font dictionary reference , 2003: online ). pemilihan

56
2. LANDASAN TEORI Landasan teori dalam penelitian diperlukan sebagai salah satu pedoman dalam menganalis data dan sebagai landasan pemikiran peneliti dalam meneliti suatu masalah. Dalam karya ilmiah, landasan teori juga dipergunakan sebagai alat untuk menjawab rumusan permasalahan yang ada. 2.1. Tipografi Tipografi adalah seni dan teknik yang terbatas dengan huruf atau font, seperti: jenis, ukuran, efek dan warnanya. Tipografi juga dapat berarti komposisi materi dari tipe-tipe huruf ( dictionary reference, 2003: online). Pemilihan tipografi dalam majalah seringkali tidak menjadi perhatian desainer, padahal tipografi merupakan salah satu elemen penting dalam membentuk teks, dalam hal ini disebut artikel/ isi bacaan. Dengan tipografi yang terstruktur dan legible, pesan yang disampaikan pada majalah akan tersampaikan dengan baik. Tipografi yang digunakan pada majalah hendaknya yang mudah dibaca, sehingga pembaca majalah tersebut tidak mengalami kesulitan pada saat membaca isi majalah itu. 2.1.1. Asal Mula Tipografi Cerita tentang tipografi tidak langsung dimulai dengan bagaimana huruf itu, namun dimulai dari hak dan kemasyarakatan. Tipografi sendiri baru dapat dikatan eksis selama 550 tahun ini, hal itu merupakan evolusi dari kebutuhan dan kebiasaan. Selama bertahun-tahun, manusia pertama kali berkomunikasi dengan suara. Bahasa verbal yang hanya dapat didengarkan namun tidak dapat dilihat secara visual mempunyai banyak kekurangan dan keterbatasan. Cerita, sejarah dan banyak informasi lain yang diturunkan turun-temurun seringkali hanya bersifat sementara karena cerita itu hanya diteruskan mulut ke mulut saja. Manusia mengenal simbol untuk yang pertama kalinya yaitu sekitar 25.000 B.C (Sebelum Masehi). Simbol, gambar atau pictograf ini sangat mudah

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

2. LANDASAN TEORI

Landasan teori dalam penelitian diperlukan sebagai salah satu pedoman

dalam menganalis data dan sebagai landasan pemikiran peneliti dalam meneliti

suatu masalah. Dalam karya ilmiah, landasan teori juga dipergunakan sebagai alat

untuk menjawab rumusan permasalahan yang ada.

2.1. Tipografi

Tipografi adalah seni dan teknik yang terbatas dengan huruf atau font,

seperti: jenis, ukuran, efek dan warnanya. Tipografi juga dapat berarti komposisi

materi dari tipe-tipe huruf (dictionary reference, 2003: online). Pemilihan

tipografi dalam majalah seringkali tidak menjadi perhatian desainer, padahal

tipografi merupakan salah satu elemen penting dalam membentuk teks, dalam hal

ini disebut artikel/ isi bacaan. Dengan tipografi yang terstruktur dan legible, pesan

yang disampaikan pada majalah akan tersampaikan dengan baik. Tipografi yang

digunakan pada majalah hendaknya yang mudah dibaca, sehingga pembaca

majalah tersebut tidak mengalami kesulitan pada saat membaca isi majalah itu.

2.1.1. Asal Mula Tipografi

Cerita tentang tipografi tidak langsung dimulai dengan bagaimana huruf

itu, namun dimulai dari hak dan kemasyarakatan. Tipografi sendiri baru dapat

dikatan eksis selama 550 tahun ini, hal itu merupakan evolusi dari kebutuhan dan

kebiasaan. Selama bertahun-tahun, manusia pertama kali berkomunikasi dengan

suara. Bahasa verbal yang hanya dapat didengarkan namun tidak dapat dilihat

secara visual mempunyai banyak kekurangan dan keterbatasan. Cerita, sejarah dan

banyak informasi lain yang diturunkan turun-temurun seringkali hanya bersifat

sementara karena cerita itu hanya diteruskan mulut ke mulut saja.

Manusia mengenal simbol untuk yang pertama kalinya yaitu sekitar

25.000 B.C (Sebelum Masehi). Simbol, gambar atau pictograf ini sangat mudah

Page 2: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

11

dimengerti. Meskipun bentuknya sangat sederhana namun simbol diyakini lebih

mampu bertahan daripada hanya sekedar suara.

Gambar 2.1 Pictograf (Sumber: Danton Sihombing, 2001: 2)

Setelah itu, simbol-simbol yang sederhana itu mengalami perubahan dan

penyempurnaan yang terus-menerus. Simbol yang pada mulanya tidak ada artinya

secara khusus perlahan-lahan berkembang menjadi sebuah gambar atau lukisan-

lukisan yang terdapat di dinding-dinding gua. Contohnya yaitu lukisan gua di

Queensland, Australia; yang merupakan salah satu cara orang Aborigin

berkomunikasi pada mulanya.

Gambar 2.2 Aboriginal Rock Painting (Axel Poignant Archive) 13.000 B.C

(Sumber: Ilene Strizver, 2001: 14)

Page 3: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

12

Selang waktu berjalan, manusia mulai berpikir bagaimana sebuah simbol

atau gambar tidak hanya merupakan penyampaian ide saja, namun bagaimana ide

dan aksi itu dapat direpresentasikan sehingga ada komunikasi dengan dua pihak

dan saling mengerti. Manusia pada mulanya sangat sulit mengerti dua macam

komunikasi verbal dan visual secara bersama-sama. Setelah kondisi yang rumit itu

bertambah kompleks, manusia akhirnya berpikir untuk menciptakan suatu

kesepakatan untuk membuat simbol dan bagaimana simbol itu akhirnya dapat

dimengerti.

Yunani merupakan tempat pertama yang menggunakan huruf phonetic

(Phoenician Alphabet). Huruf-huruf phonetic itu diwakilkan dengan simbol-

simbol tertentu, namun simbol yang bukanlah simbol gambar atau pictograf lagi,

melainkan lebih menyerupai tulisan. Dari huruf-huruf phonetic yang sederhana

yang hanya konsonan itu, Yunani mengembangkan berbagai ragam tulisan lagi

dan menambah dengan vokal. Dengan ide tulisan phonetic mereka yang sederhana

itu, mereka dapat menghemat ratusan gambar yang mereka gunakan sebelumnya.

Konsep unik mereka ini mendasari berkembangnya tulisan yang berhubungan

dengan suara/bahasa yang digunakan.

Page 4: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

13

Gambar 2.3 Huruf Phonetic Yunani. 1.000 B.C (Sumber: Ilene Strizver, 2001: 14)

Gambar 2.4 Huruf phonetic Yunani, setelah mereka mengerti bagaimana

menulis huruf menjadi garis satu ke garis yang lainnya. (Sumber: Ilene Strizver, 2001: 15)

Page 5: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

14

Setelah Yunani, yang mengembangkan huruf sesudah itu yaitu Roma.

Setelah banyak penyempurnaan yang dilakukan, Roma menjadikan huruf itu

menjadi alfabet yang kita kenal sekarang. Dengan memperhitungkan keleluasaan,

cepatan dan efesiensi menulis, Roma menyempurnakan huruf-huruf itu dengan

gerakan natural dari tangan kita.

Gambar 2.5 Huruf Yang Telah Disempurnakan Oleh Roma. (Sumber: Ilene Strizver, 2001: 15)

Gambar 2.6 Huruf Yang Telah Disempurnakan Oleh Roma (alfabet). (Sumber: Ilene Strizver, 2001: 15)

Ada beberapa kasus yang tidak disebutkan yaitu mengenai huruf Cina,

Jepang dan negara-negara Asia yang lain. Meskipun mereka menulis tidak dengan

alfabet namun mereka memberikan kontribusi tentang seni kaligrafi, menulis

Page 6: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

15

artistik, indah dan memberikan inspirasi untuk yang berhubungan langsung

dengannya.

Ketika perguruan tinggi pertama kali berdiri di Eropa pada awal

milennium kedua, teknologi cetak belum ditemukan pada masa itu sehingga

sebuah buku harus disalin dengan tangan. Pada tahun 1450, Johann Gesnsfleisch

zum Guttenberg dari Jerman menemukan mesin cetak yang pertama dengan

sistem movable type. Setiap blok huruf yang dibuat oleh Guttenberg disusun

paralel dan memiliki ketinggian yang sama.

Gambar 2.7 Bentukan Huruf Yang Pertama (type mold) Penemuan Johann Guttenberg.

(Sumber: Danton Sihombing, 2001: 6)

2.1.2 Anatomi Huruf

Setiap bentukan huruf yang dalam sebuah alfabet mempunyai karakter

yang berbeda-beda. Setiap karakter dibuat dengan partikel yang berbeda.

Keunikan ini dibuat bukan hanya berdasarkan keindahan saja, tetapi bagaimana

mata manusia dapat mengenali huruf dan mengerti sebuah tulisan. Langkah awal

untuk mengerti tipografi adalah mengenali anatomi huruf. Huruf mempunyai

banyak unsur-unsur pembentuknya, dengan mengenali unsur-unsur pembentuk

huruf ini, maka akan menjadi masukan untuk menganalisis tipografi dalam

penelitian ini.

Page 7: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

16

Gambar 2.8 Anatomi huruf. (Sumber: Ilene Strizver, 2001: 35)

Page 8: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

17

Berikut ini adalah beberapa terminologi umum yang digunakan untuk

mengenali komponen-komponen fisik yang ada terdapat pada sebuah huruf:

Gambar 2.9 Komponen Fisik Pada huruf (Sumber: Danton Sihombing, 2003: 12)

1. Baseline

Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian yang

paling bawah dari setiap huruf besar.

2. Capline

Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian yang

paling atas dari setiap huruf besar.

3. Meanline

Sebuah garis maya lurus horisontal yang menjadi batas dari bagian yang

paling atas dari setiap huruf kecil.

4. X-Height

Ukuran tinggi dari badan huruf kecil, atau jarak ketinggian dari baseline

sampai ke meanline. Biasanya untuk mempermudah mengukur X-Height

yaitu dengan menggunakan huruf x.

5. Ascender

Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di antara meanline dan

capline.

6. Descender

Bagian dari huruf kecil yang posisinya tepat berada di bawah baseline.

Page 9: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

18

7. Counter (lihat gambar 2.9)

Partikel yang menutup penuh spasi dalam karakter.

8. Serif (lihat gambar 2.9)

Proyeksi keluar dari sebuah karakter huruf. Serif dibagi menjadi 2 yaitu

brackets dan unbrackets, bergantung pada jenis hurufnya.

9. Stem (lihat gambar 2.9)

Garis lurus atau diagonal dalam sebuah huruf.

