final uan sebagai tes potensi dan prediktif

34
UJIAN NASIONAL (UN) SEBAGAI TES EVALUASI DAN PREDIKTIF MASUK PERGURUAN TINGGI BAB I PENDAHULUAN Sistem pendidikan nasional berdasarkan Undang- Undang RI No. 20 Tahun 2003 didefinisikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada prinsipnya pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban yang bermartabat, dan mencerdaskan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratif dan bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat dicapai melalui jalur pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 merupakan jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Salah satu ciri khas dari pendidikan formal adalah dengan adanya pengukuran hasil belajar 1

Upload: eka-damayanti

Post on 27-Jun-2015

221 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

UJIAN NASIONAL (UN) SEBAGAI TES EVALUASI DAN PREDIKTIF

MASUK PERGURUAN TINGGI

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem pendidikan nasional berdasarkan Undang-Undang RI No. 20 Tahun

2003 didefinisikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait

secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Pada prinsipnya

pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk

watak dan peradaban yang bermartabat, dan mencerdaskan bangsa. Sedangkan

tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratif dan

bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan nasional tersebut dapat dicapai melalui jalur pendidikan

formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan formal

menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 merupakan jalur pendidikan yang

terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah

dan pendidikan tinggi. Salah satu ciri khas dari pendidikan formal adalah dengan

adanya pengukuran hasil belajar atau evaluasi belajar yang bersifat sistematis

(Suprijanto, 2008).

Tyler (dalam Arikunto, 2009) mengatakan bahwa evaluasi merupakan

sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa

dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang

belum dan apa sebabnya. Dalam arti luas, Mehrens dan Lehmann (dalam

Purwanto, 2008) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses

merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk

membuat alternatif-alternatif keputusan.

Azwar (2007) mengemukakan jenis keputusan dalam pendidikan, yakni

keputusan didaktik, keputusan administratif dan keputusan bimbingan

1

Page 2: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

penyuluhan. Keputusan didaktik diperlukan guna memenuhi kebutuhan

pengajaran seperti keputusan yang menyangkut ketepatan kurikulum yang

berlaku. Selanjutnya keputusan administratif untuk memenuhi kebutuhan

administratif seperti keputusan mengenai nilai yang hendak diberikan pada subjek

atau keputusan mengenai kelulusan. Sedangkan keputusan bimbingan penyuluhan

untuk memberikan bimbingan dalam penjurusan dan penentuan karir.

Berkaitan dengan evaluasi hasil belajar siswa, Djaali (2006) menyatakan

bahwa tes merupakan suatu cara atau alat untuk mengadakan evaluasi yang

berbentuk suatu tugas atau serangkain tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau

sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi

siswa sebagai peserta didik. Dalam tes prestasi belajar, yang hendak diukur ialah

tingkat kemampuan seorang siswa dalam menguasai bahan pelajaran yang

diajarkan kepadanya. Oleh karenanya, kedudukan tes prestasi dalam pengambilan

keputusan sangat penting.

Banyak sekali keputusan pendidikan yang diambil berdasarkan hasil tes

prestasi belajar, misalnya pemberian nilai suatu mata pelajaran, penentuan lulus

atau tidaknya siswa, perlu atau tidaknya penyelenggaraan kegiatan belajar

tambahan, perlu tidaknya pengulangan suatu mata pelajaran tertentu dan lain-lain.

Azwar (2007) mengemukakan bahwa berbagai macam keputusan pendidikan itu

menempatkan tes prestasi belajar dalam beberapa fungsi, yaitu fungsi

penempatan, fungsi formatif, fungsi diagnostik dan fungsi sumatif.

Dalam hal fungsi sumatif, Azwar (2007) memaparkan bahwa penggunaan

hasil tes prestasi untuk memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran

yang telah direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Hasil tes

sumatif dapat dipakai untuk menentukan apakah dengan nilai yang telah

diperolehnya itu siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak lulus pada program

pendidikan tersebut atau apakah dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih

tinggi.

Pengertian lulus dan tidak lulus di sini menurut Purwanto (2008) berarti

dapat tidaknya siswa melanjutkan ke modul berikutnya, dapat tidaknya seorang

siswa mengikuti pelajaran pada semester berikutnya, dapat tidaknya siswa

2

Page 3: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

dinaikkan ke kelas yang lebih tinggi, dapat tidaknya seorang siswa dinyatakan

lulus dari sekolah yang bersangkutan atau dapat tidaknya seorang siswa di terima

di sekolah yang lebih tinggi. Jadi, jelas kiranya bahwa tes sumatif dilakukan setiap

akhir tahun ajaran yang berupa Ujian Nasional (UN) dan tes ujian masuk

perguruan tinggi yang berupa Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri

(SNMPTN).

