flora fauna (dunia hewan). indonesia memiliki sebagai...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum)
2.1.1 Deskripsi Tanaman Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Indonesia terkenal dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah,
baik flora (dunia tumbuhan) maupun fauna (dunia hewan). Indonesia memiliki
kekayaan keanekaragaman hayati diperkirakan sekitar 40.000 jenis tumbuh-
tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan bermanfaat dalam bidang pertanian, perkebunan,
kehutanan, bahan industri dan bahan obat-obatan. Bahan alami yang digunakan
sebagai bahan obat-obatan seperti tanaman cengkeh. Tanaman cengkeh (Syzigium
aromaticum) merupakan tanaman rempah yang dapat ditemukan di Indonesia dan
dimanfaatkan dalam industri rokok, makanan dan obat-obatan (Sidabutar, 2016).
Tanaman cengkeh dapat menghasilkan limbah seperti pada bagian batang dan
terutama daunnya. Bagian daun cengkeh tersebut hanya dibiarkan jatuh bertebaran
dan berserakan sampai membusuk.
Tanaman Cengkeh yang ditemukan di kawasan timur Indonesia misalnya
di Sulawesi Utara. Tanaman ini termasuk dalam famili Myrtaceae yang ditemukan
di dataran rendah dengan ketinggian 200-900 m di atas permukaan laut. Tinggi
dari tanaman cengkeh dapat mencapai 5-10 m. Tanaman cengkeh mempunyai
sifat yang khas karena semua bagian pohon mengandung minyak atsiri mulai dari
akar, batang, daun sampai bunga (Rorong, 2008).
9
Gambar 2.1 Tanaman Cengkeh (Syzigium aromaticum)
(Sumber: Pribadi, 2017)
2.1.2 Klasifikasi dan Morfologi Daun Cengkeh
Menurut Tjitrosoepomo (2005) Tanaman cengkeh (Syzigium aromaticum)
dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Maglionopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzigium
Spesies : Syzigium aromaticum
Daun cengkeh mempunyai ciri khas yang mudah dibedakan dengan daun
tanaman yang lain. Daunnya kaku, berwarna hijau atau hijau kemerahan, daun
yang masih muda berwarna kuning kehijauan bercampur dengan warna kemerah-
merahan dan mengilap, berbentuk elips yang ujungnya runcing sedangkan sebelah
10
bawah berwarna hijau suram. Daun tunggal dan duduk berhadapan. Simpul ketiak
daun cabang pertama tumbuh tunas-tunas yang menjadi cabang kedua, begitu pula
selanjutnya sehingga tumbuh ranting-ranting (Najiyanti & Danarti, 2003).
Gambar 2.2: Morfologi Daun Cengkeh
(Sumber: Pribadi, 2017)
2.1.3 Kandungan Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Daun cengkeh mengandung komponen fenolik yang tinggi yaitu senyawa
eugenol 70-80% senyawa ini bersifat antioksidan. Eugenol mempunyai sifat
sebagai stimulan, anestetik lokal, karminatif, antiseptik dan antispasmodik
(Nurdjannah, 2004). Senyawa eugenol merupakan komponen utama yang
terkandung dalam minyak atsiri cengkeh. Eugenol mengandung senyawa aktif
seperti saponin, flavonoid, tannin, dan minyak atsiri (Rorong, 2008). Daun
cengkeh memiliki kandungan minyak atsiri 1-4%, yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat. Menurut Talahatu (2015) pemisahan kandungan kimia dari bunga
cengkeh, tangkai cengkeh dan daun cengkeh yang menunjukkan bahwa bunga
cengkeh dan daun cengkeh mengandung saponin, alkaloid, flavonoid, glikosida,
11
tannin dan minyak atsiri sedangkan tangkai bunga cengkeh mengandung saponin,
tannin, alkaloid, glikosida, flavonoid dan minyak atsiri.