2.1.3 Tipografi dan Elemen-elemen Visualnya

Untuk memahami tipografi tidak hanya mengenal karakter hurufnya saja,

tetapi juga bagaimana huruf tersebut dapat diolah, dikembangkan dan bagaimana

sebuah huruf dapat memvisualkan bahasa verbal. Banyak pengembangan tipografi

yang telah dilakukan sehingga memperkaya variasi dalam memilih huruf. Namun

dalam memahami tipografi ada hal-hal mendasar yang sering dipergunakan

sebagai variasi dalam tipografi dari dahulu sampai sekarang, yaitu:

1. Italics / kemiringan

Huruf italic ini biasanya disebut huruf yang dicetak miring. Italic ini

sering dipergunakan untuk memberikan penekanan terhadap kata yang

dimaksud, dan juga dapat digunakan untuk menunjukkan istilah bahasa

asing. Huruf italic ini tidak hanya diciptakan sekedar miring, tetapi juga

mempertimbangkan toleransi kenyamanan mata manusia dalam membaca.

Yesterday is a history, Tomorrow is a mystery. Today is a gift. (Author Unknown)

Yesterday is a history, Tomorrow is a mystery. Today is a gift. (Author Unknown)

9.10 Kemiringan Huruf (italics)

2. Boldface / ketebalan huruf

Apabila ditinjau dari ketebalan hurufnya, maka anggota dari keluarga

huruf dapat dibagi menjadi 3 yaitu: light, regular dan bold. Dengan

mengkombinasikan ketiganya, dapat diperoleh banyak variasi huruf yang

menarik. Khusus untuk huruf bold (tebal), biasanya digunakan untuk

menjadi aksentuasi kalimat-kalimat yang penting.

Page 10: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

19

Litograph light The text combination can evoke emotional responses or convey information for purposes as varied as motivating a sale to furthering a cause. (Laura Bix, 2001) Litograph regular The text combination can evoke emotional responses or convey information for purposes as varied as motivating a sale to furthering a cause. (Laura Bix, 2001) L itograph BoldLitograph Bold The text combination can evoke emotional responses The text combination can evoke emotional responses o r c o n v e y i n f o r m a t i o n f o r p u r p o s e s a s v a r i e d a s o r c o n v e y i n f o r m a t i o n f o r p u r p o s e s a s v a r i e d a s motivating a salemotivating a sale t o f u r t h e r i n g a c a u s e . t o f u r t h e r i n g a c a u s e . ( L a u r a B i x , 2 0 0 1 )( L a u r a B i x , 2 0 0 1 )

Gambar 2.11 Ketebalan Huruf (boldface)

3. Point size / ukuran tinggi huruf.

Pada tahun 1937, Pierre Fournier seorang pembuat huruf (type founder)

dari Paris menemukan satuan pengukuran huruf yang disebut point.

Sekitar 40 tahun kemudian, ditemukan satuan huruf yang lain oleh

François Ambroise Didot dari Prancis. Dari penemuan-penemuan itu,

acuan yang dipakai dan dikenal sekarang yaitu dengan sistem Anglo-Saxon

dengan perhitungan 72 pt setara dengan 1 inch atau 2,539 cm. (Danton

Sihombing, 2001: 20). Sekarang, point digunakan secara umum untuk

menunjukkan ukuran besar dan tinggi huruf yang biasa disingkat pt.

Page 11: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

20

Times New Roman 72 pt (1 inch)

When Times New Roman 18 pt

When creating messages, designers must be careful

to not affect basic letters, thus weakening

communication (Craig, 1980)

Times New Roman 12 pt

When creating messages, designers must be careful to not affect basic letters,

thus weakening communication (Craig, 1980)

Times New Roman 10 pt

When creating messages, designers must be careful to not affect basic letters, thus weakening

communication (Craig, 1980)

Gambar 2.12 Ukuran Tinggi Huruf (point size)

Page 12: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

21

4. Underscores (garis bawah)

Garis bawah merupakan cara tipografi sederhana untuk menekankan

sesuatu pada kalimat/ kata yang dimaksud.

Effective designers develop a high level awareness of typeface in order to

construct messages that not only attract readers, but allow them to easily

read and understand the message created. (Laura Bix, 2001)

Effective designers develop a high level awareness of typeface in order to

construct messages that not only attract readers, but allow them to easily

read and understand the message created. (Laura Bix, 2001)

Gambar 9.13 Garis Bawah (underscores)

2.1.4. Jenis Tipografi

Tipografi mempunyai kekuatan untuk menciptakan atau merusak sebuah

karya. Setiap jenis tipografi memiliki identitas yang berbeda-beda, bergantung

pada perasaan, pikiran dan hal-hal yang lain. Menurut Danton Sihombing, 2003;

tipografi merupakan konsep yang abstrak, sama halnya dengan musik. Dengan

tipografi yang berbeda, sebuah desain dapat menampilkan sisi lain dari desain itu.

Jadi dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa fungsi tipografi adalah untuk

mengkomunikasikan ide, cerita, dan informasi melalui segala bentuk media.

Dalam Jurnal Nirmana tahun 1999, Vol 1 No 1, hal 6 yang ditulis oleh

Christine Suharto Cenadi menyebutkan:

seorang tipografer harus mengerti bagaimana orang berpikir dan bereaksi terhadap suatu image yang diungkapkan oleh huruf-huruf. Seorang tipografer berusaha untuk mengkomunikasikan ide dan emosi dengan menggunakan bentuk huruf yang telah ada. Tipografi masih dianggap sebagai salah satu elemen kunci dalam Desain Komunikasi Visual, sehingga kurangnya perhatian pada pengaruh dan pentingnya elemen tipografi dalam suatu desain akan mengacaukan desain dan fungsi desain itu sendiri.

Akhir-akhir ini banyak bermunculan jenis-jenis huruf yang baru, dengan

ciri-ciri yang unik, dekoratif dan menarik. Semakin banyak variasinya desainer

Page 13: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

22

dapat lebih bebas memilih dan mengkombinasikan huruf. Pengklasifikasian jenis

huruf secara umum menurut Didik Prasetyo, 1999 yaitu sebagai berikut:

1. Serif

Jenis huruf (typefaces) dengan strokes/ekor yang dinamakan serif. Cirinya

yaitu bentuk hurufnya formal karena serif mengekspresikan organisasi dan

intelektualitas, anggun dan konservatif.

Times New Roman 14 pt

The challenge is to make the most effective use of the

enormous flexibility that is inherent in typographic design.

(Bigelow & Day, 1983)

Gambar 2.14 Serif

2. San-serif

Jenis huruf yang tidak memiliki stroke/ekor. Ujungnya bias berbentuk

tumpul (rounded corner) atau tajam. Cirinya yaitu kurang formal, lebih

hangat dan bersahabat. San-serif biasanya sangat cocok sebagai screen-

font (tampilan layar monitor) karena mudah dibaca.

Arial 14 pt

The challenge is to make the most effective use of the

enormous flexibility that is inherent in typographic design.

(Bigelow & Day, 1983)

Gambar 2.15 San-serif

3. Monospace

Setiap huruf yang berjenis monospace mempunyai jarak/lebar yang sama

setiap hurufnya. Huruf W dan I akan mempunyai ruang yang sama.

Cirinya yaitu huruf yang berdasar pada mesin ketik. Jenis monospace

Page 14: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

23

banyak digunakan oleh programmer untuk coding dan untuk preformatted

text.

Courier New 14 pt

The challenge is to make the most effective

use of the enormous flexibility that is

inherent in typographic design. (Bigelow &

Day, 1983)

Gambar 2.16 Monospace

4. Decorative / dekoratif

Bentuk huruf yang sangat rumit designnya. Bentuk huruf ini tidak enak

dibaca apabila ditempatkan pada body text, hanya cocok untuk dipakai

secara terbatas. Cirinya adalah banyak ornamen-ornamen pada teks

sehingga mempersulit mata manusia untuk membaca.

Matisse ITC 14 pt

The challenge is to make the most effective use of the

enormous flexibility that is inherent in typographic design.

(Bigelow & Day, 1983)

Gambar 2.17 Decorative/ dekoratif

5. Script

Bentuk huruf yang menyerupai tulisan tangan. Jenis huruf ini sering

disebut jenis Kursif (Cursive). Cirinya yaitu memberikan kesan

keanggunan dan sentuhan pribadi. Namun dalam menggunakan huruf ini

Page 15: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

24

sebaiknya tidak di semua bagian, lebih baik digunakan hanya pada bagian-

bagian tertentu saja.

BinghamsHand 14 pt

The challenge is to make the most effective use of

the enormous flexibility that is inherent in typographic

design. (Bigelow & Day, 1983)

Gambar 2.18 Scripts

Klasifikasi huruf juga dapat didasarkan pada latar belakang sejarah

perkembangan tipografi yang diambil dari momentum penting (Deddi Dutto

Hartanto, 2003: 204) , yaitu:

1. Old style (1617)

Cirinya yaitu sudut bawah lengkung, tipis-tebal huruf kontras.

Garamond 2. Transitional (1757)

Cirinya yaitu sudut bawah lengkung, tipis-tebal stroke kontras.

Times New Roman 3. Modern (1788)

Cirinya adalah sudut siku, tipis-tebal ekstrem)

Bodoni 4. Egyptian (1895)

Cirinya yaitu sudut lengkung lebar sama, tipis-tebal sedikit kontras.

Clarendon

Page 16: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

25

5. Contemporary (1957)

Cirinya yaitu tidak memiliki serif, tipis-tebal umumnya sama besar.

News Gothic

2.1.5. Keterbacaan

Ada hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam mempelajari desain

tipografi, yaitu tingkat kemudahannya untuk dibaca (legibility). Suatu huruf dapat

dikatakan legible apabila huruf itu dapat dibaca dan dimengerti dengan baik.

Dalam hal ini jenis font juga mempengaruhi tingkat legibility suatu huruf.

Semakin banyak ornamen seperti huruf-huruf dekoratif, tentunya akan semakin

mempersulit orang membaca.

