha atauBadan/Lembaga lainnya memakai tenaga listrik dari instalasiPengusaha :1. Berdasarkan alas hak yang sah ;2. Tanpa berdasarkan alas hak yang sah ;
232
g. Pelanggan adalah pemakai tenaga listrik sebagaimana termaksuddalam huruf f angka 1 ;
h. Jaringan Tenaga Listrik adalah sistem penyaluran/ pendistribusiantenaga listrik yang dapat dioperasikan dengan Tegangan Rendah,Tegangan Menengah, Tegangan Tinggi atau Tegangan Ekstra Tinggi;
i. Sambungan tenaga listrik yang selanjutnya disingkat “SL” adalahpenghantar di bawah atau di atas tanah termasuk peralatannyasebagai bagian Instalasi Pengusaha yang merupakan sambunganantara jaringan tenaga listrik milik Pengusaha dengan InstalasiPelanggan untuk menyalurkan tenaga listrik dengan TeganganRendah atau Tegangan Menengah atau Tegangan Tinggi atauTegangan Ekstra Tinggi ;
j. Tegangan Ekstra Tinggi adalah tegangan sistem di atas 245.000volt sesuai Standar Listrik Indonesia ;
k. Tegangan Tinggi adalah tegangan sistem di atas 35.000 volt sampaidengan 245.000 volt sesuai Standar Listrik Indonesia :
l. Tegangan Menengah adalah tegangan sistem di atas 1.000 voltsampai dengan 35.000 volt sesuai Standar Listrik Indonesia :
m. Tegangan Rendah adalah tegangan sistem di atas 100 volt sampaidengan 1.000 volt sesuai Standar Listrik Indonesia :
n. Alat Pembatas adalah alat milik Pengusaha yang merupakanpembatasan daya atau tenaga listrik yang dipakai Pelanggan ;
o. Alat Pengukur adalah alat milik Pengusaha yang merupakan bagianSL Tegangan Rendah atau Tegangan Menengah atau TeganganTinggi atau Tegangan Ekstra Tinggi untuk pengukuran daya atauTenaga Listrik dan energi yang dipakai oleh Pelanggan ;
p. Instalasi Ketenagalistrikan – selanjutnya disebut Instalasi – adalahbangunan sipil dan elektromekanik, mesin, peralatan, saluran danperlengkapannya yang dipergunakan untuk pembangkitkan,konversi, transformasi, penyaluran, distribusi dan pemanfaatantenaga listrik ;
q. Instalasi Pengusaha adalah instalasi ketenagalistrikan milik Pengusahasampai dengan Alat Pembatas dan atau Alat Pengukur.
r. Instalasi Pelanggan adalah instalasi ketenagalistrikan milik atau yangdikuasai Pelanggan, sesudah alat Pembatas dan atau Alat Pengukur;
s. Piranti Tenaga Listrik adalah alat berikut pengawatannya yangmemanfaatkan tenaga listrik untuk kegunaan mekanis, kimiawi,pemanasan, penerangan, pengujian dan kegiatan lain sejenis dantidak merupakan bagian SL ;
233
t. Keandalan sistem atau keandalan pelayanan selanjutnya disebutkeandalan – adalah kesanggupan suatu sistem untuk melaksanakanfungsi pelayanannya menurut keadaan yang ditetapkan dalam jangkawaktu yang ditetapkan pula.
B A B IIHAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA
Bagian PertamaHak Pengusaha
Pasal 21. Dalam menyediakan Tenaga Listrik kepada Pengusaha diberikan hak
untuk:a. Memasuki tempat umum atau bangunan atau persil Peminat Tenaga
Listrik, memasuki tempat Instalasi Pelanggan, Instalasiketenagalistrikan yang dipergunakan oleh masyarakat, danmenggunakan untuk sementara waktu atau setiap kali diperlukan,untuk melakukan pekerjaan penyediaan / penyambungan TenagaListrik dan pemeriksaan instalasi Pengusaha, dengan mengindahkanperaturan perundang-undangan yang berlaku ;
b. Melintas di atas atau di bawah bangunan atau persil Peminta TenagaListrik, Pelanggan dan Masyarakat yang dibangun di atas dan ataudi bawah tanah ;
c. Menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalangiInstalasi dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yangberlaku ;
d. Melaksanakan Pekerjaan penyambungan SL ke Instalasi PemintaTenaga Listrik dan atau Pelanggan dari Instalasi Pengusaha yangberada di atas bangunan atau persil Peminta Tenaga Listrik danatau Pelanggan, dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;
f. Mengambil tindakan atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pelanggandalam setiap perjanjian jual beli Tenaga Listrik, antara lain berupatagihan susulan dan kemudian diikuti dengan pemutusan sementarauntuk jangka waktu yang dapat ditetapkan oleh Pengusahamaksimum selama 2 (dua) bulan.Ketentuan mengenai hal-hal tersebut di atas ditetapkan olehPengusaha dan disahkan oleh Direktur Jenderal ;
234
h. Menetapkan pembayaran biaya penyambungan Tenaga Listrik yangdibebankan kepada Peminta Tenaga Listrik dan biaya tambahandaya listrik kepada Pelanggan yang akan menambah daya sesuaiketentuan biaya penyambungan yang ditetapkan Menteri ;
i. Menetapkan biaya lain yang dibebankan kepada Peminta TenagaListrik dan atau Pelanggan yang ditetapkan Pengusaha, dan disahkanDirektur Jenderal.
2. Disamping hak sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini kepadaPengusaha diberikan hak untuk memutus SL dalam hal-hal sebagai berikut:a. Apabila terjadi bencana alam atau keadaan tertentu lain yang
mengakibatkan pemanfaatan Tenaga Listrik dapat membahayakankeselamatan umum ;
b. Apabila Instalasi Pengusaha dan Instalasi Pelanggan tidak amandan dapat mengakibatkan bahaya dan/atau mengganggupemanfaatan Tenaga Listrik ;
c. Apabila terdapat hal-hal pada Instalasi Pelanggan maupun padasambungan rumah, alat pembatas dan atau alat pengukur yang dapatmerugikan Pengusaha atas pemakaian tenaga listrik oleh Pelangganyang bersangkutan ;
3. Pemutusan SL sebagaimana termaksud pada ayat (2) Pasal ini dan akibatyang ditimbulkan, antara lain gangguan terhadap kesehatan, jiwa, kerugianbarang atau harta, tidak memberikan hak kepada Pelanggan ataumasyarakat untuk menuntut ganti rugi.
4. Pengusaha tidak bertanggung jawab terhadap bahaya yang timbul terhadapkesehatan, nyawa dan barang, karena penggunaan tenaga listrik yang tidaksesuai dengan peruntukannya atau salah dalam pemanfaatannya.
5. Hak Pengusaha lainnya dapat diatur lebih lanjut oleh Pengusaha dandisahkan Direktur Jenderal.
Bagian KeduaKewajiban Pengusaha
Pasal 31. Dalam menyediakan Tenaga Listrik Pengusaha wajib melakukan hal-hal
sebagai berikut :a. Memberikan pelayanan yang baik ;b. Menyediakan Tenaga Listrik secara berkesinambungan dengan mutu
dan keandalan yang baik sebagaimana diatur dalam PeraturanMenteri tentang Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik ;
235
c. Melakukan perbaikan, apabila terdapat gangguan Tenaga Listrikatau apabila variasi Tegangan Rendah melampaui batas sebagaimanatermaksud dalam Peraturan Menteri tentang PersyaratanPenyambungan Tenaga Listrik ;
d. Bertanggung jawab atas semua kerugian atau bahaya terhadap jiwa,kesehatan dan barang yang rusak karena kelalaiannya sesuaiperaturan perundang-undangan yang berlaku ;
e. Memberikan kompensasi berupa reduksi apabila terjadi penghentiansementara penyaluran Tenaga Listrik, yang berlangsung secara terusmenerus melebihi jangka waktu 3 x 24 (tiga kali duapuluh empat)jam, dengan ketentuan bahwa peraturan pelaksanaannya diaturPengusaha dan disahkan Direktur Jenderal.
2. Dalam melakukan penghentian sementara penyaluran Tenaga Listrik sesuairencana Pengusaha, Pengusaha terlebih dahulu harus memberitahukankepada Pelanggan selambat-lambatnya 24 (duapuluh empat) jam sebelumterjadinya penghentian sementara tersebut, dengan ketentuan bahwa carapemberitahuannya diatur Pengusaha.
BAB IIIHAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT DAN PELANGGAN
Bagian PertamaHak Masyarakat dan Pelanggan
Pasal 41. Masyrakat di daerah usaha Pengusaha, berhak mendapatkan Tenaga
Listrik yang disediakan Pengusaha setelah memenuhi persyaratanpenyambungan tenaga listrik.
2. Pelanggan mempunyai hak untuk :a. Mendapatkan pelayanan yang baik ;b. Mendapatkan Tenaga Listrik secara berkesinambungan dengan mutu
dan keandalan yang baik ;c. Mendapatkan pelayanan untuk perbaikan terhadap gangguan
penyediaan Tenaga Listrik atau penyimpangan atas mutu TenagaListrik yang disalurkan.
236
Bagian KeduaKewajiban Pelanggan
Pasal 51. Kewajiban pelanggan adalah :
a. Melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbulsebagai akibat pemanfaatan Tenaga Listrik ;
b. Menjaga dan memelihara keamanan Instalasi Pelanggan ;c. Menjaga keamanan Alat Pembatas dan atau Alat Pengukur
Pengusaha yang terpasang pada bangunan atau persil Pelanggan ;d. Menjaga keamanan SL yang berada pada bangunan atau persil
Pelanggan ;e. Menggunakan Tenaga Listrik sesuai dengan peruntukkannya ;f. Mentaati persyaratan penyambungan Tenaga Listrik sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri tentang Persyaratan PenyambunganTenaga Listrik ;
g. Memenuhi ketentuan Peraturan Instalasi Ketenagalistrikan yangberlaku ;
h. Mengizinkan Pengusaha untuk melaksanakan haknya sebagaimanatermaksud dalam Pasal 2 Peraturan Menteri ini.
2. Pelanggan bertanggung jawab atas kesalahannya yang mengakibatkankerugian terhadap Pengusaha.
3. Pelanggan bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan, jiwa danbarang yang timbul karena penggunaan Tenaga Listrik yang tidak sesuaidengan peruntukkannya atau salah dalam pemanfaatannya.
BAB IV
PERJANJIAN ANTARA PENGUSAHA DENGAN PELANGGAN
Pasal 61. Setiap Peminat Tenaga Listrik wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan
Pengusaha yang telah disahkan Direktur Jenderal.2. Penyediaan Tenaga Listrik oleh Pengusaha dan Pemanfaatannya oleh
Pelanggan harus diatur dalam perjanjian jual beli Tenaga Listrik dalambentuk perjanjian formulir yang disediakan pengusaha.
237
3. Perjanjian atau formulir sebagaimana termaksud pada ayat (2) Pasal iniharus memuat antara lain hak dan kewajiban Pengusaha dan Pelanggansesuai Peraturan Menteri ini serta sanksi-sanksi dan harga jual TenagaListrik sesuai peraturan yang berlaku.
BAB V
S A N K S I
Pasal 7Setiap Pengusaha dan Pemakai Tenaga Listrik yang melanggar Peraturan Menteriini dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 8Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini diaturlebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 9Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 16 Juni 1994Menteri Pertambangan dan Energi
Ttd
GINANDAR KARTASASMITAFoto CopyPeraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor : 02 P/551/M.PE/1991Tanggal : 26 April 1991Sesuai Dengan Aslinya.
Kepala Biro Hukum dan HumasKepala Bagian Humas dan Dok. Hukum
Elina Widyastuti
238
Lampiran 6MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI
REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGINomor : 03 P/451/M.PE/1991
TENTANG
PERSYARATAN PENYAMBUNGAN TENAGA LISTRIK
MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,
Menimbang : Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal-pasal 29Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989dipandang perlu untuk meninjau kembali PeryaratanPenyambungan Tenaga Listrik sebagaimana diaturdalam Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor 02 P/400/M.PE/1984 tanggal 9 Juni 1984dalam suatu Peraturan Menteri Pertambangan danEnergi ;
Mengingat : 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (sb.1915 Nomor 723 jo. Undang-undang Nomor73 Tahun 1958 (LN Tahun 1958 127) ;
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 ( LNTahun 1985 Nomor 74, TLN Nomor 3317 );
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989(LN Tahun 1989 Nomor 24, TLN Nomor3394) ;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1990(LN Tahun 1990 Nomor 21) ;
5. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984tanggal 6 Maret 1984 ;
239
6. Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988tanggal 21 Maret 1988 ;
7. Peraturan Menteri Pertambangan dan energiNomor 11/P/M/Pertamban/1981 tanggal 5November 1981 ;
8. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor 02/P/M/Pertamben/1983 tanggal 3November 1983 ;
9. Peraturan Menteri Pertambangan dan energiNomor 01 P/40/M.PE/1993 tanggal 16 Juni1990;
M E M U T U S K A N
Dengan mencabut Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor02 P 400/M.PE/1984 tanggal 9 Juni 1984;
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTAMBANGANDAN ENERGI TENTANG PENYAMBUNGANTENAGA LISTRIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksudkan dengan:a. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
ketenagalistrikan ;b. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertanggung jawab dalam
bidang ketenagalistrikanc. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan,
ditransmisikan dan disitribusikan untuk semua jenis keperluan dan bukanlistrik yang digunakan dalam komunikasi atau isyaratkan ;
d. Pengusaha Tenaga Listrik adalah setiap orang atau Badan Usaha atauBadan/Lembaga lain yang memakai tenaga listrik dari instalasi Pengusaha:1. Berdasarkan alas hak yang sah ;2. Tanpa berdasarkan alat hak yang sah.
240
f. Pelanggan adalah pemakai tenaga listrik sebagaimana termaksud padahuruf e angka 1 ;
g. Jaringan tenaga listrik adalah sistem penyaluran / pendistribusian tenagalistrik yang dapat dioperasikan dengan Tegangan listrik yang dapatdioperasikan dengan Tegangan Rendah, Tegangan Menengah, TeganganTinggi atau Tegangan Ekstra Tinggi ;
h. Sambungan Tenaga Listrik selanjutnya disingkat “SL” adalah penghantardi bawah atau di atas tanah, termasuk peralatannya sebagai bagian InstalasiPengusaha yang merupakan sambungan antara jaringan tenaga listrik milikPengusaha dengan Instalasi Pelanggan untuk menyalurkan tenaga listrikdengan Tegangan Rendah atau Tegangan Menengah atau Tegangan Tinggiatau Tegangan Ekstra Tinggi ;
i. Tegangan Ekstra Tinggi adalah tegangan sistem di atas 245.000 (dua ratusempat puluh lima ribu) volt sesuai Standar Listrik Indonesia ;
j. Tegangan Tinggi adalah tegangan sistem di atas 35.000 (tiga puluh limaribu) volt sampai 245.000 (dua ratus empat puluh lima ribu) sesuai StandarListrik Indonesia ;
k. Tegangan Menengah adalah tegangan sistem di atas 1.000 (seribu) voltsampai 35.000 (tiga puluh lima ribu) sesuai Standar Listrik Indonesia ;
l. Tegangan Rendah adalah tegangan sistem di atas 100 (seratus) volt sampai1.000 (seribu) sesuai Standar Listrik Indonesia ;
m. Alat Pembatas adalah alat milik Pengusaha yang merupakan pembatasandaya atau tenaga listrik yang dipakai Pelanggan ;
n. Alat Pengukur adalah alat milik Pengusaha yang merupakan bagian SLTegangan Rendah atau Tegangan Menengah atau Tegangan Tinggi atauTegangan Ekstra Tinggi untuk pengukuran daya atau Tenaga Listrik danenergi yang digunakan Pelanggan ;
o. Instalasi Ketenagalistrikan – selanjutnya disebut Instalasi – adalah bangunansipil dan elektro mekanik, mesin, peralatan, saluran dan perlengkapannyayang dipergunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi,penyaluran, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik ;
p. Instalasi Pengusaha adalah instalasi ketenagalistrikan milik Pengusahasampai dengan Alat Pembatas dan atau Alat Pengukur ;
q. Instalasi Pelanggan adalah instalasi ketenagalistrikan milik atau yangdikuasai Pelanggan, sesudah alat pembatas dan atau alat pengukur ;
r. Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah Badan Usaha dalam bidangketenagalistrikan yang mendapat izin kerja dari Direktur Jenderal.
