final report wwf landcover and high conservation area mapping, north borneo 2017

68
LAPORAN AKHIR INTERPRETASI CITRA UNTUK PENUTUP LAHAN DAN IDENTIFIKASI KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DI KALIMANTAN UTARA KAYAN MENTARANG LANDSCAPE PROJECT WORLD WILDLIFE FOUNDATION (WWF) INDONESIA 2017

Upload: bramantiyo-marjuki

Post on 28-Jan-2018

117 views

Category:

Environment


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

LAPORAN AKHIR INTERPRETASI CITRA UNTUK PENUTUP LAHAN DAN

IDENTIFIKASI KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DI

KALIMANTAN UTARA

KAYAN MENTARANG LANDSCAPE PROJECT

WORLD WILDLIFE FOUNDATION (WWF) INDONESIA 2017

Page 2: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

KATA PENGANTAR

Segenap puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya, kajian Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan dan Identifikasi Kawasan

Bernilai Konservasi Tinggi di Provinsi Kalimantan Utara ini dapat terselesaikan dengan baik.

Kajian ini dapat terselenggara atas berkat kerja sama Lembaga World Wildlife Foundation (WWF)

Indonesia, khususnya WWF Kayan Mentarang Landscape Project dan Pemerintah Provinsi

Kalimantan Utara. Kajian ini dilakukan guna memperoleh informasi terkini kondisi penutup dan

penggunaan lahan Provinsi Kalimantan Utara pada Skala 1: 50.000, dan sekaligus

mengidentifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di wilayah administrasi Provinsi

Kalimantan Utara, guna memberikan saran tindak pengelolaan yang lebih baik untuk

perlindungan area lindung dan konservasi di Kalimantan Utara, sekaligus menyeimbangkan

antara fungsi ekologi dan fungsi ekonomi terhadap aktivitas sosial ekonomi di Provinsi

Kalimantan Utara.

Tim pengkaji dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada WWF Indonesia, WWF Kayan Mentarang Project, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara,

Pemerintah Kabupaten Malinau, Pemerintah Kabupaten Bulungan, Pemerintah Kabupaten

Nunukan, dan para pihak lain yang berkepentingan terhadap kelestarian lingkungan di Provinsi

Kalimantan Utara, atas dukungan, masukan, dan rekomendasi yang telah diberikan, sehingga

kajian ini dapat terselesaikan dengan baik.

Besar harapan, hasil yang diperoleh dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

berkepentingan terhadap penguatan perlindungan keanekaragaman hayati dan kawasan lindung

di Kalimantan Utara.

Tanjung Selor, Agustus 2017

Bramantiyo Marjuki.

Tim Pengkaji

Page 3: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Daftar Isi

I. Pendahuluan __________________________________________________________________ 1

I.1 Latar Belakang _____________________________________________________________ 1

I.2 Tujuan Kegiatan ____________________________________________________________ 2

I.3 Lokasi Kegiatan _____________________________________________________________ 2

I.4 Keluaran Kegiatan ___________________________________________________________ 3

II. Lingkup Kegiatan _______________________________________________________________ 5

II.1 Lingkup Kegiatan __________________________________________________________ 5

II.2 Waktu Pelaksanaan ________________________________________________________ 5

III. Metode Pemetaan ______________________________________________________________ 7

III.1 Pengolahan Citra Satelit ____________________________________________________ 7

III.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan _______________________________________ 9

III.3 Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi __________________________________ 9

IV. Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan _________________________________________________ 11

IV.1 Pengolahan Citra Satelit ___________________________________________________ 11

IV.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan ______________________________________ 12

IV.2.1 Produk Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan _________________________ 12

IV.2.2 Statistik Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara 2017 _____________ 13

IV.3 Identifikasi NKT 1.1 _______________________________________________________ 14

IV.3.1 Pemetaan KNKT 1.1 ____________________________________________________ 14

IV.3.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 1.1 _________________________________________ 16

IV.4 Identifikasi NKT 2.1 _______________________________________________________ 17

IV.4.1 Pemetaan KNKT 2.1 ____________________________________________________ 17

IV.4.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.1 _________________________________________ 18

IV.5 Identifikasi NKT 2.2 _______________________________________________________ 19

IV.5.1 Pemetaan KNKT 2.2 ____________________________________________________ 19

IV.5.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.2 _________________________________________ 20

IV.6 Identifikasi NKT 3 ________________________________________________________ 21

IV.6.1 Pemetaan KNKT 3 ______________________________________________________ 21

IV.6.2 Pendekatan Precautionary _______________________________________________ 21

IV.6.3 Pendekatan Analytical ___________________________________________________ 22

IV.6.4 NKT 3 Masa Depan Pendekatan Analytical __________________________________ 24

IV.6.5 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 3 __________________________________________ 26

Page 4: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

IV.7 Identifikasi NKT 4.1 _______________________________________________________ 27

IV.7.1 Pemetaan KNKT 4.1 ____________________________________________________ 27

IV.7.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.1 _________________________________________ 29

IV.8 Identifikasi NKT 4.2 _______________________________________________________ 30

IV.8.1 Pemetaan KNKT 4.2 ____________________________________________________ 30

IV.8.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.2 _________________________________________ 33

IV.9 Identifikasi NKT 4.3 _______________________________________________________ 34

IV.9.1 Pemetaan KNKT 4.3 ____________________________________________________ 34

IV.9.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.3 _________________________________________ 36

IV.10 Analisis NKT Gabungan ___________________________________________________ 37

IV.10.1 Pemetaan KNKT Gabungan ____________________________________________ 37

IV.10.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT Gabungan _________________________________ 38

V. Analisis NKT & Ijin Usaha Perkebunan _____________________________________________41

V.1 Sebaran Wilayah Perijinan Perkebunan di Kalimantan Utara _______________________ 41

V.2 Analisis KNKT dengan IUP _________________________________________________ 42

V.2.1 KNKT 1.1 _____________________________________________________________ 42

V.2.2 KNKT 2.1 _____________________________________________________________ 43

V.2.3 KNKT 2.2 _____________________________________________________________ 44

V.2.4 KNKT 3 ______________________________________________________________ 45

V.2.5 KNKT 4.1 _____________________________________________________________ 48

V.2.6 KNKT 4.2 _____________________________________________________________ 49

V.2.7 KNKT 4.3 _____________________________________________________________ 50

V.3 Analisis KNKT Gabungan dengan IUP ________________________________________ 51

VI. Kesimpulan dan Rekomendasi ___________________________________________________53

VI.1 Kesimpulan _____________________________________________________________ 53

VI.2 Rekomendasi ____________________________________________________________ 54

VII. Referensi ____________________________________________________________________55

VIII. Lampiran ____________________________________________________________________56

Page 5: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 01

I. Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Pada saat ini, Pemerintah provinsi Kalimantan Utara telah menjadikan tambak-

tambak di delta Sungai Kayan dan sungai-sungai lainya di Kalimantan Utara sebagai

sektor ekonomi unggulan. Pembangunan tambak-tambak ini banyak mengkonversi

kawasan ekosistem mangrove yang menjadi penahan abrasi alami, habitat bagi

beberapa jenis ikan dan krustasea, serta primata seperti bekantan dan berbagai jenis

burung lainnya.

Selain pengembangan tambak, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara juga

berencana membangun pembangkit listrik tenaga air berkapasitas 6.000 Mega Watt.

Pembangunan PLTA berskala besar ini didukung dengan pembangunan bendungan

dan infrastruktur pendukung lainnya, tentu akan memberikan dampak, baik positif

maupun negatif bagi daerah-daerah di atas (kawasan resapan) dan terutama daerah

bawah-nya. Berkurangnya debit arus sungai, berkurangnya sedimen dan nutrisi

terangkut akan memberikan dampak signifikan bagi keberlanjutan ekosistem di daerah

hilir.

Untuk itu pengelolaan wilayah secara menyeluruh dari hulu sampai hilir

menjadi hal yang mendesak sebagai bentuk adaptasi serta mengurangi berbagai

dampak yang dapat muncul akibat berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan

namun dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan

masyarakat.

Salah satu data yang menjadi kunci dalam pengelolaan wilayah termasuk

daerah aliran sungai adalah data penutup lahan. Penutup lahan adalah kenampakan

tutupan biofisik pada permukaan bumi yang merupakan hasil pengaturan, aktivitas dan

perlakuan manusia atau alam. Informasi penutup/penggunaan lahan terkini akan

dapat memberikan informasi seberapa jauh kondisi ekologi dan ekonomi di suatu

wilayah telah berlangsung, dan apa saja dampak (baik positif maupun negatif) yang

dapat terjadi.

Selain itu, fungsi lindung dan konservasi yang ada di dalam suatu wilayah harus

sedapat mungkin dipertahankan guna memberikan fungsi keberlanjutan potensi dan

sumberdaya wilayah untuk generasi mendatang. Penetapan Kawasan Bernilai

Page 6: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 02

Konservasi Tinggi merupakan salah satu produk kebijakan berorientasi keruangan

yang diharapkan dapat membantu dalam mewujudkan kepentingan tersebut.

Melihat bahwa aktivitas sosial dan ekonomi di Kalimantan Utara terus

meningkat dari waktu ke waktu, maka keberadaan data dan informasi

penutup/penggunaan lahan terkini dan zonasi kawasan bernilai konservasi tinggi

merupakan salah satu produk perencanaan kawasan yang strategis dan mutlak

tersedia, guna membantu dalam perumusan dan perencanaan kebijakan

pengembangan wilayah di Kalimantan Utara yang lebih baik dan berkelanjutan.

I.2 Tujuan Kegiatan

Tujuan dari kegiatan ini adalah:

1. Memetakan Penutup/Penggunaan Lahan seluruh wilayah Provinsi Kalimantan

Utara Tahun 2017 pada skala 1:50.000 dengan mengacu pada sistem klasifikasi

penutup/penggunaan lahan menurut RSNI 3 tentang Klasifikasi Penutup Lahan

tahun 2015.

2. Identifikasi dan Pemetaan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KNKT), yang

meliputi KNKT 1.1, 2.1, 2.2, 3, 4.1, 4.2, dan 4.3 di wilayah Kalimantan Utara.

