frekuensi pemberian pakan alami jenis skeletonema …
TRANSCRIPT
FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum
YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG
VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS
AMIRUDDIN
105940045310
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikana pada
Program studi budidaya perairan fakultas pertanian
Universitas Mummadiyah Makassar
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum
YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG
VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS
SKRIPSI
AMIRUDDIN
105 9400 453 10
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi
Budidaya Perairan
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2016
HALAMAN HAK CIPTA
@Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyyah Makassar,tahun 2017 Hak
Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas
Muhammadiyah Makassar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagai atau seluruh karya
tulisdalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah
Makassar.
HALAM PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Amiruddin
Nim : 105940043510
Jurusan : Perikanan
Program Studi : Budidaya Perairan
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, November 2016
Amiruddin
105940043510
Abstrak
Amiruddin 105940043510. Frekuensi pemberian pakan alami jenis
skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen terhadap sintasan larva udang
vannamei stadia zoea sampai mysis. Di bimbing oleh H. Burhanuddin, S.Pi, M.P
dan Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian
Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan
sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai
bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan
acak lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan
diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.
Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan, masing-masing perlakuan
diulangi 3 kali dengan frekuensi setiap perlakuannya, A=0, B=6, C=14, dan
D=40. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata
terhadap perlakuan (A,B, dan C). Dengan Peningkatan kelulushidupan tertinggi
terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6 kali sehari) dengan
sintasan rata-rata 40 %.
Kata kunci: Frekuensi, Skeletonema costatum, pupuk cairan rumen
peningkatan sintasan larva udang vaname
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik , guna memenuhi
salah satu syarat program study budidaya perairan jurusan perikanan fakultas
pertanian dan perikanan Universitas Muhammadiayah Makassar.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku pembimbing I dan
Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si Selaku pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis pada
penyusunan skripsi . Ucapan yang sama disampaikan kepada :
1. Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Ibunda Murni,S. Pi., M. Si. Selaku Ketua jurusan Budidaya perairan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P dan
Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang
senantiasa memberi arahan dan Motivasi, serta seluruh staf dosen
pengajar dan staf administrasi Fakultas pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak memberikan pelayanan
selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan sampai pada penyelesaian
studi.
4. Rekan- rekan mahasiswa angkatan 2010, yang senantiasa bersama
dalam menjalankan Aktivitas kampus, saya ucapkan terima kasih.
Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan terkhusus buat Ayahanda
dan ibunda yang tercinta serta saudara yang telah tulus memberikan dorongan
spiritual dan materi dalam penyelesaikan pendidikan.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu perikanan dimasa yang akan datang.
Makassar, November, 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul ..................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii
Halaman Pengesahan Komisi Penguji ............................................................... iii
Halaman Hak Cipta ............................................................................................. iv
Halaman Pernyataan Keaslian ............................................................................ v
Abstrak .................................................................................................................. vi
Kata Pengantar.................................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................... ix
Daftar Tabel ......................................................................................................... xi
Daftar Gambar ................................................................................................... xii
Dafatar Lampiran .............................................................................................. xiii
I. PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 . Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Udang Vannamei ..................................................................... 3
2.2. Morfologi Udang Vannamei ...................................................................... 4
2.3. Habitat Udang Vannamei ........................................................................... 4
2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei .................................................................. 5
2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro .................................................................... 7
2.6. Perkembangan Stadia Larva ....................................................................... 8
2.7. Sintasan ...................................................................................................... 9
2.8. Cairan Rumen............................................................................................. 9
2.9. Kualitas Air .............................................................................................. 11
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 15
3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan .............................................................. 16
3.4. Hewan Uji ................................................................................................ 16
3.5. Pakan Uji .................................................................................................. 16
3.6. Prosedur Penilitian ................................................................................... 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Performasi Perkembangan Larva ............................................................. 21
4.2. Sintasan Larva .......................................................................................... 22
4.3. Kualitas Air .............................................................................................. 24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ............................................................................................... 27
5.2. Saran ......................................................................................................... 27
Daftar Pustaka 28
Lampiran 30
Biografi Penulis 32
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian 14
Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian 15
Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air selama penelitian 24
DAFTA GAMBAR
Gambar 1. Morfologi udang vannamei 3
Gamabar 2. Siklus hidup udang vannamei 6
Gambar 3. Performa perkembangan larva udang vannamei 20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil dokumentasi selama penelitian 30
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem budidaya Udang vaname (Litopenaeus vannamei), semakin
berkembang, seperti halnya di Indonesia budidaya udang vaname secara intensif
telah berkembang mulai sistim tradisional plus dengan kepadatan 8 ekor/m, dan
mampu menghasilkan produksi 800-1.100 kg/ha/siklus selama 100
hari(Mangampaet al., 2009), sehingga kebutuhan benih yang berkualitas dan
berkelanjutan semakin meningkat. Namun kendala yang dihadapi oleh panti
pembenihan khususnya pada stadia awal adalah masih rendahnya sintasan yang
diperoleh.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sintasan stadia zoea
sampai mysis adalah dengan pemberian jenis pakan alami Skeletonema costatum
yang dipupuk cairan rumen dengan frekuensi yang berbeda.Cairan rumen
merupakan limbah yang kaya akan protein, vitamin B kompleks serta
mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981 dalamAfdal
dan Erwan, 2006). Menurut Rasyid (1981), bahwa cairan rumen sapi mempunyai
kandungan protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium
0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%.
