frater yang pernah ingin “angkat...

12
3 FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER” “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mk 8:34) Biji Sesawi dari Kampung Sawah | 39

Upload: buituyen

Post on 18-Feb-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

3

FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”

“Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.”

(Mk 8:34)

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 39

Page 2: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

3

FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”

“Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku.” (Mk 8:34)

“Ada Apa dengan Saya?” TANPA terasa empat tahun di Seminari Mertoyudan akhirnya bisa dilalui oleh Yus Noron, meski dirinya harus melewati kerikil-kerikil keraguan. Tahun 1980 Yus berhasil menyelesaikan studinya di Seminari Merto-yudan, lalu ia kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di STF Driyarkara. Perjalanan untuk menjadi imam masih panjang. Sebagaimana nama sekolahnya, di sini ia dituntut untuk secara intens mem-pelajari filsafat, sebuah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manu-sia secara kritis yang dijabarkan dalam kon-sep mendasar. Sebagai “ibu dari segala ilmu”,

atau kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok penyelidikannya—menurut Rene Descartes—filsafat tentu bukan perkara mudah untuk dipelajari, apalagi dihapalkan. Menginjak tahun kedua, kegamangan kembali menyergapnya. Kali ini dengan alasan yang sepele: tidak bisa berdoa. “Saya merasa hampa saat berdoa, hanya rutinitas saja.” Kejadian berulang. Ia pulang ke rumah, tetapi rasa rindu kembali ke seminari lebih kuat menariknya. Ia kembali ke STF Driyarkara hingga waktu 3 tahun yang diberikan untuk mempelajari filsafat selesai dilewatinya. Dalam kurun waktu itu menda-

40 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h

Page 3: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

pat tugas pelayanan asistensi di Paroki Pademangan (1980-1981), mengajar di Sekolah Bintang Kejora, Kemakmuran (1981-1982), di Paroki Santo Aloysius Gonzaga, Cijantung, Jakarta Timur (1982-1983). Yus Noron yang bersama Subagyo yang sudah memilih untuk kelak menjadi imam diosesan atau projo akhirnya berhasil menyelesaikan studi pada 1983. Yus Noron pun memasuki Tahun Orientasi Pastoral (TOP) selama setahun yang dijalaninya di Paroki Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Bila sebelumnya dalam masa asistensi ia hanya bertugas hari Sabtu dan Minggu maka pada masa TOP ini Frater Yus Noron harus tinggal di paroki tersebut. Waktu delapan tahun sudah dilaluinya. Artinya, tiga tahun lagi Frater Yus Noron sudah boleh ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia hanya perlu menyelesaikan pendidikan di Seminari Tinggi Teologi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta, selama 3 tahun. Namun, semakin dekat pada tahun kelulusannya, ia justru semakin gamang

pada panggilannya. Rasa jenuh pada ru-tinitas yang dijalaninya tanpa disadari menggerogoti nilai-nilai ujiannya. Beberapa kali ia gagal dalam ujian, mengulang lagi, gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan memilih bersantai saja. Tetapi apa yang terjadi? Kali ini ia justru lulus ujian. Kembali Tuhan hendak menunjukkan pada Yus bahwa Rencana Allah itu selalu pasti dan punya caranya sendiri.

Seminari Tinggi Teologi Santo Paulus Kentungan, Yogyakarta (dokumentasi Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, 2013)

