frekuensi pemberian pakan alami jenis skeletonema …

46
FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS AMIRUDDIN 105940045310 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikana pada Program studi budidaya perairan fakultas pertanian Universitas Mummadiyah Makassar PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2016

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum

YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG

VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS

AMIRUDDIN

105940045310

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikana pada

Program studi budidaya perairan fakultas pertanian

Universitas Mummadiyah Makassar

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

Page 2: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema costatum

YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN LARVA UDANG

VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS

SKRIPSI

AMIRUDDIN

105 9400 453 10

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi

Budidaya Perairan

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2016

Page 3: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …
Page 4: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …
Page 5: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

HALAMAN HAK CIPTA

@Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyyah Makassar,tahun 2017 Hak

Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan,penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutip tidak merugikan kepentingan yang wajar Universitas

Muhammadiyah Makassar.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagai atau seluruh karya

tulisdalam bentuk laporan apapun tanpa izin Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Page 6: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

HALAM PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Amiruddin

Nim : 105940043510

Jurusan : Perikanan

Program Studi : Budidaya Perairan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari skripsi ini hasil karya

orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, November 2016

Amiruddin

105940043510

Page 7: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

Abstrak

Amiruddin 105940043510. Frekuensi pemberian pakan alami jenis

skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen terhadap sintasan larva udang

vannamei stadia zoea sampai mysis. Di bimbing oleh H. Burhanuddin, S.Pi, M.P

dan Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian

Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan

sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai

bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Rancangan

acak lengkap (RAL), yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan

diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.

Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan, masing-masing perlakuan

diulangi 3 kali dengan frekuensi setiap perlakuannya, A=0, B=6, C=14, dan

D=40. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan D berbeda nyata

terhadap perlakuan (A,B, dan C). Dengan Peningkatan kelulushidupan tertinggi

terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6 kali sehari) dengan

sintasan rata-rata 40 %.

Kata kunci: Frekuensi, Skeletonema costatum, pupuk cairan rumen

peningkatan sintasan larva udang vaname

Page 8: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmatnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik , guna memenuhi

salah satu syarat program study budidaya perairan jurusan perikanan fakultas

pertanian dan perikanan Universitas Muhammadiayah Makassar.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis mengucapkan terima

kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku pembimbing I dan

Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si Selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis pada

penyusunan skripsi . Ucapan yang sama disampaikan kepada :

1. Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P Selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibunda Murni,S. Pi., M. Si. Selaku Ketua jurusan Budidaya perairan

Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Ucapan terima kasih kepada Ayahanda H. Burhanuddin,S.Pi, M.P dan

Ayahanda Dr. Abdul Haris, S.Pi, M.Si selaku pembimbing yang

senantiasa memberi arahan dan Motivasi, serta seluruh staf dosen

pengajar dan staf administrasi Fakultas pertanian Universitas

Muhammadiyah Makassar, yang telah banyak memberikan pelayanan

selama penulis mengikuti kegiatan perkuliahan sampai pada penyelesaian

studi.

Page 9: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

4. Rekan- rekan mahasiswa angkatan 2010, yang senantiasa bersama

dalam menjalankan Aktivitas kampus, saya ucapkan terima kasih.

Ucapan terimakasih pula penulis sampaikan terkhusus buat Ayahanda

dan ibunda yang tercinta serta saudara yang telah tulus memberikan dorongan

spiritual dan materi dalam penyelesaikan pendidikan.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk

pengembangan ilmu perikanan dimasa yang akan datang.

Makassar, November, 2016

Penulis

Page 10: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

DAFTAR ISI

Sampul ..................................................................................................................... i

Halaman Pengesahan ............................................................................................ ii

Halaman Pengesahan Komisi Penguji ............................................................... iii

Halaman Hak Cipta ............................................................................................. iv

Halaman Pernyataan Keaslian ............................................................................ v

Abstrak .................................................................................................................. vi

Kata Pengantar.................................................................................................... vii

Daftar Isi ............................................................................................................... ix

Daftar Tabel ......................................................................................................... xi

Daftar Gambar ................................................................................................... xii

Dafatar Lampiran .............................................................................................. xiii

I. PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 . Tujuan dan Manfaat ................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Udang Vannamei ..................................................................... 3

2.2. Morfologi Udang Vannamei ...................................................................... 4

2.3. Habitat Udang Vannamei ........................................................................... 4

2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei .................................................................. 5

2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro .................................................................... 7

2.6. Perkembangan Stadia Larva ....................................................................... 8

Page 11: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

2.7. Sintasan ...................................................................................................... 9

2.8. Cairan Rumen............................................................................................. 9

2.9. Kualitas Air .............................................................................................. 11

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................... 15

3.2. Alat dan Bahan ......................................................................................... 15

3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan .............................................................. 16

3.4. Hewan Uji ................................................................................................ 16

3.5. Pakan Uji .................................................................................................. 16

3.6. Prosedur Penilitian ................................................................................... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Performasi Perkembangan Larva ............................................................. 21

4.2. Sintasan Larva .......................................................................................... 22

4.3. Kualitas Air .............................................................................................. 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan ............................................................................................... 27