Ujian Nasional (UN) yang dilaksanakan mulai tahun 2009 ini merupakan

perubahan nama dari Ujian Akhir Nasional (UAN) yang berlaku mulai tahun

2002. Istilah UAN sebelumnya disebut Evaluasi Belajar Tahap Nasional

(EBTANAS). Perubahan nama mulai dari EBTANAS ke UAN ke UN hanya

merupakan bukti penyempurnaan tes dari kekurangan yang ada sebelumnya. Tapi

perubahan tersebut tidak mengurangi esensial tujuannya yakni untuk mengetahui

sejauh mana prestasi atau penguasaan dan pencapaian belajar siswa.

Begitu pula dengan Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

yang merupakan perubahan nama dari Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(UMPTN) yang sebelumnya bernama Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru

(SPMB) yang sebelumnya lagi disebut Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru

(Sipenmaru). Perubahan nama itu juga tidak mengurangi fungsinya sebagai tes

seleksi untuk memprediksi kemampuan calon mahasiswa di tingkat lebih tinggi

dan sebagai proses seleksi. Sebab jumlah lulusan SMA yang ingin belajar di

perguruan tinggi semakin meningkat sehingga daya tampung perguruan tinggi

semakin lama semakin tidak sebanding.

Menurut Suryabrata (dalam Pratomo & Suryabrata, 1991) bahwa

penerimaan mahasiswa baru diperguruan tinggi harus bersifat selektif dengan

beberapa alasan, yaitu (1) perguruan tinggi merupakan tempat penyiapan calon-

calon pemimpin masyarakat yang akan datang, posisi-posisi penting dalam suatu

negara oada umumnya dijabat oleh mereka yang pernah menyelesaikan

pendidikan tinggi, (b) kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi merupakan

kesempatan langka, karena itu hanya disediakan bagi mereka yang berhak

mendapatkannya, (c) human talent adalah sesuatu yang sangat berharga, tidak

3

Page 4: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

seorang pun bersedia menyianyiakannya, dan (d) pendidikan tinggi merupakan

suatu upaya yang sangat mahal, karena itu harus dimanfaatkan dengan baik.

Dalam sistem seleksi, suatu tes musti memiliki prediction effectiveness

mempunyai makna bahwa hasil seleksi dapat meramalkan keberhasilan

mahasiswa. Dalam jangka pendek berarti mahasiswa yang terpilih oleh sistem

seleksi akan menunjukkan prestasi yang baik dan dapat menyelesaikan

pendidikannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dalam jangka panjang,

hal ini mempunyai makna bahwa lulusan perguruan tinggi kelak dapat berkarya di

masyarakat dengan baik (Pratomo & Suryabrata, 1991).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

EBTANAS/UAN/UN merupakan evaluasi akhir sekolah untuk mengetahui hasil

prestasi belajar siswa dan juga bisa dijadikan sebagai prediksi keberhasilan siswa

tersebut dalam menempuh pendidikan berikutnya. Sedangkan tujuan pelaksanaan

Sipermaru/SPMB/SNMPTN adalah juga untuk memprediksi kemampuan calon

mahasiswa yang akan memasuki pendidikan perguruan tinggi. Kedua jenis tes

prestasi ini tiap tahun dilaksanakan. Menurut penulis, kenapa tidak tes

EBTANAS/UAN/UN dijadikan sebagai tes masuk perguruan tinggi, apakah tes

tersebut selain berfungsi sebagai tes evaluasi juga bisa berfungsi sebagai tes

prediktif?

4

Page 5: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Belajar dan Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur

yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

pendidikan. Hal ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian

tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses belajar yang dialami

siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau

keluarganya sendiri.

Skinner (dalam Hill, 2009) mendefinisikan belajar sebagai suatu

proses adaptasi atau penyesuaian diri yang berlangsung secara progresif.

Berdasarkan eksperimen yang dilakukannya, Skinner percaya bahwa

proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila

diberikan penguat (reinforcer).

Selanjutnya Chaplin (2002) mendefinisikan belajar sebagai (1)

perolehan dari sebarang perubahan yang relatif permanen dalam tingkah

laku, sebagai hasil dari praktek atau hasil pengalaman, (2) proses

mendapatkan reaksi-reaksi, sebagai hasil dari praktek dan latihan khusus.

Hal yang sama dikemukakan oleh Cronbach (dalam Djamarah, 2002)

bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan

tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian aktivitas

untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman

individu tersebut selama berinteraksi dengan lingkungannya. Prestasi

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena

kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil

dari proses belajar.

5

Page 6: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

2. Ciri-ciri Belajar

Menurut Djamarah (2002) bahwa jika hakikat belajar adalah perubahan

tingkah laku, maka ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke

dalam ciri-ciri belajar, yaitu:

a. Perubahan yang terjadi secara sadar

b. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

3. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dapat digolongkan

menjadi tiga macam (Djamarah, 2002; Syah, 2003), yakni: (1) faktor

stimuli belajar (faktor yang mendorong atau menggerakkan individu untuk

melakukan kegiatan belajar); (2) faktor metode belajar (cara atau metode

yang dipakai dalam proses pembelajaran); (3) faktor individual

(seseorang/individu yang sedang menjalani proses belajar itu sendiri).

