foto sadrah peranginangin film yang bertutur ......didasarkan pada novel karya h. tempel tarigan...

16
KTabloid Karo Bulanan Edisi April 2019, No. 6 KATASUKI Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga - Pande, lit can, nak. Tapi cakapta sidua-dua saja ngenda ya.. Lit kalak si nggit mereken serpi ter 300 ribu kita, gelah si pilih... +Ihhh..laaaaang ! La pe ridi-ridi bagenda dohko, merga nge kuakap bangku.... Enda pemandangen Tongging si idah bas perjuman Pangambatan, antara Penatapen Tongging, Sipisopiso ras uruk Gajah Bobok. Taneh perjuman e kalak Karo punana. Ngidah gambar pemandengen enda si lanai tealang ulina, banci jadi kabang-kabang ukur natapsa, rikut pe sora ermin-min bas pusuh, bicara kundul-kundul ije janah minem bandrek ras nalkupi onggal-onggal, tah ernguda nge aku mis, nuate. Foto Sadrah Peranginangin Jakarta (Katantaras) P emutaran film “Jandi La Surong” (JLS) tanggal 23 Maret 2019 di Hall Cin- ema Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) di kawasan Kun- ingan, Jakarta, mengalami sukses besar. Pertunjukan dilakukan tiga kali yaitu pukul 12.30, 16.00 dan 19.00. Semua kursi dalam ge- dung yang berkapasitas sekitar 400 orang itu penuh (full house). Menunjukkan antusiasme masyarakat Karo di Jabode- tabek sangat tinggi untuk menyaksikan film garapan sutradara muda Ori Semloko (bebere Barus) itu. Film JLS didasarkan pada novel karya H. Tempel Tarigan dengan judul yang sama, yang mer- upakan kisah nyata tentang ki- sah cinta antara Tempel muda dengan Beru Ribu di tahun 60-an. Film itu menggunakan bahasa Karo menambah ke- dekatan sosial dengan penon- ton Karo. Seperti diketahui, pemu- taran perdana JLS film di Ge- dung Star Teater Hotel Mikie Holiday, Berastagi, tanggal 23 Februari 2019 yang lalu juga berlangsung sukses. Dengan jumlah penonton mencapai 1.800 orang. Seusai pemutaran film pertama pukul 12.30, dia- dakan acara diskusi yang dipandu oleh Heri Ketaren Purba, dengan menghadirkan artis nasional Putri Ayudya, pemenang Piala Citra 2018 sebagai artis terbaik, H.Berthy Lindia dari PPHUI, Ori Soleko sang sutradara JLS, Royamana Sembiring (juru kamera JLS), dan kedua bintang utama JLS masing-masing Femilia Si- nukaban dan Junaidi Ginting. Hadir juga H. Tempel Tarigan, Kadis Diaspora Pemkab Karo Robert Peranginangin dan ekse- kutif podsuer JLS Marta Ulina Br. Tarigan, S. Sos, SH, M.H. Dalam acara diskusi Putri Ayudya mengapresiasi peng- garapan film JLS dan melon- tarkan kekagumannya kepada bintang cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tem- pel Tarigan pada masa kecil, yaitu ketika Tempel duduk di bangku sekolah rakyat. “Ia perlu dibina agar bakat ala- minya tidak akan hilang begitu saja” ujar Putri. Pada akhir diskusi tampil penyanyi jazz Karo Murni Sur- bakti melantunkan lagu “Mu- suh Suka” ciptaan perkolong- kolong legendaris Tipan br Sembiring. H. Tempel Tarigan dan juga Junaidi Ginting ber- sama peserta acara diskusi menari dengan gembira. “Kehadiran film JLS ini menunjukkan kita lebih maju dari daerah lain dalam mem- produksi film lokal” kata Heri Ketaren Purba. “Daerah lain, seperti Sulawesi, mesikupun telah cukup lama terjadi pem- bicaraan untuk membuat film lokal, ternyata berjalan lamban” lanjutnya. “Sejauh ini baru dua film yang mereka produksi”. Film yang menelan biaya produksi sekitar 800 juta rupi- ah ini mendapat dukungan dari Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo. Film ini men- gambil lokasi syuting di Med- an, Deli Serdang, dan Tanah Karo. Hampir 90% yang ter- libat dalam pembuatan film itu adalah orang Karo.. Menurut pengamatan KATANTARAS, pengorgan- isasian dalam pemutaran film JLS di PPHUI patut diapre- siasi karena terjalin kerjasa- ma yang rapi antara semua petugas yang pada umumnya anak-anak muda dari generasi milenial. Di hall PPHUI dijual berbagai makanan khas Karo seperti cipera dan cimpa jong labar serta cimpa unung-unung yang menambah kental suasa- na Karo. Pemutaran Perdana Film “JLS” di Pusat Pefilman Usmar Ismail Jakarta “Seorang mahasiswa Ter- ulin Sitepu mengatakan ia sangat menyukai film JLS. Namun demikian, menurut- nya masih ada beberapa hal kecil yang sebenarnya dapat membuat film I tu jadi leb- ih menarik. Antara lain logat Karo dari pemain utamanya, terkesan kurang lepas, kare- na itu terdengar seperti bahasa Karo perkotaan. “Akan jauh lebih bagus seandainya mereka tinggal di desa beberapa lama untuk mempelajari bagaimana gaya bicara masyarakat desa” ujar Terulin yang sejak kecil gemar menonton film. Karena latar belakang ceri- ta adalah kehidupan desa pada tahun 60-an, maka seyogyanya logat mereka juga logat desa, katakanlah logat Tiga Neder- ket dan sekitarnya dimana to- koh cerita berasal, ujarnya. ”Ini kan sekedar wacana demi pen- ingkatan film Karo seandainya akan lahir lagi film Karo di masa yang akan datang” ujarn- ya.. “Tapi film JLS sudah lebih dari lumayan, sudah baguslah” tukasnya mengakhiri percaka- pan dengan KATANTARAS. Dari pantauan KATAN- TARAS, pada umumnya para penonton merasa puas setelah mnyaksikan JLS. Bagi mere- ka yang paling penting adalah kedekatan sosial dengan ceri- ta film, termasuk penggunaan bahasa Karo, dan suasana pedesaan yang digambarkan di dalam film itu, telah me- ngungkit kenangan mereka akan kehidupan di masa lalu. Mayoritas orang Karo punya kenangan dengan kehidupan desa, entah karena berasal dari desa, ataupun sering pergi ke desa untuk mengunjungi kakek dan nenek serta sanak saudara. Paling saat kerja tahun. Seorang pembaca KA- TANTARAS dari Medan, B. Pruba, mengontak KATANTA- RAS mengatakan jarak sosial sangat penting bagi penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya seni.. Dia mengambil contoh lagu Bee Gees berjudul “Massachusetts” yang populer di seluruh dunia tahun 1970-an, namun tidak bagi dikenal oleh masyarakat Karo terutama di pedesaan. Namun setelah Ju- sup Sitepu mengubah syair lagu itu dengan judul “Singalorlau”, serta merta menjadi sangat popuker hingga ke desa-desa di Tanah Karo.. “Itulah penting nya jarak sosial dengan masya rakat penikmat seni” ujarnya. Itu pulalah menurutn- ya yang menjadi salah satu keunggulan film JLS, karena unsur Karo yang sangat kental, baik dalam cerita, maupun pe- main, sutradara, juru kamera, semua orang Karo. Maka diperkirakan film JLS akan se- lalu dekat dengan masyarakat Karo, termasuk mereka yang belum sempat menontonnya, ujar B. Purba yang banyak mengamati masalah sosial dan kesenian di Tanah Karo. Bila demikian, kita hara- pkan setelah JLS, akan muncul film Karo yang lain, dan juga muncul aktor orang Karo, seperti potensi yang dimiliki actor cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tempel masa kecil dengan akting yang sangat bagus. Dia tampak sep- erti bukan sedang berakting. (Tambur) FILM YANG BERTUTUR DENGAN AKSEN KARO FILM YANG BERTUTUR DENGAN AKSEN KARO

Upload: others

Post on 12-Feb-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • KATANTARAS 1EDISI 6, April 2019Tabloid Karo Bulanan Edisi April 2019, No. 6

    KATASUKI

    Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

    - Pande, lit can, nak. Tapi cakapta sidua-dua

    saja ngenda ya..Lit kalak si nggit mereken serpi ter 300 ribu kita, gelah si pilih...

    +Ihhh..laaaaang ! La pe ridi-ridi bagenda

    dohko, merga nge kuakap bangku....

    Enda pemandangen Tongging si idah bas perjuman Pangambatan, antara Penatapen Tongging, Sipisopiso ras uruk Gajah Bobok. Taneh perjuman e kalak Karo punana. Ngidah gambar pemandengen enda si lanai tealang ulina, banci jadi kabang-kabang ukur natapsa, rikut pe sora ermin-min bas pusuh, bicara kundul-kundul ije janah minem bandrek ras nalkupi onggal-onggal, tah ernguda nge aku mis, nuate.

    Foto Sadrah Peranginangin

    Jakarta (Katantaras)

    Pemutaran film “Jandi La Surong” (JLS) tanggal 23 Maret 2019 di Hall Cin-ema Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (PPHUI) di kawasan Kun-ingan, Jakarta, mengalami sukses besar. Pertunjukan dilakukan tiga kali yaitu pukul 12.30, 16.00 dan 19.00. Semua kursi dalam ge-dung yang berkapasitas sekitar 400 orang itu penuh (full house).

    Menunjukkan antusiasme masyarakat Karo di Jabode-tabek sangat tinggi untuk menyaksikan film garapan sutradara muda Ori Semloko (bebere Barus) itu. Film JLS didasarkan pada novel karya H. Tempel Tarigan dengan judul yang sama, yang mer-upakan kisah nyata tentang ki-sah cinta antara Tempel muda dengan Beru Ribu di tahun 60-an. Film itu menggunakan bahasa Karo menambah ke-dekatan sosial dengan penon-ton Karo.

    Seperti diketahui, pemu-taran perdana JLS film di Ge-dung Star Teater Hotel Mikie Holiday, Berastagi, tanggal 23 Februari 2019 yang lalu juga berlangsung sukses. Dengan jumlah penonton mencapai 1.800 orang.

    Seusai pemutaran film pertama pukul 12.30, dia-dakan acara diskusi yang dipandu oleh Heri Ketaren

    Purba, dengan menghadirkan artis nasional Putri Ayudya, pemenang Piala Citra 2018 sebagai artis terbaik, H.Berthy Lindia dari PPHUI, Ori Soleko sang sutradara JLS, Royamana Sembiring (juru kamera JLS), dan kedua bintang utama JLS masing-masing Femilia Si-nukaban dan Junaidi Ginting. Hadir juga H. Tempel Tarigan, Kadis Diaspora Pemkab Karo Robert Peranginangin dan ekse-kutif podsuer JLS Marta Ulina Br. Tarigan, S. Sos, SH, M.H.

    Dalam acara diskusi Putri Ayudya mengapresiasi peng-garapan film JLS dan melon-tarkan kekagumannya kepada bintang cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tem-pel Tarigan pada masa kecil, yaitu ketika Tempel duduk di bangku sekolah rakyat. “Ia perlu dibina agar bakat ala-minya tidak akan hilang begitu saja” ujar Putri.

    Pada akhir diskusi tampil penyanyi jazz Karo Murni Sur-bakti melantunkan lagu “Mu-suh Suka” ciptaan perkolong-kolong legendaris Tipan br Sembiring. H. Tempel Tarigan dan juga Junaidi Ginting ber-sama peserta acara diskusi menari dengan gembira.

    “Kehadiran film JLS ini menunjukkan kita lebih maju dari daerah lain dalam mem-produksi film lokal” kata Heri

    Ketaren Purba. “Daerah lain, seperti Sulawesi, mesikupun telah cukup lama terjadi pem-bicaraan untuk membuat film lokal, ternyata berjalan lamban” lanjutnya. “Sejauh ini baru dua film yang mereka produksi”.

    Film yang menelan biaya produksi sekitar 800 juta rupi-ah ini mendapat dukungan dari Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo. Film ini men-gambil lokasi syuting di Med-an, Deli Serdang, dan Tanah Karo. Hampir 90% yang ter-libat dalam pembuatan film itu adalah orang Karo..

    Menurut pengamatan KATANTARAS, pengorgan-isasian dalam pemutaran film JLS di PPHUI patut diapre-siasi karena terjalin kerjasa-ma yang rapi antara semua petugas yang pada umumnya anak-anak muda dari generasi milenial. Di hall PPHUI dijual berbagai makanan khas Karo seperti cipera dan cimpa jong labar serta cimpa unung-unung yang menambah kental suasa-na Karo.

    Pemutaran Perdana Film “JLS” di Pusat Pefilman Usmar Ismail Jakarta

    “Seorang mahasiswa Ter-ulin Sitepu mengatakan ia sangat menyukai film JLS. Namun demikian, menurut-nya masih ada beberapa hal kecil yang sebenarnya dapat membuat film I tu jadi leb-ih menarik. Antara lain logat Karo dari pemain utamanya,

    terkesan kurang lepas, kare-na itu terdengar seperti bahasa Karo perkotaan. “Akan jauh lebih bagus seandainya mereka tinggal di desa beberapa lama untuk mempelajari bagaimana gaya bicara masyarakat desa” ujar Terulin yang sejak kecil gemar menonton film.

    Karena latar belakang ceri-ta adalah kehidupan desa pada tahun 60-an, maka seyogyanya logat mereka juga logat desa, katakanlah logat Tiga Neder-ket dan sekitarnya dimana to-koh cerita berasal, ujarnya. ”Ini kan sekedar wacana demi pen-ingkatan film Karo seandainya akan lahir lagi film Karo di masa yang akan datang” ujarn-ya.. “Tapi film JLS sudah lebih dari lumayan, sudah baguslah” tukasnya mengakhiri percaka-pan dengan KATANTARAS.

    Dari pantauan KATAN-TARAS, pada umumnya para penonton merasa puas setelah mnyaksikan JLS. Bagi mere-ka yang paling penting adalah kedekatan sosial dengan ceri-ta film, termasuk penggunaan bahasa Karo, dan suasana pedesaan yang digambarkan di dalam film itu, telah me-ngungkit kenangan mereka akan kehidupan di masa lalu. Mayoritas orang Karo punya kenangan dengan kehidupan desa, entah karena berasal dari desa, ataupun sering pergi ke

    desa untuk mengunjungi kakek dan nenek serta sanak saudara. Paling saat kerja tahun.