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 41

Page 4: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

“Ada apa dengan saya?” demikian gugat Frater Yus dalam hati. Keraguan demi keraguan silih berganti menyergapnya, akankah ini pertanda bahwa dirinya tak layak menjadi imam? Gugatan diri itu berbuah pada sebuah keputusan: keluar dari seminari. Tidak hanya sekali ia mengajukan per-mohonan keluar dari Seminari Tinggi, tetapi baik Rektor maupun Bapa Uskup tak mengizinkannya. Sebaliknya, Yus malah diganjar izin untuk berlibur ke mana saja asal kembali lagi ke seminari. “Saya heran. Ada apa dengan saya, kenapa selalu tidak boleh. Kenapa kalau yang lain mau keluar gampang sekali memperoleh izin?” Seolah baik Bapa Uskup, Rektor, maupun semua pembim-bingnya mempunyai catatan tersendiri tentang dirinya dan melihat bahwa permo-honan keluar Frater Yus hanya sebatas do-rongan emosional belaka. Entah benar atau tidak kesimpulan itu, yang jelas ketika tahun 1987 Frater Yus Noron dinyatakan selesai studi dan siap ditahbiskan menjadi imam, lagi-lagi ia dihinggapi kera-guan: layakkah dirinya ditahbiskan? Hatinya merasa belum mantap dan ia takut menjadi orang munafik. Ia juga merasa belum siap

berhadapan dengan banyak orang karena sifat pendiamnya sehingga sulit berko-munikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, ia mengajukan permohonan penundaan pentahbisannya dan menyilakan sahabat-nya sejak di Seminari Mertoyudan, Frater Yohanes Subagyo, menerima sakramen Imamat terlebih dulu.

Sulit Bicara di Depan Umum TERNYATA Mgr Leo Soekoto SJ menangkap alasan masalah berkomunikasi Frater Yus Noron.Tahun 1987 itu juga Mgr Leo Soekoto SJ menempatkannya di sebuah rumah pembinaan bagi orang muda, CIVITA, di kawasan Ciputat, sebagai pendamping kaum muda. Semula Frater Yus Noron tidak mengerti mengapa ia ditempatkan di Komisi Kepemudaan dan CIVITA. “Padahal saya ber-harap mendapat tugas di sebuah paroki. Tetapi, mengapa saya harus melayani dan berjumpa dengan anak-anak muda mulai usia SD sampai SMA.” Sebenarnya, berada di antara kaum muda yang selalu ceria dan gembira membuat

42 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h

Page 5: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

Frater Yus Noron menemukan warna kehidupan yang unik dari mereka. Namun agaknya, pelayanan bersama mereka bukanlah yang diinginkan oleh frater muda ini. Apalagi setelah ditahbiskan tahun 1988, ia tidak juga dipindah dan tetap dalam Komisi Kepemudaan KAJ. Sejak semula cita-cita Yus Noron ingin menjadi imam yang melayani paroki—sebuah cita-cita yang boleh jadi terinspirasi oleh romo paroki semasa kecilnya di Kampung Sawah. Melayani orang banyak yang beragam sepertinya menjadi model pelayanan yang didambakannya. Dalam pembinaan di CIVITA ini Frater Yus bekerja sama dengan Romo Widadaprayitna SJ, Suster Roswinda CB, dan Suster Joanetta CB. Pekerjaan ini berjalan terus hampir setiap hari tanpa henti, pagi, siang, dan malam. Lama-lama para pembina ini merasa tenaga mereka terkuras. Frater Yus merasa jenuh dan kering. Apalagi makin lama CIVITA makin terkenal sebagai tempat pembinaan mental yang menarik sehingga makin banyak sekolah yang mengirimkan murid-muridnya ke situ. Syukurlah Mgr. Leo Soekoto SJ bermurah hati dengan mengirim

seorang imam paruh baya Rm. Suharto CM dan memberikan tenaga-tenaga baru yang memperkuat Tim CIVITA. Bagi orang yang sulit berkomunikasi seperti Frater Yus, tugas kali ini jelas terasa sebagai beban berat. “Namun, karena terus-menerus tugas ini saya lakukan akhirnya saya pun makin lancar berbicara di depan umum. Lama-lama saya menyadari mengapa Bapa Uskup memberi tugas ini. Saya merasa mempunyai kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Karena saya pendiam dan tidak banyak bicara, saya sering mendapat

Membina orang muda di CIVITA ternyata melatih Frater Yus untuk lancar berbicara di depan umum (dokumentasi pribadi, 1987)