I.3 Lokasi Kegiatan

Kegiatan interpretasi penutup lahan dan indentifikasi KNKT ini dilakukan di

seluruh Provinsi Kalimantan Utara yang meliputi Kabupaten Bulungan, Malinau, Tana

Tidung, Nunukan, dan Kota Tarakan,

Page 7: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 03

Gambar 1. Wilayah Kajian

I.4 Keluaran Kegiatan

Hasil dari kegiatan ini adalah data dan informasi spasial hasil analisa Citra

Satelit Penginderaan Jauh dan survei lapangan. Hasil akhir dari kegiatan ini dituangkan

dalam bentuk data geodatabase digital dengan skala 1:50.000. Data juga diberikan

dalam bentuk fisik melalui media DVD.

Page 8: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 04

Tabel 1. Keluaran Kegiatan

No Output Keterangan

1 Data Penutup Lahan Kalimantan Utara Skala 1:50.000 tahun 2017

Format geodatabase (gdb) Coordinate System WGS84 UTM Zone 50N

SNI 7645:2010 2 Data Kawasan Bernilai Konservasi

Tinggi, terdiri dari NKT 2.1, NKT 2.2 dan NKT 3

Format geodatabase (gdb)

Coordinate System WGS84 UTM Zone 50N Mempertimbangkan Faktor Erosi (Metode USLE) dan sedimentasi pada DAS Kayan

http://www.HCVnetwork.org/resources/folder.2006-09-29.6584228415

6 Buku Laporan Mencakup laporan pendahuluan, antara, dan akhir.

7 Hasil Olahan Citra Penginderaan Jauh

Page 9: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 05

II. Lingkup Kegiatan

II.1 Lingkup Kegiatan

Lingkup dari kegiatan ini meliputi:

1. Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan Skala 1:50.000 yang mencakup:

• Akuisisi Citra Satelit dan pengumpulan data sekunder;

• Pra-pemrosesan citra (koreksi radiometrik, koreksi geometrik dan

mosaik);

• Klasifikasi citra dan Interpretasi visual Penutup/Penggunaan Lahan;

• Uji Akurasi/Ground Check.

2. Pemetaan Kawasan bernilai konservasi tinggi/HCV (High Conservacy Value)

yang meliputi:

• Identifikasi KNKT 1.1;

• Identifikasi KNKT 2.1;

• Identifikasi KNKT 2.2;

• Identifikasi KNKT 3;

• Identifikasi KNKT 4.1;

• Identifikasi KNKT 4.2;

• Identifikasi KNKT 4.3.

II.2 Waktu Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2016 hingga 20

Februari 2017. Uraian mengenai tahapan-tahapan dan jangka waktu pelaksanaan

kegiatan diuraikan di dalam Tabel 2 di bawah ini.

Page 10: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 06

Tabel 2. Jangka Waktu Pelaksanaan

Keterangan Desember 2016

Januari 2017 Februari 2017

Minggu ke-3

Minggu ke-4

Minggu ke-1

Minggu ke-2

Minggu ke-3

Minggu ke-4

Minggu ke-4

Diskusi, Pengumpulan dan Updating data v v

Pemrosesan dan Analisis data

v v v

Laporan awal v

Uji Akurasi v

Laporan antara v

Laporan Final dan Presentasi

v

Page 11: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 07

III. Metode Pemetaan

III.1 Pengolahan Citra Satelit

Kegiatan pemetaan penggunaan lahan berbasis interpretasi citra satelit ini

menggunakan Citra Sentinel-2 sebagai sumber datanya. Citra yang diperoleh masing –

masing telah terproses sampai Level IC. Dari sisi tingkat pemrosesan citra untuk

keperluan pemetaan penggunaan lahan, citra yang digunakan telah terkoreksi baik

radiometrik maupun geometrik, sehingga dapat langsung digunakan untuk pemetaan

penutup/penggunaan lahan pada Skala 1:50.000 atau dilakukan pembuatan mosaik

terlebih dahulu. Dengan demikian, koreksi radiometrik dan geometrik untuk Citra

Sentinel-2 yang akan digunakan tidak dilaksanakan, dan tahapan pemrosesan citra

yang dilakukan hanya penajaman kontras untuk mempermudah interpretasi visual

penutup/penggunaan lahan dan pembuatan mosaik citra.

Penajaman kontras dapat dapat dibagi dua, yaitu linier dan non linier. Penajaman

kontras non linier selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi beberapa metode

seperpenyamaan histogram (histogram equalizaon), penajaman gaussian dan

penajaman berbasis standar deviasi (ERDAS Field Guide). Dalam kegiatan pemetaan

ini, penajaman kontras diperlukan agar citra yang digunakan dapat memiliki kontras

yang baik, sehingga representasi obyek akan lebih jelas dan lebih mudah diinterpretasi.

Strategi yang digunakan adalah dengan mencoba mengaplikasikan beberapa teknik

penajaman kontras yang umum digunakan dalam pengolahan citra dijital, yaitu :

1. Penajaman kontras linier (linear contrast stretching)

2. Penajaman berbasis standar deviasi (standard deviaon stretching)

3. Penyetaraan Histogram (Histogram Equalizaon)

Metode terbaik dinilai secara subyekf visual dengan cara membandingkan

kontras citra hasil penajaman. Citra dengan kontras yang paling baik yang akan dipakai

untuk kegiatan interpretasi.

Mosaicking atau pembuatan mosaik citra merupakan proses penggabungan

banyak citra untuk membentuk satu citra yang meliput wilayah lebih luas (ERDAS Field

Guide). Mosaik citra diperlukan biasanya untuk melihat sebaran obyek dalam cakupan

yang lebih luas dari cakupan konvensional citra.

Pembuatan mosaik citra dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan, yaitu

mosaik terkontrol dan mosaik dak terkontrol (Sutanto, 1986). Mosaik terkontrol

Page 12: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 08

menggunakan citra yang sudah tergeoreferensi sebagai masukannya, sehingga proses

mosaik dilakukan secara otomas sesuai dengan koordinat masing – masing citra

penyusun. Akurasi hasil mosaik terkontrol akan sangat tergantung pada akurasi

geometrik citra penyusunnya. Kesalahan yang umum terjadi dari penggunaan teknik

mosaik terkontrol adalah munculnya kedak selarasan (displacement) dari obyek –

obyek yang sama pada bagian tepi citra atau pada bagian citra yang bertampalan

(overlap). Hal ini diakibatkan citra yang dimosaik mempunyai akurasi yang dak

seragam, sehingga tidak tepat bertampalan. Untuk menghindari kesalahan tersebut,

citra harus dipastikan mempunyai akurasi yang seragam dan berada dalam batas

toleransi kesalahan yang dapat diterima satu sama lain.

Sedangkan mosaik tidak terkontrol menggunakan pendekatan yang

berkebalikan dengan mosaik terkontrol. Teknik ini menggunakan citra yang belum

terkoreksi sebagai masukannya, sehingga proses mosaik dilakukan secara manual atau

otomatis dengan menggunakan algoritma tertentu. Kelebihan dari teknik ini adalah

adanya ketidakselarasan obyek dapat dihindari karena proses mosaik dilakukan secara

manual. Namun demikian teknik ini bukan berarti tanpa kelemahan. Kelemahan dari

teknik ini muncul ketika citra direktifikasi. Sebagai akibat dari mosaik citra yang

kesalahan geometriknya belum dikoreksi, maka hasil mosaik citra akan

mengakumulasikan kesalahan – kesalahan geometrik dari citra – citra penyusunnya,

sehingga pada tahap koreksi geometrik biasanya tidak dapat diselesaikan dengan

persamaan polynomial orde rendah (affine), melainkan menggunakan orde tinggi (lebih

dari 3). Semakin tinggi orde yang digunakan, semakin banyak titik kontrol tanah yang

dibutuhkan, dan persamaan akan menjadi semakin sensitif terhadap sebaran titik

kontrol. Area yang tidak terdapat titik kontrol akan mempunyai kesalahan posisi yang

besar.

Dalam pemetaan ini, metode mosaicking yang digunakan adalah pendekatan

mosaic terkontrol. Untuk mengantisipasi adanya perbedaan posisi obyek antara satu

citra dengan citra lain, dalam tahap koreksi geometrik akan dipastikan bahwa citra

mempunyai akurasi yang seragam dan tidak ada perbedaan posisi obyek pada bagian –

bagian yang bertampalan.

Page 13: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 09

III.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan

Pembuatan Peta Penggunaan Lahan berbasis interpretasi citra penginderaan

jauh dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu intepretasi visual dan klasifikasi

dijital (Sutanto, 1986). Interpretasi visual biasanya dilakukan pada data penginderaan

jauh yang berformat analog/cetakan atau dijital melalui digitasi pada layar monitor.

Pada proses interpretasi visual, interpreter berusaha mengenali obyek di

permukaan bumi dengan mendasarkan pada kunci interpretasi yang terdiri dari

rona/warna, bentuk, pola, tekstur, bayangan, ukuran, asosiasi dan situs (Sutanto,

1986). Obyek yang teridentifikasi kemudian di deliniasi batasnya dan akhirnya

dihasilkan sebuah peta tematik sebaran obyek hasil identifikasi. Sedangkan pada

klasifikasi dijital, proses pengenalan obyek dilakukan secara otomatis oleh komputer.

Komputer mengenali obyek hanya berdasarkan pada dua aspek, yaitu atribut

spektral/warna dan atribut spasial/tekstur. Oleh karena itu penggunaan klasifikasi

dijital hanya terbatas untuk pemetaan penutup lahan atau penggunaan lahan yang

mempunyai tekstur spesifik saja.

Dalam kegiatan pemetaan ini, metode yang digunakan adalah interpretasi

visual. Interpretasi visual dipilih karena informasi yang ingin diperoleh adalah

informasi penutup/penggunaan lahan yang mana lebih tepat diperoleh menggunakan

pendekatan interpretasi visual.

Proses interpretasi dilakukan dengan cara interpretasi dan deliniasi kelas

penutup/penggunaan lahan di atas citra. Untuk meningkatkan kualitas interpretasi,

direncanakan dilakukan Ground Check dengan mengambil lokasi ground check

utamanya di wilayah Kalimantan Utara. Sebagai panduan interpretasi, digunakan

standar RSNI Nomor 3 mengenai klasifikasi Penutup/Penggunaan Lahan Skala

1:50.000/25.000.

III.3 Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi

Penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi dalam kegiatan ini mengacu

pada Dokumen Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia

yang disusun oleh Konsorsium Revisi HVC Toolkit Indonesia dan diterbitkan oleh

Tropenbos International Indonesia Programme. Metode pemetaan secara umum dapat

digambarkan pada Gambar 3 di bawah ini.