241
s. Peranti Tenaga Listrik adalah alat berikut pengawatannya yangmemanfaatkan tenaga listrik untuk kegunaan mekanis, kimiawi, pemanas,penerangan, pengujian dan kegiatan lain sejenis dan tidak merupakanbagian SL ;
t. Keandalan sistem atau keandalan pelayanan selanjutnya disebut keandalan– adalah kesanggupan suatu sistem untuk melaksanakan fungsipelayanannya menurut keadaan yang ditetapkan dan dalam jangka waktuyang ditetapkan pula.
BAB II
PENYALURAN TENAGA LISTRIK
Bagian PertamaMutu dan Keandalan Tenaga listrik yang Disalurkan
Pasal 21. Mutu Tenaga Listrik yang disalurkan Pengusaha, harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :a. Tenaga Listrik arus bolak balik yang disalurkan baik fase tunggal,
maupun fase tiga dengan frekuensi 50 (lima puluh) hertz ;b. Pada jaringan Tegangan Rendah untuk fase tunggal dengan tegangan
nominal antara fase dengan penghantar nol adalah 230 (dua ratus tigapuluh) volt dan untuk fase tiga tegangan antara fase adalah 400 (empatratus) volt ;
c. Pada jaringan Tegangan Menengah dengan tegangan nominal 6.000(enam ribu) volt tiga fase tiga kawat. 20.000 (dua puluh ribu) Volt tigafase tiga kawat atau empat kawat dan 35.000 (tiga puluh lima ribu)Volt tiga fase tiga Kawat atau tiga fase empat kawat antar fase ;
d. Variasi Tegangan yang diperbolehkan maksimum 5% (lima perseratus)di atas dan 10% (sepuluh perseratus) di bawah tegangan nominalsebagaimana termaksud pada huruf = b
e. Pada jaringan Tegangan Tinggi dan Tegangan Ekstra Tinggi, makaTegangan nominal adalah sesuai standar yang berlaku.
2. Terhadap daerah yang masih menggunakan frekuensi dan atau teganganyang belum disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana termaksud dalamPasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri ini wajib diadakan penyesuaian dalamjangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai berlakunya Peraturan Menteriini.
242
3. Pengusaha harus melaksanakan tindakan perbaikan apabila variasitegangan melampaui batas maksimum sebagaimana termaksud pada hurufd ayat (1) Pasal ini.
4. Keandalan dalam menyalurkan Tenaga Listrik adalah sesuai Standar ListrikIndonesia.
Bagian KeduaKelangsungan Penyaluran Tenaga Listrik
Pasal 31. Pengusaha wajib menyalurkan Tenaga Listrik kepada Pelanggan secara
berkesinambungan dengan keandalan yang baik, kecuali dalam keadaanmendesak (force Majeure) dan penghentian sementara dapat dilakukandalam hal sebagaimana termaksud pada ayat (2) Pasal ini.
2. Penyaluran Tenaga Listrik dapat dihentikan untuk sementara waktu danaatau setiap waktu oleh Pengusaha apabila dipenuhi salah satu atau lebihdaripada hal-hal sebagai berikut :a. Diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan,
perbaikan gangguan, perluasan atau rehabilitasi Instalasi Pengusahayang berkaitan dengan Instalasi Pelanggan ;
b. Terjadi sesuatu hal pada Instalasi yang membahayakan kelangsunganpenyaluran Tenaga Listrik, dan/atau keselamatan umum serta keamananjiwa manusia ;
c. Dianggap membahayakan keselamatan umum serta keamanan daerahdan Negara ;
d. Atas perintah instansi yang berwajib dan/atau pengadilan ;e. Apabila terdapat perubahan Standar dalam bidang ketenagalistrikan.
3. Penghentian sementara penyaluran Tenaga Listrik sebagaimana termaksudpada ayat (2) Pasal ini tidak memberikan hak kepada Pelanggan ataumasyarakat untuk menuntut ganti rugi.
4. Terhadap daerah dan Pelanggan yang masih menggunakan penjadwalanpenyediaan Tenaga Listrik, Pengusaha harus menyediakan Tenaga Listriksesuai jadwal yang telah ditetapkan.
243
BAB III
PENYAMBUNGAN TENAGA LISTRIK
Bagian Pertama
Pasal 4Pekerjaan penyambungan dan pemasangan Instalasi hanya dapat dilakukanapabila telah dipenuhi persyaratan teknis dalam Peraturan Menteri Pertambangandan Energi tentang Instalasi Ketenagalistrikan dan persyaratan penyambungantenaga listrik dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 5Persyaratan lebih lanjut mengenai penyambungan Tenaga Listrik ditetapkanoleh Direktur Jenderal.
Pasal 61. Pengusaha berhak menentukan jenis-jenis SL yang akan digunakan
yaitu :a. SL Tegangan Rendah ;b. SL Tegangan Menengah ;c. SL Tegangan Tinggi ;d. SL Tegangan Ekstra Tinggi ;
2. Penyambungan SL sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini yangbersifat sementara diatur oleh Pengusaha.
Bagian KeduaPengukuran
Pasal 71. Pengukuran Pemakaian Tenaga Listrik untuk satu Pelanggan dalam satu
bangunan atau persil sesuai sifat dan jenis penggunaannya dilakukan dengansatu pengukuran.
2. Apabila pada satu bangunan atau persil terdapat lebih dari satu Pelangganatau sifat dan jenis penggunaannya berbeda, maka Pengusaha berhakmenentukan baik jumlah maupun jenis Alat Pembatas dan atau AlatPengukur yang dipergunakan.
244
3. Dalam hal penggunaan Tenaga Listrik yang melebihi daya tersambungmaksimum oleh Pelanggan industri untuk proses tertentu dan dalam jangkawaktu yang disetujui bersama antara Pengusaha dan Pelanggan, makaPengusaha berhak menentukan jenis Alat Pembatas dan atau alat pengukuryang dipergunakan untuk pengukuran pemakaian Tenaga Listriknya.
4. Dalam hal-hal tertentu lainnya penggunaan meter untuk pemakaianTenaga Listrik diatur oleh Pengusaha dan disahkan oleh DirekturJenderal.
BAB IV
INSTALASI, BADAN USAHA PENUNJANG TENAGA LISTRIKDAN PERANTI TENAGA LISTRIK
Bagian PertamaInstalasi Dan Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik
Pasal 8Instalasi Pengusaha dan Instalasi Pelanggan, wajib memenuhi ketentuan-ketentuandalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Peraturan InstalasiKetenagalistrikan yang berlaku.
Pasal 91. Setiap pemasangan Instalasi Pengusaha dan Instalasi Pelanggan harus
dilaksanakan oleh Badan Usaha Penunjang Tenaga Listrik.2. Ketentuan persyaratan penggunaan Peranti Tenaga Listrik sebagaimana
termaksud pada ayat (1) Pasal ini harus disahkan oleh Direktur Jenderal.
BAB V
PEMERIKSAAN PENGUJIAN DAN PENGAWASAN INSTALASI
Bagian Pertama
Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi
Pasal 111. Pemeriksaan dan pengujian Instalasi harus dilakukan sebelum Instalasi
Pengusaha dioperasikan.2. Pemeriksaan dan pengujian Instalasi dilakukan terhadap Pelaksanaan akan
disambung dengan Instalasi Pengusaha dioperasikan.
245
3. Pemeriksaan dan pengujian Instalasi dilakukan terhadap Instalasi Pelangganuntuk Kepentingan keamanannya.
Bagian KeduaPengawasan Instalasi
Pasal 121. Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh
Direktur Jenderal.2. Pengawasan sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini terutama
meliputi keselamatan umum, kepentingan Pelanggan dan Pengusaha sertamemenuhi Standardisasi Departemen Pertambangan dan Energi dalamBidang Ketegalistrikan.
BAB VI
SANKSI
Pasal 13Terhadap setiap Pengusaha dan Pemakai Tenaga Listrik yang melanggarPeraturan Menteri ini dikenakan sanksi peraturan perundang-undangan yangberlaku.
Pasal 14Barang siapa yang menyambung dan/atau menyalurkan Tenaga Listrik tanpaalas hak yang sah diancam dengan tindakan pidana pencurian sebagaimanatermaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 151. Setiap penyambungan Tenaga Listrik yang dilakukan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri ini, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulaiberlakunya peraturan ini wajib disesuaikan dengan ketentuan-ketentuanPeraturan Menteri ini.
2. Pengecualian atas ketentuan termaksud pada ayat (1) Pasal ini hanyadapat dilakukan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal.
246
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16Hal-hal yang belum atau cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini diatur lebihlanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 17Peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JakartaPada tanggal : 16 Juni 1994Menteri Pertambangan dan Energi
GINANDAR KARTASASMITA
Foto CopyPeraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNomor : 02 P/551/M.PE/1991Tanggal : 26 April 1991Sesuai Dengan Aslinya.
Kepala Biro Hukum dan HumasKepala Bagian Humas dan Dok. Hukum
Elina Widyastuti
247
Lampiran 7PT. PLN (PERSERO)
KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO)
Nomor : 109.K/039/DIR/1997
TENTANG
KETENTUAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK DAN
PENGGUNAAN PIRANTI TENAGA LISTRIK
YANG BERLAKU DI PT PLN (PERSERO)
DIREKSI PT PLN (PERSERO)
Menimbang : a. Bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan MenteriPertambangan dan Energi No. 02P/451/M.PE/1991 tentang Hubungan Pemegang Kuasa UsahaKetenagalistrikan dan Pemegang Izin UsahaKetenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum sertaPeraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.03 P/451/M.PE/1991 tentang PersyaratanPenyambungan Tenaga Listrik, maka perluditetapkan peraturan mengenai Ketentuan Jual BeliTenaga Listrik dan Penggunaan Piranti TenagaListrik Yang Berlaku di PT PLN (Persero) ;
b. Bahwa peraturan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a diatas perlu ditetapkan dengan KeputusanDireksi PT PLN (Persero).
Mengingat : 1. Undang-undang No. 15 tahun 1985 ;2. Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1989 ;3. Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1994 ;
248
4. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNo. 01 P/40/M.PE/1990 ;
5. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNo. 02 P/451/M.PE/1991 ;
6. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNo. 03 P/451/M.PE/1991 ;
7. Peraturan Menteri Pertambangan dan EnergiNo. 05 P/451/M.PE/1991 ;
8. Keputusan Menteri KeuanganNo. 53/KMK.016/1995 jo.
9. Keputusan Menteri KeuanganNo. 230/KMK.016/1995 jo.
10. Anggaran Dasar PT. PLN (Persero) ;11. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) ;
No. 001.K/030/DIR/1994 ;12. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) ;
No. 010.K/023/DIR/1995 jo ;13. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) ;
No. 022.K/023/DIR/1995 ;
M E M U T U S K A NMenetapkan :PERTAMA : Keputusan Direksi PT PLN (Persero) tentang “Ketentuan
Jual Beli Tenaga Listrik Dan Penggunaan Piranti TenagaListrik Yang Berlaku di PT PLN (Persero) “.
KEDUA : Dengan diberlakukannya Keputusan ini, maka ketentuan-ketentuan Direksi PT PLN (Persero) yang bertentangandengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak disahkan oleh DirekturJenderal Listrik dan Pengembangan Energi, denganketentuan apabila dikemudian hari ternyata terdapatkekeliruan dalam keputusan ini, maka akan diadakanperbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : J A K A R T APada tanggal : 27 Nopember 1999DIREKTUR UTAMA
Ir. DJITENG MARSUDI
249
KETENTUAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK
DAN
PENGUNAAN PIRANTI TENAGA LISTRIK
PT. PLN (PERSERO)KANTOR PUSAT
____________________
250
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
1. PLN adalah PT PLN (Persero) yang didirikan dengan Akte NotarisSutjipto, SH No. 169 Tahun 1994 tanggal 30 Juli 1994 berdasarkanPeraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1994 ;
2. Direksi adalah Direksi PT PLN (Persero) ;3. Pelanggan adalah setiap orang atau Badan Usaha atau Badan/Lembaga
lainnya yang memakai Tenaga Listrik dari Instalasi PLN berdasarkan alashak yang sah ;
4. Tenaga Listrik adalah bentuk energi sekunder yang dibangkitkan,ditransmisikan dan didistribusikan untuk semua keperluan di luar listrikyang digunakan dalam komunikasi atau isyarat ;
5. Instalasi Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut “Instalasi” adalahbangunan sipil dan elektromekanik, mesin, peralatan, saluran danperlengkapannya yang dipergunakan untuk pembangkitan, konversi,transformasi, penyaluran, distribusi dan pemanfaatan Tenaga Listrik ;
6. Alat Pembatas adalah alat milik PLN untuk membatasi daya yang dipakaiPelanggan ;
7. Alat Pengukur adalah alat milik PLN untuk mengukur daya dan energilistrik yang dipakai Pelanggan ;
8. APP adalah Alat Pembatas dan Alat Pengukur ;9. Frekuensi adalah banyaknya pengulangan gelombang dalam waktu satu
detik ;10. Piranti Tenaga Listrik adalah alat berikut pengawatannya yang
memanfaatkan Tenaga Listrik untuk kegunaan mekanis, kimiawi,pemanasan, penerangan, pengujian dan kegiatan sejenis lainnya, yang tidakmerupakan bagian dari Sambungan Tenaga Listrik ;
11. Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disebut “TET” adalah tegangansistem diatas 245.000 volt ;
12. Tegangan Tinggi yang selanjutnya disebut “TT” adalah tegangan sistem diatas 85.000 volt sampai dengan 245.000 volt ;
13. Tegangan Rendah yang selanjutnya disebut “TR” adalah tegangan sistemsampai dengan 1.000 volt ;
251
14. Tegangan Menengah yang selanjutnya disebut “TM” adalah tegangansistem di atas 1.000 volt sampai dengan 35.000 volt ;
15. Jaringan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut “JTL” adalah sistempenyaluran/pendistribusian Tenaga Listrik yang dapat dioperasikan denganTR, TM, atau TET ;
16. Jaringan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut “JTR” adalah JTL yangdioperasikan dengan TR yang mencakup seluruh bagian jaringan tersebutbeserta perlengkapannya ;
17. Jaringan Tegangan Menengah yang selanjutnya disebut “JTM” adalah JTLyang dioperasikan dengan TM yang mencakup seluruh bagian jaringantersebut beserta perlengkapannya :
18. Jaringan Tegangan Tinggi yang selanjutnya disebut “JTT” adalah JTL yangdioperasikan dengan TT yang mencakup seluruh bagian jaringan tersebutbeserta perlengkapannya ;
19. Jaringan Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disebut “JTET” adalahJTL yang dioperasikan dengan TET yang mencakup seluruh bagian jaringantersebut beserta perlengkapannya ;
20. Sambungan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut “SL” adalahpenghantar di bawah atau di atas tanah termasuk peralatannya sebagaibagian instalasi PLN, yang merupakan sambungan antara JTL milik PLNdengan Instalasi Pelanggan ;
21. Titik Penyambungan Bersama adalah titik terdekat dengan Pelanggandimana tersambung juga Pelanggan yang lain pada JTR atau JTM atauJTT atau JTET ;
22. Perlengkapan APP adalah peralatan pendukung untuk mengoperasikanAPP ;
23. Segel adalah suatu alat yang dipasang oleh PLN pada APP danPerlengkapan APP sebagai pengaman APP dan Perlengkapan APP :
24. Tanda Tera adalah alat yang dipasang pada Alat Pengukur oleh instansiyang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,sebagai pengaman kebenaran pengukuran ;
25. Biaya Penyambungan yang selanjutnya disebut “BP” adalah biaya yangdibayar calon Pelanggan untuk memperoleh Tenaga Listrik, atau biayayang dibayar oleh Pelanggan untuk penambahan daya ;
26. Uang Jaminan Pelanggan yang selanjutnya disebut “UJL” adalah uang yangmerupakan jaminan atas pemakai daya dan energi listrik selama menjadiPelanggan ;
252
27. Tagihan Listrik adalah perhitungan biaya atas pemakaian daya dan energilistrik oleh Pelanggan ;
28. Pemutusan Sementara adalah penghentian untuk sementara penyaluranTenaga Listrik ke Instalasi Pelanggan ;
29. Pemutusan Rampung adalah penghentian untuk seterusnya penyaluranTenaga Listrik ke Instalasi Pelanggan dengan mengambil sebagian atauseluruh peralatan untuk penyaluran Tenaga Listrik ke Instalasi Pelanggan ;
30. Faktor ketidakseimbangan Tegangan adalah perbandingan komponentegangan urutan negatif terhadap komponen tegangan urutan positif ;
31. Tegangan Harmonisa adalah tegangan dengan frekuensi kelipatan dari 50Hertz, digunakan sebagai das penilaian faktor distorsi harmonisa total (to-tal harmonic distortion factor);
32. Depresi Tegangan Hubung Singkat yang selanjutnya disebut DTHS adalahrasio dalam persen antara daya hubung singkat akibat beban Pelanggandengan daya hubung singkat di Titik Penyambungan Bersama yangbersangkutan ;
33. Daya Tersambung adalah besarnya daya yang disepakati oleh PLN danpelanggan dalam perjanjian jual beli Tenaga Listrik ;
34. Sambungan Langsung adalah sambungan dari JTL atau SL termasukperalatannya sedemikian sehingga Tenaga Listrik disalurkan tanpa melaluiAPP ;
35. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik, selanjutnya disebut P2TL adalahpemeriksaan oleh PLN terhadap Instalasi PLN dan Instalasi Pelanggandalam rangka penerbitan pemakaian / pemanfaatan Tenaga Listrik.