Skeletonema costatum merupakan jenis pakan alami yang memiliki syarat
yang dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi,
mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungannutrisidari
chaetoceros sp.Yaitu protein 35%, dan lemak 6,9 %, karbohidrat 6,6%, dan kadar
abu 28%, (Isnansetyo dan kurniastuty,1995).
2
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang
frekuensi pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum yang dipupuk cairan
rumen untuk meningkatkan sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai
mysis
1.2.Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian
Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan
sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai
bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Udang Vannamei
Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:
Gambar 1. Morfologi udang vannamei
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Artrhopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalascostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus
4
2.2. Morfologi Udang Vannamei
Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu
exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas
berganti kulit luar atau exoskeleton secara periodik (moulting).
Bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan
dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari
antenula, antenna, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vannamei
juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdidri adri 2 pasang
maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan terdapat
6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor)yang
membentuk kipas bersama-sama telson.
2.3. Habitat Udang Vannamei
Risaldi (2012) menyatakan bahwa udang vannamei adalah udang asli dari
perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya
suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat
nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkawinan pada
udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat
meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan,
udang jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu.
Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit.
Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan
telur sebanyak 100.000-250.000 butir. Selanjutnya dinyatakan siklus hidup udang
5
vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis,
dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim
pencernaanya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa
kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan
sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benur
mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini pula benur sudah bisa diberi makan
yang berupa skeletonema costatum.
2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei
Menurut Sutrisno, et al. (2010), Penaeus vannamei atau Litopenaeus
vannamei dilihat dari siklus hidupnya digolongkan dalam spesies Katadromus.
Udang dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang muda (juvenile)
bermigrasi ke daerah pantai. Di alam, udang dewasa kawin dan memijah pada
kolom perairan lepas pantai (kedalaman kurang lebih 70 m) bagian Selatan,
Tengah dan Utara Amerika dengan suhu 26–280C dan salinitas+35 ppt. Setelah
telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas mejadi bagian dari zooplankton. Saat
stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan
turun ke dasar di daerah estuari dangkal.Perairan dangkal ini memiliki kandungan
nutrient, salinitas dan suhu yang sangat bervariatif dibandingkan dengan laut
lepas.Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari, udang dewasa kembali ke
lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan
pemijahan terjadi.
Udang biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin
udang meliputi pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina.
6
Peneluran bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam.Telur-telur
dikeluarkan dan difertilisasi secara eksternal di dalam air (Perry,
2008 dalam Erwinda, 2008). Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada
gambar 2:
Gambar 2. Siklus Udang Vannamei
Menurut Lim, et al. (1989) dalam Lestari (2009), perkembangan larva
Udang vaname terdiri dari beberapa stadia yaitu:
A. Stadia Naulpius
Nauplius bersifat planktonidan fototaksis positif. Udang yang masih dalam
stadia ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning
telur.Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium.Nauplius memiliki
tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antenna kedua dan mandibula.
B. Stadia Zoea
Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira
40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva cepat bertambah besar.Tambahan
makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan
7
fitoplankton.Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton.Zoea sangat sensitif
terhadap cahaya yang sangat kuat danada juga yang lemah diantara tingkat stadia
zoea tersebut.
C. Stadia Mysis
Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva
pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya.Stadia mysis
memakan fitoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton
menjelang stadia mysis akhir.