Page 14: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 10

Gambar 2. Diagram Alir Penentuan KNKT

Seluruh rangkaian proses analisis sebagaimana diuraikan di atas dapat dilihat

pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Diagram Alir Kegiatan

Page 15: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 11

IV. Pelaksanaan Kegiatan Pemetaan

IV.1 Pengolahan Citra Satelit

Pengolahan citra satelit dilaksanakan untuk memperoleh citra satelit dengan

kualitas geometrik dan radiometrik yang baik untuk dilakukan interpretasi visual.

Mengingat data Citra Sentinel-2a yang tersedia sudah dalam kondisi terkoreksi

geometrik, maka proses pengolahan citra satelit lebih difokuskan pada pembenahan

aspek radiometrik untuk memperoleh citra dengan kualitas visual yang tajam dan baik.

Operasi yang dilakukan dalam tahap pengolahan citra satelit ini adalah pembuatan

citra komposit, penajaman kontras dan pembuatan mosaik.

Pembuatan citra komposit dalam kegiatan ini dibatasi hanya pada pembuatan

citra komposit warna alami (kombinasi band 432) dan komposit warna inframerah

(kombinasi band 843). Saluran spektral lain tidak dilibatkan dalam analisis karena

resolusi spasialnya lebih rendah daripada saluran 2,3,4 dan 8, sehingga kualitas

spasialnya dianggap tidak cukup untuk pemetaan pada skala 1:50.000. Contoh

komposit warna alami dan komposit inframerah yang digunakan untuk pemetaan

dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Komposit Warna Inframerah (kiri) dan Warna Alami (kanan)

Penajaman kontras dilaksanakan untuk memperoleh tampilan citra yang tajam

secara visual sehingga dapat diinterpretasi penutup/penggunaan lahan yang terekam

dengan cukup baik. Selain itu penajaman kontras juga dilakukan untuk

menyeimbangkan dan menyeragamkan kualitas warna dari citra-citra yang direkam

pada waktu yang berbeda. Oleh karena itu, pada tahap penajaman kontras ini juga

dilaksanakan operasi histogram matching agar warna citra dapat lebih padu satu sama

lain.

Page 16: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 12

Tahap terakhir dari proses pengolahan citra adalah pembuatan mosaik citra

untuk memperoleh citra komposit dalam satu file guna memudahkan dalam proses

interpretasi dan deliniasi penutup/penggunaan lahan.

IV.2 Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan

IV.2.1 Produk Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan

Proses interpretasi penutup/penggunaan lahan dilaksanakan setelah citra

satelit selesai diolah. Dalam hal ini interpretasi dilakukan dengan mengacu pada skema

klasifikasi penutup/penggunaan lahan menurut RSNI Nomor 3 Tentang Klasifikasi

Penutup/Penggunaan Lahan pada skala 1:25.000/50.000. Hasil interpretasi yang telah

diperoleh dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Hasil Interpretasi Penutup/Penggunaan Lahan Provinsi Kalimantan Utara Tahun

2017

Page 17: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 13

IV.2.2 Statistik Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara 2017

Hasil interpretasi penutup/penggunaan lahan, yang kemudian dilakukan

kalkulasi luas menunjukkan bahwa penggunaan hutan Lahan Kering Primer masih

merupakan kelas penggunaan lahan yang dominan di Kalimantan Utara (Tabel 4).

Proporsinya sebesar 59% dari luas Kalimantan Utara secara keseluruhan, yang diikuti

kelas penggunaan lahan Hutan Lahan Kering Sekunder dengan proporsi 22%, dan

perkebunan dengan proporsi 5% (Gambar 6 ).

Tabel 4. Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara Tahun 2017

Kelas Penggunaan Lahan Luas (Hektar)

Danau Tapal Kuda 0.56

Danau/Situ 195.97

Empang 122.15

Gedung/Bangunan 2.27

Hutan Bakau/Mangrove 54009.83

Hutan Lahan Kering Primer 4168612.57

Hutan Lahan Kering Sekunder 1550466.11

Hutan Rawa/Gambut 239005.34

Padang Rumput 1030.20

Pasir/Bukit Pasir Laut 177.40

Pelabuhan Udara 255.40

Pemakaman 4.28

Perkebunan Kelapa Sawit 103327.63

Perkebunan/Kebun 325492.71

Permukiman dan Tempat Kegiatan 12235.91

Pertambangan 313.39

Rawa 3977.89

Sawah 5453.49

Sawah Tadah Hujan 299.47

Semak Belukar 262790.29

Sungai 45879.89

Tambak 147821.43

Tambang 4514.27

Tanah Kosong/Gundul 15586.91

Tegalan/Ladang 80058.73

Page 18: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 14

Gambar 6. Proporsi Luasan Penutup/Penggunaan Lahan Kalimantan Utara Tahun 2017

IV.3 Identifikasi NKT 1.1

IV.3.1 Pemetaan KNKT 1.1

Penilaian Kawasan NKT 1.1 dilaksanakan mengikuti pedoman dalam HCV

Toolkit 2008. NKT 1 merupakan kawasan yang dianggap memiliki tingkat

keanekaragaman hayati yang penting untuk keseimbangan ekosistem. Dalam kegiatan

ini, komponen dari NKT-1 yang penting untuk dipetakan adalah komponen NKT 1.1.

Komponen NKT 1.1 adalah komponen yang mempunyai atau memberikan fungsi

pendukung keanekaragaman hayati bagi kawasan lindung dan/atau konservasi.

Data spasial dan kriteria yang diperlukan guna menghasilkan Kawasan NKT 1.1

adalah sebagai berikut:

1. Data kawasan lindung dalam RTRW Provinsi Kalimantan Utara.

2. Data kawasan lindung lahan gambut > 3m dari Peta Sistem Lahan Repprot.

1%

59%22%

3%

1%5%

4%

1%

2%

1%

Proporsi Luas Penggunaan Lahan Tahun 2017 (Hektar)

Danau Tapal Kuda

Danau/Situ

Empang

Gedung/Bangunan

Hutan Bakau/Mangrove

Hutan Lahan Kering Primer

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Rawa/Gambut

Padang Rumput

Pasir/Bukit Pasir Laut

Pelabuhan Udara

Pemakaman

Perkebunan Kelapa Sawit

Perkebunan/Kebun

Permukiman dan Tempat Kegiatan

Pertambangan

Rawa

Sawah

Sawah Tadah Hujan

Semak Belukar

Sungai

Tambak

Tambang

Tanah Kosong/Gundul

Tegalan/Ladang

Page 19: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 15

3. Data penggunaan lahan hasil interpretasi.

Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 1.1, langkah yang dilakukan

sebagai berikut

1. Melakukan identifikasi kawasan hutan lindung dan kawasan lindung

konservasi dari RTRWP KALTARA 2016.

2. Melakukan analisis buffering sungai untuk menentukan sempadan sungai.

Kriteria tepi sempadan sungai mengikuti kriteria dalam panduan HCV Toolkit.

3. Melakukan pemilihan kelas penggunaan lahan yang berperan dalam konservasi

sesuai masukan terakhir, yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering

sekunder, mangrove, dan rawa.

4. Seluruh data kemudian di overlay dan diberikan status NKT 1.1 ditambahi

justifikasi mengapa menjadi NKT 1.1.

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 1.1

Hasil analisis dari setiap kriteria kemudian diintegrasikan menjadi satu untuk

memperoleh satu satu informasi Kawasan NKT 1.1 di Provinsi Kalimantan Utara,

dengan hasil sebagaimana ditampilkan di Gambar 8 di bawah ini.

Page 20: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 16

Gambar 8. Hasil Identifikasi NKT 1.1

IV.3.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 1.1

Hasil perhitungan luas KNKT 1.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 1.1

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan

(Tabel 5). Sementara proporsi KNKT 1.1 adalah sebesar 71,86% dari luasan Kalimantan

Utara secara keseluruhan.

Tabel 5. Luasan KNKT 1.1 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017

Kabupaten / Kota Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 521788.85 39.95 1306028

MALINAU 3533746.93 88.46 3994593

NUNUKAN 896911.73 63.13 1420795

TANA TIDUNG 90136.17 31.90 282576.4

TARAKAN 8367.55 34.18 24477.66

TOTAL 5050951.23 71.86* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 1.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 21: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 17

IV.4 Identifikasi NKT 2.1

IV.4.1 Pemetaan KNKT 2.1

Penilaian Kawasan NKT 2.1 dilaksanakan mengikuti pedoman dalam HCV

Toolkit 2008. NKT 2 merupakan kawasan yang penting untuk mempertahankan

dinamika ekologi alami. Dalam kegiatan ini, komponen dari NKT-2 yang penting untuk

dipetakan adalah komponen NKT 2.1 dan NKT 2.2. Komponen NKT 2.1 adalah

komponen kawasan lansekap luas yang mempunyai kapasitas untuk menjaga proses

dan dinamika ekologi secara alami.

Data spasial dan proses yang dilakukan guna menghasilkan Kawasan NKT 2.1 adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan overlay antara peta penggunaan lahan hasil interpretasi dan peta

ekosistem hasil identifikasi NKT 3.

2. Dari hasil overlay kemudiaan diidentifikasi ekosistem dengan luasan lebih dari

20.000 hektar dan berpenggunaan lahan hutan alami (tidak terfragmentasi)

untuk ditetapkan sebagai zona inti.

3. Melakukan buffering sejauh 3 Km dari Zona Inti khusus pada area bervegetasi,

untuk menentukan zona penyangga.

4. Melakukan pemilihan hutan lahan kering primer yang tersisa untuk

diintegrasikan dengan hasil langkah 2 dan langkah 3 melalui operasi overlay

union.

5. Melakukan rekapitulasi luasan NKT 2.1 yang diperoleh dan melengkapi dengan

informasi justifikasi.

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 2.1

Page 22: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 18

Hasil analisis dari setiap kriteria kemudian diintegrasikan menjadi satu untuk

memperoleh satu satu informasi Kawasan NKT 2.1 di Provinsi Kalimantan Utara,

dengan hasil sebagaimana ditampilkan di Gambar 10 di bawah ini.

Gambar 10. Hasil Identifikasi NKT 2.1

IV.4.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.1

Hasil perhitungan luas KNKT 2.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 2.1

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan

(Tabel 6). Sementara proporsi KNKT 2.1 adalah sebesar 71,86% dari luasan Kalimantan

Utara secara keseluruhan.

