fungsi dan peranan forensik

12
Fungsi dan peranan dokter dalam proses peradilan Jims F. Possible, Guntur Bumi Nasution Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Ilmu kedokteran forensik sering dipandang sebagai suatu kumpulan dari rasa ingin tahu, takhayul dan ilmu, yang kemudian pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang berperan penting dan telah ada sebelum manusia mulai berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan membentuk suatu pemerintahan, yang dipimpin oleh hukum dan terdiri dari norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sejarah dan perkembangan ilmu kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Hanya saja, badan peradilan (hakim) yang ada pada masa lalu memiliki tugas yang menyeluruh mulai dari menyelidiki, menuntut, mengadili perkara, sampai menjatuhkan hukuman. Dokter sangat berperan dalam suatu proses penegakkan keadilan, bila hal ini dikaitkan dalam fungsi sebagai saksi ahli dan pembuatan surat (visum et repertum). Kata kunci: peradilan; saksi ahli; visum ABSTRACT 1

Upload: muliadi-limanjaya

Post on 18-Sep-2015

255 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fungsi dan peranan forensik

TRANSCRIPT

Fungsi dan peranan dokter dalam proses peradilan Jims F. Possible, Guntur Bumi Nasution Departemen Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAKIlmu kedokteran forensik sering dipandang sebagai suatu kumpulan dari rasa ingin tahu, takhayul dan ilmu, yang kemudian pada akhirnya terbentuk menjadi ilmu kedokteran yang berperan penting dan telah ada sebelum manusia mulai berorganisasi menjadi komunitas-komunitas dan membentuk suatu pemerintahan, yang dipimpin oleh hukum dan terdiri dari norma-norma yang dapat diterima oleh masyarakat. Sejarah dan perkembangan ilmu kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Hanya saja, badan peradilan (hakim) yang ada pada masa lalu memiliki tugas yang menyeluruh mulai dari menyelidiki, menuntut, mengadili perkara, sampai menjatuhkan hukuman.Dokter sangat berperan dalam suatu proses penegakkan keadilan, bila hal ini dikaitkan dalam fungsi sebagai saksi ahli dan pembuatan surat (visum et repertum).Kata kunci: peradilan; saksi ahli; visum

ABSTRACTForensic medicine often being seen as curiousity, mystic, and knowledge. And finally become a medical knowledge that play an important role, had already existed before human began to organize communities and to form government which lead by law and consisted of norms that accepted by public.The history and development of forensic medicine could not be separated from the history and the development of criminal cases. Only the judge existed in the past had to do every single task, from investigating, sueing, judging, until making the vonis.Doctor played an important role in the process of justice, associated with its role as expert witness and visum et repertum maker. Keywords: justice; expert witness; visumPENDAHULUAN

Ilmu kedokteran forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah Hukum Acara Pidana. Sebagaimana diketahui, bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri. Hanya saja, badan peradilan yang ada pada masa itu tidak seperti apa yang dilihat sekarang. Selain itu pembuktian pun masih didasarkan atas pemikiran yang terkadang tidak rasional (trial by ordeal), misalnya orang yang diduga bersalah harus dapat membuktikan kebenaran dengan berjalan di atas bara api (judicia ignis), masuk ke dalam kolam berisi air (judicia aquae), menyuruh makan makanan yang sudah diracuni (judicia ovae). Sistem peradilan ini dikatakan konsep peradilan Tuhan (judicia dei). Dimana orang yang benar pasti akan ditolong Tuhan.1,2 Pada akhirnya para penegak hukum sadar bahwa selama berabad-abad telah melupakan peranan barang bukti (corpus delicti). Tapi meskipun demikian, ada beberapa hal yang menjadi masalah, seperti siapa yang harus menganalisa barang bukti yang amat beraneka ragam jenisnya, bagaimana menguasai ilmi pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk itu, serta bagaimana para ahli memberikan bantuannya sesuai keinginan dan kebutuhan penegak hukum.2