36. Tagihan Susulan adalah tagihan kemudian sebagai akibat adanyapenyesuaian dengan ketentuan atau sebagai akibat adanya pelanggan.
37. Biaya Keterlambatan adalah biaya yang dibebankan pada Pelanggankarena tidak memenuhi kewajiban membayar tagihan PLN tepat padawaktunya.
38. Tarif Dasar Tenaga Listrik, selanjutnya disebut (TDL) adalah ketetapanharga jual dan golongan tarif Tenaga Listrik PLN.
Pasal 2Setiap orang atau Badan Usaha atau Badan/Lembaga lainnya dapat menjadiPelanggan PLN setelah memenuhi ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini.
253
B A B IIKETENTUAN TEKNIK
BAGIAN KESATUSTANDAR MUTU
Pasal 31. Standar Tenaga Listrik dalam penyaluran Tenaga Listrik adalah standar
yang berlaku di Indonesia.2. Tenaga Listrik yang disalurkan PLN adalah :
a. Tenaga Listrik arus bolak-balik sistem satu fasa maupun sistem tigafasa, dengan frekuensi 50 (lima puluh) hertz dengan penyimpanganyang diperbolehkan maksimum 1% (satu persen) diatas atau dibawah ;
b. Tegangan Nominal :i. Pada JTR adalah 230 (dua ratus tiga puluh) volt antara
penghantar fasa dengan penghantar netral untuk sistem satu fasadan 400 (empat ratus) volt tegangan antar penghantar fasa untuksistem tiga fasa ;
ii. Pada JTM adalah 6.000 (enam ribu) volt, 20.000 (dua puluhribu) volt dan 35.000 (tiga puluh lima ribu) volt antar fasa, sistemtiga fasa tiga kawat atau sistem tiga fasa empat kawat, serta20.000/V3 volt tegangan antara penghantar fasa ke penghantarnetral pada sistem satu fasa atau sistem dua fasa ;
dengan penyimpangan yang diperbolehkan maksimum 5% (limapersen) di atas dan 10% (sepuluh persen) di bawah tegangan nomi-nal.
c. Pada JTT tegangan nominal adalah 70.000 volt atau 150.000 voltantar fasa, dengan sistem tiga fasa tiga kawat;
d. Pada JTET tegangan nominal adalah 275.000 volt atau 500.000volt antar fasa dengan sistem tiga fasa kawat.
BAGIAN KEDUAPENYALURAN DAN PENGGUNAAN PIRANTI TENAGA LISTRIK
Pasal 41. Penyaluran Tenaga Listrik dilakukan secara berkesinambungan dengan
keandalan yang baik, kecuali sebab kahar (force Majeure).
254
2. Penyaluran Tenaga Listrik dapat dihentikan untuk sementara waktu apabila:a. Diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan,
perbaikan gangguan, perluasan atau rehabilitasi Instalasi PLN yangberkaitan dengan Instalasi Pelanggan ; atau
b. Terjadi sesuatu hal pada Instalasi baik Instalasi PLN maupun InstalasiPelanggan yang membahayakan kelangsungan penyaluran TenagaListrik dan atau keselamatan umum serta keamanan jiwa manusia ;atau
c. Dianggap membahayakan keamanan daerah atau keamanan Negara; atau.
d. Atas perintah Pengadilan ;Pasal 5
1. SL berdiri atas SL permanen dan SL sementara.2. SL sementara adalah SL untuk melayani kebutuhan sementara atau dalam
waktu tertentu.Pasal 6
1. Pembatasan Daya Tersambung menggunakan pemutus magnetic mini, ataupelebur, atau dengan relai pembatas.
2. Pengukuran pemakaian energi dilakukan dengan menggunakan meterKWh dan atau meter KVArh sesuai peruntukannya.
3. Pengukuran pemakaian daya dilakukan menggunakan meter KVAmaksimum, meter ampere maksimum atau meter KW maksimum.
Pasal 71. Goncangan tegangan pada Titik Penyambungan Bersama akibat pengunaan
Piranti Tenaga Listrik milik Pelanggan dibatasi sebagai berikut :a. Goncangan tegangan di JTR :
i. Goncangan yang terjadi kurang dari satu kali tiap jam, diizinkanmaksimum 5% (lima persen) terhadap nominalnya.
ii. Goncangan yang terjadi setinggi-tingginya 4 (empat) kali setiapjam, diizinkan maksimum 4% (empat persen) terhadapnominalnya.
iii. Goncangan yang terjadi setinggi-tinginya 2 (dua) kali setiap detik,diizinkan maksimum 1.5% (satu lima persepuluh persen) terhadapnominalnya.
iv. Goncangan yang terjadi terjadi terus menerus melebihi 2 (dua)kali setiap detik, diizinkan maksimum 0.75% (tujuh puluh limaper seratus persen) terhadap nominalnya.
255
b. Khusus untuk Pelanggan yang mengunakan tanur busur listrik,goncangan tegangan yang terjadi pada Titik Penyambungan Bersamatidak boleh melewati batas goncangan tegangan yang dinyatakandalam Depresi Tegangan Hubung Singkat (DTHS) sebesar :i. 2.5 % (dua lima per sepeluh persen) pada Titik Penyambungan
Bersama tegangan 150 KV.ii. 2.75% (dua tujuh puluh lima perseratus persen) pada Titik
Penyambungan Bersama tegangan 70 KV.iii. 3% (Tiga persen) pada Titik Penyambungan Bersama tegangan
20 KV.c. Faktor ketidakseimbangan, Tegangan pada Titik Penyambungan
Bersama dibatasi maksimum 2% (dua persen).d. Pengaruh Tegangan Harmonisa dibatasi dengan faktor distorsi total
dengan formulasi berikut :Faktor distorsi total (T) adalah :
T = Bn 2
Dengan B n = U n N > 2 U 1Dimana : Un = Tegangan Harmonisa ke n
U1 = Tegangan Harminisa ke 1Faktor distorsi total yang terjadi pada Titik Penyambungan Bersamadibatasi maksimum untuk :i. JTL dengan tegangan dibawah 70.000 volt adalah 5% (lima
persen) ;ii. JTL dengan tegangan 70.000 volt keatas sampai dengan dibawah
150.000 volt adalah 3% (Tiga persen) ;iii. JTL dengan tegangan 150.000 volt keatas adalah 1.5% (satu
lima perseratus sepuluh persen) ;2. Penggunaan Piranti Tenaga Listrik milik setiap Pelanggan secara akumulasi
tidak boleh menyebabkan terjadi variasi frekuensi sistem melebihi sepertiyang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Keputusan ini.
Pasal 8Penyambungan atau penambahan daya Instalasi calon Pelanggan/Pelanggan dapatdilakukan setelah diadakan pemeriksaan sesuai peraturan yang berlaku.
Pasal 9Pelanggan bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan, jiwa, dan barangyang timbul karena Tenaga Listrik tidak sesuai dengan peruntukannya, atau salahdalam pemanfaatannya.
256
B A B IIIKETENTUAN ADMINISTRASI
BAGIAN KESATUTATACARA PENYAMBUNGAN BARU ATAU PENAMBAHAN DAYA
Pasal 101. Untuk mendapatkan penyambungan baru atau penambahan daya, calon
Pelanggan / Pelanggan mengajukan permintaan secara lisan atau tertulis.2. Apabila permintaan dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dapat dipenuhi,
dibuat perjanjian jual beli Tenaga Listrik antara calon Pelanggan/Pelanggandengan PLN.
3. Bentuk perjanjian dimaksud ayat (2) Pasal ini diatur tersendiri oleh Direksi.Pasal 11
1. Untuk mendapatkan penyambungan Tenaga Listrik, calon Pelanggan/Pelanggan membayar BP dan UJL yang besarnya sesuai dengan peraturanyang berlaku.
2. Besarnya UJL disesuaikan setiap kali ada perubahan TDL.
BAGIAN KEDUAPERJANJIAN JUAL BELI TENAGA LISTRIK
Perjanjian jual beli Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat(2) Keputusan ini mencantumkan sekurang-kurangnya :
a. Para pihak ;b. Peruntukan penggunaan Tenaga Listrik ;c. Golongan tarif ;d. Daya Tersambung ;e. Tegangan nominal pasokan listrik ;f. Frekuensi nominal pasokan listrik ;g. Sambungan Tenaga Listrik ;h. Hak dan kewajiban Pelanggan ;i. Hak dan kewajiban PLN ;j. Sanksi-sanksi.
Pasal 131. Setiap penyimpangan atas pelaksanaan perjanjian jual-beli Tenaga Listrik
merupakan pelanggaran perjanjian.
257
2. Perjanjian jual-beli Tenaga Listrik dapat berakhir karena:a. Atas permintaan Pelanggan; ataub. Sanksi pelanggaran perjanjian yang berupa Pemutusan Rampung;
atauc. Keputusan Pengadilan.
3. Dengan berakhirnya perjanjian jual beli Tenaga Listrik, masing-masingpihak tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum dipenuhi.
4. Apabila perjanjian jual beli Tenaga Listrik berakhir sebagai akibat dariketentuan yang diatur dalam ayat 2) Pasal ini maka BP yang telah dibayartidak dapat dikembalikan, kecuali hal-hal tertentu yang dinyatakan laindalam perjanjian jual beli Tenaga Listrik.
BAGIAN KETIGABIAYA-BIAYA DAN TAGIHAN
Pasal 141. Tagihan-tagihan dari PLN yang timbul akibat adanya hubungan jual beli
Tenaga Listrik dapat berupa :a. Tagihan BP dan atau penyesuaiannya;b. Tagihan UJL dan atau penyesuaiannya;c. Tagihan Listrik;d. Biaya Keterlambatan;e. Tagihan Susulan.
2. Tata cara pembayaran dan administrasi setiap periode tertentu yang antaralain mencantumkan Tenaga Listrik dan biaya-biaya lain untuk pemakaiandaya dan energi listrik dalam periode tersebut yang besarnya ditetapkanberdasarkan TDL yang berlaku.
BAB IVHAK DAN KEWAJIBAN PELANGGAN
BAGIAN KE SATUDAN HAK PELANGGAN
Pasal 161. Pelanggan mempunyai hak untuk mendapatkan :
a. Pelayanan Tenaga Listrik secara berkesinambungan dengan mutusebagaimana dimaksud Pasal 3 Keputusan ini dan keandalan yangbaik;
258
b. Pelayanan perbaikan dengan segera terhadap gangguan dalamrangka penyediaan Tenaga Listrik atau terhadap penyimpangan atasmutu Tenaga Listrik yang disalurkan;
c. Pelayanan informasi dan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitandengan perjanjian jual-beli Tenaga Listrik.
2. Pelanggan berhak mendapat kompensasi berupa reduksi Biaya Bebanatas penghentian penyaluran Tenaga Listrik yang berlangsung terus menerusmelebihi waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam yang besarnyasesuai dengan ketentuan yang berlaku, kecuali bila penghentian penyaluranTenaga Listrik disebabkan hal-hal sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat(2) huruf c dan d Keputusan ini.
BAGIAN KE DUAKEWAJIBAN PELANGGAN
Pasal 171. Calon Pelanggan/Pelanggan wajib menyediakan tempat/ruang/tanah yang
memenuhi syarat untuk peletakkan peralatan Instalasi milik PLN yangdiperlukan dalam penyaluran Tenaga Listrik kepada Pelanggan yangbersangkutan.
2. Ketentuan tentang penyerahan hak menggunakan tempat/ruang/tanahtersebut ayat (1) Pasal ini diatur tersendiri oleh Direksi.
3. Calon Pelanggan/Pelanggan wajib memberi ijin kepada PLN untuk :a. Memasuki ataupun melintasi di atas atau di bawah persil/bangunan
sesuai dengan peraturan yang berlaku;b. Memasang SL;c. Memeriksa dan menerbitkan Instalasi PLN yang terpasang pada
persil/bangunan Pelanggan;d. Melakukan pekerjaan, memperbaiki, merubah dan mengambil
sebagian atau seluruh SL;e. Menebang atau memotong pohon-pohon/tanaman pada persil/
bangunan Pelanggan yang dapat membahayakan atau mengganggukelangsungan penyaluran Tenaga Listrik.