D. Stadia Post Larva
Perubahan bentuk dari mysis menadi post larva terjadi pada hari
kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan
lebih bertahan dalam pemangsaan. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai
mencari jasad hidup sebagai makanan.
2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro
Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri atas unsur hara makro (N, P,
K, S, Fe, Mg, Si dan Ca) dan unsur hara mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan
lain-lain.). Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang ditunjukkan
pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai. Unsur N, P, dan S penting untuk
pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat
diperoleh dari: KNO3, NaNO3, NH4Cl, dan lain-lain. Fosfor juga merupakan
bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur fosfor dapat
diperoleh dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 dan unsur sulfur dapat diperoleh
dari NH4SO4, CuSO4 (Tjahjo et al. 2002).
8
Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan juga sebagai
kofaktor untuk beberapa koenzim. Unsur kalium dapat diperoleh dari KCl, KNO3,
KH2PO4.
Unsur Fe berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai komponen
esensial dalam proses oksidasi. Unsur ini dapat diperoleh dari FeCl3, FeSO4,
FeCaH5O7. Unsur Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel
atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan
melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).
2.6. Perkembangan Stadia Larva
Seperti pada udang dewasa, pertumbuhan larva udang sangat dipengaruhi
oleh temperature. Larva berkembang menjadi post larva pada temperature 27-
29°C, suatu proses sekitar sepuluh hari pada kondisi optimal. Pada temperature
yang tinggi, perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva
dapat dicapai dalam waktu tujuh hari sejak telur menetas. Ketika larva mengalami
molting dari stadia ke stadia, syarat pemberian pakan juga tentu berubah sesuai
dengan morfologinya. Ketika nauplius baru saja menetas, larva masih mempunyai
kandungan kuning telur (yolk sac) sebagai sumber makanan dan untuk memenuhi
nutrsisinya. Setelah mengalami pergantian kulit (molting), cadangan kuning telur
terserap habis dan nauplius berubah bentuk menjadi zoea dan mulai membutuhkan
makanan organisme kecil yaitu fitoplankton. Setelah 3 kali molting, zoea berubah
bentuk menjadi mysis. Frekuensi molting pada stadia larva dapat terjadi antara 30-
40 jam pada kondisi suhu 28°C.
9
Menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa setelah menetas, larva akan
berkembang menjadi beberapa stadia dan setiap stadia akan dibedakan menjadi
beberapa substadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Selanjutnya
dijelaskan tahapan perkembangan larva udang vannamei sebagi berikut :
2.7. Sintasan
Sintasan adalah presentase jumlah udang yang hidup dalam kurun waktu
tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran
dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan
Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001) bahwa faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang adalah tersedianya jenis makanan
serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida,
nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.
2.8. Cairan Rumen
Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat
dalam rumen b elum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen
setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan
belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga
kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang
berasal dari bahan bakunya.
Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih,
dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim
pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan
10
pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase
dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen
(liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif
mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada
mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.
Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis
asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui
kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-
zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas
tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri
dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga
memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80%
Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa
asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino
dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.
Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%,
lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN
41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang
terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam
batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan
bahan pencampur pakan berbagai ternak.
11
2.9. Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesuburan dan
produktivitas perairan. Perubahan kualitas air lingkungan dapat terjadi karena
gangguan eksternal seperti masuknya bahan pencemar. Fluktuasi kualitas air akan
mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Organisme
memerlukan lingkungan yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang sehingga
kondisi perairan akan menentukan kelulusan hidup organisme tersebut (Wardoyo,
1975). Ada beberapa kualitas air yang sangat penting dicermati selama proses
budidaya berlangsung, seperti:
2.9.1. Suhu
Pertumbuhan udang optimal terjadi pada kisaran suhu 25-30 C, serta
berakibat kematian pada suhu di atas 35C (Fast, 1992). Hasil pengukuran suhu
pada penelitian ini. Suhu air berkisar antara 26-30 C dengan fluktuasi yang tidak
mengganggu kehidupan udang uji. Apabila suhu berada di atas kisaran normal
maka udang mengalami gangguan fisiologis dan menyebabkan kematian..
Sedangkan apabila dibawah kisaran,udang tidak mampu mencapai suhu optimal
untuk memolting sehingga udang mengalami gagal moulting dan mati.