PROSES PERADILANSebelum memahami tentang fungsi dan peran dokter untuk peradilan, terlebih dahulu pelu diketahui bahwa, ada 2 macam proses perkara peradilan di Indonesia, yaitu perkara pidana dan perkara perdata.1,2Perkara pidanaPerkara yang menyangkut kepentingan dan ketentraman masyarakat dimana pihak yang berpekara antara jaksa penuntut umum mewakili negara dengan tertuduh terdiri atas beberapa tahapan, yaitu, tahap I, penyelidikan oleh penyelidik; tahap II, penyidikan dan penyidikan tambahan oleh penyidik; tahap III, penuntutan oleh penuntut umum; dan tahap IV, mengadili perkara oleh hakim. Hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah mencari kebenaran materiil atau kebenaran sesungguhnya. Dalam sistem pembuktian cara ini digolongkan dalam sistem pembuktian negatif, dimana tersangka dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan dia bersalah, atau disebut juga asas praduga tak bersalah (presumtion of innocent).Perkara perdataPerkara antara pribadi atau badan hukum yaitu antara penggugat dengan tergugat, inisiatif perkara datang dari pihak yang merasa dirugikan. Penggugat dan tergugat dapat diwakili oleh pengacara. Proses peradilan dimulai dari usaha menyelesaikan perkara di luar pengadilan, sebab prosesnya berlangsung lama, birokratis, biaya mungkin besar, dan keputusannya dapat mengecewakan satu atau mungkin kedua belah pihak. Hakim dalam memutuskan perkara akan berpegangan kepada kebenaran formal. Sistem pembuktian cara ini digolongkan dalam pembuktian positif. Pada proses hukum pidana maupun perdata, keduanya memerlukan bantuan ahli baik dalam memeriksa, maupun memberi keterangan dan penjelasan medis.PERAN DOKTER DALAM PROSES PERADILAN

Tingkat penyelidikan3,4Berdasarkan KUHAP Pasal 1 butir 5 dikatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyelidikan itu sendiri dilakukan oleh penyidik yang merupakan pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan, tertulis dalam KUHAP pasal 1 butir 4.Pada tingkat ini, sebetulnya penegak hukum belum tahu sama sekali apakah suatu peristiwa merupakan peristiwa pidana atau bukan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyelidikan dan penyelidik dapat meminta bantuan dokter dalam kapasitasnya sebagai ahli. Bantuan tersebut dapat berupa pemeriksaan jenazah di rumah sakit dan dapat pula berupa pemeriksaan jenazah di tempat kejadian perkara (TKP). Tujuan utamanya adalah untuk rnenemukan fakta-fakta medik yang dapat digunakan untuk menentukan peristiwa itu merupakan tindak pidana atau bukan.Tingkat penyidikan3,4Tindakan penyidikan dilakukan menyusul selesainya tindakan penyelidikan yang menghasilkan kesimpulan bahwa peristiwa yang diselidiki itu merupakan peristiwa pidana. Berdasarkan KUHAP Pasal 1 butir 2 dijelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan ini dilakukan oleh penyidik, yang mana penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan (KUHAP Pasal 1 butir 1).Tujuan dilakukan penyidikan adalah untuk mengumpulkan bukti-bukti supaya dengan bukti itu perkaranya menjadi jelas dan pelakunya dapat ditangkap. Menjadi jelas artinya identitas korban dapat diketahui, proses kejadiannya terungkap, meliputi kapan dilakukan, dimana dilakukan, dengan benda apa dilakukan dan bagaimana caranya serta apa akibatnya, dan identitas pelakunya dikenali. Tingkat pengadilan3,4Kewajiban atau peran dokter juga dapat dijumpai, dalam upaya memberikan keterangan ahli di sidang pengadilan diatur dalam KUHAP pasal 179 ayat 1 yang berbunyi Setiap orang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan, dan dokter wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya sesuai dengan keahliannya yang diatur oleh ayat 2 dari pasal di atas yang berbunyi Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