2.1.4 Manfaat Daun Cengkeh
Pemanfaatan tanaman cengkeh di Sulawesi Utara sebagian besar hanya
mencakup bagian bunganya saja sedangkan bagian daun hanya dianggap sebagai
limbah, padahal di dalam daun cengkeh terkandung suatu komponen minyak atsiri
dan komponen fenolik yang selama ini kurang dimanfaatkan secara maksimal
(Rorong, 2008). Komponen fenolik merupakan antioksidan alami yang
bermanfaat bagi manusia, antioksidan merupakan senyawa penting dalam
menjaga kesehatan tubuh yang terbukti sebagai pelidung melawan efek bahaya
radikal bebas dan diketahui pula mampu menurunkan resiko kanker, obat sakit
gigi, penyakit jantung coroner, stroke, artherosclerosis, ospteoporosis, inflamasi,
penyakit neurodegeneratif, dan produk aroma terapi (Lumingkewas dkk., 2014).
2.2 Tinjauan Tentang Kulit Manusia
2.2.1 Anatomi Kulit Manusia
Menurut Kalangi (2013) kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis
dan dermis. Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ectoderm,
sedangkan dermis berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm.
Bagian bawah dermis terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis,
yang pada beberapa tempat terutama terdiri dari jaringan lemak.
12
Gambar 2.3: Struktur Kulit (Sumber: Kalangi, 2013)
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang menyelimuti permukaan
tubuh manusia terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk.
Epidermis hanya terdiri dari jaringan epitel, tidak mempunyai pembuluh darah
maupun limfa oleh karena itu semua nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler
pada lapisan dermis. Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu stratum basal, stratum
spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum (Setiawan,
2013).
Dermis adalah lapisan jaringan ikat bagian bawah lapisan yang mengikat
epidermis dengan struktur yang ada dibawahnya. Dermis terdiri atas stratum
papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua lapisan tidak tegas, serat
antaranya saling menjalin. Sel-sel dermis memiliki jumlah sel dalam dermis relatif
sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak,
sedikit makrofag dan sel mast (Sloane, 2003).
Hipodermis adalah Sebuah lapisan subkutan di bawah retikularis dermis
disebut hipodermis. Hipodermis berupa jaringan ikat lebih longgar dengan serat
13
kolagen halus terorientasi terutama sejajar terhadap permukaan kulit, dengan
beberapa di antaranya menyatu dengan dermis (Kalangi, 2013).
2.2.2 Fungsi Kulit Manusia
Menurut Sloane (2003) ada beberapa fungsi kulit sebagai berikut:
1. Kulit berfungsi mengekskresikan keringat, sebagai pelindung terhadap
kerusakan fisik, penyinaran, serangan kuman, penguapan, sebagai organ
penerima rangsang (reseptor), serta pengatur suhu tubuh.
2. Pembuluh darah dan kelenjar keringat dalam kulit berfungsi untuk
mempertahankan dan mengatur suhu tubuh.
3. Zat berlemak, air dan ion-ion, seperti Na+
diekskresikan melalui kelenjar-
kelenjar pada kulit.
4. Sebagai metabolisme dengan bantuan radiasi sinar matahari atau sinar
ultraviolet, proses sintesis vitamin D yang penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan tulang.
5. Semua stimulus dari lingkungan diterima oleh kulit melalui sejumlah reseptor
khusus yang mendeteksi sensasi yang berkaitan dengan suhu, sentuhan,
tekanan dan nyeri.
Sedangkan menurut Putri (2015) kulit berperan sangat penting dalam
kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air serta
elektrolit, termoregulasi dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan luar
termasuk mikroorganisme.
14
2.3 Luka Sayat
2.3.1 Pengertian Luka Sayat
Luka sayat adalah hilang atau rusaknya sebagian dari jaringan tubuh yang .
ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan. Kulit berperan sangat
penting dalam kehidupan manusia, antara lain dengan mengatur keseimbangan air
serta elektrolit, termoregulasi dan berfungsi sebagai barier terhadap lingkungan
luar termasuk mikroorganisme. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengembalikan integritasnya sesegera mungkin (Putri, 2015).
Menurut Pongsipulung (2012) ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul diantaranya hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stres
simpatis, pendarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian
sel.