Huruf-huruf yang berserif didesain sedemikian rupa untuk memudahkan mata manusia membaca. Dilihat dari segi fungsinya, serif bertindak sebagai pengait yang secara maya dapat menjembatani ruang antara huruf yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu huruf serif dapat menyebabkan kerja mata menjadi lebih ringan pada saat membaca naskah dalam jumlah yang banyak. (Danton Sihombing, 2001: 59) Berikut ini adalah contoh-contoh huruf yang kurang legible untuk teks,

yaitu seperti:

Thunderbird BT

Abduction

Aerosol Menace

Fillmore

Pants Patrol

Overexposed

Gambar 2.19 Jenis-jenis Huruf Yang Kurang Legible

Page 17: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

26

Hal-hal lain yang dapat mempengaruhi legibilitas huruf yaitu interval

huruf dan ukuran huruf. Interval huruf yang terlalu kecil atau terlalu besar akan

mempersulit huruf itu untuk dibaca, sebaiknya menggunakan interval yang

seimbang. Untuk ukuran huruf, sebaiknya menggunakan huruf yang seimbang

dengan layoutnya. Untuk naskah yang panjang sebaiknya menghindari ukuran

huruf yang kecil karena akan melelahkan mata manusia membaca. Sedangkan

untuk display sebaiknya menggunakan huruf yang agak besar supaya mudah

dilihat.

Gambar 2.20 Contoh Huruf Legible

Gambar 2.21 Contoh Huruf Kurang Legible

Gambar 2.20 diatas menunjukkan proporsi huruf yang legible, sesuai

dengan pandangan mata dan sesuai dengan proporsi tempatnya. Sebagai

perbandingan yaitu pada gambar 2.21, dimana huruf yang sama mengalami

Page 18: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

27

perubahan ukuran, proporsi dan penempatan. Dengan perubahan itu, huruf “g” di

atas menjadi lebih susah dibaca. Hal ini menunjukkan bahwa huruf “g” pada

gambar 2.21 kurang legible.

Gambar 2.22 Contoh Pemotongan Pada Kata

Pada gambar 2.22 ditunjukkan mengenai pemotongan pada kata “legible”.

Kotak nomor 1 adalah tidak mengalami pemotongan huruf, tetapi pada kotak

nomor 2,3 dan 4 mengalami pemotongan huruf yang berbeda. Kotak nomor 2

mengalami pemotongan pada tengah-tengah kata, kotak nomor 3 di bagian atas

dan kotak nomor 4 di bagian agak ke bawah.

Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa mata manusia masih dapat

mentolerir pemotongan pada kotak nomor 2. Pada kotak nomor 3 dan 4,

pemotongan tersebut agak mempersulit mata untuk mengenali kata “legible” yang

terpotong.

Dalam menyusun sebuah desain, legibilitas adalah hal perlu

diperhitungkan, karena tujuan teks itu ada karena untuk dibaca dan dimengerti

pesan yang terdapat didalamnya.

2.2. Layout

Layout adalah tata letak elemen-elemen visual pada sebuah media, dalam

hal ini media diwakilkan dengan majalah dan buletin. Layout dapat juga berarti

aksi atau instansi dari menata letak (dictionary reference, 2003, online). Pada

majalah, penataan layout yang baik diperlukan untuk mengarahkan susunan teks

Page 19: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

28

dan gambar supaya enak dibaca. Layout dapat juga merupakan visual identity

pada suatu majalah.

2.2.1. Pola Struktur Bentuk Layout

Tata susun atau layout erat kaitannya dengan garis-garis/ grid yang

memberikan batasan maya pada bidang desain. Grid adalah suatu batasan pada

spasi garis horisontal dan vertikal pada suatu bidang, diagram, fotografi, dan

sering digunakan sebagai poin penempatan (dictionary reference, 2003, online).

Dengan adanya grid, desainer lebih mudah menentukan arah susunan obyek-

obyek pada bidang desainnya. Grid juga membuat desain menjadi lebih terstruktur

sehingga memudahkan mata manusia untuk melihat alur suatu desain mulai dari

headlines, sub-headline, bodycopy dan seterusnya. Grid dalam layout dapat

dikelompokkan menjadi 5 bagian, yaitu:

1. Modular Grid

Modular grid adalah sebuah tata susun letak yang membagi bidang desain

menjadi seperti bidang-bidang kotak. Biasanya digunakan untuk

menempatkan foto-foto pada majalah.

Ciri-cirinya: susunan letaknya pada bidang desain mirip kotak-kotak.

Gambar 2.23 Modular Grid (Sumber: Danton Sihombing, 2001: 66)

Page 20: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

29

2. Hierarkhi Grid

Hierarkhi grid adalah sebuah tata susun letak yang mengkategorikan

elemen visual berdasarkan grup dan kategorinya. Biasanya digunakan

sebagai layout pada situs (web site) dan katalog.

Ciri-cirinya: bentuk susunannya kompleks (umumnya merupakan

gabungan dari 2 atau lebih tata susun letaknya)

Gambar 2.24 Hierarkhi Grid Projects of: Literature and branding scheme for a creative media and marketing

awards ceremony and conference (Sumber: Roger Walton, 2002: 70)

3. Coloum Grid

Coloum grid adalah sebuah tata susun letak yang membagi bidang dengan

garis kolom-kolom tertentu. Biasanya digunakan untuk layout surat kabar,

majalah, tabloid, dan sebagainya.

Page 21: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

30

Ciri-cirinya: susunan letaknya terstruktur pada kolom-kolom yang teratur.

Gambar 2.25 Coloum Grid Projects of: The Substation, a center for the arts

(Sumber: Roger Walton, 2002: 108)

4. Manuscript Grid

Manuscript grid adalah sebuah tata susun letak yang teratur

penempatannya berdasarkan batas kiri dan batas kanan. Biasanya

digunakan untuk layout kartu nama, dan selebaran pengumungan.

Ciri-cirinya: bentuk susunannya terstruktur kiri dan kanan.

Page 22: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

31

Gambar 2.26 Manuscript Grid (Sumber: Danton Sihombing, 2001: 122)

5. Ungrid

Dilihat dari namanya, ungrid berarti tidak ada grid atau tanpa grid. Ungrid

adalah penataan letak yang tidak ada aturan grid-nya. Gambar maupun

teks bebas diletakkan dimana saja tanpa ada grid yang membatasi.

Biasanya digunakan sebagai layout poster eksperimental.

Ciri-cirinya: tidak terstruktur dan seakan-akan tidak ada garis yang

mengatur peletakkannya.

Page 23: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

32

Gambar 2.27 Ungrid Projects of: Series of posters for the 2000-2001 program of events at the Centre

Dramatique National d’Orléans in France (Sumber: Roger Walton, 2002: 80)

2.2.2. Elemen-elemen Desain pada Layout

Elemen-elemen dan prinsip desain merupakan hal yang sebelumnya harus

diketahui sebelum membuat suatu karya desain. Elemen-elemen desain tidak

hanya terdapat pada gambar, tetapi juga ada ada lukisan, desain grafis, dan

sebagainya. Menurut John Lovett, 1999 ada 7 elemen desain yang penting

diketahui dalam menciptakan suatu karya desain, yaitu:

1. Line / garis

Gambar 2.27 Line

Page 24: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

33

2. Shape / bentuk

Gambar 2.29 Shape

3. Direction / arah

Semua garis mempunyai arah, seperti: horizontal, vertical dan oblique.

Horizontal memberikan kesan tenang, damai dan stabil. Vertical

memberikan kesan keseimbangan dan formalitas. Oblique memberikan

kesan dinamis, pergerakan dan aksi.

Gambar 2.30 Direction

4. Size / ukuran

Gambar 2.31 Size

Page 25: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

34

5. Texture / tekstur

Semua bidang mempunyai tekstur seperti lembut, soft hard, glossy dan

sebagainya. Tekstur dapat diartikan secara fisik atau visual.

Gambar 2.32 Texture

6. Colour / warna

Gambar 2.33 Colour

7. Value / nilai

Value dapat diartikan sebagai tingkat terang-gelapnya warna. Terkadang

value disebut tone.

Gambar 2.34 Value

Page 26: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

35

2.2.3. Prinsip-prinsip Desain pada Layout

John Lovett, 1999 berpendapat bahwa dalam mendesain tidak hanya ada

elemen-elemen desain, tetapi ada prinsip-prinsip desain yang seharusnya diketahui

dan dimengerti. Prinsip-prinsip itu antara lain:

1. Balance / keseimbangan

Gambar 2.35 Balance (Sumber: John Lovett, 1999: online)

2. Gradation / gradasi

Gradasi dapat membantu mata manusia untuk mengikuti alur warnanya

dan dapat membuat desain jadi lebih dinamis.

Gambar 2.36 Gradation (Sumber: John Lovett, 1999: online)

3. Repetition / pengulangan

Pengulangan dengan variasi akan menjadi desain lebih menarik, namun

jangan terlalu banyak pengulangan karena akan membuat desain menjadi

monoton.

4. Contrast / kontras

Di tempat-tempat strategis ada baiknya juga diberikan sedikit kontras.

Namun perlu diperhatikan bahwa kontras yang terlalu banyak akan

Page 27: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

36

menghancurkan desain itu sendiri. Kecuali jika memang ingin membuat

desain yang ekstrim pemakaian kontras dapat dilebih-lebihkan.

5. Harmony / harmoni

Salah satu faktor yang dapat membuat mata manusia merasa tenang dan

rileks yaitu keharmonisan dalam desain, dimana elemen-elemen visual

desain yang ada menyatu dengan harmonis.

6. Dominance / dominan

Dominan memberikan kesan menjadi pusat perhatian. Desainer harus

pandai-pandai mengatur bagian mana yang mau ditonjolkan menjadi

dominan dalam karya desainnya.

Gambar 2.37 Dominance (Sumber: John Lovett, 1999: online)

Page 28: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

37

7. Unity / kesatuan

Seperti apapun desain yang dibuat, semuanya itu haruslah merupakan

suatu kesatuan, baik itu garis horizontalnya, kekontrasannya, teksturnya

dan lain-lain.

Gambar 2.38 Unity (Sumber: John Lovett, 1999: online)

2.3 Warna

Warna merupakan elemen visual yang penting dalam desain komunikasi

visual. Pemilihan warna juga seringkali diperhatikan oleh desainer, karena hal itu

penting dalam menentukan respon dari pembaca. Warna adalah hal yang pertama

dilihat oleh seseorang dalam melihat suatu bentuk desain. Selain untuk menarik

perhatian, warna juga sering dihubungkan dengan psikologi dan sifat-sifat

manusia

.

Page 29: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

38

2.3.1. Asal mula warna

Sudah lebih dari 2000 tahun, manusia mengenal warna dan mencoba

mempelajari warna yang ada di sekitar kita. Pada tahun 1960, seorang ahli

antropologi dari Berlin dan Kay memberikan sumbangsih pada dunia tentang

penamaan warna. Untuk mempermudah penamaan warna-warna dinamakan

dengan bahasa Inggris, seperti: black (hitam), white (putih), red (merah), orange

(orange), yellow (kuning), green (hijau), blue (biru), purple (ungu tua), pink

(merah muda), grey (abu-abu) dan brown (coklat).