    Seorang pembaca KA-TANTARAS dari Medan, B. Pruba, mengontak KATANTA-RAS mengatakan jarak sosial sangat penting bagi penerimaan masyarakat terhadap sebuah karya seni.. Dia mengambil contoh lagu Bee Gees berjudul “Massachusetts” yang populer di seluruh dunia tahun 1970-an, namun tidak bagi dikenal oleh masyarakat Karo terutama di pedesaan. Namun setelah Ju-sup Sitepu mengubah syair lagu itu dengan judul “Singalorlau”, serta merta menjadi sangat popuker hingga ke desa-desa di Tanah Karo.. “Itulah penting nya jarak sosial dengan masya rakat penikmat seni” ujarnya.

    Itu pulalah menurutn-

    ya yang menjadi salah satu keunggulan film JLS, karena unsur Karo yang sangat kental, baik dalam cerita, maupun pe-main, sutradara, juru kamera, semua orang Karo. Maka diperkirakan film JLS akan se-lalu dekat dengan masyarakat Karo, termasuk mereka yang belum sempat menontonnya, ujar B. Purba yang banyak mengamati masalah sosial dan kesenian di Tanah Karo.

    Bila demikian, kita hara-pkan setelah JLS, akan muncul film Karo yang lain, dan juga muncul aktor orang Karo, seperti potensi yang dimiliki actor cilik Awandy Barus, yang memerankan tokoh Tempel masa kecil dengan akting yang sangat bagus. Dia tampak sep-erti bukan sedang berakting. (Tambur)

    FILM YANG BERTUTUR DENGAN AKSEN KAROFILM YANG BERTUTUR DENGAN AKSEN KARO

  • KATANTARAS2 EDISI 6, April 2019

    Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan Umum/ Wkl. Pimpinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi : Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring. Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari. Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan), Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yog-yakarta), Oren B. Peranginangin (Bandar Lampung). Perwakilan Eropa : Christina Ginting (Munchen). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris : Eko Tarigan. Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf Produksi Julio Ari NapitupuluAlamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44 Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan. E-mail : [email protected] Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo

    Redaksi KATANTARAS

    Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen, puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email Redaksi : [email protected]. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa mengubah isi dan substansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat honorarium.

    K A T A N A K A N

    Editorial

    Dewan Pakar/Penyantun : Analgin Ginting, Dr. Budi D Sinulingga, Nelson Barus, Robinson Sitepu, Sion Sembiring Meliala.

    Kabanjahe (Katantaras)

    Peringatan hari jadi/HUT Kabupaten Karo yang ke 73 tahun yang dipu-satkan di Pendopo Dinas de-pan Rumah Dinas Bupati Karo, Jalan Veteran, Kabanjahe, ber-langsung dengan meriah. Acara itu di buka oleh Bupati Karo Ter-kelin Brahmana SH didampingi wakil Bupati (08/03/2019). Aca-ra ulang tahun itu diawali den-gan Ziarah ke Makam Pahlawan sebagai ungkapan terima kasih kepada para pejuang.

    Sebagaimana cita-cita para pejuang kita terdahulu, kita ingin mewujudkan Kabupat-en Karo ini menjadi Tanah Si-malem,” ujar Terkelin di Taman Pahlawan. Ia juga menyam-paikan rasa bangga kepada suku Karo. “Dimana pun kita berada, dan pada saat inilah kita buat hari kelahiran Karo, dan kita perlu renungkan mengapa harus ada Kabupaten Karo ini . Dan kita manfaatkan acara ini dalam melayani warga masyarakat Karo dan semoga kedepanya kita berkolaborasi dengan Ka-bupaten lain, nantinya kita man-faatkan anggaran hari jadi /HUT dengan kita tuntut para SKPD untuk berkreasi dan kita buat tempatnya di Berastagi meng-ingat Berastagi daerah wisata,” kata Bupati Karo Tarkelin Brah-mana, SH yang dilansir Online News Indonesia.

    Sementara itu Ketua Le-giun Veteran Kabupaten Karo, Randan Ginting mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Kabupaten Karo atas perhatian dan pagelaren acara ini . “Dulu kami sangat susah untuk mem-

    perjuangkan Tanah Karo ini dan kami mempunyai banyak suka duka dalam penjajahan. Kami harapkan kepada gener-asi penerus supaya mencintai Tanah Karo ini ” harapnya.

    Untuk memeriahkan per-ingatan HUT Kabupaten Karo itu, sepanjang Jalan Veteran berjejer puluhan stand pam-eran mulai dari berbagai Sat-uan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Kecamatan, hingga kebudayaan, semuanya terja-jar rapih di kedua sisi jalan. Dan juga tersedia menu kuliner yang bisa dicicipi hadirin se-cara gratis. Acara perayaan itu dilakukan selama 2 hari yakin 8-9 Maret 2019.

    Dalam acara ramah Pem-kab Karo memberikan cend-

    Sanggar Sinabung kurang lebih satu tahun terakhir. Bupati dan Wakilnya pun ikut menari.

    Menurut pendamping anak-anak itu, Sada Arih br Sinulingga, Sanggar Sinabung merupakan salah satu sarana dalam mengobati rasa trauma anak-anak dari bencana yang melanda desanya. Selain itu, disebutkannya sanggar terse-but juga sebagai ajang menjaga dan memperkenalkan kebu-dayaan bagi generasi muda,

    “Mereka ini semuanya su-dah tinggal di relokasi, seperti dari Berastepu, Gamber, dan Kuta Tengah. Kalau total anak yang tergabung ini sebanyak 40 orang, yang main musik 10

    HUT Kabupaten Karo ke – 73

    DIPERINGATI DENGAN MERIAH

    eramata kepada mantan Bupa-ti, mantan ketua DPRD Karo, mantan Sekda yang diserahkan Bupati Karo Terkelin Brahmana didampingi Wakil Bupati Karo Cory S Sebayang, dan pembe-rian cinderamata oleh Ketua TP PKK Kabupaten Karo Ny Sariati Terkelin Brahmana SH kepada para pejuang veteran se-bagai bentuk apresiasi Pemkab Karo kepada para pejuang.

    Ketika Bupati Terkelin dan Wakilnya Cory br Sebayang berkeliling, di salah satu stan keduanya disambut dengan tarian taradisional Karo oleh anak-anak kecil yang berpaki-an adat. Mereka adalah anak-anak dari para pengungsi kor-ban erupsi Gunung Sinabung yang sudah tergabung dengan Bersambung ke Hlm 11

    Lit dua si man pepayonta ras man ukurenta ibas bulan enda. Perlebe emekap kerna pemutaren perdana film “Jandi La Surong” (JLS) i Jakarta bas tanggal 23 Maret 2019 silewat.Peduaken kerna sura-sura si la erleja-leja ilakoken ICKSU (Ikatan Cendikiwan Karo Su-matera Utara) sedekah enda, guna ndarami serpang luah per-soalen dalan Medan – Berasta-gi si enggo mekatep kal macet lanai teralang.

    Si pemena, emkap kerna pemutaren perdana film JLS i Jakarta si ilakoken i Pusat Per-filman H. Usmar Ismail, Jakar-ta ibas tanggal 23 Maret 2019. Tangkas teridah enterem kal kalak Karo si reh guna ndedah. Film JLS e enggo piga-piga kali iputar. Pemutaren si peme-na ilakoken i Berastagi bulan Febrari 2019 silepus. Asum e pe seh kal teremna si ndedah, lit kira-kira 1800 kalak.

    Adi sinen pemutaren film JLS ibas dua kota, Berastagi ras Jakarta, perteremna kalak si ndedah, lanai bo lang-lang. Si enda nuduhken maka tuhu-tuhu mbelin kal antusiasme kalak Karo nandangi film JLS.Film enda nuri-nuri kerna kalak Karo (ibuat bas novel karangen H. Tempel Tarigan nari), Si er-bahanca pe kerina kalak Karo, subuk sutradara, juru kamera, bagepe pemainna. Em dalanna kerehen JLS enda jadi sada ke-banggan man banta kerina ka-lak Karo ija pa pe ringan.

    Kesuksesen pemutaren film JLS enda pe labo lepas ibas andil promosina nari. Ibas tabloidta enda pe lit piga-piga kali nuriken kerna film JLS enda. Lenga ka arah media sidebanna.

    Kerna film e sendiri, arah dampar film sebage seni, ban-ci kataken tuhu mejile. Bagi si eteh, alu gendek-gendek. film banci ikataken cara nuri-nu-ri. Erkiteken film medium au-dio visual (lit sora ras banci si idah alu mata), emaka kualitas sada film itentuken si kerina : kamera, akting pemain, musik, ras plot tah pe alur cerita.Se-cara umum kerinana unsur e bas JLS enggo mejile.

    Lit piga-piga adegan bas film e si mehuli (indah) kal penggambarenna. Bas baha-sa teknisna ikataken bahasa

    film. Misalna, adegan pembuka film JLS, igambarken Tempel masa tuana, reh kubas sada kerja-kerja, la arapna jumpa ije ras si Beru Ribu si enggo puluhen tahun dekahna duana la pernah jumpa nari. Bas ade-gan berikutna, duana kundul bas sada kede, sentisik ngenca duana cakap-cakap. Adegan e gendek tapi mejile kal peng-gambarena. Enda sada contoh guna ncidahken maka film JLS e mejile.

    Gendekna, janah si pent-ingna kal man banta, min film JLS enda banci jadi momentum guna kebangkitan film Karo. Ngarap kita maka rencana film enda iputar i piga-piga kota bagi Medan ras Bandung, ban-ci erdalan alu mehuli, enterem kalak Karo si reh ndedah.

    Si peduaken, siman pe-payonta ras-ras emekap kerna konsep tah pe sura-sura guna ndatken solusi dalan Medan – Berastagi si enggo mekatep sa macet. Kerina pendekaten prosedural enggo ndekah ila-koken ICK. Perkembangen si mbaru, bas tanggal 27 Maret 2919 sekitar 13 organisasi ma syarakat Karo ikut jumpa ras DPRD SU guna encakapken sura-sura e.

    Sada si penting man banta maka lit 15 ormas Karo eng-go ersada ukur gelah min lit serpang pulah (revitalisasi) nandangi dalan Medan – Ber-astagi. Dung acara perjumpaan ras DPRD SU, ipedarat sada momo (pernyataan pers) ibas gelar 13 ormas Karo e. Ertina, kerina nggo ersada ukur guna empekena dalan Medan-Be-rastagi alu konsep si enggo ndekah ipesikap ICK SU ce-takbiru-na.

    Memang gedang denga dalan ras kelbung si man ben-tasen. Bage gia, pengarapenta rikut pe ras totota gelah min kerina banci erdalan alu me-huli seh dungna pepagi dalan Medan – Berastagi lanai terjadi kemacetan, lanai bel-bel mo-tor e bas deleng ah, sierbanca tulpak kita kerina. Adi enggo lancar, tentu saja lit dampak ekonomisna si signifikan man masyarakat.

    Sibar bage me lebe, janah tetap iarapken kami saran ras dukungendu nandangi Tabloid-ta enda. Mejuah-juah kita kerina

    FILM ‘JANDI LA SURONG’RAS DALAN MEDAN – BERASTAGI

    T a b l o i d K a r o Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga

    Mengucapkan Selamat Atas Peresmian Toko Sepatu Baru

    DIEGO CibaduyutDALAMAT JL. IR. H. JUANDA No. 144, DUREN JAYA, BEKASI TIMUR

  • KATANTARAS 3EDISI 6, April 2019Opini

    Bersambung ke Hlm 11

    KEGETIRAN DAN RAUNGAN DALAM SASTRA KARO

    Oleh Simson Ginting

    Yang dimaksud dengan sastra Karo dalam tulisan ini adalah puisi liris Karo klasik yang dikenal dengan sebutan “bilang-bilang” serta syair lagu-lagu Karo baik yang “klasik” maupun lagu pop. Secara sederhana, yang dimaksud dengan lagu Karo klasik ialah karya yang sudah berusia lebih dari 50 tahun namun masih disenangi banyak orang sampai sekarang.

    Kalaulah semua orang Karo ditanya melalui survey, mungkin ma yoritas responden, dan tidak tertutup kemungkinan bahkan 100 %, yang punya pendapat sama: karya sastra Karo selalu berkaitan dengan penderitaan (kiniseran/suffering) yang bernada ratapan dan jerit kesakitan yang mesangat. Entah karena geluh mesera (konotasinya ke arah status ekonomi yang berada di bawah garis kemiskinan) akibat “ulah” sang nasib. Atau, karena urusan asmara yang porak poranda, sirang ras ate jadi, sehingga hidupnya jadi merana, kesepian di tengah kerumunan orang banyak, al hasil gula ras tualah pe pagit dungna nanamna.

    Sebagai contoh simak cuplikan Bilang-Bilang yang dituliskan dalam aksara Karo pada sepotong bambu ini, memuat keluh kesah penulisnya tentang nasib malang yang menimpa dirinya:Maka io ari kutebilang-bilang kin ndube buluh minaksi mula jadi, si mula tubuhlako ni teruh langit si la erbina ngun si la ertongkutsi man penusuk-nusuken ni babo taneh mekapalsi man pengite-ngiten endalako nitabah Mama Anak Ginting

    Merganaman ingan nuri-nuriken ate mesui Nande, Nandeku Beru KaroEmaka ndube kutabah buluh minakni tepi-tepi Layo Pepekatep arah kenjulu i tapin Buluh Awarkawis dalen kahe-kahekemuhun dalen kolu-kolu ndubeturang Beru KaroMaka kutabah pe buluh minak endaman ingan nuri-nuriken pengindo ku la mehuliibas buluh singawan endaaku lampas terbaba pengindo la mehuli….Maka kuga kin nge ndia ndubepemupusken Nande Beru KaroSi sangap mupusken dagingku enggo parang endasi liah ngajarken dagingku parang..

    Isinya begitu mengiris hati. Dalam dunia sastra puisi liris disebut sebagai penguras airmata.