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 43

Page 6: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

kesulitan jika harus berhadapan dengan orang banyak, apalagi harus berbicara. Melalui pergaulan dengan anak-anak dari SD sampai SMA, mau tidak mau saya harus berbicara terus-menerus. Percaya diri saya juga makin tum-buh karena lawan bicara saya adalah anak-anak SD, SMP dan SMA/SMK.” Akhirnya dia malah sangat berte-rima kasih kepada Mgr. Leo. Berkat “didikannya” di CIVITA, kemampuan ber-bicara di depan umum Frater Yus Noron semakin terasah. Frater Juga Manusia Peristiwa dua kali pulangnya Yus Noron ke keluarga semasa masih di Seminari Mer-toyudan, rupanya menjadi catatan tersendiri bagi keluarganya. Mama dan kakak-kakak Yus Noron tidak ingin “calon pastor” ini gagal di tengah jalan hanya karena hal-hal duniawi. Oleh karena itu, saat si Bungsu meneruskan sekolah di seminari, keluarganya lebih ketat menjaganya. Bila ia pulang ke Kampung Sawah, kakaknya akan menginterograsi dan bertanya apa yang ia lakukan bila bersama

teman perempuan; bergandengan tangan atau tidak. Hal yang sama juga terjadi semasa ia di Mertoyudan. Bila ada hari libur dan Frater Yus bertandang ke rumah kakak sepupunya di Semarang, ia langsung dalam pengawasan ketat, tidak boleh pergi ke luar bila tidak bersama kakak sepupunya karena khawatir bila adiknya ini gagal akibat tergoda oleh gadis. Merasa kurang nyaman dengan status “jejaka pingitan” itu, Frater Yus memilih untuk melakukan “bohong putih” alias tidak mengaku berapa hari liburnya setiap kali menginap di Semarang. Libur tiga

Sangat manusiawi apabila kedatangan para gadis yang menarik ke CIVITA mengurangi kejenuhan Frater Yus ketika bertugas di sana (dokumen pribadi, 1987)

44 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h

Page 7: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

hari, bilang sehari. Sisa dua hari dihabis-kannya di seminari sambil menikmati kebe-basannya. Salah satu kebiasaannya semasa di Seminari Mertoyudan adalah selalu mengantongi “obat ganteng” alias sisir ke mana pun ia pergi. Begitu pula, kala itu sedang tren memiliki pen friend atau sahabat pena. Diam-diam Yus pun mencari sahabat pena, seorang remaja putri, tentu. Tak pelak, ketika suratnya dibalas dan disertai foto diri, Yus dipanggil oleh Rektor dan ditanya, “kamu dapat ini, sekarang pilih mana: foto atau tetap di sini?” Ya, salah satu kebijakan di seminari adalah semua surat harus melalui screening terlebih dulu. Sebagai seorang manusia, Frater Yus juga pernah merasa jatuh cinta. Tidak perlu dimungkiri bahwa rasa suka, rasa cinta, adalah hadiah dari Allah juga kepada manusia. Bedanya, Frater Yus merasa cukup menyimpan sendiri rasa suka yang pernah mampir di hatinya itu, tanpa perlu mengungkapkannya baik secara langsung atau lewat kata-kata yang memberikan harapan.

Kejenuhan yang sering menghampiri Frater Yus semasa bertugas di CIVITA ternyata juga sering terbilas bila yang datang ke CIVITA adalah remaja-remaja putri yang menarik. Sungguh situasi yang sangat manusiawi. Apa pesan moral dari cerita ini? Tak ada yang perlu ditakuti untuk masuk seminari; tak perlu keder menjadi frater sebab frater juga manusia…

