fungsionalisme malinowski

5
Fungsionalisme Malinowski Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori tersebut sebagai landasan teoritis hingga dekade tahun 1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa menggunakan teori ini untuk menganalisis data penelitian untuk keperluan skripsi dan sebagainya. Ia berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan tersebut. Semisal kebutuhan sex biologis manusia yang dasarnya merupakan kebutuhan pokok, tetapi tidak serta merta dilakukan atau dipenuhi secara sembarangan. Kondisi pemenuhan kebutuhan tak terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yang terlembagakan dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut. Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan. Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni,

Upload: stampan1

Post on 27-Jun-2015

969 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fungsionalisme Malinowski

Fungsionalisme Malinowski

Secara garis besar Malinowski merintis bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari

kebudayaan manusia, yang disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional

theory of Culuture”. Dan melalui teori ini banyak antropolog yang sering menggunakan teori tersebut

sebagai landasan teoritis hingga dekade tahun 1990-an, bahkan dikalangan mahasiswa menggunakan

teori ini untuk menganalisis data penelitian untuk keperluan skripsi dan sebagainya.

Ia berpendapat bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat

biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya memenuhi kebutuhan

tersebut. Semisal kebutuhan sex biologis manusia yang dasarnya merupakan kebutuhan pokok, tetapi

tidak serta merta dilakukan atau dipenuhi secara sembarangan. Kondisi pemenuhan kebutuhan tak

terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan ke arah konstruksi nilai-nilai yang disepakati bersama

dalam sebuah masyarakat (dan bahkan proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak

dari nilai tersebut pada akhirnya membentuk tindakan-tindakan yang terlembagakan dan dimaknai

sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya memunculkan tradisi upacara perkawinan,

tata cara dan lain sebagainya yang terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut.

Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat menekankan konsep fungsi

dalam melihat kebudayaan. Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam

kebudayaan yakni,

1. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan akan pangan dan prokreasi

2. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti kebutuhan akan hukum dan

pendidikan.

3. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan kesenian.

Tulisan “Argonauts of the Western Pacific” (1922) melukiskan tentang sistem Kula yakni berdagang

yang disertai upacara ritual yang dilakoni oleh penduduk di kepulauan Trobriand dan kepulauan

sekitarnya. Perdagangan tersebut dilakukan dengan menggunakan perahu kecil bercadik menuju pulau

lainnya yang jaraknya cukup jauh. Benda-benda yang diperdagangkan dilakukan dengan tukar menukar

(barter) berupa berbagai macam bahan makanan, barang-barang kerajinan, alat-alat perikanan, selain

daripada itu yang paling menonjol dan menarik perhatian adalah bentuk pertukaran perhiasan yang oleh

penduduk Trobriand sangat berharga dan bernialai tinggi. Yakni kalung kerang (sulava) yang beradar

Page 2: Fungsionalisme Malinowski

satu arah mengikuti arah jarum jam, dan sebaliknya gelang-gelang kerang (mwali) yang beredar

berlawanan dari arah kalung kerang dipertukarkan.

Karangan etnografi dari hasil penelitian lapangan tersebut tidak lain adalah bentuk perekonomian

masyarakat di kepulauan Trobriand dengan kepulauan sekitarnya. Hanya dengan menggunakan

teknologi sederhana dalam mengarungi topografi lautan pasifik, namun disisi lain tidak hanya itu,

tetapi yang menarik dalam karangan tersebut ialah keterkaitan sistem perdagangan atau ekonomi yang

saling terkait dengan unsur kebudayaan lainnya seperti kepercayaan, sistem kekerabatan dan organisasi

sosial yang berlaku pada masyarakat Trobriand. Dari berbagai aspek tersebut terbentuk kerangka

etnografi yang saling berhubungan satu sama lain melalui fungsi dari aktifitas tersebut. Pokok dari

tulisan tersebut oleh Malinowski ditegaskan sebagai bentuk Etnografi yang berintegrasi secara

fungsional. Selain dari hasil karya etnografinya, tentunya harus diperhatikan pula upaya-upaya