5.2. Saran ......................................................................................................... 27

Daftar Pustaka 28

Lampiran 30

Biografi Penulis 32

Page 12: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian 14

Tabel 2. Bahan yang digunakan selama penelitian 15

Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air selama penelitian 24

Page 13: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

DAFTA GAMBAR

Gambar 1. Morfologi udang vannamei 3

Gamabar 2. Siklus hidup udang vannamei 6

Gambar 3. Performa perkembangan larva udang vannamei 20

Page 14: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil dokumentasi selama penelitian 30

Page 15: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem budidaya Udang vaname (Litopenaeus vannamei), semakin

berkembang, seperti halnya di Indonesia budidaya udang vaname secara intensif

telah berkembang mulai sistim tradisional plus dengan kepadatan 8 ekor/m, dan

mampu menghasilkan produksi 800-1.100 kg/ha/siklus selama 100

hari(Mangampaet al., 2009), sehingga kebutuhan benih yang berkualitas dan

berkelanjutan semakin meningkat. Namun kendala yang dihadapi oleh panti

pembenihan khususnya pada stadia awal adalah masih rendahnya sintasan yang

diperoleh.

Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sintasan stadia zoea

sampai mysis adalah dengan pemberian jenis pakan alami Skeletonema costatum

yang dipupuk cairan rumen dengan frekuensi yang berbeda.Cairan rumen

merupakan limbah yang kaya akan protein, vitamin B kompleks serta

mengandung enzim-enzim hasil sintesa mikroba rumen (Gohl, 1981 dalamAfdal

dan Erwan, 2006). Menurut Rasyid (1981), bahwa cairan rumen sapi mempunyai

kandungan protein sebesar 8,86%, lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium

0,53%, phospor 0,55%, BETN 41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%.

Skeletonema costatum merupakan jenis pakan alami yang memiliki syarat

yang dibutuhkan larva karena mudah dicerna, berukuran kecil, nutrisi tinggi,

mudah dibudidayakan dan cepat berkembang biak. Kandungannutrisidari

chaetoceros sp.Yaitu protein 35%, dan lemak 6,9 %, karbohidrat 6,6%, dan kadar

abu 28%, (Isnansetyo dan kurniastuty,1995).

Page 16: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

2

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian tentang

frekuensi pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum yang dipupuk cairan

rumen untuk meningkatkan sintasan larva udang vannamei stadia zoea sampai

mysis

1.2.Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menentukan frekuensi pemberian

Skeletonema costatum yang dipupuk cairan rumen optimal untuk meningkatkan

sintasan larva udang vannamei. Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah sebagai

bahan informasi bagi pembudidaya larva udang vannamei.

Page 17: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Udang Vannamei

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) sebagai berikut:

Gambar 1. Morfologi udang vannamei

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Metazoa

Filum : Artrhopoda

Sub filum : Crustacea

Kelas : Malascostraca

Sub kelas : Eumalascostraca

Ordo : Decapoda

Famili : Penaidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus

Page 18: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

4

2.2. Morfologi Udang Vannamei

Tubuh udang vannamei dibentuk oleh dua cabang (biramous) yaitu

exopodite dan endopodite. Vannamei memiliki tubuh berbuku-buku dan aktifitas

berganti kulit luar atau exoskeleton secara periodik (moulting).

Bagian tubuh udang vannamei terdiri dari kepala yang bergabung dengan

dada (cephalothorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vannamei terdiri dari

antenula, antenna, mandibula, dan sepasang maxillae. Kepala udang vannamei

juga dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdidri adri 2 pasang

maxillae dan 3 pasang maxiliped. Bagian abdomen terdiri dari 6 ruas dan terdapat

6 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor)yang

membentuk kipas bersama-sama telson.

2.3. Habitat Udang Vannamei

Risaldi (2012) menyatakan bahwa udang vannamei adalah udang asli dari

perairan Amerika Latin yang kondisi iklimnya subtropics. Di habitat alaminya

suka hidup pada kedalaman kurang lebih 70 meter. Udang vannamei bersifat

nocturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari. Proses perkawinan pada

udang vannamei ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat

meloncat tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat yang bersamaan,

udang jantan mengeluarkan sperma, sehingga sel telur dan sperma bertemu.

Proses perkawinan berlangsung kira-kira satu menit.

Sepasang udang vannamei berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan

telur sebanyak 100.000-250.000 butir. Selanjutnya dinyatakan siklus hidup udang

Page 19: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

5

vannamei sebelum ditebar di tambak yaitu stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis,

dan stadia post larva. Pada stadia naupli larva berukuran 0,32-0,59 mm, sistim

pencernaanya belum sempurna dan masih memiliki cadangan makanan berupa

kuning telur. Stadia zoea terjadi setelah larva ditebar pada bak pemeliharaan

sekitar 15-24 jam. Larva sudah berukuran 1,05-3,30 mm dan pada stadia ini benur

mengalami 3 kali moulting. Pada stadia ini pula benur sudah bisa diberi makan

yang berupa skeletonema costatum.

2.4. Siklus Hidup Udang Vannamei

Menurut Sutrisno, et al. (2010), Penaeus vannamei atau Litopenaeus

vannamei dilihat dari siklus hidupnya digolongkan dalam spesies Katadromus.