Sedangkan, dilihat dari munculnya faktor-faktor tersebut dapat dibedakan

menjadi dua, yakni:

a. Faktor internal

Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak (intern) meliputi faktor

fisiologis dan faktor psikologis meliputi kecerdasan/intelegensi, bakat,

minat dan motivasi. Kecerdasan, merupakan kemampuan belajar yang

disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang

dihadapinya. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya

intelegensi yang menunjukkan kecapakan sesuai dengan tingkat

perkembangannya. Menurut Kartono (1995), kecerdasan merupakan salah

satu aspek penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya belajar

seseorang. Jika seseorang (siswa) mempunyai tingkat kecerdasan normal

atau di atas normal, secara potensial ia dapat mencapai prestasi yang

6

Page 7: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

tinggi. Dalam hal ini, kecerdasan/intelegensi merupakan faktor yang

sangat penting bagi seseorang dalam mencapai prestasi belajar.

Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang

sebagai kecakapan pembawaan. Dalam hal ini, bakat lebih dekat

pengertiannya dengan kata aptitude yang berarti kecakapan, yaitu

mengenai kesanggupan-kesanggupan tertentu. Bakat merupakan potensi

atau kemampuan; jika diberi stimulus akan menjadi kecakapan yang nyata.

Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang

peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik.

Seseorang akan berprestasi secara maksimal jika dia mendapatkan

stimulus untuk belajar sesuai dengan bakat atau potensi yang ada dalam

dirinya.

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenai beberapa kegiatan. Menurut Winkel (1996) minat merupakan

kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada

bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang

itu. Minat mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pencapaian

prestasi belajar. Sebagai contoh, pelajaran yang menarik minat siswa, akan

lebih mudah dipelajari dan ditangkap oleh siswa; dan begitu pula

sebaliknya. Maka, Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi

terhadap sesuatu hal, ia akan terus berusaha untuk melakukan hal tersebut

sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai.

Motivasi adalah daya yang mendorong seseorang untuk melakukan

sesuatu. Motivasi ini akan menggerakkan seseorang untuk mencapai

sesuatu yang diinginkan. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,

yakni: (a) motivasi intrinsik; yakni motivasi yang bersumber dari dalam

diri seseorang – terungkap dalam bentuk kesadaran pribadi untuk

melakukan sesuatu; (b) motivasi ekstrinsik; yakni motivasi yang

bersumber dari luar diri seseorang yang menyebabkan siswa tersebut

melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar seseorang sangat dipengaruhi

7

Page 8: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

oleh motivasi ini, baik yang datang dari dalam maupun dari luar diri

seseorang.

b. Faktor eksternal.

Faktor Eksternal merupakan faktor yang timbul dari luar diri individu

itu sendiri. Adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor ekternal

yaitu: keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan keadaan lingkungan

masyarakat.

Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat; tempat

seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Keluarga juga dapat dipahami

sebagai lembaga pendidikan pertama dan utama. Situasi keluarga yang

kondusif (misalnya adanya rasa aman) sangat berpengaruh bagi

keberhasilan seseorang dalam belajar. Situasi yang kondusif dalam

kehidupan keluarga, misalnya perhatian dari orangtua, dapat menjadi daya

dukung serta motivasi eksternal bagi anak dalam belajar.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang penting

dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Karena itu lingkungan

sekolah yang baik dapat mendorong siswa belajar lebih maksimal.

Keadaan sekolah ini dapat meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan

guru dengan siswa, media pembelajaran dan kurikulum.

Situasi atau keadaan lingkungan masyarakat merupakan salah satu

faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam

proses pelaksanaan pendidikan. Keadaan lingkungan dapat menjadi

hambatan bagi anak dalam mencapai prestasi belajar tetapi juga dapat

mendukung anak dalam mencapai prestasi belajar yang lebih baik.

Keadaan lingkungan masyarakat di sini, menyangkut budaya, kebiasaan,

maupun pola hidup yang terjadi di masyarakat. Seseorang (siswa) yang

bertempat tinggal di suatu lingkungan yang memiliki budaya atau

kebiasaan belajar yang baik, kemungkinan besar siswa tersebut akan

mendapat pengaruh positif dan sebaliknya, jika lingkungan masyarakatnya

tidak kondusif akan berpengaruh buruk pada anak dalam belajar.

8

Page 9: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

4. Prestasi Belajar

Prestasi dapat didefinisikan sebagai (1) pencapaian atau hasil yang

telah dicapai setelah melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas tertentu; (2)

sesuatu yang telah dicapai; (3) satu tingkat khusus dari kesuksesan karena

mempelajari tugas-tugas, atau tingkat tertentu dari kecakapan/ keahlian

dalam tugas-tugas tertentu. Dalam konteks pendidikan (akademis), prestasi

merupakan satu tingkat khusus perolehan atau hasil keahlian dalam karya

akademis yang dinilai oleh para guru, melalui tes-tes yang dibakukan, atau

lewat kombinasi ke dua hal tersebut (Chaplin, 2002).

Selanjutnya Winkel (1996) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah

suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam

melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Sedangkan menurut Nasution (1996) prestasi belajar merupakan

kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat.

Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni:

kognitif, afektif dan psikomotorik, sebaliknya dikatakan prestasi kurang

memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga

kriteria tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa prestasi

belajar merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki seseorang (siswa)

dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang diperoleh

dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang mestinya harus

sesuai dengan tingkat keberhasilan seseorang dalam mempelajari materi

pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk penilaian.

Penilaian ini merupakan evaluasi belajar yang dicapai seseorang

setelah mengalami pendidikan secara formal dalam jangka waktu tertentu.

Penilaian ini dapat berwujud angka (kuantitatif), misalnya: 10, 9, 8, dst;

dan dapat berwujud peryataan verbal (kualitatif), misalnya: baik sekali,

baik, sedang, kurang, dsb. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan

tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.

9

Page 10: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

B. Pengukuran dan Evaluasi Hasil Belajar

1. Pengertian Pengkuran dan Evaluasi

Secara operasional, pengukuran menurut Azwar (2007) didefinisikan

sebagai prosedur pembanding antara atribut yang hendak diukur dengan

alat ukurnya, yang pada intinya pengukuran memiliki karakteristik,

seperti:

a. Proses pembanding antara atribut yang hendak diukur dengan alat

ukurnya

b. Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif dalam arti berwujud angka atau

hanya dengan satu atau besaran ukurnya saja

c. Hasilnya bersifat deskriptif, artiya hanya memberikan angka saja

tanpa memberikan interpretasi/penilian secara kualitatif.

Tyler (dalam Arikunto, 2009)mengemukakan bahwa evaluasi

merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh

mana, dalam hal apa dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai.

Selanjutnya Cronbach dan Stufflebeam (dalam Arikunto, 2009)

mengemukakan bahwa proses evaluasi bukan hanya sekedar mengukur

sejauh mana tujuan telah tercapai, tetapi evaluasi juga digunakan untuk

membuat keputusan. Berikutnya Gronlund (1982) dan Johnson dkk (2002)

menambahkan pengertian evaluasi sebagai proses yang sistematis untuk

menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan

pengajaran telah dicapai oleh siswa.

Evaluasi menurut Winkel (2006) merupakan penentuan seberapa jauh

sesuatu berharga, bermutu atau bernilai. Evaluasi terhadap hasil belajar

yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar mengandung

penilaian terhadap hasil belajar atau proses belajar itu, sampai berapa jauh

keduanya dapat dinilai baik. Sedangkan pengukuran berupa suatu

deskripsi kuantitatif tentang keadaan suatu hal sebagaimana adanya, atau

tentang perilaku yang nampak pada seseorang atau tentang prestasi yang

diberikan oleh seorang siswa. Sedangkan menurut Slavin (2003) evaluasi

10

Page 11: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

merupakan segala hal yang berkaitan dengan pengukuran formal prestasi

siswa. Evaluasi siswa biasanya fokus pada prestasi akademik tetapi banyak

juga sekolah menggunakannya untuk mengukur perilaku dan sikap.

Hal yang sama dikemukakan oleh Arikunto (2009) bahwa mengukur

adalah membandingkan sesuaru dengan satu ukuran. Pengukuran atau

dalam istilah asing biasa disebut measurement bersifat kuantitatif.

Sedangkan menilai merupakan mengambil suatu keputusan terhadap

sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian atau evaluation ini

bersifat kualitatif. Dalam hal mengadakan evaluasi, maka kita akan

melalui dua langkah tersebut, yakni mengukur dan menilai.

Jadi pengukuran dan evaluasi saling terkait satu sama lain.

Pengukuran bersifat kuantitatif sedangkan evaluasi bersifat kualitatif.

Penilain itu sendiri tidak bisa lepas dari proses pengukuran sebab penilaian

adalah kegiatan menafsirkan hasil pengukuran. Salah satu alat yang sering

digunakan untuk melakukan pengukuran dalam bidang pendidikan adalah

tes prestasi belajar.

2. Tes Prestasi sebagai Bentuk Pengukuran dan Evaluasi Hasil Belajar

Menurut Bauer (2000), skor yang diperoleh siswa dalam tes prestasi

belajar kemungkinan tidak sepenuhnya mencerminkan kualitas

pembelajaran di sekolah. Hal ini dikarenakan kemampuan siswa tidak

semata dipengaruhi oleh pembelajaran di sekolah, tetapi oleh banyak

factor dan bisa jadi karena tes prestasi yang ada tidak memenuhi standar.

Hal ini akan berdampak fatal.

Sehingga agar keputusan pendidikan yang diambil benar-benar tepat,

maka menurut Hadi (2002) bahwa penilaian harus didasarkan pada

informasi-informasi yang memenuhi tiga syarat pokok, yaitu kesahihan

atau validity (mampu menebak sasaran yang ditetapkan dengan tepat,

keandalan atau reliability (taraf kesalahan yang sekecil-kecilnya dan

ketelitian atau accuracy (mampu menembak mendekati sampai sedekat-

dekat titik bidikan.