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi
dan volatilisasi, menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas-gas:
O2, CO2, NO2 dan CH4 dan sebagainya (Effendie, 2000). Secara langsung
perubahan suhu air yang mendadak seperti pada musim hujan akan menyebabkan
udang stres bahkan mengalami kematian (Cholik et al, 1998).
12
2.9.2. Salinitas
Hasil pengukuran salinitas air dalam percobaan berkisar antara 30-33 ppt.
Penurunan dan kenaikkan salinitas sebesar 4 ppt dapat menyebabkan udang stres
dan ganti kulit (Eddy, 1990). Perubahan salinitas yang lebih rendah dari kisaran
optimal ini mengakibatkan banyak kematian pada udang. Proses penyerapan
oksigen dari air media ke dalam tubuh udang dipengaruhi antara lain oleh salinitas
(Lockwood, 1989). Sesuai dengan pendapat Tricahyo (1995) bahwa pada kondisi
salinitas rendah dari kisaran optimal udang lebih cepat moulting dan rentang
terserang penyakit sehingga produktifitas menurun.Peningkatan salinitas akan
meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi sehingga laju
metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat.
Haliman dan Adijaya (2005), salinitas dan pH air berhubungan dengan
keseimbangan ion dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang. Salinitas air
berpengaruh terhadap tekanan osmotik udang dan ion-ion cairan tubuh udang.
Semakin tinggi salinitas air, maka semakin besar tekanan osmotiknya sehingga
dapat menghambat pertumbuhan udang yang disebabkan energi yang didapatkan
dari makanan sebagian besar tersalurkan untuk pembentukan daging.
2.9.3. Oksigen Terlarut
Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada penelitian ini berkisar 1,24 - 4,99
sehingga Kandungan oksigen terlarut (dissolved oxigen), sangat mempengaruhi
metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4 - 6 ppm
untuk pertumbuhan udang. Pada akhir pengukuran oksigen, udang uji masing-
masing perlakuan ada yang mengalami kematian dan ada yang tidak mengalami
13
kematian namun kondisinya lemah, pergerakkan dan respon berkurang akibat
kekurangan oksigen terlarut. Konsentrasi DO (oksigen terlarut) minimal yang
dibutuhkan spesies uji agar dapat bertahan hidup selama 24 jam adalah sebesar
0,75–2,5 mg/L dan spesies laut akan mati jika kadar DO di bawah 1,25 mg/L
selama beberapa jam. Tingkat DO antara 2,5–3 mg/L mengakibatkan
pengurangan kecepatan berenang, sedangkan pada tingkat DO 5,3–8 mg/L baik
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Anonimus, 1968).
2.9.4. Derajat Keasaman (pH)
pH optimal antara 7,5-8,5. Umumnya, perubahan pH air dipengaruhi oleh
sifat tanahnya, seperti tanah yang mengandung pirit menyebabkan pH air asam
antara 3-4. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari,
penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti:
fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2 melimpah
karena hasil pernapasan udang.
Pada pengamatan menunjukkan bahwa kisaran pH air selama penelitian
adalah antara 6,00 hingga 9,28. Menurut Boyd (1990), pH perairan yang sesuai
untuk pertumbuhan udang adalah antara 6,5 hingga 9,0. Schmittou(1992)
menyatakan bahwa pH perairan yang optimum untuk pertumbuhan udang
vanammeiadalah 8,0. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pH perairan yang
berada dibawah kisaran pH ideal untuk pertumbuhan udang vanammei (dibawah
pH 6,5). Meskipun demikian, kondisi pH tersebut masih berada pada kisaran yang
tidak membahayakan bagi kehidupan udang vanammei. Kondisi perairan
dianggap membahayakan bagi kehidupan udang vanammei apabila lebih rendah
14
dari4,0 (Boyd, 1990). Kondisi ini tidak terjadi pada semua model ekosistem yang
sedang diteliti.
15
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai bulan
Nopember 2016 bertempat di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau), Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi
Selatan.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat yang akandigunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Alat yang akandigunakan selama penelitian.
No Nama Alat Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Toples volume 25 liter
Selang dan batu aerasi
Mikroskop
Objek glass
Cover glass
Gelas ukur
Pipet tetes
Termometer
pH meter
Refraktometer
Haemocytometer
Media kultur Skeletonema costatum
Penyuplai oksigen
Pengamatan dan
penghitungansample
Meletakkan objek yang akan
diamati dengan mikroskop
Penutup objek yang telah
diletakkan di atas kaca preparat
Sampling sintasan
Ukur pupuk
Pengukur suhu
Mengukur pH ( derajat keasaman
atau kebasaan )
Mengukur kadar/konsentrasi bahan
atau zat terlarut
Pengukur salinitas
16
Sedangkan bahan yang akan digunakan disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Bahan yang akan digunakan selama penelitian.