    Kemudian lirik lagu pop Karo modern Tersempul Nakan Mbergeh ciptaan Perli Sitepu misalnya, juga menggambarkan secara dahsyat kesengsaraan yang timbul akibat kerinduan yang demikian hebat kepada kekasihnya : Termampa-mampa kel tendingkuSuari berngi ndarami kenaKinahun enggo ndauh perdalanNahengku enjingkangken banaTarum nginget-nginget kena turangPerban tedehna ateku kena

    Nakan mbergeh sempat ku sempul.Hidup si tokoh “aku” dalam

    lirik lagu ini begitu terpuruk dirinya secara kejiwaan, didera rasa rindu yang tak terperi, sehingga rasionya mulai tidak dapat lagi berfungsi dengan betul dan benar : nahengku enjingkangken bana kemudian nakan mbergeh pe sempat ku sempul sebagai indikator dari lunglainya jiwanya.

    Lalu ciptaan Pinta Bangun “Ngandung La Terngandung ken”, penuh dengan duka nestapa. Coba simak liriknya : ngandung pe la terngan dungken, tangis pe labo malem, uga pe la tengteng, adi sahun kin kita sirang…..ula aku tadingken. Syair lagu ini bersifat futuristik kondisional, ditandai dengan kata “adi” (jikalau). Akan seperti itu jadinya nanti keadaan dirinya apabila sang kekasih dambaan dan pujaan hati itu meninggalkannya. Memang itulah yang ditakutkannya, sekali pun belum terjadi, dia sudah membayangkan hal-hal buruk.

    Salah satu alasan mengapa kehidupan asmara seorang pemuda menjadi berantakan, bisa juga karena faktor lain, yakni soal status ekonomi yang parah. Seperti dalam lirik lagu

    Geluh Mesera karya Robby Gintings, ....geluh mesera erbansa kita sirang nande BiringKena nandangi erjabu ras pilihen orang tuandu.

    Sebenarnya, lagu-lagu kar ya Djaga Depari juga banyak yang syairnya berthemakan penderitaan, walaupun penderi taan itu disajikan dengan simbolisme dan secara puitis (tidak dengan cara telpus-telpus, apa adanya). Misalnya lagu “Piso Surit” : Piso surit, piso suritTerdilo-dilo terpingko-pingkoLalap la jumpa ras atena ngenIja kal kena tengahna gundariSiangna menda turang atena wariEntabeh naring mata kena tertunduhKami nimaisa turang tangis teriluh.

    Lagu ini mengisahkan penderitaan seorang pemuda karena “kasih tak sampai”. Dia datang bertandang ke desa lain, ke desa si pujaan hati, sebagaimana kebiasaan orang pacaran pada masa itu. Tapi si gadis dambaan itu tidak keluar (tidak ada respons). Karena malam sudah larut sekali, diasumsikan dia sudah tidur lelap (entabeh naring mata kena tertunduh). Sedangkan si pemuda menanti-nanti dengan hati menangis. Fajar pun segera menyingsing, saatnya dia pulang ke desanya dengan hati hampa. Kisah cinta yang tidak digubris, itulah kisah dalam syair lagu Piso Surit.

    Lagu Piso Surit baik kare na syairnya maupun karena

    melodinya yang melankolis, membuat banyak orang tetap menyukai lagu itu sampai sekarang. Sedangkan lagu Dja ga Depari yang lain misalnya Tiga Sibolangit yang bernada riang dan juga sebenarnya bagus, tapi tidak sepopuler Piso Surit. Lagu bersuasana sendu lebih mengesankan dan membekas di hati banyak orang.

    Masih banyak syair lagu Karo, termasuk lagu-lagu karya Djaga Depari sendiri yang berisi penderitaan (bathin) seperti dalam syair Pinta-Pinta, Si Mulih Karaben (dengan ungkapan yang sangat dalam maknanya diantaranya larik kerah iluh kidekah ngandung), Timan Melawen dan lain-lain. Bahkan dalam syair lagu “Selandi“ yang iramanya cu kup riang, ada sebait liriknya yang menyiratkan tentang pende ritaan itu: Selandi kuta Selandi, Inganta ngadi rate mesui. Disana ada renungan filosofis tentang bagaimana agar penderitaan dalam hidup ini bisa berakhir. Ya dengan pergi ke desa Selandi. Begitulah cara Djaga Depari menggambarkan kehebatan desa Selandi.

    Ini sekedar contoh betapa dominannya tema penderitaan atau kesepian dalam syair lagu-lagu Karo. Sekarang, timbul satu pertanyaan, mengapa demikian? Mengapa banyak orang Karo sangat menikmati karya-karya bersuasana sendu seperti itu? Apakah hal ini merupakan

    sesuatu yang ganjil secara kejiwaan atau normal adanya?

    Penderitaan yang indahJ.H. Neumann, seorang

    penginjil Belanda di Tanah Karo yang banyak menaruh perhatian terhadap kebudayaan Karo, mengatakan bahwa Bilang-Bilang berakar pada sastra lisan. Orang yang kepadanya Bilang-Bilang itu ditujukan tahu betul bahwa penderitaan yang dilukiskan dalam puisi liris itu hanya rekaan saja. Artinya, bukan kisah nyata alias fiktif. Tapi itu tidak menjadi soal, kata Neumann, karena yang terpenting adalah efek suasana hati yang ditimbulkannya, bisa membuat air mata menetes.

    Berarti, inti dari Bilang-Bilang adalah aspek kesedihan dan sebagai puisi liris kekuatannya terletak pada bagaimana kesedihan itu diungkapkan dengan bahasa yang indah (estetis), sehingga dapat menyentuh perasaan orang lain. Dalam novel/roman atau film dari manca negara juga cukup banyak karya sastra yang penguras airmata, dan mereka menyebtunya tearjerker.

    Bila demikian halnya karak teristik sastra Karo, maka sebenarnya sejak abad ke 19 sastra sendu yang ada dalam sastra Melayu, sudah melekat dalam kesenian kita. Menurut analisa para ahli, Bilang-Bilang yang diguratkan dalam sepotong bambu atau tempat tembakau (tabung) itu ditulis pada kurun waktu itu. Kalau aspek kesedihan yang terdapat dalam Bilang-Bilang itu dikaitkan dengan ngandung-ngandung atau musik katoneng-katoneng yang masih dikenal sampai sekarang, maka tampaknya terdapat kesinambungan. Orang Karo secara kolektif memang

    Kilasan SejarahAksi Bumi Hangus Masa Perang Kemerdekaan di Tanah Karo,

    Taktik Perang Gerilya atau Salah Kaprah?Menjelang agresi militer I Belanda tahun 1947, Wakil Presiden Mohammad

    Hatta mengeluarkan seruan kepada seluruh rakyat Indonesia agar melaksanakan bumi hangus terhadap segala hal yang diduga vital dan dapat dimanfaatkan oleh musuh. Ketika serangan Belanda ke Kabanjahe semakin dekat, 1 Agustus 1949 pimpinan pasukan Napindo Resimen Halilintar berkumpul di rumah Koran Karo-Karo. Disepakati untuk melaksanakn seruan Hatta tersebut.

    Yang pertama melakukan nya atas perintah Selamat Ginting adalah Koran Karo-Karo. Dengan hati berat dia menyulut rumah kediamannya sendiri. Sejak itu mulailah dilakukan aksi bumi hangus secara konsekwen. Hingga akhir Desember 1947, aksi bumi hangus dilakukan di 53 kampung di seluruh dataran tinggi Karo. Di Batu Karang, kantor Raja Urung Lima Senina yang anggun juga dibakar (biografi Selamat Ginting, “Kilap Sumagan“). Ternyata tidak hanya rumah modern atau kantor yang di hanguskan, juga rumah-rumah adat Karo, yang bukanlah sarana vital bagi musuh, dibumi hanguskan rata

    dengan tanah bersama harta benda penduduk.

    Di desa Rumah Berastagi, dari 19 rumah adat siwaluh jabu 12 diantaranya dibakar. Menurut Leamri br Sembiring ketika diwawancari sekitar 10 tahun yang lalu, sebelum terjadi aksi bumi hangus ada yang membawa kabar ke kampung bahwa pasukan Belanda telah berada di Barus Jahe. Laskar itu kemudian memerintahkan agar seluruh warga kampung berkemas dan mengungsi dengan membawa peralatan dan bekal seadanya. Sebab, isunya, kalau nanti ditangkap musuh, maka akan dimasukkan ke dalam penjara, disiksa dan dijadikan budak.

    Sekitar satu kilometer dari kampung, kami melihat asap hitam mengepul ke udara, ujar Leamri. “Kami dengar rumah-rumah di kampung kami telah musnah dibakar. Tidak diketahui pasti siapa yang melakukannya. Namun, berita yang tersiar di kalangan pengungsi, rumah-rumah tersebut sengaja dibakar, agar tidak dapat dijadikan musuh sebagai tempat tinggal dan benteng pertahanan mereka“. Rumah siwaluh jabu tempat tinggal nenek delapan cucu ini semasa masih remaja ikut musnah terbakar.

    Sepulang dari pengungsian yang berlangsung sekitar satu tahun lamanya, banyak rakyat

    yang kehilangan tempat tinggal dan harta benda. Pada saat itu, ada sebuah lagu rakyat, anak melumang, erbantalken urat kayu, ertilamken taneh mekapal, ercabinken embun berngi.

    Dari satu sisi aksi bumi hangus itu menjadi bukti patriotisme rakyat dan pejuang Karo untuk melaksanakan instruksi pemerintah. Namun di sisi lain, timbul pertanyaan apakah tindakan bumi hangus itu, karena salah kaprah dalam menterjemahkan seruan Mohammad Hatta? Sebab, rumah-rumah adat tidak dapat dikatakan sarana vital yang dapat dimanfaatkan oleh pasukan Belanda.

    Kalau memang tidak salah kaprah, maka ada 2 kemung kinan yang mendasari tinda kan membakar rumah pendu duk itu. Pertama, untuk memo bilisasi rakyat agar mereka pergi mengungsi, untuk memberikan perlawanan secara total terhadap Belanda. Kedua,

    mengingat paham komunis sebagai salah satu paham perjuangan yang telah lama mengakar di Sumatera Timur, boleh jadi para pejuang kita memetik pelajaran dari aksi bumi hangus yang dilakukan Rusia ketika menghadapi serbuan Napoleon (tahun 1812) dan invasi Jerman pada PD II di Stalingrad (1941). Aksi bumi hangus yang dilakukan Rusia itu berhasil memukul tentara Napoleon dan juga pasukan Jerman dalam kurun waktu yang berbeda.

    Tapi perlu diingat, aksi bumi hangus di Rusia sangat efektif karena keadaan alamnya pada musim dingin sangat berat (bisa mencapai minus 30 derajat celsius). Baik pasukan Napoleon maupun pasukan Jerman pada masa PD II logistik mereka tidak siap menghadapi musim dingin yang turun lebih awal sekitar seminggu dari perkiraan mereka. Ketika pasukan Napoleon demikian juga pasukan Jerman mundur

    saat itulah mereka diserang oleh tentara Rusia.

    Kalau misalnya tindakan bumi hangus itu belajar dari aksi bumi hangus yang terjadi di kota Bandung, masalahnya sangat berbeda, demikian juga kondisi kota Bandung sebagai kota besar. Aksi bumi hangus kota Bandung dilakukan TRI (Tentara Republik Indonesia) berawal dari keinginan pasukan Inggris yang memimpin sekutu untuk segera mengambil alih tentara Jepang yang ditawan dan minta senjata di tangan masyarakat sipil diserahkan. Tentara Republik Indonesia (TRI) tidak menyetujui tindakan Inggris tersebut. Inggris pun pada 23 Maret 1946 melalui udara menyebar pamflet-pamflet yang meminta warga Bandung segera meninggalkan kota tersebut, Dan meminta TRI keluar dalam radius 10 km dari kota Bandung. Kol AH Nasution yang waktu itu

    Bersambung ke Hlm 11

  • KATANTARAS4 EDISI 6, April 2019 Seni Budaya

    rasPAKATAN PATARAS

    SEMINAR MENGENAL SOSOK DJAGA DEPARI DI BERASTAGI

    Berastagi (Katantaras)

    Djaga Depari dan karya- karyanya selalu menarik untuk diperbincangkan. Dalam rangka mengembang-kan wawasan kebangsaan bagi pemuda/generasi Karo, ber-tempat di Gedung Kesenian, Kompleks Taman Mejuah-juah, Berastagi telah diselenggarakan seminar dengan topik uta-ma “Mengenal Sosok Djaga Depari Komponis dari Karo” (6/3/2019). Sebagi pembic-ara Anton Sitepu, M.Sn, Drs. Robinson Sembiring, M.Si dan Marta Ulina Br. Tarigan, S. Sos, SH, MH, dan Brepin Tarigan, M.Sn. sebagai moderator.

    Seminar tersebut dip-rakrasi oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo, dan dibuka oleh Wakil Bupati Karo Corry Sebayang, didampingi oleh Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karo, Rob-ert Billy Perangin-angin, S.Pd.

    Dalam sambutannya, Masing-masing pembica ra,

    memaparkan tentang sosok Dja-ga Depari yang lewat karya-kary-anya harus diteladani oleh gen-erasi muda dalam mencintai dan mengisi kemerdekaan Indo-nesia. Generasi muda, khususn-ya generasi milleneal hidup da-

    lam jaman dan tantangan yang menyertai jamannya.

    Dalam sesi dialog mengemu-ka usulan dari beberapa peserta untuk mengabadikan nama Djaga Depari sebagai nama sebuah jalan di Kabanjahe atau membangun gedung kesenian dengan nama Gedung Kesenian Djaga Depari. Para peserta minta kepada panitia

    penyelenggara untuk memper-hatikan aspirasi itu untuk disam-paikan kepada pihak pemerintah. Dengan harapan. pemerintah Ka-bupaten Karo segera merespons aspirasi yang sesungguhnya me-wakili harapan dari masyarakat Karo pada umumnya.

    Seminar ini juga dihadiri para guru pembimbing siswa-

    siswa pendidikan menengah yang menjadi peserta ditambah beberapa kalangan penggiat seni di Kabupaten Karo. Sempat menjadi perhatia publik dalam pertemuan tersebut adalah ke-hadiran putra-putri Djaga Depa-ri: Agustina Depari, Junita Sem-biring dan Ngapuli Depari.

    “Ceda Perkade-kaden”

    Pa Katan: Nokoh kal kuakap Pa Gondrong nderbih nak. Pandangina ka lalap calon presiden si ngena kal ateku. Enggom kuturiken alu saber ras manjar-manjar gelah angkana min ukurku. La lit sitik pe sura-surangku nga-juk ia gelah milih calon si ngena ateku e. Tapi empet-ina ka lalap! Enda kin calonmu ah ndai la tertepatina janjina, mbue pengangguren, meherga rega dollar, ras sideban-idebanna. Bagem kapko nina lalap.