11

Page 12: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

Azwar (2007) mengemukakan bahwa berbagai macam keputusan

pendidikan itu menempatkan tes prestasi belajar dalam beberapa fungsi,

yaitu:

a. Fungsi penempatan, digunakan untuk pengklasifikasian siswa ke dalam

bidang atau jurusan yang sesuai dengan kemampuan yang telah

diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.

b. Fungsi formatif, digunakan untuk melihat sejauh mana kemajuan

belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pelajaran.

c. Fungsi diagnostic, hasil tes prestasi digunakan untuk mendiagnosis

kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan

siswa yang dapat diperbaiki segera. Purwanto (2008) menambahkan

bahwa fungsi diagnostic ini akan membantu para konselor sekolah atau

guru pembimbing lainnya untuk mengetahui dalam hal apa siswa

tersebut memerlukan pelayanan remedial dan dapat dijadikan dasar

dalam menangani kasus-kasus tertentu.

d. Fungsi sumatif, penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh

informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan

sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Hasilnya dapat digunakan

untuk menentukan apakah siswa tersebut lulus atau tidak atau apakah

siswa tersebut dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang

lebih tinggi.

Bentuk soal dalam tes prestasi belajar, secara umum dapat

dikelompokkan menjadi dua kategori (Azwar, 2007; Arikunto, 2009;

Purwanto, 2008) yaitu: 1) tes uraian, terdiri dari uraian bebas, uraian

terbatas atau isian singkat, uraian berstruktur, dan 2) tes objektif, terdiri

dari pilihan benarsalah, pilihan ganda, dan menjodohkan. Penggunaan tes

pilihan ganda, pada umumnya dijumpai pada ujian yang bersakala

besar/massal karena sifatnya yang obyektif dan mudah penskorannya.

Bentuk soal ini juga dianggap pilihan yang tepat untuk ujian akhir dimana

bahan pelajaran yang hendak diujikan biasanya cukup banyak. Tes pilihan

ganda dapat dilihat di tes UAN dan SPMB

12

Page 13: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNM-PTN sebagai tes prestasi yang distandarkan. Tes standar

atau tes yang dibakukan mengandung prosedur yang seragam untuk

menentukan nilai dan administrasinya. Tes standar bisa membandingkan

kemampuan siswa dengan siswa lain pada usia atau level yang sama dan

perbandingan ini bersifat nasional. Tes standar khususnya UN dan

SNMPTN wajib memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas alat tes.

(Santrock: 2007).

Lebih lanjut Santrock (2007) mendefinisikan validitas sebagai sejauh

mana sebuah tes bisa mengukur apa yang hendak diukur dan apakah

inferensi terhadap nilai tes itu akurat atau tidak. Tes standar yang valid

harus mengandung tiga tipe validitas, yaitu: validitas isi, validitas criteria

dan validitas konstruk. Validitas isi, merupakan kemampuan tes untuk

mencakup sampel isi yang hendak diukur. Azwar (2007) mengemukakan

bahwa keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus

komprehensif akan tetapi isinya harus pula relevan dan tidak keluar dari

batasan tujuan pengukuran.

Validitas kriteria, yakni kemampuan tes untuk memprediksi kinerja

siswa saat diukur dengan penilain atau criteria lain. Validitas kriteria

bersifat concurrent dan predictive. Menurut Azwar (2007) bahwa apabila

tes prestasi itu dirancang untuk memprediksi performansi di masa yang

akan dating, maka validitas prediktif ini memegang peranan paling

penting. Validitas konstruk, merupakan validitas yang menunjukkan

sejauh mana suatu tes mengukur konstruk tertentu.

Reliabilitas berarti sejauh mana prosedur tes bisa menghasilkan nilai

yang konsisten dan dapat direproduksi. Agar bisa disebut reliable, maka

nilai harus stabil, dependent dan relative bebas dari kesalahan pengukuran

(Fekken dalam Santrock: 2007)

13

Page 14: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

C. Ujian Nasional (UN) dan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi

Negeri (SNM-PTN)

Ujian Nasional (UN) yang telah berlaku tahun ini merupakan perubahan

nama dari Ujian Akhir Nasional (UAN) yang berlaku mulai tahun 2002.

Istilah UAN sebelumnya disebut Evaluasi Belajar Tahap Nasional

(EBTANAS). EBTANAS pertama kali dilakukan sejak tahun 1985. Perubahan

nama mulai dari EBTANAS menjadi UAN lalu UN sejalan dengan

peningkatan ketetapan standar kelulusan yang mengalami peningkatan dari

tahun ke tahun. Akan tetapi peningkatan standar itu tidak berbanding lurus

dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah.

Standar kelulusan pelaksanaan Ujian Nasional pada tahun ajaran

2008/2009 ini, siswa dinyatakan lulus jika memiliki nilai rata-rata minimal 5,5

untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan. Artinya, siswa boleh punya angka

4 hanya di dua mata pelajaran, sedangkan yang lainnya minimal 4,25. (www.

snmptn.or.id.com)

Menurut Khalifah (2009) bahwa ada 6 indikator penting penyebab

merosotnya mutu pendidikan bangsa ini, yaitu (1) rendahnya sarana fisik; (2)

rendahnya kualitas dan kesejahteraan guru; (3) rendahnya prestasi siswa; (4)

rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan; (5) rendahnya relevansi

pendidikan dengan kebutuhan; serta (6) mahalnya biaya pendidikan.