Udang dewasa memijah di laut lepas, sedangkan udang muda (juvenile)

bermigrasi ke daerah pantai. Di alam, udang dewasa kawin dan memijah pada

kolom perairan lepas pantai (kedalaman kurang lebih 70 m) bagian Selatan,

Tengah dan Utara Amerika dengan suhu 26–280C dan salinitas+35 ppt. Setelah

telur-telur menetas, larva hidup di laut lepas mejadi bagian dari zooplankton. Saat

stadium post larva mereka bergerak ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan

turun ke dasar di daerah estuari dangkal.Perairan dangkal ini memiliki kandungan

nutrient, salinitas dan suhu yang sangat bervariatif dibandingkan dengan laut

lepas.Setelah beberapa bulan hidup di daerah estuari, udang dewasa kembali ke

lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan

pemijahan terjadi.

Udang biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin

udang meliputi pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina.

Page 20: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

6

Peneluran bertempat pada daerah lepas pantai yang lebih dalam.Telur-telur

dikeluarkan dan difertilisasi secara eksternal di dalam air (Perry,

2008 dalam Erwinda, 2008). Siklus hidup udang vaname dapat dilihat pada

gambar 2:

Gambar 2. Siklus Udang Vannamei

Menurut Lim, et al. (1989) dalam Lestari (2009), perkembangan larva

Udang vaname terdiri dari beberapa stadia yaitu:

A. Stadia Naulpius

Nauplius bersifat planktonidan fototaksis positif. Udang yang masih dalam

stadia ini belum memerlukan makanan dikarenakan masih memiliki kuning

telur.Perkembangan stadia nauplius terdiri dari enam stadium.Nauplius memiliki

tiga pasang organ tubuh yaitu antena pertama, antenna kedua dan mandibula.

B. Stadia Zoea

Perubahan bentuk dari nauplius menjadi zoea memerlukan waktu kira-kira

40 jam setelah penetasan. Pada stadia ini larva cepat bertambah besar.Tambahan

makanan yang diberikan sangat berperan dan mereka aktif memakan

Page 21: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

7

fitoplankton.Stadia akhir zoea juga memakan zooplankton.Zoea sangat sensitif

terhadap cahaya yang sangat kuat danada juga yang lemah diantara tingkat stadia

zoea tersebut.

C. Stadia Mysis

Larva mencapai stadia mysis pada hari ke lima setelah penetasan. Larva

pada stadia ini kelihatan lebih dewasa dari dua stadia sebelumnya.Stadia mysis

memakan fitoplankton dan zooplankton, akan tetapi lebih menyukai zooplankton

menjelang stadia mysis akhir.

D. Stadia Post Larva

Perubahan bentuk dari mysis menadi post larva terjadi pada hari

kesembilan. Stadia post larva mirip dengan udang dewasa, dimana lebih kuat dan

lebih bertahan dalam pemangsaan. Post larva bersifat planktonik, dimana mulai

mencari jasad hidup sebagai makanan.

2.5. Unsur Hara Makro dan Mikro

Unsur hara yang dibutuhkan mikroalga terdiri atas unsur hara makro (N, P,

K, S, Fe, Mg, Si dan Ca) dan unsur hara mikro (Mn, Zn, Co, Bo, Mo, B, Cu, dan

lain-lain.). Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang ditunjukkan

pada pertumbuhan dan kepadatan yang dicapai. Unsur N, P, dan S penting untuk

pembentukan protein. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur dapat

diperoleh dari: KNO3, NaNO3, NH4Cl, dan lain-lain. Fosfor juga merupakan

bahan dasar pembentuk asam nukleat, enzim, dan vitamin. Unsur fosfor dapat

diperoleh dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 dan unsur sulfur dapat diperoleh

dari NH4SO4, CuSO4 (Tjahjo et al. 2002).

Page 22: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

8

Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan juga sebagai

kofaktor untuk beberapa koenzim. Unsur kalium dapat diperoleh dari KCl, KNO3,

KH2PO4.

Unsur Fe berperan dalam pembentukan klorofil dan sebagai komponen

esensial dalam proses oksidasi. Unsur ini dapat diperoleh dari FeCl3, FeSO4,

FeCaH5O7. Unsur Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel

atau cangkang. Vitamin B12 banyak digunakan untuk memacu pertumbuhan

melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty 1995).

2.6. Perkembangan Stadia Larva

Seperti pada udang dewasa, pertumbuhan larva udang sangat dipengaruhi

oleh temperature. Larva berkembang menjadi post larva pada temperature 27-

29°C, suatu proses sekitar sepuluh hari pada kondisi optimal. Pada temperature

yang tinggi, perkembangan stadia larva akan berlangsung cepat dan post larva

dapat dicapai dalam waktu tujuh hari sejak telur menetas. Ketika larva mengalami

molting dari stadia ke stadia, syarat pemberian pakan juga tentu berubah sesuai

dengan morfologinya. Ketika nauplius baru saja menetas, larva masih mempunyai

kandungan kuning telur (yolk sac) sebagai sumber makanan dan untuk memenuhi

nutrsisinya. Setelah mengalami pergantian kulit (molting), cadangan kuning telur

terserap habis dan nauplius berubah bentuk menjadi zoea dan mulai membutuhkan

makanan organisme kecil yaitu fitoplankton. Setelah 3 kali molting, zoea berubah

bentuk menjadi mysis. Frekuensi molting pada stadia larva dapat terjadi antara 30-

40 jam pada kondisi suhu 28°C.