2.3.2 Klasifikasi Luka Sayat
Menurut Kartika (2015) luka bisa diklasifikasikan berdasarkan sifat,
proses penyembuhan, dan lama penyembuhan. Berdasarkan sifat yaitu: abrasi,
kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi: superfisial, yang
melibatkan epidermis, partial thickness yang melibatkan (lapisan epidermis dan
dermis) dan full thickness yang melibatkan (epidermis, dermis, lapisan lemak,
fascia, dan bahkan sampai ke tulang). Berdasarkan proses penyembuhan, dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1. Penyembuhan primer (healing by primary intention)
15
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada jaringan
yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi. Penyembuhan luka berlangsung
dari internal ke ekternal.
2. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan bentukan jaringan
granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi, diperlukan
penutupan luka secara manual.
Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan kronis.
Luka dikatakan akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Sedangkan luka
kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-tanda sembuh dalam jangka
lebih dari 4-6 minggu.
Berdasarkan derajat luka dibagi menjadi tiga menurut Sari (2007) yaitu :
1. Stadium I : Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan epidermis misalnya
lecet.
2. Stadium II: Hilangnya atau rusaknya kulit pada lapisan epidermis hingga
lapisan dermis bagian atas.
3. Stadium III: Hilangnya atau rusaknya kulit dari lapisan dermis bagian bawah
hingga lapisan subkutis.
4. Stadium IV: Hilangnya atau rusaknya seluruh lapisan kulit hingga otot dan
tulang.
16
2.3.3 Mekanisme Terjadinya Luka Sayat
Mekanisme terjadinya luka diantaranya oleh karena faktor kesengajaan
dan tidak disengaja. Luka disengaja merupakan luka akibat terapi seperti luka
yang diakibatkan oleh adanya tindakan medis sebagai contoh insisi bedah, tusukan
jarum kebagian tubuh. Insisi biasanya dilakukan dengan teknik aseptik untuk
meminimalkan peluang terjadinya infeksi. Luka tidak disengaja merupakan luka
yang terjadi tanpa diharapkan biasanya disebabkan karena cedera traumatik
seperti luka akibat pisau, dan benda tajam lainnya. Luka terjadi pada kondisi yang
tidak steril (Ruswanti, 2014).
2.3.4 Mekanisme Penyembuhan Luka Sayat
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Komponen utama dalam proses penyembuhan luka adalah
kolagen yang terletak di samping sel epitel (Rahmawati, 2014). Tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya.
Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dari benda
asing dan perkembangan awal seluler merupakan bagian dari proses
penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan yang mencangkup pembersihan luka dan debridemen, pengolesan
preparat antibiotik topikal serta pembalutan (Smeltzer, 2001).
Penyembuhan luka secara fisiologis terbagi kedalam tiga fase, yakni fase
respon inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Penyembuhan luka berawal dari fase
17
inflamasi yang terjadi pada hari ke-0 sampai 5, respon segera setelah terjadinya
luka atau pembekuan darah dan untuk mencegah kehilangan darah yang mana
daerah luka tampak merah serta sedikit bengkak. Fase inflamasi ditandai dengan
adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada
jaringan kulit. Ada dua proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hematom
(penghentian pendarahan) dan fagositosis (makrofag menelan mikroorganisme
dan sel debris). Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi (Wijaya,
2014).
Gambar 2.4: Fase Inflamasi (Sumber: Saroja, 2012)
Epidermis
Trombosit
Fibroblast
Kulit berwarna
kemerahan (eritema)
Darah
Bengkak (edema)
Makrofag
Permukaan
Kulit Luka
Neutrofil
18
Fase berikutnya adalah fase proliferasi atau epitelisasi yang berlangsung
dari hari ke-3 sampai 14, disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan
jaringan granulasi, luka tampak merah segar, dan mengkilat. Jaringan granulasi
terdiri dari kombinasi fibroblast, sel inflamasi, pembuluh darah baru, fibrionektin,
dan asam hialuronat acid. Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Epitelisasi terjadi pada 48 jam
pertama pada luka insisi (Kartika, 2015).