Tahbisan yang Tertunda Satu tahun berkarya di CIVITA, akhirnya mengantar Frater Yus pada hari pentahbisan. Pada 15 Agustus 1988 Aloysius Yus Noron ditahbiskan menjadi imam. Ia menjadi putra sulung paroki Kampung Sawah yang menjadi imam, ditahbiskan sebagai seorang Imam Diosesan Keuskupan Agung Jakarta di Katedral oleh Mgr. Leo Soekoto, SJ, bersama Frater St. Roy Djakarya Pr, Frater FX Sutarjo OFM, Frater Louis M. Djangoen Pr, dan Frater A. Budi Agus Setyawan Pr—satu orang frater teman seangkatan, tiga orang frater lainnya terhitung adik kelasnya. Belakangan ia men-

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 45

Page 8: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

dapat kabar dua dari teman tahbisannya itu telah mengundurkan diri dari Imamat. Di antara para hadirin yang menyaksikan peristiwa itu, ada seorang perempuan yang mengikuti peristiwa itu dengan sangat khusyuk dan penuh haru. Dia adalah Maria Naomi, ibunda Aloysius Yus Noron. Segurat rasa lega tergambar di wajahnya. Sebuah “rahasia kecil” yang disimpannya selama bertahun-tahun hari itu seolah menemukan jawabannya. Sebuah rahasia tatkala Yus Noron masih seorang bocah berusia 4 tahun. Peristiwa 15 tahun silam terpapar kembali dalam benaknya. Ketika Lewi Noron, sua-minya, mengalami sakit keras sehingga ia pun menitipkan keluarganya kepada Romo Bratasoegondo SJ. Romo Brata yang juga membaptis Yus semasa masih bayi itu me-nenangkan Lewi Noron dengan menga-takan, ”Kelak di antara anak-anak ada yang mengikuti saya menjadi pastor.” Ya, inilah “rahasia kecil” itu, kata-kata yang diucapkan oleh Romo Bratasoegondo SJ tatkala batuk-darah Lewi Noron mengenai jubahnya. Kata-kata yang terus disimpan

rapat oleh Maria Naomi—menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkannya. “Mama baru menceritakan peristiwa ini setelah saya ditahbiskan. Mungkin Mama tidak ingin membebani saya, mengingat kakak saya yang urung melanjutkan pang-gilan sebagai bruder dan kerabat yang menjalani kehidupan sebagai suster juga keluar,” komentar Romo Yus. Tentu bukan tanpa alasan Maria Naomi bersikap demikian. Ibu yang bijak ini boleh jadi tidak ingin dianggap memaksa putra-nya menjadi imam hanya karena “rahasia kecil” itu. Hal itu dibenarkan oleh Maman, “Waktu itu usia saya sudah 33 tahun, tahun 1981. Jadi, karena saya sudah kerja lama jadi guru waktu itu saya langsung masuk seminari tinggi STF Driyarkara. Saya merasa pendi-dikannya terlalu berat, saya tidak bisa mengikuti. Jadi saya dites di Katedral, salah satunya oleh Mgr. Leo Soekoto, saya diterima. Saya senang sekali. Ternyata setelah masuk kuliah berat sekali, karena saya kan tidak mengikuti proses dari seminari menengah. Semester pertama saja

46 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h

Page 9: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

Yus Noron ditahbiskan sebagai Imam Projo oleh Mgr Leo Soekoto pada tanggal 15 Agustus 1988. Walaupun sempat beberapa kali “angkat koper”, Tuhan tetap memilih anak Lewi dan Naomi itu menjadi salah satu gembalaNya. (dokumentasi pribadi)