Page 23: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

9

Menurut Wyban dan Sweeney (1991) bahwa setelah menetas, larva akan

berkembang menjadi beberapa stadia dan setiap stadia akan dibedakan menjadi

beberapa substadia sesuai dengan perkembangan morfologinya. Selanjutnya

dijelaskan tahapan perkembangan larva udang vannamei sebagi berikut :

2.7. Sintasan

Sintasan adalah presentase jumlah udang yang hidup dalam kurun waktu

tertentu (Effendie, 1979). Sintasan organisme dipengaruhi oleh padat penebaran

dan faktor lainnya seperti, umur, pH, suhu dan kandungan amoniak (Resmiaty dan

Mayunar, 1990) dalam fadlih (2001) bahwa faktor penting yang mempengaruhi

pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang adalah tersedianya jenis makanan

serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida,

nitrat, hidrogen sulfida dan ion hidrogen.

2.8. Cairan Rumen

Pada dasarnya isi rumen merupakan bahan-bahan makanan yang terdapat

dalam rumen b elum menjadi feces dan dikeluarkan dari dalam lambung rumen

setelah hewan dipotong. Kandungan nutriennya cukup tinggi, hal ini disebabkan

belum terserapnya zat-zat makanan yang terkandung didalamnya sehingga

kandungan zat-zatnya tidak jauh berbeda dengan kandungan zat makanan yang

berasal dari bahan bakunya.

Perut hewan ruminansia terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan

abomasum. Volume rumen pada ternak sapi dapat mencapai 100 liter atau lebih,

dan untuk domba berkisar 10 liter. Rumen diakui sebagai sumber enzim

pendegradasi polisakarida. Polisakarida dihidrolisis di rumen disebabkan

Page 24: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

10

pengaruh sinergis dan interaksi dari komplek mikro-organisme, terutama selulase

dan xilanase (Trinci et al. 1994). Mikroorganisme terdapat pada cairan rumen

(liquid phase) dan yang menempel pada digesta rumen. Enzim yang aktif

mendegradasi struktural polisakarida hijauan kebanyakan aktif pada

mikroorganisme yang menempel pada partikel pakan.

Anggorodi (1979), menyatakan bahwa ternak ruminansia dapat mensintesis

asam amino dari zat-zat yang mengandung nitrogen yang lebih sederhana melalui

kerjanya mikroorganisme dalam rumen. Mikroorganisme tersebut membuat zat-

zat yang mengandung nitrogen bukan protein menjadi protein yang berkualitas

tinggi. Mikroorganisme dalam rumen terdiri dari kelompok besar yaitu bakteri

dan protozoa, temperatur rumen 39 sampai 40 derajat celcius, pH 7,0 sehingga

memberikan kehidupan optimal bagi mikroorganisme rumen. Sekitat 80%

Nitrogen dijumpai dalam tubuh bakteri rumen berupa protein dan 20 % berupa

asam nukleat. Berdasarkan analisa berbagai rumen kadar berbagai asam amino

dalam isi rumen diperkirakan 9-20 kali lebih besar daripada dalam makanan.

Kandungan rumen sapi menurut Rasyid (1981), meliputi protein 8,86%,

lemak 2,60%, serat kasar 28,78%, kalsium 0,53%, phospor 0,55%, BETN

41,24%, abu 18,54%, dan air 10,92%. Berdasarkan komposisi zat makanan yang

terkandung didalamnya dapat dipastikan bahwa pemanfaatan isi rumen dalam

batas-batas tertentu tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bila dijadikan

bahan pencampur pakan berbagai ternak.

Page 25: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

11

2.9. Kualitas Air

Kualitas air merupakan salah satu faktor penentu tingkat kesuburan dan

produktivitas perairan. Perubahan kualitas air lingkungan dapat terjadi karena

gangguan eksternal seperti masuknya bahan pencemar. Fluktuasi kualitas air akan

mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup didalamnya. Organisme

memerlukan lingkungan yang sesuai untuk tumbuh dan berkembang sehingga

kondisi perairan akan menentukan kelulusan hidup organisme tersebut (Wardoyo,

1975). Ada beberapa kualitas air yang sangat penting dicermati selama proses

budidaya berlangsung, seperti:

2.9.1. Suhu

Pertumbuhan udang optimal terjadi pada kisaran suhu 25-30 C, serta

berakibat kematian pada suhu di atas 35C (Fast, 1992). Hasil pengukuran suhu

pada penelitian ini. Suhu air berkisar antara 26-30 C dengan fluktuasi yang tidak

mengganggu kehidupan udang uji. Apabila suhu berada di atas kisaran normal

maka udang mengalami gangguan fisiologis dan menyebabkan kematian..

Sedangkan apabila dibawah kisaran,udang tidak mampu mencapai suhu optimal

untuk memolting sehingga udang mengalami gagal moulting dan mati.

Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi

dan volatilisasi, menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti gas-gas:

O2, CO2, NO2 dan CH4 dan sebagainya (Effendie, 2000). Secara langsung

perubahan suhu air yang mendadak seperti pada musim hujan akan menyebabkan

udang stres bahkan mengalami kematian (Cholik et al, 1998).

Page 26: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

12

2.9.2. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas air dalam percobaan berkisar antara 30-33 ppt.