Pasal 18Pelanggan berkewajiban untuk :
a. Menjaga Instalasi PLN yang terpasang di persil dan atau bangunanPelanggan dalam rangka penyaluran Tenaga Listrik kepadanya agarselalu dalam keadaan baik dan segera melaporkan bila ditemukankelainan atau kerusakan;
259
b. Menggunakan Tenaga Listrik sesuai klasifikasi golongan tarif yangditetapkan;
c. Menjaga penggunaan Piranti Tenaga Listrik sehingga memenuhiketentuan dalam Pasal 7 Keputusan ini.
Pasal 19Pelanggan berkewajiban melunasi tagihan-tagihan sebagaimana dimaksud padaPasal 14 Keputusan ini dengan cara, jumlah dan jadwal sebagaimana ketentuanyang berlaku di PLN.
BAB VHAK DAN KEWAJIBAN PLN
BAGIAN KE SATUHAK MEMASUKI PERSIL DAN BANGUNAN PELANGGAN
Pasal 201. Dalam rangka penyediaan dan penyaluran Tenaga Listrik kepada
Pelanggan, PLN berhak untuk :a. Melintasi sungai atau danau baik di atas maupun di bawah
permukaan;b. Melintasi laut baik di atas maupun di bawah permukaan;c. Melintasi jalan umum dan jalan kereta api;d. Masuk ke tempat umum atau perorangan dan menggunakannya untuk
sementara waktu;e. Menggunakan tanah, melintasi di atas atau di bawah tanah;f. Menebang atau memotong tumbuh-tumbuhan yang menghalangi.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang penggunaan hak-hak tersebut ayat (1) Pasalini akan diatur dan dilaksanakan dengan memperhatikan peraturanperundangan yang berlaku.
BAGIAN KEDUAHAK MENGHENTIKAN PENYALURAN TENAGA LISTRIK
Pasal 211. PLN berhak untuk menghentikan penyaluran Tenaga Listrik seketika jika
terjadi salah satu dari hal-hal sebagai berikut :a. Hal-hal yang membahayakan kepentingan dan keselamatan umum;b. Terjadi gangguan pada Instalasi PLN yang diakibatkan oleh
kegagalan operasi peralatan;
260
c. Keadaan-keadaan yang telah disepakati dalam perjanjian jual beliTenaga Listrik.
2. Penghentian sementara penyaluran Tenaga Listrik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) Pasal ini dan atau Pasal 4 ayat (2) huruf c dan d Keputusanini tidak memberikan hak kepada Pelanggan untuk menuntut ganti rugidalam bentuk apapun kepada PLN.
3. PLN berhak untuk menghentikan penyaluran Tenaga Listrik untuksementara yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan Instalasi.
Pasal 221. PLN berhak menentukan sistem penyambungan kepada Instalasi Pelanggan/
calon Pelanggan.2. PLN berhak melakukan pemeriksaan atas Instalasi Pelanggan maupun
pemanfaatan Tenaga Listrik oleh Pelanggan.
BAGIAN KETIGAKEWAJIBAN PLN
Pasal 231. PLN menyalurkan Tenaga Listrik dengan mutu dan keandalan sebagaimana
dimaksud Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Keputusan ini.2. Untuk menjamin kelangsungan penyaluran Tenaga Listrik PLN
melaksanakan pekerjaan pemeliharaan atas seluruh Instalasi PLN secaraberkala.
Pasal 241. Apabila penyaluran Tenaga Listrik perlu dihentikan karena sesuatu hal
yang telah direncanakan sekurang-kurangnya 1x24 jam sebelumnya PLNmemberitahukan kepada Pelanggan.
2. PLN melakukan perbaikan / penggantian atas gangguan/kerusakan padaSL, atau ABP atau Perlengkapan APP yang dilaporkan Pelanggan dengansegera.
Pasal 251. PLN bertanggung jawab atas kerugian terhadap jiwa, kesehatan dan atau
barang yang rusak sebagai akibat kelalaiannya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dalam hal terjadi pemadaman secara terus-menerus yang melewati batas3X24 jam maka PLN memberikan reduksi atas biaya beban yangdiperhitungkan dengan Tagihan Listrik bulan yang bersangkutan kecualibila penghentian penyaluran Tenaga Listrik disebabkan hal-hal sebagaimanadimaksud Pasal 4 ayat (2) huruf c dan d Keputusan ini.
261
3. Besarnya reduksi dimaksud ayat (1) Pasal ini sesuai TDL yang berlaku.
BAB VIPENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK
Pasal 261. Pemasangan Alat Pengukur yang telah diberi Tanda Tera dan Segel serta
pemasangan Segel pada APP dan Perlengkapan APP di persil ataubangunan Pelanggan harus sepengetahuan Pelanggan yang dinyatakan dalamsuatu berita acara.
2. Segel dan Tanda Tera walaupun dalam keadaan baik, masih terdapatkemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan Tenaga Listrik.
Pasal 271. PLN melakukan P2TL secara berkala dengan tata cara yang ditetapkan
Direksi.2. Pelaksanaan P2TL, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan terhadap JTL, SL, APP dan Instalasi Pelanggan;b. Pemutusan Sementara untuk pelanggaran yang harus dikenakan
tindakan Pemutusan Sementara;c. Pemutusan Sambungan Langsung;d. Pengambilan Peralatan yang digunakan untuk Sambungan Langsung;e. Pengambilan Segel dan atau Tanda Tera yang tidak sesuai dengan
yang aslinya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut;f. Pengambilan SPP yang kedapatan rusak atau diduga tidak berfungsi
sebagaimana mestinya;g. Pemeriksaan atas pemanfaatan Tenaga Listrik.
3. Petugas P2TL dilengkapi dengan surat tugas dari Kepala PLN setempatdan tanda pengenal yang sah.
Pasal 281. Pelanggaran atas perjanjian jual beli Tenaga Listrik dinyatakan telah terjadi
bila saat P2TL ditemukan salah satu atau beberapa keadaan sebagaiberikut:a. Segel rusak, atau putus, atau terbuka, atau tidak sesuai dengan
aslinya;b. Alat Pembatas atau Alat Pengukur rusak, atau hilang,atau tidak
bekerja sebagaimana mestinya;c. Perlengkapan APP rusak, atau hilang, atau tidak bekerja
sebagaimana mestinya;
262
d. Penggunaan Tenaga Listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya;e. Penghantar fasa tertukar dengan penghantar netral;f. Terdapat Sambungan Langsung.
2. Keadaan sebagaimana dimaksud huruf a, b, c, d dan e ayat (1) Pasal initidak dinyatakan sebagai pelanggaran apabila telah dilaporkan olehPelanggan untuk yang pertama kalinya.
Pasal 291. Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Keputusan ini, pada
dasarnya diklasifikasikan sebagai berikut :a. Pelanggaran yang tidak mempengaruhi batas daya dan tidak
mempengaruhi pengukuran energi;b. Pelanggaran yang mempengaruhi batas daya tetapi tidak
mempengaruhi pengukuran energi;c. Pelanggaran yang tidak mempengaruhi batas daya tetapi
mempengaruhi pengukuran energi;d. Pelanggaran yang mempengaruhi batas daya dan mempengaruhi
pengukuran energi;e. Pelanggaran yang bukan akibat kesalahan Pelanggan;f. Pelanggaran lainnya, antara lain ketidak-sesuaian golongan tarif
dengan administratif.2. Rincian mengenai klasifikasi pelanggaran dan sanksi-sanksi diatur tersendiri
oleh Direksi.Pasal 30
Setiap kali dilakukan P2TL, dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pihakPLN dan pihak Pelanggan. Apabila karena sesuatu hal tanda tangan pihakPelanggan tidak dapat diperoleh, maka berita acara ditandatangani oleh 2 (dua)orang saksi, dan merupakan bukti yang mengikat bagi Pelanggan.
BAB VIISANKSI PELANGGARAN
Pasal 31Sanksi atas pelanggaran dapat berupa :
a. Pengenaan Biaya Keterlambatan;b. Tagihan Susulan;c. Pemutusan Sementara;d. Pemutusan Rampung;e. Pembatalan Perjanjian Jual-Beli Tenaga Listrik;
263
f. Bentuk-bentuk sanksi lainnya yang dinyatakan dalam perjanjian jualbeli Tenaga Listrik.
Pasal 321. Biaya Keterlambatan dikarenakan apabila Pelanggan tidak memenuhi
kewajiban pembayaran dalam waktu yang telah ditetapkan untuk jenis-jenis tagihan sebagai berikut :a. Tagihan Listrik;b. Angsuran BP;c. Angsuran Tagihan Susulan.
2. Cara pembayaran, tarif dan besarnya biaya keterlambatan ditetapkantersendiri oleh Direksi.
Pasal 331. Tagihan Susulan dikenakan pada Pelanggan apabila terjadi :
a. Pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Keputusan ini;b. Penyesuaian UJL, karena perubahan peraturan;c. Penyesuaian BP karena perubahan peraturan.
2. Cara pembayaran dan besarnya Tagihan Susulan diatur tersendiri olehDireksi.
Pasal 341. Pemutusan Sementara tanpa pemberitahuan dikenakan bila terjadi salah
satu atau beberapa dari hal berikut :a. Tagihan Listrik, atau angsuran BP, atau angsuran Tagihan susulan
tidak dilunasi sampai dengan masa pembayaran berakhir;b. Kedapatan adanya pelanggaran sebagaimana dimaksud Pasal 28
Keputusan ini;c. Pemanfaatan Tenaga Listrik oleh Pelanggan mengakibatkan
goncangan lapangan dan atau frekuensi sistem yang melampaui batasyang diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7Keputusan ini.
2. Pemutusan Sementara dengan pemberitahuan sebelumnya dikenakan padaPelanggan yang karena sifatnya harus diperlakukan demikian. KlasifikasiPelanggan yang diperlakukan demikian diatur tersendiri oleh Direksi.
3. Penyambungan kembali Tenaga Listrik bagi Pelanggan yang terkenaPemutusan Sementara karena Tagihan Listrik dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah Pelanggan memenuhi kewajibannya.
4. Penyambungan kembali bagi Pelanggan yang terkena Pemutusan Sementarabukan karena Tagihan Listrik diatur tersendiri oleh Direksi.
264
Pasal 351. Pemutusan Rampung dapat dilaksanakan jika dalam waktu 60 (enam
puluh) hari kalender sejak dilaksanakan Pemutusan Sementara Pelangganbelum melunasi tunggakan Tagihan Listrik dan atau Tagihan Susulan.
2. Penyambungan kembali Pelanggan yang terkena Pemutusan Rampungdiperlakukan sebagai sambungan baru dengan pembayaran BP dan UJLsesuai ketentuan.
Pasal 361. Pembatalan perjanjian jual-beli Tenaga Listrik dikenakan secara sepihak
pada Calon Pelanggan/Pelanggan yang karena berbagai hal tidak dapatdihubungi atau dengan sengaja menghindari hubungan dengan PLN selama6 (enam) bulan terakhir.
2. Atas pembatalan perjanjian dimaksud ayat (1) Pasal ini, PLN akanmengumumkan secara terbuka dalam surat kabar atau media massa lainnya.Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggalpengumuman tidak ada tanggapan dari pihak calon Pelanggan makaperjanjian jual-beli Tenaga Listrik berakhir dengan sendirinya.
Pasal 371. Tagihan Listrik yang telah melewati batas waktu tertentu sedangkan Tagihan
Listrik bulan-bulan sesudahnya sudah dilunasi tidak boleh ditagihkankepada Pelanggan.
2. Ketentuan mengenai batas waktu tertentu dimaksud ayat (1) Pasal ini diaturtersendiri dengan keputusan Direksi.
BAB VIIIKETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 38Pembangkit Tenaga Listrik milik Pelanggan dapat diparalel dengan Instalasi PLN,apabila telah memenuhi ketentuan yang berlaku di PLN.
Pasal 391. Instalasi yang rencananya sudah disahkan sebelum tanggal ditetapkannya
Keputusan ini, dapat disambung ke JTL, bila tidak bertentangan denganKeputusan ini.
2. Ketentuan pelaksanaan untuk penyesuaian Instalasi Pelanggan/calonPelanggan diatur tersendiri oleh Direksi.
265
Pasal 40JTR yang masih menggunakan tegangan 127 volt antara penghantar fasa danpenghantar netral, 220 volt antar fasa, 220 volt antara penghantar fasa danpenghantar netral dan 380 volt antar fasa dapat dipergunakan sampai dengandiadakan ketentuan penyesuaian oleh Direksi.
Pasal 41Dalam hal terjadi sengketa antara PLN dengan Pelanggan di Pengadilan tidakmenghilangkan hak PLN untuk melakukan tindakan berdasarkan Keputusan inisampai dengan adanya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukumtetap.
Pasal 42Pada dasarnya perselisihan yang timbul pelaksanaan Keputusan ini akandiselesaikan secara musyawarah dan mufakat. Bila ternyata tidak dapatdiselesaikan dengan cara demikian, ditempuh upaya melalui Pengadilan Negerisesuai dengan domisili hukum yang disepakati dalam perjanjian jual-beli TenagaListrik.
266
Lampiran 8PT PLN (PERSERO)
KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO)Nomor : 68.K/010/DIR/2000
TENTANGPENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK, TAGIHAN
SUSULAN DAN PEMUTUSAN SAMBUNGAN TENAGA LISTRIK
DIREKSI PT PLN (PERSERO)
Menimbang : a. Bahwa sebagai pelaksanaan dari keputusan Direksi PTPLN (Persero) No. 109.K/039/DIR/1997 tentangPersyaratan Penyambungan tenaga Listrik danPersyaratan Penggunaan Piranti Tenaga Listrik YangBerlaku di PT PLN (Persero), dipandang perlu untukmengatur mengenai Penertiban Pemakaian TenagaListrik, Tagihan susulan dan Pemutusan SambunganTenaga Listri.
b. Bahwa pengaturan mengenai Penertiban PemakaianTenaga Litrik, Tagihan susulan dan PemutusanSambungan Listrik sebagaimana dimaksud dan huruf adiatas, perlu ditetapkan dengan keputusan Direksi PTPLN (Persero).
Mengingat : 1. Undang-undang No. 15 Tahun 19852. Undang-undang No. 8 Tahun 1999;3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 19894. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 19945. Peraturan Menteri Pertambangan dan energi No. 01 P/
40/M.PE/1990;6. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 02/P/
451/M.PE/ 1991.7. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 03 P/
451/M.PE/1991;8. Peraturan Menteri pertambangan dan energi No. 4/P/
40/M.PE/1991;
267
9. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala BP.BUMN No. KEP-032/M-P BUMN/1998jis.Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Kepala BP.BUMN No. KEP-033/M-P BUMN/1998;Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN RINo. KEP-01/M-P BUMN/2000;
10.Anggaran Dasar PT PLN (Persero)11. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 001.K/030/
DIR/199412.Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 001.K/023/
DIR/199513.Keputusan Direksi PT PLN (Persero) No. 109.K/039/
DIR/1997.Memutuskan
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO)TENTANG PENERTIBAN PEMAKAIAN TENAGALISTRIK, TAGIHAN SUSULAN DAN PEMUTUSANSAMBUNGAN TENAGA LISTRIK
BAB IKetentuan umum
Pasal 1Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :1. PLN adalah PT PLN (Persero) yang didirikan dengan akta Notaris Sujipto,
SH No. 169 tanggal 30 Juli 1994 dan perubahan Akta Notaris NyonyaIndah Fatmawati, SH No. 70 tanggal 27 Januari 1998 berdasarkanPeraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1994.