No Nama Bahan Kegunaan
1
2
3
4
Larva udang vannamei
Skeletonema costatum
Cairan rumen
Aquadest
Hewan uji stadia zoea 1
Organisme uji
Pupuk
3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan
Wadah penelitian yang digunakan adalah toples yang berkapasitas 3 liter
sebanyak 12 buah dengan wadah kontrol. Masing–masing toples diisi air laut
sebanyak 1 liter dan dilengkapi dengan selang aerasi dan batu aerasi. Media yang
digunakan adalah air laut yang telah disterilkan yang terlebih dahulu ditampung
dan diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke wadah penelitian
dengan menggunakan pompa Dab yang dilengkapi dengan selang ¾ cm yang
diujung selang dipasangi saringan kapas.
3.4. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vannamei,
stadia zoea dengan ukuran panjang ± 3,30 mm.
3.5. Pakan Uji
Pakan uji yang digunakan pada pemeliharaan benih udang vannamei yang
pupuk cairan rumen adalah pakan alami Skeletonema costatum yang diperoleh
dari laboratorium Pakan alami di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau).
17
3.6. Prosedur Penelitian
3.6.1. Wadah dan Peralatan
Wadah dan peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini terlebih
dahulu dibersikan atau dicuci pada bagian permukaan kemudian dimasukan ke
dalam baskom yang berisi HCL 50%, kemudian direndam selama 30 menit dan
dicuci kembali. Selesai dicuci baru dikeringkan selama 24 jam. Pengeringan
peralatan aerasi dilakukan selama 24 jam. Setelah wadah kering kemudian pasang
selang dan batu aerasi dan di isi dengan air laut.
3.6.2. Cairan Rumen
Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara
filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen
hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x g selama 10 menit pada suhu
4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al.
2000).
3.6.3. Kultur Skeletonema costatum
Kultur Skeletonema costatum skala intermediate menggunakan ember
berkapasitas 25 liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan
digunakan harus disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas
dengan air tawar. Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi dan batu
aerasi.
Penggunaan air laut terlebih dahulu dinetralkan dengan menggunakan
natrium thiosulfat. Setelah itu, air laut yang sudah dinetralkan dengan kadar
18
garam 28 ppt dimasukkan ke wadah kultur sebanyak 20 liter. Air media kultur
diberikan cairan rumen sesuai dengan dosis yang terbaik dari penelitian
pendahuluan yang dilakukan sebelumnya setelah itu diberikan aerasi dan ditunggu
beberapa saat agar cairan rumen tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum
bibit Skeletonema costatum dimasukkan. Jumlah bibit Skeletonema costatum yang
diberikan sebanyak 100 ml/liter. Setelah cairan rumen sudah bercampur dengan
Skeletonema costatum maka sudah bisa diberikan pada larva udang vannamei
sebagai pakan alami.
3.6.4. Pemeliharaan Benih
Sebelum penebaran benih udang vanamei, terlebih dahulu dilakukan
adaptasi lingkungan terutama suhu dan salinitas. Padat tebar benih udang
vannamei dengan kepadatan 25 ekor/liter. Benih udang vannamei dipelihara
selama 6 hari. Selama masa pemeliharaan diberi pakan cairan rumen dengan
kepadatan sesuai perlakuan. Penyipanan dilakukan apabila ada sisa pakan atau
kotoran benih udang vanamei yang mengendap didasar wadah penelitian. Untuk
mengetahui sintasan dilakukan sampling dengan cara menggunakan gelas ukur.
3.6.5. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan diulang 3 kali
sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.
19
Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan seperti disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan
Perlakuan A : Pemberian pakan 3 kali
Perlakuan B : Pemberian pakan 4 kali
Perlakuan C : Pemberian pakan 5 kali
Perlakuan D : Pemberian pakan 6 kali
3.6.6. Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.6.7. Sintasan
Sintasan larva udang vannamei dilakukan dengan cara mengambil hewan
uji kemudian dilakukan penyamplingan tiap wadah, adapun rumus yang
dianjurkan oleh Effendi (1997) dalam menghitung sintasan adalah sebagai
berikut:
Dimana: SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ind)
No = Jumlah individu pada awal penelitian (ind)
A1 D1 D1 C3
C2 A2 B3 C1
B1 D2 D3 A1
20
3.6.8. Kualitas Air
Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang
meliputi: suhu, salinitas, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap
hari.