Tabel 6. Luasan KNKT 2.1 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017

Kabupaten / Kota Luas

(Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 267080.39 20.45 1306028

MALINAU 3378670.39 84.58 3994593

NUNUKAN 531306.30 37.40 1420795

TOTAL 4275560.81 60.83* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 2.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 23: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 19

IV.5 Identifikasi NKT 2.2

IV.5.1 Pemetaan KNKT 2.2

Komponen NKT 2.2 adalah komponen kawasan NKT yang difokuskan untuk

mengidentifikasi landsekap dengan kesinambungan fungsi antar berbagai ekosistem

dan menjamin kesinambungan tersebut tetap terjaga.

Kriteria yang diperlukan guna menghasilkan Kawasan NKT 2.2 adalah sebagai berikut:

1. Ada dua atau lebih ekosistem hadir bersebelahan dan berbagi batas, terutama

zona transisi (ecotone) antara berbagai rawa dan bukan rawa atau kerangas dan

bukan kerangas.

2. lereng gunung yang berhutan dalam kondisi baik dan mencakup berbagai jenis

ekosistem dengan zona ketinggian yang berbeda, seperti hutan dataran

(lowland forest) rendah ke hutan bagian tengah gunung (submontane forest)

sampai hutan puncak gunung (montane forest) dengan jenis tumbuhan dan

dinamika ekologi yang masing-masing berbeda.

Proses analisis yang dilakukan untuk menghasilkan NKT 2.2 adalah dengan cara

melakukan overlay antara peta sistem lahan Repprot dan penutup lahan hutan hasil

interpretasi. Hasilnya berupa pembagian ekosistem dalam setiap penutup lahan hutan

dan hutan rawa pada satu lansekap yang tidak terputus. Proses analisis di atas, secara

skematis dapat disajikan di Gambar 11 di bawah ini.

Gambar 11. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 2.2

Hasil dari penentian NKT 2.2 dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

Page 24: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 20

Gambar 12. Hasil Identifikasi NKT 2.2 (Zona Merah)

IV.5.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 2.2

Hasil perhitungan luas KNKT 2.2 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 2.2

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Tana

Tidung (Tabel 7). Sementara jika dilihat dari proporsi berdasarkan luas wilayah

kabupaten, KNKT 2.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung,

diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT

2.2 adalah sebesar 4,28% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 7. Luasan KNKT 2.2 Per Kabupaten/Kota di Kalimantan Utara Tahun 2017

Kabupaten / Kota Luas

(Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen) Luas Kabupaten

(Hektar) BULUNGAN 72230.86 5.53 1306028

NUNUKAN 179469.57 12.63 1420795

TANA TIDUNG 49094.75 17.37 282576.4

TOTAL 300795.18 4.28* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 2.2 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 25: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 21

IV.6 Identifikasi NKT 3

IV.6.1 Pemetaan KNKT 3

Kawasan NKT 3 adalah kawasan dimana di dalamnya terdapat adanya

ekosistem yang langka atau terancam pada suatu lansekap. Status langka muncul

karena faktor alam yang membatasi penyebaran atau perubahan tutupan lahan dan

degradasi lahan yang disebabkan aktivitas manusia. Untuk penentuan NKT 3, terdapat

dua pendekatan, yaitu analytical dan precautionary.

IV.6.2 Pendekatan Precautionary

Untuk pendekatan precautionary, proses penyusunan dapat diuraikan sebagai

berikut:

1. Pembuatan peta zona elevasi menggunakan DEM ALOS resolusi 30 meter. Peta

zona elevasi kemudian dioverlay dengan Peta Sistem Lahan RePPROT untuk

memperoleh peta ekosistem.

2. Dari peta ekosistem yang terbentuk, kemudian dicari tahu keberadaan

ekosistem langka dan terancam menggunakan Tabel 8.3.1 dari Panduan HCV

Toolkit.

3. Peta ekosistem terancam dan atau langka kemudian dioverlay dengan peta

penggunaan lahan untuk mengetahui penggunaan lahannya pada saat ini.

4. Hasil overlay di langkah 4 dianggap sebagai NKT 3 dengan informasi pelengkap

berupa penggunaan lahan untuk dinilai lebih lanjut mana yang NKT 3 dan mana

yang bukan (untuk keperluan ini, mohon feedback dari WWF karena

menentukan NKT3 dari status penggunaan lahan dari ekosistem

langka/terancam tidak terlalu jelas panduannya).

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 3 Precautionary

Page 26: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 22

Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3 pendekatan precautionary

(Gambar 14) di bawah ini.

Gambar 14. Hasil Identifikasi NKT 3 Saat Ini Pendekatan Precautionary

IV.6.3 Pendekatan Analytical

Pendekatan analytical mempunyai dasar penentuan yang berbeda dengan

pendekatan precautionary, oleh karena itu hasilnya akan berbeda. Untuk pendekatan

analytical, penentuan NKT harus melalui analisis penggunaan lahan masa kini dan

masa depan.

Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 3 metode analytical saat ini,

langkah yang dilakukan sebagai berikut

1. Dari Peta Ekosistem yang dihasilkan pada penentuan NKT 3 Precautionary,

dilakukan overlay dengan penggunaan lahan tahun 2009 dan penggunaan

lahan saat ini (peta hasil interpretasi).

2. Dari hasil overlay dilakukan analisis deforestasi untuk menentukan area

hutan yang terkonversi menjadi non hutan.

Page 27: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 23

3. Luasan hasil deforestasi kemudian dilakukan analisis pivot untuk merekap

perubahan luas akibat deforestasi. Hasil analisis pivot akan menunjukkan

ekosistem yang luasan hutannya telah hilang mendekati atau melebihi 50%.

Ekosistem ini disebut ekosistem terancam dan menjadi NKT 3. Ekosistem

yang tidak terancam kemudian dihilangkan dari analisis.

4. Hasil analisis pada langkah 3 kemudian direkap dan dijustifikasi alasan

menjadi NKT 3, termasuk status penggunaann lahannya pada saat ini.

5. Dalam analisis ini, tidak ditemukan ekosistem yang luasannya kurang dari

5% (ekosistem langka).

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 15 di bawah ini.

Gambar 15. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 3 Analytical Saat ini dan Masa Depan

Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3.1 pendekatan analytical

(Gambar 16) di bawah ini.

Page 28: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 24

Gambar 16. Hasil Identifikasi NKT 3.1 Saat Ini Pendekatan Analytical

IV.6.4 NKT 3 Masa Depan Pendekatan Analytical

Kriteria yang digunakan untuk menghasilkan Kawasan NKT 3.1 masa depan

adalah sebagai berikut:

1. Ekosistem yang memenuhi satu atau lebih dari kriteria berikut dapat dianggap

terancam dalam definisi NKT 3:

2. Dalam suatu unit bio-fisiogeografis, suatu ekosistem sudah mengalami

kehilangan 50% atau lebih dari luas semulanya dalam suatu unit bio-

fisiogeografis terdapat ekosistem yang akan mengalami kehilangan 75% atau

lebih dari luas semulanya berdasarkan asumsi semua kawasan konversi dalam

tataruang yang berlaku dapat dikonversikan.

3. Ekosistem alami mencakup kurang dari 5% luas areal total suatu unit bio-

fisiografis.

Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 3 metode analytical masa depan,

langkah yang dilakukan sebagai berikut

Page 29: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 25

1. Peta hasil langkah 2 pada Sub bab IV.6.2 dioverlaykan dengan Peta RTRWP

Kaltara dan Peta Konsensi Pengelolaan Hutan dari Kementerian Kehutanan.

Peta Konsensi digunakan untuk melihat kawasan hutan yang berada dalam ijin

HTI, yang berdasarkan masukan terakhir, merupakan kawasan yang paling

memungkinkan untuk terkonversi menjadi non hutan di masa depan.

2. Dari hasil overlay dilakukan analisis deforestasi untuk menentukan area hutan

yang terkonversi menjadi non hutan berdasarkan skenario RTRWP yang

ditajamkan dengan skenario Ijin HTI.

3. Luasan hasil deforestasi kemudian dilakukan analisis pivot untuk merekap

perubahan luas akibat deforestasi. Hasil analisis pivot akan menunjukkan

ekosistem yang luasan hutannya telah hilang mendekati atau melebihi 75%.

Ekosistem ini disebut ekosistem terancam dan menjadi NKT 3. Ekosistem yang

tidak terancam kemudian dihilangkan dari analisis.

4. Hasil analisis pada langkah diatas kemudian direkap dan dijustifikasi alasan

menjadi NKT 3, termasuk status penggunaann lahannya pada saat ini.

Hasil analisis yang diperoleh berupa zonasi NKT 3.1 masa depan (Gambar 17).

Gambar 17. Hasil Identifikasi NKT 3.1 Masa Depan

Page 30: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 26

IV.6.5 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 3

Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Precautionary per kabupaten/Kota,

menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau,

diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 8). Sementara proporsi KNKT 3 Precautionary

adalah sebesar 80,07% dari luasan Kalimantan Utara secara keseluruhan.

Tabel 8. Luasan KNKT 3 Precautionary Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 920602.1 70.49 1306028

MALINAU 3530530 88.38 3994593

NUNUKAN 1057239 74.41 1420795

TANA TIDUNG 114154.50 40.40 282576.4

TARAKAN 4857.19 19.84 24477.66

TOTAL 5627382.79 80.07* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Analytical Kondisi Saat Ini per

kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di

Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 9). Sementara jika dilihat dari

proporsi berdasarkan luas wilayah administrasi, KNKT 3 yang paling besar luasannya

berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika dilihat

secara keseluruhan, proporsi KNKT 3 Analytical Kondisi Saat Ini adalah sebesar 6,8%

dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 9. Luasan KNKT 3 Analytical Kondisi Saat Ini Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 211897.50 16.22 1306028

MALINAU 11490.20 0.29 3994593

NUNUKAN 158583.10 11.16 1420795

TANA TIDUNG 90580.21 32.06 282576.4

TARAKAN 5150.16 21.04 24477.66

TOTAL 477701.17 6.80* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 31: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 27

Hasil perhitungan luas KNKT 3 Metode Analytical Kondisi Masa Depan per

kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di

Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 10). Sementara jika dilihat

dari proporsi luas wilayah administrasi, KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di

Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika dilihat secara

keseluruhan, proporsi KNKT 3 Analytical Kondisi Masa Depan adalah sebesar 10,67%

dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 10. Luasan KNKT 3 Analytical Kondisi Masa Depan Per Kabupaten/Kota Tahun

2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 231026.53 17.69 1306028

MALINAU 18441.11 0.46 3994593

NUNUKAN 352025.14 24.78 1420795

TANA TIDUNG 137948.95 48.82 282576.4

TARAKAN 10186.44 41.62 24477.66

TOTAL 749628.17 10.67* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

IV.7 Identifikasi NKT 4.1

IV.7.1 Pemetaan KNKT 4.1

Kawasan NKT 4.1 adalah kawasan yang dianggap penting dalam menjaga siklus

hidrologi. Penentuan NKT 4.1 utamanya harus mempertimbangkan aspek daerah

aliran sungai, sebaran ekosistem, sebaran hutan lindung, dan sebaran penggunaan

lahan yang dianggap penting dalam menjaga keseimbangan hidrologis.