    Pa Taras : Uga dungna nim man ia? Pa Katan: Ningku lanai padah engko minem jenda. Bas

    kede enda buen si seri ukurna ras aku, ningku. Bicara lanai pe tenahkenna aku pagin bas kerja-kerjana lanai kuakap dalih. Ngilas kel kuakap ibanna.

    Pa Taras : Bagenam kita rusur. Ceda perkade-kaden per-ban Pilpres. Uga nina ngaloi cakapmu?

    Pa Katan: Reh nina, kai dalinna engko la mere aku minem i kede enda? Radu-radu nggalar nge kita jenda. Si em-puna kede pe labo aku ambatina reh ku jenda. Engko ka ngambati aku. Kai kin pangkatmu?

    Pa Taras : Pas kel katana ena nak! Perkede pe banci ikut merawa man engko. Dahko kurang kari si nukurna adi la berem ia reh minem ku jenda?!

    Pa Katan: Ngilas kel kuakap! Seh melas tentenku e baha-nna!

    Pa Taras : Nina kuan-kuan bas cakap Indonesia: “Hati boleh panas, namun kepala harus tetap dingin”. Bagelah ban ko nak. Kuidah melala kita lemah bas soal si bagidie, termasuk engko. Dosa la jumpa rananta bas runggu, piah lanai ateta erkade-kade pe ras temanta runggu.

    Pa Katan: Aku bage kin nak. Mis melimber kuakap ngidah sider-bertengna adi lit jelma njabapi lalap da-hinna. Seding ka babahna e enjababi kita…Enca bage mis mejin kuidah ayona e.

    Pa Taras : E, enggo perlu man periksan tensim ku dokter nak. Ula pagi rempet ka ko tenggalak je sanga sijabap-en ras jelma si deban. Kurangi man daging, apai denga ka nggalar, ence perlu rusur ku perpulungen, melala ngoge Kitab Pustaka ras ertoto dingen erpengendes man Dibata. Pagi lit reh dokter ku kutanta enda erban kegiatan pengobaten gratis. Periksalah ko pagi. Kubegi beritana, si jadi panitia emkap Pa Gondrong.

    Pa Katan: Kai nim?? Pa Gondrong panitiana? Ih..kusku-la…!

    Pa Taras : E ee..tensi….jaga tensi….

    Robinson Sembiring

    Reuni Yogyaprimsa III

    BUKAN SEKEDAR BERNOSTALGIA , TAPI LAWATAN SPIRITUALYogyakarta (Katantaras)

    Orang Karo yang pernah menempuh pendidikan atau bekerja di Yogya-karta di tahun 70 – 80-an yang tergabung dalam Yogyaprimsa, mengadakan acara reuni yang ketiga kalinya 7 – 11 Maret 2019 di Yogyakarta. Peserta datang dari beberapa tempat. Ada dari Kalimantan, Jakarta, dan Medan.

    Acara reuni itu bukan se-kedar bernapak tilas atau ber-nostalgia antara teman-teman yang sudah puluhan tahun la-manya tidak pernah bertemu. Namun lebih dari sekedar kan-gen-kangenan. Tapi melakukan lawatan spiritual ke masa lam-pau. Hampir semua peserta re-uni yang sempat dihubungi re-porter Katantaras berpendapat demikian.

    “Ya memang demiki-an” ujar Simson Tarigan yang semasa kuliah di Yogya aktif di GMKI. “Jatuh bangun merupa-kan proses yang perlu karena pada akahirnya menjadi posi-tif bagi penempaan diri untuk menjadi tangguh” lanjutnya. “Ketika mengalaminya dulu hal itu belum kita sadari sepenuhn-ya. Namun meski begitu, tidak mengurangi makna dari proses pembelajaran itu” kata pria yang ketika sudah bekerja dk TVRI Jakarta, pernah memperdalam studi mengenai penyutradaraan di Yogya,

    “Kita yang datang ke Yog-yakarta di tahun 70 dan 90-an baik untuk kuliah atau seko-lah di SMA bahkan ada yang masuk SMP, pada umumn-

    ya bukanlah karena demiki-an besar hasrat untuk maju di dunia pendidikan” ujar Sada Arih Surbakti, salah seorang peserta paling senior, dalam acara malam kekaraban pada hari pertama. “Melainkan kare-na kurang beres disana (kota asal)” lanjut alumni Fisipol UGM ini.

    Banyak kisah hidup mer-eka yang cukup dramatis, ada yang hanya 8 kali dalam se-tahun menerima kiriman dari orang tua, seperti yang dialami sendiri oleh Sada Arih Surbakti dari Berastagi ini. Seret rejeki orang tua maka seret pula nasib anak di perantauan, simpulnya.

    “Kita melakukan reuni ini karena ada ikatan pengalaman yang sama, yakni mengalami penderitaan yang umumnya terkait dengan uang kiriman dari kampung yang tidak men-cukupi” ujar ketua panitia pelaksana Ir Ruslan Girsang. “Memang, pada dasarnya jum-lah kiriman dari orang tua sitik banci pebias-bias,adi melala la bias”, lanjutnya.

    Begtulah romantika ke-hidupan di masa lalu mereka. Dengan segala kekurangan dan duka nestapa yang harus mereka alami, masa depan yang dirajut pada akhirnya menjadi pijakan bagi masa depan mereka. “Nasib yang sama, itulah yang menjadi ika-tan persahabatan kami semua” ujar bendahara panitia Daulat Sembiring. “Reuni ini seperti reuni seregu tentara yang ber-kumpul mengenang pertempu-ran di garis depan”, ujarnya.

    “Banyak bekas luka dan jalan sempat terseok-seok, tapi bisa jadi pemenang walau ciningen sitik” imbuhnya.

    “Memandang masa lalu dengan perspektif masa kini, menimbulkan rasa syukur yang dalam akan kasih Tuhan, beta-pa masa-masa penuh perjuan-gan itu dapat dilewati dengan susah payah, hanya karena kemurahan Tuhan semata” ujar Pdt Em Dharma Pelawi STh yang pernah ditugaskan Modreamen GBKP sebagai pelayan tetap di GBKP tahun 1978 – 1982.

    “Mengenang semua pen-galaman itu ketika usia sudah di atas 60 atau 70 tahun, su-dah barang tentu punya mak-na teologis tersendiri dalam diri peserta” lanjut Pdt Pela-wi. “Kuliah kemudian men-cari pekerjaan, lalu berumah tangga, ada yang sudah punya cucu, semua itu patut disyuku-ri, betapa tangan Tuhan selalu menuntun hidup kita” ujarn-ya. “Dari perspektif ini, maka acara reuni Yogyaprimsa ini sebenarnya sebagai perjalanan spiritual” lanjut pendeta yang selalu dekat denga anak muda selama bertugas di Yogyakarta.

    Selain itu, seperti dika-takan Anjar Malem Ginting, penderitaan di masa lalu men-jadi lucu bila dilihat dari masa sekarang. “Dengan teman-teman kita banyak tertawa, mentertawakan masa lalu, semua kesulitan yang dulu di-alami menjadi kenangan in-dah dan banyak juga yang lucu sekalipun dulu mengharukan”

    ujar pensiunan PLN ini.Penjelasan Ginting itu di-

    amini oleh teman akrabnya sejak masa kuliah dulu, Ria Tarigan. “Meringis bersama di masa lalu, sekarang tetawa bersama mengenang kepahitan di masa silam” ujarnya berfil-safat. “Waktu itu ada beberapa teman yang nemelihara burung puyuh sekedar menambah uang

    belanja”, ujarnya tentang berb-agai upaya untuk menyambung hidup. Merih leto niasuh.

    Semua peserta menginap di Hotel Sriwedari yang pada tahun 70-an merupakan salah satu hotel cottage ternama di Yogya, dan sekarang general manager hotel itu R. Tarigan yang berasal dari Berastagi. Acara reuni itu selain melaku-kan kunjungan wisata ke be-berapa tempat, pada malam

    terakhir di pendopo hotel itu diadakan acara landek dengan iringan kibod.

    Acara itu mendapat lipu-tan dari TVRI Yogya dan juga mewancarai ketua panitia Ir Ruslan Girisang. Suasana ri-ang dan intim menjadi malam penutup dari keseluruhan acara reuni Yogyaprimsa. Sebelum para peserta terlelap di malam itu, mengalun dalam lamunan sebuah lagu lama “paksana

    berngi nake i Yogyakarata…Yogyakarta inganku erlajang ndube.” ciptaan Yusup Sitepu yang sempat bercokol di kota ini di tahun 70-an. Semua ke-nangan selama berjuang di kota gudeg ini menjadi kekal dalam ingatan dan selalu melam-bai-lmbai memanggil agar mereka datang kembali. “sta-siun kereta api jadi sakasi….” suara Jusup Sitepu terus men-galun. (Iting)

  • KATANTARAS 5EDISI 6, April 2019Seni Budaya

    KATA KATAPuisi

    Siapa yang tidak kenal dengan Meke Wijaya artis film lawas yang su-dah membintangi ribuan film nasional dan sinetron di jagad perfilman Indonesia. Salah satu filmnya yang terkenal poduksi tahun 1957 berjudul Tiga Dara, yang kemudian mengilhami film “Ini Kisah Tiga Dara” pro-duksi tahun 2016.

    Tetapi generasi muda war-ga Karo bahkan yang sudah lan-jut usia, boleh jadi tidak banyak jumlahnya yang mengetahui bahwa isteri bintang film lawas almarhum Dicky Zulkarnain (membinangi film Si Pitung) ini pernah menjadi artis wanita pemeran utama film Piso Surit yang diproduksi sebagai film la-yar lebar tahun 1960

    PISO SURIT

    Film Piso Surit yang loka-si shotingnya di Berastagi dan Mieke Wijaya yang masih eksis sampai saat ini didunia sinetron berhadapan dengan pemeran pria aktor Achmadi Hamid den-gan sutradara Bachtiar Siagian yang kawakan di dunia perfil-man Indonesia saat itu.

    Film Piso Surit yang dipro-duksi Rentjong Film ini mengi-sahkan tentang Wita (Mieke Wijaya), mahasiswi yang datang ke Tanah Karo untuk mengadakan penelitian budaya. Untuk itu ia menyewa kuda dari Pande (Ahmadi Hamid), pria pandir yang mengimpikan punya sado sendiri. Hubun-gan antara keduanya makin lama makin erat, Pande antara lain mengajarkan kepada Wita lagu Piso Surit yang membuat Pande lama-lama jatuh cin-ta kepada Wita. Seperti kita ketahui, lagu Piso Surit karya

    Djaga Depari berkisah tentang cinta seorang pemuda yang tidak berbalas, seperti halnya kisah Pande dengan Wita yang bertepuk sebelah tangan.

    TURANG

    Satu lagi film Nasion-al mengkisahkan perjuangan rakyat Karo melawan penjajah Belanda semasa perang ke-merdekaan yakni film Turang. Dibintangi artis/aktor ibukota Nizmah sebgai pemeran wanita, Omar Bach pemeran utama pria dan dibantu Tuahta Perangi-nangin yang semasa hidupnya mejabat sebagai Kadis Kebu-dayaan Pemda Karo

    Film Turang yang disutradari Bachtiar Siagian ini mengisahkan tentang perjuan-gan gerilya melawan Belanda di Tanah Karo, khususnya di desa Seberaja, kampung yang pernah jadi pusat komando. Wakil komandan Rusli (Omar Bach) yang terluka diserah-kan perawatannya kepada Tipi (Nizmah), adik anggota geri-lyawan Tuah (Tuahta Perangi-nangin), maka terbitlah jalinan cinta antara Rusli dan Tipi. Na-mun keadaan tidak memungk-inkan bagi mereka untuk terus bersama karena serangan Be-landa, atas petunjuk mata-mata Belanda, Dendam (Hadisjam Tahax, anak Tanjung Balai), memaksa pasukan terus ber-pindah-pindah untuk melak-sanakan perang gerilya.

    Lokasi shoting film Turang seluruhnya di beberapa desa di Tanah Karo, diantaranya desa Seberaya. Film ini diproduk-si tahun 1957 oleh Yayasan Pemuda yang diketuai Djamin Gintings, Panglima TT I yang kemudian berganti nama men-

    jadi Pangdam Bukit Barisan, bekerjasama dengan Rentjong Film. Dan judul film ini diam-bil dari judul lagu “Oh Turang” karya Sersan Mayor Hasyim Ngalimun dan menjadi sound track film ini yang dinyanyikan oleh Tuty Dauly

    Perlu diketahui, sebe-lum film Turang dipasarkan di bioskop seluruh Indonesia pertunjukan perdana dilakukan di Istana Medeka disaksikan Presiden Soekarno. Dalam Festival Film Indonesia tahun 1960 film ini meraih 5 peng-hargaan sebagai Film Ter-baik, Sutradara Terbaik, Peran Pembantu Pria Terbaik, Film Drama Terbaik dan Dekor Ter-baik. Perlu dicatat bahwa film ini juga diputar pada Festival Film Asia Afrika I tahun 1958 di Tashkent, Uzbekistan, me-wakili Indonesia.

    Namun demkian, ada satu hal yang patut disayang-kan, kedua film itu telah han-gus, sehingga tidak dapat kita sakasikan lagi. Penulis pernah menanyakan hal ini ke Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kun-ingan, Jakarta. Ada dugaan, film Piso Surit dan Turang, tel-ah dihanguskan bersama film-film garapan Bachtiar Siagian lainnya, karena dia dituduh se-bagai anggota Lekra yang bera-filiasi dengan PKI.

    Namun cuplikan film Turang, terutama adegan serangan 6 pesawat jenis Mustang terhadap pasukan Resimen I dibawah komando Djamin Ginting di sungai di lembah Alas, masih dapat kita saksikan di you tube tentang bagaimana serunya adegan itu. Pesawat-pesawat tempur Mus-tang itu terbang rendah dan

    memberondong para pejuang dengan senapan mesin.

    JANDI LA SURONG

    Sekarang ini muncul film Jandi La Surong, (JLS) yang berkisah tentang hubungan cin-ta antara dua insan, berdasar-kan kisah nyata jalinan hubun-gan H. Tempel Tarigan pada masa mudanya pada tahun 60-an dengan seorang gadis yang hanya disebut Beru Ribu. Ki-sah hubungan cinta itu telah diterbitkan dalam sebuah novel dengan judul yang sama.