Ironisnya, pemerintah justru menutup mata terhadap permasalahan-

permasalahan ini, sehingga timbul imbalance correlation antara harapan

pemerintah dengan realita di lapangan.

Sudah menjadi tradisi yang sistemik dalam dunia pendidikan nasional

kita bahwa setiap siswa SMA yang telah dinyatakan lulus dari jenjang sekolah

menengah harus mengikuti seperangkat ujian lagi untuk bisa duduk di bangku

perguruan tinggi yang mereka inginkan, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN)

maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Sejak zaman Orde Baru sampai era

reformasi, ujian seperti ini masih terus berlangsung, walaupun dengan nama

dan format yang sedikit berbeda dari masa ke masa.

14

Page 15: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

Untuk PTN, pada awalnya ujian ini disebut SKALU (Sekretariat

Kerjasama Antar Lima Universitas) yang pertama sekali dilaksanakan secara

serentak oleh lima perguruan tinggi negeri pada tahun 1976. Kemudian tahun

1979 sistem ini dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak perguruan

tinggi negeri, yang dibagi ke dalam beberapa Proyek Perintis. Pada tahun

1983, Depdikbud memutuskan sistem ujian baru baru yang melibatkan semua

PTN di tanah air. Sistem baru itu dikenal dengan nama SIPENMARU (Sistem

Penerimaan Mahasiswa Baru).

Berikutnya pada pada tahun 1989 SIPENMARU dihapus dan berubah

nama menjadi UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), dan berubah

lagi menjadi SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2001

menyusul keluarnya SK Mendiknas No. 173/U/2001. Dan sejak tahun 2008,

ujian ini kembali berganti nama dan (juga) sedikit perubahan format. Istilah

SNM-PTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) kemudian

diperkenalkan, menyusul Keputusan Mendiknas No. 006 Tahun 2008 tentang

Pedoman Penerimaan Calon Mahasiswa Baru.

Pada saat ini, ada ujian sejenis SNMPTN yang dilaksanakan beberapa

PTN dalam menjaring mahasiswa baru mereka, seperti Ujian Masuk Bersama

(UMB) yang dilaksanakan oleh gabungan beberapa universitas di regional

tertentu, atau ujian masuk yang diselenggarakan sendiri oleh perguruan tinggi

tertentu untuk menjaring calon mahasiswanya dengan jadwal ujian biasanya

lebih awal dari SNM-PTN, seperti Seleksi Masuk Universitas Indonesia

(SIMAK UI), Ujian Saringan Masuk (USM) ITB, dan Ujian Masuk

Universitas Gajah Mada (UM UGM).

Dalam peraturan Mendiknas No. 39 Tahun 2007, Pasal 3 disebutkan,

bahwa hasil UN menjadi acuan (1) pemetaan mutu satuan pendidikan; (2)

dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (3) penentuan kelulusan

peserta didik dari satuan pendidikan; dan (4) dasar pembinaan dan pemberian

bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.

EBTANAS/UAN/UN merupakan evaluasi akhir sekolah untuk

mengetahui hasil prestasi belajar siswa dan juga bisa dijadikan sebagai

15

Page 16: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

prediksi keberhasilan siswa tersebut dalam menempuh pendidikan berikutnya.

Sedangkan tujuan pelaksanaan Sipermaru/UMPTN/SPMB/SNMPTN adalah

juga untuk memprediksi kemampuan calon mahasiswa yang akan memasuki

pendidikan perguruan tinggi. Jadi ada tumpang tindih fungsi ke dua jenis tes

ini. Salah satu solusinya adalah dengan penggabungan antara UN dengan

SNMPTN

Suatu sistem seleksi dituntut mencakup sekurang-kurangnya empat

aspek, yaitu prediction effectiveness, efficiency, representativeness dan

incentives. Prediction effectiveness mempunyai makna bahwa hasil seleksi

dapat meramalkan keberhasilan mahasiswa. Dalam jangka pendek berarti

mahasiswa yang terpilih oleh sistem seleksi akan menunjukkan prestasi yang

baik dan dapat menyelesaikan pendidikannya dalam jangka waktu yang telah

ditentukan. Dalam jangka panjang, hal ini mempunyai makna bahwa lulusan

perguruan tinggi kelak dapat berkarya di masyarakat dengan baik. Efficiency

berkaitan erat dengan efektivitas prediksi, akan tetapi dari segi pertimbangan

ekonomi. Pertambahan kecermatan prediksi memerlukan usaha yang lebih

besar, waktu yang lebih banyak dan tambahan biaya yang lebih tinggi.