2. Direksi adalah Direksi PT PLN (Persero);3. Tenaga Listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan,
ditransmisikan dan didistribusikan untuk semua keperluan dan bukan untuklistrik yang digunakan dalam komunikasi atau isyarat.
4. Pelanggan adalah setiap orang atau badan usaha atau badan/lembaga lainnyayan memakai Tenaga Listri dari Instalasi PLN berdasarkan alas hak yangsah,
5. Daya tersambung adalah daya yang disepakati oleh PLN dan Pelangganyang dituangkan dalam perjanjian jual beli Tenaga Listrik.
268
6. Instalasi Ketenagalistrikan yang selanjutnya disebut Instalasi adalahbangunan sipil dan elektromekanik, mesin, peralatan, saluran danperlengkapannya yang dipergunakan untuk pembangkitan, konversi,trasformasi, penyaluran, distribusi dan pemanfaatan Tenaga Listrik.
7. Instalasi PLN adalah instalasi milik PLN sampai dengan Alat pembatasatau Alata Pengukur atau alat Pembats dan Alat Pengukur.
8. Instalasi Pelanggan adalah instalasi milik atau yang dikuasai Pelanggansesudah Alat Pembatas atau Alat Pengukur atau Alat Pembatas dan AlatPengukur milik PLN.
9. Alat Pembatas adalah alat milik PLN untuk membatasi daya listrik yangdipakai Pelanggan.
10. Alat pengukur adalah alat milik PLN untuk mengukur daya dan energi listrikyang dipakai Pelanggan.
11. APP adalah Alat Pembatas dan Alat Pengukur.12. Jaringan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut “JL” adalah sistem
penyaluran/pendistribusian Tenag Listrik yang dapat dioperasikan denganTegangan Rendah, Tegangan Menengah, Tegangan tinggi, atau TeganganEkstra Tinggi.
13. Sambungan Tenaga Listrik yang selanjutnya disebut “SL” adalah penghantardibawah atau di atas tanah termasuk peralatannya sebagai bagian instalasiPLN yang merupakan sambungan antara Jaringan Tenaga Listrik milik PLNdengan Instalasi Pelanggan;
14. Perlengkapan APP adalah peralatan pendukung untuk mengoperasikanPP yang meliputi antara lain kotak/lemari, trafo arus, trafo tegangan, voltmeter, Ampere meter, saklar waktu, terminal, pegawaian semua peralatandan kuci.
15. Kotak APP adalah suatu kotak tempat dipasangnya APP yang didalamnyaberisi blok jepit untuk menghubungkan terminal-terminal APP;
16. Lemari APP adalah suatu lemari tempat dipasangnya APP dan sebagianatau seluruh perlengkapan APP.
17. Sambungan Langsung adalah sambungan dari JTL atau SL denganmenggunakan penghantar dibawah atau diatas tanah termasuk peralatannya,dimana Tenaga listrik dapat disalurkan tanpa melalui APP dan perlengkapanAPP.
18. Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik selanjutnya disingkat “P2TL” adalahpemeriksaan oleh PLN terhadap Instansi PLN dan Instalasi Pelanggan dalamrangka Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik.
269
19. Segel adalah alat yang dipasang oleh PLN pada APP dan PerlengkapanAPP sebagai pengamanan APP dan Perlengkapan APP;
20. Tanda tera adalah alat yang dipasang pada Alat pengukur oleh instasi yangberwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,sebagai pengaman kebenaran pengukuran.
21. Tagihan susulan adalah tagihan kemudian sebagai akibat adanya penyesuaiandengan ketentuan atau sebagai akibat adanya pelanggaran;
22. Pemutusan Sementara adalah penghentian untuk sementara penyaluranTenaga Listrik ke Instalasi Pelanggan;
23. Pemutusan Rampung adalah pengentian untuk seterusnya Penyaluran TenagaListrik ke Instalasi Pelanggan dengan mengambil sebagian atau seluruhperalatan untuk penyaluran Tenaga Litrik ke Instalasi Pelanggan;
24. Tarif Dasar Listrik, selanjutnya disebut TDL adalah ketetapan harga jualdan golongan tariff Tenaga Listrik PLN.
25. Penyidik ketenagalistrikan adalah pegawai Negeri Sipil dalam lingkunganDepartemen Pertambangan dan Energi yang mempunyai wewenangmelakukan penyidikan tindak pidana dan bidang ketenagalistrikan.
Pasal 2Pelanggaran atas perjanjian jual beli Tenaga Listrik dinyataka terjadi biladitemukan salah satu atau beberapa keadaan sebagai berikut :a. Segel rusak atau putus atau terbuka atau tidak sesuai dengan aslinya.b. APP rusak atau hilang atau tidak bekerja sebagaimana mestinyac. Perlengkapan APP rusak atau hilang atau tidak bekerja sebagaimana
mestinya.d. Penggunaan Tenaga Listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya,e. Penghantar fasa tertukar dengan penghantar netral.f. Terdapat Sambungan Langsung.
BAB IIPelaksanaan P2TL
Pasal 3(1). Pelaksanaan P2TL dilakukan secara rutin oleh masing-masing PLN Rant-
ing/ Rayon, PLN Cabang, PLN Wilayah/ Distribusi, secara struktural sesuaidengan urutan tugas sebagaimana dimaksud dalam tugas pokok dan susunanorganisasi masing-masing.
(2). Dalam hal khusus apabila dianggap perlu, pelaksanaan P2TL dapat dilakukanoleh suatu tim yang anggota-anggotanya terdiri atas wakil-wakil dari PLN.
270
(3). Pembentukan tim dimaksud pada ayat (2) di atas ditetapkan denganKeputusan Pemimpin PLN wilayah/ Distribusi atau Kepala Cabang.
(4) P2TL dilaksanakan berdasarkan antara lain :a. Pemantauan terhadap pemakaian listrik pelanggan yang tidak wajar
selama 3 bulan berturut-turut.b. Pengumpulan informasi atau laporan dari masyarakat, petugas mencatat
meter atau pegawai PLN terhadap kelainan APP pelanggan, sambunganliar, pencurian listrik dsn.
c. Kegiatan rutin yang dilakukn oleh utit PLN.(5). Pelaksanaan P2TL meliputi :
a. Melakukan pemeriksaan terhadap JTL, SL, APP dan PerlengkapanAPP serta instalasi Pelanggan dalam rangka menertibkan pemakaianTenaga Listrik oleh Pelanggan.
b. Melakukan Pemutusan Sementara untuk pelanggan yang harusdikenakan tindakan pemutusan sementara.
c. Melakukan Pemutusan Sambungna Langsung;d. Melakukan Pengambilan Peralatan/alat yang digunakan untuk
Sambungan Langsung.e. Melakukan pengambilan Segel atau Tanda Tera yang tidak sesuai
dengan yang aslinya untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.f. Melakukan Pengambilan APP yang kedapatan rusak atau diduga tidak
berfungsi sebagaimana mestinya untuk dilakukan pemeriksaan lebihlanjut.
g. Melakukan Pemeriksaan atas pemanfaatan Tenaga Listrik..h. Mencatat kejadian-kejadian yang kedapatan pada waktu dilakukan
P2TL menurut jenis kejadian sebagaimana dimaksud dalam pasal 2i. Menyusun laporan dan berita acara mengenai pelaksanaan P2TL sesuai
dengan bidang tugas dan wewenangnya.(6). Dalam pelaksanaan P2Tl sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat
(2) pasal ini, dapat mengikutsertakan Kepolisian Republi Indonesia (POLRI)atau penyidik ketenagalistrikan serta apabila dianggap perlu dapat pulamengikut sertakan instansi terkait.
271
BAB IIITATA CARA DAN KETENTUAN-KETENTUAN LAINNYA
DALAM PELAKSANAAN P2TL
Pasal 4(1).Dalam melaksanakan tugasnya, petugas P2TL harus dilengkapi perlengkapan
dan peralatan sebagai berikut :a. Surat tugas dari Kepala PLN Ranting/Rayon, atau Kepala PLN
Cabang atau Pemimpin PLN Wilayah /Distribusi.b. Tanda pengenal dan pakaian dinas yang lengkap pada saat
melaksanakan tugas.c. Formulir-formulir P2TL.d. Peralatan kerja antara lain tang ampere, stop watch, tangga, helm/topi
pengaman, cos phimeter, phase sequence indicator, kalkulator, toolset serta peralatan kernya sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan.
(2). Surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Pasal ini yangdiberikan kepada petugas P2TL yang bersangkutan, ditandatangani olehKepala PLN Ranting/Rayon atau kepala PLN Cabang atau Pemimpin PLNWilayah/ PLN Distribusi atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
(3). Bentuk surat tugas, berita acara dan laporan adalah sebagaimana terdapatpada Lampiran I sampai dengan V Keputusan ini.
Pasal 5(1). Setiap petugas P2TL di dalam melaksanakan tugasnya wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut :a. Wajib mempunyai perlengkapan dan menggunakan peralatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai dengand. keputusan ini.
b. Wajib bersikap sopan dan tertib didalam memasuki persil/bangunanpelanggan dan atau bukan pelanggan.
c. Wajib bersikap sopan, tertib dan memperhatikan keamanan instalasiserta keselamatan umum dalam mengambil APP dan atau PerlengkapanAPP yang rusak atau diduga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
(2). Hasil temuan dalam pelaksanaan P2Tl sebagaimana dimaksud pada Pasal3 ayat (4) Keputusan ini, harus didapat dalam berita acara yang masing-masing ditandatangani oleh petugas PLN dan pelanggan atau salah seorangpenghuni rumah/petugas yang berada di persil/bangunan dan 2(dua) orangsaksi sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (3) keputusan ini dalam 2(dua) rangkap, 1 (satu) rangkap untuk Pelanggan dan 1(satu) rangkap untukPLN.
272
(3). Apabila pelanggan atau kuasanya atau penghuni persil/bangunan ataupetugas yang bertanggung jawab atas persil/bangunan tersebut tidakbersedia menandatangani berita acara dimaksud pada ayat (2) pasal ini,maka berita acara ditandatangani oleh 2(dua) orang saksi dan petugas.
(4). Barang bukti sebagaimana hasil temuan pelaksanaan P2TL harus disimpandalam suatu tempat tertentu dan dibuatkan Berita Acara sebagai tanda bukti.
(5). Berita Acara dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh ………………..Pasal 6
(1). Apabila pada pelaksanaan P2TL ditemukan sambungan langsung dipersit/bangunan bukan Pelanggan, maka petugas P2TL harus melakukanpemutusan/ penghentikan penyaluran Tenaga Listrik pada saat ditemukanSambungan Langsung tersebut dengan cara mencabut/ mengambil seluruhsarana yang dipasang/ digunakan untuk menyalurkan/ menggunakan TenagaListrik tersebut.
(2). Hasil temuan dalam Pelaksanaan P2TL dipersil/ bangunan Bukan pelanggansebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, selanjutnya diproses sebagaitindak pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IVTINDAK LANJUT HASIL P2TL
Pasal 7(1). Hasil temuan dalam pelaksanaan P2TL dipersil/ bangunan Pelanggan berupa
Pelanggaran sebagaimana dimaksud pada pasal 2 keputusan ini, dilaporkanoleh petugas P2TL yang bersangkutan kepada Kepala PLN Ranting/ Rayonatau Kepala PLN Cabang atau Pemimpin PLN Wilayah/ PLN Distribusimasing-masing, atau pejabat yang telah ditunjuk untuk maksud tersebut,disertai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada pasal 5 ayat (2)keputusan ini.
(2). Berdasarkan hasil temuan dalam pelaksanaan P2TL ditetapkan golonganpelanggaran dan besarnya Tagihan Susulan masing-masing oleh PejabatPLN yang berwenang.
273
BAB VJENIS DAN PENGGOLONGAN PELANGGARAN
Pasal 8Pelanggaran atas surat perjanjian jual beli Tenaga Listrik sebagaimana dimaksuddalam pasal 2 Keputusan ini dibedakan dalam 6 (enam) golongan pelanggaranyaitu Golongan A sampai dengan F.
Pasal 9(1). Pelanggaran Golongan A adalah pelanggaran yang tidak mempengaruhi batas
daya dan tidak mempengaruhi pengukuran energi.(2). Termasuk pelanggaran golongan A yaitu apabila sebagian Segel atau Tanda
Tera pada APIP atau Perlengkapan APP diganti atau tidak sesuai denganaslinya.a. Pada Kotak APP atau lemari APP yang dilengkapi dengan dua segel
atau lebih terdapat salah satu segel rusak atau terbuka atau hilang atautidak sesuai dengan aslinya.
b. Pada alat Pembatas yang mempunyai 2 (dua) Segel atau lebih terdapatsalah satu segelnya rusak atau terbuka atau hilang atau tidak sesuaidengan aslinya sedang segel yan lainnya masih utuh.
c. Pada Alat Pembatas untuk sambungan 3 (tiga) fase yang menggunakan3 (tiga) pembatas 1 (satu) fase yang masing-masing mempunyai 2 (dua)segel terdapat satu segel atau 2 (dua) segel dari 2 (dua) pembalap 1(satu) fase atau 3 (tiga) segel dari 3 (tiga) pembatas 1(satu) faserusak atau terbuka atau hilang atau tidak sesuai dengan aslinya sedangsegel yang lain masih utuh.
d. Pada Alat Pengukur yang mempunyai satu Segel dan atau Tanda Teradibagian atas dan dibagian bawah (tutupnya) yang dijepit dengan tutupterminal Alat Pengukur, terdapat Segel dan atau Tanda Tera tersebutrusak atau terbuka atau hilang atau tidak sesuai dengan aslinyasedangkan Segel tutup terminal Alat pengukur masih utuh atau salahsatu segel tutup terminal pada Alat Pengukur (yang menggunakan duasegel) rusak atau terbuka atau hilang atau tidak sesuai dengan aslinyasedangkan segel dan atau Tanda Tera masih utuh.
e. Pada Alat Pengukur yang mempunyai tiga segel dan atau Tanda terayang dipasang satu buah ditengah bagian atas dan dua buah yang laindipasang pada sudut bawah, terdapat salah satu segel dan atau TandaTera disudut bagian bawah rusak atau terbuka atau hilang atau tidaksesuai dengan aslinya sedang dua segel dan atau Tanda Tera yang lainmasih utuh.
274
f. Pada alat Pengukur yang mempunyai 4 (empat) Segel atau Tanda Terayang dipasang pada sudut-sudut, terdapat dua segel dan atau TandaTera yang berdekatan di bagian atas atau di bagian bawah (horizontal)rusak atau terbuka atau hilang atau tidak sesuai dengan aslinyasedangkan dua segel dan atau Tanda Tera yang lain masih utuh ataudua segel dan atau Tanda Tera yang berjauhan/ bersilang rusak atauterbuka atau hilang atau tidak sesuai dengan aslinya sedang dua segeldan atau Tanda Tera yang lain masih utuh.