Identifikasi NKT 4.1 dalam kajian ini tidak menggunakan pendekatan DAS dan

Sub DAS. Pertimbangan yang digunakan adalah lokasi intake dan fasilitas PDAM di

Kalimantan Utara berlokasi di tepi Sungai utama (Sungai Sesayap dan Sungai Kayan)

(lihat Peta di bawah ini). Dengan demikian diduga air baku di Kaltara menggunakan air

sungai dari dua DAS besar ini. Mengingat DAS Sesayap dan DAS Kayan sangat luas dan

Page 32: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 28

hubungannya dengan penyediaan air cukup kompleks, maka identifikasi NKT 4.1 kali

ini adalah menggunakan pendekatan ekosistem.

Gambar 18. Lokasi Instalasi PDAM, Posisi DAS, dan Pertimbangan Penggunaan Ekosistem

sebagai satuan analisis.

Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 4.1, langkah yang dilakukan

sebagai berikut

1. Dari peta ekosistem di NKT 3 yang diperoleh, diidentifikasi ekosistem yang

berperan dalam penyediaan air, seperti hutan montane, hutan riparian,

hutan bakau, rawa dan gambut. Kawasan yang teridentifikasi kemudian

ditetapkan sebagai NKT 41

2. Selanjutnya, diidentifikasi penggunaan lahan yang merupakan tubuh air,

dan ditetapkan sebagai NKT 41.

3. Khusus untuk Pulau Nunukan, hutan alami yang tersisa ditetapkan sebagai

NKT 41 dengan pertimbangan bahwa, hutan ini yang paling berperan dalam

penyediaan air dan siklus hidrologis alami di Pulau Nunukan. Hal ini

berkaitan dengan adanya Kesimpulan ini baru dugaan dan harus

diverifikasi lebih lanjut.

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 19 di bawah ini.

Page 33: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 29

Gambar 19. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.1

Hasil penentuan kawasan NKT 4.1 sebagaimana nampak pada Gambar 20 di

bawah ini.

Gambar 20. Hasil Identifikasi NKT 4.1

IV.7.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.1

Hasil perhitungan luas KNKT 4.1 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.1

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan

(Tabel 11). Sementara jika dilihat dari proporsi luas wilayah administrasi, KNKT 4.1

Page 34: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 30

yang terbesar berada di wilayah Kabupaten Nunukan diikuti Kabupaten Malinau.

Sedangkan jika dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT 4.1 adalah sebesar 23,87%

dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel11. Luasan KNKT 4.1 per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten /

Kota Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 138470.28 10.60 1306028

MALINAU 1020495.08 25.55 3994593

NUNUKAN 474620.78 33.41 1420795

TANA TIDUNG 43702.67 15.47 282576.4

TARAKAN 236.88 0.97 24477.66

TOTAL 1677525.70 23.87* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.1 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

IV.8 Identifikasi NKT 4.2

IV.8.1 Pemetaan KNKT 4.2

Kawasan NKT 4.2 adalah kawasan hutan dan vegetasi lain yang memiliki

Tingkat Bahaya Erosi (TBE) potensial yang berat, apabila vegetasi yang ada diatasnya

ditebang. Penentuan Kawasan NKT 4.2 dimulai dari penentuan TBE menggunakan

model erosi potensial, yang kemudian dikomparasikan dengan data kedalaman tanah.

Model erosi potensial yang digunakan untuk menentukan TBE adalah metode

RUSLE. . Untuk mengimplementasikan Model RUSLE, diperlukan data erosivitas hujan,

erodibilitas tanah, pengaruh lereng, dan faktor penggunaan lahan. Variabel – variabel

tersebut diperoleh dari data sebagai berikut:

1. Erosivitas hujan diperoleh dari kalkulasi faktor erosivitas menggunakan data

hujan harian BMKG Kaltara dalam kurun waktu 2011-2016, yang kemudian

diturunkan menjadi data hujan bulanan. Data hujan bulanan kemudian

dikonversi menjadi indeks erosivitas menggunakan formula erosivitas berbasis

hujan bulanan.

2. Data erodibilitas tanah diperoleh dari Peta Tanah FAO Skala 250.000

Page 35: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 31

3. Data pengaruh lereng diperoleh dari pengolahan DEM ALOS 3D dengan resolusi

spasial 30 meter. DEM dari ALOS 3D dipilih karena merupakan produk turunan

dari produk DSM ALOS PRISM dengan resolusi spasial 5 meter, sehingga dilihat

dari kenampakan topografi yang dihasilkan lebih detil dan presisi daripada

produk SRTM 30 meter yang diturunkan dari SRTM 10 meter.

4. Data faktor penggunaan lahan diperoleh dari Peta Penutup/Penggunaan Lahan

yang merupakan output dari kegiatan ini.

5. Data Kedalaman Tanah diperoleh dari Produk 1 km Global GRID Soil and

Sediment depth yang diproduksi oleh ORNL DAAC.

Penentuan TBE dilakukan menggunakan hasil perkiraan laju erosi hasil RUSLE dan

data kedalaman tanah ORNL, dengan mengacu pada matriks penilaian TBE dalam HCV

Toolkit. Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 21 di bawah

ini.

Gambar 21. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.2

Hasil penilaian laju erosi RUSLE disajikan pada Gambar 22, kedalaman tanah

pada Gambar 23, dan hasil identifikasi NKT 4.2 pada Gambar 24 di bawah ini.

Page 36: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 32

Gambar 22. Hasil Pemodelan Laju Erosi RUSLE

Gambar 23. Kedalaman Tanah dari Data ORNL DAAC

Page 37: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 33

Gambar 24. Hasil Identifikasi NKT 4.2

Hasil pemodelan RUSLE ditambah komparasi dengan peta kedalaman tanah

memberikan hasil, dimana sebagian besar Kawasan Kalimantan Utara terkategori Erosi

Berat atau Sangat Berat. Hal ini terjadi karena dari perhitungan setiap faktor erosi (R,

K, LS, CP) berdasarkan data sekunder memberikan hasil laju erosi yang cukup tinggi

untuk wilayah – wilayah tersebut. Jika tidak dikombinasikan dengan data solum tanah,

terdapat variasi laju erosi di Kaltara. Namun ketika dimatrikskan dengan kedalaman

tanah, maka kebanyakan wilayah terkategori erosi berat dan sangat berat.

IV.8.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.2

Hasil perhitungan luas KNKT 4.2 per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.2

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan

(Tabel 12). Sementara proporsi KNKT 4.2 adalah sebesar 82,66% dari luasan

Kalimantan Utara secara keseluruhan.

Page 38: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 34

Tabel 12. Luasan KNKT 4.2 Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 985694.26 75.47 1306028

MALINAU 3862264.92 96.69 3994593

NUNUKAN 893881.72 62.91 1420795

TANA TIDUNG 67971.36 24.05 282576.4

TARAKAN 262.61 1.07 24477.66

TOTAL 5810074.86 82.66* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.2 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

IV.9 Identifikasi NKT 4.3

IV.9.1 Pemetaan KNKT 4.3

Kawasan NKT 4.3 adalah kawasan yang dianggap penting dalam membantu dan

mencegah terjadinya kebakaran hutan untuk wilayah pengelolaan. Kawasan NKT 4.3

terdiri dari beberapa jenis penggunaan lahan yang dianggap mampu menjadi “sekat

bakar” apabila terjadi kebakaran dan perlu dipertahankan keberadaannya. Contoh dari

penggunaan lahan seperti ini adalah rawa gambut, daerah genangan, hutan rawa, dan

lahan basah lainnya.

Untuk melakukan indentifikasi Kawasan NKT 4.3, data yang digunakan adalah:

1. Data historis titik api dari layanan MODIS dan VRISS milik NASA dari tahun

2000 sampai 2017.

2. Data Peta Penutup Lahan Hasil Interpretasi Citra Satelit Sentinel -2 yang

dihasilkan dari kegiatan ini.

Proses analisis yang dilakukan meliputi dua aspek, yaitu:

1. Menentukan area yang rawan terjadinya kebakaran berdasarkan data lokasi

titik api.

2. Menentukan area sekat bakar yang berfungsi sebagai NKT 4.3 dari Peta

Penutup Lahan, dimana area yang dipilih adalah kawasan tubuh air (seperti

sungai, danau, rawa, tambak, lahan basah (Seperti mangrove), Hutan Kering

Page 39: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 35

Primer, dan Hutan Kering Sekunder. (Contoh hasil untuk metode eliminating

dapat dilihat pada Gambar 25).

Proses analisis di atas, secara skematis dapat disajikan di Gambar 26 di bawah ini.

Gambar 25. Diagram alir Analisis Penentuan KNKT 4.3

Gambar 26. Hasil Identifikasi NKT 4.3

Page 40: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 36

IV.9.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT 4.3

Sesuai dengan masukan yang diperoleh, hasil analisis juga dilengkapi dengan

informasi luas kawasan dalam satuan hektar, persentase luasannya dibandingkan

dengan luasan Provinsi Kaltara, dan justifikasi kenapa menjadi NKT 4.3. Contoh iagram

batang untuk luasan sekat bakar menggunakan metode eliminating dapat dilihat pada

Gambar 27.

Gambar 27. Statistik Luasan NKT 4.3

Jika dilihat dari aspek wilayah administrasi, hasil perhitungan luas KNKT 4.3

per kabupaten/Kota, menunjukkan KNKT 4.3 yang paling besar luasannya berada di

Kabupaten Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 13). Sementara jika dilihat dari

proporsi luas wilayah administrasi per kabupaten, KNKT 4.3 yang paling besar

luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kota/Pulau Tarakan. Sedangkan jika

dilihat secara keseluruhan, proporsi KNKT 4.3 adalah sebesar 10,33% dari luasan

Kalimantan Utara.