    Berbeda dengan film Piso Surit dan Turang, film Jandi La Surong mempunyai beberapa keunggulan. Film ini digarap oleh sutradara berdarah Karo, para pemain utama orang Karo, skenario dan tehnisi semua di-tangani oleh orang Karo, ter-masuk penggarapan musiknya, produsernya Pemkab Karo, serta ceritanya tentang orang Karo. Dan satu hal lagi, dialog dalam film ini menggunakan bahasa Karo sehingga leng-kaplah semua kriteria untuk menyebut film JLS sebagai film Karo.

    Ini merupakan langkah tero-bosan budaya yang sangat mem-banggakan. Untuk pertama kali kita telah berhasil melahirkan sebuah film tentang orang Karo, diproduksi oleh orang Karo dan untuk orang Karo. Kita hara-pkan di masa mendatang akan banyak muncul film nasional tentang Karo sehingga suatu saat nanti film Karo akan benar-be-nar menjadi bagian dari perfil-man nasional kita.

    *Penulis adalah mantan wartawan dan pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP

    DARI FILM ‘PISO SURIT’, ‘TURANG’ HINGGA ‘JANDI LA SURONG’Oleh Nuah Torong

    Timanta Peranginangin

    TIDURLAH BUAH BARAKU

    buat i.s

    Kereta kecil penuh kembang Tanpa kata Kau pun berlalu begitu saja buah baraku Air susu kehidupan tiada kau sentuhHaruskah sesingkat ini?

    Aku mengerang tiada kau acuhkan Mengambang seribu dongeng di atas ranjang Kudekap rindu bertahun dalam nestapa

    “Agar menjadi kekal, nande biring “ Ku dengar suaramu dalam dadaku Jemarimu yang kecil dan putih Usap genangan duka di mata

    Di luar jendela kembang musim semi melambai Engkau sunting untukku, buah barangku Tiada rela engkau aku terbata-bata lagi Saat kulantunkan nina bobok buatmu Kini hari-hari jadi lengang dan muram

    Ketika ku dengar sorak sorai anak-anak di ta-man Di bawah langit biru Di atas rumput hijau Kau berlari kepadaku “Agar menjadi kekal, mama“ Lalu kau benamkan kepalamu Di pangkuanku Kubelai rambutmu yang subur

    Kini aku paham, anakku Tiada pernah kau tinggalkan aku Telah kusiapkan dongeng indah buatmu Telah kugubah nyanyian tentang musim semi Dan tiga anak kelinci berkejaran di padang

    Tidurlah tenang anakku, buah baraku

    2005

    Medan (Katantaras)

    Bertempat di ruang Bamus DPRD Sumatera Utara berlangsung pertemuan antara 15 organisasi masyarakat Karo (27/3/2019). Melalui per-temuan itu diperoleh kesepa-katan untuk mendesak instansi pemerintah terkait untuk segera menindaklanjuti pembangunan jalan Medan-Berastagi dalam mengatasi masalah kemacetan yang sangat sering terjadi.

    Pertemuan dibuka bersa-ma oleh Ketua ICKSU, Dr. Budi D. Sinulingga, Ketua HMKI Ka-bupaten Karo, Prof. Dr. Paham Ginting dan Ketua Fraksi PDIP

    Sumatera Utara, Drs. Baskami Ginting. Diskusi dipandu oleh Prof. Dr. Sukaria Sinulingga.

    Budi D. Sinulingga mem-berikan penekanan secara khusus tentang potensi terjad-inya disparitas pembangunan antara kawasan Utara Danau Toba dengan kawasan Selatan Danau Toba, jika pembangu-nan infrastruktur di kawasan Selatan tidak dilakukan.

    Sinulingga juga mengemuka-kan betapa dalam hal pemberita-an menyangkut usulan pemba-ngunan jalan Medan-Berastagi, wartawan sering salah mengin-formasikan seolah-olah ICKSU

    lebih fokus pada pembangunan jalan Tol sebagaimana sering ter-baca pada berita media massa lokal Sumatera Utara. ICKSU se-benarnya mengajukan gagasan agar jalan lama Medan-Berastagi direvitalisasi dengan memba-ngun jembatan pada dua titik yaitu Sembahe dan Bandar Baru yang dianggap rawan dilewati bus besar dan truk. Selanjutnya dalam mengantisipasi perkem-bangan kepadatan lalu-lintas, ICKSU mengusulkan perbaikan jalan-jalan alternatif yang ada seperti Tuntungan – Bandar Baru, dan Rawasering. Antisipa-si lebih lanjut, dalam kaitannya

    dengan pengembangan wilayah adalah pembangunan jalan tol Amplas – Tiga Panah yang berja-rak hanya 45 Km.

    Pada akhir pertemuan, seluruh peserta bertemu dengan Ketua DPRD Suma-tera Utara, Wagirin Arman didampingi oleh Ketua Fraksi PDIP, Baskami Ginting. Dialog singkat dalam pertemuan ini diakhiri dengan pernyataan Ketua DPRD Sumatera Utara yang menyatakan mari secara bersama-sama, saling mem-bahu memperjuangkan agar pembangunan jalan ini segera berlangsung, karena ini sung-

    guh-sungguh menyangkut ha-jat masyarakat Karo, Simalu-ngun, Pakpak, Dairi, Samosir hingga Aceh bagian Selatan. DPRD Sumatera Utara setiap saat akan berusaha mendesak instansi terkait demi pemba-ngunan tercapainya pelaksa-naan pembangunan yang di-maksud.

    Di akhir pertemuan, 15or-mas Karo mengeluarkan per-nyataan bersama yang antara lain menekankan bahwa pro-gram pemerintah tentang infra-struktur, ada ketimpangan pem-bangunan infrastruktur antara kawasan Selatan Danau Toba dan Kawasan Utara (Kabupaten Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan Samosir).

    Ke 15 ormas Karo tersebut adalah Organisasi Masyarakat

    Karo : ICKSU (Ikatan Cendiki-awan Karo Sumatera Utara), HMKI SUMUT (Himpunan Masyarakat Karo Indonesia Sumatera Utara), HMKI KARO (Himpunan Masyarakat Karo In-donesia Kab. KARO ), DPP PMS (Pemuda Merga Silima), DPW KAMKA SUMUT (Keluarga Besar Muslim Karo Sumatera Utara), IAMAKA USU (Ikatan Alumni Mahasiswa Karo Universitas Su-matera Utara), DPP. MAKAMU-LIA (Masyarakat Karo Muslim Indonesia), DPP Barisan Pemu-da Karo Indonesia, DPD Barisan Pemuda Karo Sumatera Utara, FOKUS Berastagi , PBWS ( Per-satuan Warga Berastagi Sejagat , FK3 ( Forum Kita Kalak Karo ), dan IMKA ERKALIAGA FH USU (Ikatan Mahasiswa Karo Fakultas Hukum USU ). RS

    Tindak Lanjut Gagasan Pembangunan Jalan Medan - Berastagi

    PETEMUAN ORMAS KARO DENGAN DPRD SU

  • KATANTARAS6 EDISI 6, April 2019 Opini

    Dalam proses pengena lan si pemuda biasa nya menunjukkan kemam puannya dalam bekerja dan berbagai ketrampilan yang dia miliki seperti mengenai seluk beluk pertanian. Demikian pula halnya dengan si gadis, biasanya dia akan menunjukkan sifat-sifat ideal yang dimiliki seorang wanita, seperti sabar dan ulet dalam mengelola semua kerumahtanggaan.

    Bagi masyarakat Karo uku ran seorang ANAK PERANA, dan SINGUDA-NGUDA disebut sudah dewasa. Untuk anak perana jika ia sudah mengenakan celana panjang (seluar gedang), sudah diterima tidur bersama pemuda lainnya di jambur, dan sudah menjalankan sunat (kacip-kacip) dan sudah gerat-geraten (kelenjar hormon sudah ada). Sedangkan tanda-tanda seorang wanita telah dewasa dan disebut singuda-nguda apabila sudah datang bulan (ngidah bulan), sudah berhak menjadi anggota aron mbelin (sebelum dewasa biasanya ikut aron erlajar), sudah berhak mengikuti acara guro-guro aron.

    Ukuran kedewasaan pada pemuda untuk bisa menikah ia harus memiliki beberapa keterampilan yaitu sudah bisa motong manuk, engkalaki, nenggala, niding. Semua ketrampilan itu melambangkan kemampuan pemuda itu untuk berumahtangga. Motong manuk sebagai simbol dari kemampuan dia sebagai anak beru, sudah bisa menjadi seorang menantu (kela) seperti yang diharapkan oleh mertuanya. Engkalaki (menghalai burung waktu padi mulai menguning) dan nenggala (meluku) adalah simbol dari ketangkasan dan kemampuan seorang pemuda Karo dalam hal bertanai secara mandiri. Niding (menjerat hewan) merupakan simbol dari keuletan seorang pemuda untuk menyediakan makan enak (dari hewan yang dijerat) bagi keluarganya.

    Adapun bagi perempuan Karo sudah dianggap dewasa dan memenuhi syarat untuk menikah (erjabu) jika sudah bisa enggule (memasak), mbayu (menganyam tikar), dan ngerangkapi (manambal pakaian). Enggule merupakan tanggung jawab wanita dewasa di rumah orang tuanya, terutama kalau sudah berumah tangga. Seorang gadis yang tidak bisa memasak menjadi aib, menjadi bahan cemohan dan kondisi itu akan membuat pemuda enggan untuk menikahinya). Mbayu merupakam simbol dari kesabaran, ketangkasan dan kerapian. Wanita dianggap sudah dewasa kalau sudah bisa mbayu sehingga menjadi sabar dalam berfikir, bisa jeli

    melihat keperluan keluarganya, dan rapi pekerjaannya. Ngerang kapi simbol dari bijaksana dalam berfikir dan bertindak. Jika sudah memiliki ketrampilan ini dianggap perempuan sudah dewasa dan bijaksana (rimbang tengah) dalam membuat kepu tusan atau tindakan . Apabilan seorang gadis memiliki semua ketrampilan itu maka pihak keluarga akan selalu mendorong anaknya untuk menikah, bahkan sampai kade-kade ikut mencari jodoh bagi anaknya.

    Anak perana yang sudah cukup umur dan ingin untuk menikah (empo) maka ia akan melakukan ngaras-ngaras yaitu pergi ke desa lain untuk mencari calon kekasihnya. Jika memang sudah ada wanita yang cocok maka si anak perana akan berusaha mengenalnya. Cara berkenalannya juga beragam ada bertemu langsung dengan cara bertutur, lewat teman (kelang-kelang) dan lain sebagainya. Jika pilihan sudah ditentukan pada gadis pujaannya maka mulai memasuki tahap naki-naki (pedekatan).

    Sebelum pemuda-pemudi dapat bertemu di ture (teras rumah adat), si pemuda berusaha mempengaruhi seorang ibu yang biasanya janda, agar perempuan ini bersedia menjadi perantara untuk mempertemukan dia dengan sang gadis pujaan hati. Naki-naki dapat dilakukan oleh pemuda dari desa lain (tandang) atau dari desa yang sama dengan singuda-nguda. Jika dia berasal dari desa lain, sudah menjadi keharusan bagi pemuda itu un tuk bergaul dengan pemuda desa setempat. Tujuannya, agar keamanan terjamin, dan bisa juga memanfaatkan pemuda setempat untuk kelancaran pro ses naki-naki itu

    Pertemuan di ture dilakukan pada malam hari. Biasanya pertemuan itu mempergunakan bahasa Karo halus dan tinggi sekaligus untuk menunjukkan kebolehannya dalam berbahasa kiasan dan peribaratan (cakap lumat). Untuk dapat memahirkan diri dalam sastra naki-naki ini, terkadang mereka berguru pada orang tua yang sudah berpengalaman. Sastra naki-naki disebut cakap lumat. berikut contoh naki-naki yang menggunakan kata kiasan yang dalam dan halus. (P=perempuan, L=laki-laki)

    L: Mejuah-juah Turang si sope lenga kutandai. (salam sejahtera wahai adik yang belum kukenal)

    P: Mejuah-juah kaka. (salam sejahtera abang)

    L: Kuidah kam dauh-dauh nari, tambat kel pusuhku ibahanndu. nungkun ateku agi ? (kupandang dari kejauhan,

    hati seperti tertambat karena pesonamu, jika berkenan, bolehkah aku bertanya adik)

    P: Malem kel ateku mbegi cakapndu e kaka, kai kin sungkunenndu ? (senang aku mendengarnya abang, mau tanya apa abang?)

    L: Ertutur ateku kita, me labo kapndu lit lepakna agi? (ngak salah kan jika berkenalan dengan adik)

    P: Labo ku akap lit lepak adi kin guna ertutur atendu kaka (jika niat untuk berkenalan, saya perkenankan abang)

    L: Egia, ma langa bo kam perpan belo agi? (tapi, adik belum termakan sirih bukan?)

    P: Uga lah ningku man belo adi lenga lit si nukursa kaka.(bagaimalah termakan sirih, jika yang membeli sirihpun tak kunjung tiba abang)

    L: Adi bage banci nge ndia aku nangkih ku datas

    ture e agi? (jikalaulah begitu, bolehkah aku naik keatas teras itu adik?

    P: Banci kaka, egia nungkun aku, me tutus nge atendu e kaka? (boleh, aku tanya dulu abang, seriuskah abang ini)

    L: Tutus agi (serius adik)P: Adi kin tutus atendu,

    kudatas dage kam kaka, tapi ula kam arah redan e nangkih kaka. (kalo abang serius naiklah, tapi jangan melalui tangga ya)

    L: Adi bage tuduhken dage dalin ku datas agi! (kalo begitu tunjukkanlah jalanku naik)

    P: Arah selambar cike enda kam kudatas kaka. (abang naik dengan sehelai pandan ini.)

    L: (mengikatkan surdam nya pada ujung cike) Baba dage aku kudatas agi, ngarak-ngarak aku arah selembar cike enda,, (bawalah aku keatas adik, melalui selembar pandan ini)

    P: Mari kaka, enteguh tagangi, metenget ula celus, sebab kitik kite siman tingkahen.(mari abang, berhati hatilah, sebab tangganya kecil abang)

    L: Bagenda aku enggo seh i datas, banci nge aku kundul bas amak bekasndu

    NAKI NAKI DAN CAKAP LUMATOleh Simpei Sinulingga

    mbayu enda agi ? (begini aku sudah sampai diatas, bolehkah aku duduk ditikar bekas adik anyam ini?

