fix pertanian

Upload: ariesta-adies-susanto

Post on 09-Oct-2015

12 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ekonomi pertanian

TRANSCRIPT

Pemasaran Produk Pertanian

Pemasaran Produk PertanianStudi Kasus : Pemasaran Kakao di Sulawesi untuk Tujuan Ekspor

4/14/2014UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTAAnggota Kelompok :

Ariesta Adies Susanto F01120Fadli SeptiantoF0112Hilda Asih MardiahF0112Novia WijarningrumF0112Wayan Nur AzizF0112

Pemasaran Kakao di Sulawesi untuk Tujuan Ekspor

1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen utama kakao dunia. Luas areal tanaman kakao Indonesia tercatat 1,4 juta hektar dengan produksi kurang lebih 500 ribu ton pertahun, menempatkan Indonesia sebagai negara produsen terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Pantai Gading, dengan luas area 1,6 Ha dan produksinya sebesar 1,3 juta ton per tahun dan Ghana sebesar 900 ribu ton per tahun.Secara umum terdapat sekitar 50 negara produsen kakao, yang terbagi dalam 3 benua yaitu Afrika yang menguasai sekitar 65 persen kakao dunia, Asia sekitar 20 persen dan Amerika latin sekitar 15 persen. Sedangkan dari sisi industri (world cocoa brinding), Indonesia berada di nomor tujuh dunia dibawah Belanda, Amerika, Jerman, Pantai Gading, Malaysia dan Brazil. Luas perkebunan kakao di Indonesia terus meningkat sepanjang 5 tahun terakhir. Luas perkebunan kakao meningkat menjadi 1.432.558 Ha (tahun 2009). Secara rata-rata pertumbuhan luas perkebunan kakao di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2009 adalah sebesar 8 persen. Dengan demikian peluang peningkatan produksi terbuka luas termasuk penambahan nilai tambah produk-produk dari kakao. Biji kakao maupun produk olahan kakao merupakan komoditi yang diperdagangkan secara internasional. Produk unggulan kakao saat ini mempunyai daya saing yang relatif baik sejak 2002 namun mempunyai kecenderungan terjadi penurunan di tahun 2011. Sayangnya, nilai ekspornya saat ini banyak dalam bentuk bahan baku saja sehingga nilai tambah akan produk ini menjadi tidak optimal.Peluang Indonesia untuk merebut pasar dunia sangat luas. Pasalnya, beberapa negara produsen kakao Seperti Papua New Guinea, Vietnam, Malaysia dan Filipina masih jauh dibawah Indonesia.Untuk dapat meraih peluang pasar tersebut, perlu diadakan perbaikan produksi dan kualitas kakao.Saat ini upaya perbaikan produksi dan kualitas kakao terus dilakukan, agar pendapatan yang diperoleh petani juga meningkat. Salah satu factor yang mempengaruhi pendapatan petani tersebut adalah kurangnya pengetahuan petani mengenai pemasaran. Saluran pemasaran mempunyai tugas menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Ia mengatasi tiga macam jenjang penting yaitu waktu, ruang dan pemilikan. Menurut Soekartawi (1993), dalam pemasaran komoditi pertanian seringkali panjang, sehingga banyak juga pelaku lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran tersebut. Akibanya adalah terlalu besarnya keuntungan pemasaran yang diambil oleh para pelaku pemasaran tersebut.

2. Pemasaran PengertianSistem pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembagalembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, baik dari tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas (Gumbira Sa'id, E. dan A. Harizt Intan, 2001).Sistem pemasaran pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara langsung maupun yang tidak terlibat atau terkait langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian. Sistem pemasaran yang kompleks tersebut diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam upaya memaksimalkan tingkat konsumsi kepuasan konsumen, pilihan konsumen, dan mutu hidup masyarakat (Downey. W David dan Steven P. Erickson, 1987). Permasalahan Pemasaran Pertanian IndonesiaSaat ini, permasalahan yang dialami oleh petani Indonesia, terutama petani kecil Indonesia dalam hal pemasaran diantaranya adalah :1. Kesinambungan produksiSalah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu:a. Volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). Pada umumnya petani melakukan kegiatan usaha tani dengan luas lahan yang sempit, yaitu kurang dari 0,5 ha. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih sederhana dan belum dikelola secara intensif, sehingga produksinya belum optimal.b. Produksi bersifat musimanKondisi tersebut mengakibatkan pada saat musim produksi yang dihasilkan melimpah sehingga harga jual produk tersebut cenderung menurun. Sebaliknya pada saat tidak musim produk yang tersedia terbatas dan harga jual melambung tinggi, sehingga pedagang-pedagang pengumpul harus menyediakan modal yang cukup besar untuk membeli produk tersebut. Bahkan pada saat-saat tertentu produk tersebut tidak tersedia sehingga perlu didatangkan dari daerah lain. c. Lokasi usaha tani yang terpencar-pencar.Hal ini disebabkan karena letak lokasi usaha tani antara satu petani dengan petani lain berjauhan dan mereka selalu berusaha untuk mencari lokasi penanaman yang sesuai dengan keadaan tanah dan iklim yang cocok untuk tanaman yang diusahakan. Kondisi tersebut menyulitkan pedagang pengumpul dalam hal pengumpulan dan pengangkutan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan produk yang dihasilkan petani. Kondisi tersebut akan memperbesar biaya pemasaran;

d. Sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. Hal ini menyebabkan ada pedagang-pedagang tertentu yang tidak mampu menjual produk pertanian, karena secara ekonomis lebih menguntungkan menjual produk industri (agroindustri).

2. Kurang memadainya pasarKurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku; tawar-menawar; dan borongan. Pemasaran sesuai dengan harga yang berlaku tergantung pada penawaran dan permintaan yang mengikuti mekanisme pasar. Penetapan harga melalui tawar-menawar lebih bersifat kekeluargaan, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli maka transaksi terlaksana. Praktek pemasaran dengan cara borongan terjadi karena keadaan keuangan petani yang masih lemah. Cara ini terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara ini membeli produk dengan jalan memberikan uang muka kepada petani. Hal ini dilakukan sebagai jaminan terhadap produk yang diingini pedagang bersangkutan, sehingga petani tidak berkesempatan untuk menjualnya kepada pedagang lain.3. Panjangnya saluran pemasaranPanjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. Hal tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang dibayarkan konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran ditandai dengan jumlah pedagang perantara yang harus dilalui mulai dari petani sampai ke konsumen akhir.4. Rendahnya kemampuan tawar-menawarKemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan: Pertama, sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang perantara. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan petani yang tinggi pada pedagang perantara, sehingga petani selalu berada dalam posisi yang lemah; Kedua, fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Ada beberapa faktor yang menyebabkannya antara lain belum tahu tentang prosedur pinjaman, letak lembaga perkreditan yang jauh dari tempat tinggal, tidak mampu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Di samping itu khawatir terhadap risiko dan ketidakpastian selama proses produksi sehingga pada waktunya tidak mampu mengembalikan kredit. Ini menunjukkan pengetahuan dan pemahaman petani tentang masalah perkreditan masih terbatas, serta tingkat kepercayaan petani yang masih rendah.5. Berfluktuasinya hargaHarga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, per minggu bahkan per hari atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang.Untuk komoditas pertanian yang cepat rusak seperti sayur-sayuran dan buah-buahan pengaruh perubahan permintaan pasar kadang-kadang sangat menyolok sekali sehingga harga yang berlaku berubah dengan cepat. Hal ini dapat diamati perubahan harga pasar yang berbeda pada pagi, siang dan sore hari. Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Keadaan tersebut menyebabkan petani sulit dalam melakukan perencanaan produksi, begitu juga dengan pedagang sulit dalam memperkirakan permintaan.6. Kurang tersedianya informasi pasarInformasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, di mana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. Oleh sebab itu informasi pasar yang tepat dapat mengurangi resiko usaha sehingga pedagang dapat beroperasi dengan margin pemasaran yang rendah dan memberikan keuntungan bagi pedagang itu sendiri, produsen dan konsumen. Keterbatasan informasi pasar terkait dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam menganalisis data yang masih kurang dan lain sebagainya. Di samping itu, dengan pendidikan formal masyarakat khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usaha tani dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Begitu pula pedagang tidak mengetahui kondisi pasar dengan baik, terutama kondisi makro.7. Kurang jelasnya jaringan pemasaranProdusen dan/atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. Di samping itu, tidak diketahui pula aturan-aturan yang berlaku dalam sistem tersebut. Hal ini menyebabkan produksi yang dihasilkan mengalami hambatan dalam hal perluasan jaringan pemasaran. Pada umumnya suatu jaringan pemasaran yang ada antara produsen dan pedagang memiliki suatu kesepakatan yang membentuk suatu ikatan yang kuat. Kesepakatan tersebut merupakan suatu rahasia tidak tertulis yang sulit untuk diketahui oleh pihak lain.8. Rendahnya kualitas produksiRendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu produk yang dihasilkan juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading. Standarisasi dapat memperlancar proses muat-bongkar dan menghemat ruangan. Grading dapat menghilangkan keperluan inspeksi, memudahkan perbandingan harga, mengurangi praktek kecurangan, dan mempercepat terjadinya proses jual beli. Dengan demikian kedua kegiatan tersebut dapat melindungi barang dari kerusakan, di samping itu juga mengurangi biaya angkut dan biaya penyimpanan.Namun demikian kedua kegiatan tersebut sulit dilakukan untuk produksi hasil pertanian yang cepat rusak. Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi antara lain mutu produk dapat berubah setelah berada di tempat tujuan, susut dan/atau rusak karena pengangkutan, penanganan dan penyimpanan. Hal ini menyebabkan produ yang sebelumnya telah diklasifikasikan berdasarkan mutu tertentu sesuai dengan permintaan dapat berubah sehingga dapat saja ditolak atau dibeli dengan harga yang lebih murah.9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusiaMasalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik. Di samping itu, pembinaan petani selama ini lebih banyak kepada praktek budidaya dan belum mengarah kepada praktek pemasaran. Hal ini menyebabkan pengetahuan petani tentang pemasaran tetap saja kuarang, sehingga subsistem pemasaran menjadi yang paling lemah dan perlu dibangun dalam sistem agribisnis (Almasdi Syahza, 2002a).Kondisi yang hampir sama juga terjadi di perkotaan, yaitu kemampuan para pedagang perantara juga masih terbatas. Hal ini dapat diamati dari kemampuan melakukan negosiasi dengan mitra dagang dan mitra usaha yang bertaraf modern (swalayan, supermarket, restoran, hotel) masih langka. Padahal pasar modern merupakan peluang produk pertanian yang sangat bagus karena memberikan nilai tambah yang tinggi.