3.6.9. Analisis data
Untuk mengetahui penggunaan cairan rumen sebagai pupuk pakan alami
Skeletonema costatum dengan frekuensi yang berbeda terhadap sintasan larva
udang Vannamei, maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk
melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Performansi perkembangan larva
Performa perkembangan larva tiap hari dapat dilihat pada Gambar 4.
Hari ke-1
Hari ke-2 Hari ke-3
Hari ke-4 Harike-5
Hari ke-6
Gambar 4. Performa perkembangan larva selama penelitian
22
4.2. Sintasan Larva
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa frekuensi
pemberian Skeletonema costatum pada larva udang vannamei berpengaruh
(P<0,05) terhadap sintasan larva udang Vannamei stadia zoea sampai mysis.
Sedangkan uji lanjut menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sintasan zoea selama penelitian
Gambar 6. Sintasan larva selama masa peneltian yang diamati setiap hari
0
6
14
40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
A B C D
Sin
tasa
n z
oe
a (%
)
Perlakuan
0102030405060708090
100
Hari-1 hari-2 hari-3 hari-4 hari-5 hari-6
Sin
tasa
n z
oea
(%
)
Pengamatan harian
Perlakuan A Perlakuan BPerlakuan C Perlakuan D
23
Berdasarkan Gambar 5. Menunjukkan bahwa sintasan tertinggi diperoleh
pada perlakuan D (6 Kali) pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan D
yakni pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum sebanyak 6 kali lebih
baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini terjadi karena suplai pakan
alami tersedia setiap selang waktu 4 jam jadi kebutuhan nutrsi dari zoea tersebut
terpenuhi untuk melakukan pertumbuhan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa
(1996) yang menyatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi tingkat
kelulushidupan larva udang vannamei yaitu kualitas air pada media pemeliharaan,
waktu pemberian pakan, dan kualitas pakan itu sendiri. Faktor pertama yaitu
kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung
proses metabolisnme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah waktu
pemberian pakan, waktu pemberian pakan yang sesuai akan membuat udang
mampu untuk memanfaatkan pakan yang diberikan. Faktor ketiga adalah
kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan pada
stadia awal dari larva udang, akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan
oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan udang sehingga sehingga
dibutuhkan pakan yang semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat
mempengaruhi tingkat kelulushidupan. Selanjutnya Yuwono (2005) dalam
Qamari (2013) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kelulushidupan
organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor
lingkungan itu sendiri.
24
4.3. Kualitas Air
Selama penelitian, dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan
yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut. Nilai parameter kualitas air
media pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva udang vannamei
stadia zoea dan mysis setiap perlakuan selama penelitian.
Parameter Perlakuan
A B C D
Suhu (°C) 23,1-27,1 24,1-27,1 25,1-27,3 25,5-27,6
pH 6,25-8,0 6,25-8,04 6,52-8,02 7,02,-8,06
Salinitas 30 30 30 30
DO (ppm) 4,55-5,95 4,58-5,98 4,68-5,77 4,88-5,38
Sumber : Data hasil pengukuran 2016
Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan organisme akuatik merupakan
faktor penting karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan
kelangsungan hidup organisme perairan. Cuzon et al. (2004) menyatakan faktor
lingkungan harus optimal bagi proses fisiologi udang Litopenaeus vannamei.
Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan nutrisi dapat berubah sesuai dengan
variasi faktor lingkungan seperti salinitas, temperatur, pH dan oksigen terlarut.
Hasil pengukuran suhu selama penelitian diperoleh kisaran antara 25,5-
27,6 °C. nilai ini menunjukkan bahwa suhu air masih berada dalam kisaran yang
normal yang dapat ditolerir oleh larva L. Vannamei. Hal ini sesuai dengan
pendapat Haliman dan Adijaya (2003), suhu optimal pertumbuhan larva udang
antara 26-32°C. suhu berpengaruh langsung pada metabolisme udang, pada suhu
25
tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu rendah proses
metabolisme diperlambat. Bila keadaan seperti ini berlangsnug lama, maka akan
menganggu kesehatan udang karena secara tidak langsung suhu air yang tinggi
menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya larva udang akan
kekurangan oksigen. Zweig et al (1999) dalam Suwoyo (2009) menambahkan
bahwa temperatur optimal untuk udang vannamei berkisar antara 28-30°C.