    P: Banci kaka, kunduli ndu min empatna suki amak bekasku mbayu enda, gelah ula situalen kaka. (boleh abang, tapi abang harus duduk pada keempat sudut tikar ini, biar seimbang abang.

    L: (menempatkan kampuh, surdam dan rawit pada 3 sudut tikar, dan dia duduk pada sudut yang kosong) enggo empatna kukunduli suki amak ndube, rikut ras sibiak ku, kundul dage kam tengah na e agi.(aku sudah duduk pada keempat sudut tikar sekaligus, ditengahnyalah adik duduk)

    P: Enggo tangkas kam kuidah kaka, kundul dage kita. (sudah jelas kulihat abang, mari kita duduk)

    L: bagenda kita nggo kundul pedempak ayo, nungkun ateku beru kai dage kam agi?(begini kita sudah berpandangan, abang bertanya, beru apa gerangan adik ini?)

    P: Ula kel kam megelut kaka, terlebih enggo ka kita kundul bas amak bekasku mbayu enda, kerna beru sikubaba la kel kueteh. (jangan

    tersinggung, apalagi kita sudah duduk ditikar bekas anyamanku ini, aku tidak tahu beru apa aku)

    L: Maka bage nindu agi ? (kenapa adik bilang begitu?)

    P: Mbarenda tupung bapa anak perana lawes ia erburu ku sada kerangen, jumpa ia ras nini simada kerangen, ban senggetna ia lupa ia nangdangi mergana bagepe ras kutana ndube, em dalanna erlajang kukuta kami enda. (dulu saat ayah masih muda, pergilah dia berburu kehutan, bertemulah dia penunggu hutan, ayah sangat terkejut, sehingga dia lupa marga dan asal usulnya, itulah maka dia merantau kedesa kami ini)

    L: Labo dalih agi, adi bage kai nge bere-bere sini babandu ?(tidak apa apa adik, jikalau begitu bere bere apa adik ini ?

    P: Endam la sangap erjumpaken liah kaka, kerna bere-bere sikubaba pe labo kueteh. (inilah hidup tidak beruntung, bere-bereku pun aku tidak tau)

    L: maka banci kel bage agi? (kenapa bisa begitu adik?)

    P: Ula surut ukurndu

    Dalam kehidupan tradisional masyarakat Karo di pedesaan dulu, pendekatan yang dilakukan oleh seorang pemuda kepada seorang gadis sangatlah unik. Karena harus melalui proses perkenalan sampai saling kenal secara mendalam biasanya makan waktu relatif cukup lama. Bahkan bisa sampai beberapa tahun. Hal ini disebabkan karena sikap dari kedua belah pihak menjaga martabat atau harga diri sehingga berusaha saling mengenal secara detail satu sama lain. Selain menyangkut sifat-sifat dan karakter masing-masing juga tentang keluarganya (sangkep nggeluh) bila hubungan itu mulai intensi.

    Medan (Katantaras)

    Pengurus Permata GBKP Mahanaim akan menye-lenggarakan Camp Ma-hanaim Permata GBKP 2019 tanggal 15-16 Juni 2019 di Re-treat Center GBKP, Suka Mak-mur, Sibolangit. Kepada pese-ta dikenakan biaya registrasi 150.000/orang termasuk tenda, makan, kegiatan outbond yang menarik.

    Acara camp itu trdiri dari praise & worship, sharing kelompok, team building dan outbond, M= Karena acara itu akan diikuti seluruh Permata Mahanaim se GBKP, maka pe-serta akan mendapat kesempatan untuk bertemu dan berkanalan dengan Mahanaim dari semua Runggun. Informasi mengnai kegiatan camp ini selain dapat menghubungi Pengurus Rung-gun/Klasis smashing-masing, dapat juga melalui akun media sosial PERMATA GBKP, Tim Mahanaim dan Camp Maha-naim (Instagram dan Facebook).

    Seperti diketahui, PERMA-TA GBKP merupakan perseku-tuan bagi ngawan GBKP yaitu pemuda dan Permata memili-ki pelayanan berjenjang dari Sinode, Klasis, Runggun bahkan ke Sektor/Perpulungen. Untuk mengerjakan panggilan yang banyak ini, PERMATA GBKP dilengkapi dengan susunan pengurus dan tim/badan/komisi yang dibentuk pengurus tersebut untuk membantu jalannya pe-layanan seperti, Tim Mahanaim, Komisi Teologia, Tim KTB, Tim Lingkungan Hidup, Komisi Tanggap Bencana, Badan Usa-

    ha dan masih banyak lagi. Pada kesempatan ini, secara khusus untuk lebih mengenai Tim Mah-anaim PERMATA GBKP.

    Mahanaim PERMATA GBKP awalnya adalah sebuah gerakan pelayanan yang dipra-karsai oleh beberapa PERMATA GBKP di sekitaran Bandung yang dari segi usia dan pekerjaan diang-gap mapan dan berpikir mandiri.

    Mereka menyadari bahwa berkat yang mereka terima dari Allah tidak boleh berhenti pada mereka saja. Mereka sadar bah-wa Program PERMATA GBKP sudah diatur dengan baik begitu pula dengan anggarannya. Oleh karena itu, kelompok ini tumbuh menjadi mandiri dari segi finan-sial dan tidak terpisahkan dari PERMATA GBKP. Semangat ini dibawa dan diteruskan oleh tiap anggota ke tempat mere-ka masing-masing. Di Medan sendiri, Mahanaim dibentuk oleh prakarsa dari Nomi br Sinulingga, MT,M.Th., Yanti br Sembiring, Sabrina br Bangun, Sri Menda br Ginting dan be-berapa PERMATA GBKP lain-nya yang merindukan adanya persekutuan dan pelayanan bagi PERMATA GBKP yang sudah masuk dalam tahapan pola pikir dan tingkat kedewasaan yang lebih matang dibandingkan PERMATA GBKP pada umum-nya. Barulah pada Musyawarah Pelayanan PERMATA GBKP tahun 2010, kelompok ini men-jadi sebuah tim yang berkoor-dinasi langsung dengan Pen-gurus Pusat PERMATA GBKP di bawah Bidang Pembinaan. Orang-orang yang mengurus

    kelompok ini disebut Tim Mah-anaim PERMATA GBKP.

    Sedikit berbalik, kenapa diberi nama Mahanaim? Nama Mahanaim diambil dari Kitab Kejadian 32 : 2 yang mana dit-uliskan bahwa Yakub bertemu dengan Malaikat-Malaikat Al-lah yang disebutnya sebagai bala tentara Allah dan menamai tempat pertemuannya itu dengan Mahanaim. Pelayanan ini diberi nama Mahanaim dengan hara-pan menjadi tempat pertemuan PERMATA GBKP yang memi-liki sikap militan layaknya seo-rang tentara dan mandiri dalam pelayanannya, berani mengha-dapi tantangan dalam pelayanan, berpikiran kreatif dan positif, dan dapat memberi kontribusi yang baik untuk GBKP khusus-

    nya PERMATA GBKP.Tim Mahanaim PERMATA

    GBKP sendiri mempunyai ke-giatan rutin, yaitu PA Mahanaim yang dilaksanakan setiap bulan di minggu ketiga dan antusias dari teman-teman PERMATA selalu positif. Kegiatan ini sela-lu meriah dan yang hadir akan mendapatkan siraman rohani dari pembicara-pembicara yang sesuai dengan kebutuhan dari Mahanaim itu sendiri. Selain itu, tim Mahanaim juga melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan lainnya seperti ; mengadakan KKR dan KKI, Bakti Sosial, membagikan buku-buku, men-jalankan program adik asuh hingga memberikan Beasiswa, demikian penjelasan dari Tim Mahanaim PERMATA GBKP.

    CAMP PERMATA MAHANAIM SE GBKP DI SUKA MAKMUR

    Bersambung ke Hlm 11

  • KATANTARAS 7EDISI 6, April 2019Hiburan

    PENJUDI KELAS BERAT

    Seorang pecandu berat jokor Karo pada suatu hari mengan-tar isterinya ke praktek dokter dengan sepeda motor. Si istri sakit agak serius. Dalam per-jalanan, sang suami melihat sehelai kartu tergeletak di tengah jalan, dengan refleks dia hentikan sepeda motorn-ya, lalu turun, dan..... di-”pir-

    itnya”-lah kartu itu sambil me-micingkan mata dan menahan nafas. Ternyata “pekak rattim” (jack diamond). “Ihhhh.....! Adi erbinai ko mindai reh eng-go kal mindai kita jore kal!” se-runya sambil nepis paha” (TS) IMAN ANAK-ANAK

    Seorang anak kecil takut akan gelap. Suatu malam ibun-

    ya berkata padanya untuk pergi ke beranda mengambil sapu.

    Anak kecil itu berkata pada ibunya, “Mama, saya tak mau ke sana. Di situ gelap.”

    Ibunya tersenyum, “Kamu tak perlu takut akan gelap. Ye-sus ada di sana. Ia akan melind-ungi kamu.”

    Anak kecil itu memandang ibunya, “Apakah ibu yakin Dia ada di sana?”

    “Tentu saja,” jawab ibun-ya, “Ia ada di mana-mana, dan Ia selalu siap menolong kamu bila kamu memerlukanNya.”

    Anak itu berpikir sejenak kemudian ia mengendap-endap ke pintu dan membukanya se-dikit. Sambil mengintip keluar, ia berteriak, “Yesus, bila Eng-kau ada di sana, maukah Eng-kau mengambilkan sapu itu?” (kcnmb)

    DASAR LAKI-LAKI

    Alkisah, 7 orang (6 pria dan seorang wanita) se-dang tergantung pada se-buah tali yang dibawa oleh helikopter yang mencoba me nyelamatkan nyawa mereka. Ternyta tali tersebut tidak cukup kuat untuk menahan 7 orang sehingga salah seorang dari mereka harus mengalah, supaya tidak semuanya jatuh dan binasa. Nampaknya tidak ada yang mau mengalah.

    Melihat gelagat itu si wa nita berkata dengan sangat menyentuh hati. Dia menga-takan dirinya secara sukarela akan melepaskan diri dari tali, sebab sebagai wanita memang sudah kodrat dan terbiasa ber-korban kepada suami, anak-anak dan pria pada umumnya.

    Sesaat setelah wanita itu mengakhiri kata-katanya, ke enam pria tadi merasa lega dan gembira sekali dan .........secara spontan bertepuk tangan..

    CALON POLITIKUS

    Guru : Piga 3 x 3, Jon Nongat?Nongat : 9 PakGuru : Merandal. Butet, 4 x7 ?Butet : 28 Pak,Guru : Merandal Butet. Guru : Kam Pecol, piga 5 x 7 Pecol : (babahna muit-muit). 5 x 7 nindu Pak?Guru : Ue, 5 x 7. Piga ?Pecol : Ooo…5 x 7 ari…..Guru : Jabab dage yah…. La etehndu?Pecol : Kueteh Pak. Adi 5 x 7 kal nge, engkai ka maka la kuet-eh (janahna erkira bas ukur).Guru : Kataken dage yah…

    adi tehndu kinPecol : Adi kukatak-en kari akap kalak ka aku pejago-jagoken, Pak. Aku la nggit bage.Guru : Mmm…Merandal kal kam tuhu Pecol. Kam jadi politikus saja pagi ya…. (Tdkn).

    MURNI SURBAKTI :

    PENYANYI JAZZ KEBANGGAN KAROTidak disangka perjalanan saya hari itu sungguh luar biasa. Bayangkan seo-rang dua orang pekerja seni yang tidak pernah bertemu, tapi sebenarnya sudah saling ‘intip’, dalam kesempatan ini bertemu persis di sebelahan di atas pesawat Garuda Denpasar – Cengkareng. “Kam beru Sur-bakti” kumulai memberanikan diri menyapa penyanyi jazz kebanggaan Karo yang duduk persis di sebalahku. “Ya, koq tau”, katanya sambil membe-narkan letak tas make-up nya. “Saya Limbeng” kuperkenalkan sok terkenal. “Ouh… koq bisa kita bersebelahan duduknya ya, padahal tadi udah sebel karena buru-buru ngisi acara nyanyi di Jakarta, dan dapatn-ya seat belakang pula.” Katan-ya.

    Itulah awal pembicaraan kami yang langsung akrab, seo-lah-olah sudah sering ketemu. Dan jadilah selama satu seten-gah jam perjalanan Bali – Ja-karta kami manfaatkan untuk ngobrol banyak tentang seni musik Karo. “Kam juga pernah nyanyi Jumpa La Banci kan?” katanya seolah meyakinkan bahwa sayalah yang dia mak-sud itu. Benar, penyanyi Jazz kelahiran Bandung 21 Februari 1970 ini juga memang mem-bawakan lagu Jumpa La Banci dengan gaya Jazzy dan cukup apik. Ada beberapa tembang lawas dalam Album Ngulihi Sit-ading (2017) tersebut dikemas dengan genre jazz dipadukan dengan musik tradisional Karo, sehingga melahirkan sebuah album yang berkelas.

    Tak pelak lagi memang, penyanyi yang sejak usia lima tahun telah aktif bernyanyi ini membawakan lagu-lagu terse-but dengan jenis suaranya yang alto. Teknik vokalnya pun tidak diragukan lagi meskipun kadang rengget sebagai roh musik Karo ia buat tidak lazim-nya kita dengar, semata-mata untuk mencapai sebuah rasa estetis namun tidak kehilangan

    cirinya. Penyanyi yang lama bergabung sebagai salah satu penyanyi choir dengan Elfa Secioria (alm) mampu mem-bawakan beberapa lagu Karo dengan apik. Tidak tanggu-ng-tanggung, seluruh pemusik ia boyong ke Bali rekaman live, dimana beberapa tahun tera-khir ini ia bermukim. Pembua-tan video klipnya juga memilih lokasi yang benar-benar sesuai dengan lagu tersebut, serta melibatkan orang-orang kreatif yang sudah malang melintang di kancah internasional seper-ti Merdi Sihombing dan Andi Hutagalung. Meskipun album ini dicetak dalam bentuk DVD, namun hasil kerja ini juga bisa kita tonton di situs youtube dan sudah ditonton ratusan ribu. Murni ingin menampilkan karya yang benar-benar njeli-met, termasuk busana yang ia kenakan. Padung dan Tudung yang ia kenakan pun seolah menjadi ikon tersendiri. Orang menyebutnya “Tudung Murni”.