Gambar 2.5: Fase Proliferasi (Sumber: Saroja, 2012)
Tahap yang terakhir berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun
yaitu tahap maturasi. Tahap ini membentuk kolagen baru yang mengubah bentuk
Epidermis
Luka
Macrophage
Neutrofil
Permukaan
Kulit
Fibroblast
Trombosit
Epitelisasi
Kulit
Granulasi
19
luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut (scar
tissue) terbentuk sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya dan
pengurangan bertahap aktivitas seluler andvaskulerisasi jaringan yang mengalami
perbaikan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang banyak untuk memperkuat
jaringan parut (Morison, 2004).
Gambar 2.6: Fase Maturasi (Sumber: Saroja, 2012)
2.3.5 Masalah yang Terjadi pada Proses Penyembuhan Luka Sayat
Adapun masalah yang terjadi dalam proses penyembuhan luka sebagai
berikut:
1. Eritema dan Edema
Eritema dan edema merupakan proses perbaikan jaringan, terjadi dari
pengontrolan darah (homeostasis), mengirim darah, dan sel karena yang
Epidermis
Jaringan
Parut
Pembuluh
Darah
Warna Kulit
Normal
Luka
Kering
Scar Kulit Baru
Fibroblast
Kolagen Kolagen
Luka agak
kering
20
mengalami cedera, selama proses homeostasis, pembuluh darah yang cedera akan
mengalami kontraksi dan trombosit berkumpul untuk menghentikan pendarahan,
jaringan yang rusak dan sel mast, mensekresi histamin yang akan menyebabkan
vasodilatasi kapiler disekitarnya dan mengeluarkan serum sel darah putih kedalam
jaringan yang rusak sehingga menyebabkan edema dan eritema. Eritema adalah
bercak kemerahan pada kulit yang disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
kapiler yang reversible (Djuanda, 2007).
2. Nekrosis Jaringan
Nekrosis jaringan merupakan hasil akhir perubahan-perubahan morfologis
akibat kerja degradatif progresif enzim yang mengidentifikasikan kematian sel ini
dapat mengenai kelompok sel atau bagian struktur suatu organ (Nugrahaningsih &
Yuniastuti, 2014).
3. Granulasi
Jaringan granulasi adalah pertumbuhan pembuluh darah kecil dan jaringan
ikat untuk mengisi luka-luka dengan ketebalan penuh. Jaringan dikatakan sehat
jika berwarna merah terang, seperti warna merah pada daging sapi, berkilat, dan
bergranular dengan tampilan seperti beludru. Suplai vaskuler yang buruk tampak
sebagai warna merah muda pucat atau merah kehitaman hingga buram (Djuanda,
2007). Granulasi merupakan pembentukan jaringan pada dasar luka menjelang
proses penyembuhan, jadi semakin banyak granulasi yang timbul maka luka
semakin membaik.
21
4. Luka Kering
Pada fase penyembuhan luka kering merupakan hal yang sangat biasa,
karena terjadi peningkatan valkulerisasi kelenjar lebasea, sekresi berkurang dan
keringat juga berkurang. Jadi, luka kering merupakan tanda-tanda luka sudah
mulai sembuh (Aldi, 2014).
5. Jaringan Parut
Jaringan parut adalah jaringan dermis dan epidermis yang berisi protein
terkoagulasi yang dapat bersifat progresif. Penyembuhan luka jaringan akut,
hidrofi parut akan timbul bila kulit tidak dilengketkan kepada struktur yang ada di
bawahnya. Bila penekanan dilakukan pada jaringan baru yang sehat, parut bisa
dicegah. Jika disimpulkan bahwa penyembuhan luka yang sempurna apabila
jaringan minimal (Mawarti & Ghofar, 2014).
2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sayat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, yaitu:
1. Umur
Anak-anak maupun dewasa proses penyembuhannya lebih cepat daripada
orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati
dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah (Price & Wilson, 2001).