Penurunan dan kenaikkan salinitas sebesar 4 ppt dapat menyebabkan udang stres

dan ganti kulit (Eddy, 1990). Perubahan salinitas yang lebih rendah dari kisaran

optimal ini mengakibatkan banyak kematian pada udang. Proses penyerapan

oksigen dari air media ke dalam tubuh udang dipengaruhi antara lain oleh salinitas

(Lockwood, 1989). Sesuai dengan pendapat Tricahyo (1995) bahwa pada kondisi

salinitas rendah dari kisaran optimal udang lebih cepat moulting dan rentang

terserang penyakit sehingga produktifitas menurun.Peningkatan salinitas akan

meningkatkan energi yang dibutuhkan untuk osmoregulasi sehingga laju

metabolisme dalam tubuh udang juga meningkat.

Haliman dan Adijaya (2005), salinitas dan pH air berhubungan dengan

keseimbangan ion dan proses osmoregulasi di dalam tubuh udang. Salinitas air

berpengaruh terhadap tekanan osmotik udang dan ion-ion cairan tubuh udang.

Semakin tinggi salinitas air, maka semakin besar tekanan osmotiknya sehingga

dapat menghambat pertumbuhan udang yang disebabkan energi yang didapatkan

dari makanan sebagian besar tersalurkan untuk pembentukan daging.

2.9.3. Oksigen Terlarut

Hasil pengukuran Oksigen Terlarut pada penelitian ini berkisar 1,24 - 4,99

sehingga Kandungan oksigen terlarut (dissolved oxigen), sangat mempengaruhi

metabolisme tubuh udang. Kadar oksigen terlarut yang baik berkisar 4 - 6 ppm

untuk pertumbuhan udang. Pada akhir pengukuran oksigen, udang uji masing-

masing perlakuan ada yang mengalami kematian dan ada yang tidak mengalami

Page 27: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

13

kematian namun kondisinya lemah, pergerakkan dan respon berkurang akibat

kekurangan oksigen terlarut. Konsentrasi DO (oksigen terlarut) minimal yang

dibutuhkan spesies uji agar dapat bertahan hidup selama 24 jam adalah sebesar

0,75–2,5 mg/L dan spesies laut akan mati jika kadar DO di bawah 1,25 mg/L

selama beberapa jam. Tingkat DO antara 2,5–3 mg/L mengakibatkan

pengurangan kecepatan berenang, sedangkan pada tingkat DO 5,3–8 mg/L baik

untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya (Anonimus, 1968).

2.9.4. Derajat Keasaman (pH)

pH optimal antara 7,5-8,5. Umumnya, perubahan pH air dipengaruhi oleh

sifat tanahnya, seperti tanah yang mengandung pirit menyebabkan pH air asam

antara 3-4. Umumnya, pH air pada sore hari lebih tinggi daripada pagi hari,

penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti:

fitoplankton yang menyerap CO2. Sebaliknya pada pagi hari CO2 melimpah

karena hasil pernapasan udang.

Pada pengamatan menunjukkan bahwa kisaran pH air selama penelitian

adalah antara 6,00 hingga 9,28. Menurut Boyd (1990), pH perairan yang sesuai

untuk pertumbuhan udang adalah antara 6,5 hingga 9,0. Schmittou(1992)

menyatakan bahwa pH perairan yang optimum untuk pertumbuhan udang

vanammeiadalah 8,0. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pH perairan yang

berada dibawah kisaran pH ideal untuk pertumbuhan udang vanammei (dibawah

pH 6,5). Meskipun demikian, kondisi pH tersebut masih berada pada kisaran yang

tidak membahayakan bagi kehidupan udang vanammei. Kondisi perairan

dianggap membahayakan bagi kehidupan udang vanammei apabila lebih rendah

Page 28: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

14

dari4,0 (Boyd, 1990). Kondisi ini tidak terjadi pada semua model ekosistem yang

sedang diteliti.

Page 29: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

15

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan mulai bulan Oktober sampai bulan

Nopember 2016 bertempat di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Air Payau), Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi

Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang akandigunakan dalam penelitian ini disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Alat yang akandigunakan selama penelitian.

No Nama Alat Kegunaan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Toples volume 25 liter

Selang dan batu aerasi

Mikroskop

Objek glass

Cover glass

Gelas ukur

Pipet tetes

Termometer

pH meter

Refraktometer

Haemocytometer

Media kultur Skeletonema costatum

Penyuplai oksigen

Pengamatan dan

penghitungansample

Meletakkan objek yang akan

diamati dengan mikroskop

Penutup objek yang telah

diletakkan di atas kaca preparat

Sampling sintasan

Ukur pupuk

Pengukur suhu

Mengukur pH ( derajat keasaman

atau kebasaan )

Mengukur kadar/konsentrasi bahan

atau zat terlarut

Pengukur salinitas

Page 30: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

16

Sedangkan bahan yang akan digunakan disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Bahan yang akan digunakan selama penelitian.

No Nama Bahan Kegunaan

1

2

3

4

Larva udang vannamei

Skeletonema costatum

Cairan rumen

Aquadest

Hewan uji stadia zoea 1

Organisme uji

Pupuk

3.3. Wadah dan Media Pemeliharaan

Wadah penelitian yang digunakan adalah toples yang berkapasitas 3 liter

sebanyak 12 buah dengan wadah kontrol. Masing–masing toples diisi air laut

sebanyak 1 liter dan dilengkapi dengan selang aerasi dan batu aerasi. Media yang

digunakan adalah air laut yang telah disterilkan yang terlebih dahulu ditampung

dan diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke wadah penelitian

dengan menggunakan pompa Dab yang dilengkapi dengan selang ¾ cm yang

diujung selang dipasangi saringan kapas.