    Lihat saja lagu Musuh Suka ciptaan perkolong-kolong ‘si adi’ Tipan br Sembiring, misal-nya dibawakan oleh penyanyi Bere Ginting Manik yang besar di Sawangan, Depok ini dengan balutan style Rhumba dipadu-kan dengan bunyi-bunyian musik Karo yang kental. Karirn-ya di bidang musik memang tidak diragukan lagi. Bkatn-ya menyanyi juga mungkin turunan dari Bapaknya yang juga dikenal sebagai penyanyi lagu-lagu Melayu di kapal. Jus-tru selama ini ia lebih dikenal di luar komunitas Karo. Tahun 2000 bersama Elfa’s ia pernah melahirkan album Indonesia (Ethnic Jazz), Pesta Dansa. Pu-luhan negara telah ia datan-gi untuk bertandang sekedar menyanyi seperti Amerika, Bulgaria, Belanda, Austria, Jer-man, Inggris, Jerman, Brunei, Singapura, dan negara lainnya.

    “Sayang sekali musik tra-disional kita kurang berkem-bang ya, padahal musik tra-disional Karo itu cirinya sangat

    kuat sekali”, katanya dengan sebuah keprihatinan. Namun sepenuhnya betul juga, banyak saat ini anak-anak muda yang mau belajar sarune dan kulca-pi. Namun Murni Surbakti in-gin agar musik tradisional Karo juga bisa hidup dalam alamnya sendiri dan mampu juga kolab-orasi dengan berbagai musik di luar Karo sendiri. Dalam waktu dekat ini, istri sang diplomat berkewarganegaraan Oslo ini

    akan ikut mendampingi sua-mi ikut bertugas kembali ke nagaranya. “Disana nanti saya akan sekolah musik kembali, dan akan melihat kesempatan musik kita akan bisa tampil dan diperkenalkan disana”, katanya. Satu jam setangah ti-dak terasa perbicangan kami, hingga akhirnya kami berpisah. “Ditunggu karya-karya lainnya ya..” kataku sambil berlalu. (JL)

    KERJA DUNIA MAYA

    Bajing : Sekalenda surung nge aku empo ndai Kil

    Bengkila : Enggo kin lit teman-temandu Men?

    Bajing : Mejile, Kil! Nina, ia pe enggo merhat jumpa

    Bengkila : Eh, lenga kam pernah jumpa?

    Bajing : Jumpa ibas FB, KilBengkila : Ooo.., adi bage

    bas Dunia Maya ah pagi si ban kerjana

    Ternyata para artis atau seniman Karo pun tidak mau keting-galan dalam momentum Pemilihan Umum tahun 2019 ini. Be-berapa waktu yang lalu saya dengan sengaja menghubungi dua orang Artis Senior Karo untuk mengetahui isi hati mereka.

    Yang sempat saya hubungi adalah Artis Penyanyi paling se-nior atau Diva Orang Karo, Tio Fanta Br Pinem dan Pemain Key-

    board paling ber-pengalaman yang aktif secara sosial dan rohani, Arnis Ginting. Arnis ada-lah seorang Pertua di GBKP Galaksi Be kasi dan saat ini menjadi Sekretaris Umum HMKI Pusat.

    Saat saya berta nya kepada Tio Fanta bagaimana pandan-gannya terhadap pes-ta demokrasi, beliau mejawab bak seorang politikus handal

    Sebagai seniman yg bersuku Karo, saya meng apresiasi pesta demokrasi ini baik Pilpres ataupun Pileg . Seniman juga haruslah ikut mensukseskan pesta demokrasi ini . Dengan harapan pesta ini berlangsung dengan baik, nyaman dan tentram demi pem-bangunan bangsa dan nega ra kita berdasarkan PANCASILA . Aku berharap supaya semua masyarakat untuk tidak GOLPUT . Dan sebagai artis penyanyi yang bersuku Karo siapapun dia tidak terkecuali (untuk) ikut bergandeng tangan dengan para seniman pekerja seni baik dari segala suku di Indonesia. Karena sebagai public figure pantas lah sebagai contoh yang baik juga dalam se-gala hal, terlebih dalam pembangunan negara yang kita cintai..

    Menjawab pertanyaan siapa yang dia pilih Langsung Umum Bebas dan Rahasia jangan karena pesta

    demokrasi yang suci ini kita bersaudara bertentangga bersahabat terlebih satu profesi pekerjaan. (Jangan lah) Menjadi bermusuhan dan saling tidak tegur . Karena kita sudah sangat banyak menge-tahui tentang Calon 1 dan 2 juga caleg si A si B si C dll . Cukup ba nyak Kita ketahui dan pasti sudah punya pilihan masing masing “

    Ketika saya pancing, jadi kutulis kam pro 01 ya, Tio yang suara merdu nya tidak berubah dari sejak 30 tahun yang lalu merespon dengan :

    Hahhaaa kai kin maka tulis hahahhaa.... La kin kam lit bas WA group Karo for Jokowi? Kan ada disana aku?

    Lalu Saya melanjutkan pertanyaan saya tentang apa hara-pannya kepada para calon Legislatif Karo. Tanpa kuduga ternya-ta Diva yang tetap lincah dan cantik ini menjawab dengan wa-wasan yang menunjukkan kecintaannya kepada Kalak Karo.

    Harapanku untuk para caleg si kalak karo untuk tidak ter-jebak dalam perputaran politiknya tapi baguslah mengandalkan hati bukan emosi sesaat. Juga tidak melupakan daerah pilihan-nya jika terpilih, dan jika pun tidak (terpilih) jangan lah menjadi Pasip akan apa yang di cita citakan sebelumnya untuk daerah pili-hannya karena tidak hanya dengan kita menjadi Anggota dewan maka kita dapat ber suara dan berbuat .

    Sementara pemain Keyboard kawakan Arnis Ginting saat saya tan-ya kemana para artis dan seniman Karo melabuhkan pilihannya pada Pilpres 17 April 2019 nanti, dengan teguh dan sangat meyakinkan dia mengakatan 90 persen akan memilih Presiden Jokowi dan Maruf Amin. Saat saya elaborasi lebih jauh apa alasannya, pertua yang ber-asal dari Bunuraya ini berkata Presiden Jokowi adalah pemimpin yang mempunyai integritas dan sangat merakyat. (Analgin Ginting)

    Tio Fanta Pinem : JANGAN GOLPUT

  • KATANTARAS8 EDISI 6, April 2019

    KEDENTARAS

    La Ban

    ci NGEBon

    FOTO SIADINusantara

    CAKAP LUMAT POLITIKBeberapa orang guru SMA “Pedas Beluh”

    terlibat dalam diskusi politik yang berlangsung dengan cukup seru. Sangat hidup dan lumayan berbobot diskusi mereka, dalam ukuran kede kopi, tentu saja. Pak KSG, mengatakan baha-sa politik menjelang pemilu sering tidak masuk akal, sehingga tidak perlu digubris.

    “Karena melecehkan akal sehat” tukasnya seraya menarik sebatang rokok dari saku bajun-ya. Sebagai seorang pendidik dan guru matem-atika, dia selalu berpikir logis. Karena itu, jalan pikiran yang asal-asalan atau sembrono sangat dibencinya. Otak tidak boleh digunakan dengan sembarangan, begitu prinsip yang dianutnya se-cara fanatic sejak dulu.

    Setelah menyulut rokok kretek pujaannya itu dan asapnya meluncur dengan deras dari kedua lobang hidungnya, dia melanjutkan, “Coba ka-lian pikir. Ada seorang caleg bilang bahwa kalau dia terpilih nanti, setiap bulan gajinya sebagai anggota DPR akan disumbangkannya kepada orang-orang miskin”.

    “Sangat sedap kedengaran” desis Pak TDK dengan sinis. “O Perkede, tambahi sitik lau lasna kopi ku enda. Kalau masa kampanye begini, semua caleg berubah jadi percakap longgar kerina.”

    “ Untuk menunjukkan bahwa dia bekerja benar-benar sebagai pengabdian kepada rakyat” sambut Pak BPK dan kemudian cepat-cepat menambahkan, “Bagem nina erkata bana.”

    “Cakap nge ranan” Kali ini Pak SKT yang sedari tadi lebih banyak diam mulai angkat bic-ara. “Kai pe banci iembusi”

    “Begitulah politik”“Politik si kacang buncis”“Kerina percakap longgar!”“Persantan batu”Tamburakrak II dari meja kede mengikuti

    diskusi guru-guru itu dengan penuh perhatian. Jalan pikiran mereka sangat menarik baginya sekalipun dia tidak sepenuhnya dapat mengerti apa yang sedang mereka perbincangkan. Tapi ada satu hal yang dapat dia tangkap dengan jelas, pernyataan bahwa ada seorang caleg DPR bila terpilih nanti gajinya akan disumbangkann-ya kepada fakir miskin. Sekalipun hanya fantasi, dia tahu itu, namun dia merasa beruntung juga karena dirinya termasuk orang miskin. Salah satu bukti dari kemsiskinan dirinya, cukup ser-ing dia makan tebu ampar-ampar misalnya. Be-lum lagi pergi ke pesta perkawinan (kerja-kerja) orang lain yang tidak punya hubungan kerabat dengan dirinya, demi makan siang gratis.

    Kalau misalnya si caleg itu nanti benar-be-nar tepilih, apakah dirinya akan kebagian? Dia tidak sempat berpikir ke arah itu. Yang penting “bekerja untuk rakyat tanpa gaji, gaji itu disum-bangkan untuk fakir miskin, baginya hanya sep-erti lagu yang sedap di kuping. Isitilah yang ser-ing mereka pakai untuk menggambarkan sesuatu yang tidak masuk akal seperti itu dengan sebutan “:lagu si kacang koro”.

    Untuk beberapa jurus lamanya Tamburakrak

    II saling pandang dengan Perkede yang duduk di sebalahnya. Yang berkecamuk di benak Perkeda hanya satu : tindakan para guru itu, sedari tadi masing-masing hanya memesan secangkir kopi saja. Tidak ada yang lain, misalnya pesanan roti hitam dalam kek atau cimpa unung-unung titi-pan dari Nini Rahu yang sudah mulai dikenal orang kualitasnya. Padahal diskusi mereka su-dah lebih 3 jam.

    Dia pun sadar, begitulah dunia kede kopi, ada yang hadir disana sekedar ngobrol kesana ke-mari, tidak disertai dengan daya beli yang kuat. Dia pun mahfum dengan predikat yang melekat dalam diri pengusaha kede kopi di seluruh Tanah Karo, hanya satu : perkede la megogo.

    Sementara Perkede terbenam dalam sen-timentalitas sebagai perkede kopi, masuk dua orang pria paruh baya berpakaian perlente, seo-rang memakai kacamata minus. Si berkacamata menyapa guru-guru itu dengan ramah lalu duduk bersama mereka. Setelah sibuk sebentar bertegur sapa dan basa basi sosial lainnya, si berkacama-ta berseru kepada Perkede, memesan kopi susu untuk mereka semua, termasuk untuk guru-guru SMA “Pedas Beluh”.

    “Perkede, lit denga cimpa? Kubegi maka cimpa ijenda entabeh kal” si kacamata bese-ru.”Tama cimpa ras roti kelapa man kami keri-na. Kam kai isapndu kerina, pindo saja. Kena ka jendai erga rimota” ujarnya dengan nada suara penuh kegembiraan.

    Dengan cekatan Perkede melayani semua permintaan si kacamata itu, dan Tamburakrak II sebagai asisten tidak kalah cekatan dalam mem-bersiapkan pesanan kopi susu mereka. Semen-tara mereka semua semakin asyik disukusi ten-tang politik. Si kacamata paling banyak bebicara dengan cara yang sangat meyakinkan. Tampa-knya dia sudah sangat terlatih dalam bebicara panjang lebar, tentang harga jeruk, kopi, kol dan sebagainya. Dia tahu semua, setidaknya begitu-

    lah tampaknya.Sekarang Perkede berharap agar diskusi

    mereka semakin panjang dan lama, mengingat si kacamata terus melontarkan banyak permint-aan. Memang ini tahun politik, kata orang. Tapi Perkede tidak perduli seandainya sikap pemurah si kacamata itu dilandasi dengan tujuan-tujuan politik. Tidak sanggup otaknya memikirkann-ya. Satu hal yang dia sanggup memikirkannnya, soal rejeki Kedentaras yang dalam waktu beber-apa jam saja sama dengan penghasilan kede itu seminggu.

    Apalagi sikacamata membayarnya dengan lebih. Dia menolak uang kembalian yang di-sodorkan Perkde. Setelah si kacamata dengan temannya meninggalkan kede, guru-guru itu melanjutkan diskusi mereka dengan membicara-kan perihak diri si kacamata.

    “Nama si kacamata itu Frederich Maba Tuah Sembiring” berkata Pak KSG. “Dia sarjana ekonomi lulusan USU”

    “Caleg ia maka bage kal royalna?”

    “Lang, ia labo caleg, Saja kubegi tahun si reh maju atena bas pemilihen bupati” ujar Pak KSG

    “Oooo, balosam” secara serentak Pak BPK, Pak SKT dan Pak TDK berseru tanda sudah mahfum bagaimana duduk perkaranya si kaca-mata itu bisa begitu royal. Lit kepe garangena, pikir Tamburakrak II. Tapi baginya dan juga bagi Perkede, yang paling penting adalah isi laci kede hari ini penuh, itu yang membuat hati mereka berbunga-bunga. Rejeki memang datan-gnya tidak terduga-duga, kata orang. Dan mer-eka merasa tidak berdosa bila dituduh terlibat dalam semacam politik uang seperti sering dide-ngung-dengungkan orang. Sebab mereka hanya perkede kopi, dunia usaha yang mereka geluti selama ini. Mereka tidak berurusan dengan jual beli suara. ([email protected])

    Erkiker emekap cara si adi ibas kita kalak Karo guna pejile ipen si arah lebe, umumna ilakoken man anak si diberu sinandangi jadi singuda-nguda bagi bas gambar enda. Erkiker asal katana kiker, emekap alat sini pake guna pesikap ipen gelah teridah. Erkiker enda lit ibahan upacara man si tu-kang kiker (diberu) ibereken belo kinapur sope ibenakena engkiker. Foto i datas iperkiraken ibahan antara tahun 1914 – 1918.