2. Nutrisi
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka. Misalnya
vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatnya
epitelisasi dan seng (Zinc) diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Nutrisi
seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan
22
parenteral maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malanutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka (Kartika,
2015).
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
Infeksi juga menyebabkan peningkatan inflamasi dan nekrosis yang menghambat
penyembuhan luka (Al Ansori, 2014).
4. Kadar Albumin Darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan besar
dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah.
5. Suplai Oksigen dan Vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparative, seperti proliferasi
sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesa kolagen.
6. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) berpengaruh besar dalam proses penyembuhan
luka. Kita semua tahu bahwa salah satu tanda penyakit DM adalah tingginya kadar
gula dalam darah atau dalam dunia medis sering disebut dengan hiperglikemia.
Hiperglikemia menghambat leukosit melakukan fagositosis sehingga rentan
terhadap infeksi. Jika mengalami luka akan sulit sembuh karena diabetes
mempengaruhi kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri dan melawan infeksi
(Puspitasari, 2011).
7. Status imunologi atau kekebalan tubuh
23
Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses penyembuhan luka tidak
hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk
proses regenerasi sel (Kartika, 2015).
8. Obat-obatan
Jenis obat-obatan untuk penyembuhan luka dapat dilakukan dengan
berbagai macam jenis obat, salah satunya adalah penggunaan obat tradisional.
Penggunaan pengobatan obat tradisional secara tradisional semakin disukai karena
pada umumnya kurang menimbulkan efek samping seperti halnya pada obat-
obatan dari bahan kimia (Ruswanti, 2014).
2.3.7 Mekanisme Penyembuhan Luka dengan Menggunakan Daun Cengkeh (Syzigium aromaticum) dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Sayat
Daun cengkeh mampu mengobati luka luar karena mengandung komponen
fenolik yang tinggi yaitu senyawa eugenol 70-80% senyawa ini bersifat
antioksidan. Eugenol mempunyai sifat sebagai stimulan, anestetik lokal,
karminatif, antiseptik dan antispasmodik (Nurdjannah, 2004). Senyawa eugenol
merupakan komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri cengkeh.
Eugenol mengandung senyawa aktif seperti saponin, flavonoid, tannin, dan
minyak atsiri (Rorong, 2008). Saponin yang berguna memicu pembentukan
kolagen yang berperan dalam proses penyembuhan luka yaitu struktur protein
yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Ruswanti, 2014). Flavonoid
merupakan senyawa polifenol yang memiliki fungsi sebagai senyawa antibakteri
dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang
mengganggu integritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol
24
yang dapat bersifat koagulator protein (Wijaya, 2014). Flavonoid bersifat anti
inflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi
rasa sakit, bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka. Tannin bersifat
antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena
leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat diaktifkan. Minyak atsiri berguna
mempercepat penggumpalan darah melalui proses penbentukan protein fenol
menyebabkan presipitasi pada kulit yang terluka (Ruswanti, 2014).
2.4 Ekstraksi
2.4.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam sel tanaman (Mukhriani, 2014).
Prinsip dasar ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut
polar dan senyawa non-polar dalam pelarut non-polar. Serbuk simplisia
diekstraksi berturut-turut dengan pelarut yang berbeda polaritasnya (Harbone,
1996). Proses ekstraksi merupakan penarikan zat pokok yang diinginkan dari
bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dengan zat yang
diinginkan larut (Voight, 1994).
2.4.2 Jenis-jenis Metode Ekstraksi
Jenis-jenis metode ekstraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:
25
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Maserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan
pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi maserasi
termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
2. Ultrasound - Assisted Solvent Extraction
Merupakan metode maserasi yang dimodifikasi dengan menggunakan
bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi tinggi, 20 kHz). Wadah yang berisi
serbuk sampel di tempatkan dalam wadah ultrasonik dan ultrasound (Mukhriani,
2014).
3. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam
sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian
bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan
menetes perlahan pada bagian bawah (Darwis, 2010).
4. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa dapat digunakan kertas saring yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor. Pelarut yang sesuai di masukkan ke dalam labu dan suhu
pemanas yang diatur di bawah suhu reflux (Mukhriani, 2014).
5. Reflux dan Destilasi Uap
26
Pada metode reflux sampel di masukkan bersama pelarut ke dalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih. Uap terkondensasi dan kembali ke dalam labu (Mukhriani, 2014). Destilasi
uap memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi
minyak esensial (campuran berbagai senyawa menguap) (Harbone, 1996).
2.5 Tikus Putih (Rattus norvegicus)
2.5.1 Deskripsi Tikus Putih
Tikus Putih (Rattus norvegicus) termasuk binatang pengerat yang
merugikan dan termasuk hama terhadap tanaman petani, selain menjadi hama
yang merugikan, hewan ini juga membahayakan kehidupan manusia dengan
membawa penyakit, hewan ini dapat menularkan penyakit seperti wabah pes dan
leptospirosis. Hewan ini hidup bergerombol dalam sebuah lubang. Satu gerombol
dapat mencapai 200 ekor, tikus ini mempunyai indera pembau yang sangat tajam.
Perkembangbiakan tikus sangat luar biasa. Sekali beranak tikus dapat
menghasilkan sampai 15 ekor, tetapi rata-rata 9 ekor. Tikus yang paling terkenal
adalah tikus berwarna coklat yang menjadi hama bagi usaha-usaha pertanian dan
pangan yang di simpan di gudang. Tetapi, ada tikus yang menguntungkan dan
sering dimanfaatkan manusia tikus itu adalah tikus albino (tikus putih) banyak
digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium.
Tikus putih (Rattus norvegicus) yang digunakan untuk percobaan
laboratorium yang dikenal ada tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long
Evans dan Wistar. Tikus galur Sprague-Dawley dinamakan demikian, karena
27
ditemukan oleh seorang ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley.
Penamaan galur ini, dia mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri
pertamanya yaitu Sprague dan namanya sendiri menjadi Sprague Dawley (Akbar,
2010).
2.5.2 Klasifikasi Tikus Putih
Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Akbar (2010):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Classis : Mammalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Sub familia : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
2.5.3 Morfologi Tikus Putih
Ukuran tubuh tikus putih (Rattus norvegicus) yang lebih besar dari pada
mencit membuat (Rattus norvegicus) lebih disukai untuk berbagai penelitian.
Berbeda dengan hewan laboratorium lainnya tikus putih (Rattus norvegicus) tidak
pernah muntah. Lambung tikus putih (Rattus norvegicus) terdiri dari dua bagian,
yaitu nonglandular dan glandular dan small intentine yang terdiri dari duodenum,
jejunum, dan ileum. Pada umur 2 bulan berat badan dapat mencapai 200-300
gram. Tikus putih (Rattus norvegicus) tergolong hewan yang mudah dipegang
serta penurut.
28
Gambar 2.7: Tikus Putih (Rattus norvegicus)
(Sumber: Pribadi, 2017)
Tikus putih memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan
uji penelitian di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang
lebih besar dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih
juga memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang lebih
panjang dibandingkan badannya (Akbar, 2010).
2.6 Leaflet
2.6.1 Pengertian Leaflet
Leaflet adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat, agar
terlihat menarik leaflet didesain secara cermat dilengkapi dengan ilustrasi dengan
menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, dan mudah dipahami. Leaflet
sebagai bahan ajar juga harus memuat materi yang dapat membimbing siswa
untuk menguasai satu atau lebih kompetensi dasar (Murni, 2010). Leaflet berisi
tulisan cetak tentang suatu masalah khusus untuk menyampaikan informasi
penguat pesan yang ingin disampaikan (Roshan, 2012).