Seorang filosofer ternama, Aristotle pada tahun 400 B.C (Sebelum

Masehi), mengelompokkan warna biru dan kuning menjadi warna primer, sesuai

dengan kehidupan yang ada seperti perumpaan matahari dan bulan. Kemudian ia

mengelompokkan warna-warna berdasarkan 4 elemen yaitu fire (api), water (air),

earth (bumi) dan air (udara).

Hippocrates, seorang bapak dari praktek kedokteran, mulai menggunakan

warna untuk pengobatan dan untuk terapi. Misalnya warna white violet yang

menyejukkan dianggap memiliki efek psikologis yang menguntungkan untuk

kesehatan. Pada abad ke 11, Avicenna dari Iran mempercaya teori dari Hipocrates,

dan mengembangkan teori itu untuk membantu pasien untuk lebih sehat.

Pada tahun 1672, Sir Isaac Newton, seorang ilmuwan terkemuka

mempublikasikan teori warna di atas kertasnya. Dan kemudian 40 tahun kemudian

ia menemukan “Opticks” dimana sinar dapat diseparasikan lagi menjadi banyak

warna. Johannes Wolfgang von Goethe sangat tertarik dengan penemuan Newton

ini. Ia menerbitkan buku “Teory of Colours”, dimana ia setuju dengan Newton

bahwa sebuah warna sangat mungkin dapat diseparasikan menjadi warna-warna

yang lain. Hasil penemuannya ini agak mirip dengan penemuan Aristotle, yaitu

”Blue is the first colour to appear out of darkness (and most visible at night) and

yellow is the first colour to appear out of light (and the most visible colour in light

conditions), (Angela Wright, 2000: online).

Sekarang ini teori warna sudah banyak berkembang dalam berbagai

bidang, baik itu dalam desain komunikasi visual, mode, psikologi, kedokteran,

dan di berbagai bidang keilmuan yang lainnya.

Page 30: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

39

2.3.2. Teori dan Penamaan Warna

Apabila ditelusuri sebenarnya ada banyak teori-teori tentang warna dan

penamaannya. Menurut John Lovett, ada 12 warna dalam roda warna. Warna-

warna tersebut dikelompokkan menjadi:

a. Primary Colours / warna primer

Terdiri dari: Red (merah), Yellow (kuning) dan Blue (biru).

b. Secondary Colours / warna sekunder

Warna ini merupakan gabungan dari 2 warna primer.

Terdiri dari: Green (hijau), Orange (orange) dan Violet (ungu muda),

dan sebagainya.

c. Tertiary Colours / warna tersier

Warna ini merupakan gabungan dari warna primer dan sekunder.

Terdiri dari: Yellow orange, Blue violet, dan sebagainya.

Di luar warna primer, sekunder dan tersier, ada pula warna komplementer

(complementary colours). Warna-warna tersebut merupakan warna asli yang tidak

tercampur warna hitam dan putih. Warna komplementer merupakan campuran

dari ketiga jenis warna primer, sekunder dan tersier.

Gambar 2.39. 12 part Colour Wheel (Sumber: John Lovett, 1999: online)

Page 31: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

40

Sekarang ini banyak variasi pencampuran warna-warna yang kreatif. Baik

itu pencampuran warna primer (primary), sekunder (secondary), tersier (tertiary),

dan kuantener (quantenary) sehingga menghasilkan nama-nama warna baru.

Sekarang warna biru (blue) tidak hanya satu warna saja, namun sudah banyak

ragamnya. Contoh: biru muda, biru langit, biru violet, dan sebagainya.

Abelard, (pada Jurnal Naming Colours, 1998) mengelompokkan dan

memberi nama warna tersier sebagai berikut:

Tabel 2.1 Warna-warna Tersier

(Sumber: Abelard, 1999: online)

raspberry aquamarine

purple lime

cobalt orange

Selain itu, Abelard juga mencampur warna-warna tersebut menjadi 12 warna

kuantener (Quaternary Colours).

Tabel 2.2 Warna-warna Primer, Sekunder, Tersier dan Kuantener (Sumber: Abelard, 1999: online)

colour 1 "Red" (primary) colour 13 "Cyan" (secondary)

colour 2 "Coral" (quaternary) colour 14 "Sky" (quaternary)

colour 3 "Orange" (tertiary) colour 15 "Cobalt Blue" (tertiary)

colour 4 "Tangerine" (quaternary) colour 16 "Indigo" (quaternary)

colour 5 "Yellow" (secondary) colour 17 "Blue-violet" (primary)

colour 6 "Peridot" (quaternary) colour 18 "Plum" (quaternary)

colour 7 "Lime" (tertiary) colour 19 "Purple" (tertiary)

colour 8 "Apple" (quaternary) colour 20 "Mallow" (quaternary)

colour 9 "Green" (primary) colour 21 "Magenta" (secondary)

colour 10 "Leaf" (quaternary) colour 22 "Rhodium" (quaternary)

colour 11 "Aquamarine" (tertiary) colour 23 "Raspberry" (tertiary)

colour 12 "Turquoise" (quaternary) colour 24 "Mulberry" (quaternary)

Page 32: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

41

Gambar 2.40. Penamaan Warna-warna. (Sumber: Abelard, 1999: online)

Keterangan:

1 Red 13 Cyan 2 Coral 14 Sky 3 Orange 15 Cobalt Blue 4 Tangerine 16 Indigo 5 Yellow 17 Blue-violet 6 Peridot 18 Plum 7 Lime 19 Purple 8 Apple 20 Mallow 9 Green 21 Magenta 10 Leaf 22 Rhodium 11 Aquamarine 23 Raspberry 12 Turquoise 24 Mulberries

Page 33: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

42

Dalam mengerti dan mengaplikasikan warna ke dalam desain komunikasi

visual, psikologi warna dapat digunakan sebagai acuan dan untuk membantu

desainer mendesain sesuatu, sehingga tidak terjadi kesalahan makna dalam

pengaplikasiannya. Berikut di bawah ini adalah korelasi umum warna dan

manusia.

Tabel 2.3 Psikologis Warna dan Manusia (Sumber: Didik prasetyo, 1999: online)

WARNA Respon Psikologi Catatan

Merah Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresi, bahaya

Warna Merah kadang berubah arti jika dikombinasikan dengan warna lain. Merah dikombinakan dengan Hijau, maka akan menjadi simbol Natal. Merah jika dikombinasikan dengan Putih, akan mempunyai arti 'bahagia' di budaya Oriental.

Biru Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehnologi, Kebersihan, Keteraturan

Banyak digunakan sebagai warna pada logo Bank di Amerika Serikat untuk memberikan kesan 'kepercayaan'.

Hijau Alami, Sehat, Keberuntungan, Pembaharuan

Warna Hijau tidak terlalu 'sukses' untuk ukuran Global. Di Cina dan Perancis, kemasan dengan warna Hijau tidak begitu mendapat sambutan. Tetapi di Timur Tengah, warna Hijau sangat disukai.

Yellow Optimis, Harapan, Filosofi, Ketidak jujuran, Pengecut (budaya Barat),pengkhianatan.

Kuning adalah warna keramat dalam agama Hindu.

Ungu/Jingga Spiritual, Misteri, Kebangsawanan, Transformasi, Kekasaran, Keangkuhan

Warna Ungu sangat jarang ditemui di alam.

Oranye Energy, Keseimbangan, Kehangantan

Menekankan sebuah produk yang tidak mahal.

Coklat Tanah/Bumi, Reliability, Comfort, Daya Tahan.

Kemasan makanan di Amerika sering memakai warna Coklat dan sangat sukses, tetapi di Kolumbia, warna Coklat untuk kemasan kurang begitu membawa hasil.

Abu Abu Intelek, Masa Depan (kayak warna Milenium), Kesederhanaan, Kesedihan

Warna Abu abu adalah warna yang paling gampang/mudah dilihat oleh mata.

Putih Kesucian, Kebersihan, Ketepatan, Ketidak bersalahan, Setril, Kematian

Di Amerika, Putih melambangkan perkawinan (gaun pengantin putih), tapi di budaya Timur (India dan Cina), warna Putih melambangkan kematian.

Hitam Power, Seksualitas, Kecanggihan, Kematian, Misteri, Ketakutan, Kesedihan, Keanggunan

Melambangkan kematian dan kesedihan di budaya Barat. Sebagai warna Kemasan, Hitam melambangakan Keanggunan (Elegance), Kemakmuran (Wealth) dan Kecanggihan (Sopiscated)

Page 34: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

43

2.4. Dekonstruktivisme

Dekonstruksi (deconstruction) adalah sebuah nama yang diberikan oleh

filsuf Prancis Jacques Derrida. Dekonstruksi pada awalnya muncul sebagai kritik

sastra yaitu metode dalam membaca teks, namun sekarang sudah banyak

dikembangkan ke bidang-bidang lain yaitu: arsitektur, desain grafis dan mode.

2.4.1 Hakikat Dekonstruksi

Salah satu dari prosedur analisis dekonstruksi berfokus pada oposisi biner

(binary oppositions) mengenai teks (J. Douglas Kneale, 1997) maksudnya adalah

untuk:

1. Menunjukkan bahwa oposisi-oposisi tersebut terstruktur secara hierarki.

2. Mengembalikan hierarkhi itu sementara waktu

3. Meneliti dan menganalisis kedua oposisi dengan konsep “difference”.

Dari sudut etimologis, dekonstruksi adalah ampas yang selalu ada antara

‘krisis’ dan ‘kritik sastra’ (Christoper Noris, 2003: 19). Yang diperlihatkan yaitu

kenyataan bahwa pergeseran radikal yang terjadi dalam pemikiran interpretatif

selalu datang menghadang batas-batas yang terlihat absurb. Dekonstruksi bermain

di kekaburan batas, pengalaman dan kemungkinan-kemungkinan lain dari

komunikasi ‘normal’ antar manusia.

2.4.2 Ciri-ciri Dekonstruksi

Dekonstruksi tidak mempunyai ciri-ciri visual khusus, dekonstruksi

merupakan cara atau metode membaca teks, sehingga dalam perjalanannya,

dekonstruksi bersifat filosofis (Inyiak Ridwan Muzir, 2002), yaitu unsur-unsur

dilacak oleh dekonstruksi untuk dibongkar, bukanlah argumen yang lemah

ataupun premis yang tidak akurat yang terdapat pada teks, sebagaimana biasanya

dilakukan oleh pemikiran modernisme, melainkan yaitu unsur yang secara

filosofis menjadi penentu atau unsur yang memungkinkan teks tersebut menjadi

filosofis.

Dalam pembacaan dekonstruktif, filsafat lebih diartikan sebagai tulisan,

filsafat tidak pernah berupa ungkapan transparan pemikiran secara langsung.

Page 35: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

44

Adapun pembacaan dekonstruktif hanya ingin mencari ketidakutuhan atau

kegagalan tiap upaya teks menutup diri dengan makna atau kebenaran tunggal.