FUNGSI DOKTER DALAM PROSES PERADILAN

Saksi ahli5Fungsi utama ilmu kedokteran forensik adalah membantu proses peradilan dalam arti luas, yang meliputi tahap penyidikan sampai sidang pengadilan. Ruang lingkup yang dihadapi oleh dokter forensik adalah barang bukti. Dalam proses peradilan terdapat dua pihak yang berhadapan dan satu pihak yang netral. Pada peradilan perdata, pihak penggugat dan tergugat yang akan saling berhadapan, sedangkan pihak hakim dan alat-alat bukti berada pada pihak yang netral. Sedangkan pada peradilan pidana, pihak penyidik dan jaksa berada pada satu pihak yang akan berhadapan dengan terdakwa di lain pihak, hakim dan saksi ahli serta bukti lainnnya sebagai pihak netral. Dari konstruksi di atas nampak bahwa posisi ahli kedokteran forensik berada pada pihak yang netral, dan bahkan dimulai dari sejak awal proses peradilan, yaitu tahap penyidikan. Seorang hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman pidana kepada seseorang terkecuali telah didapatkan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah, yang dapat membuktikan bahwa terdakwa bersalah, seperti tertulis sebagai dalam pasal 183 KUHAP.6 Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yg bersalah melakukannya.4Berdasarkan KUHAP tersebut, peranan dokter dalam persidangan menjadi sangat penting bila perkara tersebut berkaitan dengan tindak pidana kekerasan pada manusia. Ini berkaitan dengan adanya ketentuan yang mengikat hakim dalam menjatuhkan putusan perkara berdasarkan paling tidak pada dua alat bukti yang sah, sebagaimana dinyatakan dalam KUHAP Pasal 184. Alat bukti yang sah adalah keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; keterangan terdakwa.4Dari 5 alat bukti yang sah tersebut, bantuan dokter terdapat dalam 2 alat bukti yaitu sebagai, keterangan ahli dan surat. Keterangan ahli, dijelaskan dalam beberapa perundang-undangan, diantaranya pasal 186 KUHAP. Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan secara lisan. Seseorang dapat memberi keterangan sebagai ahli jika mempunyai pengetahuan, keahlian, pengalaman, latihan atau pendidikan khusus yang memadai untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli, tentang hal yang berkaitan dengan keterangannya. Dengan demikian, penjelasan syarat atau kriteria seseorang dapat ditentukan sebagai saksi ahli dalam KUHAP perlu dilengkapi.1,4Keterangan ahli di sini bukan hanya dari dokter atau dokter spesialis, tetapi semua orang yang dianggap ahli oleh pengadilan sesuai dengan bidangnya, yang dapat membantu hakim dalam memperjelas keadaan dimana keadaan tersebut tidak diketahui oleh seorang hakim. Ketentuan yang mengatur tata laksana dokter sebagai saksi ahli dapat juga dilihat pada pasal-pasal dari KUHAP tentang ahli serta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983,5 dan Keputusan Menkeh No. M. 01. PW. 07-03 tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP dalam menjelaskan pasal 133 ayat 2, yaitu Mengenai keterangan ahli dalam pasal ini pengertiannya adalah khusus yaitu keterangan ahli untuk pemeriksan luka atau pemeriksaan mayat dan pemeriksaan bedah mayat. Sedangkan untuk pengertian ahli lainnya tentunya dikembaliakan pada pengertian umum, sebagaimana diatur menurut pasal 1 butir 28.5Seorang dokter sangat dibutuhkan bantuannya oleh penyidik yang mempunyai wewenang untuk mendatangkan seorang ahli yang sesuai dengan bidangnya yang dapat membantu seorang hakim untuk memperjelaskan keadaan seperti yang disebutkan diatas, dimana hal tersebut dapat dijumpai pada KUHAP pasal 7 butir 8 yang berisi wewenang penyidik Polri untuk mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan perkara.1,4 Ataupun menurut KUHAP Pasal 120, dimana dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus dan ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberi keterangan yang diminta.4Pasal yang mengatur tentang kewajiban dokter untuk memberi keterangan kepada yang berwajib juga tertuang pada KUHP Pasal 179 yang berbunyi:41. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.Surat/visumHal berikutnya yang menjadi fungsi dokter adalah memberikan keterangan tertulis yang merupakan alat bukti sah (surat) dan dapat didefinisikan sebagai Visum et Repertum. Sebagaimana dijelaskan pada KUHAP pasal 187, dimana surat sebagaimana tersebut dalam pasal 184 ayat (1) huruf c dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.4Ketentuan tersebut sama dengan apa yang terjadi dalam pembuatan visum, artinya surat keterangan dari dokter tentang orang luka atau jenazah dan lain keadaan yang diminta secara resmi oleh penyidik. Dengan demikian VeR dapat digolongkan sebagai alat bukti surat. Visum et repertum merupakan surat yang dibuat oleh seorang ahli (dokter) sebagaimana dimaksud pada KUHP Pasal 187. Dan dijelaskan dengan lengkap pada Lembaran Negara Staadblads no. 350 tahun 1937.2,5 Oleh karena visum et repertum merupakan alat bukti yang sah, maka pembuatan visum et repertum haruslah sebenar-benarnya dan berdasarkan atas keilmuan yang sebaik-baiknya. Untuk mencapai hal itu, tentu saja pemeriksaan yang dilakukan haruslah selengkap mungkin dan kesimpulan yang dibuat haruslah dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah sesuai dengan standar profesinya, sebagaimana diatur oleh pasal 133 KUHAP.6

DAFTAR PUSTAKA1. Dahlan S. Ilmu kedokteran forensik pedoman bagi dokter dan penegak hukum. 3rd ed. Semarang: Universitas Diponegoro; 2000.2. Amir A. Rangkaian ilmu kedokteran forensik. 2nd ed. Medan: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medicolegal FK-USU; 2005. 3. Murtika IK, Prakoso DJ. Dasar-dasar ilmu kedokteran kehakiman. 2nd ed. Jakarta: Rineka Cipta; 1992.4. Solahuddin. Kitab undang-undang hukum pidana, acara pidana, dan perdata. 2nd ed. Jakarta: ViaMedia; 2008.5. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Tanatologi dalam ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Universitas Indonesia; 1997. p. 17-18.6. Ohoiwutun YA, Triana. Profesi dokter dan visum et repertum. Malang: DIOMA; 2006. p. 42.

8