0.559 Danau Tapal Kuda

158.664 Danau/Situ

121.708 Empang

6,503.094 Hutan Bakau/Mangrove

233,168.141 Hutan Lahan Kering Primer

431,346 Hutan Lahan Kering Sekunder

26,129.688 Hutan Raw a/Gambut

717.788 Raw a

3,369.185 Saw ah

214.486 Saw ah Tadah Hujan

10,869.208 Sungai

14,266.417 Tambak

Statistik NKT 4.3 Metode Eliminating

Luas_HA

400,000350,000300,000250,000200,000150,000100,00050,0000

Pe

ng

gu

na

an

La

ha

n

Danau Tapal Kuda

Danau/Situ

Empang

Hutan Bakau/Mangrove

Hutan Lahan Kering Primer

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Raw a/Gambut

Raw a

Saw ah

Saw ah Tadah Hujan

Sungai

Tambak

Page 41: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 37

Tabel 13. Luasan KNKT 4.3 per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 249771.00 19.12 1306028

MALINAU 322767.90 8.08 3994593

NUNUKAN 120687.80 8.49 1420795

TANA TIDUNG 28811.39 10.20 282576.4

TARAKAN 4092.57 16.72 24477.66

TOTAL 726130.66 10.33* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.3 Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

IV.10 Analisis NKT Gabungan

IV.10.1 Pemetaan KNKT Gabungan

Hasil indentifikasi NKT 1.1 sampai 4.3 yang telah diuraikan pada pembahasan

sebelumnya perlu untuk diintegrasikan satu sama lain, guna melihat area – area NKT

yang saling overlap satu sama lain. Selain itu analisis gabungan juga akan

menginformasikan proporsi luasan setiap jenis NKT dan bagaimana proporsinya

dengan luas unit pengelolaan secara keseluruhan (dalam hal ini adalah wilayah

administrasi Provinsi Kalimantan Utara).

Proses analisis gabungan dilakukan menggunakan teknik overlay union dalam

SIG, yang kemudian dilanjutkan dengan tabulasi luas per kelas NKT gabungan yang

terbentuk, dan kemudian diakhiri dengan perhitungan luasan NKT terhadap luas

wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Hasil analisis NKT gabungan ditunjukkan pada

Gambar 28, luasan setiap NKT pada Gambar 29, informasi luasan NKT Gabungan

ditunjukkan pada Gambar 30, proporsi setiap NKT terhadap luas wilayah Provinsi

Kalimantan Utara pada Gambar 31, dan proporsi NKT gabungan terhadap luas wilayah

Provinsi Kalimantan Utara di Gambar 32.

Page 42: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 38

Gambar 28. Hasil Analisis Kawasan NKT Gabungan

IV.10.2 Statistik Hasil Pemetaan KNKT Gabungan

Dari hasil analisis KNKT gabungan yang telah dilakukan, dapat diketahui

beberapa statistik yang diuraikan dalam beberapa grafik dan diagram di bawah ini, baik

meliputi luasan KNKT Gabungan terbesar di Kalimantan Utara, sampai ke proporsi

setiap KNKT terhadap luas Kalimantan Utara secara keseluruhan.

Page 43: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 39

Gambar 29. Luas Setiap Kawasan NKT di Kalimantan Utara

Gambar 30. Statistik Luasan NKT Gabungan

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

7000000

NKT 11 NKT 21 NKT 22 NKT 3 NKT 41 NKT 42 NKT 43

LUA

S (H

EKTA

R)

Luas Kawasan NKT Kalimantan Utara

Keterangan

141,668.6029 11

34,372.4696 11 21

13.2442 11 21 3

0.3244 11 21 3 41 42

130.8492 11 21 3 41 42 43

50.2991 11 21 3 41 43

534.0296 11 21 3 42

5,157.9856 11 21 3 42 43

230.4889 11 21 3 43

7,623.8513 11 21 41

1,233,591.8205 11 21 41 42

30,403.9684 11 21 41 42 43

34.9425 11 21 41 43

2,510,528.922 11 21 42

328,074.1031 11 21 42 43

17,296.9701 11 21 43

4,997.4985 11 22

915.1516 11 22 3

85,621.8491 11 22 3 41

2,369.8764 11 22 3 41 42

4,528.8927 11 22 3 41 42 43

43,928.4332 11 22 3 41 43

0.0668 11 22 3 42

248.6923 11 22 3 42 43

2,019.3914 11 22 3 43

37,981.4207 11 22 41

1,934.9113 11 22 41 42

4,994.4642 11 22 41 42 43

24,477.8259 11 22 41 43

94.2671 11 22 42

Luas Kawasan NKT Gabungan Kalimantan Utara

NKT

11 11 21 3 42 11 21 43 11 22 3 43 11 3 11 3 42 11 41 43 21 3 21 43 22 3 42 22 42 3 3 41 43 41 41 43 43

Lu

as (

He

kta

r)

2,500,000

2,400,000

2,300,000

2,200,000

2,100,000

2,000,000

1,900,000

1,800,000

1,700,000

1,600,000

1,500,000

1,400,000

1,300,000

1,200,000

1,100,000

1,000,000

900,000

800,000

700,000

600,000

500,000

400,000

300,000

200,000

100,000

0

Page 44: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 40

Gambar 31. Statistik Proporsi Luasan KNKT terhadap Luas Kaltara

Gambar 32. Statistik Proporsi Luasan NKT Gabungan terhadap Luas Kaltara

27%

22%

1%

4%9%

30%

7%

Proporsi Luas Kawasan NKT Terhadap Luas Kalimantan Utara

NKT 11 NKT 21 NKT 22 NKT 3 NKT 41 NKT 42 NKT 43

2%

20%

41%5%

1%2%

3%

4%

15%

7%

Proporsi NKT Gabungan terhadap Luas Kaltara(NKT yang diambil hanya yang proporsinya di atas 1%)

11

11 21 41 42

11 21 42

11 21 42 43

11 22 3 41

11 3

11 42

3

42

42 43

Page 45: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 41

V. Analisis NKT & Ijin Usaha Perkebunan Bagian ini akan menguraikan pemanfaatan hasil identifikasi KNKT dengan

area-area yang telah dikonsensikan sebagai area yang bisa dimanfaatkan untuk

kegiatan perkebunan dan penggunaan lahan komersial lainnya. Hal ini cukup penting

untuk melihat urgensi KNKT sebagai kawasan yang seharusnya dikonservasikan dan

dijaga kelestariannya dengan gambaran eksploitasi sumber daya hutan yang mungkin

terjadi di Kalimantan Utara. Dengan demikian, informasi yang diperoleh dapat

dijadikan dasar dalam melakukan sosialisasi dan advokasi mengenai perlunya

mempertahankan sebagian wilayah yang telah dikonsensikan untuk tetap dijaga

penggunaan lahannya guna memberikan fungsi keberlanjutan ekologis wilayah secara

keseluruhan.

V.1 Sebaran Wilayah Perijinan Perkebunan di Kalimantan

Utara

Berdasarkan data terkini yang diperoleh, sebaran area – area konsensi

perkebunan ditunjukkan di Gambar 33 di bawah ini. Sebaran area perkebunan berada

di beberapa kabupaten yang termasuk dalam wilayah Kalimantan Utara. Luasan area

yang sudah dikonsensikan berdasarkan Peta di Gambar 33 dirangkum di Tabel 14.

Gambar 33. Sebaran Ijin Usaha Perkebunan

Page 46: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 42

Tabel 14. Luasan Ijin Konsensi Perkebunan per Kabupaten/Kota (Data Tahun 2014)

Kabupaten / Kota Luas Ijin Konsensi (Hektar)

BULUNGAN 897385

MALINAU 1971191

NUNUKAN 574214.1

TANA TIDUNG 191190

TOTAL 3633979.89

Selanjutnya, hasil dari analisis KNKT di-overlay-kan dengan peta IUP untuk

memperoleh luasan KNKT yang berada di dalam wilayah IUP. Hasil overlay tersebut

kemudian ditabulasikan berdasarkan luasan batas administrasi kabupaten/kota yang

termasuk dalam wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Sub bab berikut akan membahas

mengenai hasil analisis KNKT dengan IUP.

V.2 Analisis KNKT dengan IUP

V.2.1 KNKT 1.1

Hasil perhitungan luas KNKT 1.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 1.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 15). Sedangkan proporsi KNKT 1.1 yang

berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah sebesar 29,17% dari luasan

Kalimantan Utara.

Tabel 15. Luasan KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 176411.55 13.51 1306028

MALINAU 1602778.20 40.12 3994593

NUNUKAN 231029.36 16.26 1420795

TANA TIDUNG 40080.74 14.18 282576.4

TOTAL 2050299.85 29.17* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 47: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 43

Gambar 34. KNKT 1.1 Dalam Kawasan IUP

V.2.2 KNKT 2.1

Hasil perhitungan luas KNKT 2.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 2.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 16). Sedangkan proporsi KNKT 2.1 yang

berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah sebesar 23,71% dari luasan

Kalimantan Utara.

Tabel 16. Luasan KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 69771.16 5.34 1306028

MALINAU 1536386.81 38.46 3994593

NUNUKAN 60360.17 4.25 1420795

TOTAL 1666518.13 23.71* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 48: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 44

Gambar 35. KNKT 2.1 Dalam Kawasan IUP

V.2.3 KNKT 2.2

Hasil perhitungan luas KNKT 2.2 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 2.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 17). Sementara jika dilihat dari proporsi

berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 2.2 dalam kawasan IUP yang paling besar

luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan

proporsi KNKT 2.2 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah

sebesar 3,06% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 17. Luasan KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen)

Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 66374.74 5.08 1306028

NUNUKAN 111420.77 7.84 1420795

TANA TIDUNG 37614.93 13.31 282576.4

TOTAL 215410.43 3.06* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 49: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 45

Gambar 36. KNKT 2.2 Dalam Kawasan IUP

V.2.4 KNKT 3

Dalam analisis luasan KNKT 3 di dalam IUP, KNKT 3 yang digunakan adalah

KNKT pendekatan analytical, baik untuk kondisi saat ini, maupun kondisi masa depan.