Derrida hanya ingin menumbangkan susunan hierarkhi yang menstrukturkan teks.

2.4.3 Tujuan Dekonstruksi

Tujuan dari dekonstruksi adalah untuk menunjukkan ketidakberhasilan

upaya penghadiran kebenaran absolut. Langkah-langkah dekonstruksi menurut

Rodolphe Gasche (tahun tidak diketahui) yaitu sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi hierarkhi oposisi dalam teks, untuk melihat istilah mana

yang diistimewakan dan mana yang tidak.

2. Oposisi-oposisi itu dibalik dengan saling menunjukkan saling

ketergantungan diantara yang bertentangan/ privilisenya dibalik.

3. Memperkenalkan istilah/gagasan baru yang tidak bisa dimasukkan ke

dalam oposisi lama.

Menurut Derrida (Christoper Norris, 2003: 58) tugas dekonstruksi adalah

untuk menghilangkan ide-ide ilusif yang selama ini mengasa metafisika Barat,

yaitu ide yang mengatakan bahwa rasio dapat lepas dari bahasa sampai kepada

kebenaran, atau metode otentik dalam dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.

Dalam pengertian ini, tulisan-tulisan Derrida lebih mirip kritik sastra. Tulisan-

tulisannya dibangun berdasarkan asumsi bahwa pola-pola analisis retorikal yang

awalnya diterapkan pada kritik sastra tidak dapat dihindari dalam setiap

pembacaan filsafat.

2.4.4. Latar Belakang Munculnya Paham Dekonstruksi

Dekonstruksi tidak langsung lahir dari pemikiran sesaat saja, namun

merupakan proses panjang dari pemikiran-pemikiran filsuf yang terdahulu. Pada

walnya, dekonstruksi dapat dikatakan sebagai subyek yang membongkar obyek

yang tersusun dari unsur-unsur, untuk itu diperlukan berbagai pengertian

mengenai latar belakangnya dan bagaimana mengerti dekonstruksi pada awalnya,

secara singkat.

Page 36: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

45

2.4.4.1 Sosok dan Kiprah Jacques Derrida

Bapak dekonstruktivisme, Jacques Derrida lahir pada tahun 1930 di

keluarga berdarah Sephardic Jews di Prancis. Pada usia 10 tahun, ia mulai

mempunyai pemikiran-pemikiran intelektual. Sayangnya pada saat itu terdapat

diskriminasi oleh gurunya dengan mengatakan “French culture is not made for

little Jews” atau kebudayaan Prancis tidak dibuat untuk seorang Yahudi kecil.

Akibat diskriminasi itu, Derrida kecil terpaksa dikeluarkan dari sekolah.

Kemudian pada usia 19 tahun, ia pindah ke Paris untuk belajar filosofi di école

Normale Supérieure. Pada tahun 1957, ia menikah dengan Marguerite

Aucouturier, seorang psikoanalis.

Karena tulisannya yang dinilai sangat baik, Derrida mendapatkan

beasiswa ke Havard tahun 1956. Setelah lulus pada tahun 1960, ia mengajar

filosofi di Sorbonne, Paris. Dua tahun kemudian Derrida mengeluarkan buku

dengan terjemahannya Husserl’s Origin of Geometry. Pada tahun 1967, ia menulis

3 buku seminar yaitu Speech and Phenomena, Writing dan Difference , and Of

Grammatology yang diterjemahkan dalam 22 bahasa. Derrida menjadi proffesor

tamu di University of California di Irvine pada tahun 1986. Sekarang Derrida

sudah tinggal menetap dan mengajar di Irvine.

Gambar 2.41 Jacques Derrida ; menggebrak dunia lewat dekonstruksinya. (Sumber: Kristine McKeena, 2002: online)

Page 37: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

46

Selain merupakan “bapak” dari dekonstruktivisme, Derrida adalah salah

satu orang yang memimpin kehidupan intelektual pada 25 tahun terakhir. Ia

mengeluarkan pendapat-pendapat mengenai sistim analisis dan membuka bias-

bias dan kesalahan asumsi. Dekonstruksi adalah reaksi terhadap modernisme

dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan filsafat. Modernisme

menggangap bahwa kelebihan manusia terletak pada rasionya (Achmad Chusairi,

2000). Dengan begitu manusia mulai terkotak-kotak pemikiran-pemikiran yang

struktruralis. Dengan Derrida berasumsi bahwa manusia seharusnya tidak terpaku

pada struktur-struktur dan pemikiran-pemikiran yang mengekang dan kaku.

2.4.4.2 Strukturalisme dan Poststrukturalisme

Paham dekonstruksi muncul setelah strukturalisme dan post-

strukturalisme. Tokoh-tokoh strukturalisme beberapa diantaranya yaitu Claude

Lévi-Strauss (seorang antropolog Prancis), Ferdinand de Saussure. Pada

strukturalisme, teks muncul pada format (pattern) tertentu, sistem dan struktur-

struktur. Menurut kaum strukturalis, teks adalah fungsi dari sistem, bukan

individual. Maksudnya adalah arti sebuah tanda datang hanya dari relasinya ke

tanda-tanda lain dari sistem. Contohnya seperti sebuah kata yang satu selalu

berkaitan dengan kaya yang lain. Salah satu ide mereka yaitu “Language speaks

us, rather than we speak languange” atau bahasa membicarakan kita, lebih

daripada kita membiacarakan bahasa. Sehingga setiap teks dan setiap kalimat

yang dibicarakan dibuat seolah-olah ‘sudah tertulis’. Dengan pemikiran yang

seperti itu, kaum strukturalis susah untuk berkembang.

Kaum strukturalis mempresentasikan pengalaman utamanya yang

sekarang dikenal sebagai ‘humanis liberal’ tradisi pada kritik sastra. Model

strukturalisme berpendapat bahwa segala sesuatu sudah ada strukturnya, dan

memproduksi kenyataan (reality), (Klages, 2003:online).

Dalam bicara strukturalisme, bahasa dapat ada karena adanya sistem

perbedaan (system of difference) dan inti dari sistem perbedaan ini adalah oposisi

biner (binary opposition) (Muzir, 2002: 9). Oposisi biner ini merupakan inti dari

pemikiran Saussurean, yaitu oposisi antara penanda/petanda, tuturan/tulisan,

Page 38: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

47

baik/buruk, benar/salah, jiwa/badan, dan sebagainya. Filsafat Barat menganggap

bahwa istilah pertama lebih unggul atau superior, dari istilah yang kedua.

Bagi Saussure (Ritzer, 2003: 53), bahasa merupakan sistem yang tertutup

(a close stystem) di saat semua bagian terinterelasi (Marks dan de Courtivron,

1981: 3). Maksudnya, dalam oposisi biner yang terpenting adalah hubungan

perbedaan (difference). Jadi contoh kata hot (panas) bukan berasal dari sifat

intrinsik dunia ‘nyata’ namun berasal dari hubungan kata itu dengan oposisi

binernya, yaitu cold (dingin).

Piliang, 2004 mengartikan strukturalisme adalah sebagai gerakan

intelektual yang berkaitan dengan penyingkapan struktur berbagai pemikiran dan

tingkah laku manusia, yang prinsipnya adalah bahwa satu totalitas yang kompleks

hanya dapat dipahami sebagai satu perangkat unsur-unsur yang saling berkaitan.

Strukturalisme dapat dipahami sebagai usaha untuk menemukan struktur

umum yang terdapat dalam aktifitas manusia. Melihat dari sudut pandang ini,

suatu struktur dapat didefinisikan sebagai:

sebuah unit yang tersusun dari beberapa elemen dan selalu ditemukan pada hubungan yang sama dalam suatu ‘aktivitas’ yang tergambar. Unit ini tidak apat dipecah dalam elemen-elemen tunggal, bagi kesatuan struktur tidak terlalu dipahami oleh sifat elemen yang substantif sebagaimana ia tidak terlalu dipahami oleh hubungannya. (Spivak, 1974: iv)

Setelah strukturalisme, munculah kaum poststrukturalisme yang

menentang strukturalisme. Tokoh-tokoh poststruktualisme diantaranya adalah

Michael Foucault dan Jean Baudrillard. Asumsi strukturalis bahwa bahasa

adalah suatu sistem tanda yang terdiri dari keseimbangan antara the signifier/

penanda (referent, yaitu suatu jejak perwakilan visual atau audio) dan the

signified/ petanda (konsep, yaitu arti yang disebabkan oleh tanda). Contohnya

yaitu perbedaan antara ‘style’ dan ‘attitude’. Jika ‘style’ meupakan pembuatan

format yang diasosiasikan dengan sebuah sejarah khusus dan kondisi budaya,

mungkin ‘attitude’ tidak diartikulasikan, hanya keluar dari latar belakang fokus

untuk menspesifikasikan gaya (Ellen Lupton & J. Abott Miller, 1994).

Poststrukturalisme menganggap tanda-tanda mempunyai arti ganda dan berubah-

ubah, maka sifat penanda lebih menonjol daripada petanda.

Page 39: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

48

Yasyaf Amir Piliang (2004), mengartikan poststrukturalisme (post-

structuralism) sebagai gerakan filsafat yang merupakan reaksi terhadap

strukturalisme, yang membongkar setiap klaim akan oposisi pasangan, hierarkhi

dan validitas kebenaran universal; sebaliknya menjunjung tinggi permainan bebas

tanda serta ketidakstabilan makna dan kategorisasi intelektual.

Strategi-strategi poststrukturalisme berlaku sebagai metodologi untuk

debat pada praktek tipografi kontemporer karena pengertian bahasa dan artinya

mencerminkan perubahan-perubahan sosial budaya yang lebih lebar yang

dipengaruhi oleh teknologi digital elektronik. Menurut kaum poststrukturalis,

suatu teks adalah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda dan menghasilkan

arti, sehingga penting untuk mengklarifikasi apa yang dimaksud oleh anggapan

dalam suatu teks.

2.4.4.3 Logosentrisme

Dalam metode Saussure dalam menyelidiki bahasa, ada oposisi biner

(binary opposition) yang dalam budaya filsafat Barat, menganaktirikan istilah

kedua dengan menganggap bahwa istilah pertama lebih unggul. Maka menurut

Derrida, istilah-istilah tersebut adalah milik ‘Logos’ yaitu ‘kebenaran dari

kebenaran’. Sedangkan istilah yang kedua merupakan representasi palsu dari yang

pertama (Norris, 2003: 10). Tradisi yang demikian ini dinamakan logosentrissme

dan dipergunakan untuk menerangkan asumsi adanya hak istimewa yang

disandang istilah pertama dan ‘pelecehan’ terhadap istilah kedua.