3. Kakao Indonesia

Prospek Kakao Indonesia Bila kita lihat komoditas ekspor kakao selama sepuluh tahun terakhir ternyata kontribusi terhadap total ekspor nasional masih kecil yaitu rata-rata sebesar 1,04 persen. Tercatat nilai ekspor kakao tahun 2011 mencapai US$ 1,3 milyar, sebagaimana dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2011, kakao terus mengalami peningkatan sharenya terhadap ekspor nasional. Rata-rata sharenya terhadap ekspor nasional adalah sebesar 1 persen. Untuk tahun 2011 kontribusi terhadap ekspor nasional sebesar 1,04 persen. Dan ke depan kontribusi ini dapat ditingkatkan bila daya saing komoditas ini juga ditingkatkan demikian juga pengembangan produk dan peningkatan nilai tambah produk-produk kakao.Negara tujuan utama ekspor kakao dari Indonesia adalah Malaysia, Singapura, Amerika, China dan Brazil yang menguasai sebesar 93,1 persen. Nilai ekspor komoditas kakao sepuluh tahun terakhir yaitu dari 2002 sampai dengan 2011, terus mengalami peningkatan. Walaupun nilai impor juga terus mengalami peningkatan.

Pemasaran Kakao di IndonesiaDalam makalah ini, studi kasus yang kami lakukan adalah mengenai pemasaran kakao untuk skala ekspor yang dilakukan di Desa Timbuseng Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa.Sistem pemesaran kakao selama ini yang dilakukan petani sangat tidak menguntungkan. Hal ini terjadi karena petani kurang mendapatkan informasi mengenai kualitas biji kakao yang baik, harga yang selalu berubah-ubah serta penentuan harga yang ditentukan oleh pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul menengah maupun pedagang pengumpul besar.Cara yang dilakukan dalam memasarkan biji kakao antara petani yang satu dengan petani lainnya mempunyai perbedaan serta melalui saluran pemasaran yang berbeda pula. Dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan, diketahui ada tiga macam saluran pemasaran kakao yang berbeda dari petani sampai ke pedagang pengumpul besar (Gambar 2). Ketiga saluran tersebut adalah:

a. Saluran pertama (I)Petani >> pedagang pengumpul kecil >> pedagang pengumpul menengah >> pedagang pengumpul besar (eksportir) >> konsumen.

b. Saluran kedua (II)Petani >> pedagang pengumpul menengah >> pedagang pengumpul besar (eksportir) >> konsumen.

c. Saluran ketiga (III)Petani >> pedagang pengumpul besar (eksportir) >> konsumen.