29
Leaflet sebagai bahan ajar harus disusun secara sistematis dengan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, hal ini untuk menarik minat baca
dan meningkatkan motivasi belajar siswa. Penyusunan leaflet sebagai bahan ajar
perlu dipertimbangkan hal-hal antara lain sebagai berikut:
1. Subtansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi
pokok yang harus dikuasai oleh siswa
2. Materi memberikan informasi secara jelas dan lengkap tentang hal-hal yang
penting sebagai informasi
3. Padat pengetahuan
4. Kebenaran materi dapat dipertanggungjawabkan
5. Kalimat yang disajikan singkat dan jelas
6. Menarik siswa untuk membacanya baik penampilan maupun isi materinya
Penyusunan sebuah leaflet sebagai bahan ajar yang baik, menurut Setyono
(2005) leaflet paling tidak memuat antara lain:
1. Judul diturunkan dari kompetensi dasar atau materi pokok sesuai dengan
besar kecilnya materi.
2. Kompetensi dasar atau materi pokok yang akan dicapai, diturunkan dari
kurikulum terbaru.
3. Informasi pendukung dijelaskan secara jelas, padat, menarik, memperlihatkan
penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman
pembacanya.
4. Tugas berupa membaca buku tertentu yang terkait dengan materi belajar
untuk dibuat resumenya dan diberikan secara individu atau kelompok.
30
5. Penilaian dapat dilakukan terhadap hasil karya dari tugas yang diberikan.
6. Menggunakan sumber belajar misalnya buku, majalah dan internet.
2.6.2 Ciri-ciri Leaflet
Ciri-ciri Leaflet jika dilihat dari bentuknya berupa selembaran kertas
ukuran kecil yang tercetak, dilipat, tulisan terdiri 200-400 huruf dengan tulisan
cetak biasanya juga diselingi gambar-gambar dan ukuran 20-30 cm. isi pesannya
berupa pesan sebagai informasi. Leaflet harus bisa dibaca sekali pandang
(Muakhir, 2012). Tersusun secara sistematis, sederhana, singkat dan mencakup
penggunaan warna, gambar, bahasa dan ukuran font yang sesuai.
2.6.3 Manfaat Leaflet
Menurut Setyono (2005) bahan ajar leaflet diharapkan dapat menarik
minat baca siswa untuk membaca sumber belajar sehingga dapat meningkatkan
hasil belajar. Bahan ajar leaflet dapat menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan, meningkatkan minat baca siswa membaca sumber belajar, dan
membuat siswa lebih aktif belajar sehingga leaflet pun dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Siswa memperoleh pengetahuan dari membaca leaflet dan saling
berdiskusi dengan teman kelompoknya, sehingga memungkinkan adanya aktivitas
saling bertukar informasi yang bersifat menambah pengetahuan (Arief, 2008).
2.6.4 Kelebihan dan kekurangan Leaflet
Menurut Arsyad (2003), leaflet memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan leaflet antara lain:
1. Siswa dapat belajar dan maju sesuai dengan kecepatan masing-masing
31
2. Materi pelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi
kebutuhan siswa, baik yang cepat maupun yang lambat membaca dan
memahami.
3. Perpaduan teks dan gambar dalam halaman cetak yang dikemas sedimikian
rupa dapat menambah daya tarik serta dapat memperlancar pemahaman
informasi yang disajikan.
4. Leaflet efektif untuk pesan singkat, sederhana dan murah. Siswa dapat belajar
mandiri pengguna dapat melihat isinya pada saat santai.
Kelemahan leaflet adalah sebagai berikut:
1. Leaflet tidak dapat menampilkan gerak dalam bahan ajar
2. Biaya percetakan mahal apabila ingin menampilkan ilustrasi, gambar, atau
foto yang berwarna
3. Proses percetakan sering kali memakan waktu lama
2.7 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian terdahulu oleh Oktiarni, dkk (2012) yang membahas
tentang pengobatan tradisional dalam penyembuhan luka salah satunya adalah
family myrtaceae pada tanaman jambu biji (Psidium guajava Linn.) dengan judul
pengujian ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava Linn.) terhadap
penyembuhan luka bakar pada mencit (Mus musculus), daun jambu biji berkhasiat
sebagai obat yang dimanfaatkan sebagai antiinflamasi, hemostatik dan
astringensia. Senyawa kimia yang terdapat pada daun jambu biji seperti tannin,
saponin dan flavonoid. Hasil skrining fitokimianya terkandung polifenol dimana
32
fibroblast mensintesis kolagen dan dua subtansi dasar yaitu vitamin B dan C.