Logosentrisme (Logocentrism) berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘Logos’

yang berarti ‘word’ (kata), ‘reason’ (alasan) atau ‘plan’ (rencana). Dalam bahasa

Inggris penggunaan kata ‘word’ dalam huruf kecil diartikan sebagai ‘kata’, tetapi

‘Word’ dengan huruf besar di awal dapat diartikan sebagai ‘Firman’. Filsafat

Barat mempelajari ‘Logos’ dari Alkitab St.John (Glusberg, 1991: 48) yaitu: “pada

mulanya adalah ‘Word’, dan ‘Word’ itu ada bersama dengan Tuhan, dan ‘Word’

itu adalah Tuhan. Jadi, “Logos” sebagai ‘Word’ berarti Tuhan (kebenaran). Jadi

logosentrisme merupakan ‘kebenaran dari kebenaran’ atau ‘kebenaran mutlak’.

Page 40: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

49

Menurut Ellis, 1989; logosentrisme mengandung:

1) Suatu kepercayaan bahwa sesuatu ada dalam ‘realitas’.

2) ‘Realitas’ merujuk pada petanda dengan pesan transedental dari makna

‘the Logos’ yang berdiri sendiri dari apapun bahasa manusia.

3) ‘The Logos’ adalah pondasi semua hal-hal positif yang mungkin dan

sebuah makna.

4) Dalam logosentrisme, macam-macam petanda mengelompokkan

mereka sendiri secara alami ke dalam kategori-kategori yang jelas,

tidak ambigu dan tidak berubah.

5) Kata-kata bahasa spesifik adalah penanda yang simple untuk petanda-

petanda ini, termasuk di dalamnya ‘the Logos’

6) Penanda-penanda bahasa memudahkan kita untuk mengekstrak

petanda keluar dari ‘the Logos’ dan membawa mereka keluar dari

pikiran kita.

7) Berbicara memberikan kita jalan langsung kepada pikiran pembicara,

yang memberikan kita akses langsung juga kepada petanda sebagai

eksistensi mereka didalam, ‘the Logos’.

Ellis (1989) berpendapat bahwa logosentrisme adalah ilusi dimana sebuah

makna kata mempunyai struktur realitas yang asli dan membuat kebenaran

tentang struktur yang langsung ditujukan kepada pikiran.

Kembali kepada pemikiran Derrida (Glusberg, 1991: 30), ia mengatakan

bahwa logosentrisme hanyalah merupakan suatu kepercayaan bahwa akan semua

eksistensi, ada ‘kebenaran’ abstrak yang tertata dalam kategori-kategori absolut

dan tak terhindari. Hal ini eksis hanya dalam ‘Pikiran dan Firman’ Tuhan, tetapi

semua hal-hal yang ‘nyata’ dibentuk dari mereka. Hal ini dapat ditembus hanya

dalam penggunaan bahasa.

2.4.4.4 Postmodernisme dan Hiperealitas Media

Postmodernisme atau yang biasa disebut postmo jika dilihat dari segi

bahasanya yaitu post dan modernisme. Post berarti suatu keadaan yang sudah

lewat, berlalu, dan terpisah. Namun dalam arti yang sesungguhnya,

Page 41: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

50

postmodernisme tidak dapat dilihat secara bahasa saja, namun ada beberapa

pandangan yang melatarbelakangi timbulnya postmodernisme.

Dalam memahami postmodernisme, Judith Butler (1995: 51) membedakan

postmodern menjadi berbagai pemahaman seperti:

a) Postmodernitas

Merujuk pada suatu epos -jangka waktu, zaman, masa-sosial dan

politik yang biasanya terlihat mengiringi era modern dalam suatu

pemahaman histories (Kumar, 1995; Crook, Pakulski, dan Walters,

1992)

b) Postmodernisme

Merujuk pada produk cultural (dalam seni, film, arsitektur dan

sebagainya) yang terlihat berbeda dari produk cultural modern (Kumar,

1995; Jameson, 1991)

c) Teori Sosial Postmodern

Merujuk pada bentuk teori sosial yang berbeda daei teori sosial

modern (Best dan Kellner, 1991)

Postmodernitas adalah sebuah sebuah perspektif yang muncul dari

bangkitnya modernitas (Ritzer, 2003: 269), hal ini sebagaimana diindikasikan

sebelumnya, modernisme yang melihat kepada dirinya sendiri dan menilai

kekuatan dan kelemahannya sendiri:

Postmodernitas tidak harus berarti sebuah akhir, pendiskreditan, atau penolakan terhadap modernitas. Postmodernitas tidak lebih (namun tidak kurang) dari pikiran modern yang lama, penuh perhatian dan sadar dalam melihat dirinya, pada kondisi dan karyanya di masa yang telah lalu, tidak sepenuhnya menyukai apa yang ia lihat dan merasakan dorongan untuk berubah. Postmodernitas yang melihat dirinya dari sebuah jarak yang jauh daripada dari dalam, membuat inventarisasi penuh atas semua kemenangan-kemenangan dan kekalahan-kekalahannya, membuat psikoanalisis ata dirinya, menemukan niatan-niatan yang sebelumnya belum pernah diungkapkan, menemukan niatan-niatan yang sebelumnya belum pernah diungkapkan, menemukan apa yang secara mutual dihapuskan dan tidak layak. Postmodernitas adalah modernitas yang hadir dalam pengertian dengan ketidakmungkinannya sendiri; sebuah masyarakat pengawasan diri, sesuatu yang dengan kesadaran membuang apa yang sebelumnya secara tidak sadar pernah dilakukan. (Bauman, 1991: 272)

Page 42: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

51

Postmodernisme adalah sebuah ajang permainan terhadap segala sesuatu

yang dibongkar, yang telah didekonstruksi. Tidak ada lagi batas mengenai apa

yang boleh/tidak boleh disampaikan, dipertontonkan, disuguhkan dalam media.

Segala asumsi (termasuk asumsi moral) kini telah didekonstruksi, telah dihancurkan. Tidak ada lagi referensi moral. Seluruh jagad moral telah didekonstruksi. Dan, apa yang tersisa hanyalah puing-puing. Yang tersisa untuk dilakukan adalah bermain dengan puing-puing (moralitas) ini. Bermain denganpuing-puing- itulah postmodernisme. Jean Baudrillard (Piliang, 2004: 352)

Teori sosial postmodern (Pauline Rosenau, 1992) dapat diartikan dalam istilah:

1) Postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan

dengan modernitas.

2) Teoretisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal

dengan pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas dan

sebagainya.

3) Pemikir postmodern cenderung menggembor-gemborkan fenomena

besar pramodern, seperti ‘emosi, perasaan, intuisi, refleksi, spekulasi,

pengalaman personal, kebiasaan, kekerasan, metafisika, tradisi,

kosmologi, magis, mitos, sentimen keagamaan, dan pengalaman

mistik.

4) Teoretisi postmodern menolak kecenderungan modern yang

meletakkan batas-batas antara hal-hal tertentu, seperti disiplin

akademis, ‘budaya dan kehidupan’, fiksi dan teori, image dan realitas.

5) Banyak postmodernis menolak gaya diskursus akademis modern yang

teliti dan bernalar (Nuyen, 1992: 6)

Secara umum, ada perbedaan antara poststrukturalisme dan

postmodernisme. Poststrukturalisme adalah suatu sumber teoretis yang sangat

penting bagi teori sosial postmodern. Jadi ada garis tipis yang memisahkan

poststrukturalisme dengan postmodernisme. Dapat dikatakan poststrukturalisme

merupakan pelopor teori sosial postmodern (Berthens, 1995), karena

poststrukturalisme merupakan untaian-untaian pemikiran yang membentang

dalam perkembangan teori sosial postmodern. Perbedaan lainnya yaitu bahwa

Page 43: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

52

poststrukturalis cenderung sangat abstrak dan kurang politis dibandingkan dengan

postmodernisme.

Postmodernisme menggiring umat manusia dalam sebuah paradoks

(Piliang, 2004). Di satu pihak, postmodernisme telah membuka yang kayak

warna, kayak nuansa, kaya citra, namun di sisi yang lain postmodernisme seolah-

olah menjelma menjadi sebuah dunia yang tidak terkendali; manusia tenggelam

dalam keinginannya sendiri dan kehilangan arah tujuannya. Masyarakat

postmodern (yang ditopang oleh kapitalisme) adalah sebuah masyarakat, yang di

dalamnya segala sesuatu berkembang menuju ke satu titik ekstrim (extremity)

menuju sebuah titik yang melampaui (beyond), menuju titik hiper atau post.

Sejak adanya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di awal abad

21, telah mengubah pandangan dunia manusia, khususnya pandangan mengenai

apa yang disebut sebagai realitas. Lewat kemampuan teknologi, diciptakan realitas

yang melampaui, yang disebut hiperealitas (hyper-reality) (Piliang, 2004: 155).

Sejak itu perhatian manusia mulai beralih dari realitas fisik ke realitas yang

melampaui fisik. Hiperealitas adalah satu bentuk dari apa yang disebut modernitas

radikal (radical modernity), yaitu modernitas yang merealisasikan dan

materialisasikan segala sesuatu yang selama ini dianggap utopis.

Hiperealitas adalah sebuah dunia yang di dalamnya terjadi “… proses mendorong sistim atau konsep atau argumen menuju titik ekstrim, di mana orang mendorongnya lebih jauh lagi, sampai pada satu titik setiap sistem, konsep, atau argumen tersebut telah kehilangan logika” (Piliang, 2004: 156). Di dalam hiperealitas, dunia tidak lagi bersifat dialektik, namun menuju ke

arah ekstrim. Segala sesuatu (informasi, produk, dan lain-lain) didorong menuju

sebuah titik, dimana pada batas tertentu, semuanya tidak lagi mempunyai makna

bagi manusia dan kemanusiaan. Hiperealitas media (hyper-reality of media)

digunakan oleh Jean Baudrillard untuk menjelaskan perekayasaan (distorsi)

makna dalam media. Jadi hiperealitas media menciptakan kondisi yang

sedemikian rupa, sehingga di dalamnya hal yang semu dianggap lebih nyata dari

‘kenyataan’.

Hiperealitas media telah banyak menimbulkan problem dalam masyarakat,

khususnya hal yang berkaitan dengan masalah objektivitas, netralitas dan

Page 44: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

53

kredibilitas informasi yang disajikan oleh media (Piliang, 2004: 142). Hiperealitas

media menciptakan berbagai persoalan sosiokultural, antara lain:

1) Disinformasi

Simulakrum informasi yang berlangsung secara terus-menerus dalam

suatu titik dapat menimbulkan kondisi ketidakpastian apada informasi

itu sendiri. Simulakrum (simulacrum) adalah sebuah duplikasi dari

duplikasi , yang aslinya tidak pernah ada, sehingga perbedaan antara

duplikasi dan asli menjadi kabur. Simulakrum menciptakan krisis

kepercayaan terhadap informasi itu sendiri. Informasi kehilangan

kredibilitas karena tidak lagi mengungkapkan kebenaran.