Harga yang diterima petani sampai ke tangan konsumen masingmasing saluran tidak sama. Perkembangan harga dan besamya margin serta besarnya keuntungan dari petani hingga ke konsumen disajikan pada Tabel 1. Data pada Tabel 1. tersebut di atas menunjukkan bahwa persentase perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima kosumen akhir pada saluran I sebesar 263,06 %, pada saluran II 317, 11 % dan saluran III sebesar 342,95 % . Berikut adalah analisis adanya perbedaan harga yang diterima petani:

1. Saluran IBesarnya presentasi harga petani pada saluran I adalah sebesar 236,06%. Kecilnya persentase harga pada saluran I disebabkan petani mendapatkan keuntungan yang lebih besar, semakin banyak pedagang pada saluran/lembaga pemasaran tertentu, maka semakin banyak pula kendala yang dihadapi petani, artinya harga yang diterima petani semakin kecil. Dalam hal ini petani bukan penentu harga, tetapi penerima harga. Kendala harga ini biasanya terjadi pada saat petani membutuhkan biaya hidup yang mendesak, kebutuhan seharihari dan kebutuhan biaya sekolah. Seperti yang dikatakan oleh Kotler P.(2005), yaitu para pembeli bisnis memberi perhatian yang besar pada faktor - faktor ekonomi yang sedang berlansung atau yang di perkirakan, seperti level produksi, pe ngeluaran konsumen, dan tingkat suku bunga.

2. Saluran IIPada saluran II persentase harga lebihbesar dibanding pada saluran I dimana saluran II mendapat 317,11 % dari harga yang diterima konsumen akhir, para petani pada saluran ini biasanya mempunyai modal dan mau mengeluarkan biaya dalam bentuk biaya transportasi

3. Saluran IIIPada saluran pemasaran III persentase harga paling tinggi yaitu sebesar 342,95 % pada saluran pemasaran III ini, petani tidak hanya mempunyai modal untuk biaya transportasi tetapi juga petani sangat puas denga harga jual yang mereka terima.

Tabel 1. Perkembangan Harga, Biaya, Keuntungan, dan Margin Biji Kakao Dari Produsen Sampai ke Konsumen, Melalui Saluran Pemasaran, I, II, dan III di Desa Timbuseng Kecamatan Pattallassang Kabupaten Gowa.

Biaya pemasaran merupakan biaya yangharus dikeluarkan uantuk keperluan pemasaran. Secara keseluruhan biaya pemasaran biji kakao setiap saluran berupa transportasi dan penyusutan. Besarnya biaya yang dikeluarkan bagi saluran I, II, III selalu berbeda-beda. Dengan demiklaii, semakin panjang saluran pei-nasarati maka jumlah biaya yang dikeluarkan akan semakin bertambah. Pada Tabel 9 dapat dilihat besarnya biaya yang dikeluarkan pedagang perantara pada berbagai saluran pemasaran.

Tabel 2. Besarnya Biaya Yang Dikeluarkan Pedagang di Masing-Masing SaluranPemasaran.

Dari Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa biaya pemasaran yang palingbanyak adalah pada saluran I yang merupakan saluran panjang, sementara pada saluran pemasaran III merupakan saluran pemasaran pendek dimana saluran ini biaya pemasaran lebih rendah dibandingkan dengan saluran pemasaran I dan II Selanjutnya kegiatan pemasaran yang juga membutuhkan biaya adalah transportasi/ pengangkutan. Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan dalam memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Alat transportasi yang sering digunakan dalam pengangkutan adalah kendaraan umum seperti mobil, motor. Kendaraan tersebut cukup praktis khususnya sepeda motor karena mampu menjangkau pelosok desa dan kendaraan ini sering digunakan oleh pedagang pengumpul kecil sebagai kendaraan (ojek).

4. Analisis Keuntungan PetaniUntuk mengetahui keuntungan yang diperoleh petani dari masing-masing saluran pemasaran I, II dan III adalah pada saluran I petani menerima keuntungan sebesar Rp. 8.568/kg dimana pada saluran I ini petani tidak mengeluarkan biaya apapun. Pada saluran II keuntungan yang diterima petani sebesar Rp. 10.213,81/kg sedangkan pada saluran III dimana petani menerima keuntungan yang paling besar diantara saluran I dan II sebesar Rp. 11.045,9/kg. Dari ketiga saluran pemasaran kakao yang ada di Desa Timbuseng, maka besar margin yang diterima petani yaitu untuk saluran pemasaran I memperoleh margin pemasaran sebesar 100 % (Rp. 3.257/Kg), dari harga yang diterima petani sebesar 263,06 % (Rp. 8.586/Kg). Sedangkan untuk saluran pemasaran II memperoleli margin pemasaran sebesar 45,94% (Rp.1.496,43/Kg), dari harga sebesar 317,11% (Rp.10.328,57/Kg). Dan untuk saluran pemasaran III memperoleh margin pemasaran sebesar 20,11 % (Rp. 655/Kg), dari harga sebesar 342,95 % (Rp. 11.170/Kg).