Malinowski dalam mengembangkan konsep teknik dan metode penelitian. Dan sangat lugas ditekankan

pentingnya penelitian yang turun langsung ketengah-tengah objek masyarakat yang diteliti, menguasai

bahasa mereka agar dapat memahami apa yang objek lakukan sesuai dengan konsep yang berlaku pada

masyarakat itu sendiri dan kebiasaan yang dikembangkan menjadi metode adalah pencatatan. Mencatat

seluruh aktifitas dan kegiatan atau suatu kasus yang konkret dari unsur kehidupan. Selain dari pada itu

yang patut untuk para peneliti menurut Malinowski adalah kemampuan keterampilan analitik agar

dapat memahami latar dan fungsi dari aspek yang diteliti, adat dan pranata sosial dalam masyarakat.

Konsep tersebut dirumuskan kedalam tingkatan abstraksi mengenai fungsi aspek kebudayaan, yakni :

1. Saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap aspek lainnya.

2. Konsep oleh masyarakat yang bersangkutan.

3. Unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara fungsional.

4. Esensi atau inti dari kegiatan aktifitas tersebut tak lain adalah berfungsi untuk pemenuhan

kebutuhan dasar “biologis” manusia.

Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian mempertegas inti dari teorinya dengan

mengasumsikan bahwa segala kegiatan/aktifitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya

bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk manusia yang

berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya

merupakan kebutuhan manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini berkembang dalam

bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia.

Dalam konsep fungsionalisme Malinowski dijelaskan beberapa unsur kebutuhan pokok manusia

Page 3: Fungsionalisme Malinowski

yang terlembagakan dalam kebudayaan dan berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan

manusia. Seperti kebutuhan gizi (nutrition), berkembang biak (reproduction), kenyamanan (body

comforts), keamanan (safety), rekreasi (relaxation), pergerakan (movement), dan pertumbuhan

(growth). Setiap lembaga sosial (Institution, dalam istilah Malinowski) memiliki bagian-bagian yang

harus dipenuhi dalam kebudayaan

TANGGAPAN

Budaya adalah hasil cipta, karya dam karsa manusia. Dengan definisi seperti itu kebudayaan

mempunyai nilai pragmatis karena sebelum manusia memcipta yang terlebih dahulu ada adalah tujuan

dari penciptaan itu sendiri. Teori fungsi kebudayaan yang diungkapkan Malinowski merupakan

penegasan dari definisi yang diungkapkan di awal kalau setiap kebudayaan harus memberikan manfaat

untuk masyarakat.

Adapun budaya yang merupakan hasil belajar manusia termasuk dalam proses penyepakatan

sebuah budaya dalam proses belajar itu masyarakat menelaah kekurangan dan kelebihan yang akan

mereka rasakan. Ketika kekurangan dari sebuah budaya terlalu banyak dan beresiko untuk

dipertahankan maka dengan sendirinya kebudayaan akan tersingkir.

Teori Fungsi kebudayaan lebih memperinci lagi kedudukan kebudayaan di masyarakat melalui

fungsinya. Malinowski mengklasifikasikan tiga tingkatan kriteria yang harus ada dalam kebudayaan

yang berkembang di masyarakat, yaitu kebudayaan harus memenuhi kebutuhan manusia secara

biologis, instrumental dan integratif. Sebagai contoh budaya ronda malam yang masih berkembang di

masyarakat desa di Indonesia telah memenuhi tingkatan kriteria instrumental karena sudah memberikan

rasa aman pada masyarakat. Budaya ronda malam bermula dari keresahan masing-masing anggota

masyarakat yang merasa kalau harta benda, jiwa dan raga mereka terancam oleh gangguan dari luar

pada saat malam hari. Setelah menyepakati kalau setiap anggota masyarakat membutuhkan keamanan

maka mereka sepakat untuk menjaga keamanan secara bersama-sama melalui ronda malam secara

bergiliran.

Nama : Ubaidillah

NIM : F1G009026

Tugas Kemahiran bahasa Indonesia