2) Depolitisasi

Massa yang terperangkap dalam simulacrum politik menyerap realitas-

realitas yang disajikan oleh media secara tidak kritis dan logis,

sehingga realitas-realitas melampaui tersebut, dan membentuk opini

dan sikap politik mereka, yang sesungguhnya telah didistorsi oleh

politik informasi.

3) Banalitas Informasi

Dalam dunia banalitas informasi, apapun dirubah menjadi informasi.

Tidak peduli informasi tersebut tidak menarik, seberapa parahnya

kualitas dan makna dari sesuatu, ia tetap menjadi subyek informasi.

Massa dikepung oleh berjuta tanda dan citra, sehingga ia tidak mampu

lagi menginternalisasikan makna yang dihasilkannya.

4) Fatalitas Informasi

Informasi yang tak terkendali dalam media menciptakan kondisi

fatalitas informasi (fatality of information). Dalam kondisi tersebut,

informasi tidak lagi mempunyai tujuan, fungsi dan makna.

5) Skizofrenia

Oleh Jacques Lacan, skizofrenia dapat diartikan sebagai putusnya

rantai pertandaan, yaitu rangkaian sintagmatis penanda yang bertautan

dan membentuk satu ungkapan atau makna. Semua kata atau penanda

dapat digunakan untuk menyatakan satu konsep petanda, namun yang

Page 45: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

54

terjadi adalah kesimpangsiuran kata atau penanda untuk menyatakan

suatu konsep.

6) Hipermoralitas

Terjadi kekaburan batas dalam wacana informasi, dimana di dalamnya

tidak ada lagi batas-batas mengenai baik/buruk, benar/salah,

boleh/tidak boleh, berguna/tidak berguna untuk dikomunikasikan

dalam media. Hal ini adalah salah satu konsekuensi dari wacana

kecepatan informasi yaitu kecenderungan dekonstruksi terhadap

masalah kode-kode sosial, moral atau kultural.

2.4.5. Munculnya Dekonstruktivisme

Sejak adanya kritik sastra dekonstruktivisme di pertengahan tahun 1980,

kata ‘dekonstruksi’ langsung melekat pada label arsitektur, desain grafis, produk-

produk, dan pakaian. Menurut Ellen Lupton dan J. Abbott Miller (1994), kata

dekonstruksi bergantung pada history (sejarah) dan theory (teori).

Dekonstruktivisme seolah-olah tertanam pada visual terbaru dan budaya

akademis, namun dekonstruksi menjelaskan tentang strategi pembentukan bentuk

kritis yang dimunculkan melintasi jarak dari artifacts dan practices (praktis),

histori dan kontemporer. Maksudnya adalah dekonstruksi merupakan suatu

terobosan teori filsafat dan prakteknya, setelah itu dekonstruksi menjadi salah satu

perkembangan yang signifikan pada bidang kritik filsafat abad 20 ini (J. Douglas

Kenale, 1997).

Menurut Derrida dalam Of Grammatology (1977), dekonstruksi menolak

projek dari kritik modern; untuk membuka pengertian dari pekerjaan

sastra/literatur dengan belajar cara untuk membentuk dan mengkomunikasikan

pesan humanistik yang penting. Dekonstruksi seolah-olah seperti strategi kritik

yang berdasar pada Marxisme, feminisme, semiotika, dan antropologi yang

berfokus tidak pada tema dan gambar atau obyek tetapi lebih ke arah lingustik dan

sistem institusional dari kerangka/bingkai dalam memproduksi teks.

Dekonstruksi mengambil porsi dalam oposisi dengan nenunjukkan

bagaimana untuk mengembangkan konsep kosong tinggal di dalamnya dan

bermakna positif. Yang di luar (the outside) mendiami yang di dalam (the inside).

Page 46: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

55

Contohnya yaitu oposisi antara alam dan kebudayaan. Ide dari ‘alam’ bergantung

pada ide dari ‘kebudayaan’ dan segera ‘kebudayaan’ menjadi bagian dari ‘alam’;

dan faktanya manusia telah memproduksi sebuah konsep ‘alam’ dalam oposisi

‘kebudayaan’.

Tatanan teratur yang telah diusahakan oleh modernisme ingin

dikembalikan ke dalam bentuk-bentuk jamak. Dekonstruksi ingin memilah-milah

tananan tersebut, apabila ada sesuatu yang tertutup (closer) maka harus ada yang

terbuka (discloser).

Label dekonstruksi dikukuhkan dalam “International Symposium on

Deconstruction” oleh Academy Group di Tate Gallery, London pada tanggal 18

April 1988. Dari hasil simposium ini disepakati bahwa ‘dekonstruksi’ bukanlah

sebuah gerakan yang tunggal. Dekonstruksi lebih merupakan sikap, suatu metode

krisis yang majemuk, dan tidak memiliki ideologi atau tujuan formal, kecuali

semangat untuk membongkar kemapanan dan kebakuan.

Derrida memaparkan bahwa dekonstruksi adalah metode membaca teks dengan teliti, sehingga premis-premis yang melandasinya dapat digunakan untuk meruntuhkan argumentasi yang disusun atas premis tersebut. Derrida mengkaitkan metode dekonstruksi dengan kritik terhadap metaphysics of presence. Kritik itu kemudian menjadi asumsi dasar bagai filosof tradisional. Derrida menolak gagasan bahwa ada yang disebut present dalam pengertian suatu ‘saat’ yang terdefinisikan sebagai sekarang/now. (Freddy H.Istanto, 2003: 54)

.

Dalam Jurnal Nirmana Vol. 5 No.1 tahun 2003 artikel Freddy H. Istanto

dipaparkan mengenai prinsip-prinsip Derrida dalam dekonstruksi menurut

Jonathan Culler (dalam Benedikt, 1991) sebagai berikut:

a) Différance

Différance berarti suatu ‘kata dalam kata’ dalam bahasa Prancis,

yang dibentuk sendiri oleh Derrida. Dalam bahasa Inggris, difference

berarti perbedaan. Kata differer ini mempunyai dua arti, yang pertama

sebagai kata kerja intransitif, dan yang kedua sebagai kata kerja transitif

yang artinya menunda, menangguhkan dan mengundurkan waktu (Bertens

1985: 500). Kata différance menggabungkan kedua arti tersebut sehingga

memiliki makna yang mengacu sebagai perbedaan dan penangguhan

Page 47: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

56

waktu. Jadi différance berarti ‘berbeda’ dan ‘menunda’ pada saat yang

bersamaan.

Tiga pengertian différance secara harafiah, yaitu:

a.1) The universal system of differences: berbeda

a.2) The process of deferral: menunda, meneruskan

a.3) The sense of differing: berbeda pendapat/tidak setuju

Dengan konsep différance proses dekonstruksi merupakan proses

mendeferensiasikan yang merupakan syarat timbulnya setiap makna pada

sistim struktur.

Dekonstruksi mengandung dimensi waktu (temporization) dan

antara (spacing) (Sumaryono, 1993: 115, Setiawan, 1994: 17). Arti kata

differance hampir sama dengan ‘Ma’ (bahasa Jepang) yang berarti interval

jarak (interval in space) dan interval waktu (interval in time). Maksud

interval waktu adalah peristiwa, tempat, kejadian dalam suatu waktu.

Dalam bahasa Jepang, ‘Ma’ diartikan sebagai:

- Celah diantara batu pijakan, pada saat manusia melangkah dengan

tenangnya

- Ketenangan antara otot-otot suatu lagu ketika irama legato

dinyanyikan

- Suatu posisi dimana pendulum mencapai puncaknya dan berhenti

‘tanpa berhenti’ atau ‘stop without stopping’.

Untuk memahami différance harus ada dua ide yang saling melengkapi/

tanda yang sama namun dipindahkan menuju konteks yang berbeda karena

ada perbedaan fundamental dan universal. Misalnya adalah perbedaan

antara presence dan absence. Disini memang ada perbedaan yang

mencolok seperti warna hitam dan putih, namun disini juga ada

ketergantungannya, seperti tidak ada naik kalau tanpa turun, tidak ada baik

kalau tanpa buruk, dan lainnya. Demikian juga presence tidak memiliki

makna tanpa adanya absence.

Page 48: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

57

b) Pembalikan Hirarkhi

Derrida mengikuti pemikiran Heiddeger mengenai pemikiran tentang

‘ada’. Konsep ‘ada’ dari sudut pandang metafisika barat memiliki dua

masalah yaitu:

b.1) ‘Ada’ tidak sesederhana yang dibayangkan, bahkan merupakan

sesuatu yang kompleks. Derrida menolak konsep ‘suatu saat’ yang

selalu diartikan sebagai ‘sekarang’.

b.2) Idealisasi ‘ada’ menyebabkan semua sistim kategori menjadi saling

mendominasi satu dengan yang lain. Jadi ‘ada’ lebih baik daripada

‘tidak ada’ karena dibutuhkan. Dalam hal ini dekonstruksi

bertujuan untuk mengidentifikasi apa yang biasanya disepelekan

sehingga hierarkhi yang terjadi dapat dibatalkan atau diproses

mundur.

c) Pusat dan Marjinal

Pusat seringkali diartikan sebagai inti, yaitu hal-hal penting, sedangkan

marjinal dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting (nomor 2). Pusat dan

marjinal sebenarnya hanyalah masalah posisi dalam geometrika saja.

Untuk memberikan arti pada keduanya, dekonstruksi dapat

mempertentangkan atau menyembunyikannya bahkan merubah tempatnya.

d) Pengulangan (Iterabilitas) dan Makna

Suatu kata atau tanda memperoleh maknanya dalam suatu proses berulang

pada konteks yang berbeda, dimana secara konotatif maupun denotatif

artinya akan memperoleh struktur yang stabil.

Derrida, 1967 menyampaikan suatu pengertian bahwa selalu ada alteritas

yang bersembunyi di belakang tanda; selalu ada yang tersembunyi di balik apa

yang hadir, hal ini dikemukakan juga oleh Spivak:

Untuk melokasikan teks marginal yang diharapkan, untuk menyingkap momen yang tidak dapat dipastikan, untuk membongkar kelonggarannya dengan pengungkit penanda yang positif, untuk membalikkan hierarkhi yang tetap, hanya dengan menggantinya; membongkarnya agar dibangun kembali apa yang sudah senantiasa ditulis. (Spivak, 1974: ixxvii)

Page 49: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

58

Dalam penerapan dekonstruksi, Derrida sering menitikberatkan pada hal

yang kecil. Tujuannya adalah melokasikan saat-saat kunci, pertentangan kunci.