Pasal 10(1). Pelanggaran Golongan B adalah pelanggaran yang mempengaruhi batas
daya tetapi tidak mempengaruhi pengukuran energi.(2). Termasuk Pelanggaran golongan B yaitu apabila terjadi salah satu atau lebih
hal-hal sebagai berikut :a. Segel pada alatb. Pada pelanggan dengan meter kVAmaks atau meter kWmaks. Jika
segel pada meter kVAmaks atau meter kVAmaks dan atauperlengkapannya rusak atau tidak sesuai dengan aslinya.
d. Penghantar fase tertukar dengan penghantar netral pada sambungansatu dan penghantar netral terputus serta terhubung ke bumi sehinggamempengaruhi pengukurn daya.
Pasal 11(1). Pelanggaran Golongan C adalah Pelanggaran yang tidak mempengarhui
batas daya tetapi mempengaruhi pengukuran energi.(2). Termasuk pelanggaran Golongan C yaitu apabila terjadi salah satu atau
lebih hal-hal sebagai berikut :a. Segel dan atau Tanda Tera pada Kotak APP, Lemari APP. Terminal
Alat Pengukur, dan perlengkapan APP rusak, atau hilang atau tidaksesuai dengan aslinya.
b. Meter kWh dan atau meter kVArh rusak/ berlubang atau terdapatadanya benada lain di dalamnya.
c. Alat pengukur dan atau perlengkapan APP rusak atau tidka sesuaidengan aslinya atau putus atau longgar atu terhubung singkat atauberubah pengawatannya.
d. Kedapatan adanya Sambungan Langsung.e. Penghantar fase tertukar dengan penghantar netral pada sambungan
fase satu dan penghantar netral terputus serta terhubung ke bumi.
275
f. Segel atau tanda tera dalam keadaan baik tetapi alat pengukur tidakberfungsi sebagaimana mestinya, yang disebabkan dilambatkan,ditahan, dibalikkan putarannya, atau kuparan tegangan dan ataukumparan arus dirusak sehingga mempengaruhi pengukuran energi.
Pasal 12(1). Pelanggaran Golongan D adalah pelanggaran yang mempengaruhi batas
daya dan mempengaruhi pengukuran energi.(2). Termasuk pelanggaran golongan D yaitu apabila Alat Pembatas dan atau
Alat Pengukur dan atau perlengkapan APP milik PLN yang pengawasandan pengamanannya menjadi tanggung jawab pelanggan kedapatanhilang.
Pasal 13(1). Pelanggaran Golongan E adalah pelanggaran yang bukan akibat kesalahan
pelanggan.(2). Termasuk pelanggaran yang bukan akibat kesalahan peanggan yaitu apabila
kedapatan atau terbukti bahwa sejumlah tenaga listrik yang telah digunakanpelanggan tidak terukur, tidak tercatat dan atau belum tertagih yangdisebabkan :a. Terjadi kesalahan pengawatan APP sehingga energi listrik tidak terukur
dengan benar, namun segel dalam keadaan baik.b. Terjadi kerusakan pada Alat Pengukur dan Perlengkapan APP karena
kualitasnya sehingga energi tidak terukur dengan benar, namun segeldalam keadaan baik.
c. Kesalahan faktor kali meter sehingga pemakaian energi listrik yangditagihkan.
Pasal 14(1). Pelanggaran Golongan F adalah jenis pelanggaran selain pelanggaran
Golongan A sampai dengan Golongan E sebagaimana dimaksud dalam pasal9, pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13 keputusan lainnya.
(2). Termasuk pelanggaran golongan f, yaitu apabila penggunaan Tenaga Listriktidak sesuai dengan peuntukannya, dalam hal ini Tenaga Listrik digunakanuntuk keperluan pemakaian yang harga golongan tarifnya lebih tinggi daripada harga golongan tariff menurut perjanjian jual beli Tenaga Listrik daripelanggan yangn bersangkutan.
276
BAB VITARIF TAGIHAN SUSULAN,
BIAYA PENYEGELAN KEMBALI DAN PENGGANTIAN APP
Pasal 15(1). Pelanggan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal
9. pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13 dan pasal 14 Keputusan inidikenakan Tagihan susulan dan atau biaya penyegelan dan agau biayapenggantian APP/ Perlengkapan APP.
(2). Secara berkala pemimpin PLN Wilayah/ Distribusi menetapkan besanyabiaya penyegelan kembali serta biaya penggantian APP/ Perlengkapan APPberdasarkan pada harga yang berlaku di wilayah setempat.
Pasal 16Untuk pelanggan golongan A, besarnya Tagihan susulan adalah berupa biayapenyegelan kembali sebagaimana dimaksud pada pasal 15 ayat (2) keputusanini.
Pasal 17(1). Dasar pehitungan Tarif Tagihan Susulan untuk pelanggaran golongan B adalah
besarnya biaya beban untuk masing-masing golongan tarif Tenaga Listrikyang bersangkutan berdasarkan ketentuan Tarif Dasar Listrik yang berlaku.
(2). Untuk pelanggaran golongan B, besarnya Tagihan susulan adalah 6 x 1,5Daya Tersambung x biaya beban tarif yang bersangkutan.
Pasal 18(1). Dasar perhitungan Tarif Tagihan Susulan untuk pelanggaran golongan C
adalah besarnya biaya pemakaian tarif listrik yang tertinggi pada golongantariff yang bersangkutan berdasarkan ketentuan Tarif Dasar Listrik yangberlaku.
(2). Untuk pelanggaran golongan C, besarnya Tagihan susulan adalah 6 x 720jam x kVA daya Tersambung x 0,85 x harga per kWh yang tertinggi padagolongan tariff yang bersangkutan sesuai Tarif Dasar Listrik yang berlaku diPLN.
Pasal 19Untuk pelanggaran golongan D, besarnya Tagihan Susulan adalah sebesar tagihansusulan pelanggaran golongan B ditambah tagihan susulan pelanggaran golonganC.
Pasal 20Untuk pelanggaran E, besarnya tagihan susulan ditetapkan sesuai besarnya energilistrik yang belum terukur atau belum tertagih maksimum 6 (enam) bulanpemakaian.
277
Pasal 21Untuk Pelanggaran F, maka golongan tarif pelanggan yang bersangkutan langsungdisesuaikan dengan golongan tarif sesuai peruntukannya pada saat kedapatankepada pelanggan yang bersangkutan diberitahu secara tertulis adanya perubahangolongan tarif tersebut.
BAB VIIPEMBEBANAN TAGIHAN SUSULAN JANGKA WAKTU DAN
KERUSAKAN SEGEL/APP
Pasal 22(1). Tagihan susulan pada dasarnya dibebankan kepada orang/badan usaha
atau lembaga lainnya sesuai dengan nama yang tercatat sebagai pelanggan.Apabila penghuni persil/ bangunan tersebut bulan pelanggan PLN, makaTagihan Susulan dibebankan kepada orang/badan usaha atau lembaga lainyang menghuni atau bertanggung jawab atas persil/ bangunan tersebut.
(2). Tagihan susulan dibuat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 15 (limabelas) harus sejak ditemukan pelanggaran, kecuali belum dapat diketahuijenis pelanggarannya.
(3). Tagihan susulan dibayar tunai, dan dapat lupa secara angsuran. Apabilatagihan susulan akan dibayar secara angsuran, yang dikenakan TagihanSusulan tersebut harus membuat surat pengakuan hutang (SPH) Tagihansusulan, pembayaran angsuran Tagihan susulan hanya dapat diberikan untukjangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggalditandatanganinya SPH Tagihan Susulan tersebut.
Pasal 23(1). Pelanggan wajib segera melapor kepada PLN apabila terdapat kerusakan
fisik, segel atau APP atau perlengkapan APP sebagaimana dimaksud dalampasal 2 ayat (1) huruf a,b dan c keputusan ini.
(2). Kerusakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini tidakdikategorikan sebagai pelanggaran apabila telah dilaporkan oleh pelanggan(untuk yang pertama kalinya) dan dapat dibuktikan bahwa kerusakantersebut bukan dilakukan oleh pelanggan.
278
BAB VIIIPEMUTUSAN SEMENTARA, PEMUTUSAN RAMPUNG DAN
PENYAMBUNGAN KEMBALI
Pasal 24(1). Dalam hal pelanggaran Golongna C khusunya kedapatan Sambungan
langsung. PLN dapat melaksanakan pemutusan sementara pada saat ditemukan pelanggaran tersebut.
(2) Apabila Tagihan susulan yang dikenakan kepada pelanggan yangbersangkutan tidak dilunasi sesuai jangka waktu atau tahapan pembayaranyang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (3)keputusan ini, maka PLN dapat melaksanakan Pemutusan Sementara.
Pasal 25Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggaldilaksanakan pemutusan sementara, pelanggan belum melunasi Tagihan Susulanyang diterapkan. Maka PLN berhak melaksanakan Pemutusan Rampung.
Pasal 26(1). Penyambungan kembali akibat pemutusan sementara dilaksanakan apabila
pelanggan telah melunasi tagihan susulan.(2) Penyambungan kembali pelanggan yang terkena pemutusan Rampung
diperlakukan sebagai pelanggan baru yaitu disamping harus melunasi tagihansusulan juga diharuskan membayar BP dan UJL lagi sesuai ketentuan yangberlaku.
BAB IXLAIN-LAIN
Pasal 27(1). Dalam melaksanakan P2TL dan Tagihan Susulan ini tidak dibenarkan
menambah biaya-biaya apapun selain yang ditetapkan dalam keputusanDireksi ini.
(2). Dalam melaksanakan Keputusan Direksi ini agar memperhatikan peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berlaku di PT PLN(persero) yang berhubungan dengan penyaluran Tenaga Listrik.
279
Pasal 28Dengan berlakunya keputusan ini, maka Surat Edaran Direksi PLN No. 053/PST/82 dan No 019/PST/75 serta ketentuan-ketentuan lain yang bertentangandengan keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.- Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di JakartaPada Tanggal : 26 April 2000
Direktur Utama
KUNTORO MANGKUSUNROTO
280
LampiranKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)Wilayah/Distribusi*)………Cabang …………………….Ranting/ Rayon *) …………
BERITA ACARA
PEMASANGAN/ PERUBAHAN *)SAMBUNGAN TENAGA LISTRIK (SL)
Nomor : ………………………..
Pada hari ini,………, tanggal …………. bulan ………. tahun dua ribu ……
Nama : ……………..No. Induk Pegawai : ……………..Jabatan : ……………..
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Tugas pemimpin PLN Wilayah/PLNDistribusi/Kepala PLN Cabang/Kepala PLN Ranting/ Rayon ……*) atau……***) Nomor ……….. tanggal …………. Dengan disaksikan olehpelanggan/keluarga pelanggan/penghuni/penanggung jawab atas bangunan/persiltersebut*) :Nama : ……………..Alamat : ……………..Pekerjaan : ……………..No. KTP/SIM*) : ……………..Telah melakukan pemasangan/ perubahan*) SL pada pelanggan :Nama : ……………..Alamat : ……………..No. Perjanjian/ Kontrak : ……………..No. Kontrol : ……………..Tarip/Daya Tersambung : ……………..No. Gardu : ……………..Penggunaan/Peruntukan : ……………..
281
Keadaan SL sesudah dilakukan pemasangan/perubahan*) sebagaimana terlampiryang merupakan bagian tak terpisahkan dari berita acara ini.
Demikian Berita Acara ini setelah dibaca, dibuat dan ditanda tangani oleh masing-masing pihak tersebut diatas dalam rangka …….(….) rangkap untuk PLN dan……... (…….) rangkap untuk pelanggan yang bersangkutan.
Pelanggan/penghuni/penanggung jawabAtas bangunan Petugas PLN
……………….**) ………………**)
Keterangan:*) Coret yang tidak perlu**) Kolom tersebut diisi nama terang dan
tanda tangan masing-masing***) Jabatan Pemberi Tugas.
282
LAMPIRANBERITA ACARA PEMASANGAN/PERUBAHAN*)SLUNTUK SISTEM PENGUKURANLANGSUNG/TIDAK LANGSUNG*)1 PHASE/3 PHASE *)
DATA TEKNIS PEMASANGAN/PERUBAHAN*)SL
A. Tegangan tersambung dan sistem
B. Gambar sket lokasi alamat pelanggan :
C. Letak alat pembatas dan pengukur (APP)
Tegangan tersambung dan sistem pemasangan *)
Catatan Pemasangan/ perubahan *)
Tgl
Sebelum Sebelum a. b. c.
1 phase/3 phase 127/220V, 220/380 V 6.0 V, 12.000 V, 20.000 V, 70.000 V ………………………………. TT/TM/TR
GARDU BANGUNAN PELANGGANNo Jenis Didalam Diluar Didalam Diluar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lemari APP Alat Pembatas Meter kVh/Meter kVArh/ Meter kVAmax Loncong (Time Switch) Trafo Tegangan (PT) Trafo Arus (CT) Perlengkapan Hubung Bagi (Rak TR)
283
D. Data APP Terpasang
Pasang Perubahan No. Jenis Baru Sebelum Sesudah
Tangal
1. 2. 3 4. 5.
Alat Pembalas : Nama : Type/Seri : Ukuran (In) : Kartu Setting Relay : 1 Set : ………….. 1 Jatah : …………. Merk/ Type Relay : Merk kWh Type/merk No. Pabrik/Tahun. Sistem tegangan Ukuran (in) Constanta meter Stand meter HT (I) Stand meter LT (II) Meter kVArd Type / merk No. Pabrik/Tahun Sistem tegangan Ukuran (In) Constania meter Stand meter HT ( I ) Stand Meter LT ( II ) Meter kVA maks kWmaks/Amp maks *) Type/merk No. Pabrik/Tahun Sistem tegangan Stand Maksimal
284
E. Perlengkapan APP :
F. SEGEL :Segel pada APP dengan data tersebut diatas terdiri (banyak) … buah segel.
Perubahan No Data
Pasang baru Sebelum Sesudah
Tanggal
1. 2. 3. 4.
Trafo Tegangan (PT) Type/Merk No. Pabrik/Tahun Sistem tegangan Trafo Arus (CT) Type/merk No. Pabrik/Tahun Sistem Tegangan Ukuran (In) Faktor kali Time Swich Type/merk No. Pabrik/Tahun …………………. …………………. Status (sewa/lain-lain)
Keadaan Segel (Jumlah) Perubahan Tempat segel Normal
(Seharusnya Sebelum Sesudah Kode
Tutup perlindung Kotak APP Meter kWh Meter kVArh Meter
kVAmax/kWhmakx/Ampere max
Tutup Terminal Pembatas Cubicle ………
Tgl. Pasang/perubahan
285
G. HASIL PELAKSANA PEMASANGAN/PERUBAHAN*) SL(Catat keterangan yang perlu sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaantersebut)………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................………………………………………………………..........................
Pelanggan/penghuni/penanggung jawab *) Petugas PLNAtas bangunan/persil
(…………………..)**) (…………………….)**)keterangan :
*) Coret yang tidak perlu**) Diisi tanda tangan dan nama jelas.
286
Lampiran IKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)Wilayah/Distribusi *)……….CABANG …….. ………………RANTING/RAYON *) ………..
SURAT TUGASNomor : …………
Pemimpin PT PLN (Persero) Wilayah/Distribusi *) ……Cabang …Ranting/Rayon *) ….atau ………… **) dengan ini memberi tugas kepada :1. Nama : ……………….
No.Induk Pegawai : ……………….Jabatan : ……………….
2. Nama : ……………….No. Induk Pegawai : ……………….Jabatan : ……………….
Untuk melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) pada tanggal…….. s/d …… pada jam ……s/d…….. Pada daerah kerja PLN/alamatPelanggan *) sebagaimana terlampir.