3.4. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah benih udang vannamei,

stadia zoea dengan ukuran panjang ± 3,30 mm.

3.5. Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan pada pemeliharaan benih udang vannamei yang

pupuk cairan rumen adalah pakan alami Skeletonema costatum yang diperoleh

dari laboratorium Pakan alami di BPPBAP Maros (Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Air Payau).

Page 31: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

17

3.6. Prosedur Penelitian

3.6.1. Wadah dan Peralatan

Wadah dan peralatan yang akan digunakan pada penelitian ini terlebih

dahulu dibersikan atau dicuci pada bagian permukaan kemudian dimasukan ke

dalam baskom yang berisi HCL 50%, kemudian direndam selama 30 menit dan

dicuci kembali. Selesai dicuci baru dikeringkan selama 24 jam. Pengeringan

peralatan aerasi dilakukan selama 24 jam. Setelah wadah kering kemudian pasang

selang dan batu aerasi dan di isi dengan air laut.

3.6.2. Cairan Rumen

Isi rumen sapi diambil dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Sungguminasa Gowa. Cairan rumen sapi diambil dari isi rumen sapi dengan cara

filtrasi (penyaringan dengan kain katun) dibawah kondisi dingin. Cairan rumen

hasil filtrasi disentrifuse dengan kecepatan 10.000 x g selama 10 menit pada suhu

4 0C untuk memisahkan supernatan dari sel-sel dan isi sel mikroba (Lee et al.

2000).

3.6.3. Kultur Skeletonema costatum

Kultur Skeletonema costatum skala intermediate menggunakan ember

berkapasitas 25 liter. Sebelum kultur dilakukan, perlengkapan yang akan

digunakan harus disterilkan, dengan mengunakan detergen kemudian dibilas

dengan air tawar. Peralatan yang digunakan antara lain selang aerasi dan batu

aerasi.

Penggunaan air laut terlebih dahulu dinetralkan dengan menggunakan

natrium thiosulfat. Setelah itu, air laut yang sudah dinetralkan dengan kadar

Page 32: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

18

garam 28 ppt dimasukkan ke wadah kultur sebanyak 20 liter. Air media kultur

diberikan cairan rumen sesuai dengan dosis yang terbaik dari penelitian

pendahuluan yang dilakukan sebelumnya setelah itu diberikan aerasi dan ditunggu

beberapa saat agar cairan rumen tercampur secara merata terlebih dahulu sebelum

bibit Skeletonema costatum dimasukkan. Jumlah bibit Skeletonema costatum yang

diberikan sebanyak 100 ml/liter. Setelah cairan rumen sudah bercampur dengan

Skeletonema costatum maka sudah bisa diberikan pada larva udang vannamei

sebagai pakan alami.

3.6.4. Pemeliharaan Benih

Sebelum penebaran benih udang vanamei, terlebih dahulu dilakukan

adaptasi lingkungan terutama suhu dan salinitas. Padat tebar benih udang

vannamei dengan kepadatan 25 ekor/liter. Benih udang vannamei dipelihara

selama 6 hari. Selama masa pemeliharaan diberi pakan cairan rumen dengan

kepadatan sesuai perlakuan. Penyipanan dilakukan apabila ada sisa pakan atau

kotoran benih udang vanamei yang mengendap didasar wadah penelitian. Untuk

mengetahui sintasan dilakukan sampling dengan cara menggunakan gelas ukur.

3.6.5. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan masing–masing perlakuan diulang 3 kali

sehingga jumlah satuan percobaan sebanyak 12 unit.

Page 33: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

19

Tata letak satuan percobaan setelah pengacakan seperti disajikan pada

Gambar 3.

Gambar 3. Tata Letak Satuan Percobaan Setelah Pengacakan

Perlakuan A : Pemberian pakan 3 kali

Perlakuan B : Pemberian pakan 4 kali

Perlakuan C : Pemberian pakan 5 kali

Perlakuan D : Pemberian pakan 6 kali

3.6.6. Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.7. Sintasan

Sintasan larva udang vannamei dilakukan dengan cara mengambil hewan

uji kemudian dilakukan penyamplingan tiap wadah, adapun rumus yang

dianjurkan oleh Effendi (1997) dalam menghitung sintasan adalah sebagai

berikut:

Dimana: SR = Sintasan (%)

Nt = Jumlah individu pada akhir penelitian (ind)

No = Jumlah individu pada awal penelitian (ind)

A1 D1 D1 C3

C2 A2 B3 C1

B1 D2 D3 A1

Page 34: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

20

3.6.8. Kualitas Air

Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran parameter kualitas air yang

meliputi: suhu, salinitas, DO, dan pH. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap

hari.

3.6.9. Analisis data

Untuk mengetahui penggunaan cairan rumen sebagai pupuk pakan alami

Skeletonema costatum dengan frekuensi yang berbeda terhadap sintasan larva

udang Vannamei, maka dianalisis menggunakan analisis sidik ragam pada tingkat

kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) untuk

melihat perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991).