(Ritzer, 2003: 205). Dalam menerapkan cara ini dalam teks sesuatu (dan ada) yang

disembunyikan, ditutup. Tetapi dekonstruksi tidak diorientasikan untuk

memastikan kebenaran. Derrida mendekonstruksi agar dapat mendekonstruksi

lagi dan terus-menerus; bukan untuk menghancurkan, tetapi untuk menemukan

kebenaran.

Proses dari dekonstruksi berbasis pada arti tanda yang tidak ditemukan

pada arti yang sesungguhnya dengan melihat apa yang muncul secara fisik. Sarup

menggambar pada perspektif dekonstruksi untuk menjelaskan bahwa ‘arti’ tidak

akan pernah ditemukan hanya dengan melihat satu tanda saja, tetapi dengan

melihat penanda-penanda yang lain yang akan membantu menjelaskan

‘kehadiran’ dan ‘ketidakhadiran’ itu.

2.4.6. Ciri-ciri Majalah Dekonstruktivisme

Dalam era yang serba digital ini, banyak ditemukan media sebagai

penyampaian pesan, salah satunya yaitu majalah. Dari sekian banyak majalah

yang ada, peneliti menemukan beberapa majalah untuk diteliti. Dilihat dari bentuk

dan penataan elemen-elemen visualnya, majalah-majalah tersebut ternyata

mempunyai ciri-ciri paham dekonstruksi. Untuk itulah, peneliti memaparkan teori

singkat mengenai ciri-ciri majalah berpaham dekonstruksi, berdasarkan atas:

2.4.6.1. Tipografi

Dekonstruksi sudah terbentuk sebagai suatu alat penting untuk analisa

tekstual melintasi ilmu-ilmu berbeda. Walter Ong bahkan juga mengusulkan

bahwa dekonstruksi terikat pada tipografi, daripada hanya tulisan sebagaimana

yang diasumsikan tipografer lain.

Desain tipografi majalah selalu didiami oleh arti dari berkas-berkas yang

berubah-ubah untuk, dari dan diantara produsen-produsen, pemilik-pemilik dan

pembaca-pembacanya. Jadi lewat dekonstruksi itu sendiri, suatu proses yang

terinformasi oleh agenda politis dan praktis, sosio-politis dan ideologi

institusional dapat diekspos dari lapisan-lapisan teks yang dalam.

Page 50: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

59

Dalam mendekonstruksi praktek tipografi majalah kontemporer, beberapa

konsep kunci akan digunakan. Ini menyangkut: ‘kehadiran’, ‘ketidakhadiran’,

‘berkas-berkas’ dan ‘intertektualitas’. ‘Kehadiran’ dan ‘ketidakhadiran’ umumnya

digunakan dalam konjungsi dengan sesama karena mereka mewaliki pembagian

biner biasa dalam konstruksi filsafat dari budaya Barat. Namun, dekonstruksi

tidak memprioritaskan kehadiran daripada ketidakhadiran pada basis bahwa itu

adalah istilah pertama dari pasangan biner. Biner ini didekonstruksikan untuk

menunjukkan apa yang tidak hadir dalam suatu teks bias menjadi bentuk teks, dan

apa yang hadir tidak akan menjadi seperti demikian, kecuali untuk ketidakhadiran

itu.

Dalam teks tipografi, suatu contoh permainan ‘kehadiran’ dan ‘ketidakhadiran’ dapat diilustrasikan melalui spasi. Derrida, 1977 menulis “ Spasi memotong, menjatuhkan, dan membuat jatuh di dalam ketidaksadaran. Signifikasi ini dibentuk hanya di dalam hampanya perbedaan, diversi dan kebalikan dari apa yang tidak muncul. “

Gambar 2.42 Majalah Blank edisi 6 tahun 2003, halaman 13

Desain tipografi yang bercirikan ‘pemotongan bentuk’ seakan-akan sudah

terfokus pada tipografi “postmodern” dan “dekonstruksi”. Steven Heller, 1997

Page 51: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

60

berpendapat bahwa beberapa waktu sebelum dekonstruktivisme muncul dalam

gerakan tipografi, tipografi dari dekonstruktivisme itu sendiri tidak diindikasikan

dengan orientasi desain yang lain.

Ciri-ciri tipografi pada majalah dekonstruktivisme yaitu tidak terstruktur,

yaitu:

1. Hurufnya yang non konvensional

2. Susunan hurufnya tidak teratur

3. Hurufnya sukar dibaca

4. Illegible (tidak legible)

5. Hurufnya banyak ornamen

2.4.6.2. Warna

Warna sebenarnya memegang peranan dalam legibilitas sebuah pesan.

Desainer seharusnya mengerti tentang teori warna dan kekontrasaannya dalam

sebuah layout majalah. Peneliti akan menjabarkan mengenai bagaimana warna

mempengaruhi legibilitas sebuah pesan (message); dalam hal ini dapat diartikan

sebagai layout suatu majalah.

Berdasarkan sebuah penelitian di Michigan State University School of

Packaging, warna teks dalam sebuah background warna mempengaruhi kualitas

pesan tersebut mudah dibaca atau tidak, dan enak dibaca atau tidak. Dalam

penelitian ini diuji-cobakan legibilitas dari 6 macam kekontrasan warna dalam

teks, yaitu:

1. Blue on White (biru dalam putih)

2. Yellow on Red (kuning dalam merah)

3. Blue on Yellow (biru dalam kuning)

4. White on Blue (putih dalam biru)

5. Black on Red (hitam dalam merah)

6. Black on White (hitam dalam putih)

Dari uji coba yang dilakukan oleh desainer di Michigan State University

School of Packaging tersebut, peneliti dapat memberikan kesimpulan sementara

bahwa warna yang berbeda pada background ternyata dapat memberikan kesan

Page 52: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

61

yang berbeda pula. Enak atau tidaknya dibaca serta legibilitas hurufnya juga dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.43. Message and Contrast (berdasarkan sumber: Laura Bix, 2003)

Dalam penelitian tersebut, mereka membandingkan menjadi 6 grup

berdasarkan usia yaitu:

1. Grup 1, yang berusia 19-28 tahun

2. Grup 2, yang berusia 29-38 tahun

3. Grup 3, yang berusia 39-48 tahun

4. Grup 4, yang berusia 51-60 tahun

5. Grup 5, yang berusia 61-70 tahun

6. Grup 6, yang berusia lebih dari 71 tahun

Page 53: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

62

Setelah melakukan mereka penelitian mengenai indeks legibilitas

berdasarkan grup usia dan kekontrasan warna, mereka mempunyai hasil dengan

rata-rata sebagai berikut:

Gambar 2.44 Average Legibility Index by Age Group. (berdasarkan sumber: Laura Bix, 2003)

Gambar 2.45 Average Legibility Index by Color Contrast. (berdasarkan sumber: Laura Bix, 2003)

Keterangan:

Semakin tinggi nilai legibility index di atas, semakin semakin susah teks (sebagai

subjek) itu dibaca.

Page 54: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

63

Dari hasil penelitian Laura Bix, 2003 tersebut diketahui bahwa: teks hitam

diatas putih, biru diatas kuning, putih diatas biru lebih mudah dibaca daripada biru

diatas putih, kuning diatas merah dan hitam diatas merah. Jadi supaya teks dalam

layout warna tetap dapat terbaca, sebaiknya tidak digunakan warna teks biru

diatas putih, kuning diatas merah dan hitam di atas merah.

Gambar 2.46 Warna-warna yang tidak legibel. (berdasarkan sumber: Laura Bix, 2003)

Sedangkan pada majalah dekonstruktivisme, ciri-ciri warnanya tak

terstruktur, maksudnya adalah:

1. Karakter warnanya tak terstruktur

2. Warnanya tidak konsisten

3. Warnanya tidak enak dilihat

4. Warnanya mengganggu isi bacaan

Ciri-ciri warna yang tak terstruktur pada majalah dekonstruktivisme dapat

dihubungkan dengan gambar 2.46 tersebut karena pada gambar tersebut sudah

dapat dikategorikan masuk ciri-ciri majalah dekonstruktivisme. Dalam kata lain,

warna yang tak terstruktur dapat berarti warna yang tidak serasi, tidak seimbang

dan tidak konsisten.

Page 55: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

64

2.4.6.3. Layout

Dekonstruksi menolak adanya keteraturan dan kebakuan struktur dari

modernisme dan juga pada poststrukturalisme. Dekonstruksi tidak membatas

istilah mana yang lebih dari istilah yang lain (pada oposisi biner), namun yang

diutamakan adalah saling ketergantungan Berangkat dari pemikiran itu, majalah

yang dekonstruktivisme mempunyai ciri-ciri layout yang tidak terstruktur. Paham

dekonstruksi tidak menyukai adanya struktur-struktur baku dan pemikiran yang

konvensional.

Salah satu ciri dari layout yang tidak terstruktur adalah layout ungrid

(tidak ada garis batasannya). Contohnya dapat dilihat pada gambar 2.27 dan

gambar 2.42. Pada gambar-gambar tersebut tidak ditemukan adanya grid sebagai

garis bantu untuk menyusun layout. Layout yang tak terstruktur juga dapat dilihat

pada contoh gambar 2.27. Layout yang tidak beraturan menyulitkan pembaca

dalam membaca pesan, salah satu contohnya ada pada gambar 2.47 di bawah ini.

Gambar 2.47. Potongan Layout Majalah Surftime volume 4 tahun 2003. Contoh struktur layout yang tidak teratur.

Page 56: font dictionary reference , 2003: online ). Pemilihan

65

Dalam hal ini, bukan berarti pada sebuah layout ungrid pasti berpaham

dekonstruksi, ataupun yang mempunyai grid pasti bukan berpaham dekonstruksi.

Hal ini dilihat dari kadar esensi dan pemaknaan pada desain itu sendiri apakah

memang berpaham dekonstruksi atau hanya bernuansa paham dekonstruksi saja.

Layout yang di-dekonstruksi bukan hanya sekedar di’bongkar’ dan di’bangun’

terus-menerus, namun juga merupakan luapan ‘kegilaan’ dekonstruksi yang tidak

dapat dibantah. Seringkali dekonstruksi tidak dapat dipikir dan dirasiokan dengan

akal pikiran saja, mengapa seperti ini, mengapa seperti itu. Dengan mengenal latar

belakang paham dekonstruksi (pada hal 43), akan lebih memudahkan menelusuri

jejak pemikiran pendekonstruksi dan menganalisis tipografi, warna dan layout

pada majalah berpaham dekonstruksi.