nilai saya banyak D, saya harus her. Semes-ter kedua makin berat lagi. Akhirnya saya menyerah.” Oleh karena itu, ketika anak bungsunya ini sempat dua kali “angkat koper” alias pulang ketika masih duduk di seminari menengah. Bahkan, menunda tahbisannya selama satu tahun, lengkaplah sudah keraguan Maria Naomi akan kebenaran “rahasia kecil” itu. Bisa dibayangkan betapa kebahagiaan Maria Naomi membuncah manakalah Allah benar-benar memilih Yus menjadi salah satu gembalaNya, ditahbiskan sebagai imam. Jalan Allah tak pernah bisa ditebak oleh manusia. Yus Noron sendiri tidak tahu ketika Pastor Bratasugondo SJ, “bernubuat” untuknya. “Saya sempat terpikir, seandainya Mama mengatakan hal ini sebelum tahbisan, mungkin akan memberikan semangat dan kekuatan lebih, tetapi setelah dipikir-pikir lagi, bisa jadi malah sebaliknya.” Setelah menyelesaikan kuliah filsafat, Mgr. Leo Soekoto bertanya apakah sudah siap ditah-biskan. Ketika itu, sebagai frater dirinya merasa belum mantap sehingga ia pun

mengatakan mau ditahbiskan—dengan catatan—“Tetapi tidak sekarang,” lanjutnya. Jadilah, Yus Noron ditahbiskan pada tahun 1988, sementara kedua rekannya menda-hului ditahbiskan pada 1987.

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 47

Page 10: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

Penundaan ini, dalam konsep Frater Yus, bukan berarti ragu-ragu. Baginya, yang disebut ragu-ragu adalah bila ia tidak tahu akan memilih “ditahbiskan” atau “tidak”. Sesungguhnya ia memang ingin ditahbiskan, hanya saja ia belum bisa memutuskan kapan waktunya: “sekarang” atau “nanti”. Sebab, baginya keputusannya itu untuk selamanya. Masih ada kecemasan yang menggelayuti hatinya. Pertanyaan-pertanyaan seperti Apakah nanti bisa berhasil menjadi imam? Apakah saat menjadi gembala bisa diterima umat? Apakah nanti bisa menjadi imam yang baik? membuat hati Frater Yus Noron ciut. Pertanyaan-pertanyaan itu dipungkasinya dengan percaya diri bahwa dia adalah dia bukan orang lain. Keyakinan ini semakin memantapkan jalan menuju tahbisan. Keraguan di masa sebelumnya memberikan inspirasi baginya untuk mengambil motto tahbisan, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau. ”(Yoh 21:17c) Ketika berkelindan persoalan manusia sering

mengalami kecemasan dan keraguan, sering merasa tidak dipercaya dan merasa diting-galkan. Inilah saat Petrus menjadi sedih, karena Yesus sampai tiga kali bertanya, ”Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” (Yoh 21:17a). Demikian halnya Romo Yus ketika dihadapkan pada persoalan. Dia lebih sering berkutat pada diri sendiri dan tidak memikirkan Dia yang telah memilihnya. “Padahal Dia telah memi-kirkan apa yang terbaik untuk saya, Dia telah menyediakan jalan. Hanya saja saya sering tidak melihat,” kata Romo Yus. Oleh karena itu, motto yang dipilih untuk tahbisannya merupakan penyerahan diri kepada Tuhan ketika menghadapi persoalan dan kece-masan. Ia semakin menyadari betapa panggilan bu-kanlah karya manusia, tapi karya Allah. Panggilan juga tidak bisa diukur dalam hitungan masa manusia. Selintas ingatannya kembali ke masa kecilnya, saat dirinya menjadi putra altar dalam pentahbisan Romo Marius Mariatmadja yang sudah berusia 69 tahun.

48 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h

Page 11: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

“Tuhan ... Engkau tahu bahwa aku mencintai Engkau”. Mengambil motto ini Yus Noron mantap menerima tahbisan sebagai Imam Projo bersama dengan FX Sutarjo OFM, Stephanus Royke Djakarya Pr, Louis MM Djangoen Pr dan Agustinus Budi A. Setyawan Pr di Gereja Katedral Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1988

B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h | 49

Page 12: FRATER YANG PERNAH INGIN “ANGKAT KOPER”romoyus.25tahunimamat.parokisanmare.or.id/ebook/Biji-Sesawi-Dari... · gagal lagi. Akhirnya, ia nekat keluar asrama, tidak belajar, dan

50 | B i j i S e s a w i d a r i K a m p u n g S a w a h