Hasil perhitungan luas KNKT 3 kondisi saat ini per kabupaten/Kota yang berada di

dalam kawasan IUP menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya berada di

Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 18). Sementara jika dilihat

dari proporsi berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 3 dalam kawasan IUP yang

paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Bulungan.

Sedangkan proporsi KNKT 3 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan

adalah sebesar 2,45% dari luasan Kalimantan Utara.

Page 50: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 46

Tabel 18. Luasan KNKT 3 Kondisi Saat Ini Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota

Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 83169.21 6.37 1306028

MALINAU 4185.15 0.10 3994593

NUNUKAN 53399.68 3.76 1420795

TANA TIDUNG 31357.15 11.10 282576.4

TOTAL 172111.20 2.45* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Gambar 37. KNKT 3 Dalam Kawasan IUP Kondisi Saat Ini

Hasil perhitungan luas KNKT 3 untuk kondisi masa depan per kabupaten/Kota

yang berada di dalam kawasan IUP menunjukkan KNKT 3 yang paling besar luasannya

berada di Kabupaten Nunukan, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 19). Sementara jika

dilihat dari proporsi berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 3 dalam kawasan IUP

yang paling besar luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten

Page 51: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 47

Nunukan. Sedangkan proporsi KNKT 3 yang berada di dalam kawasan IUP secara

keseluruhan adalah sebesar 5,71% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 19. Luasan KNKT 3 Kondisi Masa Depan Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota

Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 107951.63 8.27 1306028

MALINAU 9642.18 0.24 3994593

NUNUKAN 217009.69 15.27 1420795

TANA TIDUNG 66392.09 23.50 282576.4

TOTAL 400995.59 5.71* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Gambar 38. KNKT 3 Dalam Kawasan IUP Kondisi Masa Depan

Page 52: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 48

V.2.5 KNKT 4.1

Hasil perhitungan luas KNKT 4.1 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.1 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Malinau, diikuti Kabupaten Nunukan (Tabel 20). Sementara jika dilihat dari proporsi

berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.1 dalam kawasan IUP yang paling besar

luasannya berada di Kabupaten Tana Tidung, diikuti Kabupaten Nunukan. Sedangkan

proporsi KNKT 4.1 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah

sebesar 7,2% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 20. Luasan KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar) Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen) Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 41138.40 3.15 1306028

MALINAU 297577.87 7.45 3994593

NUNUKAN 139460.73 9.82 1420795

TANA TIDUNG 27800.02 9.84 282576.4

TOTAL 505977.02 7.20* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Gambar 39. KNKT 4.1 Dalam Kawasan IUP

Page 53: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 49

V.2.6 KNKT 4.2

Hasil perhitungan luas KNKT 4.2 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.2 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Malinau, diikuti Kabupaten Bulungan (Tabel 21). Sementara jika dilihat dari proporsi

berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.2 dalam kawasan IUP yang paling besar

luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Malinau. Sedangkan

proporsi KNKT 4.2 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah

sebesar 41,73% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 21. Luasan KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten / Kota

Luas (Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten (Persen)

Luas Kabupaten (Hektar)

BULUNGAN 721696.64 55.26 1306028

MALINAU 1885962.25 47.21 3994593

NUNUKAN 267696.17 18.84 1420795

TANA TIDUNG 57419.62 20.32 282576.4

TOTAL 2932774.68 41.73* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Gambar 40. KNKT 4.2 Dalam Kawasan IUP

Page 54: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 50

V.2.7 KNKT 4.3

Hasil perhitungan luas KNKT 4.3 per kabupaten/Kota yang berada di dalam

kawasan IUP menunjukkan KNKT 4.3 yang paling besar luasannya berada di Kabupaten

Bulungan, diikuti Kabupaten Malinau (Tabel 22). Sementara jika dilihat dari proporsi

berdasarkan luas wilayah kabupaten, KNKT 4.3 dalam kawasan IUP yang paling besar

luasannya berada di Kabupaten Bulungan, diikuti Kabupaten Tana Tidung. Sedangkan

proporsi KNKT 4.3 yang berada di dalam kawasan IUP secara keseluruhan adalah

sebesar 7,01% dari luasan Kalimantan Utara.

Tabel 22. Luasan KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP Per Kabupaten/Kota Tahun 2017

Kabupaten /

Kota

Luas

(Hektar)

Proporsi Dari Luas Kabupaten

(Persen)

Luas Kabupaten

(Hektar)

BULUNGAN 229555.18 17.58 1306028

MALINAU 197999.32 4.96 3994593

NUNUKAN 46510.75 3.27 1420795

TANA TIDUNG 18361.83 6.50 282576.4

TOTAL 492427.09 7.01* 7028470.06

*) Proporsi KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP, Dari luas Provinsi Kalimantan Utara

Page 55: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 51

Gambar 41. KNKT 4.3 Dalam Kawasan IUP

V.3 Analisis KNKT Gabungan dengan IUP

Hasil analisis KNKT Gabungan direkap dalam tabel KNKT-IUP yang dapat

dilihat di lampiran. Tabel – tabel tersebut merupakan informasi deskriptif yang

menunjukkan KNKT Gabungan mana yang luasannya paling besar di setiap kabupaten,

sekaligus KNKT Gabungan apa saja yang terdapat di kabupaten yang bersangkutan.

Dalam hal ini, untuk wilayah Kabupaten Bulungan, KNKT Gabungan dengan area paling

luas adalah luasan KNKT 42, diikuti gabungan KNKT 42 dan 43. Untuk Kabupaten

Malinau, KNKT paling luas adalah gabungan KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2, diikuti KNKT

Gabungan 1.1, 2.1, 4.1 dan 4.2. Untuk Kabupaten Nunukan, KNKT paling luas adalah

KNKT 4.2 diikuti KNKT 3. Terakhir untuk kabupaten Tana Tidung, KNKT paling luas

adalah sama dengan Kabupaten Nunukan, yaitu KNKT 4.2 dan KNKT 3. Gambaran

spasial dari keberadaan KNKT Gabungan terhadap kawasan yang telah diberi IUP dapat

dilihat di Gambar 22 di bawah ini.

Page 56: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 52

Gambar 42. KNKT Gabungan Dalam Kawasan IUP

Page 57: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 53

VI. Kesimpulan dan Rekomendasi

VI.1 Kesimpulan

Dari hasil kajian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Proses deforestasi dan perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi

kawasan industri perkebunan terus menunjukkan intensifikasi di Kalimantan

Utara. Dalam hal ini, wilayah yang banyak mengalami perubahan adalah

Kabupaten Bulungan, tepatnya di wilayah Peso, Tanjung Palas, dan Sekatak.

Kabupaten Nunukan juga telah mengalami pengurangan luasan hutan,

terutama di wilayah Sebuku, Tulin dan Lumbis.

2. Fragmentasi hutan sebagai ekses dari pembukaan hutan untuk perladangan

berpindah dan pembangunan perkebunan Kelapa Sawit di daerah hulu semakin

intensif dan meluas. Wilayah – wilayah dengan fragmentasi hutan yang cukup

besar di daerah hulu ditemukan di wilayah Krayan Kabupaten Nunukan, serta

wilayah Mentarang Hulu, Pujungan, Kayan Hulu, dan Sungai Boh, Kabupaten

Malinau.

3. Dilihat dari proporsi luasan, Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Kalimantan

Utara yang terluas adalah KNKT 42 (Kawasan yang mempunyai Tingkat Bahaya

Erosi Potensial yang berat), diikuti KNKT 1.1 (Kawasan dengan keragaman

hayati yang tinggi) dan KNKT 2.1 (Kawasan yang mempunyai kapasitas

mempertahankan dinamika ekosistem secara alami).

4. Dilihat dari analisis gabungan KNKT, area yang menjadi KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2

adalah area yang luasannya paling besar di Kalimantan Utara (sebesar 41% luas

Kalimantan Utara), diikuti area yang menjadi KNKT 1.1, 2.1, 4.1 dan 4.2 sebesar

20% luas Kalimantan Utara, dan area yang menjadi KNKT 4.2 sebesar 15% dari

luas Kalimantan Utara.

5. Dilihat dari hasil analisis gabungan, untuk Kabupaten Malinau, KNKT paling

luas adalah gabungan KNKT 1.1, 2.1, dan 4.2, diikuti KNKT Gabungan 1.1, 2.1,

4.1 dan 4.2. Adapun untuk wilayah Kabupaten Bulungan, KNKT Gabungan

dengan area paling luas adalah luasan KNKT 42, diikuti gabungan KNKT 42 dan

43. Sedangkan untuk Kabupaten Nunukan, KNKT paling luas adalah KNKT 4.2

Page 58: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 54

diikuti KNKT 3. Terakhir untuk kabupaten Tana Tidung, KNKT paling luas

adalah sama dengan Kabupaten Nunukan, yaitu KNKT 4.2 dan KNKT 3.

VI.2 Rekomendasi

Hasil kajian dan analisis yang telah dilakukan sebagaimana diuraikan di atas

tentu tidak lepas dari adanya beberapa kelemahan, oleh karena itu dapat

direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlu ada upaya perlindungan hutan yang lebih intensif, karena berdasarkan

hasil interpretasi penggunaan lahan, fragmentasi hutan dan pembukaan hutan

di daerah hulu semakin membesar dari tahun – tahun sebelumnya.

2. Untuk analisis KNKT 4.2, pertimbangan kedalaman tanah perlu dikeluarkan

dari analisis. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa saat ini belum ada data

yang dapat memberikan informasi kedalaman tanah secara presisi pada

wilayah yang luas. Penggunaan data kedalaman tanah yang berbeda skala dan

kualitas justru akan mengaburkan hasil kalkulasi tingkat bahaya erosi, yang

bisa jadi sudah menggunakan data dan kriteria analisis yang cukup tajam.

3. Hasil analisis dan metode yang digunakan masih bersifat tentatif, untuk itu

masukan dari berbagai pihak sangat diperlukan guna memperkaya teknik

analisis yang dapat digunakan, dan secara otomatis akan memperbaiki kualitas

hasil analisis.

4. Hasil analisis KNKT dalam IUP dapat dijadikan sebagai dasar dan landasan kerja

dalam melakukan upaya advokasi dan perlindungan terhadap KNKT yang

berada di dalam Kawasan IUP. Hal ini dikarenakan KNKT dalam Kawasan IUP

merupakan KNKT yang paling rawan terhadap upaya konversi lahan, yang pada

akhirnya dapat menghilangkan fungsi konservasi dan perlindungan ekologis di

kawasan tersebut.