Kedua subtansi dasar ini membentuk lapisan untuk memperbaiki luka sehingga
semua luka tertutup atau sembuh. Pada daun jambu biji juga terdapat zat yang
dapat membantu pembentukan kolagen yaitu saponin, diduga senyawa saponin ini
turut membantu dalam pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan
dalam proses penyembuhan luka. Selain senyawa-senyawa aktif tersebut terdapat
juga flavanoid. Flavanoid yang terkandung dalam daun jambu biji memiliki efek
antiinflamasi, dimana berfungsi sebagai anti radang dan mampu mencegah
kekakuan dan nyeri. Flavanoid juga berfungsi sebagai antioksidan sehingga
mampu menghambat zat yang bersifat racun. Senyawa-senyawa aktif yang
terkandung dalam daun jambu biji inilah yang diduga mampu untuk membantu
dalam proses penyembuhan luka bakar, terlebih jambu biji ini telah dikenal luas
sebagai antibakteri yang sangat mungkin untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang timbul saat proses penyembuhan. Tannin mempunyai daya
antiseptik yaitu mencegah kerusakan yang disebabkan bakteri atau jamur pada
fase inflamasi dan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka. Hasil
penelitian disimpulkan bahwa ekstrak daun jambu biji dengan variasi konsentrasi
1%, 3%, 5% dan 7% memiliki efek penyembuhan terhadap luka bakar pada
mencit. Penyembuhan luka paling cepat terjadi pada konsentrasi 1% dibandingkan
dengan 3%, 5% dan 7% karena konsentrasi bahan aktif juga merupakan faktor
penting dalam penyembuhan luka bakar.
33
2.8 Kerangka Konsep
Gambar 2.8: Kerangka Konsep
Obat Alami: Daun Cengkeh (Syzygium aromaticum) mempunyai
senyawa antibakteri yang dapat
mempercepat penyembuhan
luka.
Kandungan Flavonoid berfungsi sebagai
anti inflamasi sehingga dapat
mengurangi peradangan
Tannin berfungsi sebagai
antibakteri yang kuat
Saponin berfungsi membentuk
kolagen salah satu protein yang
berperan dalam penyembuhan
luka
Minyak atsiri berfungsi
mempercepat penggumpalan
darah
Proses penyembuhan luka
Luka Sayat Sayatan mengenai lapisan
kulit epidermis, dermis,
subkutis
Diskontinuitas jaringan,
pembuluh darah rusak,
penghentian aliran darah
dan pembengkakan luka.
Obat Medis/modern:
povidone iondine,
betadine, bioplacenton,
carboxy methyl
cellulose, dan ceomycin
culfat.
Luka Sayat Sembuh
Fase Inflamasi terjadi akumulasi leukosit dengan mengamati adanya eritema dan edema
Fase Poliferasi terjadi pembentukan fibroblast oleh kolagen dengan mengamati adanya
granulasi
Fase Maturasi atau remodeling terjadi kontraksi luka dan pematangan terbentuk jaringan parut
sehingga yang diamati yaitu jaringan parut dan luka kering
Obat Medis Obat Alami
Luka Sayat
Ciri-ciri: Tepi luka berupa garis lurus
Beraturan (Putri, 2015)
LE A F L E T
Dimanfaatkan sebagai bahan ajar biologi dalam bentuk leaflet
34
2.9 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan studi pustaka diatas dapat di rumuskan
hipotesis sebagai berikut :
1. Ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) efektif dalam mempercepat
penyembuhkan luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegius).
2. Pemberian konsentrasi ekstrak daun cengkeh (Syzygium aromaticum) 20%
yang paling efektif dalam mempercepat penyembuhan luka sayat pada tikus
putih (Rattus norvegius).
3. Hasil penelitian dapat dikembangkan menjadi sumber belajar biologi SMA
kelas XI semester 1.