    Kabanjahe (Katantaras)

    Puncak “Pelangkah Gad-ing” di Desa Kuta Mba-ru, kecamatan Munte, memiliki potensi besar untuk menjadi destinasi wisata baru di Kabupaten Karo. Yang memerlukan sentuhan pem-bangunan dan “polesan” un-tuk memikat wisatawan. Un-tuk itu, Bupati Karo Terkelin Brahmana bersama Asisten 1 Drs Suang Karo-Karo, Kepala Bappeda Nasib Sianturi, Kadis DPMD Abel Tarawai Tarigan, Kadis Pertanian Sarjana Purba dan Kadis Peternakan Meteh-sa Purba meninjau desa wisata “Pelangkah Gading” tersebut (4/3/2019).

    Rombongan Bupati disam-but Kepala Desa Kuta Mbaru, Benyamin Sembiring. Menurut Benyamin, lokasi objek wisata “Pelangkah Gading” mereka tawarkan untuk dibantu oleh Pemkab Karo menjadi desa agro wisata.

    “Pelangkah Gading ini merupakan aset daerah Ku-tambaru seluas 42 hektar. Tel-ah memiliki akses jalan masuk sejauh 2.5 Km belum diaspal, dengan lebar jalan 10 meter. Sementara untuk naik ke pun-cak Pelangkah Gading harus kendaraan doubel cabin,” ujar Benyamin kepada bupati.

    Untuk rencana kedepan kata Benyamin, sudah dia-gendakan pemanfaatan lahan seluas 1 Ha untuk penanaman bunga berbagai jenis dengan menggunakan Dana Desa ta-

    hun 2019. Selain itu, akan dibangun lokasi offroad mobil, sepeda motor dan lintas sepe-da, homestay dan fasilitas fa-sum terutama toilet.

    Bupati Karo Terkelin Brahmana SH menyambut baik rencana itu dan pada prinsipnya Pemkab Karo san-gat mendukung objek wisata Pelangkah Gading ini. “Un-tuk itu, benahi apa yang harus dibenahi. Misalnya akses jalan sepanjang jalan ke wisata Pe-langkah Gading, buatkan su-rat pernyataan tidak keberatan minimal jalan tersebut dibe-baskan selebar 12 meter untuk menjaga dikemudian hari,” ujar Terkelin, seperti dilansir harian SIB.

    Lebih jauh disampaikan agar jangan hanya mengandal-kan dana desa untuk menge-lola wisata Pelangkah Gading tersebut, namun menurut bu-pati agar dicari investor swasta untuk ikut bergabung mena-nam sahamnya, supaya pemba-ngunan dan promosi Pelangkah Gading cepat terakses ke mas-yarakat luas, katanya.

    Menurut Terkelin, al-angkah baiknya wisata Pe-langkah Gading ini juga meli-batkan Bumdes (Badan usaha milik desa) agar masyarakat setempat dapat menikmati ha-sil wisata daerahnya melalui UKM (usaha kecil menengah) yang sudah ramai dikunjungi para wisata lokal khususnya dan mancanegara umumnya.

    Sementara Pemkab Karo

    katanya belum bisa mengucur-kan dana dari APBD, meng-ingat butuh proses dan kajian SKPD. Sepanjang ada regula-si yang mengizinkan kita siap membantu untuk menunjang wisata tersebut.

    Sementara Kepala Bappe-da Ir Nasib Sianturi disela-se-la peninjauan tersebut meng-ingatkan agar adminitrasi surat menyurat terkait pelepas-an pelebaran jalan dan surat pernyataan dari masyarakat setempat agar disiapkan dan diselesaikan oleh kepala desa.

    Hadir dalam acara ini Camat Munte Edi Ginting Manik, Danramil 06/Munte Kapten Inf S. Karo Sekali, Pol-sek Munte, Sekcam Munte Eli Br Perangin angin, dan Kepa-la Desa Barungkersap Tobat Perangin-angin.

    Satu hal yang patut diapre-siasi, telah ada website untuk memprosikan puncak “Pelang-kah Gading” di https://pun-cak-pelangkah-gading-kutam-baru-munte-kab-karo-sumut.business.site/. Sekalipun masih sederhana tapi sebagai lang-kah awal sudah cukup menar-ik. Disana ditulis “ Destinasi Wisata Desa Baru di Kabupaten Karo. Yang mengintegrasikan antara wisata pertanian, pe-ternakan, pemandangan alam, perbukitan, wilayah pegunun-gan, landscape dan keindahan pemandangan gunung Sinab-ung”. Tinggal pembangu-nan infrastruktur yang perlu dilakukan. (Tambur)

    POTENSI DESTINASI WISATA

    PELANGKAH GADING DI DESA KUTA MBARU

  • KATANTARAS 9EDISI 6, April 2019

    Man Tambar lungun dingen erlajarI jenda i elaken kami man bandu Sada Ombang-ombang Satur. Ibas 3 (telu) langkah mbiring emat. Mbentar lebe si erdalan.Ilakoken Peraturen Catur FIDEMari radu ras kita ngukurkenca

    Posisi buah Mbentar, Raja ibas f5, Benteng g7Kuda e1Bidak g2 ras h2Posisi buah Mbiring, Raja h5Gajah f2Bidak ibas g3

    Jawaban Bulan lalu : Putih : G a2 - g8Hitam: c3 x c2 (terpaksa)Putih : B f2 - f7Hitam: Ra1 - a2 (terpaksa)Putih : Bf7 - a7 +mat

    S A TU R

    OM

    BA

    N

    G OMB

    AN

    G

    Nusantara

    Jakarta (Katantaras)

    Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut Sumatera Utara memi-liki 147 jenis produk pertanian unggulan ekspor. Dari jumlah tersebut kubis atau kol asal Be-rastagi merupakan komoditas hortikultura penyumbang jum-lah ekspor terbesar.

    “Hingga saat ini ada lima negara tujuan ekspor kubis asal Berastagi, yakni Taiwan, Malaysia, Jepang, Singapura, Korea Selatan,” kata Kepa-la Badan Karantina Pertanian (Barantan), Ali Jamil dalam keterangan tertulis (4/3/2019) seperti diberitakan detik.com

    Ia menjelaskan berdasarkan data statistik Karantina Belawan, ekspor kubis yang keluar dari pelabuhan Belawan selama lima tahun terakhir terus mengala-mi peningkatan, kecuali pada tahun ketiga yang mengalami penurunan disebabkan kondisi alam pascaerupsi Sinabung.

    Pada 2012 ekspor kubis se-besar 11.747 ton dengan nilai

    KOL BERASTAGI JADI EKSPOR UNGGULAN SUMUT

    Rp 35,243 miliar, 2013 sebe-sar 13.133 ton dengan nilai Rp 39,401 miliar, 2014 sebesar 8.933 ton dengan nilai Rp 26,800 miliar, 2015 sebesar 17.043 ton dengan nilai Rp 51,131 miliar, 2016 sebesar 32.680 ton dengan nilai Rp 98,040 miliar.

    Baru setelah itu menurutn-ya pada 2017 dan 2018 volume ekspor komoditas ini mengala-mi penurunan, yakni pada 2017 hanya sebesar 18.459 ton den-gan nilai Rp 55,379 miliar dan pada 2018 sebesar 15.228 ton dengan nilai Rp 45,906 miliar

    “Penurunan selama dua tahun terakhir ini disebabkan semakin ketatnya persyaratan keamanan pangan dari neg-ara tujuan ekspor, terutama Jepang, Korea Selatan, dan Singapura yang memiliki stan-dar syarat keamanan pangan yang cukup tinggi,” jelasnya. Untuk mengatasi hal ini, pada awal 2019 Kementan melalui Barantan melakukan pendamp-ingan kepada para eksportir guna memenuhi persyaratan

    ekspor, termasuk kepada petani kubis di Brastagi, melalui Karantina Belawan dilakukan mitigasi Organisme Penggang-gu Tumbuhan (OPT) melalui inline inspection.

    Adapun pendampingan mulai dari pertanaman kemu-dian penanganan pascapanen, sampai ke pengangkutan agar sesuai dengan persyaratan neg-ara tujuan ekspor.

    “Penerapan inline inspec-tion insya Allah dapat menjadi solusi untuk kembali mening-katkan volume ekspor kubis asal Sumatera Utara,” ungkapnya. Sebagai informasi pelepasan ek-spor melalui pelabuhan Belawan ini juga bersamaan dengan 19 produk lainnya dengan total nilai Rp 272,166 miliar. Kepala Karan-tina Belawan, Bambang Haryan-to pun memberikan rincian data produk yang telah disertifikasi oleh pihaknya masing-masing se-bagai berikut:Hal tersebut disam-paikannya saat melepas ekspor 25 ton kubis ke Malaysia, Kamis (28/2/2019) lalu.

    Kabanjahe (Katantaras)

    Upacara serah terima jabatan (Sertijab) Komandan Bataly-on 125/Simbisa telah berlangsung di lapangan apel Batalyon, Jalan Ksatria, Kabanjahe (14/03/ 2019) yang dipimpin oleh Danbrigif 7/Rimba Raya Kolonel Inf Freddino Si-lalahi yang dihadiri Bupati Terkelin Brahmana S.H.

    Letkol Inf Victor Andhyka Tjokro, yang merupakan Danyon 125/SMB digantikan oleh Mayor Inf Anjuanda Pardosi . Dan Let-kol Inf Victor Andhyka Tjokro, kini ditugaskan untuk memimpin Komando Distrik Militer (Kodim) 0304/Agam Bukit Tinggi. Se-dangkan Mayor Inf Anjuanda Pardosi sebelumnya menjabat se-bagai Kasi Ops Korem 022/Pantai Timur, seperti dilansir Online News Indonesia.

    Letkol Inf Victor Andhyka Tjokro berpesan kepada Danyonif yang baru, agar dapat meneruskan dan memperkuat persaudaraan yang telah dibangun sebelumnya. Persaudaraan yang dimaksud Victor, yaitu baik dengan sesama prajurit, pemerintahan, dan in-stansi-instansi lainnya.

    Dia percaya dengan kepemimpinan Anjuanda nanti Batalyon dapat semakin jaya dan lenih dicintai oleh prajurit dan masyarakat. Diacjuga mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah mendukungnya selama bertugas. “Saya yakin dengan kepemimpinan Danyon yang baru, Batalyon Simbisa semakin jaya ke depannya” katanya.

    Sedangkan Anjuanda yang beberapa waku lalu pernah bertu-gas di Batalyon Simbisa ingin kesatuan yang saat ini dipimpinnya dapat semakin berguna bagi masyarakat. Dia mengetahui, Bataly-on 125/SMB merupakan kesatuan yang cukup besar dan kekua-tan prajuritnya tidak dapat diragukan lagi. Untuk itu, Anjuanda menginginkan apa yang telah dilakukan oleh seniornya terdahulu, dapat selalu dijaga dan ditingkatkan di bawah kepemimpinannya.

    “Selain pelaksanaan tugas pokok menjaga keutuhan NKRI, kedekatan bersama rakyat harus diperkuat. Kita juga harus men-dukung program Bupati Karo untuk menjaga keindahan wilayah Kabupaten Karo, karena merupakan daerah wisata,” ucapnya.

    Sebagai Pemimpin Satuan Infanteri Freddino, meminta kepa-da Danyon baru agar melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh Danyon yang lama. Dirinya juga meminta agar prestasi yang telah ada dapat semakin ditingkatkan.

    “Satu pesan saya kepada Danyon yang baru, berbuatlah yang terbaik dan berguna bagi orang banyak. Kepada mantan Danyon, saya bangga apa yang telah anda lakukan untuk satuan ini. Saya bangga kepada kalian semua, kebanggaan saya ini mari terus kita tingkatkan,” ucapnya.

    Perlu diketahui, Batalyon Infanteri 125/Simbisa atau Yonif 125/SMB adalah salah satu Batalyon Infanteri di bawah komando Brigade Infanteri 7/Rimba Raya sejak 12 April 2007, bersamaan dengan diaktifkannya kembali Brigif 7/RR. Sebelumnya Yonif 125/SMB berada di bawah komando Korem 023/Kawal Samudera.

    Adapun Batalyon Simbisa dibentuk pada 4 Desember 1964 ketika Pangdam II/BB melakukan reorganisasi Batalyon Infanteri dijajaran Kodam II/BB dari 9 Batalyon menjadi 6 Batalyon. Dian-taranya Yonif 137/Padang Sambo yang berada di Kabanjahe dan Yonif 139/Lae Renun yang berada di Sidikalang, dilebur menjadi Yonif 205/Dataran Tinggi dengan markas komando berkedudu-kan di Kabanjahe. Komandan Batalyon pada masa itu dijabat oleh Mayor Inf Lenggang Bangun. (Tdkn)

    DANYON SIMBISA YANG BARUMAYOR INF. ANJUANDA PARDOSI

    Kopi biji sebesar 788.845 ton senilai Rp 70,215 miliar, sayuran 50,2 ton senilai Rp 125 juta, kayu manis 125,5 ton senilai Rp 4,076 miliar, pinang biji 1.485 ton senilai Rp 22,275 miliar, karet lempengan 1.577,88 ton senilai Rp 29,976 miliar, karet lemba-ran 469,08 ton sebesar Rp 1,312 miliar, nipah 151,533 ton senilai Rp 1,057 miliar, dan lidi 26,8 ton senilai Rp 99 juta.

    Selanjutnya ada pula getah pinus 79,893 ton senilai Rp 766 juta, gambir 27 ton senilai Rp 945 juta, minyak sawit 13.620,59 ton senilai Rp 122,572 miliar, kelapa parut 45,75 ton senilai Rp 2,057 miliar, kayu oak putih 255,8326 m3 senilai Rp 1,245 miliar, kayu karet 1684,10 m3 senilai Rp 9,428 miliar, ekalip-tus sawn timber sebesar 19,7627 m3 senilai Rp 124 juta, teh 24,8 ton senilai Rp 62 juta, kayu ola-han 465,13 m3 senilai Rp 1,991 miliar, silver prills/palmitic acid 194,1 ton senilai Rp 1,853 mil-iar, beef produk 9,103 ton senilai Rp 773 miliar. (Tambur)

    Pendekatan Persuasif Polsek Barusjahe, Gelar Kebaktian Safari Minggu Kasih

    Barusjahe Katantaras

    Kapo