Page 35: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Performansi perkembangan larva

Performa perkembangan larva tiap hari dapat dilihat pada Gambar 4.

Hari ke-1

Hari ke-2 Hari ke-3

Hari ke-4 Harike-5

Hari ke-6

Gambar 4. Performa perkembangan larva selama penelitian

Page 36: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

22

4.2. Sintasan Larva

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa frekuensi

pemberian Skeletonema costatum pada larva udang vannamei berpengaruh

(P<0,05) terhadap sintasan larva udang Vannamei stadia zoea sampai mysis.

Sedangkan uji lanjut menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Sintasan zoea selama penelitian

Gambar 6. Sintasan larva selama masa peneltian yang diamati setiap hari

0

6

14

40

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

A B C D

Sin

tasa

n z

oe

a (%

)

Perlakuan

0102030405060708090

100

Hari-1 hari-2 hari-3 hari-4 hari-5 hari-6

Sin

tasa

n z

oea

(%

)

Pengamatan harian

Perlakuan A Perlakuan BPerlakuan C Perlakuan D

Page 37: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

23

Berdasarkan Gambar 5. Menunjukkan bahwa sintasan tertinggi diperoleh

pada perlakuan D (6 Kali) pemberian. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan D

yakni pemberian pakan alami jenis Skeletonema costatum sebanyak 6 kali lebih

baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini terjadi karena suplai pakan

alami tersedia setiap selang waktu 4 jam jadi kebutuhan nutrsi dari zoea tersebut

terpenuhi untuk melakukan pertumbuhan.Hal ini sesuai dengan pernyataan Harefa

(1996) yang menyatakan bahwa faktor yang paling mempengaruhi tingkat

kelulushidupan larva udang vannamei yaitu kualitas air pada media pemeliharaan,

waktu pemberian pakan, dan kualitas pakan itu sendiri. Faktor pertama yaitu

kualitas air, kualitas air yang baik pada media pemeliharaan akan mendukung

proses metabolisnme dalam proses fisiologi. Faktor kedua adalah waktu

pemberian pakan, waktu pemberian pakan yang sesuai akan membuat udang

mampu untuk memanfaatkan pakan yang diberikan. Faktor ketiga adalah

kandungan nutrisi dari pakan yang dikonsumsi. Ketidaktersediaannya pakan pada

stadia awal dari larva udang, akan mengakibatkan kematian. Hal ini disebabkan

oleh semakin besarnya stadia dan pertumbuhan udang sehingga sehingga

dibutuhkan pakan yang semakin banyak. Kandungan nutrisi dari pakan sangat

mempengaruhi tingkat kelulushidupan. Selanjutnya Yuwono (2005) dalam

Qamari (2013) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kelulushidupan

organisme ditentukan oleh ketersediaan pakan yang sesuai dan dari faktor

lingkungan itu sendiri.

Page 38: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

24

4.3. Kualitas Air

Selama penelitian, dilakukan pengukuran kualitas air media pemeliharaan

yang meliputi pH, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut. Nilai parameter kualitas air

media pemeliharaan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan larva udang vannamei

stadia zoea dan mysis setiap perlakuan selama penelitian.

Parameter Perlakuan

A B C D

Suhu (°C) 23,1-27,1 24,1-27,1 25,1-27,3 25,5-27,6

pH 6,25-8,0 6,25-8,04 6,52-8,02 7,02,-8,06

Salinitas 30 30 30 30

DO (ppm) 4,55-5,95 4,58-5,98 4,68-5,77 4,88-5,38

Sumber : Data hasil pengukuran 2016

Kualitas air yang sesuai bagi kehidupan organisme akuatik merupakan

faktor penting karena berpengaruh terhadap reproduksi, pertumbuhan dan

kelangsungan hidup organisme perairan. Cuzon et al. (2004) menyatakan faktor

lingkungan harus optimal bagi proses fisiologi udang Litopenaeus vannamei.

Selanjutnya dikatakan bahwa kebutuhan nutrisi dapat berubah sesuai dengan

variasi faktor lingkungan seperti salinitas, temperatur, pH dan oksigen terlarut.

Hasil pengukuran suhu selama penelitian diperoleh kisaran antara 25,5-

27,6 °C. nilai ini menunjukkan bahwa suhu air masih berada dalam kisaran yang

normal yang dapat ditolerir oleh larva L. Vannamei. Hal ini sesuai dengan

pendapat Haliman dan Adijaya (2003), suhu optimal pertumbuhan larva udang

antara 26-32°C. suhu berpengaruh langsung pada metabolisme udang, pada suhu

Page 39: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

25

tinggi metabolisme udang dipacu, sedangkan pada suhu rendah proses

metabolisme diperlambat. Bila keadaan seperti ini berlangsnug lama, maka akan

menganggu kesehatan udang karena secara tidak langsung suhu air yang tinggi

menyebabkan oksigen dalam air menguap, akibatnya larva udang akan

kekurangan oksigen. Zweig et al (1999) dalam Suwoyo (2009) menambahkan

bahwa temperatur optimal untuk udang vannamei berkisar antara 28-30°C.

Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar 30 ppt. Nilai ini

tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei. Xincai dan

Yongquan (2001) menjelaskan bahwa salinitas optimal untuk udang vaname

berkisar antara 5-35 ppt. Saoud et al. (2003) menambahkan bahwa udang vaname

dapat tumbuh pada perairan dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt.