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar 30 ppt. Nilai ini
tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei. Xincai dan
Yongquan (2001) menjelaskan bahwa salinitas optimal untuk udang vaname
berkisar antara 5-35 ppt. Saoud et al. (2003) menambahkan bahwa udang vaname
dapat tumbuh pada perairan dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt.
Hasil pengukuran pH air selama berlangsungnya penelitian berkisar 6,25-
8,06. Nilai ini tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purba (2012) bahwa derajat keasaman (pH)
air media pemeliharaan Larva udang vannamei selama penelitian adalah 7,7 - 8,7.
Kisaran pH tersebut masih layak bagi kegiatan pembenihan udang vannamei serta
mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Elovaara (2001)
menambahkan bahwa untuk stadia larva pH yang layak untuk udang vaname
berkisar antara 7,8-8,4, dengan pH optimum 8,0.
Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara
3,65-5,98 ppm. Kisaran ini masih dikategorikan baik bagi budidaya L. vannamei,
hal ini sesuai dengan pernyataan Fegan (2003) bahwa kosentrasi oksigen terlarut
selama pemeliharaan udang vaname berkisar antara 3-8 ppm. Nilai tersebut
26
menunjukan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media pemeliharaan
masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan udang vanamei.
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
frekuensi pemberian pakan yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan efek
yang berpengaruh nyata terhadap sintasan larva udang vannamei. Peningkatan
kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6
kali sehari) dengan sintasan rata-rata 40 %.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian dengan frekuensi pemberian pakan yang lebih
tinggi untuk mendapatkan sintasan yang lebih baik.
2. Perlu memperhatikan parameter kualitas air agar tetap dalam kondisi layak
untuk kelangsungan hidup larva udang.
3. Perlu dilakukan pemurnia pada cairan rumen sebelum digunakan sebagai
pupuk pada skeletonema costatum.
28
DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
Anonim.(2003).LaporanParktikumPenentuanKadaAir.http://www.scribed.c
om/doc/14098051/Laporan-praktikum-penentuan-kadar-air.Diakses tanggal
23 April 2011.
Anggorodi HR. 1979. Nutrisi Aneka Ternak . Jakarta.
Djarijah, A. S. 1995. Pakan Udang Alami. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.
Edhy et.al.(2003) fase pertumbuhan chaetoceros sp.
Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama.
Penerbit : Tarsito. Bandung.
Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.
Haliman, R.W. & Adijaya, D. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan dan
Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit
Kanisus. Yogyakarta.
Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.
29
Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.
protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls and their
interactions. Appl. Environ.Microbiol.
Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya Air Tawar. Araska Press, Yogyakarta.
118 hal.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Trinci A. P. J., D. R. Davies, K. Gull, M. L. Lawrence, B. B. Nielsen, A. Rickers
and M. K. Theodorou. 1994. Anaerobic Fungi in Herbivorous Animals.
Myco.
30
Lampiran 1. Dokumentasi selama penilitian
Sentrifius yang di lakukan di kampus Universitas Hasanuddin Makassar
Mensterilkan wadah pemeliharan larva udang vannamei
31
Memasang selang dan batu airasin yang sudah di jemur
Pengisian air laut ke dalam toples yang sudah distrik
30
BIOGRAFI PENULIS
Penulis dilahirkan di Bonerate Kepulauan Selayar pada
tanggal 27 November 1989. Penulis merupakan anak
ke-6 dari 6 bersaudara, dari Ayahanda H. Abu Gani
Hj. Sitti Aminah. Penulis memulai pendidikan SD
Impres Majapahit pada tahun 2000, tingkat pendidikan
selanjutnya ditempuh pada SMPN 1 Pasimarannu tamat
pada tahun 2007. Yang kemudian diteruskan ke SMA Negeri 1 Pasimarannu dan
mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial tamat pada tahun 2010. Selanjutnya
pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dan
diterima di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Pertanian dengan
memilih Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan sebagai bidang
keilmuan yang akan digeluti dimasa depan. Penulis pernah melaksanakan Magang
di BBAP Takalar. Penulis melakukan Penelitian di BPPAP Maros Provinsi
Sulawesi Selatan. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “
FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS SKELETONEMA
COSTATUM YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN
LARVA UDANG VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS”.