Dalam pelaksanaan P2TL, petugas P2TL tersebut diatas, harus mengikutiketentuan tentang penitipan pemakaian Tenaga Listrik di PLN.
Apabila tugas P2TL dimaksud telah selesai dilaksanakan, maka petugas yangbersangkutan wajib segera melaporkan pelaksanaan tugas tersebut kepada :Pemimpin PT PLN (Persero) Wilayah/Distribusi *) ………..
287
Demikian surat tugas ini diterbitkan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinyadan penuh tanggung jawab.
……………………..Pemimpin PT PLN (Persero) Wilayah/Distribusi *) ……Cabang ……. Ranting/Rayon *) ……. atau …… **)
Yang menerima tugas1.
(……………………)***)(…………………………)tanda tangan & nama jelas
2.
(………………………..)tanda tangan & nama jelas
*) Coret yang tidak perlu**) Jabatan Pemberi Tugas P2TL***) Nama pembeli tugas
Catatan : Surat Tugas berlaku bila dilengkapi/menunjukanKartu Tanda pengenal Pegawai yang bersangkutan
288
Lampiran Surat TugasDAFTAR DAERAH KERJA PLN
Nama dan Tanda Tangan Nama dan Tanda TanganPenerima Tugas Pemberi Tugas
1. ……………….. ………………………..
2. ………………..
Nomor Daerah Kerja PLN Wilayah/Distribusi……………..Cabang…………….. Ranting/Rayon*) ……………………………………..
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
............
……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………
289
Lampiran II AKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)Wilayah/Distribusi *) …………Cabang ………………………..Ranting/Rayon *)……………..
B E R I T A A C A R A
PENERTIPAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL)UNTUK SISTEM PENGUKURAN LANGSUNG 1 PHASA/ 3 PHASA
NOMOR : ……………..
Pada hari ini, ……….. tanggal ………Bulan ………… Tahun dua ribu…………… kami yang bertanda tangan dibawah ini :1. Nama : ………………
No.Induk Pegawai : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
2. Nama : ………………No.Induk Pegawai : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
Masing-masing sebagai anggota Tim P2TL berdasarkan Surat Tugas PemimpinPT PLN (Persero)) Wilayah/Distribusi *) …………..Cabang……….Ranting/Rayon *) ……atau ……… ***) Nomor ……..Tanggal ………….. dengandidampingi petugas/ pejabat dari kepolisian Negara ………./ Alat Negar lainnya/PPNS*) tersebut dibawah ini :
1. Nama : ………………NRP : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
dan
290
2. Nama : ………………NRP : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
Berdasarkan surat tugas dari Kepala Kepolisian …………… Melakukan P2TLdengan cara melakukan pemeriksaan instalasi Sambungan Tenaga Listrik danInstalasi Pelanggan sebagai berikut :
Nama dalam rekening : ………………Nama penghuni : ………………Alamat dalam rekening : ………………Alamat sebenarnya : ………………Rayon/Ranting/cabang : ………………No.Perjanjian/kontrak*)* : ………………No. Kontrol : ………………Tarif/Daya tersambung : ………………No. Gardu/Tiang : ………………Penggunaan/peruntukan : ………………
Pelaksanaan TDL
Dalam Pelaksanaan P2TL yang dilaksanakan sebagaimana tersebut diatas, TimP2TL yang disertai petugas/pejabat Polri/ Alat Negara lainnya/PPNS *)disaksikan oleh pelanggan/ keluarga pelanggan penghuni/penanggung jawabbangunan/persil yang diperiksa tersebut *) yaitu :
Nama : ………………Alamat : ………………Pekerjaan : ………………
Hasil P2TL
Berdasarkan P2TL yang dilaksanakan sebagaimana tersebut diatas, diperolehhasil sebagaimana tercantum dalam Lampiran Berita Acara ini yang merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara ini.
291
Prose Penyelesaian.
Berdasarkan hasil P2TL sebagaimana dimaksud pada angka III diatas, penetapangolongan Pelanggan berdasarkan pada lampiran Berita Acara ini akan ditetapkanlebih lanjut oleh Pejabat PLN yang berwenang.
Untuk penyelesaian tersebut, pelanggan tersebut diatas atau kuasanya dimintadatang ke kantor PLN pada hari dan tanggal sesuai lampiran Berita Acara ini *)
Demikian berita acara setelah dibaca dan ditanda tangani oleh masing-masingpihak tersebut diatas dalam tiap……………………, satu rangkap berikutlampirannya untuk pelanggan seperti pada angka II diatas.
Pelanggan/ Keluarga pelanggan/ Tim P2TLPenghuni bangunan/ persil
……………………. ***) ………………..***)
Disaksikan oleh
1. ………………..***)2. ………………..***)
3. ………………..***)
Keterangan*) Coret yang tidak perlu
**) Apabila tidak ada pelanggan aleniatersebut dicoret seluruhny
***) Kolom tersebut di isi nama terang dantanda tangan masing-masing
****) Jabatan Pemberi Tugas
292
PT PLN (Persero) LAMPIRAN II A………………… BERITA ACARA PENERTIBAN/PEMAKAIAN
TENAGA LISTRIK (P2TL)UNTUK SISTEM PENGUKURAN LANGSUNG1 PHASE/ 3 PHASE
DATA HASIL PEMERIKSAAN UNTUK SISTEM PENGUKURAN LANGSUNG1 PHASE/3 PHASE
Tegangan tersambungTegangan tersambunga. 1 Phase/3phase 1)b. 127 V, 220 V, 127/220 V, 220/38 C V 1)
Gambar skel lokasi alamat pelanggan
Tempat Kedudukan Alat Pengukur dan Pembatas (APP)Didalam/diluar
Data APP terpasang4.1 Alat Pembatas :
Nama : MCB/MCCB/NFB/NH Fuse/Smelt Trip/ … 1)Type/Ukuran :Ukuran (In) : ……… x ………... Ampere
4.2 Meter kWHType/Merk : ……….. Tarif tunggal/ganda 1) : …………No. Pabrik/tahun : ……….. Faktor meter : …………Ukuran (In) : ……… x ………... Ampere, Constanta ……..
4.3 Meter kVArhType/Merk : ……….. Tarif tunggal/ganda 1) : …………No. Pabrik/tahun : ……….. Faktor meter : …………Ukuran (In) : ……… x ………... Ampere, Constanta ……..
4.4 Lonceng :Type/Merk : ……….. Genset/Diesel : ada/ tidak ada 1)No. Pabrik/tahun : ……….. : ………… kVATegangan : ……….. Volt
293
Kon
disi
seh
arus
nya
(Jum
lah
sege
l) u
ntuk
kol
om 5
.6.7
.8 d
idas
arka
n at
as :
……
……
…..
294
5.2 Pemeriksaan putaran meter kWh melalui sekering meter/ TerminalPengukuran 4 kawat
Pengukuran Tegangan pada pengukuran bebanPengukuran dilaksanakan pada jam …………………
Pengukuran tegangan :a. Pada terminal (klem Blok) kotak APP b. Pada terminal meter :
R- Nol : …………….. Volt R- Nol : ……….. VoltS- Nol : …………….. Volt S- Nol : ……….. VoltT- Nol : …………….. Volt T- Nol : ……….. VoltR-S : …………….. Volt R-S : ……….. VoltR-T : …………….. Volt R-T : ……….. VoltS-T : …………….. Volt S-T : ……….. Volt
Sambungan Tenaga Listrik Tegangan Rendah (SLTR)1. SLP (Sambungan Luar Pelayanan)
Jenis Hantara : Kabel Pilin/ BC (kawat tembaga telanjang) / ACC/Kabel tanah /…..
Ukuran : ……………………..Kondisi/Kelainan-2 : ……………………..
2. SMP (Sambungan Masuk Pelayanan)Jenis Hantara : Kabel Pilin/ BC (kawat tembaga telanjang) / ACC/
Kabel tanah /…..Ukuran : ……………………..Kondisi/Kelainan-2 : ……………………..
No RST Saat diperiksa Setelah diperiksa
Arah Putaran Waktu 1 Putaran Arah Putaran Waktu 1 putaran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
295
Hasil Pemeriksaan1. Penyambungan langsung 2)
.............................................................................................................
.............................................................................................................2. Penggunaan Peruntukan Tenaga Listrik 3)
.............................................................................................................
.............................................................................................................3. Terdapat/tidak terdapat sambungan lain yang membahayakan keselamatan
umum (seperti sambungan langsung antara satu rumah/tempat ke tempatlainnya di luar persil ybs. Dan tanpa prosedur yang besar )..........................................................................................................................................................................................................................
4. Kesimpulan..........................................................................................................................................................................................................................
5. Tindakan teknis yang dilakukan oleh petugas P2TL :..........................................................................................................................................................................................................................
6. Keterangan tambahan 4) :..........................................................................................................................................................................................................................
Untuk penyelesaian hasil P2TL Pelanggan PLN/kuasanya diatas diminta datangke kantor Wilayah/Distribusi/Cabang/Ranting/Rayon PT PLN (Persero) Wilayah/Distribusi …………………Cabang …………….. Ranting/Rayon …………diJalan ………………………………………………….Pada tanggal/hari : …………………………….Pukul : …………………………….
Pelanggan/Penghuni/Penanggung Jawab 1) Atas bangunan/persil Tim P2TL
(…………………..) 5) (……………………….) 5)
296
Saksi
………………………………. 5)………………………………. 5)………………………………. 5)
Keterangan :1). Coret yang tidak perlu2). Diisi apabila ada sambungan dari JTL atau SL dengan
menggunakan penghantar dibawah atau diatas termasukperalatannya dimana tenaga listrik dapat disatukan tanpa melaluiAPP
3). Di isi secara jelas penggunaan tenaga listrik sesuai fakt di persil/bangunan ybs.
4). Di isi uraian secara ringkas berdasarkan hasil pemeriksaan daributir 8-5 dapat juga diberikan keterangan dalam bentukgambar dan atau penjelasan lain.
5) Disi nama terang dan tanda tangan.
297
Lampiran II BKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)Wilayah/Distribusi *) …………Cabang ………………………..Ranting/Rayon *)……………..
B E R I T A A C A R A
PENERTIPAN PEMAKAIAN TENAGA LISTRIK (P2TL)UNTUK SISTEM PENGUKURAN TIDAK LANGSUNG
NOMOR : ……………..
Pada hari ini, ……….. tanggal ………Bulan ………… Tahun dua ribu…………………………………… kami yang bertanda tangan dibawah ini :
1. Nama : ………………No.Induk Pegawai : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
2. Nama : ………………No.Induk Pegawai : ………………Jabatan : ………………Kedudukan : ………………
Masing-masing sebagai anggota Tim P2TL berdasarkan Surat Tugas PemimpinPT PLN (Persero)) Wilayah/Distribusi *) …………..Cabang……….Ranting/Rayon*) ……..atau ……… ***) nomor ……..Tanggal ………….. melakukanP2TL dengan cara melakukan pemeriksaan instalasi Sambungan Tenaga Listrikdan Instalasi Pelanggan PLN pada bangunan/persil sebagaimana tercantum dalamRekening Listrik Pelanggan sebagai berikut :
298
Nama dalam rekening : ………………Nama penghuni : ………………Alamat dalam rekening : ………………Alamat sebenarnya : ………………No.Perjanjian/kontrak*)* : ………………No. Kontrol : ………………Tarif/Daya tersambung : ………………No. Gardu/Tiang : ………………Penggunaan/peruntukan : ………………
Pelaksanaan TDL
Dalam Pelaksanaan P2TL yang dilaksanakan sebagaimana tersebut diatas, TimP2TL yang disertai petugas/pejabat Polri/ Alat Negara lainnya/PPNS *)disaksikan oleh pelanggan/ keluarga pelanggan/penghuni/penanggung jawabbangunan/persil yang diperiksa tersebut *) yaitu :
Nama : ………………Alamat : ………………Pekerjaan : ………………
Hasil P2TL
Berdasarkan P2TL yang dilaksanakan sebagaimana tersebut diatas, diperolehhasil sebagaimana tercantum dalam Lampiran Berita Acara ini yang merupakanbagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acara ini.
Prose Penyelesaian.
Berdasarkan hasil P2TL sebagaimana dimaksud pada angka III diatas, penetapangolongan Pelanggan berdasarkan pada lampiran Berita Acara ini akan ditetapkanlebih lanjut oleh Pejabat PLN yang berwenang.
Untuk penyelesaian tersebut, pelanggan tersebut diatas atau kuasanya dimintadatang ke kantor PLN pada hari dan tanggal sesuai lampiran Berita Acara ini *)
299
Demikian Berita Acara ini setelah dibaca dan ditanda tangani oleh masing-masingpihak tersebut diatas dalam rangkap………………satu rangkap berikutlampirannya untuk pelanggan seperti pada angka II diatas.
Pelanggan/ Keluarga pelanggan/ Tim P2TLPenghuni bangunan/ persil
……………………. ***) ……………………..***)
Disaksikan oleh
1. ………………..***)
2. ………………..***)
Keterangan*) Coret yang tidak perlu
**) Apabila tidak ada pelanggan aleniatersebut dicoret seluruhny
***) Kolom tersebut di isi nama terang dantanda tangan masing-masing
****) Jabatan Pemberi Tugas
300
PT PLN (Persero) LAMPIRAN II B………………… BERITA ACARA PENERTIBAN PEMAKAIAN
TENAGA LISTRIK (P2TL)UNTUK SISTEM PENGUKURAN LANGSUNG
DATA HASIL PEMERIKSAAN UNTUK SISTEM PENGUKURAN LANGSUNG
Tegangan tersambung
Tegangan tersambunga. Tegangan tinggi/ Tegangan Menengah/Tegangan Rendah1)b. 127 V, 220 V, 220/330 V, 6000 V /12000 V/20000 V/70000 V/ 150000
V/….1)
Gambar skel lokasi alamat pelanggan
Tempat Kedudukan Alat Pengukur dan Pembatas (APP)
Data APP Terpasang :4.1 Alat Pembatas :
Nama :Type/Ukuran :Ukuran (In) : ……… x ………... Ampere
4.2 Kartu Selting Relay1 Set : ……….. Ampere1 Jatah : ……….. AmpereMerk / Type Relay : …………
No APP Gardu Bangunan Pelanggan
Di dalam Di luar Di dalam Di luar 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kotak APP Lemari APP… Alat Pembalas … Meter kWh Meter kVArd Meter kVAmax Lonceng (Time Switch Perlengk. Hubung bagi (Rak TR)
301
4.3. Alat Pengukur :
VI. Pengukuran6.1. Pengukuran beban dan faktor daya (Cos Q)
Pengukuran dilaksanakan pada jam : …………………..
6.2. Pengukuran Tegangana. Pada terminal (klem Blok) kotak APP
R- No : …………….. Volt R- S : ……….. VoltS-No : l……..…….. Volt R- T : ……….. VoltT-Nol : ……..…….. Volt S- T : ………... Volt
b. Pada Rel dan terminal meterRel fase R - terminal meter fase R : …… …… VoltRel fase R - terminal meter fase S : …… …… VoltRel fase R - terminal meter fase T : …… …… VoltRel fase S - terminal meter fase R : …… …… VoltRel fase S - terminal meter fase S : …… …… VoltRel fase S - terminal meter fase T : …… …… VoltRel fase T - terminal meter fase R : …… …… VoltRel fase T - terminal meter fase S : …… …… VoltRel fase T - terminal meter fase T : …… …… Volt
DATA Meter
kWh
Meter
kVArh
Meter
kVA max
Type/Merk
No. Pabrik/Tahun
Sistem Tegangan
Ukuran (In)
Faktor meter
Maximal
Constanta
Stand meter HT (I)
Stand meter HT (II)
……………..