Representativeness berarti bahwa sistem seleksi dapat menjaring mahasiswa

dari berbagai lapisan social dan kelompok. Incentives berarti sistem yang ada

memberikan ransangan bagi berbagai pihak untuk berusaha lebih aktif agar

siswa dapat melampaui sistem seleksi (Pratomo & Suryabrata, 1991)

Penambahan fungsi ujian nasional sebagai salah satu acuan seleksi

penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri sangat dimungkinkan

asalkan dengan syarat kredibilitas UN harus segera ditingkatkan. Berkenaan

dengan penggabungan tersebut, Rektor Unpad Ganjar Kurnia mengatakan

bahwa hal itu sudah dibicarakan para rektor sejak tahun lalu. Jadi tidak ada

lagi seleksi tersendiri, tapi sudah digabung antara UN dengan SNMPTN

(www.snmptn.or.id.com)

16

Page 17: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

BAB III

PEMBAHASAN

Pemerintah telah melaksanakan Ujian Nasional (UN) untuk semua siswa yang

duduk di bangku terakhir Sekolah Menengah Atas (Kelas XII). Kalau UN

dimaksudkan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran siswa selama

duduk di bangku SMA atau sederajat, sebagaimana tersebut dalam Pasal 2

Permendiknas No. 77 Tahun 2008 tentang UN SMA/MA Tahun 2009, maka

seharusnya hasil UN ini telah menggambarkan kemampuan seorang siswa untuk

layak atau tidak diterima di perguruan tertinggi tertentu.

Menurut analisis penulis, sebaiknya pemerintah mengintegrasikan fungsi

hasil UN, baik sebagai bahan evaluasi kelulusan maupun acuan seleksi di PTN

dengan pertimbangan dan saran tertentu. Pertama, asumsi bahwa Ujian Nasional

(UN) merupakan salah satu bentuk tes hasil belajar yang bersifat sumatif yang

dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran dalam batas waktu

tertentu. Tes Ujian Nasional (UN) ini dilaksanakan dari tahun ke tahun, oleh

karena itu tes ini sudah dikategorikan sebagai tes standar dengan kontrol terhadap

validitas isi senantiasa dilakukan jelang pelaksanaan tes. Sebagai sebuah tes yang

sudah distandarkan, maka tentunya tes Ujian Nasional (UN) ini juga memiliki

fungsi prediktif. Artinya tes ini dibuat untuk mampu memprediksi performansi di

masa yang akan datang. Selanjutnya juga karena dalam proses belajar terjadi

transfer of learning, maka prestasi belajar di SMA berkaitan dengan prestasi

belajar di perguruan tinggi kelak.

Kedua, pelaksanaan UN telah menghabisakan anggaran lebih satu triliun

rupiah ini akan terasa ’sia-sia’ jika nilai UN sama sekali ’tidak dianggap’ dalam

menentukan diterima atau tidaknya seorang calon mahasiswa di PT. dengan

penggabungan UN dengan SNM-PTN sangat jelas akan lebih mambantu para

calon mahasiswa untuk menekan anggaran pengeluaran mereka. Potensi

pengeluaran biaya yang totalnya bisa miliaran rupiah yang dikeluarkan oleh

ratusan ribu tamatan SMA dalam memperebutkan satu kursi di PTN.

17

Page 18: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

Ketiga, dengan tumpang tindih fungsi UN sebagai prediktif dan SNMPTN

sebagai penjaringan masuk maka seakan ada missing link dalam sistem

pendidikan menengah dengan perguruan tinggi. Dunia pendidikan tinggi berjalan

dengan logikanya sendiri, dan pengelola pendidikan menengah juga berjalan

dengan caranya sendiri. Dengan penggunaan nilai UN sebagai dasar pertimbangan

diterima atau tidaknya seorang siswa di PT maka akan menegaskan bahwa sistem

pendidikan dasar dan menengah kita berada dalam satu kesatuan dengan sistem

dalam melaksanaan pembangunan di bidang pendidikan nasional.

Berdasarkan ketiga asumsi dia atas, maka penting mencari solusi agar hasil

UN bisa menjadi pertimbangan diterima tidaknya seorang calon mahasiswa di

perguruan tinggi. Hal pertama yang harus dilakukan saat ini adalah meningkatkan

kredibilitas pelaksanaan UN. Sebab, seperti yang muncul di berbagai pemberitaan,

masih rentan terjadi penyimpangan dalam UN, misalnya kebocoran soal,

beredarnya kunci jawaban palsu yang menyesatkan sehingga satu sekolah tidak

ada yang lulus, dan kasus lainnya yang mereduksi tujuan UN sebagai sebuah tes

evaluasi hasil belajar.

Hal yang kedua adalah dengan melibatkan PTN dalam pengawasan agar bisa

dipastikan bahwa UN bisa berlangsung sesuai aturan yang berlaku, jujur,

transparan, dan akuntabel pelaksanaannya. Dan untuk masalah yang terkait soal-

soal UN yang dianggap oleh PTN belum cukup representatif mengukur

kompetensi yang diperlukan oleh perguruan tinggi, maka kenapa pemerintah

(BNSP sebagai pihak pelaksana UN dan dirjen Dikti) tidak bekerjasama

memperbaiki kualitas isi soal UN.

Walaupun pada kenyataannya untuk sukses di perguruan tinggi, bukan hanya

aspek kognitif saja yang dibutuhkan, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik.