Hasil pengukuran pH air selama berlangsungnya penelitian berkisar 6,25-

8,06. Nilai ini tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Purba (2012) bahwa derajat keasaman (pH)

air media pemeliharaan Larva udang vannamei selama penelitian adalah 7,7 - 8,7.

Kisaran pH tersebut masih layak bagi kegiatan pembenihan udang vannamei serta

mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Elovaara (2001)

menambahkan bahwa untuk stadia larva pH yang layak untuk udang vaname

berkisar antara 7,8-8,4, dengan pH optimum 8,0.

Hasil pengukuran oksigen terlarut (DO) selama penelitian berkisar antara

3,65-5,98 ppm. Kisaran ini masih dikategorikan baik bagi budidaya L. vannamei,

hal ini sesuai dengan pernyataan Fegan (2003) bahwa kosentrasi oksigen terlarut

selama pemeliharaan udang vaname berkisar antara 3-8 ppm. Nilai tersebut

Page 40: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

26

menunjukan bahwa kandungan oksigen yang terdapat pada media pemeliharaan

masih optimal dan cukup baik dalam mendukung pertumbuhan udang vanamei.

Page 41: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

27

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa

frekuensi pemberian pakan yang berbeda pada setiap perlakuan memberikan efek

yang berpengaruh nyata terhadap sintasan larva udang vannamei. Peningkatan

kelulushidupan tertinggi terdapat pada perlakuan D (frekuensi pemberian pakan 6

kali sehari) dengan sintasan rata-rata 40 %.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan frekuensi pemberian pakan yang lebih

tinggi untuk mendapatkan sintasan yang lebih baik.

2. Perlu memperhatikan parameter kualitas air agar tetap dalam kondisi layak

untuk kelangsungan hidup larva udang.

3. Perlu dilakukan pemurnia pada cairan rumen sebelum digunakan sebagai

pupuk pada skeletonema costatum.

Page 42: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

28

DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Dkk. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.

Anonim.(2003).LaporanParktikumPenentuanKadaAir.http://www.scribed.c

om/doc/14098051/Laporan-praktikum-penentuan-kadar-air.Diakses tanggal

23 April 2011.

Anggorodi HR. 1979. Nutrisi Aneka Ternak . Jakarta.

Djarijah, A. S. 1995. Pakan Udang Alami. Penerbit Kanasius. Yogyakarta.

Edhy et.al.(2003) fase pertumbuhan chaetoceros sp.

Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Edisi Pertama.

Penerbit : Tarsito. Bandung.

Haliman R.W, Adijaya DS. 2004. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar Swadaya.

Haliman, R.W. & Adijaya, D. (2005). Udang Vannamei, Pembudidayaan dan

Prospek Pasar Udang Putih yang Tahan Penyakit. Penebar Swadaya.

Jakarta.

Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan

Zooplankton. Pakan Alami Untuk Pembenihan Organisme Laut. Penerbit

Kanisus. Yogyakarta.

Mudjiman A. 2004. Makanan Ikan Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Page 43: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

29

Lee S.S., J.K. Ha and K.J. Cheng. 2000. Relativecontributions of bacteria.

protozoa and fungitoin vitrodegradation of orchard grass cellwalls and their

interactions. Appl. Environ.Microbiol.

Soetedjo, H., 2011. Kiat Sukses Budidaya Air Tawar. Araska Press, Yogyakarta.

118 hal.

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.

Trinci A. P. J., D. R. Davies, K. Gull, M. L. Lawrence, B. B. Nielsen, A. Rickers

and M. K. Theodorou. 1994. Anaerobic Fungi in Herbivorous Animals.

Myco.

Page 44: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

30

Lampiran 1. Dokumentasi selama penilitian

Sentrifius yang di lakukan di kampus Universitas Hasanuddin Makassar

Mensterilkan wadah pemeliharan larva udang vannamei

Page 45: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

31

Memasang selang dan batu airasin yang sudah di jemur

Pengisian air laut ke dalam toples yang sudah distrik

Page 46: FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS Skeletonema …

30

BIOGRAFI PENULIS

Penulis dilahirkan di Bonerate Kepulauan Selayar pada

tanggal 27 November 1989. Penulis merupakan anak

ke-6 dari 6 bersaudara, dari Ayahanda H. Abu Gani

Hj. Sitti Aminah. Penulis memulai pendidikan SD

Impres Majapahit pada tahun 2000, tingkat pendidikan

selanjutnya ditempuh pada SMPN 1 Pasimarannu tamat

pada tahun 2007. Yang kemudian diteruskan ke SMA Negeri 1 Pasimarannu dan

mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial tamat pada tahun 2010. Selanjutnya

pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dan

diterima di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Pertanian dengan

memilih Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan sebagai bidang

keilmuan yang akan digeluti dimasa depan. Penulis pernah melaksanakan Magang

di BBAP Takalar. Penulis melakukan Penelitian di BPPAP Maros Provinsi

Sulawesi Selatan. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “

FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN ALAMI JENIS SKELETONEMA

COSTATUM YANG DIPUPUK CAIRAN RUMEN TERHADAP SINTASAN

LARVA UDANG VANNAMEI STADIA ZOEA SAMPAI MYSIS”.