……………..
…………… V
…………… A
…………Kali
……………..
……………..
……………..
……………..
……………..
……………..
…………… V
…………… A
…………Kali
……………..
……………..
……………..
……………..
……………..
……………..
…………… V
…………… A
…………Kali
……………..
……………..
……………..
……………..
Fasa Saat diperiksa Setelah diperiksa
Primer Sekunder Cos Q Primer Sekunder Cos Q
n
s
t
Nol
………A
………A
………A
………A
………A
………A
………A
………A
0. ……....
0. ……....
0. ……....
0. ……....
………A
………A
………A
………A
………A
………A
………A
………A
0. ……....
0. ……....
0. ……....
0. ……....
302
6.3 Pemeriksaan putaran meter kWh melalui sekering meter/ klem Terminalmeter
VI. Sambungan Tenaga Listrik(SL)7.1. SLP (Sambungan Luar Pelayanan)
Jenis Hantara : Kabel Pilin/ BC (kawat tembagatelanjang) / ACC/ Kabel tanah /…..
Ukuran : ……………………..Kondisi/Kelainan-2 : ……………………..
7.2. SMP (Sambungan Masuk Pelayanan)Jenis Hantara : Kabel Pilin/ BC (kawat tembaga
telanjang) / ACC/ Kabel tanah /…..Ukuran : ……………………..Kondisi/Kelainan-2 : ……………………..
VII. Hasil Pemeriksaan8.1. Penyambungan langsung 2)8.2. Penggunaan Peruntukan Tenaga Listrik 3)
.............................................................................................
.............................................................................................8.3. Terdapat/ tidak terdapat sambungan lain yang membahayakan
keselamatan umum (seperti sambungan langsung antara satu rumah/tempat ke tempat lainnya di luar persil ybs. Dan tanpa proseduryang benar).............................................................................................
8.4. Kesimpulan..........................................................................................................................................................................................
No RST Saat diperiksa Setelah diperiksa
Arah Putaran Waktu 1 Putaran Arah Putaran Waktu 1 putaran
1
2
3
4
5
6
7
8
9
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
// // //
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
Maju/mundur/diam *)
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
………………...
303
8.5. Tindakan teknis yang dilakukan oleh petugas P2TL :..........................................................................................................................................................................................
8.6. Keterangan tambahan 4) :..........................................................................................................................................................................................
Untuk penyelesaian hasil P2TL Pelanggan PLN/kuasanya diatasdiminta datang ke kantor Wilayah/Distribusi/Cabang/Ranting/RayonPT PLN (Persero) Wilayah/Distribusi ……………….Cabang…………….. Ranting/Rayon………. …...diJalan……………………………………….Pada tanggal/hari : …………………………….Pukul : …………………………….
Pelanggan/Penghuni/Penanggung Jawab 1) Atas bangunan/persil Tim P2TL
(…………………..) 5) (……………………….) 5)
Saksi
………………………………. 5)………………………………. 5)………………………………. 5)
Keterangan :1). Coret yang tidak perlu2). Diisi apabila ada sambungan dari JTL atau SL dengan
menggunakan penghantar dibawah atau diatas termasukperalatannya dimana tenaga listrik dapat disatukan tanpa melaluiAPP
3). Di isi secara jelas penggunaan tenaga listrik sesuai fakt di persil/bangunan ybs.
4). Di isi uraian secara ringkas berdasarkan hasil pemeriksaan daributir 8-5 dapat juga diberikan keterangan dalam bentukgambar dan atau penjelasan lain.
5) Disi nama terang dan tanda tangan.
304
Lampiran IIIKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)WILAYAH/DISTRIBUSI *)CABANG ………RANTING/RAYON *) ………
BERITA ACARAPENGAMBILAN PERALATAN/ALATM HASIL TEMUAN P2TL
Nomor : ………………….
Berdasarkan hasil dan kesimpulan pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim P2TLsebagaimana tercantum dalam Berita Acara P2TL Nomor : ………….., tanggal…… perlu dilakukan pengambilan peralatan/alat hasil temuan P2TL.Sehubungan dengan itu, maka pada hari ini, ……… tanggal …….. bulan…………. Tahun, …………. Dilakukan pengambilan peralatan/alat hasil temuanoleh petugas P2TL untuk keperluan koreksi rekening/pemeriksaan lebih lanjut.Data pengambilan peralatan/alat hasil temuan P2TL tercantum pada LampiranBerita Acara ini yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Berita Acaraini.
Pada PelangganNama : ………….Alamat : ………….No.KTP : ………….
****) sesuai data pada lampiran Berita Acara ini. Dimaksudkandalam kantong kemudian direkatkan dengan diberi stiker dan selanjutnyadibubuhi tandatangan pada penutup kantong tersebut oleh petugas P2TL tersebutdibawah ini dan pelanggan/penghuni rumah/penanggung jawab atas bangunan/persil yang diperiksa selanjutnya dibawah oleh petugas P2TL ke LaboratoriumPLN ………..**) untuk koreksi rekening untuk pemeriksaan lebih lanjut.
305
Demikian Berita Acara ini setelah dibaca. Dibuat dan ditanda tangani oleh masing-masing pihak tersebut diatas dalam rangkap …………., satu rangkap untukpelanggan/ penghuni rumah/penanggung jawab atas bangunan/persil yangdiperiksa *)
Pelanggan penghuni rumah Tim P2TLPenanggung jawab bangunan persil *)
***) ***)NIP PLN
Disaksikan Oleh
1 ***) ***)NIP PLN
2. ***)_ ***)NIP PLN
Keterangan*) Coret yang tidak perlu
**) Diisi sesuai dengan kebutuhan***) Kolom tersebut diisi nama terang dan
tanda tangan masing-masing****) Diisi nama peralatan alat hasil temuan P2TL
306
Lampiran IVKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)WILAYAH/DISTRIBUSI *)CABANG ………RANTING/RAYON *) ………
BERITA ACARA PERMUKAANNomor : ………………….
Berdasarkan hasil dan kesimpulan pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim P2TLsebagaimana tercantum dalam Berita Acara P2TL Nomor : ………….., tanggal…… dan Berita Acara Pengambilan Peralatan data Hasil Temuan P2TL Nomor: ….... Tanggal …………
Pada hari ini, ……… Tanggal …….. Jam …………. Bertempat di ….…….Dilakukan Pembukaan Lintong/bungkusan berisi sebagaimana tercantum padalampiran Berita Acara ini yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dai BaritaAcara ini.
Dalam pelaksanaan penelitian dan pembukaan tersebut disaksikan olehPelanggan/Penghuni/Penanggung jawab atas persil/bangunan *)
Nama : ……………………Alamat : ……………………Pekerjaan : ……………………
Pada waktu dilakukan pembukaan diadakan penelitian terhadap stiker dan tandakertas pengaman yang mengikat kantong tersebut dengan hasil pembukaan.Kondisi : ……………………Kondisi Kantong Pengaman : ……………………Kesimpulan : …………………… ***) sama/ tidak
sama *) dengan Berita caraPengambilan Peralatan/ Alat HasilTemuan P2TL.
307
Kemudian : ***) tersebut diatas diambil untukkeperluan pemeriksaan di laboratorium.
Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya.
Saksi-saksi
Petugas PLN 1. Pelanggan/ PenghuniPenanggung jawab atasBangunan/ Persil *)
**) **)NIP
2. Saksi
**) **)NIP NRP/NIP *) …………
**) **)NIP NRP/NIP *) …………
Keterangan*) Coret yang tidak perlu
**) Diisi sesuai dengan kebutuhan***) Kolom tersebut diisi nama terang dan
tanda tangan masing-masing****) Diisi nama peralatan alat hasil temuan P2TL
308
Lampiran IVKeputusan Direksi PT PLN (Persero)Nomor :Tanggal :
PT PLN (Persero)WILAYAH/DISTRIBUSI *)CABANG ………RANTING/RAYON *) ………
BERITA ACARA PERMUKAANNomor : ………………….
Berdasarkan hasil dan kesimpulan pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim P2TLsebagaimana tercantum dalam Berita Acara P2TL Nomor : ………….., tanggal…… dan Berita Acara Pengambilan Peralatan data Hasil Temuan P2TL Nomor: ….... Tanggal …………
Pada hari ini, ……… Tanggal …….. Jam …………. Bertempat di ….…….Dilakukan Pembukaan Lintong/bungkusan berisi sebagaimana tercantum padalampiran Berita Acara ini yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dai BaritaAcara ini.
Dalam pelaksanaan penelitian dan pembukaan tersebut disaksikan olehPelanggan/Penghuni/Penanggung jawab atas persil/bangunan *)
Nama : ……………………Alamat : ……………………Pekerjaan : ……………………
Pada waktu dilakukan pembukaan diadakan penelitian terhadap stiker dan tandakertas pengaman yang mengikat kantong tersebut dengan hasil pembukaan.Kondisi : ……………………Kondisi Kantong Pengaman : ……………………Kesimpulan : …………………… ***) sama/ tidak
sama *) dengan Berita caraPengambilan Peralatan/ Alat HasilTemuan P2TL.
309
Kemudian : ***) tersebut diatas diambil untukkeperluan pemeriksaan di laboratorium.
Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya.
Saksi-saksi
Petugas PLN 1. Pelanggan/ PenghuniPenanggung jawab atasBangunan/ Persil *)
**) **)NIP
2. Saksi
**) **)NIP NRP/NIP *) …………
**) **)NIP NRP/NIP *) …………
Keterangan*) Coret yang tidak perlu
**) Diisi sesuai dengan kebutuhan***) Kolom tersebut diisi nama terang dan
tanda tangan masing-masing****) Diisi nama peralatan alat hasil temuan P2TL
310
LampiranBERITA ACARA PERMUKAANHASIL TEMUAN P2TL
PT PLN (Persero)WILAYAH/DISTRIBUSI *) ……………….CABANG : …………………………………RANTING/RAYON *) …………………….
DATA PERMUKAAN PERALATAN/ALAT HASIL P2TL
Meter Kwh *) Type ……….. Tanpa Tunggal Ganda *) ……… No. Pabrik/Tahun ……. Faktor Meter. …….. Ukuran (Ini) ……….. X ……… Ampere Constanta ….. Meter kVARh *) Type ……….. Tanpa Tunggal Ganda *) ……… No. Pabrik/Tahun ……. Faktor Meter. …….. Ukuran (Ini) ……….. X ……… Ampere Constanta ….. Meter kVAmarks *) Type ……….. Tanpa Tunggal Ganda *) ……… No. Pabrik/Tahun ……. Faktor Meter. …….. Ukuran (Ini) ……….. X ……… Ampere Constanta ….. Alat Pembatas *) Nama IMCBNLCCB NFB NH Fuse Smelt Tnp ) Type ukuran : Ukuran da) X Trafo arus CT : Type merk :………………… No. Pabrik /Tahun :………………… Ratio :…………………
6 7 8 9 10
KABEL SADAPANR *) JENIS KABEL : NYM/NYY/NGA/ KabeL tanah *) Diameter ……..x……..mm2 Panjang lebih kurang …………. M Kontraktor magnet (saklar magnet)/saklar *) Type merk. : ……………. No Pabrik/Tahun : …………… Batas/ 3 fase : …………… Fuse/trafo tegangan : *) Jenis : ………….. Type/merk : ………….. No. Pabrik/tahun : …………… Gembok Gardu : …………… Ukuran : sesuai/lebih kecil/sedang *) Segel-segel *) - Gadur. - Kotak APP - Alat Pengukur - Alat pembatas - Alat Bantu pengukuran - Tutup pelindung APP
311
Lampiran VKeputusan Direksi PT PLN (PerseroNomor :Tanggal :…………………………………..
Nomor : ……………..Perihal : Laporan pelaksanaan P2TL
Kepada :Yth, : …………….. ………
…………….. …..*)
berdasarkan Surat Tugas No. ……………. ……… …tanggal………………….(copy terlampir). Dengan ini kami melaporkan hasilpelaksanaan penertiban Pemakaian Listrik (P2TL) dengan penjelasansebagaimana terdapat pada lampiran laporan ini.
Demikian laporan kami.
Petugas P2TL1.
(…………………………)NIP PLN ………………..
2.
(…………………………)NIP PLN ………………..
* ) Diisi sesuai dengan jabatan pemberi tugas
312
LampiranLAPORAN PELAKSANAAN P2TL
PT PLN (Persero)WILAYAH/DISTRIBUSI *) ……………….CABANG : …………………………………RANTING/RAYON *) …………………….
DAFTAR PELAKSANAAN P2TL
Tanggal ,
Sasaran Golongan
Tarif
Hasil Pemeriksaan
P2TL
Berita Acara
Tindakan Yang telah
Dilakukan
Berita Acara
Tertanggal Pelanggan
Akan Datang
Keterangan
i
Riwayat Penulis:
Marthen Napang: lahir di Makassar,12 Maret 1957,Alumni Fakultas Hukum UNHAS 1984 JurusanHukum Internasional dengan skripsi: "PenyelesaianSengketa Falkland/Malvinas Dalam HukumInternasional". Lawyer dan aktif mengajar kelompokMata Kuliah Hukum Internasional di Fakultas HukumUNHAS tahun 1985 - 1999. Pada awal tahun 2000hijrah ke Jakarta melanjutkan studi pada:
a. Program Ilmu Hukum Pascasarjana UNPAD Wisuda 30 Mei 2003dengan tesis (lulus Cum Laude): "Prediksi Penerapan YurisdiksiPeradilan Pidana Internasional ke Dalam Yurisdiksi Peradilan PidanaIndonesia Dalam Mengadili Kejahatan Internasional Menurut StatutaRoma 1998".
b. Program Kajian Wilayah Amerika Pascasarjana UniversitasIndonesia Wisuda 7 Februari 2004 dengan tesis: "Al Gore Vs. GeorgeW.Bush Dalam Pemilihan Presiden Amerika 2000: PersengketaanHasil Pemilihan di Florida".
c. Program Doktor (S3) Ilmu Hukum UNPAD 2005.Mengikuti berbagai penataran dan konvensi nasional maupun internasional.Selama studi aktif di organisasi intra & ekstra kurikuler, seperti pernahterpilih menjadi Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas HukumUNHAS (BPM FHUH) 1982/1983, Wakil Ketua DPD II KNPI KMUP1987/1992; Dewan Penasihat (Wanhat) DPD II KNPI KMUP 1986/1991 dan Dewan Penasihat (Wanhat) DPD AMPI Sulsel 1993/1997.Pemimpin Redaktur Bulletin/Majalah: "Moment", "Presensia", "Senior",serta mengasuh klinik hukum pada Radio Christy di Makassar.Mendapat Piagam Penghargaan dari Menteri Negara Agraria/KepalaBadan Pertanahan Nasional RI, 1995 dan dianugrahi penghargaan "TheBest Executive 2004" oleh Yayasan Andhika Jakarta.Pendiri Pusat Bantuan Hukum Yusticia, Counsellor pada Kantor HukumAmanah YPK- PLN dan Lembaga Hukum Ammanagappa di Jakarta.
foto3 x 4