Page 59: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 55

VII. Referensi

CCRS. 1999. Fundamentals of Remote Sensing. Diakses dari: http://www.ccrs.nrcan.gc.ca/resource/tutor/fundam/pdf/fundamentals_e.pdf

ERDAS. 2010. ERDAS Field Guide vol.1 and 2. diakses dari: http://www.erdas.com/Libraries/Tech_Docs/ERDAS_Field_Guide.sflb.ashx.

Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi di Indonesia. Balikpapan: Tropenbos International Indonesia Programme.

Richards, J. A., dan Jia, X.P. 2006. Remote Sensing Digital Image Analysis, An Introduc5on (4th edition). Berlin: Springer-Verlag.

Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Page 60: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 56

VIII. Lampiran

Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Bulungan

KNKT Luas (Hektar)

_11_21_3 0.00

_11_21_3_41_42 0.00

_11_21_3_41_42_43 0.00

_11_21_3_41_43 0.00

_11_21_3_42 0.00

_11_21_3_42_43 0.00

_11_21_3_43 0.00

_11_21_41 0.00

_21 0.00

_21_3 0.00

_21_3_42 0.00

_21_42_43 0.00

_22_3_42 0.00

_3_41_42 0.00

_21_42 0.00

_11_21_41_42_43 0.00

_11_21_41_43 0.00

_41 0.14

_22_3_41 1.45

_22_3 3.28

_41_42 7.91

_11_22_3_41_42 8.97

_41_43 10.84

_11_22_3 17.00

_41_42_43 62.00

_11_22_42 77.78

_11_3_41_42 83.05

_11_22_43 151.83

_3_41 169.27

_11_3_42_43 206.24

_22_41 230.55

_11_22_3_42_43 246.73

_11_22_41_42 287.18

_11_41 320.53

_11_3_41_42_43 386.24

Page 61: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 57

_22_43 429.00

_11_22_42_43 443.37

_11_22_3_43 450.16

_22_41_42 531.61

_11_21_43 604.70

_22_3_43 701.06

_11_21 734.49

_11_41_42_43 751.58

_11_22 778.24

_11_3_41 780.42

_11_41_42 795.47

_11_22_3_41 1008.77

_22_3_41_43 1064.59

_3_41_42_43 1194.80

_3_41_43 1347.05

_22_41_42_43 1527.51

_11_21_41_42 2253.25

_3_42_43 2263.42

_11_22_3_41_42_43 2316.06

_11_41_43 2493.94

_22_3_41_42_43 2592.36

_11_22_41 2702.44

_11_3_42 2913.27

_11_22_41_42_43 3050.79

_11_22_3_41_43 3651.19

_3_43 3813.70

_11_43 3937.24

_11_22_41_43 3967.02

_11_21_42_43 4725.32

_22_3_42_43 5684.52

_11_3_41_43 7541.40

_22 7961.91

_11_3_43 8352.83

_11_42_43 9009.22

_22_42 11160.30

_11_3 13056.40

_11 13486.80

_22_42_43 15329.10

_43 19592.30

_3_42 23037.50

_11_42 23368.30

Page 62: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 58

_3 25059.90

_11_21_42 61453.40

_42_43 199648.00

_42 346282.00

Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Malinau

KNKT Luas (Hektar)

_11_21_3_41_42 0.00

_22_3_42 0.00

_3_41_42 0.00

_22_3_41 0.00

_22_3 0.00

_11_22_3_41_42 0.00

_11_22_3 0.00

_11_22_42 0.00

_11_22_43 0.00

_3_41 0.00

_22_41 0.00

_11_22_3_42_43 0.00

_11_22_41_42 0.00

_22_43 0.00

_11_22_42_43 0.00

_11_22_3_43 0.00

_22_41_42 0.00

_22_3_43 0.00

_11_22 0.00

_11_22_3_41 0.00

_22_3_41_43 0.00

_22_41_42_43 0.00

_11_22_3_41_42_43 0.00

_22_3_41_42_43 0.00

_11_22_41 0.00

_11_22_41_42_43 0.00

_11_22_3_41_43 0.00

_11_22_41_43 0.00

_22_3_42_43 0.00

_22 0.00

_22_42 0.00

_22_42_43 0.00

_21_3 0.02

Page 63: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 59

_21_3_42 0.05

_11_3_41_42 7.27

_11_21_3_41_43 12.73

_11_21_3 12.96

_11_21_41_43 13.64

_11_3_43 21.73

_41 22.12

_11_21_3_41_42_43 23.78

_41_43 28.75

_11_21_3_43 35.57

_3_41_43 37.43

_3_41_42_43 45.42

_11_21_3_42_43 51.78

_11_3_41 61.81

_11_3_42_43 63.90

_11_21_3_42 72.89

_21_42_43 97.74

_3_43 167.23

_11_3_42 202.57

_11_41 239.01

_21 256.23

_3_42_43 330.29

_41_42_43 424.47

_11_3_41_42_43 520.51

_3_42 686.53

_11_21_41 730.65

_11_41_43 1184.84

_21_42 1629.83

_11_41_42_43 1707.28

_11_3_41_43 1922.89

_11_21_41_42_43 2135.59

_11_3 2610.56

_41_42 2676.85

_3 2754.25

_11_43 2869.91

_11_41_42 3243.58

_11 7143.31

_11_21 8454.99

_43 14639.40

_11_21_43 14864.00

_11_42_43 18819.70

Page 64: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 60

_11_42 27756.50

_42_43 92621.40

_11_21_42_43 134638.00

_42 224850.00

_11_21_41_42 282539.00

_11_21_42 1090820.00

Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Nunukan

KNKT Luas (Hektar)

_22_3_42 0.00

_22_3_41 0.00

_11_22_42 0.00

_22_41 0.00

_22_41_42 0.00

_22_3_41_43 0.00

_22_41_42_43 0.00

_22_3_41_42_43 0.00

_22_42 0.00

_21_3 0.00

_11_21_3_41_43 0.00

_11_21_41_43 0.00

_21_42_43 0.00

_21_3_42 0.00

_11_21_41 0.00

_21 0.03

_41_42_43 0.03

_11_22_42_43 0.05

_11_22_3_42_43 0.13

_11_21_3 0.29

_11_21_3_41_42 0.32

_22_3_42_43 0.35

_11_21 0.78

_21_42 0.79

_11_21_43 0.95

_22_42_43 1.03

_22 1.04

_11_21_41_42_43 1.30

_11_21_41_42 17.64

_41 22.79

_11_21_3_43 50.26

Page 65: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 61

_41_43 54.80

_3_41_42 70.54

_3_41_43 90.66

_11_21_3_41_42_43 91.22

_11_3_41_42 108.34

_3_41 125.71

_11_22_3 146.65

_22_3 156.65

_11_41_42 168.38

_3_41_42_43 199.94

_11_22 219.70

_11_3_42_43 244.70

_11_22_41_42 361.84

_11_41_42_43 411.04

_11_3_42 420.26

_11_21_3_42 461.14

_11_43 703.80

_11_22_3_43 788.39

_41_42 1164.45

_22_3_43 1167.24

_11_22_3_41_42 1197.60

_11_22_3_41_42_43 1257.64

_11_42_43 1401.59

_11_22_41_42_43 1445.61

_11_3_41_42_43 1598.96

_22_43 1780.04

_11_22_43 2831.75

_11_3_43 2931.19

_11_41 2997.65

_3_42_43 3825.41

_3_43 4480.34

_11_21_3_42_43 5041.48

_11_42 5057.26

_43 5979.88

_11 6271.70

_11_3_41 6314.33

_11_21_42_43 7144.38

_11_3_41_43 8395.53

_11_22_41_43 9211.39

_11_3 12032.10

_11_41_43 13298.90

Page 66: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 62

_11_22_41 17067.30

_11_22_3_41_43 17450.40

_3_42 21703.80

_42_43 24445.60

_11_21_42 47549.60

_11_22_3_41 56335.90

_3 70322.20

_42 142304.00

Tabel KNKT Gabungan pada Kawasan Ijin Usaha Perkebunan Kabupaten Tana

Tidung

KNKT Luas (Hektar)

_11_22_42 0.00

_22_41_42 0.00

_22_41_42_43 0.00

_22_3_41_42_43 0.00

_22_42 0.00

_21_3 0.00

_11_21_3_41_43 0.00

_11_21_41_43 0.00

_21_42_43 0.00

_21_3_42 0.00

_11_21_41 0.00

_21 0.00

_11_22_42_43 0.00

_11_22_3_42_43 0.00

_11_21_3 0.00

_11_21_3_41_42 0.00

_11_21 0.00

_21_42 0.00

_11_21_43 0.00

_11_21_41_42_43 0.00

_11_21_41_42 0.00

_11_21_3_43 0.00

_3_41_42 0.00

_11_21_3_41_42_43 0.00

_11_41_42 0.00

_3_41_42_43 0.00

_11_3_42_43 0.00

_11_21_3_42 0.00

Page 67: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 63

_41_42 0.00

_11_21_3_42_43 0.00

_11_21_42_43 0.00

_11_21_42 0.00

_22_3_42 0.07

_11_22_3_41_42 0.53

_11_3_41_42 3.73

_22_41 4.00

_41_42_43 5.34

_3_41 7.67

_11_22_3_41_42_43 8.06

_11_3_42 10.27

_3_42_43 13.51

_11_22 14.73

_22_3_42_43 18.86

_11_41_42_43 41.83

_11_22_41_42_43 43.75

_11_42_43 53.16

_11_22_43 54.82

_3_41_43 57.46

_11_22_41_42 86.86

_22_42_43 101.19

_41 106.19

_11_22_3_43 187.28

_11_22_3 208.60

_11_3_41_42_43 244.01

_11_42 331.12

_41_43 644.21

_22_3_41 756.91

_22_3_41_43 1208.12

_11_43 2057.01

_11_41 2109.31

_11_22_3_41_43 2377.32

_11_41_43 2393.31

_11_22_41 2438.40

_3_43 2685.45

_11_3_41_43 2809.28

_11_3_41 2976.03

_11 3426.97

_11_22_3_41 3585.53

_11_3_43 4173.86

Page 68: Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017

Hal. 64

_22 4176.08

_22_3_43 4214.35

_22_3 4480.29

_11_3 4552.78

_3_42 5463.44

_11_22_41_43 5892.16

_22_43 7757.02

_43 11480.50

_42_43 13967.90

_3 26348.70

_42 37026.00