Tes UN hanya menguji pencapaian materi pelajaran yang bersifat kognitif saja.

Sedangkan di perguruan tinggi masih diperlukan tes-tes bersifat prediktif

semacam penelusuran potensi akademik dan psikotes. Tes-tes ini tentunya tidak

ditemui di UN yang lebih bersifat menguji pencapaian kompetensi siswa

SMA/SMK/MA. Namun, dengan adanya UN yang disempurnakan, siswa tidak

18

Page 19: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

perlu lagi diuji materi yang bersifat elementer di SNMPTN, misalnya Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris, dan hitung-menghitung (Matematika) dasar.

Hal yang ketiga adalah dengan mengkategorikan tingkat kelulusan UN dalam

interpretasi dalam bentuk rekomendasi, yaitu (1) lulus dan layak melanjutkan ke

perguruan tinggi, dan (2) lulus dan layak mencari pekerjaan. Tidak bisa dipungkiri

bahwa keberhasilan UN jika jumlah siswa yang lulus banyak, bahkan akan lebih

baik jika semuanya lulus. Sementara seleksi masuk perguruan tinggi tidak seperti

itu. Kapasitas PTN yang terbatas mengharuskan adanya seleksi untuk menjaring

calon mahasiswa yang terbaik. Jika dalam seleksi yang lulus banyak sedangkan

daya tampung kurang maka akan merepotkan juga.

19

Page 20: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

BAB IV

KESIMPULAN

Belajar merupakan usaha yan dilakukan secara sengaja, yang menimbulkan

perubahan perilaku. Kegiatan belajar tidak bisa dipisahkan dengan prestasi

belajar. Kegiatan belajar adalah prosesnya, sedangkan prestasi belajar adalah

hasilnya. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa, maka perlu dilakukan

pengukuran dan penilaian terhadap hasil pengajaran yang telah dilakukan dalam

waktu tertentu.

Salah satu bentuk tes yang telah di kontrol validitas dan reiabilitasnya untuk

mengukur prestasi belajar adalah Ujian Nasional (UN) yang bisa berfungsi ganda,

yakni selain berfungsi sebagai tes hasil evaluasi hasil belajar selama 3 tahun di

sekolah tertentu, maka hasil Ujian Nasional (UN) juga bisa dijadikan sebagai tes

prediktif untuk masuk perguruan tinggi. Akan tetapi untuk sampai pada dua fungsi

Ujian Nasional (UN) secara maksimal, maka perlu persiapan yang cukup matang

dan membutuhkan waktu yang lama.

Salah satu persiapan yang paling dibutuhkan adalah meningkatkan

kredibilitas UN dan mengembalikan fungsi yang sebenarnya sebagai sebuah tes

evaluasi personal keberhasilan siswa selama mereka sekolah di tingkat SMA,

bukan ajang gengsi-gengsian antar kepala sekolah ataupun antar kepala dinas

20

Page 21: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Azwar, S. 2007. Tes Prestasi. Jakarta: Pustaka Pelajar

Bauer, S.C. (17 September 2000). Should achivemet test be used to judge school quality. Education policy analysis archives, 46, 1-18.

Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press

Djaali. (2006). Hasil belajar evaluasi dalam evaluasi pendidikan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Uhamka Press.

Djamarah, S.B. 2002, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Gronlund, N.E. (1982). Constructing achievement test. (3rd ed). New York: Prentice

Hadi, S. 2002. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset

Hill, W.F. 2009. Theories of Learning; Teori-teori Pembelajaran. Bandung: Nusamedia

Johnson, D.W. & Johnson, R.T. 2002. Meaningful Assesment; A Manageable and Cooperative Process. Boston: Allyn & Bacon A Pearson Educational Company

Kartono, K. 1995. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Press

Khalifa, S. 2009. UN Formalitas Nasional yang irrasional. (Online. www.acehinstitute.org.id, diakses tanggal 9 Juni 2009)

Nasution, S. 1996. Berbagai Pendekatan Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bina Aksara

Pratomo, S & Suryabrata, S. 1991. Validitas Prediktif NEM SMA, STTB, SMA, TKU, dan Nilai Ujian Tulis SIPENMARU tahun 1988 sebagai Prediktor Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Non Eksakta Universitas Gadjah Mada. Berkala Penelitian Pasca Sarjana UGM, 4(3A), 517-525

Purwanto, M.N. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Rosdakarya

21

Page 22: Final Uan Sebagai Tes Potensi Dan Prediktif

Santrock, J.W. 2007. Educational Psychology (alih bahasa: Tri Wibowo). Jakarta: Kencana

Slavin, R.E. 2003. Educational Psychology; Theory and Practice. USA: Library of Congress Cataloging in Publication Data

Syah, M. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Press

Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Bumi Aksara

Tanpa Nama. 2009. Dimungkinkan, Ujian Nasional Jadi Acuan Penerimaan Mahasiswa. Online. www . s nmptn .or.id.com , diakses tanggal 9 Juni 2009)

Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. 1996. Jakarta: Grasindo

22